Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan yang tidak pernah berakhir dalam sejarah kelahiran dan
perkembangan filsafat adalah persoalan bagaimana manusia dapat mencapai suatu
kebenaran, menemukan hakekat dari suatu kebenaran, yakni kebenaran atas apa yang
disebut dengan REALITAS atau kenyataan dari sesuatu (materi) yang benar-benar
ada, termasuk realitas tentang Tuhan, supranature. Hakikat kebenaran tentang Realitas,
termasuk kebenaran tentang metafisis, tidak bisa dilepaskan dari logika (pikiran
subjektif) orang yang memandang dan memahami suatu realitas, baik dalam arti
realitas dari sesuatu yang benar-benar ada (kongkrit) ataupun realitas metafisis.
Filsafat yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu
bangsa, sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam
menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat tersebut. Pendidikan sebagai suatu
lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem norma tingkah laku
perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga
pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin supaya pendidikan
dan prosesnya efektif, maka dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan landasan
ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Realita ?
2. Apa yang dimaksud dengan Pengetahuan ?
3. Apa yang dimaksud dengan Nilai ?
4. Apa yang dimaksud dengan Implikasi Bagian Pendidikan ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang Realita.
2. Menjelaskan tentang Pengetahuan.
3. Menjelaskan tentang Nilai.
4. Menjelaskan tentang Implikasi Bagian Pendidikan.

1
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Realita
Kenyataan atau realitas, dalam bahasa sehari-hari berarti "hal yang nyata; yang
benar-benar ada". Pengertian sempit menurut filsafat barat, ada tingkat-tingkat dalam
sifat dan konsep tentang realitas. Tingkat-tingkat ini mencakup, dari yang paling
subyektif hingga yang paling ketat: realitas fenomenologis, kebenaran, fakta, dan
aksioma.
Realitas juga bisa berarti jumlah atau agregat dari semua yang nyata atau ada
dalam suatu sistem, berlawanan dengan hal-hal yang hanya imajiner. Istilah ini juga
digunakan untuk merujuk pada status ontologis sesuatu, yang menunjukkan
keberadaan mereka. Dalam istilah fisik, realitas adalah totalitas dari suatu sistem, yang
diketahui dan tidak diketahui. Pertanyaan filosofis tentang hakikat realitas, eksistensi,
atau keberadaan merupakan perdebatan utama dalam ontologi, yang merupakan
cabang utama metafisika dalam tradisi filosofis Barat. Pertanyaan ontologis juga
ditampilkan dalam beragam cabang filsafat, termasuk filsafat sains, filsafat agama,
filsafat matematika, dan logika filosofis. Ini mencakup berbagai pertanyaan, misalnya
tentang apakah hanya objek fisik yang nyata (fisikalisme), apakah realitas pada
dasarnya tidak material (misalnya, Idealisme), apakah entitas hipotetis yang tidak
dapat diobservasi dalam teori ilmiah benar-benar ada, apakah Tuhan ada, apakah
angka dan objek abstrak lainnya ada, dan apakah dunia benar-benar ada.
B. Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis,
konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian (benar atau
berguna). Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui
dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu
yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang
mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang
bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman
dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada
umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil
2
pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data sekadar berkemampuan
untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan
berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Inilah yang disebut potensi untuk
menindaki.
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) adalah hasil tahu dari manusia dan
ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalu panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan itu sendiri banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat di
peroleh dari pendidikan formal dan non formal, Jadi pengetahuan sangat erat
hubungannya dengan pendidikan seseorang maka orang tersebut semangkin luas
pengetahuannya. Tetapi perlu ditekankan bukan seseorang pendidikannya rendah,
mutlak pengetahuannya rendah pula. Karena pendidikan tidak mutlak diperoleh di
pendidikan formal, akan tetapi pendidikan non formal juga di peroleh. Pengetahuan
seseorang tentang sesuatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap
objek yang diketahui, maka menumbuhkan sikap yang makin positif terhadap objek
tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,
2007).
Pengetahuan manusia menurut Notoatmodjo (2007) di bagi menjadi 6
tingkatan seperti:
1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang sudah dipelajari sebelumnya.


Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang sudah diterima. Oleh
sebab itu tahu merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu apa yang di pelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan sebagainya. Sebagai contoh : dapat menyebutkan maksud dari
perkembangan motorik.

3
2. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar


tentang apa yang sudah diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, minyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi bisa diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi


yang telah dipelajari pada suatu kondisi yang nyata.

4. Analisis (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen- komponen, tetapi masih di dalam stuktur organisasi dan masih
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Syintesis)

Suatu kemampuan untuk menyususun atau menghubungkan, merencanakan,


meringkas, menyesuaikan sesuatu terhadap teori atau rumusan yang sudah ada.

6. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap


suatu materi atau objek, penilaian ini berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan
sendiri.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan,


antara lain:

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain


terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa

4
makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka dapat menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.
Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai- nilai
yang baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh


pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara secara tidak
langsung.

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek


fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat
kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga,
hilangnya ciri- ciri lama, keempat, timbulnya ciri- ciri baru. Ini terjadi akibat
pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir
seseorang semakin matang dan dewasa

d. Minat

Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.


Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada
akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

e. Pengalaman

Suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan


lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan
berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut
menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam
dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk
sikap positif dalam kehidupannya.

f. Kebudayaan lingkungan sekitar

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar


terhadap pembentukkan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai
5
budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat
sekitarnya mempunyai sikap untuk slalu menjaga kebersihan lingkungan, karena
lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap
seseorang

g. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu,


mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

C. Nilai

Secara bahasa, kata nilai dapat diartikan sebagai “harga”. Namun tentu saja
kata tersebut memiliki makna yang lebih luas dan berhubungan dengan sesuatu yang
berharga bagi manusia.

Pada dasarnya pengertian nilai adalah suatu konsep umum atau gagasan yang
merujuk pada hal-hal yang dianggap benar, baik, berharga, penting, indah, pantas, dan
dikehendaki oleh masyarakat secara umum di dalam kehidupannya. Ada juga yang
menyebutkan arti kata nilai adalah suatu bentuk penghargaan dan keadaan yang
bermanfaat sebagai pedoman umum bagi manusia dalam melakukan dan menilai suatu
tindakan.

Berikut ini adalah beberapa contoh penggunaan kata nilai dalam kalimat untuk
membantu memahami arti kata tersebut:

1. “Dukungan yang Anda berikan selama pelatihan ini sangat bernilai bagi saya.”
2. “Anak itu menerapkan nilai-nilai yang diajarkan oleh kedua oranga tuanya.”
3. “Karya-karya lukisan yang diciptakan oleh Basuki Abdullah memiliki nilai seni
yang sangat tinggi.”
4. “Setiap akan membeli barang, sebaiknya perkirakan nilai produk tersebut dengan
harga normal.”

Dari penjelasan tersebut dapat kita pahami bahwa nilai adalah sebuah
keyakinan dasar dan fundamental yang memandu atau memotivasi sikap atau
tindakan manusia. Nilai-nilai hidup seseorang dapat menggambarkan kualitas
pribadinya yang tercermin dari perilaku, baik perilaku terhadap diri sendiri
maupun kepada orang lain dan lingkungnnya.

6
Pengertian Nilai Menurut Para Ahli

Agar lebih memahami apa itu nilai, maka kita dapat merujuk pada pendapat
beberapa ahli berikut ini:

a. Raden Mas Tumenggung Sukamto Notonagoro

Menurut Notonagoro, pengertian nilai adalah sekumpulan tindakan


manusia yang tersusun secara sistematis, baik dalam bentuk material mapun non-
material. Lebih lanjut Notonagoro menyebutkan bahwa nilai terdiri dari 3 nilai
pokok, yaitu; nilai vital, materil, dan rohani.

b. Koentjaraningrat

Menurut Koentjaraningrat, arti nilai adalah suatu bentuk budaya yang


berfungsi sebagai pedoman bagi setiap manusia di dalam masyarakat. Budaya
tersebut bisa sesuatu yang dikehendaki ataupun tidak dikehendaki, tergantung
sudut pandang masyarakat tersebut.

c. Robert M. Z. Lawang

Menurut Robert Lawang, pengertian nilai adalah suatu gambaran mengenai


hal-hal yang diinginkan, berharga, pantas, dan juga mampu mempengaruhi
perilaku setiap individu yang memiliki nilai tersebut. Dengan kata lain, nilai
tersebut menjadi pedoman terhadap tata tertib kehidupan bermasyarakat.

d. Nursal Luth dan Dainel Fernandez

Menurut Nursal Luth dan Dainel Fernandez, pengertian nilai adalah


perasaan-perasaan tentang apa yang diinginkan atau tidak diinginkan yang dapat
mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang mempunyai nilai tersebut.
Disebutkan juga bahwa nilai bukanlah tentang benar atau salah, tetapi tentang
dikehendaki atau tidak, disenangi atau tidak.

e. Sidi Gazalba

Menurut Sidi Gazalba, pengertian nilai adalah sesuatu yang bersifat


abstrak, ideal, bukan fakta, bukan benda konkrit, tidak hanya tentang benar dan
salah yang menuntuk pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang
dikehendaki dan tidak dikehendaki.

7
Jenis-Jenis Nilai

Adapun jenis-jenis nilai adalah sebagai berikut:

1) Nilai Sosial

Nilai sosial adalah hal-hal yang telah ada dan melekat di dalam
masyarakat. Hal ini berkaitan dengan sikap dan tindakan manusia di dalam suatu
masyarakat dan berkaitan dengan sikap manusia sebagai mahluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lainnya. Contoh nilai sosial misalnya; bersedekah
merupakan tindakan bernilai baik, menipu merupakan tindakan bernilai buruk.

2) Nilai Kebenaran

Nilai kebenaran merupakan suatu nilai yang mutalk dibawaj sejak lahir dan
disebut juga dengan pandangan kodrati dari Tuhan yang memberikan nilai
kebenaran melalui akal dan pikiran manusia. Contoh nilai kebenaran misalnya;
seorang petugas Polisi Lalu Lintas memberikan sanksi kepada pengendara yang
melanggar aturan sesuai dengan kebenaran yang dianutnya.

3) Nilai moral

Nilai moral atau nilai kebaikan merupakan sistem penilaian dalam diri
manusia yang bersumber dari kehendak dan kemauan (etik, karsa). Antar manusia
dapat berinteraksi dengan baik karena adanya moral di dalam dirinya. Contoh nilai
moral; seorang murid berbicara dengan gurunya dengan tutur kata yang baik dan
sopan. Ini menunjukkan murid tersebut memiliki nilai moral dan etika yang tinggi.

4) Nilai keindahan

Nilai keindahan merupakan nilai yang berasal dari unsur perasaan di dalam
diri manusia, atau disebut juga dengan nilai estetika. Dalam hal ini, keindahan
sifatnya universal sehingga nilai keindahan masing-masing orang akan berbeda-
beda. Contoh nilai keindahan misalnya; bagi sebagian orang seni musik
merupakan sebuah bentuk keindahan. Namun, bagi sebagain orang lainnya seni
rupa merupakan bentuk keindahan yang sebenarnya.

8
5) Nilai agama

Nilai agama adalah nilai yang dianggap bersumber dari Tuhan Yang Maha
Esa dan bersifat mutlak atau tidak dapat diganggu gugat. Nilai agama atau nilai
religius merupakan tata cara manusia menjalani kehidupannya dan berhubungan
dengan Tuhannya. Contoh nilai agama; manusia beribadah sesuai dengan tata
cara agama dan kepercayaan yang dianutnya. Misalnya; umat Islam sholat 5 kali
dalam sehari, dan umat Kristen/ Katolik melakukan kebaktian setiap hari minggu.

D. Implikasi bagi pendidikan


1. Tujuan pendidikan

Tujuan Pendidikan yang dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20/ 2003,


tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan penjabaran dari landasan ideal dan
konstitusional, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Nilai-nilai dari Pancasila sebagai
hasil pemikiran kritis, komprehensif dan kontemplatif, serta pengalaman sejarah
yang penting, mempunyai nilai yang tidak hanya bersifat universal dari masing-
masing silanya, tetapi juga mempunyai makna integral yang lebih dalam bagi
bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dari Pancasila, secara integral
memberi makna, arah dan tujuan pendidikan bangsa Indonesia yang isinya
mencakup; ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial.
Secara keseluruhan, tujuan pendidikan ingin mencapai taraf kualitas manusia
seutuhnya. Maksud manusia seutuhnya, memiliki cakupan kualitas material dan
spiritual, jasmani, mental, sosial dan rohani, yang dikembangkan secara selaras,
serasi dan seimbang. Tujuan pendidikan yang dijabarkan dari Pancasila dan UUD
1945, dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No.20/2003, pada Bab II pasal 2, yang berbunyi sebagai berikut :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan tersebut secara essensial dimanifestasikan dalam segala


bentuk tujuan pendidikan, baik tujuan pendidikan institusional (kelembagaan),

9
tujuan pendidikan kurikuler (kurikulum untuk jenjang dan jenis pendidikan) dan
tujuan pendidikan pembelajaran (instruksional di sekolah/di kelas). Tujuan
pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
upaya mewujudkan tujuan nasional.

Tujuan Pendidikan institusional berfungsi untuk mengembangkan


kemampuan dan keterampilan peserta didik, sesuai dengan jenis pendidikan yang
dialaminya. Jenis pendidikan ada tiga jalur, yaitu jalur pendidikan informal, jalur
nonformal dan jalur pendidikan sekolah. Jalur pendidikan sekolah mempunyai
jenis-jenis pendidikan: umum, kejuruan, luar biasa, kedinasan., keagamaan,
akademik, dan pendidikan professional. Jalur Pendidikan nonformal, mempunyai
jenis-jenis pendidikan; Kursus, pendidikan masyarakat, pendidikan politik,
pendidikan keorganisasian, dan lain-lain.

Tujuan pendidikan kurikuler mempunyai fungsi mengembangkan


kemampuan akademik dan keterampilan professional/vokasional dari jenjang dan
jenis pendidikan yang ditempuhnya. Rumusan lain dari tujuan pendidikan
kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh peserta didik melalui penguasaan
baik secara akademik maupun profesional dari satuan kurikulum yang dibebankan.

Tujuan instruksional (tujuan pembelajaran) adalah tujuan yang akan


dicapai setelah kegiatan belajar mengajar selesai. Tujuan ini erat kaitannya dengan
proses perubahan tingkah laku, khususnya perubahan kognitif yang secara
langsung atau tidak langsung berkenaan dengan tujuan pembelajaran yang
direncanakan (instructional effect) maupun perubahan tingkah laku peserta didik
sebagai akibat tidak langsung dari pembelajaran yang direncanakan (nurturance
effect).

Dengan demikian, hakikat pendidikan menurut konsep filsafat pendidikan


Pancasila adalah proses pengembangan potensi kemanusiaan untuk meningkatkan
derajat martabat manusia ke arah yang lebih tinggi. Adapun potensi-potensi
kemanusiaan mencakup potensi biologis, fisis, psikologis, sosiologis, antropologis,
dan teologis. Potensi-potensi tersebut dikembangkan melalui pendidikan, sehingga
potensi-potensi tersebut berkembang ke arah kehidupan manusia yang
bermartabat.

10
2. Peranan Pendidik dan Peserta Didik.
a. Peranan Pendidik.

Peranan pendidik berkaitan erat dengan bentuk/pola tingkah laku guru


(pendidik) yang diharapkan dapat dilakukan oleh guru/pendidik.

Ada tiga pola tingkah laku guru yang diharapkan yaitu:

1) Ing ngarso sung tulada


2) Ing madya mangun karsa
3) Tut wuri handayani.
Ing ngarso sung tulada mempunyai makna tidak sekedar bahwa guru
harus memberi contoh apabila ada di depan, tetapi lebih dalam dari pengertian
tersebut, adalah sebagai pemimpin, yaitu mampu menjadi suri tauladan, patut
digugu dan ditiru, memiliki kemampuan dan kepribadian yang utuh dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan. Seorang pendidik/guru mampu
mengambil keputusan yang adil dan dirasakan keadilannya oleh semua pihak,
mampu memberi kepercayaan yang melahirkan kewibawaan pendidik, mampu
memahami perbedaan individual anak, sehingga dapat melahirkan kasih
sayang dan hubungan interpersonal yang kukuh antara pendidik dan anak
didik. Ing madya mangun karsa, mempunyai arti bila guru ada di antara atau
bersama-sama siswa ia hendaknya berpartisipasi aktif secara konstruktif.
Mangun karsa tidak hanya berarti membangun kehendak, tetapi guru lebih
berperan sebagai mitra kerja dalam mencapai tujuan. Guru mampu
menempatkan diri sebagai anggota grup belajar, dan ia mungkin dapat lebih
banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencipta dan
mengembangkan sendiri hasil studinya.
Tut wuri handayani, mempunyai arti dari belakang guru berperan
sebagai tenaga pendorong yang memberi kekuatan kepada siswa dalam
mecapai tujuan. Guru bukan hanya sebagai motivator, tetapi juga sebagai
fasilitator, supervisor, dan moderator. Sebagai motivator, guru/pendidik
memberikan dorongan yang memungkinkan anak tambah semangat dan senang
dalam belajar. Sebagai fasilitator, guru/pendidik berperan sebagai orang yang
menyediakan kemudahan atau memfasilitasi terjadinya aktivitas belajar, dan
menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif terhadap anak dalam kegiatan
belajar. Sebagai moderator, guru/pendidik berperan sebagai pengatur lalu lintas

11
yang memudahkan anak belajar, anak tahu arah kemana tujuan yang akan
dicapai.
b. Peranan peserta didik
Mengacu pada prinsip-prinsip di atas, menunjukkan bahwa pendidikan
nasional lebih berorientasi pada pengembangan potensi anak yang berbasis pada nilai-
nilai hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Demikian pula, pendidikan nasional diselenggarakan dalam rangka proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Dengan demikian, peranan peserta didik baik sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat dalam kegiatan pendidikan, adalah sebagai seorang pelajar yang
secara bebas dapat mengembangkan potensinya dan mengaktualisasikan dirinya dalam
kehidupan masyarakat, melalui aktivitasaktivitas program pendidikan di sekolahnya.
Peranan-peranan anak sebagai peserta didik di sekolah akan mendukung
terhadap pencapaian tujuan pendidikan secara efektif, apabila peranan tersebut
diperkenalkan dan diberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan sendiri
sebagai proses pendidikan kemandirian, menciptakan kreativitas, belajar hidup
berdemokrasi, dan proses belajar bertanggung jawab. Masih banyak pendidikan
sekolah (khususnya dari pendidikan dasar sampai menengah) yang belum memberikan
peluang yang lebih luas kepada anak untuk melakukan perananperanannya sebagai
seorang yang akan dewasa, dan sebagai calon anggota masyarakat atau warga negara
yang bertanggung jawab. Hal ini hanya mungkin dilakukan, apabila para pendidik atau
guru memahami hakikat upaya pendidikan yang mereka lakukan dan memahami
hakikat manusia yang dihadapinya.
Permasalahan tersebut mengimplikasikan perlunya pendidikan prajabatan guru
yang berorientasi pada pendidikan yang berbasis kemanusiaan, kebudayaan, dan
agama dengan semangat keintelektualan dan profesionalisme kependidikan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa landasan
filsafat pendidikan Pancasila merupakan azas pendidikan nasional yang menjadi basis
pendidikan tenaga kependidikan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap aspek
ontologi, epistemologi, antropologi, dan aksiologi Pancasila bagi mahasiswa
kependidikan merupakan kewajiban yang mempunyai dampak langsung atau tidak
langsung terhadap wawasan teoritik dan praktek pendidikan di sekolah atau di luar
sekolah kelak.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Realita ialah Kenyataan atau realitas, dalam bahasa sehari-hari berarti "hal yang
nyata; yang benar-benar ada".
2. Pengetahuan ialah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan
potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya,
pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil
pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data sekadar berkemampuan
untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka
pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Inilah yang disebut
potensi untuk menindaki.
3. Nilai ialah suatu konsep umum atau gagasan yang merujuk pada hal-hal yang
dianggap benar, baik, berharga, penting, indah, pantas, dan dikehendaki oleh
masyarakat secara umum di dalam kehidupannya.
4. Implikasi bagi pendidikan ialah
a. Berdasarkan tujuan pendidikan
b. Peranan Pendidik dan Peserta Didik.

13
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiansah, T. Heru. 2021. Pendidikan pancasila. Kapalo koto No. 8, Mitra Cendekia Media

Samadi, yoga putra.2019. Filsafat pancasila dalam pendidikan di indonesia menuju bangsa
berkarakter. Vol. 2 No. 2 2019

Najm al inu, An nisaa’an dan dewi anggraeni, Dinie. 2021. implikasi nilai-nilai pancasila
melalui pendidikan kewarga negaraan di sekolah dan dimasyarakat. Vol.5 No.1
Juni 2021

14
Lampiran I

15
Lampiran II

16
17
Lampiran III

18
19

Anda mungkin juga menyukai