Anda di halaman 1dari 2

BADRUL HUDA

22101020058
PENGANTAR STUDI ISLAM ( RESUME 1 )
Masalah khusus kajian Islam adalah kesenjangan antara cita-cita dan realitas Islam,
yang mencintai perdamaian dan kemajuan dengan berbagai peristiwa kekerasan dan keadaan
supremasi Islam saat ini. Pemikir Islam sebelumnya seperti Hasan Hanafi, Abed al-Jabiri,
Nasr Hamd Abu Zaid dan sebagainya melakukan beberapa upaya untuk memecahkan
masalah ini. Kontribusi pemikiran beberapa tokoh ini tidak dapat dipungkiri. Namun, ada
pola berbeda yang bisa dibuat jika mencoba menganalisis permasalahan umat Islam dalam
kaitannya dengan kondisi yang masih ada saat ini. Berbicara tentang masalah ilmu keislaman,
Abu Rabi' menekankan perbedaan antara Islam dan pemikiran Islam. Ia percaya bahwa ajaran
Islam berbeda dengan Islam. Sementara Islam mengacu pada wahyu abadi dan agama suci,
pemikiran Islam mengacu pada pengembangan semua ilmu pengetahuan Islam, seperti Al-
Qur'an, hadits, fiqh, kalam, dll. Dapat dikatakan bahwa pemikiran Islam selalu terbuka,
berubah, selalu siap untuk dikritik dan juga berkembang. Dalam hal ini, pemikiran Islam
sangat dipengaruhi oleh tingkat perkembangan peradaban manusia itu sendiri.

Abu Rabi' mengatakan bahwa kajian Islam tidak dapat dilakukan dari satu aspek,
tetapi menurut Abu Rabi’, Islam memiliki empat aspek, yaitu: aspek filosofis, aspek teologis,
aspek tekstual, dan aspek antropologis dari realitas. Karena Islam tidak dapat dipisahkan dari
aspek-aspek tersebut, studi Islam harus merangkul berbagai aspek tersebut. Kajian Islam
tidak bisa dilakukan dari satu perspektif saja. Penggabungan aspek-aspek tersebut membuka
peluang besar bagi pemanfaatan ilmu-ilmu sosial, filsafat, politik, dan ilmu-ilmu lain yang
memahami Islam. Secara filosofis, ada dua alasan utama mengapa pendekatan ilmu sosial
digunakan untuk memahami hadis, yaitu: hadis mencakup berbagai bidang yaitu politik,
ekonomi, hukum, dll. Kedua, ketika memahami hadis, para ulama lebih fokus pada sejarah,
dengan menekankan pada aspek kebahasaan. Pendekatan ilmu sosial untuk memahami hadis
melibatkan upaya untuk menjelaskan posisi nabi sebagai pengarang atau pengarang teks.
Sebelumnya, berbagai ulama atau pemikir hadis telah menyelesaikan pengaturan tersebut.

Pemikiran Abu Rabi’ dapat dikembangkan untuk mendorong keterbukaan penelitian


hadis terhadap ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Jika Islam memiliki empat aspek yang selalu
inklusif, maka hadis sebagai mozaik Islam juga memiliki aspek-aspek tersebut, yaitu
ideologi, teologi, teks dan antropologi. Ketika berbicara tentang sebuah hadits, tidak perlu
memahami tekstualitasnya, tetapi dapat dipahami dari perspektif lain. Dengan demikian,
kajian hadis tidak terfokus pada kajian masalah sanad dan matan, tetapi dapat dikembangkan
dengan mempelajari ideologi hadis, antropologi hadist, teks hadis, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai