Anda di halaman 1dari 18

DASAR-DASAR PENGETAHUAN DAN PENERAPAN PADA MATEMATIKA

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Keilmuan
Yang diampu oleh Bapak Dr. Subanji, M.Si.

Disusun Oleh
Moch Hamim Maulana (220311800021)
Nawal Yahdillah (220311801179)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN MATEMATIKA
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA
OKTOBER 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii


BAB I ............................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 1
BAB II ........................................................................................................................................... 2
2.1 Konsep Dasar Pengetahuan ........................................................................................... 2
2.2 Hakekat Penalaran ......................................................................................................... 5
2.3 Peranan Matematika dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan ..................................... 6
2.4 Aplikasi Dasar-Dasar Pengetahuan Pada Pendidikan Matematika ............................... 8
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang berkenaan
dengan hal mata pelajaran. (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2002). Pengetahuan berawal dari rasa ingin tahu dan dengan rasa ingin tahu itu
manusia berusaha mendapatkan pengetahuan yang diinginkan. Manusia
mengembangkan pengetahuannya untuk memenuhi kebutuhan dan kelangsungan
hidup. Manusia memikirkan dan menjelajah hal-hal baru, karena manusia ingin
mengembangkan pengetahuannya.
Dasar-dasar pengetahuan sangatlah penting dalam matematika, dan
khususnya pendidikan matematika. Sehingga perlu dikaji lebih dalam supaya
dapat memahami aplikasi dasar-dasar pengetahuan yang ada dalam pendidikan
matematika.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah untuk
makalah ini sebagai berikut :
1. Apa yang di maksud pengetahuan?
2. Apa saja tingkatan yang ada di dalam pengetahuan?
3. Faktor apa yang mempengaruhi pengetahuan?
4. Apa saja yang menjadi sumber pengetahuan?
5. Apa aplikasi dasar-dasar pengetahuan pada Pendidikan Matematika?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian pengetahuan.
2. Untuk mengetahui tingkatan yang ada didalam pengetahuan.
3. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi pengetahuan.
4. Untuk mengetahui sumber pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan


A. Definisi Pengetahuan
Secara etimologis pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris
yaitu “knowledge”. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa
definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Sementara secara
terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan.
Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau
hasil dari suatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut adalah hasil dari kenal, sadar,
insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi
pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha
manusia untuk tahu.

B. Tingkat Pengetahuan
Menurut Sulaiman (2015) tingkatan pengetahuan terdiri dari empat
macam, yaitu pengetahuan deskriptif, pengetahuan kausal, pengetahuan
normatif, dan pengetahuan esensial. Pengetahuan deskriptif yaitu jenis
pengetahuan yang dalam cara penyampaian atau penjelasannya berbentuk
secara objektif dengan tanpa adanya unsur subyektivitas. Pengetahuan
kausal yaitu suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab
dan akibat. Pengetahuan normatif yaitu suatu pengetahuan yang senantiasa
berkaitan dengan suatu ukuran dan norma atau aturan. Pengetahuan esensial
adalah suatu pengetahuan yang menjawab suatu pertanyaan tentang hakikat
segala sesuatu dan hal ini sudah dikaji dalam bidang ilmu filsafat.
Sedangkan menurut Daryanto dalam Yuliana (2017), pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda, dan
menjelaskan bahwa ada enam tingkatan pengetahuan yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan (Knowledge)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (ingatan). Seseorang dituntut untuk
mengetahui fakta tanpa dapat menggunakannya.
2. Pemahaman (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu, tidak sekedar dapat
menyebutkan, tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui.
3. Penerapan (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek tersebut
dapat menggunakan dan mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada
situasi yang lain.
3

4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu objek.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada. Sintesis menunjukkan suatu
kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu
hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang
dimiliki.
6. Penilaian (evaluation)
Yaitu suatu kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap
suatu objek tertentu didasarkan pada suatu kriteria atau norma-norma
yang berlaku di masyarakat.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Fitriani dalam Yuliana (2017), factor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah sebagai berikut ;
1. Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi proses dalam belajar, semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka semakin mudah seseorang tersebut untuk
menerima sebuah informasi. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh juga pada
pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek
ini menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak
aspek positif dari objek yang diketahui akan menumbuhkan sikap positif
terhadap objek tersebut. pendidikan tinggi seseorang didapatkan informasi
baik dari orang lain maupun media massa. Semakin banyak informasi yang
masuk, semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
2. Media massa/ sumber informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengetahuan jangka pendek (immediatee impact),
sehingga menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan.
Kemajuan teknologi menyediakan bermacam-macam media massa yang
dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang informasi baru.
Sarana komunikasi seperti televisi, radio, surat kabar, majalah,
penyuluhan, dan lain-lain yang mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan orang.
3. Sosial budaya dan Ekonomi
4

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penalaran


apakah yang dilakukan baik atau tidak. Status ekonomi seseorang juga
akan menentukan ketersediaan fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu, sehingga status sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan
seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
pada lingkungan tersebut. Hal tersebut terjadi karena adanya interaksi
timbal balik yang akan direspon sebagai pengetahuan.
5. Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi ataupun pengalaman
orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh
kebenaran suatu pengetahuan.
6. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Bertambahnya
usia akan semakin berkembang pola pikir dan daya tangkap seseorang
sehingga pengetahuan yang diperoleh akan semakin banyak.
D. Sumber Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh melalui proses kognitif, dimana seseorang harus
mengerti atau mengenali terlebih dahulu suatu ilmu pengetahuan agar dapat
mengetahui pengetahuan tersebut. Menurut Rachman (2008), sumber
pengetahuan terdiri dari :
1. Pengetahuan Wahyu (Revealed Knowledge)
Pengetahuan wahyu diperoleh manusia atas dasar wahyu yang diberikan
oleh tuhan kepadanya. Pengetahuan wahyu bersifat eksternal, artinya
pengetahuan tersebut berasal dari luar manusia. Pengetahuan wahyu lebih
banyak menekankan pada kepercayaan.
2. Pengetahuan Intuitif (Intuitive Knowledge)
Pengetahuan intuitif diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri, pada
saat dia menghayati sesuatu. Untuk memperoleh intuitif yang tinggi,
manusia harus berusaha melalui pemikiran dan perenungan yang konsisten
terhadap suatu objek tertentu. Intuitif secara umum merupakan metode
untuk memperoleh pengetahuan tidak berdasarkan penalaran rasio,
pengalaman, dan pengamatan indera. Misalnya, pembahasan tentang
keadilan. Pengertian adil akan berbeda tergantung akal manusia yang
memahami. Adil mempunyai banyak definisi, disinilah intusi berperan.
3. Pengetahuan Rasional (Rational Knowledge)
5

Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan


latihan rasio atau akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap
peristiwa-peristiwa faktual. Contohnya adalah panas diukur dengan derajat
panas, berat diukur dengan timbangan dan jauh diukur dengan materan.
4. Pengetahuan Empiris (Empirical Knowledge)
Empiris berasal dari kata Yunani “emperikos”, artinya pengalaman.
Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui sebuah
pengalamannya sendiri. Pengetahuan empiris diperoleh atas bukti
penginderaan yakni, indera penglihatan, pendengaran, dan sentuhan-
sentuhan indera lainnya, sehingga memiliki konsep dunia di sekitar kita.
Contohnya adalah seperti orang yang memegang besi panas, bagaimana
dia mengetahui besi itu panas ? dia mengetahui dengan indera peraba.
Berarti dia mengetahui panasnya besi itu melalui pengalaman-pengalaman
indera perabanya.
5. Pengetahuan Otoritas (Authoritative Knowledge)
Pengetahuan otoritas diperoleh dengan mencari jawaban pertanyaan dari
orang lain yang telah mempunyai pengalaman dalam bidang tersebut. Apa
yang dikerjakan oleh orang yang kita ketahui mempunyai wewenang, kita
terima sebagai suatu kebenaran. Misalnya, seorang siswa akan membuka
buku matematika untuk mengetahui rumus matematika.

2.2 Hakekat Penalaran


Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan
makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya
yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan melalui kegiatan merasa atau
berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan
berpikir dan bukan dengan perasaan, hatipun mempunyai logika tersendiri.
Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir
menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir
yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak selalu sama. Oleh sebab
itu, kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar pun juga
berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang
disebut sebagai kriteria kebenaran yang merupakan landasan bagi proses penemuan
kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di
mana tiap- tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.
Menurut Yuyun (1984) sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran
mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu sebagai berikut :
6

1. Adanya suatu pola berpikir yang secara luas bisa disebut logika.
Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa tiap bentuk penalaran
mempunyai logikanya sendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan
penalaran merupakan suatu proses berpikir logis, di mana berpikir logis disini
harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu, atau
dengan perkataan lain menurut logika tertentu. Hal ini patut kita sadari bahwa
berpikir logis itu mempunyai konotasi yang jamak (plural) dan bukan tunggal
(singular). Suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis ditinjau dari suatu logika
tertentu, dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut logika yang lain. Hal
ini sering menimbulkan gejala apa yang dapat kita sebut sebagai kekacauan
penalaran yang disebabkan oleh tidak konsistennya kita dalam mempergunakan
pola berpikir tertentu.
2. Sifat analitik dari proses berpikirnya.
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri
kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis
tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah
merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan
demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri
pula. Sifat analitik ini, kalau kita kaji lebih jauh, merupakan konsekuensi dari
adanya suatu pola berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka
tidak akan ada kegiatan analisis, sebab analisis pada hakikatnya merupakan
suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Seperti kita sebutkan terdahulu, tidak semua kegiatan berpikir
mendasarkan diri pada penalaran. Berdasarkan kriteria penalaran tersebut di
atas maka dapat kita katakan bahwa tidak semua kegiatan berpikir bersifat
logis dan analitis. Atau lebih jauh dapat kita simpulkan: cara berpikir yang
tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat logis dan tidak analitik. Dengan
demikian maka kita dapat membedakan secara garis besar ciri-ciri berpikir
menurut penalaran dan berpikir yang bukan berdasarkan penalaran.
Perasaan merupakan suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan
penalaran. Kegiatan berpikir juga ada yang tidak berdasarkan penalaran
umpamanya intuisi. Intuisi merupakan suatu kegiatan berpikir non-analitik
yang tidak mendasarkan diri kepada suatu pola berpikir tertentu. Berpikir
intuitif ini memegang peranan yang penting dalam masyarakat yang berpikir
non-analitik, yang kemudian sering bergalau dengan perasaan. Jadi secara luas
dapat kita katakan bahwa cara berpikir masyarakat dapat dikategorikan kepada
cara berpikir non-analitik yang berupa intuisi dan perasaan.

2.3 Peranan Matematika dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Perkembangan ilmu abad 20 menjadikan manusia sebagai mahluk istimewa
7

dilihat dari kemajuan berimajinasi. Konsep terbaru filsapat abad 20 di dasarkan


atas dasar fungsi berfikir, merasa, cipta talen dan kreativitas.
Ilmu merupakan pengetahuan yang di dapatkan lewat metode ilmiah
(Gambar 1). Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik perlu sarana berfikir,
yang memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah
untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan
tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang
memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari.

Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan


sarana yang berupa bahasa, logika, matematika. Dalam abad ke 21 matematika
mulai berkembang dn sejak itu pendidikan matemtika sangat penting. Dapat
dijelaskan bahwa beberapa manfaat mempelajari matematika:

A. Matematika sebagai bahasa ilmu pengatahuan


Tanpa bekal matematika yang baik sedikit sekali ilmu pengetahuan
modern untuk dapat dipelajari, hal ini disebabkan hukum-hukum dasar
pengetahuan alam dinyatakan dalam bahasa matematika. Karena matematika
sifatnya dinamis, maka ilmu pengetahuan lainnyapun makin banyak
menggunakan matematika. Matematika adalah bahasa yang melambangkan
serangkaian makna dari pernyataan yang ingi disampaikan.Lambang-lambang
matematika bersifat “Artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah
makna diberikan kepadanya.Bila kita mempelajari kecepatan jalan kaki
seseorang anak maka obyek “kecepatan jalan kaki seorang anak” dapat diberi
lambang dengan x dalam hal ini x hanya mempunyai satu arti yaitu kecepatan
jalan kaki seorang anak. Bila dihubungkan dengan dengan obyek lain umpanya
“jarak yang ditempuh seoang anak” (y). maka dapat dibuat lambang hubungan
8

tersebut sebagai z = y/x, di mana z melambangkan waktu berjalan kaki seorang


anak. Pernyataan z = y/x kiranya jelas : Tidak mempunyai konotasi emosional
dan hanya mengemukakan informasi mengenai hubungan x, y dan z, artinya
matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informative dengan tidak
menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.

B. Matematika mengajak berfikir logis


Salah satu kegunaan yang sering kita kemukakan ialah bahwa
matematika melatih orang untuk berfikir secara logis. Badal karangan-
karangan masa Purba, nama “Logika” untuk pertama kali muncul pada Cicero
(abad ke 1 sebelum masehi), dalam seni berdebat. Sekitar permulaan abad ke
3 sesudah masehi Alexander Aphrodisias adalah orang yang pertama
menggunakan kata logika dalam arti yang sekarang.

C. Matematika : logika dan deduktif dalam sains


Untuk menemukan pengetahuan kita harus dapat mengambil
kesimpulan dari berbagai pernyataan berupa pakta atau pendapat. Logika
formal adalah bidang ilmu yang membahas tentang pernyataan-pernyataan
atau posisi dalam hubungannya dengan penalaran secara deduksi (Britannica,
1982). Proses Deduksi, yaitu penarikan kesimpulan bersifat indifidual dari
pernyataan/ kerangka berpikir logis yang bersifat umum. Bidang ilmu tertua
yang menerapkan deduksi berdasarkan logika formal adalah matematika.
Salah satu yang dapat dipakai sebagai contoh Geometri Eulidus.

2.4 Aplikasi Dasar-Dasar Pengetahuan Pada Pendidikan Matematika


A. Penalaran Pada Pendidikan Matematika
Pondasi dari matematika adalah penalaran (reasoning). Ross (dalam
Lithner, 2000) menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari
pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logika
(logical reasoning). Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa,
maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti
serangkaian prosedur dan meniru contoh tanpa mengetahui maknanya.
Banyak penelitian yang dilakukan para psikolog dan pendidik berkaitan
dengan penalaran. Penalaran yang mula-mula dikenalkan oleh Aristotles adalah
penalaran silogisme yang idenya muncul ketika orang ingin mengetahui “apa
yang terjadi dibenak” dalam memecahkan masalah yang memuat logika. Lebih
dari 2000 tahun yang lalu Aristotles mengenalkan suatu sistem penalaran atau
validasi argumen yang disebut silogisme. Silogisme memuat tiga urutan
argumen: sebuah premis utama (a major premise); sebuah premis minor (a
minor premise); dan sebuah kesimpulan (a conclusion). Suatu kesimpulan yang
9

dicapai berdasarkan penalaran silogisme dinilai “benar” atau “valid”, jika


premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar dan disusun dalam bentuk
yang benar.
Aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal disebut
belajar bernalar. Contohnya adalah:
Untuk menentukan hasil 7 + 8, berdasarkan pengetahuan yang sudah
dimiliki siswa yaitu 7 + 7 =14, maka siswa diharapkan dapat menyimpulkan
bahwa 7 + 8 adalah sama dengan 14 + 1 atau sama dengan 15.
Untuk menentukan hasil dari 998 + 1236, para siswa dapat mengambil 2
dari 1236 untuk ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000. Dengan
demikian, para siswa dapat dilatih untuk menyimpulkan bahwa 998 + 1236
sama nilainya dengan 1000 + 1234 atau sama dengan 2234. Dengan demikian,
didapat kesimpulan bahwa 998 + 1236 = 1000 + 1234 = 2234
Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 60o dan 100o maka sudut
yang ketiga adalah 180o - ( 100o + 60o) = 20o. hal ini didasarkan pada teori
matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga
adalah 180o.
Sejalan dengan contoh-contoh diatas, telah terjadi proses penarikan
kesimpulan dari beberapa fakta yang telah diketahui siswa, seperti yang
dikemukakan oleh Shadiq (2004) penalaran (jalan pikiran atau reasoning)
merupakan “Proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta
atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”. Pada
intinya, penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau aktivitas
berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar
berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan
atau diasumsikan sebelumnya.

B. Teori Kebenaran Pada Pendidikan Matematika


Matematika adalah ilmu yang menganut teori kebenaran sebagai
Keteguhan. Teori ini dianut oleh kaum rasionalitas seperti Leibniz, Spinoza,
Descartes, Heggel, dan lainnya. Kebenaran ditemukan dalam relasi antara
proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada. Suatu pengetahuan, teori,
pernyataan, proposisi atau hipotesis dianggap benar kalau sejalan dengan
pengetahuan, teori, proposisi atau hipotesis lainnya, yaitu kalau proposisi itu
meneguhkan dan konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar.
Matematika dan ilmu-ilmu pasti sangat menekankan teori kebenaran ini
(Resnick, 1998).
Ada dua teori tentang kebenaran dalam matematika, yaitu teori
korespondensi dan teori koherensi. Kebenaran adalah pengakuan realitas (hal
ini dikenal sebagai teori kebenaran korespondensi) (Rand, 1982:16). Teori
10

kebenaran korespondensi (the correspondence theory of truth) adalah teori


yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika
berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek
yang dituju pernyataan tersebut. Contoh, “Semua manusia akan mati,”
merupakan suatu pernyataan yang bernilai benar karena kenyataannya memang
demikian. Hal ini membawa kita kepada pandangan bahwa kebenaran terdiri
dalam beberapa bentuk korespondensi antara keyakinan dan fakta ” (Quoted in
Velasquez, 2005:446).
Teori Kebenaran Koherensi (Coherence Theory of Truth) berpandangan
bahwa suatu pernyataan dikatakan benar bila terdapat kesesuaian antara
pernyatan satu dengan pernyataan terdahulu atau lainnya dalam suatu sistem
pengetahuan yang dianggap benar (Verhaak, 1989:123). Contohnya,
pengetahuan Aljabar telah didasarkan pada pernyataan pangkal yang dianggap
benar. Pernyataan yang dianggap benar itu disebut aksioma atau postulat.
Sebagaimana pendekatan dalam aritmatik, dimana pernyataan-
pernyataan terjalin sangat teratur sehingga tiap pernyataan timbul dengan
sendirinya dari pernyataan tanpa berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan
lainnya. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya
dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun
atas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar (aksioma). Dengan
mempergunakan beberapa aksioma, maka disusun suatu teorema. Berdasarkan
teorema-lah, maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara
keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten (Hume,1977:194).
Teori korespondensi (the correspondence theory of truth) menunjukkan
bahwa suatu kalimat akan bernilai benar jika hal-hal yang terkandung didalam
pernyataan tersebut sesuai atau cocok dengan keadaan yang sesungguhnya.
Contohnya, “Surabaya adalah ibukota Propinsi Jawa Timur” merupakan suatu
pernyataan yang bernilai benar karena kenyataannya memang demikian, yaitu
Surabaya memang benar merupakan ibukota Propinsi Jawa Timur. Namun
pernyataan “Tokyo adalah ibukota Singapura”, menurut teori ini akan bernilai
salah karena hal-hal yang terkandung di dalam pernyataan itu tidak sesuai
dengan kenyataannya. Dengan demikian jelaslah bahwa teori-teori atau
pernyataan-pernyataan ilmu pengetahuan alam akan dinilai benar jika
pernyataan itu melaporkan, mendeskripsikan, ataupuan menyimpulkan
kenyataan atau fakta yang sebenarnya. Sedangkan matematika yang tidak
hanya mendasarkan pada kenyataan atau fakta semata-mata namun
mendasarkan pada rasio dan aksioma telah melahirkan teori koherensi.
Teori koherensi menyatakan bahwa suatu kalimat akan bernilai benar
jika pernyataan yang terkandung di dalam kalimat itu bersifat koheren,
konsisten, atau tidak bertentangan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya
11

yang dianggap benar. Contohnya, pengetahun aljabar telah didasarkan pada


pernyataan pangkal yang dianggap benar. Pernyataan yang dianggap benar itu
disebut aksioma atau postulat.

C. Berpikir Kritis Pada Pendidikan Matematika


Berpikir kritis adalah berpikir rasional tentang sesuatu, kemudian
mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang sesuatu tersebut yang
meliputi metode-metode pemeriksaan atau penalaran yang akan digunakan
untuk mengambil suatu keputusan atau melakukan suatu tindakan. Seseorang
yang berpikir kritis memiliki ciri-ciri : (1) mampu berpikir secara rasional
dalam menyikapi suatu permasalahan; (2) mampu membuat keputusan yang
tepat dalam menyelesaikan masalah; (3) dapat melakukan analisis,
mengorganisasi, dan menggali informasi berdasarkan fakta yang ada; (4)
mampu menarik kesimpulan dalam menyelesaikan masalah dan dapat
menyusun argumen dengan benar dan sistematik.
Glaser (Sumarmo, dkk., 2016: 18) menyatakan bahwa berpikir kritis
dalam matematika merupakan kemampuan dan disposisi yang dikombinasikan
dengan pengetahuan, kemampuan penalaran matematik, dan strategi kognitif
sebelumnya, untuk menggeneralisasikan, membuktikan, mengevaluasi situasi
matematik secara reflektif. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran matematika sangat diperlukan untuk memahami dan
memecahkan suatu permasalahan atau soal matematika yang membutuhkan
penalaran, analisis, evaluasi dan intrepetasi pikiran. Berpikir kritis dalam
pembelajaran matematika dapat meminimalisir terjadinya kesalahan saat
menyelesaikan permasalahan, sehingga pada hasil akhir akan diperoleh suatu
penyelesaian dengan kesimpulan yang tepat. Glazer menyebutkan beberapa
syarat-syarat untuk berpikir kritis dalam matematika, yaitu (1) Adanya situasi
yang tidak dikenal atau akrab sehingga seorang individu tidak dapat secara
langsung mengenali konsep matematika atau mengetahui bagaimana
menentukan solusi suatu masalah. (2) Menggunakan pengetahuan yang telah
dimilikinya, penalaran matematika dan strategi kognitif. (3) Menghasilkan
generalisasi, pembuktian dan evaluasi. (4) Berpikir reflektif yang melibatkan
pengkomunikasian suatu solusi, rasionalisasi argumen, penentuan cara lain
untuk menjelaskan suatu konsep atau memecahkan suatu masalah dan
pengembangan studi lebih lanjut.
Keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat
dikembangkan melalui proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang
berpedoman pada indikator keterampilan berpikir kritis yang telah
dikemukakan oleh para ahli. Fisher (2009: 8) menekankan pada indikator
keterampilan berpikir kritis yang penting meliputi: (1) mengidentifikasi
12

elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan (alasan dan kesimpulan); (2)


mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi; (3) mengklarifikasi dan
menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan gagasan-gagasan; (4) menilai
aksetabilitas (kredibilitas dan klaim); (5) mengevaluasi berbagai argumen; (6)
menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan penjelasan; (7) menganalisis,
mengevaluasi, dan membuat kesimpulan; (8) menarik inferensi-inferensi; dan
(9) menghasilkan argumen-argumen.
Jika pengajaran keterampilan berpikir kritis kepada peserta didik belum
sampai pada tahap peserta didik dapat mengerti dan belajar menggunakannya,
maka keterampilan berpikir tidak akan banyak bermanfaat. Pembelajaran yang
efektif dari suatu keterampilan memiliki empat komponen, yaitu: identifikasi
komponen-komponen prosedural, instruksi dan pemodelan langsung, latihan
terbimbing, dan latihan bebas. Yang perlu diperhatikan dalam pengajaran
keterampilan berpikir ini adalah bahwa keterampilan tersebut harus dilakukan
melalui latihan yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak. Apabila
pembelajaran menggunakan paradigma teacher-centered, sangat kurang untuk
dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi para siswa. Pendekatan
itu tidak menggugah siswa untuk berpikir dan berperan aktif selama proses
pembelajaran. Mereka dilatih hanya untuk mengingat saja. Untuk
mengembangkan pembelajaran yang dapat mengajarkan berpikir kritis,
sebaiknya mengenal indikator keterampilan berpikir kritis. Indikator
keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi lima kelompok (Ennis dalam Costa,
1985) yaitu ; memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan
dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut serta mengatur strategi
dan taktik. Keterampilan pada kelima kelompok berpikir kritis ini dirinci lagi
sebagai berikut: a). Memberikan penjelasan sederhana terdiri dari keterampilan
memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab
pertanyaan. b). Membangun keteranpilan dasar terdiri dari menyesuaikan
dengan sumber, mengamati dan melaporkan hasil observasi. c). Menyimpulkan
terdiri dari keterampilan mempertimbangkan kesimpulan, melakukan
generalisasi dan melakukan evaluasi. d). Membuat penjelasan lanjut contohnya
mengartikan istilah dan membuat definisi. e). Mengatur strategi dan taktik
contohnya menentukan suatu tindakan dan berinteraksi dengan orang lain dan
berkomunikasi. Keterampilan berpikir kritis peserta didik antara lain dapat
dilatih melalui pemberian masalah dalam bentuk soal yang bervariasi.
Ada berbagai konsep dan contoh keterampilan berpikir yang
dikembangkan oleh para ahli pendidikan. Sebagai contoh dapat diilustrasikan
sebagai berikut:
13

Dari gambar tersebut diberikan apabila pendidik belum mengetahui


pemahaman peserta didik terhadap konsep luas, dengan disajian gamber
tersebut peserta didik memehami konsep luas.
Dengan memberikan beragam kondisi, peserta didik diharapkan selalu
mengumpulkan informasi yang lengkap sebagai bahan untuk melakukan
evaluasi terhadap apa yang telah diyakininya Menggunakan taksonomi Bloom
level kemampuan berpikir kritis ada pada level analisis, sintesis dan evaluasi.
Pengembangan soal untuk mengukur kemampuan berpikir kritis memerlukan
berbagai kriteria baik dari segi bentuk soalnya maupun konten materi
subyeknya. Ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman oleh para penulis
soal untuk menulis butir soal yang menuntut berpikir tingkat tinggi, yakni
materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku sesuai dengan ranah
kognitif Bloom pada level analisis, sintesis dan evaluasi, setiap pertanyaan
diberikan dasar pertanyaan (stimulus) dan soal mengukur kemampuan berpikir
kritis.
Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut berpikir tingkat tinggi, maka
setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang berbentuk
sumber/bahan bacaan seperti: teks bacaan, paragrap, teks drama, penggalan
novel/cerita/dongeng, puisi, kasus, gambar, grafik, foto, rumus, tabel, daftar
kata/symbol, contoh, peta, film, atau suara yang direkam.

D. Berpikir Kreatif Pada Pendidikan Matematika


Menurut Johnson (2014:215) berpikir kreatif yang membutuhkan
ketekunan, disiplin diri, dan perhatian penuh, mempunyai aktivitas mental
seperti: mengajukan pertanyaan; mempertimbangkan informasi baru dan ide
yang tidak lazim dengan pikiran terbuka; membangun keterkaitan, khususnya
di antara hal-hal yang berbeda; menghubung-hubungkan berbagai hal dengan
14

bebas; menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru
dan berbeda; dan mendengarkan intuisi. Dalam hal ini, diperlukan dorongan
dan afirmasi (penegasan) dari pendidik dan teman untuk melihat kemampuan
berpikir kreatif peserta didik. Andiyana (2018:241) dalam penelitiannya
menggunakan empat indikator kemampuan berpikir kreatif, yaitu: kelancaran
(fluency), kelenturan (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi
(elaboration). Selaras dengan pendapat tersebut, Noer (2009:524) menyebutkan
lima macam perilaku kreatif untuk mengukur kemampuan kreatif seseorang,
yaitu: kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keterperincian
(elaboration), kepekaan (sensitivity), keaslian (Originality). Berdasarkan uraian
yang telah dipaparkan, indikator berpikir kreatif yang sering digunakan sebagai
berikut. a. Kelancaran (Fluency) diartikan sebagai kemampuan untuk
menciptakan segudang ide. Ini merupakan salah satu indikator yang paling kuat
dari berpikir kreatif, karena semakin banyak ide, makasemakin besar
kemungkinan yang ada untuk memperoleh sebuah ide yang signifikan. b.
Fleksibilitas (Flexibility) merupakan kemampuan seseorang individu untuk
mengubah mentalnya ketika suatu keadaan, atau kecenderungan untuk
memandang sebuah masalah secara instan dari berbagai perspektif.
Fleksibilitas adalah kemampuan untuk mengatasi rintangan-rintangan mental,
mengubah pendekatan untuk sebuah masalah. Tidak terjebak dengan
mengasumsikan aturan-aturan atau kondisi-kondisi yang tidak bisa diterapkan
pada sebuah masalah. c. Elaborasi (Elaboration) diartikan sebagai kemampuan
untuk menguraikan sebuah objek tertentu. Elaborasi adalah jembatan yang
harus dilewati oleh seseorang untuk mengomunikasikan ide kreatifnya kepada
masyarakat. Faktor inilah yang menentukan nilai dari ide apapun yang
diberikan kepada orang lain di luar dirinya. Elaborasi ditunjukkan oleh
sejumlah tambahan dan detail yang bisa dibuat untuk stimulus sederhana untuk
membuatnya lebih kompleks. d. Orisinalitas (Originality) indikatornya
mengacu pada keunikan dari respon apapun yang diberikan. Orisinalitas yang
ditunjukkan oleh sebuah respon yang tidak biasa, unik dan jarang terjadi.
Berpikir tentang masa depan bisa juga memberikan stimulasi ide-ide orisinal.
Jenis pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk menguji kemampuan ini
adalah tuntutan penggunaanpenggunaan yang menarik dari objek-objek umum.
Sebagai contoh soal diberikan adalah: Gambarlah 3 buah titik A, B, dan
C yang tidak segaris dalam sebuah diagram kartesius. Kemudian tentukan
sebuah titik D sehingga ABCD merupakan sebuah jajar genjang. Jelaskan cara
memperoleh titik D tersebut! Dengan penyelesaian: Menggambar titik
koordinat tidak segaris (memungkinkan aspek keaslian) sesuai keinginan titik
koordinat yang dibuat oleh siswa). Misalnya titik A(1,2); B(5,1); dan C(7,5).
Dengan buatan siswa maka akan mudah ditempatkan titik D. Ditempatkan titik
15

D(5,5) sehingga keempat titik dihubungkan membentuk jajar genjang. Jadi,


jawaban akan benar-benar asli dimana titik A, B, dan C, sesuai keinginan
masing-masing tetapi akan terikat pada penentuan titik D.
Pada tahap kedua, seseorang seakan-akan melepaskan diri secara
sementara dari masalah tersebut. Tahap ini penting sebagai awal proses
timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi
baru dari daerah prasadar. Pada tahap ketiga, seseorang mendapatkan
sebuah pemecahan masalah yang diikuti dengan munculnya inspirasi dan ide-
ide yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi dan gagasan baru.
Pada tahap terakhir adalah tahap seseorang menguji dan memeriksa pemecahan
masalah tersebut terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis
(konvergen). Pada tahap verifikasi ini seseorang setelah melakukan berpikir
kreatif maka harus diikuti dengan berpikir kritis.
Contoh soal lain yaitu : Ali dan Joko melakukan perjalanan dari kota A
ke kota B. Mereka berangkat pada saat yang sama dan melalui jalan yang
sama. Ali menempuh separuh jarak perjalanannya dengan kecepatan V1 dan
separuh jarak berikutnya dengan kecepatan V2 . Sedangkan Joko menempuh
separuh waktu perjalanannya dengan kecepatan V1 dan separuh waktu
berikutnya dengan kecepatan V2 . Siapakah yang lebih dahulu sampai ke kota
B? Gunakan beberapa cara untuk menjelaskan jawabanmu. Soal ini merupakan
soal terbuka, baik jawabannya maupun strategi penyelesaiannya. Strategi
pertama adalah dengan penalaran. Dalam hal ini terdapat dua kemungkinan
nilai V1 dan V2. Kemungkinan pertama adalah V1 V2 . Jika Ali menempuh
separuh waktu perjalanan dengan kecepatan V1 dan separuhwaktu berikutnya
dengan kecepatan V2 , maka selama paruh waktu pertama perjalanananya, ia
menempuh lebih dari separuh jarak perjalanannya. Jadi, dalam waktu yang
sama, yakni separuh waktu perjalanan Ali, jarak yang ditempuh Ali lebih jauh
daripada jarak yang ditempuh Joko. Dengan kata lain, jarak yang masih harus
ditempuh Ali untuk sampai ke B lebih dekat daripada jarak yang harus
ditempuh Joko untuk sampai ke kota B. Karena selanjutnya mereka berdua
melakukan perjalanan dengan kecepatan sama, yaitu V2 , maka Ali akan
sampai lebih dahulu ke kota B daripada Joko. Kemungkinan kedua adalah V1 
V2 . Dengan penalaran serupa, dapat disimpulkan bahwa Joko akan lebih
dahulu sampai ke kota B daripada Ali.
16

DAFTAR RUJUKAN

Anton, Abdulbasah, K., lmu Matematika dan Perkembangannya, Pikiran Rakyat Cyber
Media, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0204/05/0319.htm, 09-Desember-2005.
Amin A.1983. Etika Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang.
Amsal Bakhtiar. 2011. Filsafat Ilmu.Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ahmad Tafsir, A.T., 2009. Filsafat Ilmu: Mengural Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Pengetahuan. Remaja Rosdakarya.
Fautanu, I., 2012. Filsafat Ilmu Teori dan Aplikasi.
Jalaluddin. (2013). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rajawali Pers.
Kamus, T.P., 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia [Primary Dictionary of Indonesian
Language].
Nasution, Andi Hakim, Pengantar ke Filsafat Sains, Litera AntarNusa, 1999
Nasoetion, Andi Hakim, Pengetahuan Matematika untuk Generasi Indonesia Masa Depan”
dalam Damanhuri (1985) : Daun-daun Berserakan. Inti Sarana Aksara. Jakarta, 1970.
Suaedi. 2016.Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press
Yuliana, E. (2017). Analisis Pengetahuan Siswa Tentang Makanan yang Sehat dan Bergizi
Terhadap Pemilihan Jajanan di Sekolah.
Yuyun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer. 1984. Penerbit Sinar
Harapan. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai