MOENCH)
Dengan Sistem Monokultur dan Tumpang Sari
Diajukan Guna Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Mata Kuliah Tpt
Serealia
Oleh:
Dhiaz Ari Priyandana
2110311012
2110311012
Telah diperiksa dan dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 3 Januari 2024
Asisten I
Muhammad Haris
NIM: 201031113
ii
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum
yang berjudul “Budidaya Tanaman Sorgum Manis (nama latin) Dengan Sistem
Monokultur dan Tumpang Sari”
Kedua orang tua penulis yang telah mendo’a kan yang selalu memberi
semangat penuh kepada penulis serta tidak lupa juga semua pihak yang telah
membantu penulis menyelesaikan laporan praktikum ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis,
2110311012
iii
DAFTAR ISI
Cover ....................................................................................................................... i
4.1 Hasil........................................................................................................ 17
iv
4.4.1 Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman ................................................ 17
Lampiran ............................................................................................................. 27
v
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sorgum manis merupakan salah satu komoditas pertanian yang sudah lama
dikenal di Indonesia. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) mempunyai
potensi penting sebagai sumber karbohidrat bahan pangan, pakan, dan komoditi
ekspor. Selain itu tanaman sorgum mempunyai keistimewaan lebih tahan terhadap
cekaman lingkungan bila dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya,
misalnya pada lahan kering (Irwan et al. 2004). Tanaman sorgum ini dapat
tumbuh hampir di setiap jenis tanah. Ketahanan terhadap kondisi kering pada
tanaman sorgum disebabkan karena adanya lapisan lilin pada batang dan daunnya
yang dapat mengurangi kehilangan air karena penguapan. Potensi yang dimiliki
tanaman sorgum dapat digunakan sebagai suatu upaya pemberdayaan lahan kering
dan lahan kritis (Puspitasari et al., 2012).
Pola tanam monokultur adalah sistem penanaman satu jenis tanaman yang
dilakukan sekali atau beberapa kali dalam setahun tergantung jenis tanamannya
Pola monokultur merupakan suatu pola tanam yang bertentangan dengan aspek
ekologis. Penanaman suatu komoditas seragam dalam suatu lahan dalam jangka
waktu yang lama telah membuat lingkungan pertanian yang tidak mantap. Ketidak
mantapan ekosistem pada pertanaman monokultur dapat dilihat dari masukan-
masukan yang harus diberikan agar pertanian dapat terus berlangsung. Masukan-
masukan yang dimaksud adalah pupuk ataupun obat-obatan kimia untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman (Suroso & Sodik, 2016).
Tumpangsari merupakan sistem pertanaman yang membudidayakan lebih
dari satu jenis tanaman yang ditanam pada waktu bersamaan (Putra et al., 2017).
Sistem tumpangsari jagung manis dan kedelai dapat memberikan beberapa
keuntungan yaitu efisiensi penggunaan lahan, mengurangi OPT, menambah
kesuburan tanah terutama unsur Nitrogen, dan mendapatkan hasil tanaman
beragam (Aisyah dan Herlina, 2018). Disamping itu, kelebihan tumpangsari dapat
menekan laju pertumbuhan gulma, menghemat pemakaian sarana produksi
(Lingga et al., 2015). Selain itu tumpang sari juga dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan air dan penggunaan lahan (Saragih, Benny Winson Maryanto
Setyowati, Nanik, Prasetyo Nurjanah, 2019).
6
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan teknik tumpang sari dan monokultur?
2. Apa pengaruh dari teknik tumpang sari dan monokultur?
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perbedaan teknik
tumpangsari dan monokultur serta pengaruh nya dan pengaruh perlakuan pupuk.
7
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Sorgum
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Sorgum
Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk
di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum, dan lain-
lain. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sorgum dikenal dengan nama jagung
cantel, sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan nama jagung cantrik dan batara
tojeng di Sulawesi Selatan (Suprapto dan Mudjisihono, 1987). Sorgum (Sorghum
bicolor (L.) Moench) semula bernama Sorgum vulgare Pers, tetapi karena dalam
kerabat Sorghum vulgare terdapat kelompok tanaman liar maka Doggett (1970)
memberikan nama khusus kepada sorgum yang telah dibudidayakan dengan nama
Sorghum bicolor (L.) Moench. Ras bicolor didapatkan di Asia dan Afrika.
Tanaman sorgum ini termasuk famili Gramineae atau rerumputan.
Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor L. Moench termasuk
ke dalam :
Genus : Sorghum
Ordo : Cyperales
Kelas : Liliopsida/Monokotiledon
Divisi : Magnoliophyta
Superdivisi : Spermatophyta
Subkingdom : Tracheobionta
Kingdom : Plantae.
Tanaman sorgum setidaknya memiliki 30 spesies, namun yang sangat
umum dibudidayakan meliputi tiga spesies, yaitu Sorghum helepense (L.) Pers.,
Sorghum propinquum (Kunth) Hitchc., dan Sorghum bicolor (L.) Moench. (House,
1985). Dari ketiga spesies tersebut yang sangat populer dan menjadi tanaman
komersial di dunia adalah Sorghum bicolor (L.) Moench. Penyebaran spesies ini
meliputi seluruh dunia yang dikembangkan sebagai tanaman pangan, pakan
ternak, dan bahan baku berbagai industri (House, 1985).
8
cabang malai paling atas ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak
atau melengkung, berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai
terbuka (Poehlman dan Sleper, 1995; Dicko et al., 2006). Tanaman sorgum
merupakan tanaman menyerbuk sendiri dengan peluang menyerbuk silang sekitar
6 %. (Poehlman dan Sleper, 1995).
Biji sorgum berbentuk bulat, dengan ukuran 4-8 mm. Diantara kulit
(pericarp) dan endosperm dilapisi oleh lapisan testa dan aleuron. Lapisan testa
termasuk pada bagian perikarp dan lapisan aleuron termasuk pada bagian dari
endosperm. Komposisi bagian biji sorgum terdiri atas kulit luar 8 %, lembaga 10
% dan endosperm 82%. Warna biji sorgum sangat bervariasi mulai dari putih,
kuning, merah, coklat dan ungu. Warna biji dipengaruhi oleh warna dan ketebalan
kulit (pericarp), terdapatnya testa serta tekstur dan warna endosperm (Hahn dan
Rooney, 1985).
Tanaman sorgum mempunyai batang yang merupakan rangkaian berseri
dari ruas (internodes) dan buku (nodes). Bentuk batangnya silinder dengan ukuran
diameter batang pada bagian pangkal antara 0,5 – 5,0 cm. Tinggi batang tanaman
sorgum bervariasi yaitu antara 0,5–4,0 m tergantung pada varietas (House, 1985).
Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m,
dan struktur tanaman yang tinggi sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak
dan penghasil gula (FAO, 2005).
Pada beberapa varietas sorgum batangnya dapat menghasilkan tunas baru
membentuk percabangan atau anakan dan dapat tumbuh menjadi individu baru
selain batang utama (House, 1985). Daun sorgum bentuknya mirip daun jagung,
tetapi daun sorgum dilapisi oleh sejenis lilin yang agak tebal dan berwarna putih
(Mudjisihono, 1987). Lapisan lilin ini berfungsi untuk mengurangi atau menahan
penguapan air dari dalam tubuh tanaman sorgum sehingga resistensi atau tahan
terhadap kekeringan.
Dogget (1970) melaporkan bahwa daun sorgum biasanya terdapat secara
berselang dalam dua baris pada sisi-sisi batang yang berlawanan dan masing
masing terdiri atas suatu pelepah dan helaian. Ukuran daun meningkat dari bawah
(pertama ketika mulai tumbuh) ke atas umumnya sampai daun ketiga atau
keempat kemudian menurun sampai daun bendera (Martin, 1970). Bunga sorgum
9
tersusun dalam bentuk malai dengan banyak bunga pada setiap malai sekitar 1500
– 4000 bunga. Bunga sorgum akan mekar teratur dari 7 cabang malai paling atas
ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak atau melengkung,
berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai terbuka (Dicko et
al., 2006). Seperti akar tanaman jagung tanaman sorgum memiliki jenis akar
serabut. Pada ruas batang terendah diatas permukaan tanah biasanya tumbuh akar.
Akar tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Sebagai tanaman
yang termasuk kelas monokotiledone, sorgum mempunyai sistem perakaran
serabut. Akar primer tumbuh pada saat proses perkecambahan berlangsung dan
seiring dengan proses pertumbuhan tanaman muncul akar sekunder pada ruas
pertama. Akar sekunder kemudian berkembang secara ekstensif yang diikuti
matinya akar primer. Pada tahap selanjutnya, akar sekunder inilah yang kemudian
berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara serta memperkokoh tegaknya
batang.
Toleransi sorgum terhadap kekeringan disebabkan karena pada endodermis
akar sorgum terdapat endapan silika yang berfungsi mencegah kerusakan akar
pada kondisi kekeringan (Dogget, 1970). Sorgum juga efisen dalam penggunaan
air karena didukung oleh sistem perakaran sorgum yang halus dan letaknya agak
dalam sehingga mampu menyerap air dengan cukup intensif (Rismunandar, 1989)
10
Familia : Fabaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea L.
11
daun, lebar daun, serta rasio panjang dan lebar daun. Daun kacang tanah memiliki
daun penumpu (stipula) yang panjangnya 2,5 cm sampai 3,5 cm dan tangkai daun
(petiola) yang panjangnya 3 cm sampai 7 cm. Berdasarkan adanya bulu atau
rambut daun, permukaan daun kacang tanah dibedakan menjadi tidak berbulu,
berbulu sedikit dan pendek, berbulu sedikit dan panjang, berbulu banyak dan
pendek, serta berbulu banyak dan panjang.
Kacang tanah termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri, dimana kepala
putik diserbuki oleh tepung sari dari bunga yang sama dan penyerbukannya terjadi
beberapa saat sebelum mekar (kleistogami). Bunganya tersusun dalam bentuk
bulir yang muncul di ketiak daun dan termasuk bunga sempurna yaitu alat
kelamin jantan dan betina terdapat dalam satu bunga. Bunga kacang tanah
berbentuk seperti kupukupu, terdiri dari kelopak (calyx), tajuk atau mahkota
bunga, benang sari (anteridium) dan kepala putik (stigma). Mahkota bunga
berwarna kuning terdiri dari 5 helai yang bentuknya berlainan satu dengan yang
lain. Helaian yang paling besar disebut bendera, pada bagian kanan dan kirinya
terdapat sayap yang sebelah bawah bersatu membentuk cakar, di dalamnya
terdapat kepala putik yang berwarna hijau muda. Kelopak bunga kacang tanah
berbentuk tabung sempit sejak dari pangkal bunga yang disebut hipantium dan
panjangnya berkisar antara 2 cm sampai 7 cm. Bunga memiliki 10 benang sari, 2
di antaranya lebih pendek (Trustinah, 2015).
Trustinah (2015) menyatakan bahwa setelah terjadi persarian dan
pembuahan, bakal buah akan tumbuh memanjang yang pertumbuhannya bersifat
geotropik disebut ginofor. Ginofor terus tumbuh hingga masuk menembus tanah
sedalam 2 cm sampai 7 cm, kemudian terbentuk rambut-rambut halus pada
permukaan lentisel, di mana pertumbuhannya mengambil posisi horizontal. Warna
ginofor umumnya hijau, dan bila ada pigmen antosianin warnanya menjadi merah
atau ungu, setelah masuk ke dalam tanah warnanya menjadi putih. Perubahan
warna ini disebabkan ginofor mempunyai butir-butir klorofil yang dimanfaatkan
untuk melakukan fotosintesis selama di atas permukaan tanah, dan setelah
menembus tanah fungsinya akan bersifat seperti akar.
Polong kacang tanah bervariasi dalam ukuran, bentuk, paruh, dan
kontruksinya. Berdasarkan ukuran polong, kacang tanah dibedakan ke dalam: (1)
12
polong sangat kecil (panjang <1,5 cm, ukuran 35 g/100 polong sampai 50 g/100
polong), (2) polong kecil (panjang 1,6 cm sampai 2,0 cm, ukuran 51 g/100 polong
sampai 65 g/100 polong), (3) polong sedang (panjang 2,1 cm sampai 2,5 cm,
ukuran 66 g/100 polong sampai 105 g/100 polong), (4) polong besar (panjang 2,6
cm sampai 3,0 cm, ukuran 106 g/100 polong sampai 155 g/100 polong), dan (5)
polong sangat besar (panjang >3,0 cm, ukuran >155 g/100 polong). Jumlah biji
per polong dituliskan dalam bentuk angka 2, 3 atau lebih dengan penamaannya
angka pertama menunjukan frekuensi terbanyak, disusul angka-angka berikutnya
(Trustinah, 2015).
Biji kacang tanah memiliki beragam warna, bentuk, dan ukuran.
Berdasarkan ukuran biji, kacang tanah dibedakan ke dalam: kacang tanah biji
kecil (<40 g/100 biji), kacang tanah biji sedang (40g/100 biji sampai 55 g/100
biji) dan kacang tanah biji besar (>55 g/100 biji). Sedangkan warna sekunder
dapat berupa bintik (blotched), flek atau garis yang jelas atau kabur. Kombinasi
warna pada kulit ari biji antara lain merah dengan putih, ungu dan putih, coklat
cerah dan coklat gelap, coklat dan ungu (Trustinah, 2015)
2.3 Monokultur
Pola tanam monokultur adalah sistem penanaman satu jenis tanaman yang
dilakukan sekali atau beberapa kali dalam setahun tergantung jenis tanamannya
Pola monokultur merupakan suatu pola tanam yang bertentangan dengan aspek
ekologis. Penanaman suatu komoditas seragam dalam suatu lahan dalam jangka
waktu yang lama telah membuat lingkungan pertanian yang tidak mantap. Ketidak
mantapan ekosistem pada pertanaman monokultur dapat dilihat dari masukan-
masukan yang harus diberikan agar pertanian dapat terus berlangsung. Masukan-
masukan yang dimaksud adalah pupuk ataupun obat-obatan kimia untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman (Suroso & Sodik, 2016).
13
rendah saat ini telah menjadi salah satu pilihan utama petani berlahan sempit
dalam upaya mengatasi risiko kegagalan usaha taninya (Mulu et al., 2020).
Teknik menanam dengan pola tumpang sari sebenarnya bukan hal baru
dalam dunia pertanian di Indonesia, sejak jaman dahulu kakek-nenek kita sudah
menerapkan pola ini. Tapi seiring dengan perkembangan jaman pola tanam
tumpang sari mulai ditinggalkan, tapi sekarang ini mengingat ketersediaan lahan
pertanian yang semakin hari terus menyempit pola tanam campuran ini kembali
digemari (Waslah et al., 2020).
Tumpangsari merupakan sistem pertanaman yang membudidayakan lebih
dari satu jenis tanaman yang ditanam pada waktu bersamaan (Putra et al., 2017).
Sistem tumpangsari jagung manis dan kedelai dapat memberikan beberapa
keuntungan yaitu efisiensi penggunaan lahan, mengurangi OPT, menambah
kesuburan tanah terutama unsur Nitrogen, dan mendapatkan hasil tanaman
beragam (Aisyah dan Herlina, 2018). Disamping itu, kelebihan tumpangsari dapat
menekan laju pertumbuhan gulma, menghemat pemakaian sarana produksi
(Lingga et al., 2015).
14
makanan ke sel-sel penting seperti batang dan daun. Jamur yang ada pada pupuk
organik cair Jakaba bisa bermanfaat untuk proses tumbuhnya tanaman yaitu bisa
mempercepat pertumbuhan tanaman yang kecil, memanjangkan umur tanaman,
dan mengatasi fusarium penyebab penyakit hawar pada tanaman (Tinampuh,
2023).
Pupuk organik cair lebih efektif digunakan karena lebih cepat diserap oleh
daun yang langsung dapat digunakan untuk fotosintesis. Pupuk organik cair telah
banyak beredar di pasaran, namun pupuk organik cair hasil fermentasi dari air leri
belum banyak digunakan terutama jamur yang tumbuh pasca fermentasi yang
disebut JAKABA (jamur keajaiban abadi). JAKABA mengandung 90%
karbohidrat yang berupa pati, vitamin, dan mineral serta berbagai protein.
Karbohidrat dalam jumlah yang tinggi akan membantu proses terbentuknya
hormone tumbuh berupa auksin, giberelin dan alanin. Ke tiga jenis hormon
tersebut dapat merangsang pertumbuhan pucuk daun, mengangkut makanan ke
sel-sel terpenting daun dan batang. Jamur yang dikandung JAKABA ini sangat
bermanfaat pada pertumbuhan tanaman, yaitu; dapat mempercepat pertumbuhan
tanaman yang kerdil, memperpanjang umur tanaman, dan mengatasi fusarium
penyebab penyakit hawar pada tanaman (Junaed, n.d.).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Leonardo (2009), air leri
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena mengandung fosfor.
Selanjutnya Kaisu et al (2010) dalam Rahmayani (2018) juga menyebutkan
bahwa air leri mengandung vitamin B1 (tiamin) dan vitamin B12, serta
mengandung unsur P, C, K, N dan unsur hara lainnya. Hasil analisis tehadap
kandungan vitamin dan unsur hara, air leri mengandung vitamin B1 dan unsur
nitrogen, fosfor, kalium, calcium, magnesium, dan sulfur (Wulandari et al.,2011).
15
BAB 3. Metodelogi
3.1 Waktu Dan Tempat
Praktikum Budidaya Tanaman Sorgum Manis (Sorgum Bicolor L.) Dengan
Sistem Monokultur Dan Tumpang Sari dilaksanakan pada hari Kamis, 17
November – 28 Desember 2023 yang bertempat di Kebun Percobaan Universitas
Muhammadiyah Jember.
16
Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil
4.4.1 Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman
Tabel 1. Sorgum polikultur di beri pupuk
Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman
Umur
Perlakuan Sampel
14 Hst 21 Hst
Pakai pupuk 1 30 cm 40 cm
Pakai pupuk 2 33,5 cm 37 cm
Pakai pupuk 3 33 cm 52 cm
Rata - rata 32,17 cm 43 cm
17
Tabel 4. Sorgum Monokultur Tidak Diberi Pupuk
Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman
Umur
Perlakuan Sampel
14 Hst 21 Hst
Pakai Pupuk 1 27 cm 45 cm
Pakai Pupuk 2 30 cm 49 cm
Pakai Pupuk 3 29 cm 44 cm
Rata - rata 28,67 cm 46 cm
18
4.1.2 Tabel Pengamatan Jumlah Daun Pada Tanaman
Tabel 7. Sorgum Polikultur Yang Diberi Pupuk
Tabel Pengamatan Jumlah Daun
Umur
Perlakuan Sampel
14 Hst 21 Hst
Pakai Pupuk 1 15 12
Pakai Pupuk 2 13 15
Pakai Pupuk 3 21 22
Rata - rata 16,33 16,33
19
Tabel 10. Sorgum Monokultur Tidak Diberi Pupuk
Tabel Pengamatan Jumlah Daun
Umur
Perlakuan Sampel
14 Hst 21 Hst
Tidak Pakai Pupuk 1 20 25
Tidak Pakai Pupuk 2 22 32
Tidak Pakai Pupuk 3 24 38
Rata - rata 22 31,7
20
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahsan Data Tinggi Tanaman Sorgum Polikultur
Pada tabel 1 dan 2 didapati data tinggi tanaman sorgum polikultur yang
dimana bahwa yang tanpa perlakuan mendapati data tertinggi yaitu 46 cm
dibanding dengan perlakuan pupuk organik jakaba. Hal ini dikarenakan bahwa
penyerapan hara tanaman pada pupuk organic memerlukan waktu yang lumayan
lama dibandingkan dengan pupuk kimia adanya faktor media tanam bahwasan nya
pada media tanamn sebelum di tanam pada praktikum kali ini sudah sering di
kasih pupuk kimia berbahan dasar nitrogen. Ini juga di perkuat oleh penelitian
(Hidayah et al., 2016) yang menyatakan bahwa penggunaan pupuk nitrogen
sangat berpengaruh nyata pada pertumbuhan dan jumlah pada daun ketika berada
pada masa vegetativ dengan kandungan kimia nitrogen (N) berkadar tinggi dan
merupakan pupuk yang mudah larut dalam air serta sifatnya sangat mudah
menghisap air (higroskopis), Pupuk kimia mengandung unsur hara N sebesar 46%
dengan pengertian setiap 100 kg mengandung 46 Kg nitrogen, Moisture 0,5%,
Kadar Biuret 1%, ukuran 1-3,35mm.
Pada tabel 3 dan 4 didapati data tinggi tanaman sorgum monokultur yang
dimana bahwa yang tanpa perlakuan mendapati data tertinggi yaitu 46 cm
dibanding dengan perlakuan pupuk organik jakaba. Hal ini dikarenakan bahwa
penyerapan hara tanaman pada pupuk organic memerlukan waktu yang lumayan
lama dibandingkan dengan pupuk kimia adanya factor media tanamn bahwasan
nya pada media tanamn sebelum di tanam pada praktikum kali ini sudah sering di
kasih pupuk kimia berbahan dasar nitrogen. Ini juga di perkuat oleh penelitian
(Hidayah et al., 2016) yang menyatakan bahwa penggunaan pupuk nitrogen
sangat berpengaruh nyata pada pertumbuhan dan jumlah pada daun ketika berada
pada masa vegetativ dengan kandungan kimia nitrogen (N) berkadar tinggi dan
merupakan pupuk yang mudah larut dalam air serta sifatnya sangat mudah
menghisap air (higroskopis), Pupuk kimia mengandung unsur hara N sebesar 46%
dengan pengertian setiap 100 kg mengandung 46 Kg nitrogen, Moisture 0,5%,
Kadar Biuret 1%, ukuran 1-3,35mm.
21
4.2.2 Pembahasan Data Tinggi Tanaman Kacang Tanah
Pada tabel 5 dan 6 didapati data tinggi tanaman kacang tanah polikultur
yang dimana bahwa perlakuan pupuk organik jakaba mendapati data tertinggi
yaitu 26,67 cm dibanding dengan perlakuan yang tanpa pemupukan. Hal ini
dikarenakan bahwa jakaba sendiri memiliki kandungan yang mendukung untuk
tanaman pada masa vegetativ ini juga diperkuat oleh penelitian (Arulampalam
Kunaraj, P.Chelvanathan, Ahmad AA Bakar, 2023) yang menyatakan bahwa
pupuk organik cair atau pupuk mikroba adalah larutan yang berisi mikrobia yang
ditambahkan ke dalam tanah yang bermanfaat mempercepat pertumbuhan akar,
pucuk, kuncup, bunga, menyediakan nutrisi bagi tanaman, meningkatkan
kesehatan tanaman dan dapat meningkatkan kesuburan tanah.
22
merupakan pupuk yang mudah larut dalam air serta sifatnya sangat mudah
menghisap air (higroskopis), Pupuk kimia mengandung unsur hara N sebesar 46%
dengan pengertian setiap 100 kg mengandung 46 Kg nitrogen, Moisture 0,5%,
Kadar Biuret 1%, ukuran 1-3,35mm.
23
Bab 5. Penutup
5.1 Kesimpulan
Dari data praktikum pada bab 4 dapat disimpulkan bahwa dalam
pertumbuhan tanaman sorgum perlakuan tanpa pemberian pupuk berpengaruh
untuk menunjang tinggi tanaman dan perlakuan pupuk jakaba berpengaruh
terhadap jumlah daun pada tanaman sorgum dan kacang tanah.
24
DAFRTAR PUSTAKA
Arulampalam Kunaraj, P.Chelvanathan, Ahmad AA Bakar, I. Y. (2023).
Budidaya Cabai Merah Menggunakan Jakaba di Lahan Podsolik. Journal of
Engineering Research, 10(1), 125–142.
Mulu, M., Ngalu, R., & Lazar, F. L. (2020). Pola Tanam Tumpang Sari di Desa
Satar Punda Barat, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Agrokreatif: Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat, 6(1),
72–78.
Puspitasari, G., Kastono, D., Waluyo, S., Sumarmo, & Karsono. (2012).
PERTUMBUHAN DAN HASIL SORGUM MANIS (Sorghum bicolor (L.)
Moench) TANAM BARU DAN RATOON PADA JARAK TANAM BERBEDA
GROWTH. 12.
25
Waslah, Setiawan, M. R., & Maulidi, M. N. (2020). Pola Tanam Tumpangsari
Jagung dan Cabai untuk Meningkatkan Hasil Petani di Brodot. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Bidang Pertanian, 1(1), 14–26.
https://dinpertan.purbalinggakab.go.id/penerapan-pola-tanam-tumpangsari-
tanaman-jagung-dan-cabai-
Aisyah, Y. & Herlina, N. (2018). Pengaruh Jarak Tanam Tanaman Jagung Manis
(Zea mays L. var. saccharata) pada Tumpangsari dengan Tiga Varietas
Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Jurnal Produksi Tanaman, 6(1),
66-75.
Lingga, G. K., Purwanti, S. & Toekidjo. (2015). Hasil dan Kualitas Benih Kacang
Hijau (Vigna radiata(L.) Wilczek) Tumpang Sari Barisan dengan Jagung
Manis (Zea mays Saccharata). Jurnal Vegetalika, 4(2), 39-47.
Rahmayani,P. 2018. Pemanfaatan Air Cucian Beras dan Bekatul Sebagai bahan
Biofertilizer dengan inokulan Bakteri Azospirillum sp.terhadap Pertumbuhan
Tanaman Kacang Panjang. Sripsi Prodi Biologi. Fakultas Sains dan
Teknologi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
26
Lampiran
27