Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BERMAIN


TERAPEUTIK DI RUANGAN RAWAT INAP RS MISI LEBAK

OLEH*:
AAN ADRI ALAMSAH

PROGRAM DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN YATNA YUANA LEBAK
RANGKASBITUNG, BANTEN
2020

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Monty P. Satiadarma bermain dan alat-alat permainan memiliki fungsi terapeutik.
Proses belajar justru sebaiknya dilakukan melalui metode bermain dan dengan alat-alat permainan.
(Psikologi Indonesia, 2006. Diakses Tanggal 11 Juni 2008). Dalam OMT permainan yang diberikan
membutuhkan alat-alatun tuk membantu agar permainan mudah diakukan dan mudah ditangkap oleh
pancaindra seperti permainan yang membutuhkan ketangkasan dan keberanian pelaku misalnya
permainan perang-perangan membutuhkan senjata dan lain sebagainya. Alat-alat yang demikian itu
memiliki fungsi terapeutik yang dapat membantu pelaku mengurangi kejenuhan dan ketegangan.
Brockman (1979) menjelaskan rekreasi pada kawasan hutan bertujuan untuk menyegarkan kembali
kondisi badan yang sudah penat dan jenuh dengan kegiatan rutin, supaya beberapa cara untuk
menghilangkan kejenuhan, salah satunya adalah penyegaran kembali melalui kegiatan rekreasi
inovatif yang dilakukan dengan menggunakan media alam. Kegiatan ini merupakan kegiatan alternatif
yang mampu menciptakan suasana segar dan menyehatkan tetapi juga ada nilai tambah yang berusaha
ditonjolkan dari setiap permainan atau game sehingga pelaku tidak hanya merasakan senang saja
tetapi juga merasakan adanya penambahan pengalaman baru serta pengetahuan baru yang bermanfaat.
(Megonosangit Blog Spot Com, 2007. Diakses Tanggal 16 Juni 2008).

motorik yang berlebihan ( Bernand & Wilson 2009 ). Hasil penelitian Tjahyono, Pengaruh Terapi
Bermain Terhadap Kecemasan Anak Yang Mengalami Hospitalisasi Di Ruang Mirah Delima Rumah
Sakit William Booth Surabaya, 2014, dari total 27 reponden, 15 responden ( 55 %) memiliki tingkat
oversensitivity, setelah di lakukan terapi bermain terdapat penurunan skala derajat kecemasan
sebanyak 13 responden ( 65%) sehingga terapi bermain berpengaruh terhadap kecemasan anak yang
mengalami hospitalisasi. Sedangkan penelitian Fradianto, Pengaruh Terapi bermain Terhadap
Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah yangMengalami Hospitalisasi di RSUD
dr.Soedarso Pontianak,2014, dari total responden 20 org, 90% mengalami tingkat kecemasan tertinggi
yaitu cemas berat dan setelah dilakukan terapi bermain menurun 35 %

Pelayanan kesehatan bagi anak yang sakit dapat berupa pengobatan dan perawatan, termasuk
perawatan anak di rumah sakit yang dikenal dengan rawat inap. Rawat inap adalah proses harus
tinggal di rumah sakit untuk perawatan dan pengobatan sampai anak kembali ke rumah karena suatu
alasan (Supartini, 2004). Hockenberry & Wilson (2007) menemukan bahwa stresor rawat inap
termasuk ketakutan meninggalkan orang tua dan orang yang dicintai, ketakutan akan ketidaktahuan,
kehilangan kontrol dan otonomi, ketidaknyamanan, kerusakan fisik yang mengakibatkan rasa sakit
dan pemutusan hubungan, dan kematian. Ditemukan termasuk ketakutan. Oleh karena itu, tantangan
yang dihadapi anak-anak di rumah sakit adalah bagaimana mengatasi masalah perpisahan, beradaptasi
dengan lingkungan dan orang yang merawatnya, bagaimana menangani anak dengan penyakit lain,
dan Tata cara perawatan dan pengobatan yang mereka terima.

2
Terapi bermain terhadap anak yang mengalami hospitalisasi mendapatkan hasil bahwa terapi bermain
di rumah sakit tidak hanya akan memberian rasa senang pada anak tetapi juga akan membantu anak
anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang, nyeri dan anak akan lebih
kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang di berikan sehingga di harapkan dapat mempercepat
proses penyembuhan (Hale,M.A,Tjahjono,2014). Pada penelitian Fradianto (2014), ia menggunakan
terapi bermain lilin sebagai media atau alat permainannya sehingga perluadanya penelitian yang
menggunakan media atau alat permainan berbeda.
Berkaitan dengan permainan pengobatan ini, perawat perlu memiliki pengetahuan yang tinggi tentang
permainan pengobatan, seperti pengertian permainan pengobatan, fungsi permainan pengobatan,
klasifikasi permainan pengobatan, prinsip-prinsip permainan pengobatan, dan peran permainan
pengobatan. pengasuh. ada. Bermain terapeutik. Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan staf
keperawatan sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien. Perawat
diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan terbaru untuk memberikan perawatan yang
memadai kepada pasien (Gordon & Watts, 2011) .

1.2 Tujuan Masalah


1.2.1 Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Gambaran Tingkat Pengetahuan perawat tentang bermain
teraputik di ruangan rawat inap RS Misi lebak
1.2.2 Tujuan Khusus
1.Untuk mengetahui gambaran pengetahuan teraputik di ruangan rawat inap RS MisI lebak
2. Untuk mengetahui gambaran bermain teraputik di ruangan rawat inap RS Misi lebak
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Bagi RS Misi Lebak
Ini memberikan gambaran dunia nyata tentang tingkat pengetahuan perawat tentang permainan
perawatan di ruang rumah sakit Rumah Sakit Misi Lebak, memungkinkan informasi perawat untuk
dilacak melalui intervensi yang tepat sasaran.

1.3.2 Bagi Peneliti


A. Memperoleh pengalaman dalam melihat dan menganalisis pengetahuan perawat tentang
permainan pengobatan di ruang RSUD Misi Lebak
B. Perawat dapat berpikir kritis dan kreatif dalam mengidentifikasi penyebab masalah seiring
dengan bertambahnya pengetahuan tentang permainan terapeutik di ruang rawat inap RS Misi
lebak..

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan Perawat


2.1.1 Pengertia
Pengetahuan muncul dari rasa ingin tahu melalui proses indera, terutama pada mata dan telinga
terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan area penting dalam perilaku terbuka atau
pembentukan perilaku terbuka (Donsu, 2017). Pengetahuan atau knowledge adalah hasil panca indera
manusia, atau hasil seseorang mengetahui tentang suatu objek dengan panca inderanya. Panca indera
manusia untuk menangkap suatu objek adalah penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
sentuhan. Pada titik persepsi, pengetahuan dihasilkan oleh perhatian dan kekuatan persepsi objek.
Pengetahuan manusia diperoleh terutama melalui pendengaran dan penglihatan (Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat hubungannya. Pendidikan
tinggi diharapkan dapat memperluas pengetahuan. Namun, bahkan orang yang berpendidikan rendah
tidak selalu lambat untuk belajar. Pengetahuan lanjutan tidak selalu diperoleh melalui pendidikan
formal, tetapi juga dapat diperoleh melalui pendidikan informal. Pengetahuan tentang suatu objek
memiliki dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif yang menentukan sikap seseorang. Semakin
banyak aspek dan objek positif diketahui, semakin positif sikap terhadap objek tertentu (Notoatmojo,
2014).
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (Wawan dan Dewi, 2010), pengetahuan seseorang terhadap objek memiliki
kekuatan atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besar, dapat dibagi menjadi enam tingkatan
pengetahuan.
1. Tangguh (Pengetahuan) Tahu didefinisikan sebagai pencarian atau penarikan kembali memori
yang ada setelah mengamati sesuatu yang spesifik, memeriksa semua materi, atau menerima
rangsangan. Tahu adalah level terendah di sini. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur
orang yang mengetahui apa yang sedang dipelajari dapat berupa penyebutan, penjelasan,
identifikasi, menyatakan, dan sebagainya.

4
2. Memahami (Understanding) Memahami suatu objek berarti tidak hanya mengetahui tentang
objek tersebut, tetapi juga menyebutkannya, tetapi juga mampu menginterpretasikan dengan
benar objek yang diketahui seseorang. Mereka yang memahami objek dan materi harus
mampu menjelaskan, memberi contoh, menarik kesimpulan, dan memprediksi apa yang
dicari.
3. Aplikasi Aplikasi didefinisikan ketika seseorang yang memahami subjek menerapkan atau
dapat menerapkan prinsip-prinsip yang diketahui pada situasi atau kondisi lain. Penerapan
juga berarti penerapan atau penerapan hukum, rumus, metode, prinsip, dan rencana program
dalam keadaan lain.
4. Analisis Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menggambarkan atau memisahkan dan
kemudian mencari hubungan antara objek atau komponen yang diketahui yang bersangkutan.
Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah mencapai tingkat ini adalah ketika orang tersebut
dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, atau membuat diagram (grafik) dari
objek pengetahuan tersebut.
5. Integrasi Integrasi adalah kemampuan untuk meringkas komponen pengetahuan yang ada dan
menempatkannya dalam konteks logis. Dengan kata lain, kemampuan untuk mengembangkan
formulasi baru dari formulasi yang sudah ada.
6. Evaluasi Evaluasi adalah fungsi yang membenarkan atau mengevaluasi suatu objek tertentu.
Penilaian didasarkan pada kriteria atau norma yang ditentukan sendiri yang berlaku di
masyarakat.

.
2.2 Komunikasi Terapeutik
2.2.1 Pengertian
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communicatio yang artinya pemberitahuan atau
pertukaran ide. Pemberitahuan atau pertukaran ide dalam suatu proses komunikasi akan ada
pembicara yang menyampaikan pernyataan ataupun pertanyaan yang dengan harapan akan ada timbal
balik atau jawaban dari pendengarnya (Suryani, 2015). Terapeutik merupakan suatu hal yang
diarahkan kepada proses dalam memfasilitasi penyembuhan pasien. Sehingga komunikasi terapeutik
itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam komunikasi yang dilakukan secara
terencana dan dilakukan untuk membantu proses penyembuhan pasien (Damayanti, 2008).
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien
beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan
dengan orang lain. Komunikasi dalam profesi keperawatan sangatlah penting sebab tanpa komunikasi
pelayanan keperawatan sulit untuk diaplikasikan (Priyanto, 2009). Komunikasi terapeutik merupakan

5
komunikasi yang direncanakan secara sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan
klien (Ina dan Wahyu, 2010). Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan segala yang
ada dalam fikiran dan diri pasien ke arah yang lebih positif yang nantinya akan dapat mengurangi
beban perasaan pasien dalam menghadapi maupun mengambil tindakan tentang kesehatannya. Tujuan
lain dari komunikasi terapeutik menurut Suryani (2015) adalah: 1) Realisasi diri, penerimaan diri dan
peningkatan penghormatan terhadap diri; 2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak
superfisial dan saling bergantung dengan orang lain; 3) Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk
memuaskan kebutuhan pasien serta mencapai tujuan yang realistik; 4) Menjaga harga diri; 5)
Hubungan saling percaya.
2.3 Konsep Bermain Terapeutik
2.2.1 Pengertian Bermain
Bermain terapeutik didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan terstruktur yang dirancang sesuai
dengan usia, perkembangan kognitif, dan masalah kesehatan terkait untuk meningkatkan
kesejahteraan psikofisiologis anak-anak yang dirawat di rumah sakit (Anglin. Sawyer). , 1993 dalam
Li & Lopez, 2008). Bermain terapeutik adalah permainan yang menghadapi ketakutan dan kecemasan
pengalaman kesehatan merawat anak, biasanya dikelola oleh perawat (Hockenbery & Wilson, 2007;
Ball & Bindler, 2003). Permainan terapeutik membantu perawat dan staf lain memperoleh wawasan
tentang pikiran dan perasaan anak, suka dan tidak suka, keinginan dan kebutuhan, dan membimbing
anak untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut. Bermain terapeutik
adalah teknik bermain yang dapat membantu anak lebih memahami apa yang terjadi pada mereka
dalam situasi tertentu (Hatfield, 2008).
Teknik bermain terapeutik
Perawat dapat menggunakan intervensi permainan terapeutik untuk mengurangi stres kecemasan
melalui berbagai permainan (Ball & Binder, 2003). Menurut Ball dan Bindler (2003), teknik bermain
yang dapat diajarkan kepada anak adalah: 1. Cerita Evaluasi tersebut meliputi: Apa yang bisa
dibangun seorang anak tentang sebuah gambar? Analisis isi cerita dan petunjuk emosional. Apa yang
dapat dibicarakan seorang anak tentang pengalaman penting dengan kelompok anak lain? 2. Gambar
Penilaian meliputi: Ikuti tes GoodenoughDrawA Person untuk menilai tingkat kognitif. Perhatikan
fokus, ukuran, penempatan, warna yang digunakan, penghalang fisik, dan sentimen umum dari
elemen-elemen dalam foto. Sebelum merencanakan pelajaran, gunakan Indeks Gellert untuk
mempelajari tubuh anak Anda dan fungsinya. 3. Musik Peringkat meliputi: Pengamatan jenis musik
yang dipilih dan dampak produksi musik pada perilaku anak-anak boneka ke-4 Evaluasi tersebut
meliputi: Boneka bisa bertanya kepada anak kecil, yang biasanya lebih cenderung menjawab. .Lima.
Bermain dramatik Pengkajian meliputi: menyediakan boneka atau perlengkapan pengobatan dan
analisa peran yang diberikan untuk boneka dari masingmasing anak, demonstrasi perilaku dari boneka
dalam permaiana anak,

6
2.4 Kerangka Konsep

PENGETAHUAN TINGKAT
PERAWAT TENTANG PENGETAHUAN:
BERMAIN  TINGGI
TERAPUTIK  CUKUP
 KURANG

Skema 3.1. Kerangka Konsep penelitian

Skema 3.1. Merupakan kerangka konseptual penelitian ini, dan menjelaskan bahwa area penelitian ini
adalah pengetahuan perawat tentang bermain terapeutik di ruang rumah sakit anak. Dalam
penelitian ini hanya ada satu variabel. Dengan kata lain, pengetahuan pengasuh. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif dan tidak menggunakan hipotesis.

2.5 Defenisi Operasional

7
No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala Ukur
Ukur
Variabel
Bebas

1 Pengetahua Pahami bahwa responden Kuesioner Ordinal 1=Pengetahuan


mengetahui pentingnya kurang baik <
n
untuk permainan mean
terapeutik
2=pengetahuan
baik ≥ mean
2 Fungsi Informasi yang diberikan Kuesoner Nominal 1= < 20 tahun
bermain oleh responden mengenai 2= ≥ 20 tahun
teraputik usia mereka, dihitung dari
tanggal ulang tahun
terakhir mereka pada saat
survei.
Variabel
Bebas 1=tingg , nilai<
1 Tingkat  Pernyataan responden Kuesioner Ordinal mean
pengetahuan mengenai tingkat 2=cukup, nilai ≥
pengetahuan yang mean
dilakukan muncul dari:
• Tinggi
• Rata-rata
• Kurang

8
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskripsi dengan pendekatan cross-sectional.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RS MISI LEBAK , pada bulan Desember 2021

3.3 Sampel
Populasi survei ini semuanya masih aktif, atau 200 orang. Partisipan dalam survei terdiri dari
147 responden dengan menggunakan sampel acak sederhana..

3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data


Pengumpulan data didapatkan berpedoman dari kuesioner. Analisa data yang telah
dilakukan menggunakan analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi (%).

9
Daftar Pustaka
Ahira Anne . (2010). Pengertian Pola Hidup Sehat. AnneAhira.com Content Team

Green, L, Kreuter, M. (2005). Health Program Planning : An Educational and Ecological


Approach. Fourth edition. Rollins School of Public Helath of Emory University.
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Laporan Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2011. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Magistris, T., & Gracia, A. (2008). The Decision to Buy Organic Food Products in Southern
Italy. British Food Journal, 10, 929-947
Soekidjo Notoadmodjo (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

10

Anda mungkin juga menyukai