Anda di halaman 1dari 8

KISHKINDA VANA NARA

Novan Ardiansyah

I
Sepulang dari perang besar, Bangsa Dewa melawan Bangsa Asura, Dewi Tara salah satu
Bangsa Vanara, mengasingkan diri, menyaksikan negerinya Kishkinda yang semakin
terpuruk. Di sebuah pashraman atau gubuk kecil, hutan belantara kawasan Kishkinda, Dewi
Tara membaca semacam syair-syair kepiluannya. Tara berkeluh kesah kepada Subali,
kepada rakyat Kishkinda, bangsa Dewa, bangsa asura, bahkan kepada penonton.

Tara : O, Kishkindaku kleperkasaanmu kini tlah jadi abu


Memilukan, Kishkinda meradang penuh pesakitan
Perang besar jadikan negeri ini terjajah
O, Subali! Kembalilah, bicaralah, berdirilah!
Selamat, malam penonton, malam ini aku ingin berbagi sedikit cerita negeri ku
yang lucu dan bodoh ini kepada kalian semua. Yah, itupun kalau kalian semua
memberi izin, kalau enggak ya sudah, tidak saya lanjutkan. Boleh? Baiklah.
Kishkindaku yang perkasa dulu, sekarang berubah jada kacau balau, korat
karit, morat marit, kalau boleh dibilang ya hancur lebur. Aku sangat kecewa.
Dan kekecewaanku ini bermula semenjak Sugriwa berkuasa di Kishkinda
menggantikan kakaknya yang sekaligus jadi Raja waktu itu, yaitu Subali.
Seperti inilah kisahnya…..

II
Tara menghilang. Segalanya berubah berkisah kembali ke masa lalu. Ketika Subali jadi Raja
Kishkinda, telah berhasil menumbangkan rezim tirani Mayawi atau Mahesasura. Semenjak
itu, Kishkinda menjadi negara merdeka yang berdaulat. Bendera dan panji-panji rezim siluman
diturunkan, kemudian digantikan dengan bendera berlambang kera. Seluruh rakyat bersorak
sorai kegirangan.

Rakyat : Merdeka! Hidup Kishkinda! Hidup Kishkinda! Merdeka!


Sugriwa : (Muncul dengan diikuti pejabat negara yang lain) Merdeka! Bravo Kishkinda!
Seluruh rakyat negeri Kishkinda, hari ini adalah kemerdekaan kita. Selayaknya
kita bahagia. Tapi kemerdekaan kita dari rezim tirani siluman Mayawi ini harus
diikuti gugurnya pahlawan negeri ini, Raja perkasa negeri ini, saudaraku, Raja
Subali!

Seluruh rakyat menjadi termenung, pelan-pelan berhenti dan mendengarkan secara hikmat.
Sugriwa melanjutkan orasinya.
Sugriwa : Bagaimana lagi, waktu itu dia bertarung sendirian melawan siluman brengsek
itu di dalam gua. Aku menut disuruhnya jaga-jaga di mulut gua. Kalau ada
darah putih mengalir, maka aku diminta untuk segera menutup pintu gua
dengan batu yang besar. Dan, aku melihat darah putih dan merah mengalir
deras di mulut gua, aku kebingungan harus seperti apa, tapi aku ingat pesan
kakakku, aku segera mengambil batu besar dan menutup pintu gua itu. Dan
hari ini aku mengabarkan kepada kalian kemerdekaan kita adalah
kebahagiaan seluruh penduduk negeri dan sekaligus kesedihan seluruh
penduduk negeri.
Seorang Rakyat: Lha kalau kita sudah gak punya pemimpin hari ini lalu siapa yang akan jadi
pemimpin negera merdeka ini?
Rakyat : Ya betul itu… betul…. Siapa pengganti Raja Subali? (ricuh)
Seorang Rakyat: Tapi Anggada masih terlalu kecil untuk jadi raja
Rakyat : Bagaimana kalau tuan Sugriwa? Setuju, setuju, setuju
Penasehat : Jika ini perayaan hari kemerdekaan Kishkinda, kenapa kita langsung ganti
pemimpin?
Seorang Rakyat: Situasi sekarang terlalu darurat bos. Harus cepat-cepat ganti!
Penasehat : Raja Subali belum bisa dipastikan mati. Jasadnya kenapa tidak dibawa
kemari?
Sugriwa : Jasadnya ada di dalam gua, siluman itu terlalu kuat untuk bertarung
denganku, maka daripada kita terganggu, aku tutup gua itu pakai batu.
Rakyat : Ganti saja! Ganti! (makin sorak sorai)
Sugriwa : Baiklah. Kalau memang itu mau kalian, untuk para kaum Vana Nara, saya
bersedia memimpin Kishkinda! Maka, kusahkan hari ini, Anggada sebagai
anakku juga, menjadi putra mahkota, Tara menjadi istriku juga, sebagai Ratu
Kishkinda!
Rakyat : Hidup Sugriwa! Hidup Bangsa Vana Nara! Hidup Kishkinda!

Sugriwa jadi raja baru Kishkinda, ia telah dinobatkan. Karangan bunga, kalung bunga, taburan
bunga mengiringinya. Sebagai tanda, ia dikalungkan dasi hitam, tapi tanpa baju, cuma secarik
kain cawet di pinggangnya. Beberapa asesoris dipakaikan, mungkin kacamata hitam atau
bahkan peci hitam.

Sugriwa : Hidup Bangsa Vana Nara! Hidup Kishkinda!

Mereka menari dan menyanyi riang gembira sebagai perayaan sekaligus penobatan raja baru
Sugriwa. Situasi berubah secepat kilat, kala mereka semua mendengar auman garang dari
kejauhan memanggil nama Sugriwa. Kaget. Terperangah semua mendengarnya!
Subali : Sugriwaaa………! (Subali muncul dari kejauhan) Kau telah menghianatiku!
(berlari meringsek ke kerumunan, menghajar Sugriwa) Bangsat! Bajingan
tengik! Ternyata kau lakukan kudeta, kau gila tahta! Apa yang jadi milikku kau
rebuat semuanya! Anakku, istriku, negeriku. Bajingan licik!
Sugriwa : Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku bisa menjelaskan semua dahulu.
Tenanglah… Tenang dulu (Sugriwa mencoba melawan)
Subali : Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Kau menghianatiku Sugriwa.
Enyahlah! Aku tak ingin melihatmu, atau kau akan mati di tanganku!
Sugriwa : Aku tak mungkin menghianati saudaraku sendiri. Percayalah. Ini semua salah
paham, tidak seperti yang kau kira!
Subali : Aku tidak peduli! Pergi dari hadapanku sebelum aku membunuhmu!

Semua terperangah, bingung tak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka cuma nonton sambil
melotot ketakutan. Sugriwa kabur menyelamatkan diri. Subali naik podium lalu berorasi.

Subali : Rakyatku Kishkinda!


Rakyat : Hidup Raja Perkasa Subali!
Subali : Kalian telah menyaksikan sendiri, saudaraku berusaha mengkudetaku.
Biarlah penghianat itu lari dari Kishkinda. Subali, masih tetap sebagai Raja.
Anak dan istriku akan kembali kepadaku. Aku telah menumpas siluman jahat
Mayawi dan membesakan Kishkinda dari rezim tirani. Hari ini, merayakan
kemerdekaan Kishkinda ini, mari kita bersama-sama membangun peradaban
Kishkinda yang agung dan perkasa. Kita bukan bangsa kera, jangan percaya
omong kosong bangsa Dewa yang mengejek kita. Kita akan bangun peradaban
manusia hutan. Ekonomi negara akan segera dipulihkan. Pendidikan akan
segera berjalan. Kesehatan untuk rakyat. Pers tak akan lagi dibungkam.
Kesenian dan kebudayaan akan segera terlahir. Hidup bangsa Vana Nara!
Hidup Kishkinda!
Rakyat : Hidup Raja Perkasa Subali! Hidup Kishkinda! Merdeka!

III
Lereng gunung Riksyamuka, malam hari. Sugriwa berdiam diri merenung. Datanglah orang
asing Bangsa Dewa, Rama dan Laksmana, yang sedang dalam pencarian istrinya Sita.
Sugriwa bercrita tentang perselisihannya dengan kakaknya Subali tentang Kishkinda.

Sugriwa : O, Tuanku Rama.


Rama : Apa yang membuatmu bersedih hati Sugriwa?
Laksmana : Benar, ceritakanlah pada kami, mungkin kami bisa membantumu
Sugriwa : Tuan, kemarin tindakanku telah disalahpahami oleh kakakku Subali, Raja
Kishkinda. Aku sekarang dalam pelarian menghindari amarah dan amukannya.
Itulah mengapa aku sekarang berada di sini dan bertemu dengan Tuan.
Rama : Apa tindakanmu yang disalahpahami kakakmu Subali?
Sugriwa : Begini Tuan, kami diutus Brahmana untuk melenyapkan para raja siluman.
Kakakku bertarung di dalam gua, aku menunggunya di luar. Dia berpesan
kalau keluar darah putih, maka segeralah kututup pintu gua dengan batu besar.
Itu tandanya dia kalah dalam pertempuran. Darah putih itu mengalir deras,
disertai darah merah. Maka aku segera menutup pintu gua itu dengan batu.
Lalu aku segera kembali ke Kishkinda, dan di sana mereka menuntutku
menggantikan dia jadi Raja. Aku mengiyakannya (hampir menangis)
Laksmana : Lalu apa yang terjadi?
Rama : Lanjutkanlah ceritamu, Sugriwa
Sugriwa : Tuan, kemudian aku dinobatkan jadi Raja. Dan tak kusangka-sangka kakakku
Subali meraung dari jauh, dia masih hidup dan kembali ke Kishkinda. Dia
menghajarku habis-habisan. Dikiranya aku telah merebut dan mengkudeta
tahtanya, dia kira aku merebut anak istrinya. Maka aku segera lari, karena aku
tak sanggup melawan kekuatan dia. Tuanku Rama, sampai hari ini aku tak tahu
lagi apa yang harus aku lakukan untuk menyelesaikan masalah ini (menangis)
Maukah tuan menolong hamba?
Rama : Sugriwa. Kebijaksanaanmu saat ini menentukan masa depan Kishkinda.
Maka segeralah kamu tentukan keputusan. Aku Avatara Vishnu, memiliki busur
panah dan siap membantumu.
Laksmana : Baginda, Rama.
Rama : Laksmana. (Rama menggeret pundaknya menjauh dari Sugriwa) Kita harus
membantunya. Kita ambil kesepakatan, kalau kita bersedia membantu, maka
dia akan membantu kita. Mencari istriku Sita.
Laksmana : Baiklah.
Rama : (Mendatangi Sugriwa) Sugriwa, Kami bersedia membantumu.
Sugriwa : Apa yang dapat hamba lakukan?
Rama : Tantanglah Subali bertarung denganmu.
Sugriwa : Aku tak mungkin sanggup melawannya
Rama : Busur panah ini jaminannya. Bertarunglah di lereng gunung Riksyamuka ini.
Karena di tempat ini sudah dikutuk untuk kaki Subali. Lalu busur panah ini akan
menusuk ke jantungnya. Dan jadilah Raja Kishkinda. Rebutlah kembali apa
yang menjadi hakmu. Tegakkan keadilan di negerimu.
Sugriwa : Baiklah. Apa yang bisa aku berikan untuk jasa sebesar itu kepada Tuanku
Rama
Rama : Aku sedang dalam pencarian istriku Sita, yang diculik iblis Raja Asura, ialah
Rahwana. Demi kehormatan, aku akan merebutnya. Berperang melawan dia.
Sugriwa : Seluruh rakyatku akan patuh padaku, para lelaki Kishkinda akan bersedia jadi
tentara Tuan Rama.
Rama : Segera temuilah kakakmu Subali!
Sugriwa : Hamba mohon diri

Sugriwa segera meninggalkan gubuk. Pergi menuju Subali. Segeralah Subali datang
menemui Sugriwa. Pertarungan sengit terjadi. Duel maut “kera” bersaudara itu, dimenangkan
Subali. Sugriwa babak belur dihajar Subali. Ia mengadu kepada Rama, dan memintanya
bertarung sekali lagi dengan memakai kalung bunga untuk pembeda. Mereka bertarung lagi,
babak belur lagi. Rama bersiap di balik pohon dengan busur dan anak panahnya. Secepat
kilat, anak panah melesat menusuk jantung Subali yang seketika terkapar sekarat.
Subali : Hahaha, Sugriwa kamu telah menghabisiku dengan cara yang hina. Licik!
Rama, kenapa kamu memubunuhku dengan cara hina? Kita bisa bertarung
dan berduel seperti laki-laki bukan?
Rama : Subali, engkau telah merebut hak orang lain, dan layak untuk dibunuh!
Subali : Justru hakku yang telah direbut oleh adikku sendiri! Cuh! Kalau memang aku
salah, aku bersedia kau bunuh tapi tidak dengan cara seorang pengecut!
Rama : Kau hewan, berkeliaran di hutan, tanpa norma dan aturan. Hewan layak
diburu, dan akulah pemburu itu!
Subali : Tuan, kami memang manusia hutan, tapi kami bukan berarti kera. Kami punya
Negara dan peradaban. Kami adalah bangsa merdeka. Dan ini adalah urusan
kami berdua. Bukan urusan anda. Lalu kenapa anda mencampuri urusan
kami? Harimau berburu di hutan karena lapar, apa yang membuatmu lapar
Tuan Rama?
Rama : Aku sang Avatara Vishnu harus memberangus tindakan adharma.
Tindakanmu sudah kelewat batas. Menuduh orang lain tanpa mendengar
penjelasannya lebih dahulu. Aku datang ke dunia untuk menegakkan dharma.
Subali : Tapi tidak untuk bangsaku Vana Nara. Tidak untuk negaraku Kishkinda. Kau
anggap kami kera, tak boleh disentuh. Itu aturan Bangsa Dewa yang bahkan
Bangsa Asura sangat membencinya.
Rama : Sugriwa telah menyampaikan semuanya. Aku menentang semua yang
berperilaku adharma.
Subali : Kalau kau ingin membunuhku, kau bisa bertarung denganku seperti laki-laki!
Rama : Kau akan berkesempatan bertarung dengan inkarnasiku berikutnya, di zaman
berikutnya. Tenangkanlah jiwamu Subali.
Subali : Sugriwa, mana anak dan istriku?
Sugriwa : Mereka ada di sampingmu
Subali : Anggada, jadilah putra mahkota Kishkinda yang baik. Jadikanlah Kishkinda
mercusuar peradaban dunia. Di tangan kekarmu, aku titipkan negeri itu.
Anggada : Baik, hamba akan mematuhi titahmu, Raja.
Subali : Tara, istriku, Ratuku. Aku mencintaimu. Kau tidak akan pernah kehilangan
aku.
Tara : Subali, Rajaku! Suamiku. Jangan pergi….

Semua menangis. Kishkinda berkabung dalam kesedihan. Sugriwa jadi Raja Kishkinda.

IV
Masih di dalam pashraman Tara. Malam gelap gulita, hanya ada cahaya rembulan dan obor
yang menyala.
Tara : Kalian sudah menyaksikan sendiri. Betapa kecewa dan sedihnya aku
kehilangan Subali. Rama dan Laksmana adalah orang asing yang diminta
untuk menggulingkan kepemimpinan Subali yang sah. Kenapa bangsa asing
harus ikut campur? Aku tidak habis pikir, lama-lama yang kulihat adalah
kekonyolan yang merajalela. Hahahaha… Mari kita tertawa sepuasnya. Kita
tidak akan dibungkam di sini. Di sini bangsa merdeka. Berdaulat!
Kishkindaku, banyak kebodohan yang terjadi. Raja yang kompeten seharusnya
mampu membawa kemerdekaan dan kedaulatan bangsa. Bukan begitu
penonton? Lah kalau seperti itu, namanya ya kekuasaan digulingkan demi
kepentingan segelintir orang, bukan untuk kepentingan rakyat. Padahal sejak
rezim siluman ditumbangkan, Kishkinda adalah negara merdeka. Subali
memerdekakan rakyatnya betul-betul. Ekonomi membaik, kesehatan rakyat
mulai diperhatikan, pendidikan yah walaupun masih belum maksimal, tapi
bisalah diusahakan, kemiliteran jadi kuat loh, pers bebas meliput apapun,
rakyat bebas bersuara kan. Walaupun di sana sini masih ada krisis
kemanusiaan, eh maksud saya krisis kehewanan, kan kami dalam tanda petik
kera, tidak dianggap sebagai manusia.
Ah, ngomongku kok jadi ngelantur kemana-mana sih. Daripada kalian capek
denger ocehan dan sambatku. Mending kita lanjutkan saja kisah Kishkinda
yang menyedihkan ini. Mari…..

V
Kishkinda gegap gempita. Seluruh laskar kemiliteran dan kerakyatan berbaris siap
melaksanakan perintah Sri Rama. Menyediakan diri bertempur dan berperang melawan
Alengka, demi mencari istri Rama, Sita. Bendera dan panji-panji berkibar. Musik drumband
dan lagu-lagu penyemangat siap digaungkan. Terompet perang siap ditiupkan. Semua laskar
siap berangkat menuju Alengka.
Kishkinda hanya didiami wanita-wanita dan calon janda. Mereka bercocok tanam sendiri,
masak sendiri, bahkan tiba-tiba mengelola negaranya Kihskinda secara mandiri. Banyak ibu-
ibu membawa anak-anaknya belanja, rasan-rasan.

Wanita : Owalah. . . gimana jadinya kalau para lelaki Kishkinda tidak ada yang pulang
lagi?
Wanita : Biarlah Yuk. Wong mereka itu berusaha jadi pejuang dan pahlawan. Kok
masih dieyel saja.
Wanita : Enggak gitu. Aku heran saja gitu loh. Kok kita mau ya perang demi
kepentingan bangsa lain?
Wanita : Kebanggan yang luar bisa loh Yuk. Kita ikut membela Sri Rama loh.
Wanita : Ah, iya juga sih. Bodoh aku ini ya.
Wanita : Iya jelas. Wong otak kera itu tak sepintar dan secerdas manusia kok.
Wanita : Husss
Wanita : Aku dengar-dengar, mereka menyebrang laut dengan membangun jembatan
loh. Wah kagum aku dengernya.
Wanita : Aku heran lagi aja ya, kenapa gak pake kapal atau perahu saja gitu kan enak
mudah cepat dan efisien.
Wanita : Heh yuk, dasar otak kera. Primitif. Jembatan itu dibangun kan supaya
anggaran negaranya bisa keluar gedhe. Ya itung itung ngiras ngirus dong Yuk.
Kan lumayan. Hihihi
Wanita : Ngiras ngirus raimu aa?! Justru karena proyek yang kurang efisien itu, kitalah
yang jadi korbannya. Lihat tiap hari apa yang kita makan? Anak kita makan
apa? Nenek tua sakit-sakitan itu juga malah bingung mau sembuh dari mana.
Krisis ini namanya.
Wanita : Jangan-jangan itu proyek abal-abal Yuk?
Wanita : Heh jangan ngawur kamu itu! Lah wong kemarin sudah viral kok, bangsa kera,
Bangsa Vana Nara bisa mbangun jembatan belah lautan. Woooo…. Keren kan.
Dasar gak apdet inpo!
Wanita : Berarti proyek jembatan itu emang beneran ada, bukan abal-abal. Tapi
mungkin anggarannya yang kegedhean. Toh kita lagi di sini yang jadi korban
Wanita : Padahal kita gak punya kepentingan apa-apa
Wanita : Bukannya bangsa kita bangsa Vana Nara itu gak pernah punya musuh ya?
Sama Bangsa Dewa juga enggak, sama Bangsa Asura apa lagi.
Wanita : Aneh juga ya
Wanita : Jangan-jangan kita Cuma dimanfaatin sam itu tuh, buat kepentingan dia?
Wanita : Kalau beneran iya, gimana dong? Jadi budak dong….. Nasib…. nasib….
Wanita : Udah, anakmu nangis terus tuh. Ngelantur aja omongnya. Ayo pulang.
Wanita : Oooo dia tuh yang mulai duluan. Ayo pulang
Wanita : Pulang… pulanggg…..
Para wanita yang mandiri itu berangsur-angsur pulang. Tapi dalam perjalanan masih saja
tetap nggremeng kayak tawon ndhas.

VI
Dalam keheningan itu, suara sorak sorai kemenangan berguncang. Hanuman, Anggada,
Anila, Sugriwa, beserta laskar-laskar perang kembali pulang ke tanah air. Begitu pula Rama
dan Laksmana juga pulang ke tanah air bangsa Dewa di Ayodya. Tapi banyak juga yang tak
pulang karena gugur di medan laga. Mereka saling berpelukan dan menceritakan
kepahlawanan. Sita berhasil diselamatkan. Panji-panji kemenangan dikibarkan.

Sugriwa : O, Rakyatku Kishkinda, kita telah berhasil menumpas Alengka. Kita telah
berhasil menyelamatkan Dewi Sita! Anggada, anakku putra mahkota yang
luar biasa saat jadi Duta. Keponakanku Hanuman, yang bersama pasukan
elit perang berhasil membakar Alengka. Laskar-laskar perang yang heroik
dan luar biasa mengagumkan! Hidup Vana Nara!
Rakyat : Hidup Vana Nara!
Sugriwa : Hidup Kishkinda!
Rakyat : Hidup Kishkinda!
Dalam kegembiraan itu, dalam riuhnya suasana kemenangan itu, justru Tara tiba-tiba
menyeret diri pergi dari kerumunan. Keriuhan semakin menipis dan kemudian berangsur-
angsur hilang. Tara menyalakan obor penerangnya.

Tara : Lihatlah kawan. Mereka sangat gembira dengan kemenangan semu itu.
Apakah mereka tidak pernah berpikir, mereka perang untuk siapa? Bukan
untuk bangsa dan tanah airnya! Lalu apa yang layak dibanggakan? Apakah
mereka tidak sadar? Untuk apa mereka susah payah membangun jembatan
menyeberangi lautan? Demi apa mereka mengorbankan jutaan nyawa bangsa
Vana Nara? Padahal ku dengar Adik Rahwana si Wibisana itu membelot dan
membocorkan rahasia Negara dan bangsanya Asura! Lihatlah janda-janda
Kishkinda! Wanita-wanita Kishkinda yang malang dan sangat menyedihkan.
Apakah mereka tidak sadar yang mereka lakukan itu justru memberi kerugian
bagi negeri ini? Apa yang kita dapat!? Tidak ada sama sekali!
Hah, padahal susah payah Bangsa dan Negara ini menjunjung kemerdekaan.
Kalau pada akhirnya kita tetap saja terjajah. Benar Sugriwa yang bertahta, tapi
aku tak yakin kalau ia berkuasa! Rama dan Bangsa dewanyalah yang
mengendalikan bangsa Vana Nara! Mana bangsa Kishkinda yang merdeka dan
berdaulat? Dasar manusia kera!
O, Subali. Kembalilah…..
END
Mojoagung, 27 Agustus 2022

Anda mungkin juga menyukai