Anda di halaman 1dari 4

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Anfaal

Ayat 2-4
23AGU

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anfaal


Surah Madaniyyah; surah ke 8: 75 ayat

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah,
gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah
iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnyalah mereka bertawakkal, (QS. 8:2) (yaitu) orang-
orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan
kepada mereka. (QS. 8:3) Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka
akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rizki (nikmat)
yang mulia. (QS. 8:4)” (al-Anfaal: 2-4)

Berkenaan dengan firman-Nya ini, `Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu `Abbas, ia berkata:
“Tidak masuk ke dalam hati orang-orang munafik sedikit pun dari mengingat Allah saat mereka
melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Mereka juga tidak beriman sedikit pun terhadap ayat-ayat
Allah, tidak bertawakkal, tidak shalat saat sendirian dan tidak menunaikan zakat dalam harta
kekayaan mereka. Maka Allah memberitahukan, bahwa mereka bukanlah orang-orang yang
beriman.”

Kemudian Allah mensifati orang-orang beriman, Allah berfirman: innamal mu‟minuunal ladziina
idzaa dzukirallaaHu wajilat quluubuHum (“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah
mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka,”) lalu mereka pun melaksanakan
kewajiban-kewajiban mereka; wa idzaa tuliyat „alaiHim aayaatuHu zaadatHum iimaanan (“Dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka [karenanya].”)
Ibnu `Abbas berkata: “Ayat-ayat itu menambahkan tashdiq (pembenaran) mereka.” Wa „alaa
rabbiHim yatawakkaluun (“Dan kepada Rabbnya lah mereka bertawakal”)
Ibnu `Abbas berkata: “Mereka tidak mengharapkan selain Allah.”

Mujahid berkata: wajilat quluubuHum (“Gemetarlah hati mereka.”) Artinya, lalu hati mereka
menjadi lembut, maksudnya terkejut dan takut. Demikian pula yang dikatakan oleh as-Suddi dan
bukan hanya satu orang saja yang mengatakan ini. Inilah sifat seorang mukmin yang benar-benar
beriman, yang jika disebut nama Allah, hatinya gemetar, maksudnya takut kepada Allah, lalu
menjalankan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

Karena inilah Sufyan ats-Tsauri berkata: “Aku mendengar as-Suddi berkata berkenaan dengan
firman Allah Ta‟ala: innamal mu‟minuunal ladziina idzaa dzukirallaaHu wajilat quluubuHum
(“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka,”)

Yaitu, seseorang yang hendak berbuat zhalim.‟ Atau ia berkata: “Bermaksud melakukan maksiat, lalu
dikatakan kepadanya: „Bertakwalah kamu kepada Allah,‟ maka hatinya menjadi gemetar.”

Firman Allah: wa idzaa tuliyat „alaiHim aayaatuHu zaadatHum iimaanan (“Dan apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka [karenanya].”) seperti firman Allah yang
lain yang artinya:

“Dan apabila diturunkan suatu Surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang
berkata: „Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) Surat ini?‟ Adapun
orang-orang yang beriman, maka Surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.”
(QS. At-Taubah: 124)

Imam al-Bukhari dan imam-imam lainnya telah menjadikan ayat dan ayat yang semisal dengannya
sebagai dalil yang membuktikan, bahwa iman itu bertambah dan tingkatannya di dalam hati
berbeda-beda, sebagaimana pendapat jumhur umat, bahkan yang menceritakan bahwa hal itu telah
menjadi ijma‟ bukan hanya seorang imam, seperti; Imam asy-Syafi‟i, Ahmad bin Hanbal dan Abu
`Ubaidah, sebagaimana hal ini telah kami jelaskan secara panjang pada awal syarah al-Bukhari,
walillaHil hamdu wal minnaH (dan untuk Allahlah segala puji dan karunia).

Wa „alaa rabbiHim yatawakkaluun (“Dan kepada Rabblah mereka bertawakkal.”) Maksudnya,


mereka tidak mengharap selain Dia, tidak menuju selain kepada-Nya, tidak berlindung kecuali di
sisi-Nya, tidak meminta kebutuhan-kebutuhannya kecuali dari-Nya dan tidak mempunyai keinginan
kecuali ditujukan kepada-Nya. Mereka pun mengetahui bahwa, apa yang dikehendaki Allah pastilah
terjadi dan apa yang tidak Allah kehendaki tidaklah terjadi. Dialah yang untuk mengatur kerajaan-
Nya, Dialah yang tunggal (Esa) dan tiada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang dapat menolak keputusan-
Nya dan Allah-lah yang Mahacepat hisab (penghitungan)-Nya.

Karena Itulah Sa‟id bin jubair berkata: “Tawakkal kepada Allah merupakan himpunan (gabungan)
keimanan.”

Dan firman-Nya: alladziina yuqiimuunash shalaata wa mimmaa razaqnaaHum yunfiquun (“[yaitu]


orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki Kami berikan
kepada mereka.”) Berkenaan dengan firman Allah ini, Muqatil bin Hayyan berkata: “Yang dimaksud
dengan menegakkan shalat yaitu menjaganya sesuai dengan waktu-waktunya, menyempurnakan
thaharah (kesucian) di dalamnya, menyempurnakan ruku‟, sujud dan bacaan al-Qur‟an di dalamnya
an bertasyahhud (membaca syahadat) dan shalawat untuk Nabi. Inilah makna dari menegakkan
shalat.”

Menginfakkan sebagian dari rizki yang Allah berikan kepada mereka mencakup kepada
mengeluarkan zakat dan menunaikan hak-hak hamba baik yang wajib atau pun yang sunat.”

Firman-Nya: ulaa-ika Humul mu‟minuuna haqqan (“Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya.”) Maksudnya, orang-orang yang memiliki sifat-sifat inilah orang-orang mukmin
yang benar-benar beriman.

`Amr bin Murrah berkata berkenaan dengan firman Allah Ta‟ala ini: “Sesungguhnya al-Qur‟an itu
diturunkan dengan bahasa Arab, (firman Allah ini) seperti ucapanmu: “Si Fulan itu adalah sayyid
dalam arti sebenarnya.”

Firman Allah: laHum darajaatun „inda rabbiHim (“Mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Rabbnya.”) Maksudnya adalah, tempat-tempat tinggal, kedudukan-kedudukan dan
peringkat-peringkat di surga, sebagaimana firman Allah Ta‟ala yang artinya: “(Kedudukan) mereka
itu bertingkat-tingkat di sisi Allah dan Allah Mahamelihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali=
Imran: 163)

Wa maghfiratun (“Dan ampunan.”) Maksudnya, Allah mengampuni keburukan-keburukan mereka


dan mensyukuri kebaikan-kebaikan mereka.

Berkenaan dengan firman Allah: laHum darajaatun „inda rabbiHim (“Mereka akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya.”) adh-Dhahhak berkata: “Penghuni surga sebagian
mereka di atas sebagian yang lainnya, sehingga orang yang menempati kedudukan yang lebih tinggi
mengetahui keutamaan dan kelebihannya atas orang yang ada di bawahnya, sedangkan orang yang
ada di bawahnya tidak mengetahui, bahwasanya ada orang yang lebih diutamakan darinya.”
Oleh karena itu di dalam ash-Shahihain (Kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim), bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya penghuni surga Illiyyin (yang lebih tinggi) bisa melihat
yang lebih rendah dari mereka, sebagaimana kalian melihat bintang yang tinggi di ufuk langit.”
Mereka berkata: “Wahai Rasulallah, itukah tempat tinggal Para Nabi yang tidak bisa dicapai oleh
selain mereka?” Rasulullah menjawab: “Benar, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, mereka
adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para Rasul.”

Anda mungkin juga menyukai