Skripsi Victorwan Zendrato
Skripsi Victorwan Zendrato
HASIL PENELITIAN
1
mengkonsumsi alkohol akan lebih mudah
terkena stroke.
4. (Christian L. Seifert, 7 Depressive Symptoms and a Usia > 65 tahun memiliki peluang yang lebih PubMed
Holger Poppert, Dirk the Risk Stroke in
Sander, Regina Feurer, retrospective besar mengalami kejadian stroke.
Thorleif Etgen, Karl-
the Elderly—Influence of
Heinz Ander, Klaus Pu¨ Age
rner, Monika Bronner,
Dominik Sepp, Victoria
Kehl, Hans Forstl, Horst
Bickel, 2012)
5. (Sayato Fukui, Ryoko - Common and specific risk Case control Gaya hidup yang menyebabkan terjadinya Pubmed
Imazeki, Yu Amano,
factors for stroke in hipertensi akan lebih berisiko mengalami
Yousuke Kudo,
Kazumitsu Amari, elderly kejadian stroke.
Masahiro Yamamoto,
Kikue Todoroki,
Yoshimori Ikeya,
Takashi Okazaki,
Noriharu
Yanagimachi, Toru
Shizuma, Naoto
Fukuyama, Ken
Johkura, Hidezo
Mori, 2016)
6. (Dae Lim Koo, 20 Risk Factor for Stroke Case control Faktor penyebab stroke ada 2 yakni usia dan Google scholar
2
Hyunwoo Nam, Robert gaya usia. Usia > 60 tahun akan sangat
J. Thomas, Chang-Ho berisiko mengalami stroke, juga pada gaya
Yun, 2018) hidup yakni mengonsumsi asupan garam yang
berlebihan akan lebih mudah terkena stroke.
7. (Mahdi Habibi- 7 Prevalence of Stroke Risk a Penyebab stroke salah satunya adalah jenis Google scholar
koolaee, Leila Factors and Their
retrospective kelamin. Pria lebih berisiko mengalami stroke
Shahmoradi, Sharareh
R. Niakan Kalhori, Distribution Based on cohort study yakni 58,1%, sedangkan wanita memiliki
Hossein Ghannadan, Stroke Subtypes in prevalensi 41,9%.
and Erfan Younesi,
2018) Gorgan
8. (Chih-Ying Wu, Hung- 58 Stroke risk factors and Case control Pasien penderita stroke lebih dominan dialami Science direct
Ming Wu, Jiann-Der subtypes in different age oleh pria dengan prevalensi 64,4% sedangkan
Lee, Hsu-Huei Weng, groups wanita memiliki prevalensi 35,6%.
2017)
9 (Huimin Fan, Xiaolin Li, - Abdominal obesity is cross- Prevalensi terjadinya stroke di temui pada Science direct
LiangZheng, XiaoliChen, strongly associated with sectional golongan umur. Pria yang sudah berumur >60
Qin lan, HongWu, Cardiovascular Disease and tahun akan lebih berisiko dibandingkan
Xugang Ding, its Risk Factors in Elderly and dengan wanita >55 tahun.
DingguangQian, Yixin very Elderly Community-
Shen, Zuoren Yu, dwelling Chinese
Lieying Fan, MingChen,
3
BrianTomlinson,
PaulChan, YuzhenZhang
& Zhongmin Liu, 2015)
10 ( Vasileios-Arsenios 325 Incidence of Transient kohort Kejadian stroke ringan ke stroke hemoragik ProQuest
Lioutas, MD; Cristina S. Ischemic Attack and pada pria lebih cepat dibanding wanita. Pria
Ivan, MD; Jayandra J. Association With Long-term biasanya memiliki rentang waktu 30 hari
Himali, PhD; Hugo J. Risk of Stroke sedangkan wanita memiliki rentang waktu 90
Aparicio, MD, MPH; hari.
Tarikwa Leveille, MA;
Jose Rafael Romero,
MD; Alexa S. Beiser,
PhD; Sudha Seshadri,
MD, 2021)
11 (Qi Wu, Chunying Zou, - Risk factors of outcomes in Case control Kejadian stroke ini di picu oleh gaya hidup ProQuest
Chengji Wu, Shuping elderly patients with acute yakni mengalami obesitas. Wanita lebih
Zhang, Zuoyi Huang, ischemic stroke in China banyak mengalami obesitas dibanding pria,
2015) yang memiliki prevalensi wanita 62,3% dan
pria 36,7%
12 (Wen Lin Teh, - Prevalence of stroke, risk cross- Prevalensi stroke tertimbang adalah 7,6% ProQuest
Edimansyah Abdin, factors, disability and sectional diantara lansia berusia 60 tahun keatas.
4
Janhavi Ajit Vaingankar, care needs in older adults
Esmond Seow, Vathsala in Singapore: results
Sagayadevan, Saleha from the WiSE study
Shafie, Shazana
Shahwan, Yunjue
Zhang, Siow Ann
Chong, Li Ling Ng,
Mythily Subramaniam,
2017)
5
Terdapat 12 artikel yang memenuhi kriteria inklusi yang di publikasikan
desain penelitian case control 35,7 % dan desian penelitian a retrospective 35,7
%. Artikel yang relevan di peroleh dari pencarian secara sistematis dari beberapa
Artikel
6
Méda et al., (2013) Faktor risiko, TBC, HIV/AIDS, Burkina Faso
kunci/keywords yang sama dan sebanyak 14 artikel dengan kata kunci berupa
beberapa artikel yang memiliki kata kunci/ keywords yang berbeda yaitu survei,
No. KATEGORI n %
A. Tahun Publikasi
1. 2013 2 14,29%
2. 2015 2 14,29%
3. 2016 1 7,14%
4. 2017 2 14,29%
5. 2018 2 14,29%
6. 2019 1 7,14%
7. 2020 3 21,43%
8. 2021 1 7,14%
7
TOTAL 14 100%
B. Desain Penelitian
1. Cross-sectional 3 21,43%
2. Case Control 5 35,71%
3. Cohort 1 7,14%
4. retrospective study 5 35,71%
TOTAL 14 100%
C. Sampling Penelitian
1. Proportional random sampling 1 7,14%
2. Two-stage random sampling 1 7,14%
3. Proportionate stratified random sampling 1 7,14%
4. Multi-stage sampling 2 14,29%
5. Simple random sampling 6 42,86%
6. Bootstrap 1 7,14%
7. Convenience sampling 1 7,14%
8. Stratified random sampling 1 7,14%
TOTAL 14 100%
sebanyak 21,43% artikel yang dipublikasikan pada tahun 2020. Sebagian besar
digunakan cukup beraneka ragam dan yang paling banyak digunakan adalah
Tabel 3.4 Faktor Yang Berhubungan Dengan penyakit tuberkulosis pada orang
dengan HIV/AIDS
8
Kurangnya pendidikan, kurang gizi, stadium (Oljira & Ifa, 2017)
klinis HIV/AIDS, jumlah CD4, merokok, riwayat
penyakit, usia, jenis kelamin
Usia, penggunaan alkohol dan khat, jumlah CD4, (Belay et al., 2019)
stadium klinis, jumlah hemoglobin, riwayat
penyakit, tempat tinggal,
Jumlah anggota keluarga, jumlah CD4, status gizi, (A. Alemu et al., 2020)
terapi antiretroviral dan terapi pencegahan
isoniazid.
Jumlah CD4, usia, pendidikan, jenis kelamin, ras, (Da Silva Escada et al., 2017)
riwayat penyakit, tuberkulosis diseminata
9
Usia, jenis kelamin, etnis, jumlah CD4, terapi (Van Halsema et al., 2020)
antiretroviral
tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS dari berbagai sumber referensi. Pada
penelitian Chen et al., (2015), (Van Halsema et al., 2020) mengatakan bahwa usia
signifikan, orang dengan dengan HIV dalam kelompok usia ini memiliki risiko
tinggi terkena tuberkulosis (Belay et al., 2019), (Oljira & Ifa, 2017), (Da Silva
lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan Méda et al., (2013) dan
(Fekadu et al., 2015) Bahaya koinfeksi TB-HIV yang lebih luas dapat terjadi pada
laki-laki karena laki-laki lebih banyak beraktivitas di luar rumah yang dipadukan
dengan gaya hidup yang tidak baik, misalnya minum-minuman dan merokok
sehingga peluang untuk terpapar akan lebih tinggi (Van Halsema et al., 2020),
(Nhandara et al., 2020), (Chen et al., 2015), (Oljira & Ifa, 2017), (Da Silva Escada
et al., 2017).
tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS, Abdu et al., (2021), (Melkamu et al.,
2013), (Oljira & Ifa, 2017), (Belay et al., 2019), (Fekadu et al., 2015), (Ahmed et
al., 2018), (Negussie et al., 2018) mengatakan semakin tinggi stadium klinis HIV
10
Ifa, 2017) mengatakan penurunan sistem imum terhadap agen penyakit
HIV/AIDS) sangat di pengaruhi oleh status gizi. Asupan gizi yang kurang sehat
(ARV) dan jumlah CD4 dapat mencegah kejadian penyakit tuberkulosis pada
orang dengan HIV/AIDS. (A. Alemu et al., 2020) ditemukan bahwa pasien TB-
HIV yang menggunakan ARV sebelum memulai pengobatan memiliki kadar CD4
yang lebih daripada orang yang tidak memakai ARV, orang dengan HIV/AIDS
yang memiliki CD4 ≤ 200 memiliki tingkat prevalensi kejadian penyakit yang
lebih tinggi. dibandingkan orang yang hidup dengan HIV yang memiliki sel CD4.
ODHA yang memiliki tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi akan
seseorang tidak memastikan bahwa individu tersebut dapat mencegah HIV dan
TB (Méda et al., 2013), (Da Silva Escada et al., 2017), (Melkamu et al., 2013),
(Chen et al., 2015), (Oljira & Ifa, 2017). Jarak dari Instansi kesehatan menjadi
11
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari 14 studi yang termasuk dalam ulasan ini, semua studi menilai
studi, terdapat sebanyak lima studi yang menggunakan desain penelitian case-
control, lima studi yang mengunakan desain retrospective, tiga studi yang
menggunakan desain cross sectional dan satu studi yang menggunakan desain
4.1 Usia
HIV/AIDS (Chen et al., 2015), (Oljira & Ifa, 2017), (Belay et al., 2019), (Da Silva
Escada et al., 2017), (Nhandara et al., 2020), (Van Halsema et al., (2020). Umur
adalah harapan hidup yang diperkirakan dalam tahun, dikatakan kanak-kanak <11,
remaja 12 - 25 tahun, dewasa 26-45 tahun, lansia awal > 45 tahun. Bertambahnya
TB paling sering ditemukan pada usia produktif, tepatnya 15-50 tahun (Korua et
al., 2015).
12
Berdasarkan kelompok umur, kejadian atau kasus baru yang paling
menonjol ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun adalah 21,40%, disusul
kelompok umur 35-44 tahun 19,41% dan kelompok umur 45-54 tahun 19,39%
(Dotulong et al., 2015). Dilihat dari kelompok usia tersebut, mengingat frekuensi
tuberkulosis yang paling tinggi adalah pada orang dewasa muda, di Indonesia
usia yang produktif secara finansial (15 -50 tahun) (Miftakhul, 2019). Usia
bekerja/menciptakan sesuatu baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
Pada usia tersebut saat ODHA mengalami TB paru, dapat membuat individu
menjadi tidak produktif dan dapat menjadi beban bagi keluarganya (Fitriani,
2012).
tuberkulosis pada orang yang hidup dengan HIV karena tingkat mobilitas dan
Lingkungan kerja yang padat serta berinteraksi dengan banyak orang juga dapat
kerja seperti itu memudahkan individu dalam usia produktif untuk mengalami
efek buruk tuberkulosis lebih jauh (Iwan et al., 2018). Orang dengan infeksi
HIV/AIDS yang berusia 15-55 tahun memiliki risiko 1,5 kali lebih besar untuk
terkena TB pneumonia, dibandingkan dengan mereka yang berusia <15 tahun dan
>55 tahun (Kondoy et al., 2014), (Oljira & Ifa, 2017), (Belay et al., 2019). Di
13
tambahkan oleh (Sapto, 2021), (Da Silva Escada et al., 2017) menyatakan di
Indonesia umur <45 tahun merupakan umur terbanyak penderita TBC dengan
(Van Halsema et al., 2020) juga melaporkan bahwa pasien tuberkulosis < 45 tahun
lebih banyak daripada pasien dewasa > 45 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh (Ardhitya & Liena, 2015), (Martina, 2012) yang menyatakan bahwa ada
hubungan antara umur dengan kejadian penyakit tuberkulosis pada orang dengan
tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS (Chen et al., 2015), (Oljira & Ifa,
2017), (Fekadu et al., 2015), (Da Silva Escada et al., 2017), (Méda et al., 2013),
(Nhandara et al., 2020), (Van Halsema et al., 2020). Perbedaan biologis antara
pria dan wanita memiliki hubungan dengan terjadinya ko-infeksi TB pada orang
dengan HIV/AIDS. Dengan pekerjaan yang lebih aktif, pria yang hidup dengan
tuberkulosis.
Dilihat dari orientasi jenis kelamin, kasus BTA+ (bakteri tahan asam
positif) pada ODHA laki-laki lebih tinggi daripada wanita hampir 1,5 kali
14
dibandingkan dengan kasus BTA+ pada wanita. Di setiap daerah di seluruh
Indonesia, kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita (Krisnahari
& Sawitri, 2018). Ditegaskan dalam data, antara tahun 1985-1987 penderita TBC
pada laki-laki secara umum meningkat 2,5%, sedangkan pada wanita berkurang
negatif tidak menderita penyakit TBC dari total 39 responden laki-laki, sedangkan
Hal ini seperti yang ditemukan oleh (Korua, Kapantow, & Kawatu, 2015)
tuberkulosis pada ODHA (p=0,036). Dan juga penelitian dari (Fadlilah &
kelamin dengan kejadian TB Paru pada ODHA. Studi ini menunjukkan bahwa
terkena Mycobacterium tuberculosis akan lebih tinggi (Van Halsema et al., 2020).
15
4.3 Merokok
pada orang dengan HIV/AIDS (Belay et al., 2019); (Y. M. Alemu et al., 2016);
(Méda et al., 2013); (Melkamu et al., 2013). Perilaku merokok adalah suatu
(Riza, 2015).
ODHA dengan perilaku merokok memiliki faktor risiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ODHA yang perokok pasif dan bukan perokok (Wayan et
al., 2021). Penelitian di India juga menunjukkan hal yang sama dimana merokok
dan minum alkohol mempunyai risiko lebih tinggi untuk terinfeksi TB paru
dibandingkan dengan bukan perokok dan tidak minum alkohol (Ressa et al.,
2021). Variabel TB yang paling dominan pada Odha di usia produktif adalah
kesempatan 2,7 kali terkena TB dibandingkan dengan orang yang tidak pernah
16
TBC. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur, kapasitas saluran
fungsi paru-paru (Wahyuningsih, 2020), (Fekadu et al., 2015). Data dari World
penggunaan rokok terbesar ketiga setelah China dan India, disusul oleh Rusia dan
p=0,01 yang berarti <0,05 hal ini menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis
(Méda et al., 2013). Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh (Oljira & Ifa,
dengan HIV/AIDS (Chen et al., 2015), (Oljira & Ifa, 2017), (Melkamu et al.,
2013), (Da Silva Escada et al., 2017), (Méda et al., 2013). Tingkat pendidikan
sehat (Zahroh et al., 2015). Semakin tinggi derajat pendidikan merupakan salah
terhadap informasi baru dan semakin tinggi pendidikan individu semakin baik
17
pengetahuannya (Erawatyningsih et al., 2009). Tingkat pendidikan akan
memadai, seseorang akan berusaha untuk memiliki perilaku hidup yang bersih
dan sehat (Zainab et al., 2015). (Munir & Romadoni, 2019), mengatakan bahwa
pendidikan yang lebih tinggi memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik, hasil
yang berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan.
18
TBC dan HIV/AIDS (Octavianty et al., 2015). Pengetahuan yang telah diperoleh
dan diketahui akan mendorong reaksi yang lebih baik terhadap upaya
perkembangan dan kematangan seseorang akan semakin baik dalam berpikir dan
(p<0,05), yang bermakna bahwa ada hubungan antara umur dan tingkat
erat kaitannya dengan tingkat pendidikan (Abdu et al., 2021); (Nhandara et al.,
pengobatan dapat berjalan dengan baik (Oktarina & Hanafi, 2009). Hasil analisis
(Hardini, Mutahar, & Febry, 2011), (Chen et al., 2015) diperoleh p-value 0,000
19
yang lebih kecil dari nilai p=0,05, hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak, dan itu
berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan upaya untuk
mencegah tuberkulosis. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian (Oljira & Ifa,
2017), (Da Silva Escada et al., 2017), (Melkamu et al., 2013) menyimpulkan
HIV/AIDS.
artikel yang mengulas tentang variabel status gizi terhadap kejadian tuberkulosis
pada orang dengan HIV/AIDS (Oljira & Ifa, 2017), (Melkamu et al., 2013),
(Ahmed et al., 2018), (A. Alemu, Yesuf, et al., (2020). Status gizi adalah keadaan
tubuh yang disebabkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan
dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh. Penilaian status gizi pada orang
sangat kurus, 17.0-18.4 kurus, 18.5-25.0 normal, 25.1-27,0 gemuk, dan >27.0
obesitas (Adnan et al., 2013). Dalam kondisi tanpa kontaminasi HIV, seseorang
atau 85 gram protein untuk laki-laki dan 72 gram untuk perempuan (Sidjabat et
20
al., 2021). Nutrisi yang baik dapat membangun kekebalan terhadap kontaminasi
dan infeksi, meningkatkan energi dan akan lebih produktif. Seseorang dengan
penyakit HIV lebih berisiko mengalami masalah gizi (Hanifa & Mahmuda, 2020).
Status gizi yang buruk pada orang dengan HIV/HAIDS disebabkan oleh asupan
gizi yang tidak memadai, perubahan dalam tingkat metabolisme tubuh, perubahan
dalam fungsi alat sistem pencernaan, interaksi obat dengan zat gizi (Margareth et
salah satu cara untuk mencegah peningkatan angka kematian pada ODHA. Upaya
terhadap infeksi, meningkatkan energi dan menjadi lebih produktif (Rizki Amelia,
terhadap penyakit infeksi, karena status gizi mempengaruhi daya tahan tubuh dari
serangan bakteri dan invasi virus HIV, kemudian meningkatkan risiko infeksi
yang meningkat dan penurunan waktu harapan hidup (Dewi, 2020). Status gizi
termasuk penyakit tuberkulosis. Menurut (Saktina & Satriyasa, 2017), Virus HIV
melibatkan sel CD4, sehingga ODHA mempunyai kekebalan tubuh yang lemah.
21
Kekebalan tubuh akan semakin menurun bila menderita gangguan gizi (Anderson
et al., 2017). Pada ODHA dengan masalah pola makan dan status gizi, infeksi
prime dapat segera diikuti oleh penyakit penyerta salah satunya infeksi
individu dengan status gizi buruk memiliki risiko 3,7 kali untuk mengalami
Shiferaw, Belayneh, & Yenit, 2018), (Alemu et al., 2020) menunjukkan bahwa
ODHA yang memiliki gizi kurang <18,5 kg/m2 berisiko 3.17 kali terkena
makanan bergizi dalam jumlah yang memadai. ODHA dengan gizi baik dapat
2008). Namun, jenis makanan dan zat gizi yang dikonsumi harus dipertimbangkan
untuk mencegah gangguan gizi lainnya seperti kelebihan berat badan dan obesitas.
ODHA memiliki bahaya yang sama dengan status gizi kurang pada ODHA, akan
2011) menyajikan (p=0,001) bahwa ada hubungan antara status gizi dan
pengobatan antiretroviral (ARV). Status gizi orang yang hidup dengan HIV dapat
22
meningkatkan imunitas karena tujuan utama HIV adalah sel limfosit CD4 yang
selain menjaga status gizi dengan asupan nutrisi yang memadai, juga perlu
Satu lagi penyebab gizi kurang adalah tidak beragamnya pilihan pangan
2021). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS dan status gizi. Berbeda dengan
ODHA yang memiliki status normal sehat, ODHA dengan masalah gizi IMI <
2021). Hal ini sependapat dengan hasil penelitian (Melkamu et al., 2013),
(Puspita, Christianto, & Yovi, 2016) menunjukkan bahwa status gizi buruk
memberikan bahaya yang sangat besar terhadap angka kejadian tuberkulosis pada
orang dengan HIV/AIDS (p=0,029). Status gizi dengan IMT < 18,5 berhubungan
23
dengan angka kejadian tuberkulosis pada ODHA (Yuniar et al., 2017), (Oljira &
Ifa, 2017). Terjadi peningkatan mortalitas orang yang hidup dengan HIV/AIDS
dengan faktor gizi kurang. Oleh karena itu, ODHA perlu menjaga serta memenuhi
asupan gizi dan aktivitas fisik untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan
tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS (Y. M. Alemu et al., 2016), (A.
Alemu, Yesuf, et al., 2020), (Negussie et al., 2018), (Nhandara et al., 2020), (Van
Halsema et al., 2020). Sampai saat ini belum ada obat untuk infeksi HIV, namun
trombosit yang penting untuk sistem kekebalan (Anderson et al., 2017). CD4
dalam batas normal 500-1500 mm3, pengidap penyakit HIV akan mengalami
24
antiretroviral yang menekan jumlah replikasi infeksi HIV, diharapkan bahwa
orang yang hidup dengan HIV mengalami peningkatkan jumlah CD4 mereka
(Jamil, 2014). Sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan (A. Alemu, Yesuf,
et al., 2020); (Negussie et al., 2018) bahwa pasien yang telah menjalani
pengobatan ARV akan memiliki kadar limfosit CD4 yang tinggi, mengingat
tersebut sejalan dengan (Adiningsih et al., 2018) mendapatkan p=0,004 Hasil ini
ARV dengan peningkatan jumlah CD4 terhadap pada kejadian tuberkulosis pada
ODHA.
(ARV). Tidak semua korban HIV/AIDS patuh minum obat, hal ini dikarenakan
mereka lalai atau terlambat minum obat dan ODHA tidak mengambil porsi yang
disarankan, porsi dan strategi yang tepat merupakan variabel yang signifikan
untuk kemajuan pengobatan antiretroviral. Hal ini terlihat dari kondisi kesehatan
pasien yang membaik dan jumlah CD4 yang meningkat setelah penggunaan ARV
HIV/AIDS sangat rendah, tepatnya 40-70% yang masih di bawah target nasional
bahwa usia, jenis kelamin, tingkat pengetahuan, efek samping obat, dukungan
25
keberhasilan pengobatan ARV, dimana tujuan pengobatan ARV adalah untuk
meningkatkan kadar limfosit CD4 pada pasien HIV. (Hayatiningsih et al., 2017)
Menyatakan hal yang persis bahwa ODHA yang mengalami peningkatan jumlah
hidup orang yang hidup dengan HIV, mengurangi jumlah morbiditas dan
sebelumnya yang dilakukan (Y. M. Alemu et al., 2016) menyatakan bahwa orang
kadar CD4 yang lebih baik 200-349 sel/l (21,5%), 350-499 sel/Μl (9,8%), dan
(Van Halsema et al., 2020) diteruskan bahwa orang yang hidup dengan
HIV/AIDS yang menggunakan ARV memiliki kualitas hidup lebih baik daripada
orang yang hidup dengan HIV tanpa ARV. Hasil penyelidikan sebelumnya juga
orang dengan HIV/AIDS (Ahmed et al., 2018); (Kartika Sari et al., 2019).
Tuberkulosis pada ODHA erat kaitannya dengan kadar CD4, semakin baik kadar
26
CD4 pada ODHA, semakin kecil faktor risiko frekuensi kejadian penyakit
oportunistik, begitu pula sebaliknya semakin buruk kadar CD4, semakin tinggi
faktor resiko kejadian penyakit TBC (T. Karyadi, 2017). Jadi mengendalikan
signifikan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik dan
pada orang dengan HIV/AIDS (Oljira & Ifa, 2017), (Belay et al., 2019), (A.
Alemu, Yesuf, et al., 2020), (Da Silva Escada et al., 2017), (Méda et al., 2013),
(Abdu et al., 2021), (Van Halsema et al., 2020). Cluster of differentiation 4 (CD4)
adalah jenis limfosit yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.
Kapasitas CD4 sebagai reseptor yang mengenali, mengikat dan melawan infeksi
yang masuk ke dalam tubuh (Hastuti Ningsih et al., 2020). Secara klinis hitung
seberapa baik keadaan sistem imun ODHA ketika jumlah di bawah 350 sel/mm3
kondisi ini dipandang sebagai AIDS yang diikuti dengan gejala-gelaja klinis dan
infeksi oportunistik (Uly et al., 2020). Pada orang dengan HIV/AIDS, jumlah
CD4 sebagai sel tujuannya, menyebabkan kematian sel CD4 yang ekstrim
27
(Letissia, 2019). Yang mana hal ini sesuai dengan (Daramatasia &
limfosit CD4 lebih rendah daripada orang tanpa infeksi HIV, di mana rentang
normal berkisar antara 500-1500 sel/mm3 untuk orang tanpa infeksi HIV.
CD4 yang rendah, akan membuat orang dengan HIV/AIDS lebih tidak berdaya
et al., 2015). Orang yang hidup dengan HIV dengan jumlah CD4 <200 sel/mm 3
enam kali lebih beresiko terhadap infeksi oportunistik daripada mereka yang
memiliki jumlah CD4 >350 sel/mm3, mengingat penelitian ini dapat dikatakan
bahwa jumlah CD4 yang rendah dapat membuat orang lebih tidak rentan terhadap
infeksi oportunistik (Kornelis, 2019); (Van Halsema et al., 2020). Mengingat hasil
uji statistik hubungan antara kadar CD4 dan frekuensi penyakit oportunistik,
signifikan antara kadar CD4 dan tingkat kejadian infeksi oportunistik pada
sebelumnya juga mensurvei hal yang persis dan memperoleh nilai p=0,004,
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat CD4 dan
Karyadi, & Uyainah, 2015); (Belay et al., 2019); (Méda et al., 2013).
Pada HIV stadium lanjut, sel CD4 akan terus berkurang jumlah dan
tuberkulosis, oleh karena itu perlu dilakukan langkah klinis untuk meningkatkan
28
harapan hidup ODHA. sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan (A. Alemu,
Yesuf, et al., 2020); (Negussie et al., 2018), bahwa pasien yang telah menjalani
pengobatan ARV akan memiliki kadar limfosit CD4 yang tinggi, karena
tersebut sejalan dengan (Adiningsih et al., 2018) didapatkan p=0,004 Hasil ini
tuberkulosis pada ODHA. Selain penggunaan ARV, pemenuhan status gizi juga
dapat meningkatkan jumlah CD4, secara statistik ODHA dengan status gizi baik
memiliki kadar limfosit CD4 >350 sel/mm3 dibandingkan dengan ODHA dengan
status gizi kurang, sehingga pemantauan status gizi pada ODHA harus tetap
dilakukan (Amin et al., 2019). Meskipun demikian, peningkatan sel CD4 tidak
sama untuk semua orang dengan HIV/AIDS serta terdapat faktor lain yang terkait
dengan peningkatan sel CD4 pada pasien HIV (T. H. Karyadi, 2017). Terdapat
tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS (Oljira & Ifa, 2017); (Yogani,
Karyadi, Uyainah, et al., 2015). Sejalan dengan penelitian (Kusuma, 2014); (Abdu
et al., 2021) yang mengulas hubungan antara CD4 dan TBC, didapatkan bahwa
dengan HIV/AIDS.
29
BAB V
5.1 Kesimpulan
(ARV) serta jumlah CD4 memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian
menjadi faktor resiko dari kejadian penyakit tuberkulosis pada orang dengan
HIV/AIDS.
dukungan dari tenaga kesehatan dan keluarga untuk tetap memberikan motifasi
dan semangat hidup agar ODHA dapat melakukan aktifitas sehari-hari walau
dengan infeksi HIV, selain itu di perlukan juga kemauan dari dalam diri untuk
tuberkulosis dan HIV/AIDS kepada orang lain. Untuk menumbuhkan hal tersebut
penting untuk meningkatkan kualitas dan harapan hidup orang dengan HIV/AIDS,
30
hal tersebut dapat di lakukan dengan pola hidup sehat, pemenuhan status gizi dan
harapkan dapat meningkatkan kualitas dan harapan hidup ODHA dan menekan
5.2 Saran
HIV/AIDS dan tuberkulosis dengan tetap menjaga pola hidup sehat unutk
tuberkulosis.
31
4. Untuk penelitian kedepannya, terus mengedukasi masyarakat tentang
hidup sehat dan menjauhi faktor resiko penyakit, terlebih pada orang
32
DAFTAR PUSTAKA
33
journal.stikeskendal.ac.id (Vol. 8, Nomor 2).
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/far/article/view/567
34
http://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/619
35
ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis paru. core.ac.uk, 25(3),
117–124. https://core.ac.uk/download/pdf/295355658.pdf
Hanifa, A., & Mahmuda, I. (2020). Gambaran Status Gizi Pasien yang baru
Terdiagnosis HIV dan Komorbid Tuberkulosis. 9(3), 132–138.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/handle/11617/11993
36
Tuberculosis Bagi Masyarakat Daerah Kumuh Kota Palembang (Artikel
Jurnal). repository.unsri.ac.id, 2(17), 87–94.
https://repository.unsri.ac.id/40183/
37
UMUM DAERAH (RSUD) BADUNG DAN KLINIK BALI MEDIKA
KUTA. In ocs.unud.ac.id (Vol. 7, Nomor 11). Nopember.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
38
NUTRISI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA PASIEN TUBERKULOSIS
JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH. 1–13.
39
https://doi.org/10.1155/2013/828939
40
Nyoman, N. … Sari, K. (2018). Prediktor kepatuhan pengguna antiretroviral
pada orang dengan hiv/aids lelaki seks dengan lelaki di klinik bali medika
tahun 2013 & 2014. ojs.unud.ac.id, 7(8), 2303–1395.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/42604/25860
41
Ressa, A. S. … Andik, S. (2021). ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN
TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KELURAHAN
CIPINANG BESAR UTARA KOTA ADMINISTRASI. jurnal.unsil.ac.id,
17(2), 2774–5244. http://jurnal.unsil.ac.id/index.php/jkki/article/view/3893
Saktina, P., & Satriyasa, B. (2017). Karakteristik penderita AIDS dan infeksi
oportunistik di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar periode juli 2013
sampai juni 2014. ojs.unud.ac.id, 6(3), 1.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/29100/18060
Santosa, J., & Made Susila Utama, I. (2017). Prevalensi resistensi ARV lini
pertama pada pasien yang menerima pengobatan HAART di Klinik HIV
RSUP Sanglah Bali Tahun 2014-2016. E-Jurnal Medika. ojs.unud.ac.id, 6(10),
42–44. https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/34590/20876
42
European Journal of Public Health, 27(2), 99–105.
https://doi.org/10.21101/cejph.a4950
43
Widiyanti, M., & Sandy, S. (2016). Gambaran Subtipe HIV-1 dengan kadar
CD4, Stadium Klinis, dan Infeksi Oportunistik Penderita HIV/AIDS di Kota
dan Kabupaten Jayapura, Papua. journal.fk.unpad.ac.id, 48(1), 27–34.
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/738
44
45