Anda di halaman 1dari 11

PETANI MILENIAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah Pengantar Ilmu Pertanian

DISUSUN OLEH :
Rizky Julia Kartika (22310001)
Tasya
Rahardian
Faisal
Jaka
Rifqi

DOSEN PENGAMPUH :
Marlina, SP.,M.Si

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALEMBANG
2022
KATA PENGANTAR

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh Ibu Marlina,
SP.,M.Si. pada mata kuliah Penganar ilmu pertanian di Universitas Palembang. Selain itu penulis
juga sangat berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Marlina, SP.,M.Si. selaku dosen pengampu
pada mata kuliah Pengantar ilmu pertanian.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam upaya pembuatan makalah
ini,dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, November 2022

Penulis

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara yang termasuk dalam wilayah tropis memiliki potensi
pertanian yang sangat baik. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi yang besar dan
sumber daya alam yang melimpah dalam produk pertanian. Pertanian di Indonesia merupakan
salah satu sektor yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia.
Kekayaan alam Indonesia sangat melimpah maka dari itu diperlukan pengelolaan yang tepat,
dengan menjaga regenerasi petani maka terjaga juga ketahanan pangan negeri ini. Petani milenial
adalah petani yang berusia antara 19-39 tahun. Petani milenial mengambil peran penting dalam
kesejahteraan pertanian karena petani milenial memiliki pemikiran yang lebih luas terutama
dalam hal pemasaran, dengan jangkauan pasar yang luas tidak menutup kemungkinan dimasa
yang akan datang Indonesia akan terbebas dari import dan memperbanyak produksi untuk
ekspor. Untuk melanjutkan pembangunan di sektor pertanian dibutuhkan dukungan dari
sumberdaya manusia pertanian yang maju, mandiri, dan modern (Purwanto, 2021).
Faktor pengungkit produktivitas adalah inovasi teknologi dan sarana prasarana pertanian,
serta kebijakan peraturan perundangan termasuk local wisdom yang masing-masing
kontribusinya sekitar 25%. Sedangkan yang paling besar adalah sumberdaya manusia yang
kontribusinya mencapai 50% dalam produktivitasnya. Pembangunan pertanian belum cukup
kalau hanya bicara inovasi, sarana dan prasarana, termasuk kebijakan peraturan perundangan.
Yang utama adalah bagaimana meningkatkan sumberdaya manusia, sehingga mampu
menimplementasikan inovasi, sarana prasarana dengan baik dan benar, serta mampu
mengusulkan kebijakan peraturan perundangan yang mendukung pertanian (Rochani, 2022).

B. Rumusan Masalah
a. Apa hambatan dan halangan petani milenial?
b. Bagaimana kondisi petani milenial di Indonesia?
c. Apa solusi agar meningkatkan minat menjadi Petani Milenial?

ii
i
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui hambatan dan halangan petani milenial.
b. Untuk mengetahui kondisi petani milenial di Indonesia
c. Untuk mengetahui solusi meningkatkan minat menjadi petani milenial.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hambatan dan Halangan Petani Milenial

Pengembangan agrikultural di indonesia mempunyai sejumlah hambatan, yaitu:


 Skala usaha pertanian pada umumnya relatif kecil.
 Terbatasnya modal.
 Penggunaan teknologi yang tergolong masih sederhana.
 Sangat dipengaruhi oleh musim.
 Sebagian besar penggerak ekonomi agrikultur hanya mengandalkan tenaga kerja
keluarga.
 Rendahnya akses terhadap kredit, teknologi, dan pasar.
 Pasar hasil pertanian sebagian besar dikuasai oleh pedagang-pedagang besar sehingga
cenderung merugikan petani.
 Banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.
 Rendahnya ketersediaan benih yang berkualitas untuk petani.

Ada beberapa permasalahan yang mengurangi minat generasi milenial untuk menjadi petani
di Indonesia yaitu:

1. Pertanian dipandang sebelah mata

Stigmatisasi masyarakat masih banyak menganggap bahwa pertanian hanya berujung


kepada mencangkul saja. Sehingga terkesan sektor pertanian adalah jorok dan miskin.
Citra sektor pertanian yang tampak kotor dan miskin didasari oleh tidak adanya bukti kuat
yang mengatakan bahwa bertani itu menjanjikan. Bukan berarti seluruh petani itu miskin.
Namun, kebanyakan ekonomi petani masih termasuk kelas menengah ke bawah. Faktor
yang menyebabkan pertanian di Indonesia belum maju yaitu Mindset dan pola pikir
masyarakat Indonesia menjadi salah satu penyebab ketertinggalan pertanian Indonesia.
Pertanian sebagai pekerjaan yang kurang menguntungkan merupakan mindset yang
ditanamkan mayoritas petani kepada anaknya dan kini menjadikan kurang minat pemuda

v
Indonesia terjun ke dunia pertanian.
2. Krisis regenerasi petani muda
Rendahnya minat regenerasi muda untuk terjun ke dunia pertanian terlihat dari
statistik sebesar 61% petani berusia >45 tahun. Padahal, generasi muda adalah generasi
penerus sekaligus kunci keberhasilan sektor pertanian. Jika tidak segera ditangani,
ketahanan pangan nasional akan sulit dicapai bangsa ini

3. Rantai niaga yang merugikan petani

Kesenjangan pembagian keuntungan yang didapat antara petani dan distributor, petani
yang paling banyak dirugikan. Hasil yang didapat tidak sebanding dengan resiko yang
dialami petani. Kondisi demikian yang menyebabkan pekerjaan sebagai petani tampaknya
tidak menjanjikan. Keuntungannya tak seberapa, belum lagi dihitung dengan kerugian
ketika cuaca tidak mendukung ataupun serangan hama. Untuk itu, diperlukan sarana yang
mampu memotong rantai perniagaan yang cukup panjang untuk komoditas pertanian.
Harapannya, petani mampu menyediakan produknya secara langsung ke konsumen
sehingga keuntungan yang diperoleh petani pun meningkat.

4. Teknik budi daya kurang presisi

Presisi yang dimaksud di sini adalah bertani dengan teknik yang benar dan tepat guna.
Di lapangan, pertanian dilakukan berdasarkan naluri dan pengalaman. Jarang sekali petani
di Indonesia yang berasal dari kalangan terdidik yang sudah memiliki bekal pengetahuan
yang cukup tentang pertanian. Misalnya, pemberian pupuk dengan dosis yang tepat,
penanganan hama yang benar, ataupun proses pasca panen yang seharusnya dilakukan
sehingga nilai jual produk lebih tinggi. Selain itu, benih yang digunakan sebagai bahan
tanam bukanlah benih bersertifikat. Idealnya, pemerintah melalui kelembagaan pertanian
melengkapi pengetahuan masyarakat tani dengan menurunkan penyuluh pertanian. Benar,
program ini sudah berjalan. Namun, tak jarang pula, penyuluh kurang menguasai masalah
pertanian itu sendiri. Alhasil, petani pun bersikeras dengan pengetahuan yang dimilikinya

5. Modal bagi petani

Kesulitan yang juga sering menimpa petani adalah mencari modal. Usaha tani yang

vi
tidak bisa memberikan kepastian, yakni bergantung pada alam, menyebabkan pemberi
kredit enggan mengeluarkan uang kepada wirausahawan di bidang pertanian.
6. Alih fungsi lahan
Banyak terjadi di pulau Jawa, padatnya penduduk dengan tingkat kebutuhan yang tingi
menyebabkan lahan-lahan pertanian diubah menjadi perumahan dan gedung-gedung
bertingkat. Produktivitas yang tidak seberapa ditambah dengan lahan yang semakin sempit
menyebabkan perekonomian petani semakin terhimpit. Selain masalah di atas, pastinya
masih banyak masalah lainnya yang perlu segera untuk diselesaikan. Penyelesaian masalah
tersebut tentunya harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat yang terlibat mulai dari
petani hingga pemerintah.

B. Kondisi Petani Milenial Di Indonesia


Hasil Sensus Penduduk pada tahun 2020 mencatat, bahwa jumlah penduduk kategori
milenial sebanyak 25,87 persen atau sekitar 69,901 juta dari jumlah penduduk 270,20 juta
jiwa, artinya tenaga kerja produktif potensial cukup tersedia, lebih lagi saat ini Indonesia
tengah menghadapi kelimpahan bonus demografi terkait dengan sumberdaya manusia.
Sekitar 70,72 persen penduduk Indonesia saat ini berumur antara 15 - 64 Tahun (BPS, 2020).
Namun, hasil penelitian KRKP (2015) melaporkan bahwa sebagian besar generasi muda
menyatakan kondisi pertanian memprihatinkan, yang mengkibatkan sedikitnya generasi
muda tergerak untuk bekerja di sektor pertanian.
Berbagai faktor yang menyebabkan sektor pertanian semakin ditinggalkan oleh tenaga
kerja usia muda dan tenaga kerja muda berpendidikan, baik yang bersifat push factor
(pendorong) atau faktor internal, dan pull factor (faktor penarik) atau faktor eksternal. Faktor
internal merupakan faktor yang lebih banyak disebabkan oleh kondisi internal individu atau
sektor pertanian yang kurang memberikan daya tarik kepada tenaga kerja muda untuk
berusaha di pertanian. Faktor-faktor tersebut antara lain :
a) rata-rata luas lahan sempit atau bahkan tidak memiliki lahan;
b) sektor pertanian dipandang kurang memberikan prestise sosial, kotor, dan berisiko;
c) mismatch antara kualitas pendidikan dan kesempatan kerja yang tersedia di desa,
yang dicerminkan oleh semakin banyaknya pemuda di desa yang bersekolah ke
jenjang pendidikan lebih tinggi sehingga makin selektif terhadap pekerjaan;

vi
i
d) anggapan pertanian berisiko tinggi, kurang memberikan jaminan tingkat, stabilitas,
dan kontinyuitas pendapatan;
e) tingkat upah dan pendapatan di pertanian rendah, terutama dengan status petani
gurem;
f) kesempatan kerja di desa kurang, diversifikasi usaha nonpertanian dan industri
pertanian di desa kurang/tidak berkembang;
g) suksesi pengelolaan usaha tani kepada anak rendah, yaitu kurang dari 40%, karena
sebagian besar orang tua juga tidak menginginkan anak-anak mereka bekerja seperti
mereka; dan
h) belum ada kebijakan insentif khusus untuk petani muda/pemula.

C. Solusi Untuk Meningkatkan Regenerasi Petani di Indonesia


Ada tiga faktor utama yang perlu dipertimbangkan untuk menarik generasi muda ke
pertanian, yaitu produktivitas dan profitabilitas usaha pertanian, kesempatan kerja yang
tersedia, serta kenyamanan dan kepuasan kerja. Di sisi lain, generasi muda sebagai pemasok
tenaga kerja juga memerlukan perbaikan dan peningkatan pendidikan dan keterampilan agar
sesuai dengan kebutuhan pertanian. Beberapa kebijakan yang diperlukan untuk menarik
generasi muda bekerja di sektor pertanian, antara lain :
a) mengubah persepsi generasi muda bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang
menarik dan menjanjikan apabila dikelola dengan tekun dan sungguh-sungguh;
b) pengembangan agroindustri;
c) inovasi teknologi;
d) insentif;
e) pengembangan pertanian modern;
f) pelatihan dan pemberdayaan petani muda; dan
g) memperkenalkan pertanian kepada generasi muda sejak dini (Susilowati, 2016).

vi
ii
BAB III
Simpulan dan Saran

A. Simpulan
Petani milenial merupakan petani yang usianya berkisar antara 19 hingga 39 tahun.
Gerakan pembentukan petani milenial diyakini dapat menjadi jalan untuk menyejahterakan
kehidupan Masyarakat Indonesia. Namun hasil penelitian KRKP (2015) melaporkan bahwa
sebagian besar generasi muda menyatakan kondisi pertanian memprihatinkan, yang
mengkibatkan sedikitnya generasi muda tergerak untuk bekerja di sektor pertanian. Beberapa
kebijakan yang diperlukan untuk menarik generasi muda bekerja di sektor pertanian, antara
lain :
a. mengubah persepsi generasi muda bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang
menarik dan menjanjikan apabila dikelola dengan tekun dan sungguh-sungguh;
b. pengembangan agroindustri;
c. inovasi teknologi;
d. insentif;
e. pengembangan pertanian modern;
f. pelatihan dan pemberdayaan petani muda; dan
g. memperkenalkan pertanian kepada generasi muda sejak dini

B. Saran

Sebagai mahasiswa pertanian sebaiknya berusaha menjadi salah satu petani milenial
untuk menghindari krisis regenerasi petani. Kepada masyarakat agar tidak meberi
stigma miring tentang profesi petani dan untuk Pemerintah agar membuat kebijakan
yang mendukung generasi milenial untuk mentadi petani milenial.

ix
Tinjauan Pustaka

BPS. (2020). Hasil Sensus Penduduk. Jakarta.

KRKP. (2015). Laporan Kajian Regenerasi Petani. Jakarta.

Purwanto, SY. 2021. Petani Milenial. https://www.researchgate.net/publication/357028146.


Diakses pada 11 November 2022 23:00

Rochani, S. 2022. Viral Cerita Tentang Petani Milenial Jawa Barat.


https://dkpp.jabarprov.go.id/berkas/content//005c4ef88261dcfb65d47164faf32e29. Diakses
pada 11 November 2022 23.13

Susilowati,SH. 2016. Fenomena Penuaan Petani dan Berkurangnya Tenaga Kerja Muda Serta
Implikasinya Bagi Kebijakan Pembangunan Pertanian. Bogor

Anda mungkin juga menyukai