Anda di halaman 1dari 45

BAB III

HASIL PENELITIAN

Daftar artikel hasil pencarian :


Tabel 3.1 Ringkasan Artikel Yang Telah Memenuhi Kriteria Inklusi Menurut Tujuan Penelitian

No Penulis dan Tahun Volume Judul Metode Hasil Database


1. (Anjail Sharrief And 58 Stroke in the elderly Case control Kejadian stroke lebih berisiko pada lansia pubMed
James C. Grotta, yang memiki prevalensi kejadian >75%
2019)
2. (Daniele Lo Coco 33 Cognitive impairment and Case control Faktor pencetus utama stroke yakni usia dan pubMed
Gianluca Lopez
Salvatore Corrao, 2016) stroke in elderly patients gaya hidup yang memiliki peluang besar
mengalami kejadian stroke.
3. (Xiaoshuang Xia, Wei 29 Prevalence and risk a Penyakit stoke dipengaruhi oleh jenis pubMed
Yue, Baohua Chao, Mei Li,
factors of stroke in the retrospective kelamin, usia dan juga gaya hidup. Pada jenis
Lei Cao, Lin Wang, Ying
elderly in Northern China kelamin lebih berpeluang terjadi pada laki –
Shen, Xin Li, 2019)
laki. Pada faktor usia tingkat standar
berpeluang mengalami kejadian stroke pada
usia 60 tahun atau lebih. Sedangkan pada
gaya hidup yakni merokok dan

1
mengkonsumsi alkohol akan lebih mudah
terkena stroke.
4. (Christian L. Seifert, 7 Depressive Symptoms and a Usia > 65 tahun memiliki peluang yang lebih PubMed
Holger Poppert, Dirk the Risk Stroke in
Sander, Regina Feurer, retrospective besar mengalami kejadian stroke.
Thorleif Etgen, Karl-
the Elderly—Influence of
Heinz Ander, Klaus Pu¨ Age
rner, Monika Bronner,
Dominik Sepp, Victoria
Kehl, Hans Forstl, Horst
Bickel, 2012)
5. (Sayato Fukui, Ryoko - Common and specific risk Case control Gaya hidup yang menyebabkan terjadinya Pubmed
Imazeki, Yu Amano,
factors for stroke in hipertensi akan lebih berisiko mengalami
Yousuke Kudo,
Kazumitsu Amari, elderly kejadian stroke.
Masahiro Yamamoto,
Kikue Todoroki,
Yoshimori Ikeya,
Takashi Okazaki,
Noriharu
Yanagimachi, Toru
Shizuma, Naoto
Fukuyama, Ken
Johkura, Hidezo
Mori, 2016)
6. (Dae Lim Koo, 20 Risk Factor for Stroke Case control Faktor penyebab stroke ada 2 yakni usia dan Google scholar

2
Hyunwoo Nam, Robert gaya usia. Usia > 60 tahun akan sangat
J. Thomas, Chang-Ho berisiko mengalami stroke, juga pada gaya
Yun, 2018) hidup yakni mengonsumsi asupan garam yang
berlebihan akan lebih mudah terkena stroke.
7. (Mahdi Habibi- 7 Prevalence of Stroke Risk a Penyebab stroke salah satunya adalah jenis Google scholar
koolaee, Leila Factors and Their
retrospective kelamin. Pria lebih berisiko mengalami stroke
Shahmoradi, Sharareh
R. Niakan Kalhori, Distribution Based on cohort study yakni 58,1%, sedangkan wanita memiliki
Hossein Ghannadan, Stroke Subtypes in prevalensi 41,9%.
and Erfan Younesi,
2018) Gorgan

8. (Chih-Ying Wu, Hung- 58 Stroke risk factors and Case control Pasien penderita stroke lebih dominan dialami Science direct
Ming Wu, Jiann-Der subtypes in different age oleh pria dengan prevalensi 64,4% sedangkan
Lee, Hsu-Huei Weng, groups wanita memiliki prevalensi 35,6%.
2017)
9 (Huimin Fan, Xiaolin Li, - Abdominal obesity is cross- Prevalensi terjadinya stroke di temui pada Science direct
LiangZheng, XiaoliChen, strongly associated with sectional golongan umur. Pria yang sudah berumur >60
Qin lan, HongWu, Cardiovascular Disease and tahun akan lebih berisiko dibandingkan
Xugang Ding, its Risk Factors in Elderly and dengan wanita >55 tahun.
DingguangQian, Yixin very Elderly Community-
Shen, Zuoren Yu, dwelling Chinese
Lieying Fan, MingChen,

3
BrianTomlinson,
PaulChan, YuzhenZhang
& Zhongmin Liu, 2015)
10 ( Vasileios-Arsenios 325 Incidence of Transient kohort Kejadian stroke ringan ke stroke hemoragik ProQuest
Lioutas, MD; Cristina S. Ischemic Attack and pada pria lebih cepat dibanding wanita. Pria
Ivan, MD; Jayandra J. Association With Long-term biasanya memiliki rentang waktu 30 hari
Himali, PhD; Hugo J. Risk of Stroke sedangkan wanita memiliki rentang waktu 90
Aparicio, MD, MPH; hari.
Tarikwa Leveille, MA;
Jose Rafael Romero,
MD; Alexa S. Beiser,
PhD; Sudha Seshadri,
MD, 2021)
11 (Qi Wu, Chunying Zou, - Risk factors of outcomes in Case control Kejadian stroke ini di picu oleh gaya hidup ProQuest
Chengji Wu, Shuping elderly patients with acute yakni mengalami obesitas. Wanita lebih
Zhang, Zuoyi Huang, ischemic stroke in China banyak mengalami obesitas dibanding pria,
2015) yang memiliki prevalensi wanita 62,3% dan
pria 36,7%
12 (Wen Lin Teh, - Prevalence of stroke, risk cross- Prevalensi stroke tertimbang adalah 7,6% ProQuest
Edimansyah Abdin, factors, disability and sectional diantara lansia berusia 60 tahun keatas.

4
Janhavi Ajit Vaingankar, care needs in older adults
Esmond Seow, Vathsala in Singapore: results
Sagayadevan, Saleha from the WiSE study
Shafie, Shazana
Shahwan, Yunjue
Zhang, Siow Ann
Chong, Li Ling Ng,
Mythily Subramaniam,
2017)

5
Terdapat 12 artikel yang memenuhi kriteria inklusi yang di publikasikan

pada tahun 2012-2021 dengan sebagian besar desain penelitiannya menggunakan

desain penelitian case control 35,7 % dan desian penelitian a retrospective 35,7

%. Artikel yang relevan di peroleh dari pencarian secara sistematis dari beberapa

database dan 6sistem seluruhnya menggunakan instrument penelitian kuesioner

dan sisstem lapangan.

Tabel 3.2 Kata Kunci/Keywords Yang Digunakan Pada Masing-masing

Artikel

Penulis Kata Kunci

Koinfeksi HIV-TB, survei, tuberkulosis, faktor


Chen et al., (2015)
risiko, pencegahan.

Oljira & Ifa, (2017) Tuberkulosis, HIV, AIDS, determinan, Etiopia.

Koinfeksi TB / HIV, TBC, determinan, Etiopia


Belay et al., (2019)
Barat.

HIV; AIDS; tuberkulosis; TBC/HIV; Etiopia


Fekadu et al., (2015) selatan.

Determinan, koinfeksi HIV–TB, tuberkulosis,


Melkamu et al., (2013) Etiopia Barat

Tuberkulosis; TB/HIV, pada orang dewasa,


determinan, studi kasus-kontrol, barat laut
Y. M. Alemu et al., (2016) Ethiopia

Insiden, determinan, tuberkulosis, HIV, AIDS,


Ahmed et al., (2018) studi kohort retrospektif, barat laut Ethiopia

A. Alemu et al., (2020) Tuberkulosis; Determinan; HIV positif; Etiopia.

Tuberkulosis, Kematian, Penyakit bakteri,


Da Silva Escada et al., (2017)
Tuberkulosis, HIV/Aids, Studi kohort, Brasil.

6
Méda et al., (2013) Faktor risiko, TBC, HIV/AIDS, Burkina Faso

Tuberkulosis, HIV/AIDS, Koinfeksi, ODHA,


Negussie et al., (2018)
Ethiopia Selatan.

Tuberkulosis, koinfeksi TB /HIV, antiretroviral,


Abdu et al., (2021) dewasa, studi kasus-kontrol, timur laut Ethiopia

Kepatuhan, TBC, HIV/AIDS, koinfeksi,


Johannesburg, Afrika Selatan, durasi
Nhandara et al., (2020)
pengobatan, Rumah Sakit Helen Joseph, janji
klinik.

terapi antiretroviral, CD4, jumlah limfosit,


Van Halsema et al., (2020)
kelompok etnis, HIV, tuberkulosis.

Artikel yang dianalisis dalam studi ini masing-masing memiliki kata

kunci/keywords yang sama dan sebanyak 14 artikel dengan kata kunci berupa

koinfeksi HIV-TB, Tuberkulosis, HIV/AIDS, Determinan. Selain itu, terdapat

beberapa artikel yang memiliki kata kunci/ keywords yang berbeda yaitu survei,

pencegahan, Mortalitas, Penyakit bakteri, ODHA, Kepatuhan, terapi antiretroviral,

jumlah CD4, lama pengobatan, kelompok etnis.

Tabel 3. 3 Karakteristik Umum Dalam Penyeleksian Studi (n=14)

No. KATEGORI n %
A. Tahun Publikasi
1. 2013 2 14,29%
2. 2015 2 14,29%
3. 2016 1 7,14%
4. 2017 2 14,29%
5. 2018 2 14,29%
6. 2019 1 7,14%
7. 2020 3 21,43%
8. 2021 1 7,14%

7
TOTAL 14 100%
B. Desain Penelitian
1. Cross-sectional 3 21,43%
2. Case Control 5 35,71%
3. Cohort 1 7,14%
4. retrospective study 5 35,71%
TOTAL 14 100%
C. Sampling Penelitian
1. Proportional random sampling 1 7,14%
2. Two-stage random sampling 1 7,14%
3. Proportionate stratified random sampling 1 7,14%
4. Multi-stage sampling 2 14,29%
5. Simple random sampling 6 42,86%
6. Bootstrap 1 7,14%
7. Convenience sampling 1 7,14%
8. Stratified random sampling 1 7,14%
TOTAL 14 100%

Pada gambar 3 terdapat 14 artikel yang memenuhi kriteria inklusi,

sebanyak 21,43% artikel yang dipublikasikan pada tahun 2020. Sebagian besar

desain penelitiannya menggunakan desain penelitian Case Control dan

retrospective study yang masih sebanyak 35,71%. Teknik sampling yang

digunakan cukup beraneka ragam dan yang paling banyak digunakan adalah

teknik Simple random sampling sebanyak 42,86%.

Tabel 3.4 Faktor Yang Berhubungan Dengan penyakit tuberkulosis pada orang

dengan HIV/AIDS

Faktor yang berhubungan Sumber empiris utama

Jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan per (Chen et al., 2015)


kapital bulanan, tempat tinggal, jumlah anggota
keluarga, jarak instansi kesehatan, pengetahuan
tentang HIV/AIDS dan tuberkulosis.

8
Kurangnya pendidikan, kurang gizi, stadium (Oljira & Ifa, 2017)
klinis HIV/AIDS, jumlah CD4, merokok, riwayat
penyakit, usia, jenis kelamin

Usia, penggunaan alkohol dan khat, jumlah CD4, (Belay et al., 2019)
stadium klinis, jumlah hemoglobin, riwayat
penyakit, tempat tinggal,

Jenis kelamin, stadium klinis, status pengobatan (Fekadu et al., 2015)


HIV/AIDS

Status perkawinan, pendidikan, status gizi, (Melkamu et al., 2013)


riwayat penyakit, stadium klinis,

Merokok, riyawat penyakit keluarga, mengosumsi (Y. M. Alemu et al., 2016)


alkohol, menguyah khat, terapi antiretroviral,
terapi pencegahan isoniazid dan terapi
pencegahan kotrimoksazol.

Status gizi, terapi pencegahan isoniazid, jumlah (Ahmed et al., 2018)


hemoglobin, stadium klinis.

Jumlah anggota keluarga, jumlah CD4, status gizi, (A. Alemu et al., 2020)
terapi antiretroviral dan terapi pencegahan
isoniazid.

Jumlah CD4, usia, pendidikan, jenis kelamin, ras, (Da Silva Escada et al., 2017)
riwayat penyakit, tuberkulosis diseminata

Lingkungan, riwayat penyakit, ukuran keluarga, (Méda et al., 2013)


jarak instansi kesehatan, jumlah CD4, pendidikan,
jenis kelamin.

Stadium klinis, terapi antiretroviral (ART), (Negussie et al., 2018)


mengonsumsi profilaksis.

Infeksi oportunistik, jumlah CD4, stadium klinis, (Abdu et al., 2021)


tidak menggunakan TPT (terapi pencegahan
tuberkulosis), pasien tanpa dapur terpisah, tingkat
kepatuhan penderita HIV/AIDS

Usia, jenis kelamin, jarak instansi kesehatan, (Nhandara et al., 2020)


Kepatuhan pengobatan terapi antiretroviral

9
Usia, jenis kelamin, etnis, jumlah CD4, terapi (Van Halsema et al., 2020)
antiretroviral

Pada tabel 3.4 menunjukkan 10faktor yang berhubungan dengan penyakit

tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS dari berbagai sumber referensi. Pada

penelitian Chen et al., (2015), (Van Halsema et al., 2020) mengatakan bahwa usia

mempengaruhi prevalensi TB pada ODHA, usia yang paling banyak mengalami

koinfeksi TB-HIV adalah usia ≤ 45 tahun. Dengan tingkat mobilitas yang

signifikan, orang dengan dengan HIV dalam kelompok usia ini memiliki risiko

tinggi terkena tuberkulosis (Belay et al., 2019), (Oljira & Ifa, 2017), (Da Silva

Escada et al., 2017), (Nhandara et al., 2020). Kejadian koinfeksi TB-HIV/AIDS

lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan Méda et al., (2013) dan

(Fekadu et al., 2015) Bahaya koinfeksi TB-HIV yang lebih luas dapat terjadi pada

laki-laki karena laki-laki lebih banyak beraktivitas di luar rumah yang dipadukan

dengan gaya hidup yang tidak baik, misalnya minum-minuman dan merokok

sehingga peluang untuk terpapar akan lebih tinggi (Van Halsema et al., 2020),

(Nhandara et al., 2020), (Chen et al., 2015), (Oljira & Ifa, 2017), (Da Silva Escada

et al., 2017).

Stadium klinis HIV/AIDS menjadi faktor penting pada kejadian penyakit

tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS, Abdu et al., (2021), (Melkamu et al.,

2013), (Oljira & Ifa, 2017), (Belay et al., 2019), (Fekadu et al., 2015), (Ahmed et

al., 2018), (Negussie et al., 2018) mengatakan semakin tinggi stadium klinis HIV

memperburuk resiko ODHA menderita penyakit tuberkulosis. Penelitian (Oljira &

10
Ifa, 2017) mengatakan penurunan sistem imum terhadap agen penyakit

(mycobacterium tuberculosis) yang masuk ke dalam tubuh ODHA (orang dengan

HIV/AIDS) sangat di pengaruhi oleh status gizi. Asupan gizi yang kurang sehat

merupakan faktor resiko tuberkulosis pada ODHA. Selanjutnya (Van Halsema et

al., 2020) bersama (Nhandara et al., 2020) mengatakan terapi antiretroviral

(ARV) dan jumlah CD4 dapat mencegah kejadian penyakit tuberkulosis pada

orang dengan HIV/AIDS. (A. Alemu et al., 2020) ditemukan bahwa pasien TB-

HIV yang menggunakan ARV sebelum memulai pengobatan memiliki kadar CD4

yang lebih daripada orang yang tidak memakai ARV, orang dengan HIV/AIDS

yang memiliki CD4 ≤ 200 memiliki tingkat prevalensi kejadian penyakit yang

lebih tinggi. dibandingkan orang yang hidup dengan HIV yang memiliki sel CD4.

> 200 sel/Μl.

ODHA yang memiliki tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi akan

cenderung memperhatikan kesehatan mereka sehingga mereka dapat menentukan

pilihan tindakan penanggulangan tuberkulosis, namun tingkat pendidikan

seseorang tidak memastikan bahwa individu tersebut dapat mencegah HIV dan

TB (Méda et al., 2013), (Da Silva Escada et al., 2017), (Melkamu et al., 2013),

(Chen et al., 2015), (Oljira & Ifa, 2017). Jarak dari Instansi kesehatan menjadi

kendala bagi ODHA untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, baik pencegahan

maunpun penanggulangan tuberkulosis (Chen et al., 2015). Kurangnya akses

ODHA ke pelayanan kesehatan menjadi faktor resiko kejadian penyakit

tuberkulosis (Méda et al., 2013).

11
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari 14 studi yang termasuk dalam ulasan ini, semua studi menilai

determinan kejadian penyakit tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS. Dari 14

studi, terdapat sebanyak lima studi yang menggunakan desain penelitian case-

control, lima studi yang mengunakan desain retrospective, tiga studi yang

menggunakan desain cross sectional dan satu studi yang menggunakan desain

cohort. Populasi penelitian adalah penderita penyakit tuberkulosis dengan

HIV/AIDS. Studi artikel terkait determinan kejadian penyakit tuberkulosis pada

orang dengan HIV/AIDS dirangkum pada Tabel 3.1.

4.1 Usia

Dari 14 artikel jurnal pada kajian literatur, terdapat 6 artikel yang

mengulas faktor usia terhadap kejadian tuberkulosis pada orang dengan

HIV/AIDS (Chen et al., 2015), (Oljira & Ifa, 2017), (Belay et al., 2019), (Da Silva

Escada et al., 2017), (Nhandara et al., 2020), (Van Halsema et al., (2020). Umur

adalah harapan hidup yang diperkirakan dalam tahun, dikatakan kanak-kanak <11,

remaja 12 - 25 tahun, dewasa 26-45 tahun, lansia awal > 45 tahun. Bertambahnya

produktifitas seiring bertambahnya usia, usia ODHA dengan penyakit penyerta

TB paling sering ditemukan pada usia produktif, tepatnya 15-50 tahun (Korua et

al., 2015).

12
Berdasarkan kelompok umur, kejadian atau kasus baru yang paling

menonjol ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun adalah 21,40%, disusul

kelompok umur 35-44 tahun 19,41% dan kelompok umur 45-54 tahun 19,39%

(Dotulong et al., 2015). Dilihat dari kelompok usia tersebut, mengingat frekuensi

tuberkulosis yang paling tinggi adalah pada orang dewasa muda, di Indonesia

diperkirakan 75% pasien tuberkulosis dengan HIV/AIDS berada dalam kelompok

usia yang produktif secara finansial (15 -50 tahun) (Miftakhul, 2019). Usia

produktif adalah usia di mana seorang individu berada pada fase

bekerja/menciptakan sesuatu baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.

Pada usia tersebut saat ODHA mengalami TB paru, dapat membuat individu

menjadi tidak produktif dan dapat menjadi beban bagi keluarganya (Fitriani,

2012).

Kelompok usia produktif sangat berpengaruh pada tingkat kejadian

tuberkulosis pada orang yang hidup dengan HIV karena tingkat mobilitas dan

interaksi sosial yang signifikan menyebabkan tinggi faktor risiko penyebaran

Mycobacterium tuberculosis.(Hardini et al., 2011), (Chen et al., 2015).

Lingkungan kerja yang padat serta berinteraksi dengan banyak orang juga dapat

meningkatkan risiko terjadinya TB paru pada orang dengan HIV/AIDS. Kondisi

kerja seperti itu memudahkan individu dalam usia produktif untuk mengalami

efek buruk tuberkulosis lebih jauh (Iwan et al., 2018). Orang dengan infeksi

HIV/AIDS yang berusia 15-55 tahun memiliki risiko 1,5 kali lebih besar untuk

terkena TB pneumonia, dibandingkan dengan mereka yang berusia <15 tahun dan

>55 tahun (Kondoy et al., 2014), (Oljira & Ifa, 2017), (Belay et al., 2019). Di

13
tambahkan oleh (Sapto, 2021), (Da Silva Escada et al., 2017) menyatakan di

Indonesia umur <45 tahun merupakan umur terbanyak penderita TBC dengan

penyakit penyerta HIV/AIDS. Penelitian (Utami, 2014), (Nhandara et al., 2020),

(Van Halsema et al., 2020) juga melaporkan bahwa pasien tuberkulosis < 45 tahun

lebih banyak daripada pasien dewasa > 45 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh (Ardhitya & Liena, 2015), (Martina, 2012) yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara umur dengan kejadian penyakit tuberkulosis pada orang dengan

HIV/AIDS. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh (Versitaria &

Kusnoputranto, 2011) di palembang yang menyatakan bahwa ada hubungan

antara Umur dengan kejadian tuberkulosis pada ODHA.

4.2 Jenis kelamin

Dari 14 artikel jurnal terdahulu yang memenuhi kriteria inklusi 7 di

antaranya mengulas tentang variabel jenis kelamin terhadap kejadian penyakit

tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS (Chen et al., 2015), (Oljira & Ifa,

2017), (Fekadu et al., 2015), (Da Silva Escada et al., 2017), (Méda et al., 2013),

(Nhandara et al., 2020), (Van Halsema et al., 2020). Perbedaan biologis antara

pria dan wanita memiliki hubungan dengan terjadinya ko-infeksi TB pada orang

dengan HIV/AIDS. Dengan pekerjaan yang lebih aktif, pria yang hidup dengan

HIV lebih berisiko terkena mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan

tuberkulosis.

Dilihat dari orientasi jenis kelamin, kasus BTA+ (bakteri tahan asam

positif) pada ODHA laki-laki lebih tinggi daripada wanita hampir 1,5 kali

14
dibandingkan dengan kasus BTA+ pada wanita. Di setiap daerah di seluruh

Indonesia, kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita (Krisnahari

& Sawitri, 2018). Ditegaskan dalam data, antara tahun 1985-1987 penderita TBC

pada laki-laki secara umum meningkat 2,5%, sedangkan pada wanita berkurang

0,7% (Nurkumalasari et al., 2016). Responden yang paling berpeluang tertular

penyakit TBC adalah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 22

responden (56,4%) positif menderita penyakit TBC dan 17 responden (43,6%)

negatif tidak menderita penyakit TBC dari total 39 responden laki-laki, sedangkan

untuk perempuan 10 responden (17,2%) positif untuk infeksi TBC dan 48

responden (82,8%) negatif untuk penyakit TB paru dari 58 responden perempuan

(Kunarisasi et al., 2019).

Hal ini seperti yang ditemukan oleh (Korua, Kapantow, & Kawatu, 2015)

variabel jenis kelamin mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian

tuberkulosis pada ODHA (p=0,036). Dan juga penelitian dari (Fadlilah &

Aryanto, 2019), menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara jenis

kelamin dengan kejadian TB Paru pada ODHA. Studi ini menunjukkan bahwa

laki-laki lebih berpeluang menderita TB paru dibandingkan perempuan.

Meningkatnya risiko koinfeksi TB-HIV pada laki-laki terjadi karena laki-laki m

melakukan lebih banyak aktivitas beragam di luar rumah sehingga kemungkinan

terkena Mycobacterium tuberculosis akan lebih tinggi (Van Halsema et al., 2020).

15
4.3 Merokok

Dari 14 artikel jurnal pada kajian literatur, terdapat 4 artikel yang

mengulas bahwa merokok berhubungan dengan kejadian penyakit tuberkulosis

pada orang dengan HIV/AIDS (Belay et al., 2019); (Y. M. Alemu et al., 2016);

(Méda et al., 2013); (Melkamu et al., 2013). Perilaku merokok adalah suatu

aktivitas menghisap asap tembakau yang di bakar masuk ke saluran pernapasan

dan menghembuskannya kembali. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa

merokok berbahaya bagi kesehatan, dengan kerusakan pada saluran pernapasan

yang tandai dengan menurunnya faal atau fungsi saluran pernafasan,

memperburuk faktor risiko terjadinya tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS

(Riza, 2015).

ODHA dengan perilaku merokok memiliki faktor risiko yang lebih tinggi

dibandingkan dengan ODHA yang perokok pasif dan bukan perokok (Wayan et

al., 2021). Penelitian di India juga menunjukkan hal yang sama dimana merokok

dan minum alkohol mempunyai risiko lebih tinggi untuk terinfeksi TB paru

dibandingkan dengan bukan perokok dan tidak minum alkohol (Ressa et al.,

2021). Variabel TB yang paling dominan pada Odha di usia produktif adalah

perokok dinamis, terutama perokok sebelumnya/mantan perokok (OR = 2,7; CI =

2,40-3,05). Hal ini menunjukkan bahwa perokok sebelumnya memiliki

kesempatan 2,7 kali terkena TB dibandingkan dengan orang yang tidak pernah

merokok (Ressa et al., 2021).

Merokok merupakan risk factor yang signifikan untuk terjadinya penyakit

oportunistik dan pemicu utama pneumonia bakteri, pneumonia pneumocystis dan

16
TBC. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur, kapasitas saluran

pernapasan dan jaringan paru-paru sehingga mempercepat penurunan faal atau

fungsi paru-paru (Wahyuningsih, 2020), (Fekadu et al., 2015). Data dari World

Health Organization (WHO) menunjukkan Indonesia sebagai negara dengan

penggunaan rokok terbesar ketiga setelah China dan India, disusul oleh Rusia dan

Amerika (Nurjana, 2015). Berdasarkan hasil analisis statistik, ditemukan nilai

p=0,01 yang berarti <0,05 hal ini menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis

kelamin dengan kejadian penyakit tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS

(Méda et al., 2013). Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh (Oljira & Ifa,

2017), (Nhandara et al., 2020). di Ethiopia yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara Jenis Kelamin laki-laki dengan penderita TB paru.

4.4 Tingkat pendidikan

Dari 14 artikel jurnal pada kajian literatur, terdapat 5 artikel yang

mengulas faktor tingkat pendidikan terhadap kejadian tuberkulosis pada orang

dengan HIV/AIDS (Chen et al., 2015), (Oljira & Ifa, 2017), (Melkamu et al.,

2013), (Da Silva Escada et al., 2017), (Méda et al., 2013). Tingkat pendidikan

adalah tahapan pendidikan yang ditentukan berdasarkan tingkat pelajar, tujuan

yang ingin dicapai dan perkembangan kemauan yang dikembangkan. Tingkat

pendidikan mempengaruhi perubahan dalam perspektif dan perilaku hidup yang

sehat (Zahroh et al., 2015). Semakin tinggi derajat pendidikan merupakan salah

satu variabel yang mempengaruhi pandangan individu menjadi lebih responsif

terhadap informasi baru dan semakin tinggi pendidikan individu semakin baik

17
pengetahuannya (Erawatyningsih et al., 2009). Tingkat pendidikan akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang, termasuk informasi tentang antisipasi dan

pengobatan tuberkulosis dan HIV/AIDS sehingga dengan informasi yang

memadai, seseorang akan berusaha untuk memiliki perilaku hidup yang bersih

dan sehat (Zainab et al., 2015). (Munir & Romadoni, 2019), mengatakan bahwa

pendidikan berhubungan langsung dengan pengetahuan. Dari hasil penelitian

(Handayani & Dewi, 2017) Diketahui bahwa responden dengan tingkat

pendidikan yang lebih tinggi memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik, hasil

analisis pendidikan dengan tingkat pengetahuan diperoleh nilai p=0,021 (p<0,05),

yang berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan.

(Mustamu et al., 2019) Dalam penelitiannya ditemukan bahwa semakin tinggi

pengetahuan ODHA tentang tuberkulosis, semakin baik sikap pencegahan mereka

terhadap tuberkulosis sehingga dapat diterima bahwa tingkat pendidikan yang

lebih signifikan diandalkan untuk membangun tingkat pengetahuan ODHA.

Semakin tinggi pengetahuan diharapkan ODHA akan menerapkan ilmunya untuk

pencegahan dan pengobatan tuberkulosis serta mencegah penularan pada orang

lain (Cahyawati, 2018b).

Pengetahuan yang baik dalam penelitian ini adalah wawasan atau

pemahaman yang dimiliki ODHA tentang infeksi TB dan upaya

penanggulangannya yang meliputi penyebab, penularan, indikasi, faktor risiko,

komplikasi dan tindakan pencegahan penyakit TB (Chen et al., 2015).

Pengetahuan dan pemahaman ODHA tentang TBC dan pencegahan penularannya

memegang peranan penting dalam terlaksananya upaya pencegahan penularan

18
TBC dan HIV/AIDS (Octavianty et al., 2015). Pengetahuan yang telah diperoleh

dan diketahui akan mendorong reaksi yang lebih baik terhadap upaya

penanggulangan tersebut, upaya pencegahan tuberkulosis dilakukan untuk

mengurangi angka kematian ODHA yang disebabkan oleh tuberkulosis dan

menurunkan laju penularan tuberkulosis dan HIV/AIDS (Méda et al., 2013),

(Melkamu et al., 2013). Penelitian ini sependapat dengan penelitian yang

dilakukan (Nurjana, 2015) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan

konvensional ODHA, semakin baik pengetahuan tentang tuberkulosis sehingga

mereka dapat mengajukan pilihan untuk tindakan pencegahan dan upaya

pengobatan apabila terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.

Pengetahuan ODHA dipengaruhi oleh usia. Semakin dewasa, tingkat

perkembangan dan kematangan seseorang akan semakin baik dalam berpikir dan

produktif, penelitian menunjukkan pengetahuan yang baik mayoritas pada masa

dewasa tengah (36-55 tahun). Hasil pemeriksaan bivariat didapatkan p=0,021

(p<0,05), yang bermakna bahwa ada hubungan antara umur dan tingkat

pengetahuan (Kambu et al., 2016). Tingkat kepatuhan orang dengan HIV/AIDS

erat kaitannya dengan tingkat pendidikan (Abdu et al., 2021); (Nhandara et al.,

2020). Tingkat kepatuhan ODHA dalam proses penanggulangan dan pengobatan

dalam lingkungan pelayanan medis sangat penting untuk membantu tercapainya

pengobatan yang dilakukan, semakin baik pendidikan seseorang, semakin tinggi

tingkat kepatuhan terhadap anjuran pencegahan dan terapi sehingga proses

pengobatan dapat berjalan dengan baik (Oktarina & Hanafi, 2009). Hasil analisis

(Hardini, Mutahar, & Febry, 2011), (Chen et al., 2015) diperoleh p-value 0,000

19
yang lebih kecil dari nilai p=0,05, hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak, dan itu

berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan upaya untuk

mencegah tuberkulosis. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian (Oljira & Ifa,

2017), (Da Silva Escada et al., 2017), (Melkamu et al., 2013) menyimpulkan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan tindakan

pencegahan penularan penyakit tuberkulosis. Semakin baik derajat pengetahuan

maka semakin tinggi pula tindakan pencegahan penularan tuberkulosis dan

HIV/AIDS.

4.5 Status gizi

Dari 14 artikel jurnal terdahulu yang memenuhi kriteria inklusi, terdapat 4

artikel yang mengulas tentang variabel status gizi terhadap kejadian tuberkulosis

pada orang dengan HIV/AIDS (Oljira & Ifa, 2017), (Melkamu et al., 2013),

(Ahmed et al., 2018), (A. Alemu, Yesuf, et al., (2020). Status gizi adalah keadaan

tubuh yang disebabkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan

dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh. Penilaian status gizi pada orang

dewasa dilakukan dengan mengukur IMT (Indeks Massa Tubuh). Pengukuran

tersebut dikelompokkan berdasarkan hasil IMT terakhir dengan klasifikasi <17.0

sangat kurus, 17.0-18.4 kurus, 18.5-25.0 normal, 25.1-27,0 gemuk, dan >27.0

obesitas (Adnan et al., 2013). Dalam kondisi tanpa kontaminasi HIV, seseorang

biasanya membutuhkan 57 gram protein untuk laki-laki dan 48 gram untuk

perempuan, namun untuk ODHA kebutuhannya akan meningkat sekitar 50-100%

atau 85 gram protein untuk laki-laki dan 72 gram untuk perempuan (Sidjabat et

20
al., 2021). Nutrisi yang baik dapat membangun kekebalan terhadap kontaminasi

dan infeksi, meningkatkan energi dan akan lebih produktif. Seseorang dengan

penyakit HIV lebih berisiko mengalami masalah gizi (Hanifa & Mahmuda, 2020).

Status gizi yang buruk pada orang dengan HIV/HAIDS disebabkan oleh asupan

gizi yang tidak memadai, perubahan dalam tingkat metabolisme tubuh, perubahan

dalam fungsi alat sistem pencernaan, interaksi obat dengan zat gizi (Margareth et

al., 2018). Pengendalian dan pencegahan berkembangnya ko-infeksi merupakan

salah satu cara untuk mencegah peningkatan angka kematian pada ODHA. Upaya

untuk mencegah penularan sekaligus meningkatkan kualitas hidup Orang dengan

HIV/AIDS (ODHA) dengan menjaga status gizi untuk membangun kekebalan

terhadap infeksi, meningkatkan energi dan menjadi lebih produktif (Rizki Amelia,

2021). Menjaga asupan gizi dalam kehidupan sehari-hari ODHA merupakan

strategi penting untuk mempertahankan stadium klinis ODHA agar tidak

memburuk (SY & Widiastuti, 2021).

Setiap bentuk ganguan gizi akan menyebabkan masalah sistem kekebalan

terhadap penyakit infeksi, karena status gizi mempengaruhi daya tahan tubuh dari

serangan bakteri dan invasi virus HIV, kemudian meningkatkan risiko infeksi

oportunistik dan mempercepat progresivitas penyakit menjadi AIDS, mortalitas

yang meningkat dan penurunan waktu harapan hidup (Dewi, 2020). Status gizi

merupakan faktor yang penting bagi terjadinya penyakit infeksi oportunistik

termasuk penyakit tuberkulosis. Menurut (Saktina & Satriyasa, 2017), Virus HIV

Menyebabkan kerusakan atau penurunan pada sistem kekebalan tubuh dengan

melibatkan sel CD4, sehingga ODHA mempunyai kekebalan tubuh yang lemah.

21
Kekebalan tubuh akan semakin menurun bila menderita gangguan gizi (Anderson

et al., 2017). Pada ODHA dengan masalah pola makan dan status gizi, infeksi

prime dapat segera diikuti oleh penyakit penyerta salah satunya infeksi

oportunistik tuberkulosis. Hasil pemeriksaan sebelumnya menunjukkan bahwa

individu dengan status gizi buruk memiliki risiko 3,7 kali untuk mengalami

penyakit TB serius dibandingkan dengan individu dengan status gizi cukup

(Cahyanto et al., 2021). Penelitian ini sejalan dengan (Ahmed, Mekonnen,

Shiferaw, Belayneh, & Yenit, 2018), (Alemu et al., 2020) menunjukkan bahwa

ODHA yang memiliki gizi kurang <18,5 kg/m2 berisiko 3.17 kali terkena

penyakit TB paru dibandingkan dengan ODHA dengan status gizi baik.

Tubuh dapat melawan penyakit infeksi dengan baik bila diberikan

makanan bergizi dalam jumlah yang memadai. ODHA dengan gizi baik dapat

mencegah penyebaran Mycobacterium tuberculosis di dalam paru-paru (Razak,

2008). Namun, jenis makanan dan zat gizi yang dikonsumi harus dipertimbangkan

untuk mencegah gangguan gizi lainnya seperti kelebihan berat badan dan obesitas.

Konsumsi energi yang berlebihan, akan menyebabkan kegemukan. Obesitas pada

ODHA memiliki bahaya yang sama dengan status gizi kurang pada ODHA, akan

menyebabkan penurunan kekebalan dan meningkatkan risiko angka kesakitan dan

munculnya penyakit penyerta seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular

(Hapsari & Isfandiari, 2017). Penelitian (Purwaningsih, Misutarno, & Imamah,

2011) menyajikan (p=0,001) bahwa ada hubungan antara status gizi dan

pengobatan antiretroviral (ARV). Status gizi orang yang hidup dengan HIV dapat

dipengaruhi oleh pengobatan antiretroviral (ARV), kapasitas ARV untuk

22
meningkatkan imunitas karena tujuan utama HIV adalah sel limfosit CD4 yang

mengatur sistem imun. ODHA, terlepas dari pengobatan antiretroviral (ARV),

selain menjaga status gizi dengan asupan nutrisi yang memadai, juga perlu

meningkatkan aktifitas fisik. Aktifitas fisik berperan dalam meningkatkan

imunitas, mencegah dari penyakit kronis lain (Bachrun, 2017).

Satu lagi penyebab gizi kurang adalah tidak beragamnya pilihan pangan

individu yang diakibatkan kurangnya pengetahuan dan informasi tentang variasi

makanan dan kandungan gizi (Mustakim et al., 2021). Studi sebelumnya

mengklarifikasi kegagalan ODHA dalam memenuhi asupan gizi individu, salah

satunya karena ketidakmampuan secara finansial. ODHA akan fokus pada

pengobatan mulai dari kebutuhan menuju pelayanan kesehatan dan kebutuhan

tidak terduga ketika kondisi tubuh menurun, dibandingkan dengan mengutamakan

kebutuhan pangan. (Mustakim et al., 2021). Tinjauan lain mengungkapkan,

penurunan penghasilan dapat memicu hilangnya daya beli dalam memenuhi

kebutuhan pangan sehingga akan mempengaruhi status gizi (Mustakim et al.,

2021). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS dan status gizi. Berbeda dengan

ODHA yang memiliki status normal sehat, ODHA dengan masalah gizi IMI <

18.5kg/m2 memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami TB (Mustakim et al.,

2021). Hal ini sependapat dengan hasil penelitian (Melkamu et al., 2013),

(Puspita, Christianto, & Yovi, 2016) menunjukkan bahwa status gizi buruk

memberikan bahaya yang sangat besar terhadap angka kejadian tuberkulosis pada

orang dengan HIV/AIDS (p=0,029). Status gizi dengan IMT < 18,5 berhubungan

23
dengan angka kejadian tuberkulosis pada ODHA (Yuniar et al., 2017), (Oljira &

Ifa, 2017). Terjadi peningkatan mortalitas orang yang hidup dengan HIV/AIDS

dengan faktor gizi kurang. Oleh karena itu, ODHA perlu menjaga serta memenuhi

asupan gizi dan aktivitas fisik untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan

fisiknya (Amelia, 2021).

4.6 Terapi Antiretroviral (ARV)

Dari 14 artikel jurnal terdahulu yang memenuhi kriteria inklusi, 5 artikel di

antaranya mengulas tentang variabel terapi antietroviral (ARV) terhadap kejadian

tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS (Y. M. Alemu et al., 2016), (A.

Alemu, Yesuf, et al., 2020), (Negussie et al., 2018), (Nhandara et al., 2020), (Van

Halsema et al., 2020). Sampai saat ini belum ada obat untuk infeksi HIV, namun

penggunaan pengobatan antiretroviral (ARV) dapat mengendalikan infeksi HIV

secara memadai. Pengobatan Antiretroviral (ARV) adalah pengobatan yang

dilakukan untuk menurunkan jumlah replikasi infeksi HIV, sehingga akan

meningkatkan status imun ODHA, meningkatkan kualitas hidup,

mempertahankan stadium klinis agar tidak memburuk. dan mengurangi kematian

dari penyakit oportunistik (Ningrum, 2015). Human Immunodeficiency virus

(HIV) Menyebabkan kerusakan atau penurunan sistem kekebalan dengan merusak

dan menghancurkan sel CD4 (Cluster of differentiation 4) yang merupakan jenis

trombosit yang penting untuk sistem kekebalan (Anderson et al., 2017). CD4

dalam batas normal 500-1500 mm3, pengidap penyakit HIV akan mengalami

penurunan jumlah CD4 di bawah jangkauan normal dengan pengobatan

24
antiretroviral yang menekan jumlah replikasi infeksi HIV, diharapkan bahwa

orang yang hidup dengan HIV mengalami peningkatkan jumlah CD4 mereka

(Jamil, 2014). Sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan (A. Alemu, Yesuf,

et al., 2020); (Negussie et al., 2018) bahwa pasien yang telah menjalani

pengobatan ARV akan memiliki kadar limfosit CD4 yang tinggi, mengingat

progresivitas infeksinya terhambat oleh pengobatan antiretroviral. Penelitian

tersebut sejalan dengan (Adiningsih et al., 2018) mendapatkan p=0,004 Hasil ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan penggunaan pengobatan

ARV dengan peningkatan jumlah CD4 terhadap pada kejadian tuberkulosis pada

ODHA.

Kepatuhan sangat penting untuk pencapaian pengobatan antiretroviral

(ARV). Tidak semua korban HIV/AIDS patuh minum obat, hal ini dikarenakan

mereka lalai atau terlambat minum obat dan ODHA tidak mengambil porsi yang

disarankan, porsi dan strategi yang tepat merupakan variabel yang signifikan

untuk kemajuan pengobatan antiretroviral. Hal ini terlihat dari kondisi kesehatan

pasien yang membaik dan jumlah CD4 yang meningkat setelah penggunaan ARV

(Bachrun, 2017). Di Indonesia, tingkat konsistensi pasien dalam pengobatan

HIV/AIDS sangat rendah, tepatnya 40-70% yang masih di bawah target nasional

dengan tingkat kepatuhan 95% (Unzila, 2016). Hasil pemeriksaan menunjukkan

bahwa usia, jenis kelamin, tingkat pengetahuan, efek samping obat, dukungan

keluarga, dan akses ke layanan kesehatan merupakan faktor resiko terhadap

derajat kepatuhan ODHA dalam penggunaan pengobatan ARV (Nyoman et al.,

2018). (Wulandari, 2015) Menyatakan ada hubungan antara kepatuhan dengan

25
keberhasilan pengobatan ARV, dimana tujuan pengobatan ARV adalah untuk

meningkatkan kadar limfosit CD4 pada pasien HIV. (Hayatiningsih et al., 2017)

Menyatakan hal yang persis bahwa ODHA yang mengalami peningkatan jumlah

CD4 adalah orang-orang yang memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap

pengobatan. Terlepas dari kegagalan pengobatan antiretroviral (ARV),

ketidakpatuhan dapat mengakibatkan resistensinya ODHA dari obat ARV

(Santosa & Made Susila Utama, 2017).

Dengan meningkatkan jumlah CD4 dalam rentang normal setelah

menggunakan pengobatan antiretroviral (ARV), dapat meningkatkan kualitas

hidup orang yang hidup dengan HIV, mengurangi jumlah morbiditas dan

mortalitas akibat infeksi oportunistik (Widiyanti & Sandy, 2016). Penelitian

sebelumnya yang dilakukan (Y. M. Alemu et al., 2016) menyatakan bahwa orang

dengan HIV/AIDS yang menggunakan pengobatan antiretroviral akan memiliki

kadar CD4 yang lebih baik 200-349 sel/l (21,5%), 350-499 sel/Μl (9,8%), dan

500 sel/Μl (7,5%) dibandingkan dengan orang dengan HIV/AIDS tanpa

pengobatan antiretroviral. Sependapat dengan penelitian (Nhandara et al., 2020);

(Van Halsema et al., 2020) diteruskan bahwa orang yang hidup dengan

HIV/AIDS yang menggunakan ARV memiliki kualitas hidup lebih baik daripada

orang yang hidup dengan HIV tanpa ARV. Hasil penyelidikan sebelumnya juga

menunjukkan bahwa p=0,004 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara pengobatan antiretroviral dan tingkat kejadian tuberkulosis pada

orang dengan HIV/AIDS (Ahmed et al., 2018); (Kartika Sari et al., 2019).

Tuberkulosis pada ODHA erat kaitannya dengan kadar CD4, semakin baik kadar

26
CD4 pada ODHA, semakin kecil faktor risiko frekuensi kejadian penyakit

oportunistik, begitu pula sebaliknya semakin buruk kadar CD4, semakin tinggi

faktor resiko kejadian penyakit TBC (T. Karyadi, 2017). Jadi mengendalikan

jumlah CD4 dengan pengobatan antiretroviral (ARV) adalah tahap yang

signifikan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik dan

mencegah tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS (Yuliandra et al., 2017).

4.7 Jumlah CD4 (Cluster of differentiation 4)

Dari 14 artikel jurnal pada kajian literatur, terdapat 7 artikel yang

mengulas tentang variabel jumlah CD4 terhadap kejadian penyakit tuberkulosis

pada orang dengan HIV/AIDS (Oljira & Ifa, 2017), (Belay et al., 2019), (A.

Alemu, Yesuf, et al., 2020), (Da Silva Escada et al., 2017), (Méda et al., 2013),

(Abdu et al., 2021), (Van Halsema et al., 2020). Cluster of differentiation 4 (CD4)

adalah jenis limfosit yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.

Kapasitas CD4 sebagai reseptor yang mengenali, mengikat dan melawan infeksi

yang masuk ke dalam tubuh (Hastuti Ningsih et al., 2020). Secara klinis hitung

jumlah limfosit Cluster of differentiation 4 (CD4) digunakan untuk mendiagnosis

seberapa baik keadaan sistem imun ODHA ketika jumlah di bawah 350 sel/mm3

kondisi ini dipandang sebagai AIDS yang diikuti dengan gejala-gelaja klinis dan

infeksi oportunistik (Uly et al., 2020). Pada orang dengan HIV/AIDS, jumlah

CD4 akan berkurang. Penurunan kadar CD4 disebabkan oleh Human

Immunodeficiency virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh dengan

CD4 sebagai sel tujuannya, menyebabkan kematian sel CD4 yang ekstrim

27
(Letissia, 2019). Yang mana hal ini sesuai dengan (Daramatasia &

Soelistyoningsih, 2019) mengatakan bahwa pasien HIV akan memiliki tingkat

limfosit CD4 lebih rendah daripada orang tanpa infeksi HIV, di mana rentang

normal berkisar antara 500-1500 sel/mm3 untuk orang tanpa infeksi HIV.

Lemahnya sistem kekebalan tubuh, yang digambarkan dengan jumlah

CD4 yang rendah, akan membuat orang dengan HIV/AIDS lebih tidak berdaya

melawan serangan infeksi oportunistik dan memperburuk stadium klinis (Natalia

et al., 2015). Orang yang hidup dengan HIV dengan jumlah CD4 <200 sel/mm 3

enam kali lebih beresiko terhadap infeksi oportunistik daripada mereka yang

memiliki jumlah CD4 >350 sel/mm3, mengingat penelitian ini dapat dikatakan

bahwa jumlah CD4 yang rendah dapat membuat orang lebih tidak rentan terhadap

infeksi oportunistik (Kornelis, 2019); (Van Halsema et al., 2020). Mengingat hasil

uji statistik hubungan antara kadar CD4 dan frekuensi penyakit oportunistik,

diperoleh nilai p=0,001 (p<0,005), bermakna bahwa ada hubungan yang

signifikan antara kadar CD4 dan tingkat kejadian infeksi oportunistik pada

penderita HIV/AIDS (Oktawainingtyas, 2021). Efek lanjutan dari penelitian

sebelumnya juga mensurvei hal yang persis dan memperoleh nilai p=0,004,

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat CD4 dan

tingkat kejadian penyakit oportunistik pada orang dengan HIV/AIDS (Yogani,

Karyadi, & Uyainah, 2015); (Belay et al., 2019); (Méda et al., 2013).

Pada HIV stadium lanjut, sel CD4 akan terus berkurang jumlah dan

kapasitasnya sehingga akan mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap

tuberkulosis, oleh karena itu perlu dilakukan langkah klinis untuk meningkatkan

28
harapan hidup ODHA. sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan (A. Alemu,

Yesuf, et al., 2020); (Negussie et al., 2018), bahwa pasien yang telah menjalani

pengobatan ARV akan memiliki kadar limfosit CD4 yang tinggi, karena

pergerakan infeksi dapat dihambat oleh pengobatan antiretroviral. Penelitian

tersebut sejalan dengan (Adiningsih et al., 2018) didapatkan p=0,004 Hasil ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan

pengobatan ARV dengan peningkatan sel CD4 terhadap frekuensi kejadian

tuberkulosis pada ODHA. Selain penggunaan ARV, pemenuhan status gizi juga

dapat meningkatkan jumlah CD4, secara statistik ODHA dengan status gizi baik

memiliki kadar limfosit CD4 >350 sel/mm3 dibandingkan dengan ODHA dengan

status gizi kurang, sehingga pemantauan status gizi pada ODHA harus tetap

dilakukan (Amin et al., 2019). Meskipun demikian, peningkatan sel CD4 tidak

sama untuk semua orang dengan HIV/AIDS serta terdapat faktor lain yang terkait

dengan peningkatan sel CD4 pada pasien HIV (T. H. Karyadi, 2017). Terdapat

hubungan yang bermakna antara jumlah CD4 dengan kejadian penyakit

tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS (Oljira & Ifa, 2017); (Yogani,

Karyadi, Uyainah, et al., 2015). Sejalan dengan penelitian (Kusuma, 2014); (Abdu

et al., 2021) yang mengulas hubungan antara CD4 dan TBC, didapatkan bahwa

p=0,000 (p <0,005) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

tingkat Cluster of differentiation 4 (CD4) dan tingkat tuberkulosis pada orang

dengan HIV/AIDS.

29
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Infeksi human immunodeficiency virus (HIV) melemahkan sistem

kekebalan tubuh dengan menyerang limfosit / sel darah putih (CD4)

mengakibatkan Orang dengan HIV/AIDS sangat rentan untuk terinfeksi

Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis. Usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan dan pengetahuan, status gizi, terapi antiretroviral

(ARV) serta jumlah CD4 memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian

penyakit tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS sehingga hal tersebut

menjadi faktor resiko dari kejadian penyakit tuberkulosis pada orang dengan

HIV/AIDS.

Untuk meningkatkan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di perlukan

dukungan dari tenaga kesehatan dan keluarga untuk tetap memberikan motifasi

dan semangat hidup agar ODHA dapat melakukan aktifitas sehari-hari walau

dengan infeksi HIV, selain itu di perlukan juga kemauan dari dalam diri untuk

melakukan upaya pencegahan dan pengobatan serta mencegah penularan penyakit

tuberkulosis dan HIV/AIDS kepada orang lain. Untuk menumbuhkan hal tersebut

di perlukan pendidikan tentang penyakit tuberkulosis dan HIV/AIDS dari

pemerintah dan tenaga kesehatan. Mengendalikan jumlah CD4 merupakan hal

penting untuk meningkatkan kualitas dan harapan hidup orang dengan HIV/AIDS,

30
hal tersebut dapat di lakukan dengan pola hidup sehat, pemenuhan status gizi dan

penggunaan terapi antiretroviral (ARV) yang mampu menekan jumlah replikasi

virus HIV. Kepatuhan sangat diperlukan untuk keberhasilan tindakan pencegahan

dan pengobatan tuberkulosis, di karenakan tindakan tersebut di lakukan secara

berkesinambungan dan terus-menerus. Dengan beberapa tindakan tersebut di

harapkan dapat meningkatkan kualitas dan harapan hidup ODHA dan menekan

angka kematian akibat penyakit tuberkulosis pada orang dengan HIV/ADS.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan keterbatasan penelitian ini terdapat berbagai saran

untuk penelitian ini, yaitu:

1. Untuk masyarakat agar lebih meningkatkan pencegahan diri dari penyakit

HIV/AIDS dan tuberkulosis dengan tetap menjaga pola hidup sehat unutk

menekan angka prevalensi dan penularan ko-infeksi HIV/AIDS dan

tuberkulosis.

2. Untuk institusi dan mahasiswa agar mengambil peran dalam pencegahan

penularan penyakit HIV/AIDS dan tuberkulosis

3. Untuk pemerintah agar dapat meningkatkan strategi pengelolaan promotif

dan preventif terhadap infeksi tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS

agar meningkatkan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS.

31
4. Untuk penelitian kedepannya, terus mengedukasi masyarakat tentang

tuberkulosis maupun HIV/AIDS agar masyarakat tetap menjaga pola

hidup sehat dan menjauhi faktor resiko penyakit, terlebih pada orang

dengan HIV/AIDS yang sangat rentan terhadap penyakit oportunistik

32
DAFTAR PUSTAKA

Abdu, M. … Hussien, A. (2021). Determinant factors for the occurrence of


tuberculosis after initiation of antiretroviral treatment among adult patients
living with HIV at Dessie Referral Hospital, South Wollo, Northeast Ethiopia,
2020. A case-control study. PLoS ONE, 16, 1–14.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0248490

Adiningsih, S. … Wahyuni, T. (2018). CD4+ dan Faktor yang Memengaruhi


Kepatuhan Terapi Antiretroviral pada Orang dengan HIV/AIDS di Jayapura.
ejournal2.litbang.kemkes.go.id, 46(2), 87–96.
https://doi.org/10.22435/bpk.v46i2.306

Adnan, M. … Isworo, J. T. (2013). Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)


dengan kadar gula darah penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 rawat jalan di
RS Tugurejo Semarang. jurnal.unimus.ac.id, 2(1), 18–24.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jgizi/article/view/752

Ahmed, A. … Yenit, M. K. (2018a). Incidence and determinants of


tuberculosis infection among adult patients with HIV attending HIV care in
north-east Ethiopia: A retrospective cohort study. BMJ Open, 8(2), 1–14.
https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-016961

Ahmed, A. … Yenit, M. K. (2018b). Incidence and determinants of


tuberculosis infection among adult patients with HIV attending HIV care in
north-east Ethiopia: A retrospective cohort study. BMJ Open, 8(2).
https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-016961

Alemu, A. … Bitew, Z. W. (2020). l P of. International Journal of Infectious


Diseases, 20, 1–30. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.02.053

Alemu, A. … Worku, T. (2020). Poor treatment outcome and its predictors


among drug-resistant tuberculosis patients in Ethiopia: A systematic review
and meta-analysis. In International Journal of Infectious Diseases (Vol. 98,
hal. 420–439). Elsevier B.V. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.05.087

Alemu, Y. M. … Wilder-smith, A. (2016). Determinants for tuberculosis in


HIV-infected adults in Northwest Ethiopia : a multicentre case – control study.
6, 1–6. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2015-009058

Alene, K. A. … Clements, A. C. A. (2019). Spatial patterns of tuberculosis


and HIV coinfection in Ethiopia. PLoS ONE, 14(12).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0226127

Ambar Yunita Nugraheni, Rizki Amelia, I. F. rizki. (2019). EVALUASI


TERAPI ANTIRETROVIRAL PASIEN HIV/AIDS. In

33
journal.stikeskendal.ac.id (Vol. 8, Nomor 2).
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/far/article/view/567

Amelia, E. (2021). HUBUNGAN STATUS GIZI TERHADAP KEMATIAN


ANAK HIV/AIDS. jurnalmedikahutama.com.
http://www.jurnalmedikahutama.com/index.php/JMH/article/view/259

Amin, M. … Fitriangga, A. (2019). Hubungan antara Status Gizi dan Kadar


Limfosit CD4 Pasien HIV/AIDS di RSJD Sungai Bangkong Pontianak.
jurnal.untan.ac.id, 5(2), 770–779.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/view/37961

Anderson, K. … Sofro, M. A. U. (2017). Hubungan Status Gizi Dengan


Kualitas Hidup Orang Dengan HIV/AIDS Di Semarang.
ejournal3.undip.ac.id, 6(2), 692–704.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/article/view/18587

Ardhitya, S., & Liena, S. (2015). Faktor-faktor terjadinya tuberkulosis.


journal.unnes.ac.id.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/3372

Arpagaus, A. … Weisser, M. (2020). Extrapulmonary tuberculosis in HIV-


infected patients in rural Tanzania: The prospective Kilombero and Ulanga
antiretroviral cohort. PLoS ONE, 15(3).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0229875

Bachrun, E. (2017). Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum


obat antiretroviral pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
2trik.jurnalelektronik.com, 7(1), 57–61.
http://2trik.jurnalelektronik.com/index.php/2trik/article/view/61

Belay, Z. … Yilma, M. T. (2019). Determinants of Tuberculosis among HIV


infected adults in Horro Guduru Wollega Zone , West Ethiopia : A facility-
based case-control study. 1–29.

Bisallah, C. I. … Onyilo, M. O. (2018). Effectiveness of health education


intervention in improving knowledge, attitude, and practices regarding
Tuberculosis among HIV patients in General Hospital Minna, Nigeria – A
randomized control trial. PLoS ONE, 13(2).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0192276

Cahyanto, E. B. … Musfiroh, M. (2021). Pemantauan Status Gizi pada Anak


dengan HIV AIDS. ejournal.ijmsbm.org, 8.
http://www.ejournal.ijmsbm.org/index.php/ijms/article/view/264

Cahyawati, F. (2018a). Tatalaksana TB pada Orang dengan HIV/AIDS


(ODHA). 103.13.36.125, 45.

34
http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/619

Cahyawati, F. (2018b). Tatalaksana TB pada Orang dengan HIV/AIDS


(ODHA). 103.13.36.125, 45(9).
http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/619

Chen, J. … Li, T. (2015). Prevalence and determinants of HIV in tuberculosis


patients in Wuxi City, Jiangsu province, China: a cross-sectional study.
International Journal of STD and AIDS, 27(13), 1–9.
https://doi.org/10.1177/0956462415612618

Da Silva Escada, R. O. … Veloso, V. G. (2017). Mortality in patients with


HIV-1 and tuberculosis co-infection in Rio de Janeiro, Brazil - associated
factors and causes of death. BMC Infectious Diseases, 17(1), 1–10.
https://doi.org/10.1186/s12879-017-2473-y

Daramatasia, W., & Soelistyoningsih, D. (2019). HUBUNGAN JUMLAH


CD4 DENGAN KUALITAS HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS
(ODHA). Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada, 8(1), 41–52.
https://doi.org/10.33475/JIKMH.V8I1.198

Dewi, P. C. (2020). Hubungan Faktor Demografi, Faktor Klinik dan Faktor


Perilaku terhadap Status Gizi pada Orang dengan HIV/AIDS Menggunakan
Indeks Massa Tubuh di Kabupaten. repository.unej.ac.id.
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102722

Dotulong, J. F. J. … Kandou, G. D. (2015). Hubungan faktor risiko umur,


jenis kelamin dan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB Paru di
Desa Wori Kecamatan Wori. ejournal.unsrat.ac.id.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JKKT/article/view/7773

Dwiputra Yogi, P. … Parwati M, T. (2019). Karakteristik pasien HIV/AIDS


dengan koinfeksi tuberkulosis pada Poliklinik VCT RSUP Sanglah.
medicinaudayana.org, 50(2). https://doi.org/10.15562/Medicina.v50i2.275

Dzah, S. M. … Lutala, P. M. (2019). Knowledge, attitudes and practices


regarding HIV/AIDS among senior high school students in Sekondi-Takoradi
metropolis, Ghana. African Journal of Primary Health Care and Family
Medicine, 11(1). https://doi.org/10.4102/phcfm.v11i1.1875

Eka Anggraeni, D., & Ratna Rahayu, S. (2018). HIGEIA JOURNAL OF


PUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT GEJALA KLINIS
TUBERKULOSIS PADA KELUARGA PENDERITA TUBERKULOSIS
BTA POSITIF Info Artikel. In journal.unnes.ac.id.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Erawatyningsih, E. … Subekti, H. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi

35
ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis paru. core.ac.uk, 25(3),
117–124. https://core.ac.uk/download/pdf/295355658.pdf

Fadlilah, S., & Aryanto, E. (2019). Faktor yang Berhubungan dengan


Pengetahuan TB Paru dan Dukungan Sosial Pasien RS Khusus Paru Respira.
ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id, 15(2), 168–173.
https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/1804

Fekadu, S. … Alemu, G. (2015). Prevalence and determinants of Tuberculosis


among HIV infected patients in south Ethiopia. Journal of Infection in
Developing Countries, 9(8), 898–904. https://doi.org/10.3855/jidc.5667

Fitriani, E. (2012). Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Tuberkulosis Paru (Studi Kasus di Puskesmas Ketanggungan Kabupaten
Brebes Tahun 2012). journal.unnes.ac.id.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/3034

Francisco, C. … Leyritana, K. (2019). Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-


TB) and multidrug-resistant HIV (MDR-HIV) syndemic: Challenges in
resource limited setting. BMJ Case Reports, 12(8).
https://doi.org/10.1136/bcr-2019-230628

Handayani, F., & Dewi, F. S. T. (2017). Faktor yang mempengaruhi kualitas


hidup orang dengan HIV/AIDS di Kota Kupang. core.ac.uk, 33(11), 509–514.
https://core.ac.uk/download/pdf/295356016.pdf

Hanifa, A., & Mahmuda, I. (2020). Gambaran Status Gizi Pasien yang baru
Terdiagnosis HIV dan Komorbid Tuberkulosis. 9(3), 132–138.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/handle/11617/11993

Hapsari, P., & Isfandiari, M. (2017). Hubungan Sosioekonomi dan Gizi


dengan Risiko Tuberkulosis pada Penderita DM Tipe 2. e-journal.unair.ac.id,
5(2), 185–194. https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.185-194

Hardini, F. … Febry, F. (2011). Determinant of Tuberculosis in Adult in the


Working Area of Boom Baru Public Health Center of Palembang. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat, 2(1), 39–44.

Hastuti Ningsih, F. … Mustikasari. (2020). Kesejahteraan Spiritual dengan


Kejadian Infeksi Oportunistik pada ODHA. journal.ipm2kpe.or.id, 4(1).
https://doi.org/10.31539/jks.v4i1.1618

Hayatiningsih, A. … Sitorus, T. (2017). Hubungan Lamanya Terapi ARV


dengan Kepatuhan Minum Obat pada Anak HIV di Klinik Teratai.
journal.unpad.ac.id, 3(2), 80–83.
http://journal.unpad.ac.id/jsk_ikm/article/view/15007

Iwan, B. S. … Dwi, S. (2018). Analisis Faktor Risiko Kejadian penyakit

36
Tuberculosis Bagi Masyarakat Daerah Kumuh Kota Palembang (Artikel
Jurnal). repository.unsri.ac.id, 2(17), 87–94.
https://repository.unsri.ac.id/40183/

Jamil, K. (2014). Profil kadar CD4 terhadap infeksi oportunistik pada


penderita human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency
syndrome (HIV/AIDS) di RSUD dr. jurnal.unsyiah.ac.id, 14(2), 76–80.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/viewFile/2735/2583

Juszkiewicz, K. … Głowacka, M. (2020). Effectiveness of tuberculosis


prophylaxis in patients with HIV/AIDS– retrospective analysis of data from
Almaty, Kazakhstan, 2010–2015. Annals of Agricultural and Environmental
Medicine, 27(4), 695–701. https://doi.org/10.26444/aaem/118611

Kambu, Y. … Kuntarti. (2016). Umur orang dengan HIV AIDS (ODHA)


berhubungan dengan tindakan pencegahan penularan HIV. jki.ui.ac.id, 19(3),
200–207. https://doi.org/10.7454/jki.v19i3.473

Kartika Sari, Y. … Putri Hidayat, A. (2019). Analisis Faktor Yang


Mempengaruhi Kepatuhan Pasien HIV-AIDS Dalam Terapi Antiteroviral
(ARV). ejurnal-citrakeperawatan.com, 7(2). http://www.ejurnal-
citrakeperawatan.com/index.php/JCK/article/view/116/126

Karyadi, T. (2017). Keberhasilan Pengobatan Terapi Antiretroviral.


jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id, 4(1).
http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/105

Karyadi, T. H. (2017). Keberhasilan Pengobatan Terapi Antiretroviral. Jurnal


Penyakit Dalam Indonesia, 4(1), 1–3. https://doi.org/10.7454/JPDI.V4I1.105

Kondoy, P. P. H. … Pakasi, T. A. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan


dengan kepatuhan berobat pasien Tuberkulosis Paru di Lima Puskesmas di
Kota Manado. ejournal.unsrat.ac.id, II.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/JKKT/article/view/4038

Kornelis, R. (2019). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Jumlah CD4


Pada Odha Di Yayasan Cahaya Kasih Peduli Turen. http://repository.itsk-
soepraoen.ac.id/340/

Korua, E. S. … Kawatu, P. A. (2015). Hubungan Antara Umur, Jenis Kelamin


dan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru pada Pasien Rawat Jalan di
Rumah Sakit Umum Daerah Noongan. fkm.unsrat.ac.id.
https://fkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/JURNAL-ELISA-S.-
KORUA.pdf

Krisnahari, K. L. … Pencegahan, K. (2018). KARAKTERISTIK PASIEN


HIV/AIDS DENGAN KOINFEKSI TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT

37
UMUM DAERAH (RSUD) BADUNG DAN KLINIK BALI MEDIKA
KUTA. In ocs.unud.ac.id (Vol. 7, Nomor 11). Nopember.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

Krisnahari, K. L., & Sawitri, A. A. S. (2018). Karakteristik Pasien HIV/AIDS


dengan Koinfeksi Tuberkulosis di Rumah sakit Umum Daerah (RSUD)
Badung dan Klinik Bali Medika Kuta. ojs.unud.ac.id, 7(11), 2303–1395.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/44090/26805

Kunarisasi, S. … Hamdah, N. (2019). Hubungan Umur dan Jenis Kelamin


Terhadap Keberhasilan PITC (Provider Initiated Testing And Counselling)
Pada Pasien TB Di Kota Medan Tahun 2017. ejournal.upnvj.ac.id, 13(2).
https://doi.org/10.33533/jpm.v13i2.810

Kusuma, A. (2014). Hubungan Kadar CD4 Dengan Kejadian Kandidiasis


Oral Pada Penderita Hiv/Aids Di Rsud Moewardi.
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/29228

Letissia, A. (2019). HUBUNGAN ANTARA KADAR CD4 DAN INFEKSI


OPORTUNISTIK PADA PASIEN INFEKSI HIV USIA DEWASA DI RSUP
DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG.
https://repository.unsri.ac.id/23608/

Lisiana, N. … Noviyani, R. (2011). Studi penggunaan obat anti tuberkulosis


pada pasien TB-HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2009. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan, 14(2), 99.
https://core.ac.uk/download/pdf/290134754.pdf

Mardhatillah, H. … Gayatri, A. Y. (2019). PREVALENSI DAN


KARAKTERISTIK GANGGUAN FUNGSI GINJAL PADA PASIEN HIV
YANG MENGGUNAKAN TERAPI ARV BERBASIS TENOFOVIR DI
RSUP. In JURNAL MEDIKA UDAYANA (Vol. 8, Nomor 11). NOPEMBER.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

Marfidhotul Iftitah, N. … Warih Gayatri, R. (2020). FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI TERJADINYA KO-INFEKSI TUBERCULOSIS PADA
PASIEN HIV/AIDS DI KABUPATEN MALANG. In Preventia: Indonesian
Journal of Public Health (Vol. 5, Nomor 1).
http://journal2.um.ac.id/index.php/preventia/article/view/14781

Margareth, W. … MArgawari, A. (2018). HUBUNGAN ASUPAN SENG,


VITAMIN A, DAN STADIUM KLINIS TERHADAP STATUS GIZI DAN
JUMLAH CD4+ PADA ANAK TERINFEKSI HIV DI WILAYAH KOTA.
ejournal2.litbang.kemkes.go.id, 10(1), 13–26.
https://doi.org/10.22435/mgmi.v10i1.594

Martina, A. D. (2012). HUBUNGAN USIA, JENIS KELAMIN DAN STATUS

38
NUTRISI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA PASIEN TUBERKULOSIS
JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH. 1–13.

Masruroh, M, B. V. (2020). GAMBARAN KARAKTERISTIK KEJADIAN


HIV/AIDS DAN TB PARU DI KAWASAN INDUSTRI KABUPATEN
JEPARA BAGIAN SELATAN. ejournal.annurpurwodadi.ac.id, 5.
http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCBid/article/view/248

Méda, Z. C. … Chen, Y. M. A. (2013). Risk factors of tuberculosis infection


among HIV/AIDS patients in Burkina Faso. AIDS Research and Human
Retroviruses, 29(7), 1045–1055. https://doi.org/10.1089/aid.2012.0239

Melkamu, H. … Dessie, Y. (2013). Determinants of tuberculosis infection


among adult HIV positives attending clinical care in western Ethiopia: A case-
control study. AIDS Research and Treatment, 2013.
https://doi.org/10.1155/2013/279876

Miftahul J T, S. EL, & Mita Aaly Ramadhan, R. (2019). Prevalensi


Tuberkulosis Paru Pada Penderita HIV Di RSKO Jakarta Periode Januari
2016− Desember 2017. Open Journal System (OJS): journal.thamrin.ac.id,
5(2). http://journal.thamrin.ac.id/index.php/anakes/issue/view/34

Miftakhul, J. (2019). Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan


Peningkatan Prevalensi Kejadian TB MDR di Kabupaten Brebes Tahun 2011-
2017. core.ac.uk, 08(2), 64–70.
https://core.ac.uk/download/pdf/295415944.pdf

Misgina, K. H. … Tilahun, Y. G. (2019). Predictors of mortality among adult


people living with HIV/AIDS on antiretroviral therapy at Suhul Hospital,
Tigrai, Northern Ethiopia: A retrospective follow-up study. Journal of Health,
Population and Nutrition, 38(1). https://doi.org/10.1186/s41043-019-0194-0

Munir, Z., & Romadoni, F. (2019). Pengaruh Pendidikan Dan Pekerjaan


Orangtua Dengan Tingkat Kepatuhan Arv Pada Anak HIV/AIDS.
jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id.
http://jurnalilmiah.stikescitradelima.ac.id/index.php/JI/article/view/41

Mustakim, M. … Sofiany, I. (2021). Pola Konsumsi Pangan Penduduk Usia


Produktif Pada Masa Pandemi Covid-19. jurnal.unej.ac.id, 17(1), 1–12.
https://doi.org/10.19184/ikesma.v0i0.27203

Mustamu, A. C. … Pratiwi, I. G. (2019). Hubungan antara dukungan keluarga


dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV dan AIDS. jkp.poltekkes-
mataram.ac.id, 13(1). https://doi.org/10.32.807/jkp.v13i1.211

Narasimhan, P. … Mathai, D. (2013). Risk factors for tuberculosis. In


Pulmonary Medicine. Hindawi Publishing Corporation.

39
https://doi.org/10.1155/2013/828939

Natalia, D. … Mukarromah, A. (2015). Hubungan kadar CD4 terhadap


kejadian infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS di RSUD dr. Soedarso
Pontianak tahun 2013. jurnal.untan.ac.id, 1(2).
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/JKK/article/view/42995

Ndlovu, N. … Murray, J. (2017). Four decades of pulmonary tuberculosis in


deceased South African miners: trends and determinants. In oem.bmj.com.
https://oem.bmj.com/content/75/11/767.abstract

Negussie, A. … Tadesse, F. (2018a). Tuberculosis co-infection and its


associated factors among People living with HIV/AIDS attending
antiretroviral therapy clinic in southern Ethiopia: A facility based
retrospective study. BMC Research Notes, 11(1), 1–5.
https://doi.org/10.1186/s13104-018-3530-3

Negussie, A. … Tadesse, F. (2018b). Tuberculosis co-infection and its


associated factors among People living with HIV/AIDS attending
antiretroviral therapy clinic in southern Ethiopia: A facility based
retrospective study. BMC Research Notes, 11(1).
https://doi.org/10.1186/s13104-018-3530-3

Nhandara, R. B. C. … Nyasulu, P. S. (2020). Determinants of adherence to


clinic appointments among tuberculosis and HIV co-infected individuals
attending care at Helen Joseph Hospital, Johannesburg, South Africa. Pan
African Medical Journal, 37(118), 1–12.
https://doi.org/10.11604/pamj.2020.37.118.23523

Ningrum, O. (2015). HUBUNGAN ANTARA JUMLAH CD4 DAN LAMA


PENGGUNAAN TERAPI ARV DENGAN KEJADIAN INFEKSI
OPORTUNISTIK TUBERKULOSIS PADA PASIEN HIV.
http://repository.unimus.ac.id/1487/

Nurjana, M. A. (2015a). Faktor Risiko Terjadinya Tubercolosis Paru Usia


Produktif (15-49 Tahun) di Indonesia. Media Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 25(3), 163–170.

Nurjana, M. A. (2015b). Faktor risiko terjadinya Tuberculosis paru usia


produktif (15-49 tahun) di Indonesia. neliti.com.
https://www.neliti.com/publications/20736/faktor-risiko-terjadinya-
tuberculosis-paru-usia-produktif-15-49-tahun-di-indones

Nurkumalasari … Ningsih, N. (2016). Hubungan karakteristik penderita


tuberkulosis paru dengan hasil pemeriksaan dahak di Kabupaten Ogan Ilir.
ejournal.unsri.ac.id, 3(2), 2355–5459.
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jk_sriwijaya/article/view/4242/0

40
Nyoman, N. … Sari, K. (2018). Prediktor kepatuhan pengguna antiretroviral
pada orang dengan hiv/aids lelaki seks dengan lelaki di klinik bali medika
tahun 2013 & 2014. ojs.unud.ac.id, 7(8), 2303–1395.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/42604/25860

Octavianty, L. … Rosadi, D. (2015). Pengetahuan, Sikap dan Pencegahan


HIV/AIDS pada Ibu Rumah Tangga. journal.unnes.ac.id, 11(1), 53–58.
https://doi.org/10.15294/kemas.v11i1.3464

Oktarina, O., & Hanafi, F. (2009). Hubungan antara karakteristik responden,


keadaan wilayah dengan pengetahuan, sikap terhadap HIV/AIDS pada
masyarakat Indonesia. neliti.com.
https://www.neliti.com/publications/21288/hubungan-antara-karakteristik-
responden-keadaan-wilayah-dengan-pengetahuan-sikap

Oktawainingtyas, Y. (2021). Determinan Kadar Cluster Diferensiasi 4 (CD4)


pada Orang dengan HIV/AIDS. ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id, 12(1).
http://www.ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/2423

Oljira, H., & Ifa, M. (2017). Determinants of Active Tuberculosis among


HIV-Positive Adults Attending Clinical Care in Ambo general hospital and
Gedo hospital , West Shoa Zone , Oromia , Ethiopia ( unmatched case-
controlstudy ). Journal of Medicine, Physiology and Biophysics, 33, 11–27.

Pratiwi, D., & Rosida, L. (2018). Hubungan Pengetahuan Tentang HIV/AIDS


Dengan Pemanfaatan Pelayanan VCT di Puskesmas Gedongtengen
Yogyakarta. core.ac.uk. https://doi.org/10.26714/jk.7.1.2018.23-27

Purwaningsih … Imamah, S. (2011). Analisis faktor pemanfaatan VCT pada


orang risiko tinggi HIV/AIDS. e-journal.unair.ac.id, 6(1), 58–67.
https://www.e-journal.unair.ac.id/JNERS/article/view/3966

Puspita, E. … Yovi, I. (2016). Gambaran status gizi pada pasien tuberkulosis


paru (TB paru) yang menjalani rawat jalan di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru. JOM FK, 3(2).
https://www.neliti.com/publications/186965/gambaran-status-gizi-pada-
pasien-tuberkulosis-paru-tb-paru-yang-menjalani-rawat

Razak, R. (2008). Pengaruh konseling gizi pada penderita HIV/AIDS untuk


perubahan perilaku makan dan status gizi di RSUP DR Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/7497/2/rusdirazak-325-1-ps0333 1-2.pdf

Resende, N. H. de … Carvalho, W. da S. (2019). Drug therapy problems for


patients with tuberculosis and HIV/AIDS at a reference hospital. Einstein (Sao
Paulo, Brazil), 17(4), eAO4696.
https://doi.org/10.31744/einstein_journal/2019AO4696

41
Ressa, A. S. … Andik, S. (2021). ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN
TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KELURAHAN
CIPINANG BESAR UTARA KOTA ADMINISTRASI. jurnal.unsil.ac.id,
17(2), 2774–5244. http://jurnal.unsil.ac.id/index.php/jkki/article/view/3893

Riza, L. (2015). Hubungan Perilaku Merokok dengan Kejadian Gagal


Konversi Pasien Tuberkulosis Paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat
(BKPM) Wilayah Semarang. http://lib.unnes.ac.id/22914/

Rizki Amelia, E. (2021). HUBUNGAN STATUS GIZI TERHADAP


KEMATIAN ANAK HIV/AIDS. jurnalmedikahutama.com, 2(4).
http://www.jurnalmedikahutama.com/index.php/JMH/article/view/259

Rogers, J. H. … Toomey-Garbo, J. (2018). Impact of community-based


adherence support on treatment outcomes for tuberculosis, leprosy and
HIV/AIDS-infected individuals in post-Ebola Liberia. Global Health Action,
11(1). https://doi.org/10.1080/16549716.2018.1522150

Saktina, P., & Satriyasa, B. (2017). Karakteristik penderita AIDS dan infeksi
oportunistik di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar periode juli 2013
sampai juni 2014. ojs.unud.ac.id, 6(3), 1.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/29100/18060

Santosa, J., & Made Susila Utama, I. (2017). Prevalensi resistensi ARV lini
pertama pada pasien yang menerima pengobatan HAART di Klinik HIV
RSUP Sanglah Bali Tahun 2014-2016. E-Jurnal Medika. ojs.unud.ac.id, 6(10),
42–44. https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/34590/20876

Sapto, J. (2021). Tinjauan Literatur: Faktor Risiko Peningkatan Angka


Insidensi Tuberkulosis. scholar.archive.org, 16(1).
https://scholar.archive.org/work/sbkbekwq55exrcwrgpan745xmi/access/
wayback/http://ojs.poltekkes-medan.ac.id/pannmed/article/download/
1006/648

Sidjabat, F. … Bevi, A. (2021). STATUS GIZI, AKTIVITAS FISIK,


PERSEPSI MANFAAT, DAN HAMBATAN PEMENUHAN ASUPAN GIZI
ORANG DENGAN HIV/AIDS. ejournal.persagi.org, 44(1), 41–54.
https://doi.org/10.36457/gizindo.v44i1.556

Silva, D. R. … Mello, F. C. de Q. (2018). Risk factors for tuberculosis:


Diabetes, smoking, alcohol use, and the use of other drugs. In Jornal
Brasileiro de Pneumologia (Vol. 44, Nomor 2, hal. 145–152). Sociedade
Brasileira de Pneumologia e Tisiologia. https://doi.org/10.1590/s1806-
37562017000000443

Stošić, M. B. … Kuruc, V. (2019). HIV prevalence, knowledge and self-


perceived risk of hiv infection among tuberculosis patients in Serbia. Central

42
European Journal of Public Health, 27(2), 99–105.
https://doi.org/10.21101/cejph.a4950

SY, Y. W. C., & Widiastuti, E. (2021). Penggunaan Cakram Gizi untuk


Meningkatkan Keterampilan Orang dengan HIV/AIDS Memantau Status Gizi
secara Mandiri. journal.umpalangkaraya.ac.id.
https://doi.org/10.33084/pengabdianmu.v6i5.2031

Syarifah Miftahul EL. J. T, Zuraida, R. M. A. R. (2019). KARYA TULIS


ILMIAH. In journal.thamrin.ac.id.
http://journal.thamrin.ac.id/index.php/anakes/article/view/343

Tanue, E. A. … Clement Assob, N. J. (2019). Tuberculosis treatment outcome


and its associated factors among people living with HIV and AIDS in Fako
Division of Cameroon. PLoS ONE, 14(7).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0218800

Uly, R. G. Z. … Sulisno, M. (2020). Efektivitas Intervensi Depresi dan


Jumlah CD4 pada Orang yang Hidup dengan HIV. journal.ppnijateng.org,
3(1), 17 – 26. https://doi.org/10.26699/jnk.v6i2.ART.p197-202

Unzila, S. (2016). Hubungan Status Gizi dan Kepatuhan Anti Retroviral


Therapy Dengan Kualitas Hidup (Studi pada Pasien HIV/AIDS Rawat Jalan
di Unit Perawatan Intermediet. http://repository.unair.ac.id/33089

Utami, F. A. (2014). Hubungan Usia, Jenis Kelamin, dan Tingkat Kepositifan


dengan Konversi Basil Tahan Asam Pasien Tuberkulosis di Unit Pengobatan
Penyakit Paru-Paru. jurnal.untan.ac.id, 2–19.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/download/5273/5433

Van Halsema, C. L. … Sabin, C. A. (2020). Incidence of and risk factors for


tuberculosis among people with HIV on antiretroviral therapy in the United
Kingdom. AIDS (London, England), 34(12), 1813–1821.
https://doi.org/10.1097/QAD.0000000000002599

Versitaria, H., & Kusnoputranto, H. (2011). Tuberkulosis Paru di Palembang,


Sumatera Selatan. journal.fkm.ui.ac.id.
http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/132

Wahyuningsih, D. (2020). Determinan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru


BTA Positif. journal.unnes.ac.id. https://doi.org/10.15294/higeia.v4iSpecial
%203/40533

Wayan, A. … Bayu, P. (2021). HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK


DENGAN KEJADIAN TB PARU DI DESA SIDOSARI KECAMATAN
NATAR 2021. rcipublisher.org, 1(3), 2774–5244.
http://rcipublisher.org/ijohm/index.php/ijohm/article/view/75

43
Widiyanti, M., & Sandy, S. (2016). Gambaran Subtipe HIV-1 dengan kadar
CD4, Stadium Klinis, dan Infeksi Oportunistik Penderita HIV/AIDS di Kota
dan Kabupaten Jayapura, Papua. journal.fk.unpad.ac.id, 48(1), 27–34.
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/738

Wulandari, Y. (2015). Hubungan karakteristik pasien dengan tingkat


kepatuhan terapi ARV di rawat jalan UPIPI rumah sakit Dr. Soetomo.
neliti.com, 9(1), 1–6. https://www.neliti.com/publications/144536/hubungan-
karakteristik-pasien-dengan-tingkat-kepatuhan-terapi-arv-di-rawat-jalan

Yogani, I. … Koesnoe, S. (2015). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


kenaikan CD4 pada pasien HIV yang mendapat highly active antiretroviral
therapy dalam 6 bulan pertama. jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id, 2(4).
http://www.jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/89

Yogani, I. … Uyainah, A. (2015). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


kenaikan CD4 pada pasien HIV yang mendapat highly active antiretroviral
therapy dalam 6 bulan pertama. jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id, 2(4), 217–222.
http://www.jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/89

Yuliandra, Y. … Almasdy, D. (2017). Terapi Antiretroviral pada Pasien


HIV/AIDS di RSUP. Dr. M. Djamil Padang: Kajian Sosiodemografi dan
Evaluasi Obat. jsfkonline.org. https://doi.org/10.29208/jsfk.2017.4.1.173

Yuniar, I. … Lestari, S. (2017). Hubungan Status Gizi dan Pendapatan


Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru. journal.ppnijateng.org, 1(1), 18–25.
http://journal.ppnijateng.org/index.php/jpi/article/view/5

Yusuf, R., & Meditory, N. N. (2018). HUBUNGAN STATUS GIZI


DENGAN KEJADIAN TB PARU. jurnal.syedzasaintika.ac.id.
http://jurnal.syedzasaintika.ac.id/index.php/meditory/article/view/245

Zahroh, S. … Bagoes, W. (2015). Stigma masyarakat terhadap orang dengan


HIV/AIDS. journal.fkm.ui.ac.id, 9(4), 2303–1395.
http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/740

Zainab, Z. … Nurhayani, S. (2015). Pengetahuan dan Sikap Wanita PEkerja


Seks Tentang HIV/AIDS Berdasarkan Karakteristik Usia dan Tingkat
Pendidikan di Lokalisasi Pembatuan Landasan Ulin. ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id, 6(1), 89–95. https://doi.org/10.22435/kespro.v8i1.5222.41-52

44
45

Anda mungkin juga menyukai