Anda di halaman 1dari 9

PEDOMAN PENGELOLAAN DBD

1. PENDAHULUAN
a. Latar belakang

DBD termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah maka
sesuai dengan Undang – Undang No.4 Tahun 1984 tentang wabah Penyakit Menular
serta Peraturan Menteri Kesehatan No.560 tahun 1989, setiap penderita termasuk
tersangka DBD harus segera di laporkan slambat –lambatnya dalam waktu 24 jam oleh
unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter
praktek swasta dll).
Di Indonesia demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
yang endemis dan hingga saat ini angka kesakitan DBD cenderung meningkat dan
kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Cara yang tepat dalam mencegah dan menanggulangi DBD saat ini adalah dengan
memberantas sarang nyamuk penularnya (PSN DBD) namun belum optimal dan
memerlukan partisipasi selurah lapisan masyarakat. Oleh karena itu partisipasi tersebut
perlu lebih di tingkatkan melalui strategi yang lebih bersikapa Akomodatif,
Fasilitatif/Buttom Up, kemitraan di mana masyarakat termasuk lembaga swadaya
masyarakat termasuk swasta dan lain-lain mempunyai peran yang lebih besar, terfokus
( Prioritas, Local Specific, bertahap) lebih mengoptimalkan kerja sama lintas program
dan lintas sektor di dukung data (Efidance Base) terutama data sosial-budaya serta di
programkannya PSN DBD secara luas di provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas.
Walaupun secara nasional angka kematian DBD cenderung menurun dari tahun
ke tahun, di beberapa wilayah angka kematian ini relatif masih cukup tinggi, sedangkan
secara nasional angka kematian DBD di indonesia kurang dari 1.0%. Untuk itu
manajemen kasus perlu lebih di tingkatkan terutama melalui penatalaksanaan kasus di
rumah sakit.

b. Tujuan

Tujuan dari penyusunan pedoman ini agar puskesmas mempunyai suatu


pedoman yang baku untuk penanganan kasus DBD di wilayah Puskesmas
Karanganyar.
c. Manfaat
Manfaat dari pengelolan program DBD ini adalah untuk mencegah
berkembangnya kasus DBD di masyarakat
2. STRUKTUR ORGANISASI
a. Visi misi Puskesmas Karanganyar
Visi Puskesmas Karanganyar
Pukesmas Karanganyar menjadi puskesmas unggulan dalam pelayanan
masyarakat

Misi:
1. Memberikan pelayanankesehatan yang bermutu dan paripurna
2. Meningkatkan peran serta dan kemandirian masyarakat dalam usaha
pembangunan kesehatan

b. Kebutuhan SDM
Kebutuhan sumber daya manusia dalam program pengelolaan DBDmemiliki
standar-standar yang menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis
tenaga) untuk terselenggaranya kegiatan program DBD di suatu unit
pelaksana.
- Puskesmas Rujukan Mikrokopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri ,
kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter,1
perawat/ petugas DBD, dan 1 tenaga Laboratorium.
- Puskesmas Pembantu : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri
dari 1 perawat / petugas DBD.
c. Table kebutuhan sumber daya manusia
No Jabatan Jumlah
1 Kepala UPT Puskesmas 1 orang
2 Kepala Sub Bag Tata Usaha 1 orang
3 Dokter umum 2 orang
4 Dokter gigi 1 orang
5 Bidan 8 orang
6 Perawat 18 orang
7 Perawat gigi 1 orang
8 Sanitarian 2 orang
9 Nutrisionis 2 orang
10 Analis Laboratorium 2 orang
11 Asisten Apoteker 2 orang
12 Pekarya 3 orang
13 Psikolog 1 orang
14 Akutansi 1 orang
15 Tata Usaha 3 orang
16 Penjaga malam 3 orang

a. Dasar perhitungan Jenis Kebutuhan Tenaga:


Kebutuhan Tenaga Lapangan
- Puskesmas Induk : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih
terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat/ petugas DBD.
- Puskesmas Pembantu : kebutuhan minimal tenaga pelaksana
terlatih terdiri dari 1 perawat / petugas DBD.

Mobilisasi Sumber Daya Manusia


- Penanggulangan DBD membutuhkan SDM yang kompeten namun
sering hal ini tidak selalu tersedia. Penyediaan SDM yang
kompeten dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain sebagai
berikut:
Rekrutmen Tenaga
- Rekrutmen tenaga secara terbuka dan diumumkan secara luas
dengan imbalan memadai dapat mengundang dan selanjutnya
menerima tenaga yang memenuhi persyaratan. Keahlian yang
diperlukan dapat mengenai pelaksanaan di lapangan, layanan atau
yang bersifat manajerial. Apabila rekrutmen tidak dapat
dilaksanakan, maka akan ditempuh jalan lain seperti pengalihan
tugas (task shifting), tenaga perbantuan dan melalui kebijakan
penempatan tenaga pemerintah
.
Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Tenaga
 Tenaga yang sudah tersedia ditingkatkan kemampuannya melalui
pelatihan, magang, studi lapangan maupun bimbingan teknis
langsung (mentoring). Peningkatan keterampilan perlu dilakukan
secara berkesinambungan sampai ke tingkatan mahir. Diharapkan
setiap daerah mampu memberikan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan tenaga. Dalam mengemas program pelatihan, perlu
diperhatian kebutuhan sarana penunjang kerja dari tenaga yang
akan dilatih. Pelatihan yang baik harus disertai dengan adanya
kegiatan evaluasi pasca pelatihan dan diikuti dengan mentoring
dan bimbingan untuk dapat menerapkan sepenuhnya ilmu dan
keterampilan yang diperoleh selama mengikuti pelatihan.

b. Denah Ruangan yang dibutuhkan


- Ruangan yang dibutuhkan tentunya harus nyaman dan terjamin privasinya
agar pasien merasa kerahasianya terjamin. Adapun ruangan yang
dibutuhkan minimal 2x3 meter.
- Mudah dijangkau dan ada informasi yang jelas tentang tata letak ruangan
- Ada fasilitas sebagai tempat utuk konsultasi ( meja kursi dan alat bantu
konseling
c. Alur pelayanan
Pada prinsipnya alur pelayanan DBD di puskesmas disusun untuk
mempermudah dan menjaga privasi supaya terjaga layanan yang diberikan
kepada pasien

Pasien datang

 Ambil Nomor Antrian


 Loket Pendaftaran
 Pemeriksaan Awal

 Pemeriksaan di Poli Umum


oleh dokter
 Penegakkan diagnosis oleh
laboratorium

 Pasien rawat jalan/rujukan


 Monitoring
d. Landasan Hukum
- Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Prakti Kedokteran
(lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4431);
- Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1991 Nomor b49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3447);
- Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daearah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 8737);
- Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit DBD;
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/MENKES/PER/III/2010
tentang Pengendalian Vektor;
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/MenKes/SK/II/2004 tentang
Sistem Kesehatan Nasional;
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/MenKes/Per/XI/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1295/Menkes/Per/XII/2007;

3. RUANG LINGKUP

Mengingat obat dan vaksin pencegah penyakit Demam Berdarah Dengue


hingga dewasa ini belum tersedia, maka upaya pemberantasan penyakit Demam
Berdarah Dengue dititik beratkan pada pemberantasan nyamuk penularnya (Aedes
Aegypti) disamping kewaspadaan dini terhadap kasus Demam Berdarah Dengue
untuk membatasi angka kematian. Pemberantasan nyanluk tersebut dapat dilakukan
dengan menyemprotkan insektisida. Namun selama jentiknya masih dibiarkan hidup,
maka akan timbul lagi nyamuk yang baru yang selanjutnya dapat menularkan
penyakit ini kembali. Oleh karena itu dalam program P2 Demam Berdarah Dengue
penyemprotan insektisida dilakukan terbatas dilokasi yang mempunyai potensi untuk
berjangkit kejadian luar biasa alan wabab, untuk segera membatasi penyebaran dan
penularan penyakit Demam Berdarah Dengue. Atas dasar itu maka dalam
pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue yang penting adalah upaya
membasmi jentik nyamuk penular ditempat perundukan dengan melakukan "3M"
yaitu :

1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya


seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate kedalamnya.

2. Menutup rapat-rapat tmpat penampungan air.

3. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan


seperti: kaleng-kaleng bekas, plastik dan lain-lain.

Jika kegiatan "3M" yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang


Nyamuk (PSN) ini dilakukan secara teratur oleh keluarga di rumah dan
lingkungannya masing-masing maka penyakit ini akan dapat diberantas.

4. PENGENDALIAN DOKUMEN
Pengendalian dokumen penting milik pasien sangat dijaga kerahasiaannya dan
ditempatkan di suatu ruangan yang tidak bisa dibaca selain Tim DBD. Dokumen
tersebut antara lain:
a. Biodata lengkap pasien DBD
b. Laporan hasil lab pasien
c. Foto

5. SARANA DAN PRASARANA

Alat-alat yang dipergunakan dalam menungjang kegiatan penanggulangan DBD


adalah :
a. Bubuk abate
b. Peralatan Fogging
c. Form data pasien,form PE,form pelaporan
d. Peralatan Laboratorium

6. PERKEMBANGAN CAKUPAN/KEGIATAN

1. Pemantauan Jentik Berkala sebagai Sistem Kewaspadaan Dini ( SKD )


terhadap resiko terjadinya Kejadian Luar Biasa(KLB)
2. Penyelidikan Epidemiologi mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD
lebih lanjut serta menentukan tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan.
3. Memberikan bubuk Abate pada tempat tempat penampungan air seperti bak
mandi,gentomg,vas bunga dan lain-lain
4. Pemberantasan Sarang Nyamuk meliputi
 Menguras bak mandi/penampungan air sekurang kurangnya sekali
seminggu
 Menutup dengan rapat tempat penampungan air
 Mengubur kaleng kaleng bekas,ban bekas disekitar rumah dan lain
sebagainya
5. Fogging/pengasapan berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan
sampai batas tertentu

7. INDIKATOR KINERJA

a. Indikator Input
Indikator input meliputi pengeluaran dana baik oleh mitra nasional maupun
mitra internasional, pengembangan kebijakan DBD serta status implementasi
kebijakan tersebut, dan penguatan kelembagaan yang mencakup kelembagaan

b. Indikator Process
Pengobatan DBD bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian
dan memutuskan mata rantai penularan

c.Indikator Output
Penangulangan DBD merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi
perencanaan , pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
Target tahunan indicator cakupan program disajikan lebih rinci pada lampiran.
Indikator ini penting untuk dinilai secara berkala untuk melihat adanya
perkembangan program di lapangan.

d. Indikator Outcome
Indikator outcome untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan program telah
dapat merubah pasien berisiko menjadi pasien aman, baik perilaku pencegahan
maupun perilaku pengobatan. Indikator ini penting untuk menilai
perkembangan efektifitas program (effectiveness).

e. Indikator Impact
Indikator impact digunakan untuk melihat dampak epidemi dan program
DBD.
Uraian lebih rinci mengenai indikator kinerja program penanggulangan DBD,
yang meliputi nama indikator, frekuensi pengumpulan data, metode
pengukuran dan institusi penanggung jawab untuk setiap indicator

8. Mekanisme Monitoring dan Evaluasi


Evaluasi dilakukan oleh penanggung jawab program terhadap ketepatan pelaksanaan
kegiatan apakah sesuai jadwal pelaksanaan kegiatan. Evaluasi dilakukan setelah
pelaksanaan kegiatan oleh penanggung jawab program.Dan dilaporkan kepada Kepala
Puskesmas

9.Keselamatan Pasien

Keselamatan sasaran kegiatan ditujukan kepada semua pihak, baik petugas, pasien
sendiri, keluarga,maupun masyarakat. Dalam melaksanakan kegiatan Pengelolaan Program
DBD memerlukan kerjasama lintas program dan lintas sektor yang baik dan harus di tunjang
peran serta aktif masyarakat.. Untuk itu sasaran kegiatan memerlukan sosialisasi tentang
program DBD sehingga bisa meminimalkan resiko yang kemungkinan bisa terjadi.

Anda mungkin juga menyukai