d. Tawanan Perang
Suatu konflik bersenjata internasional (armed conflict) yang harus dilindungi
adalah penduduk sipil dan kombatan.Yang dimaksud konflik bersenjata internasional
menurut Pietro Verri37 istilah “konflik bersenjata” (armed conflict) merupakan
ungkapan umum yang mencakup segala bentuk konfrontasi antara beberapa pihak,
yaitu:
o Dua Negara atau lebih;
o Suatu Negara dengan suatu entitas bukan-Negara;
o Suatu Negara dan suatu faksi pemberontak; atau
o Dua kelompok etnis yang berada di dalam suatu Negara.
Ketika kombatan jatuh ketangan musuhnya maka kombatan itu statusnya berubah
menjadi tawanan perang. Tawanan perang memiliki definisi sebagai sebuah sebutan
bagi tentara yang dipenjara oleh musuh pada masa atau segera berakhirnya konflik
bersenjata. Menurut F.Sugeng Istanto tawanan perang adalah tawanan dari penguasa
musuh yang bertanggung jawab atas penanganan tawanan perang. dalam keaadan
apapun, tawanan perang berhak atas perlakuan manusiawi dan penghormatan atas
diridan kehormatannya dan tetap memiliki kemampuan sipil sepenuhnya. Pengertian
lain tentang tawanan perang (prisoner of war) terdapat dalam Konvensi Jenewa III
tahun 1949, Tawanan perang adalah tawanan Negara musuh, bukan tawanan orang
perorangan atau kesatuan-kesatuan militer yang telah menawan mereka. Lepas dari
tanggung jawab perseorangan yang mungkin ada, Negara Penahan bertanggung jawab
atas perlakuan yang diberikan kepada mereka.
e. Korban Perang
Hukum humaniter merupakan salah satu sistem hukum yang diciptakan oleh
masyarakat internasional dalam mengatur mengenai perlindungan korban perang
tersebut.
Adapun tujuan dari hukum humaniter ini yaitu memberikan perlindungan dan
pertolongan kepada mereka yang telah terkena dampak perang atau menjadi korban
perang, baik dari warga sipil maupun aktif dalam permusuhan.
f. Refugee (Pengungsi)
Pengungsi merupakan orang yang berada di luar negara asalnya atau tempat tinggal
aslinya, mempunyai dasar ketakutan yang sah akan diganggu keselamatannya sebagai
akibat kesukuan (ras), agama, kewarganegaraan keanggotaan dalam kelompok sosial
tertentu atau pendapat poltik yang dianutnya, serta tidak mampu atau tidak ingin
memperoleh perlindungan bagi dirinya dari negara asal tersebut, ataupun kembali ke
sana karena mengkhawatirkan keselamatan dirinya
g. Penjahat Perang
Kejahatan perang merupakan suatu Tindakan pelanggaran, dalam cakupan hukum
internasional, terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer
maupun sipil. Pelaku kejahatan perang ini disebut penjahat perang. Setiap pelanggaran
hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan kejahatan perang.
h. Perusahaan-Perusahaan Multinasional
Dalam hukum internasional yang sekarang, posisi Multinasional Corporation
(MNCs) tidak berada di bawah hukum internasional, melainkan dibawah hukum
nasional seperti badan hukum atau warga negara di tempat dimana MNCs berdiri.
i. Vatikan
Vatikan merupakan subjek hukum internasional karena sudah diakui oleh beberapa
negara di dunia dan juga menjadi pihak pada perjanjian-perjanjian internasional dan
anggota pada beberapa organisasi internasional.
Bagaimana analisa anda terkait subyek hukum berikut ini apakah ketiganya merupakan subyek
hukum Internasional? jawaban iya ataupun tidak harus di sertai dengan landasan hukum.
A. Palestina
Secara umum, ada dua teori yang berkaitan dengan pembentukan negara baru yang
berdaulat. Yang pertama adalah teori konstitutif dan yang kedua adalah teori deklaratif. Teori
konstitutif menekankan bahwa negara-negara atau pemerintah dapat menjadi subyek hukum
Internasional jika negara lain mengakui mereka terlebih dahulu. Sementara itu, teori deklaratif
lebih menekankan bahwa sebuah negara, baru dapat diklasifikasikan sebagai sebuah negara
baru berdaulat jika negara-negara ini dapat memenuhi persyaratan normatif sebagaimana
disebutkan dalam konvensi Montevideo.
Menurut teori deklaratif ini terdapat empat kriteria, yaitu adanya populasi yang tetap
(permanent population), adanya wilayah yang jelas dan tetap (defined territory), adanya
pemerintah (government), dan adanya kapasitas (negara) untuk melakukan tindakan atau
hubungan hukum dengan negara lain. Sedangkan menurut teori konstitutif, menekankan
adanya pengakuan dari negara lain untuk dinyatakan sebagai sebuah negara baru. Ini berarti
bahwa ketika suatu negara telah memiliki wilayah, penduduk dan juga pemerintah menurut
teori ini hal itu tidak otomatis menjadikan negara tersebut sebagai sebuah negara baru yang
berdaulat. Berdasarkan teori ini, perlu adanya pengakuan yang cukup dari negara-negara
berdaulat lainnya.
Jadi menurut saya, Palestina sudah bisa dianggap sebagai sebuah negara jika dilihat dari
fakta-fakta diatas, karena mereka juga telah diperlakukan seperti selayaknya sebah negara
oleh negara-negara lain dan juga organisasi internasional. Selain itu, mereka telah terlibat
dalam banyak perjanjian internasional dan juga menjadi negara pengamat non-anggota di
forum PBB. Jadi, berdasarkan fakta-fakta ini Palestina dapat dianggap sebagai sebuah negara
berdaulat untuk tujuan-tujuan hukum publik internasional.
C. Catalonia
Catalonia ingin melepaskan diri dari Spanyol dengan membuat sebuah referendum.
Membuat referendum ini adalah suatu cara masyarakat Catalonia untuk menyampaikan suatu
pendapat mereka. Hal ini sesuai dengan prinsip self-determination dalam hukum
internasional, karena hak untuk memisahkan diri bisa muncul dalam keadaan-keadaan khusus
tertentu, selain dalam konteks dekolonisasi. Ketika suatu bangsa dihalangi haknya oleh
pemerintah yang berkuasa dalam menikmati internal self-determination (untuk mendapatkan
status politik, ekonomi, sosial dan budaya), maka sebagai jalan terakhir yang diperbolehkan
dalam hukum internasional adalah upaya melepaskan diri dari negara tersebut.
Syarat-syarat self-determination dalam kasus Catalonia yang ingin memisahkan diri dari
Spanyol adalah aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Setelah itu Catalonia harus sesuai
dengan Konvensi Montevideo Tentang Hak dan Tugas Negara Tahun 1933 Pada Pasal 1 yaitu
syarat terbentuknya suatu negara, dan terakhir Catalonia harus mendapatkan pengakuan dari
sebuah negara.
Pemisahan diri Catalonia dianggap oleh Spanyol tidak sesuai dengan konstitusi dari
pemerintahan Spanyol. Pemerintah Spanyol menolak referendum Catalonia karena tidak
sesuai dengan syarat dari sebuah negara dan Catalonia adalah wilayah dari Spanyol yang maju
di antara wilayah lainnya seperti perekonomian, sumber daya alam dan kemajuan teknologi.
Dalam kasus Catalonia yang ingin melepaskan diri dari Spanyol bisa terlaksana dengan baik
tanpa ada korban yang jatuh, karena ini semua adalah sistem demokrasi. Catalonia punya hak
untuk melakukan atau mewujudkan mimpinya, karena pada dasarnya suatu hak itu dimiliki
oleh semua manusia dan Catalonia beserta masyarakatnya mempunyai itu. Prinsip
Selfdetermination bisa dilakukan karena ada beberapa faktor dari sebuah wilayah yang ingin
berdiri sendiri. Catalonia membuat referendum sesuai dengan syarat self-determination.
Menurut pendapat saya Catalonia tidak bisa dijadikan sebagai subjek hukum internasional
karena kurang terlaksananya syarat-syarat yang berlaku dalam pasal 1 Konvensi Montevideo
Tentang Hak dan Tugas Negara Tahun 1933
D. Isis
Subyek Hukum Internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak
dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Seiring dengan perkembangan
zaman tidak hanya Negara yang dianggap menjadi subyek hukum internasional namun kaum
pemberontak juga telah dianggap sebagai salah satu subyek hukum internasional.
Pemberontak atau gerakan separatis dapat dianggap sebagai suatu subjek hukum internasional
karena memiliki hak yang sama dengan apa yang dimiliki oleh subjek hukum internasional
lainnya.
Hingga saat ini, ISIS memang dapat dikatakan sebagai golongan kaum pemberontak yang
kuat dan memiliki susunan organisasi yang tetap, dan mapan dari segi politik namun hal
tersebut tidak cukup karena kaum pemberontak harus memiliki komandan yang
bertanggungjawab terhadap anak buahnya, melakukan aksi dalam wilayah tertentu dan
memiliki sarana untuk menghormati dan menjamin penghormatan terhadap Konvensi Jenewa
agar dapat menjadi belligerent. Tidak hanya itu, sampai saat ini kaum pemberontak ISIS juga
belum mendapatkan pengakuan sebagai belligerent baik dari pemerintah setempat maupun di
mata dunia internasional. Oleh karena itu, sesuai dengan penjelasan-penjelasan diatas ISIS
masih berada dalam tahap insurgent dimana kedudukan ISIS ini belum dapat diakui sebagai
pribadi internasional yang menyandang hak dan kewajiban menurut hukum internasional.