Kajian mengenai latar belakang organisasi dan manajemen jepang dikataerbelakangi oleh adat dan
kebiasaan yang timbul dari bangsa Jepang sendiri. Zaman Tokugawa ini menggunakan ajaran Konfusianisme
dalam falsafah hidup bangsanya. Ajaran Konfusionisme yang diterapkan didasarkan pada lima kunci semboyan.
1. Hormat antara bapak dan anak
2. Penghargaan dan loyalitas antara atasan dan bawahan
3. Harmonis antara suami dan istri
4. Keteladanan antara kaka dan adik
5. Percaya mempercayai sesama teman
Selain ajaran Konfusionisme di Jepang berlaku juga ajaran Bushido yaitu kode etik militer. Bushido
versi baru ini mempunyai dua ajaran pokok yaitu loyal kepada atasan dan hormat kepada kedua orang tua.
Kombinasi dari ajaran ini menanamkan dalam hati bahwa seseorang yang telah memakan budi dari orang tua
tidak akan dapay membayarnya dengan cara apa pun selain mengabdikan diri kepadanya atau dikenal dengan
konsep Giri yaitu konsep balas budi kesetiaan. Nilai lain dalam masyarakat Jepang adalah kehidupan yang
berorientasi pada kelonpok atau kolektif , norma dan nilai – nilai kelompok dijadikan sebagai dasar bertindak
setiap anggota kelompok.
Dalam organisasi Jepang , mekanisme pola hubunganya terjadi antara manjikan, manjer, dan bawahan
atau buruh dapat berbentuk sosial dan emosional. Seperti menjalin hubungan sederhana misalnya makan
bersama, memanfaatkan waktu bersama. Pada bidang manajemen perusahaan maupun pemerintahan tertanam
filsafat manajemen yang didasarkan rasa saling percaya, bijaksana, loyal kepada atasan dan perusahaan,rasa
memiliki, tanggung jawab bersama dan pertisipasi ternyata mampu meningkatkan semangat kerja. Berdirinya
perusahaan – perusahaan besar Jepang erat kaitannya dengan kepribadiaan tradisional masyarakat Jepang.
Secara ekonomi Tokugawa sebagian besar didasarkan kepada pertanian, beban ekonomi yang berat
ditanggung oleh petani karena orang – orang yang tidak produktif semuanya harus dihidupi oleh kelas petani.
Petani berdudukan sangat tinggi status dan kelasnya di bawah kelas samurai yang semakin lama terlihat
meduduki pusat kekuasaan di kota, namun kelas samurai dan kelas petani tetap bergantung pada kelas
pedagang. Pemerintah Tokugawa dengan pengawasanya terus mengawasai dengan ketat namun tidak efisien
karena merambat pada konsumsi, harga, dan produksi.
Jepang hanya berdagang dengan China dan Belanda, dari Belanda ini Jepang mulai mengenal teknologi
barat. Untuk kepentingan militer maka kelas samurai mulai digalakan untuk mengantisipasi ancaman luar negeri
karena sektor perdagangan. Usaha Tokugawa dalam mempertahankan status quo gagal dengan semakin
terjadinya perkembangan yang dinamis. Pertumbuhan perdagangan menjadi sebab menurunya kekuasaan
feodal.
Banyak perubahan setelah Perang Dunia ke dua pada suasana masyarakat dan suasana ekonomi di
Jepang, misalnya sebelum perang dunia dua ada perusahaan famili Zaibatsu yang menguasai beberapa
komponen dalam tiga kelompok yaitu menguasai misui, mitsubishi, sumimoto, ada kelompok yang menguasai
furukawa dan okura asano, ada yang menguasai kebutuhan militer seperti shinko, nissan, nakajima. Namun
setelah perang dunia dua selesai pemerintah membubarkan sistem Zaibatsu, meningkatkan kelompok industri
untuk mencapai dekonsentrasi ekonomi, hapus sistem eksekutif senior, dan mengeluarkan undang – undang anti
monopoli untuk memelihara ekonomi.
Dari ciri – ciri tersebut dalam kita lihat begitu detail perbedaan antara Jepang dan Amerika, dalam
lingkup kajian yang sama akan tetapi pembahasan yang berbeda, dimana model organisasi dan manajemen gaya
Jepang lebih baik, lebih komprehensif dibandingkan model organisasi dan manajemen gaya Amerika.
Sebenarnya yang manjadi dasar perbedaan adalah kebudayaan dimana Jepang lebih kuat dalam hal motivasi dab
ketekunan serta kerja sama antar kelompok, berbanding terbalik dengan Amerika yang terkesan individualis,
santai dan cenderung nomaden dalam hal pekerjaan sehingga ingin berpindah – pindah pekerjaan mencari
pekerjaan yang lebih menguntungkan. Selain dalam hal pendidikan, Jepang justru mengutamakan pendidikan
sejak awal agar bisa digunakan masuk dalam perusahaan dan dalam perusahaan Jepang juga menerapkan sistem
tak berdasarkan spesialis artinya memberikan kesempatan untuk belajar dan menduduki jabatan di berbagai
bidang, berbanding terbalik lagi dengan Amerika seperti yang sudah saya rangkum pada penjelasn diatas
Ciri – Ciri Manajemen Tipe Z
a. Jangka Waktu Lama : Bisa dikatakan seumur hidup walaupun tidak dinyatakan secara formal,
sifatnya yang ruwet dan memerlukan proses belajar, dengan demikian karyawan cenderung untuk
tetep bekerja tetap. Mereka tidak mudah berpindah ke perusahaan lain dengan gaji yang lebih tinggi
karena spesialisasinya sudah ditentukan diperusahaan tersebut dan tidak laku ditempat lain
b. Sistem Evaluasi dan Promosi Lambat : Perusahaan Tipe Z tidak perlu menunggu waktu hingga
sepuluh tahun untuk evaluasi dan promosi seperti di Jepang, jalanya karier berputar dalam berbagai
fungsi dan jabatan seperti yang dilakukan oleh Jepang, secara efektif hal ini melahirkan keterampilan
khusus di segala bidang tugas dan katyawan tentunya menerima pembinaan terkait karier.
c. Pengambilan Keputusan : Hal – hal yang bersifat jelas dan tidak jelas nampak dalam kondisi
seimbang, keputusan yang dibuat berdasarkan kajian yang nyata secara fakta,dan lengkap serta secara
serius memperhatikan pada tinjauan pertimbangan. Proses pengambilan keputusan berdasarkan
konsensus dan partisipan. Pembuatan keputusan yang berdasarkan pada konsesus memberikan nilai
berupa informasi dan sekaligus memberikan isyarat
d. Tanggung Jawab : Tanggung jawab atas keputusan pada Tipe Z tetap berada pada tiap tiap orang,
berbeda dengan jepang yang dilakukan secara kolektif. Kombinasi antara keputusan kelompok dan
individu ini menuntut suasan penuh percaya diri dan keterlibatan yang buat.
e. Sifat Keseluruhan : Kesamaan antara z dan j adalah setiap karyawan dihargai sebagai manusia utuh
yang mempunyai kesamaan hak, terlihat pada orientasi atasan dan bawahan yang mementingkan
seluruh karyawan. Orientasi yang bersifat keseluruhan tersebut merupakan sifat organisasi.
f. Egalitarianisme : Asas pendirian yang menganggap bahwa kelas – kelas sosial yang berbeda
mempunyai macam – macam anggota, artinya masing masing orang dapat bekerja sendiri tanpa
pengawasan yang ketat, puncak dari organisasi adalah kepercayaan satu sama lain, setiap orang yang
terikat akan dengan sendirinya muncul rasa tanggung jawab sehingga dapat meningkatkan loyalitas
pda organisasi.
Tipe Z ini merupakan kajian dari Richard T dan William Ouchi, bagaimana perusahaan Jepang di
Amerika dan bagaimana perusahaan Amerika di Jepang sehingga pada kesimpulanya mampu mengkombain hal
hal yang bisa diambil, perusahaan Jepang di Amerika dipimpim oleh Jepang dan karyawan Amerika ,
manajemen sesuai kepentingan Amerika namun gaya manajemenya khas jepang ternyata hampir seluruhnya
sukses diterapkan, lain lagi sebaliknya apabila perusahaan Amerika di Jepang dengan prosedur yang sama justru
gagal diterapkan, kesimpulanya adalah cara pendekatan dan gaya manajemen serta nilai – nilai yang berlaku
seperti kelompok , saling percaya, dan tanggung jawablan yang penting. Nah model organisasi yang seperti ini
oleh William Ouchi dinamai organisasi tipe Z.
Sumber Referensi
Bahan Materi Pokok ADPU 4217 Modul 6