Anda di halaman 1dari 2

Benua Atlantis yang Hilang Itu Ternyata Indonesia

Plato (427 - 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan
gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu
mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua
yang hilang atau Atlantis.

Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu
adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30
tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve
Localization of Plato’s Lost Civilization (2005). Santos menampilkan 33 perbandingan,
seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya
menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas
Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di
Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Konteks Indonesia

Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang
dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan
Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi
yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan
gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian
dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene). Dengan meletusnya berpuluh-
puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia
(dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair.
Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/Mahameru
di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba
dengan pulau Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu.
Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang
memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran
Sunda.

Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni
pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos
dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai
gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar,
Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari
gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut
menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan.
Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of
mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak
bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing,
penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada
kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang
lampau.

Cebakan emas Indonesia

Kondisi geologi Indonesia sangat memungkinkan untuk pembentukan cebakan emas.


Malahan Mining Journal Australia menempatkan kondisi geologi Indonesia pada urutan
ketiga dalam daftar daya tarik untuk investasi di bidang pertambangan. Terlebih dengan
tuntasnya pemetaan geologi sistematik oleh Jawatan Geologi Indonesia baru-baru ini, maka
setiap jengkal tanah sudah dapat diketahui kondisi geologinya.
Dengan demikian, pencarian mineral akan lebih efisien karena mempunyai landasan
eksplorasi yang kuat. Diperkirakan, peringkat daya tarik investasi juga akan meningkat. Dulu
emas primer hanya ditemukan di jalur-jalur magmatik yang berumur tua. Jalur gunung api
yang berumur Tertier dianggap tidak mengandung emas. Ternyata sekarang bahwa gunung
api tersebut itu mengandung cukup kaya emas yang disebut cebakan emas epithermal.

Padahal Indonesia amat kaya dengan gunung api tua. Itulah sebabnya kondisi geologi
Indonesia amat prospektif. Lebih disukai pula gunung api yang tadinya terbentuk di laut
dangkal atau membentuk pulau kecil. Air laut telah membantu pembentukan cebakan emas
karena sirkulasinya dalam perut bumi.
Seperti masih terlihat sekarang, Indonesia kaya dengan jalur-jalur gunung api yang
membentuk pulau kecil. Itulah sebabnya daya tariknya makin meningkat.
Jalur emas Indonesia merentang dari Aceh sampai Sulawesi Utara, Irian Jaya, dan
Kalimantan, atau seluruhnya mencapai lebih dari 8.000 kilometer. Daerah yang sudah
diketahui cebakannya terdapat di Aceh, Meulaboh, Muara Sipongi, Salida, Gunung Arum,
Bengkulu, Lampung, Banten, Bogor, Tasikmalaya, Pacitan, Purwantoro, Sumbawa, Flores,
Alor, Wetar, Sulawesi Tengah, Paleleh-Sumalata (Sulut), Minahasa, Kepulauan Sangir-
Talaud, Kaputusan (Maluku).
Kemudian Pegunungan Jayawijaya-Irian Jaya seperti Geleide, Gunung Bijih (Ertsberg,
Grasberg), Sungai Kakan, Pegunungan Cyclop, dan sekitar Jayapura. Jalur emas
Kalimantan mempunyai dua cabang
yaitu Kalimantan Barat-Kalimantan Timur dan Pegunungan Meratus-Kalimantan Timur. Jalur
emas ini melalui Kalimantan Tengah.

Sumber: http://id.shvoong.com/business-management/international-business/2118507-
indonesia-penghasil-emas-terbesar-asia/#ixzz1l1a7CQtT

http://www.exelroze.info/2011/07/benarkah-benua-atlantis-itu-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai