PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan yang tidak pernah berakhir dalam sejarah kelahiran dan
perkembangan filsafat adalah persoalan bagaimana manusia dapat mencapai suatu
kebenaran, menemukan hakekat dari suatu kebenaran, yakni kebenaran atas apa yang
disebut dengan REALITAS atau kenyataan dari sesuatu (materi) yang benar-benar
ada, termasuk realitas tentang Tuhan, supranature. Hakikat kebenaran tentang Realitas,
termasuk kebenaran tentang metafisis, tidak bisa dilepaskan dari logika (pikiran
subjektif) orang yang memandang dan memahami suatu realitas, baik dalam arti
realitas dari sesuatu yang benar-benar ada (kongkrit) ataupun realitas metafisis.
Filsafat yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu
bangsa, sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam
menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat tersebut. Pendidikan sebagai suatu
lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem norma tingkah laku
perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga
pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin supaya pendidikan
dan prosesnya efektif, maka dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan landasan
ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Realita ?
2. Apa yang dimaksud dengan Pengetahuan ?
3. Apa yang dimaksud dengan Nilai ?
4. Apa yang dimaksud dengan Implikasi Bagian Pendidikan ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang Realita.
2. Menjelaskan tentang Pengetahuan.
3. Menjelaskan tentang Nilai.
4. Menjelaskan tentang Implikasi Bagian Pendidikan.
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Realita
Kenyataan atau realitas, dalam bahasa sehari-hari berarti "hal yang nyata; yang
benar-benar ada". Pengertian sempit menurut filsafat barat, ada tingkat-tingkat dalam
sifat dan konsep tentang realitas. Tingkat-tingkat ini mencakup, dari yang paling
subyektif hingga yang paling ketat: realitas fenomenologis, kebenaran, fakta, dan
aksioma.
Realitas juga bisa berarti jumlah atau agregat dari semua yang nyata atau ada
dalam suatu sistem, berlawanan dengan hal-hal yang hanya imajiner. Istilah ini juga
digunakan untuk merujuk pada status ontologis sesuatu, yang menunjukkan
keberadaan mereka. Dalam istilah fisik, realitas adalah totalitas dari suatu sistem, yang
diketahui dan tidak diketahui. Pertanyaan filosofis tentang hakikat realitas, eksistensi,
atau keberadaan merupakan perdebatan utama dalam ontologi, yang merupakan
cabang utama metafisika dalam tradisi filosofis Barat. Pertanyaan ontologis juga
ditampilkan dalam beragam cabang filsafat, termasuk filsafat sains, filsafat agama,
filsafat matematika, dan logika filosofis. Ini mencakup berbagai pertanyaan, misalnya
tentang apakah hanya objek fisik yang nyata (fisikalisme), apakah realitas pada
dasarnya tidak material (misalnya, Idealisme), apakah entitas hipotetis yang tidak
dapat diobservasi dalam teori ilmiah benar-benar ada, apakah Tuhan ada, apakah
angka dan objek abstrak lainnya ada, dan apakah dunia benar-benar ada.
B. Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis,
konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian (benar atau
berguna). Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui
dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu
yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang
mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang
bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman
dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada
umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil
2
pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data sekadar berkemampuan
untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan
berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Inilah yang disebut potensi untuk
menindaki.
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) adalah hasil tahu dari manusia dan
ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalu panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan itu sendiri banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat di
peroleh dari pendidikan formal dan non formal, Jadi pengetahuan sangat erat
hubungannya dengan pendidikan seseorang maka orang tersebut semangkin luas
pengetahuannya. Tetapi perlu ditekankan bukan seseorang pendidikannya rendah,
mutlak pengetahuannya rendah pula. Karena pendidikan tidak mutlak diperoleh di
pendidikan formal, akan tetapi pendidikan non formal juga di peroleh. Pengetahuan
seseorang tentang sesuatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap
objek yang diketahui, maka menumbuhkan sikap yang makin positif terhadap objek
tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,
2007).
Pengetahuan manusia menurut Notoatmodjo (2007) di bagi menjadi 6
tingkatan seperti:
1. Tahu (Know)
3
2. Memahami (Comprehension)
3. Aplikasi (Aplication)
4. Analisis (Analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen- komponen, tetapi masih di dalam stuktur organisasi dan masih
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (Syintesis)
6. Evaluasi
a. Pendidikan
4
makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka dapat menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.
Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai- nilai
yang baru diperkenalkan.
b. Pekerjaan
c. Umur
d. Minat
e. Pengalaman
g. Informasi
C. Nilai
Secara bahasa, kata nilai dapat diartikan sebagai “harga”. Namun tentu saja
kata tersebut memiliki makna yang lebih luas dan berhubungan dengan sesuatu yang
berharga bagi manusia.
Pada dasarnya pengertian nilai adalah suatu konsep umum atau gagasan yang
merujuk pada hal-hal yang dianggap benar, baik, berharga, penting, indah, pantas, dan
dikehendaki oleh masyarakat secara umum di dalam kehidupannya. Ada juga yang
menyebutkan arti kata nilai adalah suatu bentuk penghargaan dan keadaan yang
bermanfaat sebagai pedoman umum bagi manusia dalam melakukan dan menilai suatu
tindakan.
Berikut ini adalah beberapa contoh penggunaan kata nilai dalam kalimat untuk
membantu memahami arti kata tersebut:
1. “Dukungan yang Anda berikan selama pelatihan ini sangat bernilai bagi saya.”
2. “Anak itu menerapkan nilai-nilai yang diajarkan oleh kedua oranga tuanya.”
3. “Karya-karya lukisan yang diciptakan oleh Basuki Abdullah memiliki nilai seni
yang sangat tinggi.”
4. “Setiap akan membeli barang, sebaiknya perkirakan nilai produk tersebut dengan
harga normal.”
Dari penjelasan tersebut dapat kita pahami bahwa nilai adalah sebuah
keyakinan dasar dan fundamental yang memandu atau memotivasi sikap atau
tindakan manusia. Nilai-nilai hidup seseorang dapat menggambarkan kualitas
pribadinya yang tercermin dari perilaku, baik perilaku terhadap diri sendiri
maupun kepada orang lain dan lingkungnnya.
6
Pengertian Nilai Menurut Para Ahli
Agar lebih memahami apa itu nilai, maka kita dapat merujuk pada pendapat
beberapa ahli berikut ini:
b. Koentjaraningrat
c. Robert M. Z. Lawang
e. Sidi Gazalba
7
Jenis-Jenis Nilai
1) Nilai Sosial
Nilai sosial adalah hal-hal yang telah ada dan melekat di dalam
masyarakat. Hal ini berkaitan dengan sikap dan tindakan manusia di dalam suatu
masyarakat dan berkaitan dengan sikap manusia sebagai mahluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lainnya. Contoh nilai sosial misalnya; bersedekah
merupakan tindakan bernilai baik, menipu merupakan tindakan bernilai buruk.
2) Nilai Kebenaran
Nilai kebenaran merupakan suatu nilai yang mutalk dibawaj sejak lahir dan
disebut juga dengan pandangan kodrati dari Tuhan yang memberikan nilai
kebenaran melalui akal dan pikiran manusia. Contoh nilai kebenaran misalnya;
seorang petugas Polisi Lalu Lintas memberikan sanksi kepada pengendara yang
melanggar aturan sesuai dengan kebenaran yang dianutnya.
3) Nilai moral
Nilai moral atau nilai kebaikan merupakan sistem penilaian dalam diri
manusia yang bersumber dari kehendak dan kemauan (etik, karsa). Antar manusia
dapat berinteraksi dengan baik karena adanya moral di dalam dirinya. Contoh nilai
moral; seorang murid berbicara dengan gurunya dengan tutur kata yang baik dan
sopan. Ini menunjukkan murid tersebut memiliki nilai moral dan etika yang tinggi.
4) Nilai keindahan
Nilai keindahan merupakan nilai yang berasal dari unsur perasaan di dalam
diri manusia, atau disebut juga dengan nilai estetika. Dalam hal ini, keindahan
sifatnya universal sehingga nilai keindahan masing-masing orang akan berbeda-
beda. Contoh nilai keindahan misalnya; bagi sebagian orang seni musik
merupakan sebuah bentuk keindahan. Namun, bagi sebagain orang lainnya seni
rupa merupakan bentuk keindahan yang sebenarnya.
8
5) Nilai agama
Nilai agama adalah nilai yang dianggap bersumber dari Tuhan Yang Maha
Esa dan bersifat mutlak atau tidak dapat diganggu gugat. Nilai agama atau nilai
religius merupakan tata cara manusia menjalani kehidupannya dan berhubungan
dengan Tuhannya. Contoh nilai agama; manusia beribadah sesuai dengan tata
cara agama dan kepercayaan yang dianutnya. Misalnya; umat Islam sholat 5 kali
dalam sehari, dan umat Kristen/ Katolik melakukan kebaktian setiap hari minggu.
9
tujuan pendidikan kurikuler (kurikulum untuk jenjang dan jenis pendidikan) dan
tujuan pendidikan pembelajaran (instruksional di sekolah/di kelas). Tujuan
pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
upaya mewujudkan tujuan nasional.
10
2. Peranan Pendidik dan Peserta Didik.
a. Peranan Pendidik.
11
yang memudahkan anak belajar, anak tahu arah kemana tujuan yang akan
dicapai.
b. Peranan peserta didik
Mengacu pada prinsip-prinsip di atas, menunjukkan bahwa pendidikan
nasional lebih berorientasi pada pengembangan potensi anak yang berbasis pada nilai-
nilai hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Demikian pula, pendidikan nasional diselenggarakan dalam rangka proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Dengan demikian, peranan peserta didik baik sebagai individu maupun sebagai
anggota masyarakat dalam kegiatan pendidikan, adalah sebagai seorang pelajar yang
secara bebas dapat mengembangkan potensinya dan mengaktualisasikan dirinya dalam
kehidupan masyarakat, melalui aktivitasaktivitas program pendidikan di sekolahnya.
Peranan-peranan anak sebagai peserta didik di sekolah akan mendukung
terhadap pencapaian tujuan pendidikan secara efektif, apabila peranan tersebut
diperkenalkan dan diberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan sendiri
sebagai proses pendidikan kemandirian, menciptakan kreativitas, belajar hidup
berdemokrasi, dan proses belajar bertanggung jawab. Masih banyak pendidikan
sekolah (khususnya dari pendidikan dasar sampai menengah) yang belum memberikan
peluang yang lebih luas kepada anak untuk melakukan perananperanannya sebagai
seorang yang akan dewasa, dan sebagai calon anggota masyarakat atau warga negara
yang bertanggung jawab. Hal ini hanya mungkin dilakukan, apabila para pendidik atau
guru memahami hakikat upaya pendidikan yang mereka lakukan dan memahami
hakikat manusia yang dihadapinya.
Permasalahan tersebut mengimplikasikan perlunya pendidikan prajabatan guru
yang berorientasi pada pendidikan yang berbasis kemanusiaan, kebudayaan, dan
agama dengan semangat keintelektualan dan profesionalisme kependidikan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa landasan
filsafat pendidikan Pancasila merupakan azas pendidikan nasional yang menjadi basis
pendidikan tenaga kependidikan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap aspek
ontologi, epistemologi, antropologi, dan aksiologi Pancasila bagi mahasiswa
kependidikan merupakan kewajiban yang mempunyai dampak langsung atau tidak
langsung terhadap wawasan teoritik dan praktek pendidikan di sekolah atau di luar
sekolah kelak.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Realita ialah Kenyataan atau realitas, dalam bahasa sehari-hari berarti "hal yang
nyata; yang benar-benar ada".
2. Pengetahuan ialah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan
potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya,
pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil
pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data sekadar berkemampuan
untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka
pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Inilah yang disebut
potensi untuk menindaki.
3. Nilai ialah suatu konsep umum atau gagasan yang merujuk pada hal-hal yang
dianggap benar, baik, berharga, penting, indah, pantas, dan dikehendaki oleh
masyarakat secara umum di dalam kehidupannya.
4. Implikasi bagi pendidikan ialah
a. Berdasarkan tujuan pendidikan
b. Peranan Pendidik dan Peserta Didik.
13
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiansah, T. Heru. 2021. Pendidikan pancasila. Kapalo koto No. 8, Mitra Cendekia Media
Samadi, yoga putra.2019. Filsafat pancasila dalam pendidikan di indonesia menuju bangsa
berkarakter. Vol. 2 No. 2 2019
Najm al inu, An nisaa’an dan dewi anggraeni, Dinie. 2021. implikasi nilai-nilai pancasila
melalui pendidikan kewarga negaraan di sekolah dan dimasyarakat. Vol.5 No.1
Juni 2021
14
Lampiran I
15
Lampiran II
16
17
Lampiran III
18
19