Anda di halaman 1dari 42

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

DETERMINAN KEKACUNAN PETANI SAYURAN MENGGUNAKAN


PESTISIDA DI REPI URGENSI KABUPATEN TOMBOLOPAO
KABUPATEN GOWA

USUL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

NUR RACHMATULLAH AMIN

70200117114

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS

KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGARA ALAUDDIN

MAKASSAR

2021
BABI

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pertanian telah menjadi salah satu profesi informal yang paling banyak digunakan

oleh masyarakat Indonesia. Banyak industri pertanian yang tidak memperhatikan manajemen

risiko, mengabaikan risiko dan mengelolanya secara optimal.

Mendasari manajemen risiko di sektor pertanian meningkatkan kejadian bencana

industri. Setiap pekerjaan memiliki risiko dan bahaya (Hazard) baik di sektor formal

maupun informal (Akbar, 2019).

Bertani merupakan pekerjaan yang berpotensi berbahaya karena

kurangnya praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Fenomena tersebut

merupakan faktor utama penyebab kecelakaan dan penyakit petani, yang

mengakibatkan penurunan produktivitas dan kerusakan ekonomi dan sosial.

Penerapan K3 petani umumnya lemah, kontra indikasi, tidak perlu, tidak

menyenangkan, tidak realistis, dan cenderung mengganggu aktivitas.

Pertanian. Kurangnya pemahaman tentang risiko yang mempengaruhi kesehatan

dan keselamatan, seperti cedera, kecelakaan, cacat, bahkan kematian. Hal ini

membuat petani mengabaikan pentingnya K3 dalam kegiatannya

pertanian (Farid et al., 2019).


Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, jumlah kecelakaan kerja yang

tercatat di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 123.041 dan 173.105 pada tahun

2018 (Hedaputri dkk., 2021). Berdasarkan data dari Kementerian Tenaga Kerja

Di Provinsi Sulawesi Selatan, terdapat 6 kasus kecelakaan kerja pada triwulan II

2020, dengan jumlah korban sebanyak 6, terkena ada 4 kasus, jatuh karena

ada 1 kasing tinggi, tersentuh listrik ada 1 kasing. Selain kecelakaan kerja, potensi

bahaya lainnya adalah keracunan pestisida (Kementerian Ketenagakerjaan, 2021).

Data dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), ada 1-5 juta kasus setiap

tahun yang terjadi pada pekerja pertanian dengan angka kematian

hingga 220.000 Korban. Penggunaan pestisida semakin tinggi terutama di negara

berkembang seperti Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Latin sekitar 80%.

Pestisida yang digunakan hanya di negara berkembang

25% dari total penggunaan pestisida di dunia. Anehnya, meskipun negara

Negara berkembang ini hanya menggunakan 25% pestisida dunia, dalam hal kematian

pestisida, negara-negara di kawasan ini mengalami 99%. Menurut WHO, hal ini disebabkan

oleh rendahnya tingkat pendidikan dan rendahnya pengetahuan

petani, sehingga cara pemakaiannya sangat tidak aman dan sering berlebihan

yaitu cara penyemprotan insektisida pada tanaman yang rentan penyakit

seperti hama

Kasus keracunan dilaporkan melalui aplikasi SIMKerKLB K selama di 219 oleh

257 rumah sakit dari 2.813 rumah sakit di Indonesia sebanyak 6,25

data kasus keracunan Berdasarkan data laporan kasus keracunan, terdapat tahun 2019 kasus

keracunan lebih sering terjadi pada pria (3.516 kasus) dibandingkan dengan
perempuan (2.689 kasus). Berdasarkan provinsi kejadian terdapat 5 provinsi

tertinggi yaitu Jawa Barat 2377 kasus, Jawa Timur 1312 kasus, DKI Jakarta 943 kasus,

Bali 373 kasus dan Banten 214 kasus.

Sulawesi Selatan terdapat 3 kasus keracunan selama tahun 2019. Berdasarkan penyebabnya

keracunan 334 kasus keracunan yang disebabkan oleh pestisida (BPOM, 2019).

Pestisida merupakan racun yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia.

sehingga faktor keamanan harus diutamakan saat menggunakan pestisida. Idealnya,

insektisida dapat membunuh serangga dan hama tanaman pembawa penyakit, tetapi

tidak beracun bagi manusia dan organisme non-tarhet lainnya. Pestisida adalah zat

beracun yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat sangat berbahaya bagi petani yang

kegiatannya berhubungan langsung dengan

pestisida (Zakaria, 2018).

Ada banyak cara manusia terpapar pestisida, antara lain melalui minum,

makanan atau pekerjaan dan melalui kulit, saluran pernafasan atau rongga mulut

(Alsuhendra, 2013). Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dapat mencegah

masuknya zat racun pestisida ke dalam tubuh manusia. Menurut aturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI NO PER. 08/MEN/VII/2010 tentang APD, APD adalah alat

yang dapat melindungi manusia, dan fungsinya untuk mengisolasi sebagian atau sebagian

seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Contoh APD antara lain: pelindung

kepala (topi), pelindung mata (Googles), pelindung pernapasan (masker wajah), pelindung

tubuh (baju/celemek kerja), pelindung tangan (sarung tangan), dan pelindung kaki (sepatu

bot) (Fajriani et al. , 2019).

Penelitian dilakukan untuk memahami dan menganalisis pengaruh

paparan pestisida, jenis kelamin, jam kerja dan status gizi terhadap kejadian
anemia pada petani berkebun. Secara umum paparan pestisida dan status gizi memiliki

kontribusi dan pengaruh yang sangat penting terhadap anemia petani berkebun (Fitria

Agustina, Suhartono, 2018). Sejalan dengan penelitian yang juga

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko paparan pestisida pada petani

perkebunan tanaman hortikultura paling banyak diperoleh yaitu 25 responden

(83,3%) pengetahuan tentang pestisida pada petani tanaman hortikultura

Perkebunan wawo berada pada kategori baik, sebagian besar sikap responden sebanyak 27

orang (90%) tentang konsumsi pestisida pada petani tanaman hortikultura di

perkebunan wawo berada pada kategori baik (Frirty D Rumandor et al., 2017).

Penelitian yang dilakukan pada penelitian sebelumnya untuk mengetahui faktor

faktor yang berhubungan dengan gejala keracunan oleh petani penyemprot pestisida

rumah kaca dengan sampel sebanyak 119 responden didapatkan bahwa

dengan gejala keracunan adalah umur, masa kerja, jenis alat penyemprot, dan

penggunaan APD (Oktaviani & Patangan, 2020).

Iklim tropis Indonesia menjadikan Indonesia memiliki tanah yang subur yang

cocok untuk ditanami berbagai jenis tanaman. Untuk meningkatkan kualitas

dan produktivitas hasil pertanian, penggunaan pestisida seringkali tidak dihindari untuk

memberantas hama tanaman. Diharapkan penggunaan pestisida dapat membantu petani

mendapatkan keuntungan yang maksimal.

Penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak terkontrol sering menyebabkan

risiko keracunan pestisida bagi petani. Risiko keracunan pestisida akibat

penggunaan pestisida pada lahan pertanian khususnya sayuran (Surmaini &

Runtunuwu, 2015).
Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

memiliki potensi wilayah yang didominasi oleh sektor pertanian. Pola tanam musiman

dan bervariasi, berdasarkan kondisi curah hujan dan tipologi lahan, jenis tanah,

ketinggian tempat dan iklim. Kondisi ini menjadi potensi untuk menghasilkan

komoditas pertanian unggulan, seperti sayuran dan buah-buahan. desa Kanreapia,

Kecamatan Kuncio Pao, Kabupaten Gowa. Sulawesi Selatan, merupakan daerah

dataran tinggi yang menghasilkan berbagai macam sayuran.

Sayuran. Setiap hari, puluhan ton sayuran dipanen untuk kemudian diolah

dipasarkan ke Makassar dan Pulau Kalimantan. Desa Kanreapia mampu

menghasilkan tanaman setiap hari tanpa putus, para petani bergiliran

tanam, di desa ini tidak ada musim tanam, sehingga hasil pertanian tetap ada

berkelanjutan. Berbagai jenis sayuran yang dihasilkan oleh Desa Kanreapia seperti

Kubis, Kentang, Sawi, Wortel, Labu siam, Daun Bawang dan Daun Seledri.

Berdasarkan penjelasan yang penulis uraikan, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian terhadap masalah dengan judul “Penentu” keracunan pada

petani sayuran pengguna pestisida di Desa Kanreapia, Kecamatan Buttonopao,

Kabupaten Gowa”

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apa saja

determinan keracunan pada petani sayur yang menggunakan pestisida di Indonesia?”

Desa Kanreapia, Kec. Tombolo Pao, Kabupaten Gowa”

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui determinan keracunan pada petani sayuran

pengguna pestisida di Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao, Gowa


2. Tujuan Khusus

A. Mengetahui determinan keracunan pada petani sayur yang menggunakan pestisida

ditinjau dari penggunaan APD di Desa Kanreapia, Kec. Tombolo Pao

kabupaten gowa

B. Mengetahui determinan keracunan pada petani sayur yang menggunakan pestisida

yang dilihat dari lamanya bekerja di Desa Kanreapia, Kec. Distrik Kuncio Pao

Gowa

C. Mengetahui determinan keracunan pada petani sayur yang menggunakan pestisida

yang ditinjau dari masa kerja di Desa Kanreapia, Kec. Distrik Kuncio Pao

Gowa

D. Mengetahui determinan keracunan pada petani sayur yang menggunakan pestisida

ditinjau dariKebersihan pribadi di Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao

kabupaten gowa

e. Mengetahui determinan keracunan pada petani sayuran yang menggunakan pestisida

ditinjau dari cara penyemprotan yang baik di Desa Kanreapia, Tombolo. Kabupaten Gowa

Kabupaten Pao

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman serta

mengembangkan penelitian terkait determinan keracunan pestisida pada petani

sayuran di Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa

2. Institusi
Sebagai informasi pelengkap mengenai determinan keracunan pada

Petani sayuran pengguna pestisida di Desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten

Gowa

3. Untuk petani sayur

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan terkait determinan

keracunan pada petani sayuran pengguna pestisida di desa Kanreapia, kecamatan

Buttonopao, Kabupaten Gowa.

E. Definisi operasional
1. Pestisida

Pestisida adalah zat yang digunakan untuk mengendalikan,

atau organisme pengganggu, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, atau

mikroba yang dianggap pengganggu, Pestisida juga tidak selalu beracun (Heckman

et al., 2018).

Kriteria Objektif

A. Mengalami gejala: Jika responden memiliki dua atau lebih keluhan akibat

keracunan pestisida.

B. Tidak ada gejala: Jika responden tidak mengeluhkan gejala keracunan

pestisida (Heckman et al., 2018).

2. Lama Kerja

Lama kerja adalah waktu yang digunakan responden dalam melaksanakan pekerjaan

dalam sehari (Sati, 2014).

Kriteria Objektif
A. Normal : Jika responden bekerja 8 jam/hari

B. Tidak normal: Jika responden bekerja > 8 jam/hari (Sati, 2014).

3. Masa Kerja

Masa kerja adalah waktu responden sejak pertama kali bekerja sampai saat

penelitian (Budiawan, 2013).

Kriteria Objektif

A. Panjang : Jika responden bekerja > 6 tahun

B. Baru : Jika responden telah bekerja 6 tahun (Budiawan, 2013).

4. Cara Penyemprotan

Cara Penyemprotan: Penyemprotan pestisida dengan arah yang

berlawanan dengan datangnya angin dapat menyebabkan keracunan petani. Lebih

baik bagi petani penyemprotan ke arah angin (Okvitasari & Anwar, 2017).

Kriteria objektif

A. Memenuhi syarat: jika cara penyemprotan pestisida searah dengan arah angin.

B. Tidak memenuhi syarat : jika cara penyemprotan pestisida berlawanan

dengan arah angin (Okvitasari & Anwar, 2017).

5. Kebersihan Pribadi

Kebersihan pribadi adalah tindakan petani untuk membersihkan diri dari residu

bahan kimia yang telah bersentuhan dengan tubuh untuk jangka waktu yang tidak lama sebelumnya

istirahat, setelah selesai mencuci yaitu : mencuci tangan (menggunakan

sabun), ganti baju dan mandi (Riska & Asbath, 2018).


Kriteria objektif

A. Memenuhi: Jika pekerja mencuci tangan (menggunakan sabun), mengganti

pakaian, dan mandi setelah selesai bekerja paling lambat sebelum istirahat.

B. Tidak memenuhi persyaratan: Jika pekerja tidak menerapkan kriteria yang ditentukan

(Riska & Asbath, 2018).

6. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh

pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan

adanya paparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan

penyakit akibat kerja. Alat pelindung diri yang digunakan adalah: masker, sarung

tangan yang sesuai dengan aturan petani sayur, pelindung kaki (sepatu bot), baju

lengan panjang, celana panjang, pelindung kepala dan kacamata (Okvitasari & Anwar,

2017).

Kriteria objektif

A. Menyelesaikan : Jika pekerja menggunakan alat pelindung diri ketika

pertanian.

Tidak lengkap: Jika pekerja tidak menggunakan salah satu alat pelindung diri yang
tercantum di atas (Okvitasari & Anwar, 2017)
Tidak Tahun Penulis Judul Variabel metode Hasil

1 2016 Sri suparti, Anies, Onny Beberapa faktor Dosis Belajar Faktor-faktor yang
Setiani risiko itu pestisida, pengamatan terbukti Menjadi
berpengaruh panjang al dengan faktor mempertaruhkan

ke semprot, rencana keracunan


kejadian waktu mengontrol organosfosfat
peracunan semprot studi kasus adalah sosis

pestisida pada pestisida


petani (pp=0,002; ATAU
disesuaikan 8.36;
95% CI 2.23-31-
https://jurnal.uni 33), Tua
kal.ac.id/index.p Semprot

hp/medis/artikel (p=0,002 ATAU


e/tampilan/397 Menyesuaikan 5.60; 95%
CI 1.87----16.77,
Waktu penyemprotan

(=,36 ATAU disesuaikan


3.53; 95% CI 1,08-
11.54)
2 2016 Rihardini ocvitary, Hubungan antara Menggunakan Pengamatan Hasil uji statistik akhir
Paduan Suara Anwar, Suparmin diracun APD, status dengan menunjukkan
pestisida dengan nutrisi, tua desain itu jumlah
kejadian anemia kontak, merek pestisida silang (p=
pada petani frekuensi bagian 0,001), penggunaan

kentang dalam penyemprotan APD (p= 0,049) dan


Gabungan , masa kerja status gizi (p=
kelompok petani 0,571), waktu
Al-farruq Desa kontak (p=.,166),
tambalan Banteng frekuensi
distrik penyemprotan

Kejajar (p=0,476), waktu


daerah usaha (p= 0,571)
Wonosobo tidak ada
2016 hubungan apapun
dengan keracunan
https://ejournal.p pestisida, dan
oltekkes- keracunan pestisida
smg.ac.id/ojs/indo tidak ada
ex.php/keslingm hubungan apapun
sebagai/artikel/viewFi dengan anemia.
le/3109/732 Disarankan bahwa
kadar kolinestrase
diperiksa
biasa, direkomendasikan
menggunakan

pestisida yang
aman, petani
menggunakan alat

pertahanan diri
momen lengkap
menggunakan

pestisida.
3 2016 Putri arida I, Onny S, Analisis Tingkat Pengamatan Sebanyak 43
yusniar H darundiati faktor peracunan, akhir dengan responden (46,7%)
mempertaruhkan yang kejadian desain mengalami keracunan
pengaruh peracunan, Menyeberang
pestisida dan 49
lainnya ( 53,3% )
tingkat frekuensi bagian
tidak pengalaman
peracunan semprot,
keracunan pestisida.
pestisida pada tingkat
Ada hubungan
petani di Desa pengetahuan, antar frekuensi
Jati, kecamatan waktu kerja, semprot, tingkat
sawan, panjang kerja, pengetahuan petani,
daerah pengguna Naan masa kerja petani, dan
Magelang, Jawa APD lama kerja petani dengan
Tengah kejadian tersebut
keracunan pestisida
https://media.nel
Desa Jati, Kecamatan
Sawangan.
iti.com/media/pu
Sedangkan hasil
blications/18513
belajar
- ID-analisis-
menunjukkan hampir
faktor- utuh responden
risiko-itu- tidak menggunakan

pengaruh- alat pelindung diri

tingkat- sama sekali


peracunan- lebih banyak

pestisida- resiko mengalami


di.pdf keracunan pestisida

4 2017 istiana, ari yuniatuti hubungan massa waktu kerja, Observasi Hasil belajar
kerja, tua panjang pekerjaan, pengetahuan analitis menunjukkan ada
semprot, jumlah jenis dengan pestisida, pendekatan menengah
hubungan yang bermakna
jenis pestisida, Kerja silang (p=0,049), lama waktu

penggunaan AD

dan manajemen APD dan seksi kerja (p=0,044),


jumlah jenis pestisida
pestisida dengan pengelolaan
(p=0,000), penggunaan
kejadian pestisida
APD (p=0,000) dan
keracunan
manajemen pestisida
petani di Brebes (p=0,000) dengan
keracunan
https://journal.un petani di Kabupaten
nes.ac.id/nju/indo Brebes.
ex.php/phpj/artic
le/tampilan/13581

5 2018 Norsita Agustina, Norfai Paparan Paparan Menyeberang Hasil koleksi


pestisida melawan pestisida, bagian data dianalisis
kejadian anemia status nutrisi dengan

kepada petani menggunakan

Hortikultura statistik univariat,


bivariat dengan tes
http://jurnal.fk. statistik chi kuadrat
unpad.ac.id/inde menggunakan alat

x.php/mkb/articl Tolong program


e/tampilan/1398 komputer aplikasi

statistik produk
dan melayani
solusi (SPSS)
dengan skor
arti
p=0,05. Variabel
yang oleh
statistik ada
koneksi
berarti dengan

kejadian anemia
pada petani
hortukultura adalah
paparan pestisida
dan status gizi
dengan skor
P0,05 ketika
variabel yang
oleh statistik
tidak ada
koneksi dengan

kejadian anemia
pada petani
hortikultura adalah

jenis kelamin dan

masa kerja dengan


nilai p > 0,05.
Paparan pestisida
dan status nutrisi

memiliki

kontribusi dan
peran yang
sangat penting

terjadi anemia
pada petani
hortikultura
6 2018 Fitria Agustina, Hubungan Tingkat Menyeberang Data adalah

shuartono, Dharmanto paparan pestisida menggunakan bagian dianalisis


dengan pestisida, menggunakan tes
kejadian Tipe chi-kuadrat. Statistik hasil
hipertensi di pestisida, tes
petani panjang kerja, menunjukkan

Hortikultura di Pemerintahan itu ada


desa gerlang menggunakan hubungan tingkat
distrik pestisida menggunakan

Kabupaten Blado pestisida (p=0,032)


tangkai dan jenis pestisida
(p=0,021) dengan
http://eprints.und hipertensi. Tidak
ip.ac.id/65536/ ada hubungan
antara panjang
menggunakan

pestisida (nilai p
tidak bisa
ditampilkan karena
jawaban tetap) dan
pengelolaan
menggunakan

pestisida (p=0,018)
dengan hipertensi.
Dari penelitian ini
Menjadi
mengantisipasi
dampak
menggunakan

pestisida yang
membutuhkan

penyemprotan

secara teratur melalui


penggunaan alat

perlindungan pribadi
selama bekerja.
7 2019 Gita nur fajriani, Suci Gunakan Menggunakan Menyeberang 83,7% ethanies tidak
Rizki nurul aeni, Dika APD saat APD bagian memakai APD
adhi sriwiguna penyemprotan lengkap dan 16,3%
pestisida dan memakai APD
kecepatan momen lengkap
kolinesterase semprot

dalam darah pestisida.


petani desa Berdasarkan
gosong pengukuran tingkat
kolinesterase, 14%
http://journal.pol pengalaman petani
tekkes- keracunan ringan
mks.ac.id/ojs2/in dan 86% normal.
dex.php/mediaan Hasil dari chi-
alis/artikel/tampilan/ pertunjukan persegi

1229/758 nilai 0,017 (α=0,05)


yang seperti itu

menyimpulkan

ada hubungan
signifikan antara
menggunakan APD
menyelesaikan dengan

kecepatan

8 2018 Lilis afriyanimukadar, Keracunan Faktor literatur Hasil analisis


Sulistiyani, Tri Joko Risiko terkena keracunan tinjauan menampilkan data

pestisida pestisida bahwa ada 3 lokasi di Jawa


ke Tengah yang
kejadian
peracunan dibuat sebagai

pestisida pada lokasi belajar


petani di Jawa yaitu di Kabupaten
Tengah (Studi Magelang,
literatur hasil- Kabupaten Brebes
hasil penelitian dan
di FKM Undip) daerah
Semarang, dengan
https://juriskes.c gunakan jenis

om/index.php/jrk observasional
/artikel/tampilan/184 analitis dan
0 Menyeberang

Mendekati
bagian di dalam

setiap belajar.
Di bagian analisis
data peneliti

cenderung

menggunakan 2
jenis analisis data yaitu
analisis data
Secara univariat dan
Bivariat. Faktor
paling berisiko

banyak digunakan

sebagai variabel

penelitian adalah

pengetahuan
faktor, tua kerja,
waktu kerja,
menggunakan APD
dan percampuran

pestisida.
9 2020 Darmiati Faktor Ketaatan menyeberang- Hasil menunjukkan
yang petani pada bagian 3 sampel darah
berhubungan penggunaan memiliki tarif
dengan risiko APD kolinesterase tidak
peracunan biasa dan 27
pestisida pada contoh darah
petani memiliki tarif
kolinestrase
http://ejournal.po normal.ada 2
ltekkesaceh.ac.id variabel yang
/index.php/gikes/ berhubungan

artikel/tampilan/474 dengan kecepatan

kolinesterase yaitu
penggunaan nilai p
nilai 0,030 < 0,05
dan pengetahuan p
nilai 0,41<0,05
10 2020 Hannah Marcus, Russell J Faktor Risiko untuk Faktor risiko Sistematis Hasil yang
de Souza Pestisida akut Tinjauan diperoleh di dalam

Peracunan di dalam belajar ini


mengembangkan memberi

negara melihat global


tentang APLIKASI dan

https://jurnal. interkoneksi
mcmaster.ca/gha penentu sosial.
r/artikel/tampilan/23 Risiko APP sangat
89 terkait dengan
keunikan seseorang
melawan profil
sosial dan status
ekonomi. Dengan
rumit
data lintas negara
dari 13 berbeda
negara hasilnya
menunjukkan

cakupan geografis
yang besar, dan
keberangkatan

penting dari studi

spesial negara.
Faktor resiko
diidentifikasi yaitu
usia jenis kelamin,

tingkat pendidikan
dan faktor yang
berhubungan

dengan profesi
bisa digunakan

untuk

memberitahukan

arah belajar waktu


depan untuk

memperkuat basis
bukti yang sesuai
11 2020 Nur Syahidatul Aqilah pengetahuan, Pengetahuan, Menyeberang Sekitar 85,4% dari
jambari, Nurul izzah Sikap dan sikap dan bagian mereka laki-laki
Abdul Samad, Siti Praktek (KAP) latihan pria dengan usia
marwani anua, pada pestisida rata-rata 48 tahun,
Rumaizah Ruslan, Nurul Paparan di antara dan 66% dari
ainun Hamzah petani di kota mereka

Bharu, Kelantan menyelesaikan

sekolah Menengah.
https://www.rese Pengaduan Responden
archgate.net/prof bahwa mereka

ile/Nurul-Ainun- pernah mengalami


Hamzah/publik gejala seperti
ion/346582152_ keringat berlebih
Pengetahuan_Atti (34,7%),
tude_and_Prakti penglihatan kabur
ce_KAP_on_Pes (27,1%) dan mati
ticide_Exposure merasa di kaki (22,9%)
_Diantara_Petani sekitar 63% petani
s_in_Kota_Bhar simpan botol
u_Kelantan/link pestisida di tempat
/5fc8a700299bf1 yang memiliki
88d4eda2b0/Kno ditentukan,
wledge-Sikap- sementara 62%
dan-Latihan- menggunakan APD
KAP-on- Selama
Pestisida- penyemprotan

Paparan- pestisida. Sekitar


di antara- 61,1% responden
petani di memiliki

Kota-Bharu- pengetahuan sedang


Kelantan.pdf pestisida
digunakan, 56,3%

menunjukkan

tingkat sikap tidak


peduli tentang
menggunakan

pestisida dan 21,5%


menunjukkan

mereka

menunjukkan

latihan yang baik


saat menangani
pestisida. Korelasi
signifikan diamati
antara sikap dan
pengetahuan dan
latihan (p<0,001).
12 2021 Devyana dyah wulandari, Evaluasi gejala Pengetahuan Menyeberang-- 8% petani
Andreas putro ragi beracun bagian pengalaman gejala

santoso pestisida melalui keracunan pestisida


inspeksi dengan tarif
kecepatan kolinesterase untuk
kolinesterase petani di desa
kepada petani sumberomo,
mojokerto itu adalah

http://repositori. para petani


unusa.ac.id/6623 penuh arti
/ itu
kolinesterase
adalah

penanda biologis

keracunan pestisida
yang perlu diperiksa
secara rutin
13 2021 Christine G Taman, Pertanian Menggunakan Kelompok Dilaporkan 590
Jonathan N Hofmann, pestisida dan pestisida kejadian positif
Laura E.Beane Freeman, Risiko herpes zoster di herpes zoster, untuk

Dale P sandler seorang calon delapan insektisida


Kelompok dari siapa yang tidak pernah

berlisensi digunakan, tiga


pestisida fumigan, dua
Aplikator fungisida dan lima
herbisida dan tren
https://ehp.niehs. respon paparan
nih.gov/doi/full/ terlihat dalam kuartil
10.1289/EHP779 yang meningkat
7 (Q3 dan Q4 > Q1)
atau tertile (T3 dan T2
> T1) untuk
empat insektisida
(Permetrin,
coumaphos, melathi
on dan lindane) dua
fumigan (Karbon
tetraklorida/karbon
dalam sulfida dan
metil bromida) dan tiga
herbisida (alakloro
trifluralin (60
tahun) dan asam
diklorofenoksiasetat
2,4). Herpes zoster
tidak terhubung

dengan total tahun


atau hari tetapi dalam lebih
banyak peserta

tua, herpes zoster


terhubung dengan

sejarah tinggi

kejadian paparan
pestisida

Berdasarkan tinjauan pustaka, perbedaan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya

terletak pada subjek penelitian dan tujuan penelitian. Pada penelitian sebelumnya dilakukan penelitian tentang
keracunan pestisida pada petani pada umumnya, sedangkan penelitian yang akan dilakukan berfokus pada

penentu keracunan oleh petani sayur yang menggunakan pestisida di Desa Kanrapia, Kec. Tombol Pa.
F. Hipotesis penelitian
Hipotesis ini merupakan hipotesis sementara atas hasil penelitian yang

dibuktikan dengan penggunaan analisis yang tepat (Sani, 2016). Oleh karena itu, berdasarkan

pernyataan tersebut, penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut:

H0 = Tidak ada determinan keracunan pada petani pengguna pestisida di Desa

Kanreapia, Kec. Tombol Pao

Ha = Ada faktor determinan keracunan pada petani pengguna pestisida di Desa


Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Ulasan teori pestisida


1. Memahami Pestisida

Menurut Peraturan Menteri Pertanian (2012), Pestisida digunakan untuk;

Menghilangkan semua bahan kimia berbahaya dan zat lain, mikroorganisme dan virus tanaman,

bagian tanaman atau produk pertanian, hama dan penyakit; singkirkan gulma; membunuh daun dan

mencegah yang tidak perlu. Pertumbuhan; atur atau

merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, tidak termasuk pupuk;

memberantas atau mencegah hama asing pada ternak; memberantas atau mencegah hama air;

membasmi atau mencegah hewan dan mikroorganisme di dalam rumah, gedung dan kendaraan;

membasmi atau mencegah hewan yang dapat menyebabkan penyakit

manusia atau hewan membutuhkan penggunaan tanaman, tanah atau air untuk melindungi

2. Klasifikasi Pestisida

Pestisida biasanya dikelompokkan menurut kegunaan dan sifat kimianya. Kategori

Pestisida utama adalah sebagai berikut: Insektisida; herbisida; fungisida; rodentisida dan fumigan.

Dalam hal ini pestisida yang berperan sebagai insektisida adalah pestisida yang menghambat

kolinesterase dalam darah. Di antara mereka, itu dibagi menjadi insektisida

organofosfat dan karbamat. Selain kedua kelompok tersebut, ada pestisida yang

biasanya diklasifikasikan menurut penggunaan dan sifat kimianya. Kategori utama pestisida

adalah sebagai berikut: herbisida, insektisida, rosetisida, fungisida, dan fumigan. Dalam hal ini

pestisida yang berperan sebagai insektisida dapat menghambat kolinesterase

dalam darah. Di antara mereka, itu dibagi menjadi insektisida organofosfor dan karbamat.
Selain kedua golongan tersebut, terdapat insektisida organoklorin dan insektisida

tumbuhan dan insektisida lain tetapi secara fisiologis

kolinesterase dalam darah (Zuraida, 2012)

3. Mencampur Pestisida

Saat mengaplikasikan pestisida, terkadang pestisida harus dicampur dengan

surfaktan. Selama label kemasan tidak menyebutkan larangan pencampuran pestisida,

pencampuran diperbolehkan. Terkadang perlu untuk mencampur dua atau lebih

pestisida untuk menghemat waktu dan biaya aplikasi. Perhatikan apa sifat pestisida itu

asam atau basa. Dan sifat interaksi sinergis, aditif atau antagonis. Pencampuran seperti ini

tidak dianjurkan, hal ini terjadi jika tanaman memiliki lebih dari satu organisme

pengganggu yang melebihi ambang batas ekonomis (Zuraida, 2012).

4. Dosis pestisida

Dosis atau konsentrasi sediaan harus tepat yaitu sesuai anjuran, karena diketahui efektif

dalam mengendalikan hama pada tanaman tertentu. Penggunaan dosis atau konsentrasi

Persiapan yang tidak tepat dapat mempengaruhi kemanjuran pestisida dan meninggalkan residu buruk yang

berbahaya bagi konsumen di dalam tanaman. Informasi dosis atau konsentrasi yang direkomendasikan untuk

setiap jenis hama pada tanaman tertentu dapat dilihat pada label atau kemasan pestisida.

Persiapan air sebagai pelarut pestisida (Balitsa, Belanda & PT Ewindo, 2014):

1. Ambil air bersih seperlunya,

2. Ukur ph air dengan ph meter,

3. Jika pH air > 5, tambahkan asam nitrat seperlunya,

4. Ukur kembali ph air, dan jika ph < 5, air dapat digunakan untuk membuat

larutan pestisida.
Proses pembuatan larutan semprot untuk penyemprot balik pestisida (Balitsa,

Belanda & PT Ewindo, 2014):

1. Pestisida dituangkan ke dalam ember berisi air,

2. Aduk hingga merata, dan

3. Larutan semprot dituangkan ke dalam tangki semprot

Proses pembuatan larutan semprot untuk power sprayer (Balitsa, Belanda & PT Ewindo,

2014):

1. Pestisida diencerkan dalam wadah berisi air,

2. Aduk hingga merata,

3. Larutan pestisida dituangkan ke dalam drum berisi air, dan

4. Aduk hingga merata.

5. Cara Penyemprotan

Metode Penyemprotan: Penyemprotan pestisida ke arah yang berlawanan

angin dapat menyebabkan keracunan petani. Sebaiknya petani menyemprot ke arah

hembusan angin (Badan Litbang Pertanian, 2019)

Waktu penyemprotan pestisida yang paling baik adalah sore hari

(16.00-17.00) Beberapa cara melakukan penyemprotan

pestisida, yaitu sebagai berikut:

A. Peralatan semprot. Tangki semprot/pompa

Peralatan semprot seperti tangki semprot dan peralatan dipastikan dalam kondisi

baik dan tidak ada kebocoran. Selain persyaratan ini, semprotan kembali

harus memiliki tekanan semprot minimal tiga bar dan penyemprot mesin 8-12 bar.
Nozel (penyemprot): ukuran butiran semprotan ideal untuk penyemprotan pestisida

adalah 150 – 200 mikron, 200 mikron, tetesan semprotan cepat membusuk. Nozel harus diganti

setiap enam bulan.

B. Volume semprotan

Volume semprotan adalah jumlah air yang dibutuhkan untuk melarutkan pestisida yang akan

digunakan untuk menyemprot tanaman pada suatu area tertentu. Volume

semprotan disesuaikan dengan kemampuan tanaman untuk menampung larutan semprot. Jadi

volume semprotan berbeda sesuai dengan umur tanaman.

C. Kecepatan angin

Kecepatan angin yang ideal adalah 3-6 km/jam dengan tanda-tanda sebagai

berikut: bendera melambai dengan sudut 45, hembusan angin pelan menerpa wajah,

daun bergoyang pelan. Kecepatan angin >6 km/jam:

tetesan semprotan tertiup angin, dan tetesan semprotan tidak mencapai target.

Arah dan jarak jarum suntik di area target. Hama biasanya terletak di permukaan

di bawah daun. Oleh karena itu, nozzle atau spuit harus menghadap ke atas dengan sudut

450 derajat. Jarak antaraNozel dengan luas target atau tanaman ± 30 cm. Jika jarak antara

penyemprot dan tanaman kurang dari 30 cm, lebih banyak tetesan semprot

jumlah besar akan dihasilkan, menyebabkan larutan semprot menetes ke tanah. Jika jarak

antara penyemprot dan tanaman lebih dari 30 cm, tetesan semprotan tidak akan

mengenai sasaran.

Kecepatan jalan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penyemprotan

pestisida adalah kecepatan gerak penyemprot. Kecepatan lari sprayer untuk mendapatkan

hasil yang baik adalah sekitar 6 km/jam. Jika kecepatan lari lebih banyak
lebih rendah dari 6 km/jam, jumlah semprotan yang digunakan akan sia-sia, jika

kecepatan lari lebih dari 6 km/jam, efek semprotan tidak akan merata

Jenis penyemprot kerucut berongga akan membentuk pola semprotan bulat

menggunakan lubang kosong di tengahnya, sedangkan penyemprot datar akan membuat

pola semprotan berbentuk persegi penuh. Membentuk keluaran tetesan semprotan dengan

hasilnya merata di tanaman, lalu arah ayunan tangkai semprotan pemakaian ke 2

nozelnya berbeda.

Jenis penyemprot kerucut berongga poli digunakan oleh petani Indonesia, baik yang memiliki satu lubang, 2

lubang atau lebih. Untuk membentuk tetesan semprotan yang merata di

daerah sasaran/tanaman, tangkai semprot diayunkan melingkar. Sedangkan jika

menggunakan spuyer pipih, batang semprot diayunkan ke depan dan belakang.

Frekuensi penyemprotan adalah banyaknya kegiatan penyemprotan pestisida

yang dilakukan oleh petani sayur dalam seminggu. Frekuensi penyemprotan ini

dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu:

a) Lebih dari dua kali seminggu (>2 kali/minggu).

b) Kurang dari sama dengan 2 kali seminggu (2 kali/minggu).

Frekuensi penyemprotan merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya aktivitas

kolinesterase. Hasil penelitian Duangchinda (2014) terhadap 148 responden menunjukkan bahwa

ada hubungan yang signifikan antara frekuensi penyemprotan dengan kadar kolinesterase.

Penelitian lain menjelaskan bahwa

frekuensi penyemprotan yang terlalu sering yaitu 2 kali seminggu dapat

menyebabkan penurunan kolinesterase dalam darah (Hardi et al., 2020).

Penyemprotan petani> 2 kali seminggu memiliki risiko hampir 14


kali mengalami keracunan pestisida dibandingkan 2 kali dalam seminggu.

Paparan pestisida dengan interval pendek dan sering

menyebabkan residu pestisida yang lebih tinggi dalam tubuh. Penumpukan pestisida

dalam tubuh yang semakin lama dapat menimbulkan gejala keracunan pestisida.

D. Waktu Penyemprotan

Waktu penyemprotan adalah waktu yang digunakan petani untuk

semprot dalam hitungan jam. Penelitian yang dilakukan oleh Suparti & Setiani

(2016) bahwa ada hubungan yang signifikan antara waktu penyemprotan dengan

keracunan pestisida. Waktu penyemprotan terbaik dibagi menjadi dua yaitu pada

pagi hari sebelum pukul 11.00 dan sore hari setelah pukul 15.00. Momen

penyemprotan ada hal yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan badan yang lebih banyak mengeluarkan

keringat terutama pada siang hari yang disebabkan oleh

suhu lingkungan. Kegiatan penyemprotan tidak boleh dilakukan pada saat angin sangat kencang,

jangan menyemprot saat hujan atau hari hujan dan saat embun pagi telah hilang. Perilaku

penyemprotan pestisida setelah pukul 11.00 dan sebelum pukul 15.00 akan berisiko keracunan

pestisida organofosfat sebesar 3,535 kali dibandingkan dengan penyemprotan pada saat

sebelum pukul 11.00 dan setelah pukul 15.00.

e. Waktu Penyemprotan

Waktu penyemprotan adalah jumlah waktu yang digunakan petani ketika

semprot dalam satu hari. Hasil penelitian Hardi et al., (2020) masih terdapat interaksi yang

signifikan antara lama waktu penyemprotan dan tingkatkolinesterase pada petani. Hal ini

didukung oleh penelitian Suparti & Setiani, (2016) bahwa penyemprotan lebih dari 2 jam per

hari berisiko keracunan organofosfat.


sebanyak 5.604 kali dibandingkan dengan waktu penyemprotan petani yang lebih

sedikit menurut dua jam per hari. Semakin lama Anda menyemprot, semakin banyak

pestisida yang terpapar dan risiko keracunan. Penelitian lainnya

dilakukan oleh Correlation et al., (2019) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi

antara panjang pekerjaan menggunakan level kolinesterase di petani.

Hal ini didukung oleh penelitian (Budiawan, 2013) yang menjelaskan bahwa

penyemprotan dapat dipengaruhi oleh frekuensi dan penggunaan alat pelindung diri.

Kebiasaan petani untuk beristirahat setelah melakukan aktivitas dapat

mengembalikan levelkolinesterase dalam darah sehingga menjadi normal kembali.

Dalam tiga minggu levelpenurunan kolinesterase dalam plasma akan kembali normal.

Sementara itu dibutuhkan waktu kurang lebih dua minggu dalam darah tanpa pajanan

ulang. Kembali ke aktivitaskolinesterase tergantung pada hati yang mensintesis enzim

baru.

Proses tidak menggunakan dan menyemprot sesuai prosedur tidak hanya akan merusak

lingkungan dan membuat hama kebal terhadap pestisida, tetapi juga membahayakan

kesehatan petani. Penggunaan pestisida secara sembarangan, termasuk

penanganan wadah dan semprotan, akan berdampak pada lingkungan. Paparan pestisida

berupa dosis, jumlah dan jenis, jumlah aplikasi per minggu (termasuk durasi aplikasi),

penggunaan APD, cara mencampur pestisida dan aplikasinya (Prijianto et al., 2009).

Waktu penyemprotan adalah jumlah waktu (jam) yang dihabiskan petani

sayuran pada saat penyemprotan dalam satu hari. Waktu penyemprotan variabel

dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu: (1) >3-4 jam/hari, dan (2) 3-4 jam/hari (Hardi, Muh.

Ikhtiar, Baharuddin, 2020).


6. Lama kerja

Jam kerja petani lebih lama, karena siklus tanam padi lebih panjang, jangka waktunya

tanam sekitar 46 bulan, dan jam kerja petani lebih lama. Saat menentukan tahun

kerja, petani yang sudah bekerja rata-rata lebih dari 5 tahun berarti terjadi proses degradasi

disebabkan oleh seringnya penggunaan pestisida (Himmawan, 2006).

Lamanya waktu seseorang bekerja dengan baik dalam sehari umumnya 6-10 jam, selebihnya digunakan untuk

kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain.

Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan bekerja berjam-jam biasanya disertai dengan:

efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja yang optimal, bahkan biasanya terlihat

penurunan kualitas dan hasil kerja serta bekerja dalam waktu lama menimbulkan

kecenderungan mudah lelah, gangguan kesehatan, sakit dan kecelakaan

dan ketidakpuasan (Okvitasari & Anwar, 2017)

Semakin lama masa tanam, semakin tinggi frekuensi penggunaan pestisida. Penggunaan

pestisida biasanya berdampak pada keracunan akut petani. Hal ini terjadi karena semakin lama

petani menyemprot, semakin banyak kadar yang masuk

tubuh. Paparan berulang ini akan menyebabkan zat beracun menumpuk di dalam tubuh, sehingga

melebihi ambang batas keracunan dan menyebabkan paparan pestisida (Yuniastuti,

2018)

7. Masa kerja

Masa kerja adalah jangka waktu atau waktu selama pekerja bekerja di suatu tempat.

Waktu kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Jam kerja lebih lama

seseorang, semakin banyak pekerja yang terpapar dan terpapar bahan kimia. Lebih

Paparan bahan kimia yang berkepanjangan akan meningkatkan kejadian dermatitis kontak akibat kerja.

Pekerja yang terpapar dalam waktu lama dan terpapar bahan kimia akan meningkat
dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama pekerja terpapar dan terpapar material

kimia maka sel kulit luar akan rusak, sehingga semakin lama waktu kontak maka semakin banyak

kerusakan sel kulit dalam yang akan memicu terjadinya dermatitis (Zakaria, 2018).

B. Ikhtisar teori kebersihan pribadi


1. Definisi Kebersihan Pribadi

Salah satu faktor penyebab dermatitis adalah: Kebersihan pribadi.

Hal yang menjadi perhatian adalah masalah cuci tangan. Kebiasaan mencuci tangan Ini

seharusnya mengurangi potensi penyebab dermatitis akibat bahan kimia setelah bekerja,

tetapi sebenarnya berpotensi untuk terkena dermatitis

itu masih ada. Kesalahan dalam mencuci tangan bisa menjadi salah satunya

penyebab. Misal kurang bersih dalam cuci tangan, jadi masih ada

sisa bahan kimia yang menempel di permukaan kulit pekerja (Riska & Asbath, 2018)

Menjaga kebersihan adalah suatu keharusan bagi semua orang, terutama di masa-masa sekarang ini

pandemi seperti ini. Kita harus selalu menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit.

Rasulullah SAW mencontohkan kebersihan diri dan cara menjaga kebersihan. rakyat

Islam sangat membutuhkan kebersihan setiap saat, karena kebersihan, kesucian dan keindahan

adalah sesuatu yang dicintai oleh Allah SWT. Sebagaimana Hadits Sejarah Muslim yang berbunyi

‫ﺍ ﻝ ﺍﺇﻟﻴﻤﺎ‬

Itu berarti : "Bersuci (Taharah) adalah sebagian dari iman.”SDM. Ahmad, Muslim dan
Tirmidzi)

Dengan menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan sekitar, lakukan aktivitas

ibadah menjadi lebih berharga. Tidak hanya menaati perintah dan dicintai oleh Allah, tetapi
menjaga kebersihan juga baik. Hal ini sejalan dengan ayat dalam QS Al-Baqarah ayat 222

yang berbunyi

‫ﭐﻝ‬ ‫ﭐﻝ ﯨﺒﻴﻪ‬ ...

Terjemahan: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mencintai manusia”

yang menyucikan diri.

Kebersihan pribadi yang dapat mencegah dermatitis kontak meliputi:

a) Cuci tangan

Kebersihan diri dapat digambarkan dengan kebiasaan mencuci tangan, karena tangan

merupakan bagian tubuh yang paling sering terpapar bahan kimia. Kebiasaan mencuci

tangan yang buruk justru dapat memperburuk kondisi kulit yang rusak.Kebersihan pribadi

merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit kulit,

Selain itu juga tergantung pada fasilitas sanitasi yang memadai, kualitas pensanitasi tangan dan

kesadaran pekerja dalam menggunakan semua fasilitas yang ada.

b) Mencuci pakaian

Membersihkan pakaian kerja juga harus diperhatikan, karena residu kimia pada

pakaian dapat menginfeksi tubuh jika digunakan berulang kali. Pakaian kerja yang bagus

sudah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru setelah mencuci di rumah.

Karena jika pakaian tersebut dicampur dengan pakaian anggota keluarga lainnya,

keluarga pekerja juga dapat terinfeksi dermatitis. Pakaian pekerja harus dicuci

setelah satu kali penggunaan atau setidaknya sebelum menggunakannya lagi

c) Mandi
Kebersihan pribadi juga sangat penting untuk diperhatikan, residu kimia yang menempel di dalamnya

pada kulit/tubuh dapat menulari tubuh jika tidak dibersihkan dengan cara mandi

setelah selesai bekerja.

2. Tujuan Kebersihan pribadi

a) Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

b) Menjaga kebersihan diri

c) Meningkatkan personal hygiene yang kurang

d) Pencegahan penyakit

e) Meningkatkan rasa percaya diri

f) Menciptakan Keindahan

C. Gambaran Umum Teori Tentang Alat Pelindung Diri (APD)

1. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh

pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan:

paparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit yang disebabkan oleh:

kerja. APD digunakan sebagai upaya terakhir dalam upaya melindungi pekerja jika:

tindakan pengendalian lainnya tidak dapat dilaksanakan atau belum efektif dalam mengurangi

potensi bahaya di tempat kerja, APD tetap harus digunakan. APD tidak dapat secara sempurna

melindungi tenaga kerja, tetapi dapat mengurangi tingkat

tingkat keparahan yang mungkin terjadi, jadi kontrol ini harus tetap ada

terintegrasi dan sebagai pelengkap pengendalian teknis dan pengendalian administratif

(Sati, 2014)

2. Berbagai Alat Pelindung Diri


Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

(Permenaker Trans) Nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Alat

alat pelindung diri yang digunakan di Dusun Kanreapia Desa Kanreapia Kecamatan Kuncio

Pao Kabupaten Gowa yaitu :

a) Pelindung Pernafasan

Alat pelindung pernafasan dan perlengkapannya adalah alat pelindung diri yang

berfungsi untuk melindungi organ pernafasan dengan cara menyalurkan udara

bersih dan sehat atau menyaring kontaminan kimia, mikroorganisme, partikel

berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/asap, dan sebagainya.

b) Alat Pelindung Tangan.

Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi

melindungi tangan dan jari dari paparan api, suhu panas, suhu dingin,

radiasi elektromagnetik, radiasi pengion, arus listrik, bahan kimia, dampak,

dipukul dan digaruk, terinfeksi patogen (virus, bakteri) dan mikroorganisme.

Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam, kulit,

kanvas, kain atau kain pelapis, karet, dan sarung tangan tahan bahan.

bahan kimia.

c. Pakaian pelindung

Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi tubuh sebagian atau seluruh

bagian tubuh dari bahaya suhu panas atau dingin yang ekstrim, goresan, binatang,

mikroorganisme, patogen manusia, binatang, tumbuhan dan

lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur.

d) Peralatan pelindung kaki


Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki agar tidak terjepit atau terjepit

bertabrakan dengan benda berat, tertusuk benda tajam, uap panas, terkena suhu

kondisi ekstrim, paparan bahan kimia berbahaya, mikroorganisme dan tergelincir.

D. Kerangka teoritis

Faktor dalam

Tubuh:
1. Umur
2. Jenis Kelamin

3. Tingkat
pendidikan
4. Status gizi

5. Pengetahuan
6. Sikap

Tingkat keracunan pestisida


Faktor eksternal:
1. Prosedur
1. Biasa
penggunaan pestisida
2. Tidak Biasa
2. Bagaimana cara menyimpan?

pestisida
3. Arah semprotan
ke arah angin
4. Frekuensi
Penyemprotan

5. Jenis pestisida
digunakan

6. APD

Sumber: Achmadi 2011, Notoadmojo 2010, dan Pratama 2008


E. Kerangka konseptual

Lama kerja

Masa kerja

penentu
Peracunan
Cara Penyemprotan
Pestisida

Pribadi Kebersihan

Alat pelindung diri

Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual

Informasi:

: Variabel bebas

: Variabel tak bebas

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian observasi analitik dengan

mendekati studi potong lintang, Penelitian ini menggunakan pendekatan studi potong

lintang karena untuk melihat bagaimana hubungan keracunan pada petani sayur dengan

faktor yang mempengaruhi seperti lama kerja, masa kerja, personal hygiene dan

penggunaan APD. Metode penelitian observasi analitik ini bertujuan untuk:

memperoleh gambaran data yang jelas tentang determinan keracunan pada petani
Sayuran yang menggunakan pestisida di Desa Kanreapia, Kec. Button Pao dalam hal Lama Kerja,

Masa Kerja, Personal Hygiene dan Penggunaan APD.

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di Dusun Kanreapia, Desa Kanreapia, Kec.

Tombol Pao Kab. Gowa. Waktu penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2021 sampai dengan

selesai.

C. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah 100 petani sayur di Dusun Kanreapia Desa Kanreapia Kec.

Tombol Pao Kab. Gowa. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakanJumlah Pengambilan

Sampel. Pengambilan sampel totaladalah pengambilan sampel yang sama dengan jumlah populasi

D. Teknik pengumpulan data


1. Data utama

Data primer dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan wawancara

mengelola kuesioner.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari dokumen atau data yang disediakan oleh para

petani.

E. Pengolahan dan analisis data


1. Pemrosesan data

Semua data yang telah terkumpul, baik data primer maupun data sekunder, diolah melalui

tahapan berikut:

a) Mengedit Data (mengedit)

Pengecekan kelengkapan dan konsistensi pengisian lembar kuesioner, pengecekan ini dapat

dilakukan pada saat pengambilan data di lokasi.


b) Pengkodean Data (pengkodean) pengkodean merupakan kegiatan mengkodekan jawaban

atas kuisioner yang ada untuk mempengaruhi proses pengolahan secara komputerisasi.

c) Memasukkan Data (entri)

Data yang dikodekan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer untuk diproses.

d) Membersihkan Data (pembersihan)

Mengecek data yang dimasukkan ke komputer apakah sudah sesuai dengan kuisioner sehingga datang

dimasukkan untuk menghasilkan data yang valid.

F. Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel dan disertakan dengan

Gejala variabel yang merupakan faktor yang dapat menimbulkan gejala keracunan

pestisida pada petani sayur yang menggunakan program SPSS

Anda mungkin juga menyukai