Anda di halaman 1dari 29

PERBANDINGAN MEDIA TANAM (TANAH ALUVIAL DAN TANAH

LATOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN JAGUNG (Zea mays L)


LOKAL GULUK-GULUK

PROPOSAL SKRIPSI

AHMAD FAKHRUR ROFIQI


NIM : 180720204620100001

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI (IST) ANNUQAYAH
GULUK-GULUK SUMENEP MADURA
2023
PERBANDINGAN MEDIA TANAM (TANAH ALUVIAL DAN TANAH
LATOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN JAGUNG (Zea mays L)
LOKAL GULUK-GULUK

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:
AHMAD FAKHRUR ROFIQI
NIM : 180720204620100001

Diajukan Kepada:
Program Studi Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Sains dan Teknologi Annuqayah
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar
Sarjana Sains (S.Si)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI ANNUQAYAH
2023

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iv

BAB I...................................................................................................................1

PENDAHULUAN...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.1 Rumusan Masalah..................................................................................6

1.2 Tujuan Penelitian...................................................................................6

1.3 Manfaat Penelitian.................................................................................6

1.4 Batasan masalah.....................................................................................7

BAB II TINJAUAN............................................................................................8

2.1 Kasifikasi Jagung (Zea mays L) Lokal Guluk-guluk.............................8

2.2 Morfologi Jagung (Zea mays L) Lokal Guluk-guluk............................9

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung (Zea Mays L) Lokal Guluk-guluk..13

2.4 Media Tanam Untuk Tanaman Jagung (Zea Mays L) Lokal Guluk-
guluk 14

BAB III METODE PENELITIAN....................................................................18

3.1 Rancangan Penelitian...........................................................................18

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian..............................................................18

3.3 Alat dan Bahan....................................................................................19

3.4 Pelaksanaan Penelitian........................................................................19


3.5 Pemeliharaan.......................................................................................20
3.6 Parameter Pengamatan........................................................................20
3.7 Analisis Data.......................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................23

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 jagung lokal Guluk-guluk................................................................9
Gambar 2.2 Akar jagung lokal Guluk-guluk.....................................................10
Gambar 2.3 Batang jagung lokal Guluk-guluk..................................................11
Gambar 2.4 Daun jagung lokal Guluk-guluk....................................................12
Gambar 2.5 bunga jagung lokal Guluk-guluk...................................................12
Gambar 2.6 biji jagung lokal Guluk-guluk.......................................................13
Gambar 2.7 Tanah aluvial.................................................................................16
Gambar 2.8 Tanah latosol.................................................................................16

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah berupa flora

dan fauna. Potensi sumber daya alam tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat

untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun ekonomi mereka. Salah satunya

jagung. Jagung di Indonesia merupakan komoditas terpenting kedua setelah padi.

Data menunjukkan bahwa 63% kebutuhan jagung digunakan untuk pangan,

30.5% untuk pakan dan sisanya untuk industri. Selain mengandung karbohidrat,

jagung juga mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A,

vitamin B1, dan vitamin C (Mulyani dkk, 2011)

Jagung juga merupakan tanaman sereal yang paling penting kedua setelah

padi dalam hal daerah persentase ditanam terhadap total luas untuk semua

tanaman pangan. Jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama di beberapa

daerah di Indonesia. Sekarang ini jagung tidak hanya digunakan sebagai bahan

pangan tetapi juga digunakan sebagai bahan pakan dan industri bahkan di luar

negeri sudah mulai digunakan sebagai bahan bakar alternatif (biofuel). Permintaan

jagung terus mengalami peningkatan berbanding lurus dengan pertumbuhan

penduduk, sebagai dampak dari peningkatan kebutuhan pangan, konsumsi protein

hewani dan energi (Purwono dan Hartono 2008).

Rendahnya produksi jagung di tingkat petani dapat mempengaruhi produksi

secara nasional. Hal ini dimungkinkan ada kaitannya dengan pengolahan tanah

yang tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman jagung, dan keragaman

produktivitas tersebut diduga disebabkan adanya perbedaan penggunaan benih

1
2

bersertifikat, teknologi budidaya kurang memadai, pola tanam yang tidak sesuai,

ketidak tersediaan air dan kondisi sosial ekonomi petani (Lindungan, 2014)

Kebijakan pemerintah pada komoditas jagung yang menitikberatkan pada

pengembangan jagung hibrida dan komposit tersebut juga mempengaruhi petani

jagung Madura, yang memiliki luas areal tanam terbesar se Jawa Timur yaitu

sekitar 400 ribu hektar. Masuknya jagung hibrida tersebut mempengaruhi

produktivitas jagung di Madura yang awalnya hanya sekitar 1,4 ton per hektar,

meningkat menjadi 4,2 ton per Ha. Pengembangan jagung hibrida dan komposit

tidak banyak mempengaruhi keputusan petani jagung madura dalam menanam

jagung lokal. Pada tahun 2011, Luas areal tanam jagung lokal di Sumenep masih

mencapai 76%. Meskipun pemerintah mendorong pengembangan jagung hibrida

dan komposit, petani jagung madura masih lebih memilih menanam jagung lokal

(Marvelia dkk, 2018)

Seperti halnya jagung lokal Madura varietas Guluk-Guluk yang memiliki

beberapa keunggulan diantaranya yaitu tahan terhadap virus, umur genjah (65–75

hari) dan tahan kekeringan. Umur merupakan pertimbangan dalam menentukan

tetua dalam pengembangan varietas unggul. Dengan keunggulan tersebut jagung

lokal Madura varietas Guluk-Guluk yang memiliki kandungan protein tinggi

dijadikan tetua melalui persilangan secara resiprok untuk perakitan varietas

unggul baru berdaya hasil dan berkualitas tinggi sebagai salah satu upaya untuk

mendorong peningkatan produksi jagung (Rachmawati dkk., 2011)

Pertumbuhan jagung juga tidak luput dari kualitas tanah. Kualitas tanah

adalah kapasitas tanah yang berfungsi mempertahankan produktivitas tanaman,

mempertahankan dan menjaga ketersediaan air serta mendukung kegiatan


3

manusia. Kualitas tanah yang baik akan mendukung kerja fungsi tanah sebagai

media pertumbuhan tanaman, mengatur dan membagi aliran air dan menyangga

lingkungan yang baik pula (Juarti, 2016)

Kualitas tanah yang terjaga akan berpengaruh kepada manusia secara

ekonomi dengan penjualan hasil panen, ketahanan tanah terhadap erosi, kesehatan

manusi yang terminimalisasi dari pengaruh logam berat ataupun sebagai

konsumen dari hasil panen yang di peroleh. Kualitas tanah sangat erat

hubungannya dengan lingkungan, yaitu tanah tidak hanya dipandang sebagai

produk transformasi mineral, bahan organik dan sebagai media pertumbuhan

tanaman tingkat tinggi, tetapi dipandang secara menyeluruh, yaitu mencakup

fungsi-fungsi lingkungan dan kesehatan (Juarti, 2016).

Sejak dulu Indonesia sudah dikenal sebagai salah satu negara yang hidup

dari hasil pertaniannya. Hal ini karena tanah di Indonesia dipercaya sebagai tanah

yang subur yang dapat menghidupi ratusan juta penduduknya. Salah satunya yaitu

jenis tanah aluvial. Karena persebaran aluvial cukup merata di Indonesia, maka

pertanian di Indonesia menjadi salah satu hal yang dapat berkembang secara pesat

(Prasetyo dan Setyorini, 2008).

Pada dasarnya tanah aluvial merupakan jenis tanah yang terbentuk karena

hasil endapan. Endapan yang dimaksud adalah endapan dari sungai, danau, atau

juga dari air hujan yang biasanya sedikit menggenang karena cekungan. Hal ini

juga yang mengakibatkan aluvial bisa dengan mudah ditemukan di dataran

rendah. Selain itu, proses pembentukan aluvial memakan waktu yang cukup lama.

Bahkan, ada beberapa jenis aluvial yang terbentuk setelah puluhan tahun. Lahan
4

aluvial di Taman Nasional Rocky Mountain adalah salah satu contohnya (Prasetyo

dan Setyorini, 2008).

Tanah aluvial banyak mengandung bahan organik. Tanah aluvial merupakan

jenis tanah yang sangat subur. dan mampu mendukung kehidupan berbagai

tanaman. Bahkan, dalam lingkungan yang mendukung produktivitas tanah aluvial

lebih tinggi daripada tanah pada dataran tinggi. Hal tersebut membuat tanah

aluvial menjadi tanah paling produktif di bumi. Sehingga, banyak tanaman yang

dapat tumbuh di tanah aluvial. Salah satunya tanaman jagung (Sarief, 1986).

Selanjutnya yaitu tanah latosol, bisa disebut juga sebagai tanah Inceptisol.

Tanah ini mempunyai lapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu

dari 130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak

begitu jelas. Warna dari tanah latosol adalah merah, coklat sampai kekuning-

kuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 % tapi biasanya

sekitar 5% saja. Reaksi tanah berkisar antara, pH 4,5-6,5 yaitu dari asam sampai

agak asam. Tekstur seluruh solum tanah ini umumnya adalah liat, sedangkan

strukturnya remah dengan konsistensi adalah gembur. Dari warna bisa dilihat

unsur haranya, semakin merah biasanya semakin miskin (Saptaningsih, 2014)

Pada umumnya kandungan unsur hara tanah ini dari rendah sampai sedang.

Tanah latosol merupakan tanah marginal dengan tingkat kesuburan rendah. Tanah

ini sering dimanfaatkan untuk budidaya tanaman semusim misalnya kedelai,

kacang hijau, jagung, kacang tanah dan ketela rambat. Pemanfaatan berbagai janis

sumber bahan organik seperti jerami , daundaunan dan sampah kulit pisang dalam

meningkatkan kapasitas tukar kation dan ketersediaan unsur hara diharapkan


5

dapat meningkatkan kesuburan dan produktivitas lahan marginal khususnya pada

tanah latosol (Saptaningsih, 2014)

Berbagai penelitian atau alternatif yang dilakukan sebelumnya mengenai

tanah alluvial dan tanah latosol dimana dari masing-masing tanah tersebut agar

memiliki efektivitas tanam yang baik, maka diperlukan adanya pemupukan.

Penulis disini menggunakan pupuk urea dalam menunjang penelitian agar berjalan

dengan apa yang diharapkan.

Melihat dari rata-rata petani di Madura yang terbiasa menggunakan tanah

latosol sebagai media tanam untuk tanaman jagung dan sangat jarang para petani

menggunakan tanah alluvial sebagai media tanam. Maka penulis tertarik untuk

mengambil judul “PERBANDINGAN MEDIA TANAM (TANAH ALUVIAL

DAN TANAH LATOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN JAGUNG (Zea

mays L) LOKAL GULUK-GULUK”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat diambil

beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Apakah ada pengaruh bagi pertumbuhan jagung lokal Guluk-guluk dengan

menggunakan media tanam (tanah aluvial dan tanah latosol)?

1.2.2 Media tanam tanah apa yang paling berpengaruh bagi pertumbuhan jagung

lokal Guluk-guluk?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah:

1.3.1 Untuk mengetahui dengan menggunakan media tanam tanah (tanah aluvial

dan tanah lokal), apakah ada pengaruh terhadap pertumbuhan jagung lokal

Guluk-guluk.
6

1.3.2 Untuk mengetahui tanah apa yang paling berpengaruh bagi pertumbuhan

jagung lokal Guluk-guluk

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memiliki manfaat baik secara

secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1.4.1 Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan terutama

tentang perbandingan media tanam (tanah alluvial dan tanah latosol) yang

paling berpengaruh terhadap pertumbuhan jagung local Guluk-guluk.

1.4.2 Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

dalam hal bercocok-tanam yang baik dan benar.

1.4.3 Bagi IST Annuqayah, penelitian ini dapat menjadi kontribusi bagi khasanah

kepustakaan dan juga menambah refrensi karya ilmial IST Annuqayah.

1.5 Batasan masalah


Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih

mendalam maka diperlukan pembatasan masalah, yaitu :

1. Penelitian ini hanya meneliti perbedaan media tanam tanah (tanah alluvial dan

tanah latosol) yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan jagung lokal

Guluk-guluk.

2. Penelitian ini hanya fokus pada pertumbuhan jagung lokal Guluk-guluk.


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN
2.1 Kasifikasi Jagung (Zea mays L) Lokal Guluk-guluk

Jagung termasuk tanaman semusim dari jenis graminae yang memiliki

batang tunggal dan monoceous. Siklus hidup tanaman ini terdiri dari fase vegetatif

dan generative.

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Monocotyledone

Ordo : Graminae

Family : Graminacea

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L. (Nasution, 2019).

Jagung merupakan tanaman berumah satu (Monoecious) yaitu letak bunga

jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk tanaman

C4 yang mampu berdaptasi baik pada faktor-faktor pembatas seperti intensitas

radiasi surya tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan rendah

dengan cahaya musiman tinggi disertai suhu tinggi serta kesuburan tanah yang

relatif rendah. Sifat-sifat yang menguntungkan dari jagung sebagai tanaman C4

antara lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi

sanga rendah, transpirasi rendah, serta efisien dalam penggunaan air. Komponen

kimia terbesar dalam biji jagung adalah karbohidrat (72% dari berat biji) yang

7
8

sebagian besar berisi pati. Pati terdiri atas dua jenis yaitu amilosa 25-30% dan

amilopektin 70-75% (Nasution, 2019)

Gambar 2.1 jagung lokal Guluk-guluk (Sumber : Rahmawati, 2011)

2.2 Morfologi Jagung Lokal Guluk-guluk

2.2.1 Akar

Tanaman jagung seperti tanaman jenis rumput-rumputan lainnya, jagung

mempunyai akar serabut dengan berbagai macam akar, yaitu akar seminal, akar

adventif, dan akar udara atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan melambat

setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar seminal akan

berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari

buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif berkembang dari tiap buku

secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 8 buku, semuanya di bawah

permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar

seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan
9

dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri atas 52% akar

adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar

adventif yang muncul pada dua atau Berbagai buku di atas permukaan tanah.

Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan

mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air (Anggia

Paramita, 2019).

Gambar 2.2 Akar jagung lokal Guluk-guluk (Sumber :Rahmawati, 2011)

2.2.2 Batang

Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas antara 10-40 ruas.

Tanaman jagung umumnnya tidak bercabang. Tinggi tanaman jagung berkisar

antara 1,5-2,5 m dan terbungkus pelepah daun yang berselang-seling yang berasal

dari setiap buku, dan buku batang tersebut mudah dilihat. Ruas bagian atas batang

berbentuk silindris dan ruas bagian bawah batang berbentuk bulat agak pipih

Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. Batang

jagung berwarna hijau sampai keunguan, berbentuk bulat dengan penampang

melintang selebar 125-250 cm (Nasution, 2019)


10

Gambar 2.3 Batang jagung lokal Guluk-guluk (Sumber : Rahmawati, 2011)

2.2.3 Daun

Daun jagung terdiri atas helaian daun dan pelepah daun yang erat melekat pada

batang. Daun jagung mulai terbuka setelah koleoptil muncul di atas permukaan

tanah. Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya

daun yang terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun. Lebar helai daun

dikategorikan mulai dari sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9

cm), lebar (9,1-11 cm),hingga sangat lebar (>11 cm). Daun jagung sempurna

nentuknya memanjang antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Ligula ini

berbulu dan berlemak, fungsi ligula adalah mencegah air masuk kedalam kelopak

daun dan batang, tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada

yang licin dan ada yang berambut (Nasution, 2019)


11

Gambar 2.4 Daun jagung lokal Guluk-guluk (Sumber : Rahmawati, 2011)

2.2.4 Bunga

Jagung mempunyai bunga jantan dan bunga betina yang terpisah. Tiap

kuntum bunga memiliki struktur khas dari ordo rumput-rumputan, yang disebut

floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae atau gluma. Bunga

jantan tumbuh di bagian pucuk tanaman, berupa karangan bunga atau

inflorescence. Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina

tersusun atas tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan dan

pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya menghasilkan satu tongkol

produktif meskipun memiliki sejumlah betina (Paramita, 2019).

Gambar 2.5 bunga jagung lokal Guluk-guluk (Sumber : Rahmawati, 2011)


12

2.2.5 Biji

Biji tanaman jagung dikenal sebagai kernel terdiri dari 3 bagian utama,

yaitu dinding sel, endosperma, dan embrio. Bagian biji ini merupakan bagian yang

terpenting dari hasil pemaneman. Bagian biji rata-rata terdiri dari 10% protein,

70% karbohidrat, 2.3% serat.Biji jagung juga merupakan sumber dari vitamin A

dan E (Sairul Hamdani NST, 2019). Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian

besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80%

dari seluruh bahan kering biji (Paramita, 2019).

Gambar 2.6 biji jagung lokal Guluk-guluk (Sumber : Rahmawati, 2011)

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Lokal Guluk-guluk

2.3.1 Iklim

Tanaman jagung berasal dari daerah tropis. Jagung tidak beradaptasi

dengan baik pada kondisi tropika basah. Maka, apabila ditanam di daerah beriklim

tropis dengan perawatan yang baik, jagung akan menghasilkan produksi yang

maksimal. Pertumbuhan jagung paling baik pada musim panas. Kondisi pH tanah

yang paling cocok untuk pertumbuhan jagung yaitu berkisar antara 6,0-6,5

(Paramita, 2019).
13

2.3.2 Tanah

Dalam proses budidayanya, tanaman jagung tidak membutuhkan

persyaratan yang khusus karena tanaman ini tumbuh hampir pada semua jenis

tanah, dengan kriteria umum tanah tersebut harus subur, gembur, kaya akan bahan

organik dan drainase maupun aerase baik. Kemasaman tanah (pH) yang

diperlukan untuk pertumbuhan optimal tanaman jagung antara pH 5,6-7,5

(Paramita, 2019).

2.3.3 Ketinggian Tempat

Tanaman jagung memiliki ketinggian tempat daerah penyebaran yang

cukup luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan

mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 0-1.500 m di

atas permukaan laut (Paramita, 2019).

2.4 Media Tanam Untuk Tanaman Jagung Lokal Guluk-guluk

Salah satu faktor terpenting dari lingkungan hidup tanaman adalah

lingkungan tempat tumbuhnya yang lebih dikenal dengan media tumbuh atau

media tanam. Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok

tanam. Penggunaan media tanam harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang

ingin ditanam dan penentuan media tanam yang tepat serta standar untuk jenis

tanaman yang berbeda dari habitat asalnya. Secara umum, media tanam harus

dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan

dapat menahan ketersediaan unsur hara (Anata dkk, 2014)

Media tanam secara umum memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai

tempat tumbuh tanaman dan mensuplai hara bagi keberlangsungan kehidupan


14

tanaman. Media tanam juga berfungsi sebagai tempat berpijak tanaman untuk

melekatkan akarnya dengan baik dan sekaligus menjadi sumber unsur hara bagi

tanaman. Media tanam yang baik harus memiliki kemampuan mengikat air dan

menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman, mampu mengontrol kelebihan air

(drainase) serta memiliki sirkulasi dan ketersediaan udara (aerasi) yang baik,

dapat mempertahankan kelembaban di sekitar akar tanaman dan tidak mudah

lapuk atau rapuh (Budiarto, 2020)

2.4.1 Tanah Aluvial

Tanah aluvial terbentuk dari hasil pengendapan bahan-bahan pada wilayah

datar atau agak datar melalui proses fluviasi atau koluviasi yang diendapkan oleh

tenaga air ataupun gravitasi. Pada profil tanah aluvial masih tampak jelas adanya

lapisan-lapisan tanah yang baru terbentuk. Tanah ini tersebar sepanjang jalur

aliran sungai atau pada dataran aluvial. Sifat tanah beragam tergantung dari bahan

induk yang diendapkannya serta penyebarannya tidak dipengaruhi oleh ketinggian

maupun iklim. Oleh sebab itu, tanah di daerah demikian memperlihatkan variasi 9

sifat baik fisika, kimia, maupun mineralogi sebagai akibat akumulasi bahan-bahan

pembentuk tanah dari berbagai sumber (Hikmatullah dan Sukarman, 2007).

Tanah aluvial sepanjang aliran besar merupakan campuran dari material

yang banyak mengandung unsur hara bagi tanaman, sehingga dianggap sebagai

tanah yang subur tetapi permasalahannya ialah pengawasan tata air (perlindungan

terhadap banjir), drainase dan irigasi. Tanah aluvial di Indonesia pada umumnya

memberi hasil padi (misalnya Karawang, Indramayu, Delta Brantas), tebu

(Surabaya) dan palawija yang cukup baik (Petra, 2014).


15

Perlu diketahui, tanah aluvial menjadi tanah yang subur karena unsur hara

yang ada di dalam air secara perlahan terserap ke dalam tanah. Seiring berjalannya

waktu, saat air sudah mulai surut, kondisi tanah berubah menjadi aluvial dan

subur. Maka dari itu, pada dasarnya tanah jenis ini hanya bisa terbentuk di daerah

yang masih cukup alami (Prasetyo dan Setyorini, 2008).

Bahan endapan aluvial merupakan bahan pembentuk tanah yang sangat

potensial, karena bahannya merupakan hasil pengendapan atau akumulasi, pada

umumnya terletak di daerah datar, dekat dengan sumber air, dan merupakan bahan

yang relatif mudah jenuh air. Bahan endapan ini juga berhubungan erat dengan

akumulasi bahan hasil erosi, sehingga bila daerah yang tererosi merupakan daerah

yang kaya sumber hara maka endapan aluvial di daerah hilirnya pun kaya akan

sumber hara. Namun bila daerah hulu sungainya merupakan daerah miskin

sumber hara, maka daerah endapan aluvialnyapun akan miskin sumber hara

(Prasetyo, 2008)

Gambar 2.7 Tanah aluvial (Sumber : geograpik.blogspot.com)

2.4.2 Tanah Latosol

Tanah latosol bisa disebut juga sebagai tanah Inceptisol. Tanah ini

mempunyailapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu dari 130 cm
16

sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas.

Warna dari tanah latosol adalah merah, coklat sampai kekuning-kuningan.

Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 % tapi biasanya sekitar 5% saja.

Reaksi tanah berkisar antara, pH 4,5-6,5 yaitu dari asam sampai agak asam.

Tekstur seluruh solum tanah ini umumnya adalah liat, sedangkan strukturnya

remah dengan konsistensi adalah gembur. Dari warna bisa dilihat unsur haranya,

semakin merah biasanya semakin miskin (Saptaningsih, 2014)

Pada umumnya kandungan unsur hara ini dari rendah sampai sedang. Tanah

latosol merupakan tanah marginal dengan tingkat kesuburan rendah. Tanah ini

sering dimanfaatkan untuk budidaya tanaman semusim misalnya kedelai, kacang

hijau, jagung, kacang tanah dan ketela rambat. Pemanfaatan berbagai janis sumber

bahan organik seperti jerami , daundaunan dan sampah kulit pisang dalam

meningkatkan kapasitas tukar kation dan ketersediaan unsur hara diharapkan

dapat meningkatkan kesuburan dan produktivitas lahan marginal khususnya pada

tanah latosol (Saptaningsih, 2014)

Tanah latosol merupakan tanah marginal dengan tingkat kesuburan rendah.

Tanah ini sering dimanfaatkan untuk budidaya tanaman semusim misalnya

kedelai, kacang hijau, jagung, kacang tanah dan ketela rambat. Tanah latosol

merupakan tanah yang mengalami pelapukan intensif ,sehingga terjadi pelindian

kation-kation hara dan bahan organik dengan meninggalkan besi oksida (Fe2O3)

dan aluminium oksida (Al2O3), hal tersebut menjadikan tanah ini mempunyai

kapasitas tukar kation dan kandungan hara yang rendah. Tingkat keasaman tanah

latosol sekitar 4,5-6,0 (Saptaningsih, 2014)


17

Gambar 2.8 Tanah latosol (Sumber : donisetyawan.com)


18

BAB III
METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan metode

RAL (rancangan acak lengkap) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor yang

pertama adalah tanah aluvial (A) terdiri dari 4 taraf dan faktor yang kedua adalah

tanah latosol (L) terdiri dari 4 taraf yang sama-sama diulang sebanyak 3 kali

pengulangan dan semuanya berjumlah 24 kali percobaan.

Adapun taraf perlakuannya adalah sebagai berikut :

1. Faktor pertama tanah aluvial yaitu :

A1 = 1 kg/polibag

A2 = 1.5 kg/polibag

A3 = 2 kg/polibag

A4 = 2.5 kg/polibag

2. Factor kedua tanah latosol dengan pupuk urea yaitu :

A1 = 1 kg/polibag

A2 = 1.5 kg/polibag

A3 = 2 kg/polibag

A4 = 2.5/polibag

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Billapora Barat Kecamatan Ganding

Kabupaten Sumenep. Akan dilakukan selama tiga bulan yang akan dilakukan

pada bulan April- Juni 2023

18
19

3.3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas cangkul, meteran,

polybag, kamera, alat tulis serta alat-alat lainnya yang menunjang terlaksananya

penelitian.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari jagung, tanah

aluvial, dan tanah latosol, kotoran sapi, dan pupuk urea.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembersihan area penelitian

Areal yang akan digunakan sebagai lahan penelitian dibersihkan dari rumput

dengan menggunakan babat dan cangkul, kemudian mengumpulkan sampah yang

ada, dan menyiapkan polibag untuk digunakan tempat tanaman jagung.

3.4.2 Penyiapan bibit

Bibit yang digunakan adalah bibit jagung lokal yang diperoleh langsung di Desa

Guluk-guluk

3.4.3 Penyiapan media tanam

Polybag diisi sesuai media tanam yang sesuai dengan perlakuan, kemudian

diletakkan sesuai pola rancangan yang ditentukan, dan jumlah sesuai banyaknya

unit pengamatan.

3.4.4 Penanaman

Penanaman benih jagung dilakukan dengan cara membuat lubang tanam di

permukaan polibag dengan cara ditugal dengan kedalaman 2 cm. Selanjutnya

benih dimasukkan kedalam lubang tanam sebanyak 2 biji, pada saat 2 minggu

setelah tanam dipilih 1 tanaman yang terbaik untuk tumbuh di polibag.

3.4.5 Pemasangan label


20

Pemasangan label dilakukan sebelum pemberian perlakuan. Label dipasang pada

masing-masing polybag percobaan untuk menandai perlakuan dan memudahkan

saat pengamatan bersamaan dengan penyusunan satuan percobaan yang sesuai

dengan denah penetapan satuan percobaan.

3.5 Pemeliharaan

3.5.1 Penyiraman

Tanaman yang telah ditanam disiram setiap harinya dengan dua kali penyiraman

yaitu pada pagi dan sore hari. Bila turun hujan dan keadaan tanah cukup basah,

maka penyiraman tidak perlu dilakukan.

3.5.2 Penyiangan

Penyiangan dilakukan apabila ada gulma tumbuh disekitar tanaman jagung.

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan melakukan pencabutan

dengan tangan.

3.6 Parameter Pengamatan

3.6.1 Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur setelah tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST).

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur mulai dari pangkal

batang sampai ujung daun tertinggi. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan

interval 1 minggu sekali. Sampai tanaman berbunga. Data hasil pengamatan

dianalisa secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.

3.6.2 Jumlah daun

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung banyak daun pertanaman.

Daun yang dihitung adalah daun tanaman jagung lokal yang telah membuka
21

dengan sempurna, pengamatan jumlah daun dilakukan setiap minggu dimulai

pada saat berumur 2 MST sampai 9 MST.

3.6.3 Umur muncul bunga

Umur berbunga dilakukan pengamatan dengan cara menghitung hari sejak

penanaman hingga tanaman mengeluarkan tongkol dengan ciri rambut mulai

berwarna coklat. Data hasil pengamatan dianalisa secara statistik dan disajikan

dalam bentuk tabel.

3.7 Analisis data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan aplikasi SPSS dengan unji two

ways anova. Data yang digunakan adalah hasil dari pengukuran pertumbuhan

jagung yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan umur muncul bunga.

Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel, yaitu dengan rumus sebagai berikut :
22

3.8 Diagram alir


Mulai

Pembersihan area penelitian

Pemasangan label

Persiapan bahan penelitiasn

Benih jagung varietas lokal

Penanaman

Tinggi tanaman
Pengukuran Jumlah daun
Umur muncul bunga

Analisis data
Memasukkan data menggunakan
software SPSS

Hasil/Pembahasan

Selesai
23

DAFTAR PUSTAKA

Anata, R., Sahiri, N., & Ete, A. 2014. Pengaruh Berbagai Komposisi Media
Tanam Dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
Daun Dewa (Gynura pseudochina(L.)DC). Effect Of Different Growing
Media Composition And Manure On Growth And Results Foliage Plants
Gods (Gynura pseudochina (. Agrotekbis, 2(1), 10–20.

Budiarto. 2020. Pengaruh Jenis Tanah Sebagai Media Tanam Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Okra ( Abelmoschus Esculentus L .). In
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan (Vol. 7, Issue 2).

Juarti. 2016. Dosen Jurusan Geografi FIS UM. ANALISIS INDEKS KUALITAS
TANAH ANDISOL PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA
SUMBER BRANTAS KOTA BATU, 2(pendidikan geagrafi), 131–144.

Lindungan. 2014. Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata
Sturt.) Pada Beberapa Persiapan Tanah dan Jarak Tanam. Pertumbuhan Dan
Produksi Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt.) Pada Beberapa
Persiapan Tanah Dan Jarak Tanam, 3(2337), 1–7.

Marvelia, A., Darmanti, S., & Parman, S. 2018. Produksi Tanaman Jagung Manis
( Zea Mays L . Saccharata ) yang Diperlakukan Produksi Tanaman Jagung
Manis ( Zea Mays L . Saccharata ) yang Diperlakukan dengan Kompos
Kascing dengan Dosis yang Berbeda. January.

Mulyani, A., Ritung, S., & Las, I. 2011. Potensi dan ketersediaan sumber daya
lahan untuk mendukung ketahanan pangan. Jurnal Litbang Pertanian,
30(12), 73–80.

Nasution, S. H. 2019. Respon Pertumbuhan dan Produksi Jagung ( Zea mays L .)


Terhadap Pemberian Pupuk Organik Kandang Ayam dan Limbah Cair
Kelapa Sawit. Repository Universitas Medan Area, 94.
http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/11011/1/148210011 - Sairul
Hamdani Nst - Fulltext.pdf

Prasetyo. 2008. Karakteristik tanah sawah dari endapan aluvial dan


pengelolaannya. Sumber Daya Lahan, 2, 1–14.

Rachmawati, D., Daryono, B. S., Tumbuhan, L. F., Genetika, L.,


Agroekoteknologi, J., Pertanian, F., & Islam, U. (2011). Potensi Produksi
Jagung Hibrida Hasil Persilangan. 153–158.

Saptaningsih. 2014. Tanaman Tomat. Wawa, XXIII(2001), 1–5.

Purwono dan Hartono, R. 2008. “Bertanam Jagung Unggul”, Jakarta (ID):


Penebar

Sartohadi, Junun, dkk., 2012. “Pengantar Geografi Tanah”, Yogjakarta:

23
24

Penerbit Pustaka Pelajar.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava
Media. Yogyakarta. 269 hal

Anggia Paramita, 2019. Responsberbagai Varietas Jagung Hibrida (zea mays


l.) pada pola jarak tanam yang berbeda”, skripsi: sekolah tinggi ilmu
pertanian dharma wacana metro

Anata, R., Sahiri, N., & Ete, A. 2014. Pengaruh Berbagai Komposisi Media
Tanam Dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
Daun Dewa (Gynura pseudochina(L.)DC). Effect Of Different Growing
Media Composition And Manure On Growth And Results Foliage Plants
Gods (Gynura pseudochina (. Agrotekbis, 2(1), 10–20.

Budiarto. 2020. Pengaruh Jenis Tanah Sebagai Media Tanam Terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Okra ( Abelmoschus Esculentus L .). In
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan (Vol. 7, Issue 2).

Petra, R. H. S. 2014. Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman


Anggur Probolinggo Super (Vitis Venifera Klon Bs 85) Dengan Metode
Tambulampot, Skripsi: Universitas Sanata Dharma.

Sarief, G.S. 1986. Sifat-Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor
25

Anda mungkin juga menyukai