Anda di halaman 1dari 354

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt karena berkat dan rahmat-Nyalah buku
ajar ini terselesaikan. Semoga sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada
junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang selalu kita harapkan syafa’atnya
diakhirat nanti. Secara khusus, buku ini hadir dihadapan pembaca karena diniati
untuk memenuhi bahan bacaan pada perkuliahan Pedagogi di Universitas Dharmas
Indonesia.

Buku ajar mata kuliah ini ditulis berdasarkan pada analisis kebutuhan mendasar
pentingnya buku ajar khususnya usia anak Sekolah Dasar sebagai penunjang
kelancaran sistem pendidikan. Pentingnya buku ajar untuk memudahkan guru dan
peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Penulis menyadari masih terdapat
kekurangan dalam bahan ajar ini, untuk itu kritik dansaran terhadap buku ajar ini
sangat diharapkan. Semoga buku ajar ini dapat memberi manfaat bagi mahasiswa
Universitas Dharmas Indonesia dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Dharmasraya, 09 Juli 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PEDAGOGIK SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

BAB II TUJUAN,BATASAN DAN KEMUNGKINAN PENDIDIKAN

BAB III KONSEP,KARAKTERISTIK DAN JENIS ALAT PENDIDIKAN

BAB IV PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

BAB V LINGKUNGAN PENDIDIKAN

BAB VI KASIH SAYANG,KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB

BAB VII MANUSIA SEBAGAI ANIMAL EDUCATION.

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

Pedagogic sebagai ilmu


pengetahuan

A. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan berasal dari kata “tahu”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
tahu memiliki artiantara lain mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dan
sebagainya), mengenal dan mengerti. Mubarak (2011), mendefinisikan pengetahuan
sebagai segala sesuatu yang diketahui berdasarkan pengalaman manusia itu sendiri dan
pengetahuan akan bertambah sesuai dengan proses pengalaman yang dialaminya.
Menurut Bloom, Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Dari pengalaman penelitian tertulis bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidakdidasari
oleh pengetahuan (Notoadmojo, 2003; Suwanti dan Aprilin, 2017).
Pengetahuan adalah hasil kegiatan ingin tahu manusia tentang apa saja melalui
cara-cara dan dengan alat-alat tertentu. Pengetahuan ini bermacam-macam jenis dan
sifatnya, ada yang langsung danada yang tak langsung, ada yang bersifat tidak tetap
(berubah-ubah), subyektif, dan khusus, dan ada pula yang bersifat tetap, obyektif dan
umum. Jenis dan sifat pengetahuan ini pengetahuan ini tergantung kepada sumbernya
dan dengan cara dan alat apa pengetahuan itu diperoleh, serta ada pengetahuan yang
benar dan ada pengetahuan yang salah. Tentu saja yang dikehendaki adalah
pengetahuan yang benar (Suhartono, 2007; Suwanti dan Aprilin, 2017). Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003;
Suwanti dan Aprilin, 2017)
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan
bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang
berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang
tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.
Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan
objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap positif terhadap objek tertentu.
Menurut teori WHO (World Health Organization), salah satu bentuk objek kesehatan
dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan,
2010; Fatim dan Suwanti, 2017). Pengetahuan merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk menuturkan hasil pengalaman seseorang tentang sesuatu. Dalam tindakan
mengetahui selalu kita temukan dua unsur utama yaitu subjek yang mengetahui (S) dan
sesuatu yang diketahui atau objek pengetahuan (O). Keduanya secara fenomenologis
tidak mungkin dipisahkan satu dari yang lain. Karena itu pengetahuan dapat kita
katakan sebagai hasil tahu manusia tentang sesuatu atau perbuatan manusia untuk
memahami objek yang sedang dihadapi (Kebung, 2011).
Pengetahuan merupakan justified true believe. Seorang individu membenarkan
(justifies) kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai dunia.
Jadi bila seseorangmenciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu
situasi baru dengan cara berpegangpada kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam
definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu
yang benar secara abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi
dari fakta-fakta, namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit
disederhanakan atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan melibatkan perasaan dan sistem
kepercayaan (belief sistem) dimana perasaan atau sistem kepercayaan itu bisa tidak
disadari (Fatim dan Suwanti, 2017).

B. Komponen Pengetahuan
Adapun menurut Bahm (dikutip dalam Lake et al, 2017), definisi ilmu pengetahuan
melibatkan enam macam komponen utama, yaitu masalah (problem), sikap (attitude), metode
(method), aktivitas (activity), kesimpulan (conclusion), dan pengaruh (effects).

1. Masalah (problem)
Ada tiga karakteristik yang harus dipenuhi untuk menunjukkan bahwa suatu masalah
bersifat scientific, yaitu bahwa masalah adalah sesuatu untuk dikomunikasikan, memiliki sikap
ilmiah, dan harus dapat diuji.

2. Sikap (attitude)
Karakteristik yang harus dipenuhi antara lain adanya rasa ingin tahu tentang sesuatu;
ilmuwan harus mempunyai usaha untuk memecahkan masalah; bersikap dan bertindak
objektif, dan sabar dalam melakukan observasi.

3. Metode (method)
Metode ini berkaitan dengan hipotesis yang kemudian diuji. Esensi science terletak pada
metodenya. Science merupakan sesuatu yang selalu berubah, demikian juga metode, bukan
merupakan sesuatu yang absolut atau mutlak.

4. Aktivitas (activity)
Science adalah suatu lahan yang dikerjakan oleh para scientific melalui scientific
research, yang terdiri dari aspek individual dan sosial.

5. Kesimpulan (conclusion)
Science merupakan a body of knowledge. Kesimpulan yang merupakan pemahaman
yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah adalah tujuan dari science, yang diakhiri dengan
pembenaran dari sikap, metode, dan aktivitas.

6. Pengaruh (effects)
Apa yang dihasilkan melalui science akan memberikan pengaruh berupa pengaruh ilmu
terhadap ekologi (applied science) dan pengaruh ilmu terhadap masyarakat dengan
membudayakannya menjadi berbagai macam nilai.

Ilmu pengetahuan lahir dari pengembangan suatu permasalahan (problems) yang dapat
dijadikan sebagai kegelisahan akademik. Atas dasar problem, para ilmuwan memiliki suatu
sikap (attitude) untuk membangun metode-metode dan kegiatankegiatan (method and activity)
yang bertujuan untuk melahirkansuatu penyelesaian kasus (conclusions) dalam bentuk teori-
teori, yang akan memberikan pengaruh (effects) baik terhadap ekologi maupun terhadap
masyarakat.

C. Jenis Pengetahuan
Pengetahuan memiliki beragam jenis (Suriasumantri, 2007; Kebung, 2011).
Berdasarkan jenis pengetahuan itu sendiri, pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi
:

1. Berdasarkan Obyek (Object-based)


Pengetahuan manusia dapat dikelompokkan dalam berbagai macam sesuai dengan
metode danpendekatan yang mau digunakan.
a. Pengetahuan Ilmiah
Semua hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan
metode ilmiah. Dalam metologi ilmiah dapat kita temukan berbagai kriteria dan
sistematika yang dituntut untuk suatu pengetahuan. Karena itu pengetahuan ini
dikenal sebagai pengetahuan yang lebih sempurna (Kebung, 2011).

b. Pengetahuan Non Ilmiah


Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak
termasuk dalam kategori ilmiah. Kerap disebut juga dengan pengetahuan pra-
ilmiah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengetahuan non ilmiah adalah
seluruh hasil pemahaman manusia tentang sesuatu atau obyek tertentu dalam
kehidupan sehari-hari terutama apa yang ditangkap oleh indera-indera kita. Kerap
juga terjadi perpaduan antara hasil pencerapan inderawi dengan hasil pemikiran
secara akali. Juga persepsi atau intuisi akan kekuatan-kekuatan gaib. Dalam kaitan
dengan ini pula kita mengenal pembagian pengetahuan inderawi (yang berasal dari
panca indera manusia) dan pengetahuan akali (yang berasal dari pikiran manusia)
(Kebung, 2011).

2. Berdasarkan Isi (Content-Based)


Berdasarkan isi atau pesan kita dapat membedakan pengetahuan atas beberapa
macam yakni tahu bahwa, tahu bagaimana, tahu akan dan tahu mengapa
a. Tahu bahwa

Pengetahuan tentang informasi tertentu misalnya tahu bahwa sesuatu telah


terjadi. Kita tahu bahwa fakta 1 dan fakta 2 itu sesungguhnya benar. Pengetahuan
ini disebut juga sebagai pengetahuan teoritis-ilmiah, walaupun tidak mendalam. Dasar
pengetahuan ini ialah informasi tertentu yang akurat.

b. Tahu bagaimana
Misalnya bagaimana melakukan sesuatu (know-how). Ini berkaitan dengan
ketrampilan atau keahlian membuat sesuatu. Sering juga dikenal dengan nama pengetahuan
praktis, sesuatu yang memerlukan pemecahan, penerapan dan tindakan.

c. Tahu akan
Pengetahuan ini bersifat langsung melalui penganalan pribadi. Pengetahuan ini juga
bersifat sangat spesifik berdasarkan pengenalan pribadi secara langsung akan obyek. Ciri
pengetahuan ini ialah bahwa tingkatan obyektifitasnya tinggi. Namun juga apa yang dikenal
pada obyek ditentukan oleh subyek dan sebab itu obyek yang sama dapat dikenal oleh dua
subyek berbeda. Selain dari itu subyek juga mampu membuat penilaian tertentu atas
obyeknya berdasarkan pengalamannya yang langsung atas obyek. Di sini keterlibatan
pribadi subyek besar. Juga pengetahuan ini bersifat singular, yaitu berkaitan dengan barang
atau obyek khusus yang dikenal secara pribadi.

d. Tahu mengapa
Pengetahuan ini didasarkan pada refleksi, abstraksi dan penjelasan. Tahu mengapa ini
jauh lebih mendalam dari pada tahu bahwa, karena tahu mengapa berkaitan dengan
penjelasan (menerobos masuk di balik data yang ada secara kritis). Subyek berjalan lebih
jauh dan kritis dengan mencari informasi yang lebih dalam dengan membuat refleksi lebih
mendalam dan meniliti semua peristiwa yang berkaitan satu sama lain. Ini adalah model
pengetahuan yang paling tinggi dan ilmiah.

D. Sumber Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh melalui proses kognitif, dimana seseorang harus mengerti
atau mengenali terlebih dahulu suatu ilmu pengetahuan agar dapat mengetahui
pengetahuan tersebut. Kebung (2011) mengatakan bahwa ada enam hal penting sebagai
alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan. Enam hal itu antara lain :

1. Pengalaman Inderawi (Sense–experience)


Pengalaman inderawi dilihat sebagai sarana paling vital dalam memperoleh
pengetahuan. Justru melalui indera-indera kita dapat berhubungan dengan berbagai
macam objek di luar kita. Penekanan kuat pada kenyataan ini dikenal dengan nama
realism (hanya kenyataan atau sesuatu yangsudah menjadi faktum dapat diketahui.
Kesalahan bisa terjadi kalau ada ketidakharmonisan dalam semua peralatan inderawi.
2. Penalaran (Reasoning)
Penalaran merupakan karya akal yang menggabungkan dua pemikiran atau
lebih untuk memperoleh pengetahuan baru. Untuk itu amat perlu didalami asas-asas
pemikiran seperti: principium identitatis atau asas kesamaan dalam arti sesuatu itu
mesti sama dengan dirinya sendiri (A=A). Principium contradictions atau asas
pertentangan. Apabila dua pendapat bertentangan, tidak mungkin keduanya benar
dalam waktu yang bersamaan, atau pada subyek yang sama tidak mungkin terdapat
dua predikat yang bertentangan pada satu waktu. Dan principium tertii exclusi (asas
tidak ada kemungkinan ketiga). Pada dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin
keduanya benar dan salah. Kebenaran hanya terdapat pada satu di antara keduanya
dan tidak perlu ada pendapat atau kemungkinan ketiga
Pengetahuan Rasional (Rational Knowledge) merupakan pengetahuan yang
diperoleh dengan latihan rasio atau akal semata, tidak disertai dengan observasi
terhadap peristiwa-peristiwa faktual. Contohnya adalah panas diukur dengan derajat
panas, berat diukur dengan timbangan dan jauh diukur dengan materan.
3. Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kewibawaan atau kekuasaan yang sah yang dimiliki seseorang
dan diakui oleh kelompoknya. Ia dilihat sebagai salah satu sumber pengetahuan
karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang memiliki
kewibawaan dalam pengetahuanya. Karena itu pengetahuan ini tidak perlu diuji lagi
karena kewibawaan orang itu.

4. Intuisi (Intution)

Intuisi merupakan kemampuan yang ada dalam diri manusia (proses kejiwaan)
untuk menangkap sesuatu atau membuat pernyataan berupa pengetahuan. Pengetahuan
Intuitif tidak dapat dibuktikan seketika atau lewat kenyataan karena tidak ada
pengetahuan yang mendahuluinya. Lawan dari pengetahuanintuitif adalah
pengetahuan diskursif. Pengetahuan ini tidak diperoleh secara langsung dan
sekonyong-konyong, tetapi tergantung pada banyak aspek lain. Dengan kata lain saya
sampai pada pengetahuan karena sekian banyak mediasi yang sudah saya lewati
Pengetahuan Intuitif (Intuitive Knowledge) diperoleh manusia dari dalam dirinya
sendiri, padasaat dia menghayati sesuatu. Untuk memperoleh intuitif yang tinggi,
manusia harus berusaha melaluipemikiran dan perenungan yang konsisten terhadap
suatu objek tertentu. Intuitif secara umum merupakan metode untuk memperoleh
pengetahuan tidak berdasarkan penalaran rasio, pengalaman, dan pengamatan indera.
Misalnya, pembahasan tentang keadilan. Pengertian adil akan berbeda tergantung akal
manusia yang memahami. Adil mempunyai banyak definisi, disinilah intusi berperan.

5. Wahyu (Relation)
Wahyu adalah pengetahuan yang diperoleh dari ilahi lewat para nabi dan
utusan-Nya demi kepentingan umat-Nya. Dasar pengetahuan adalah kepercayaan
akan sesuatu yang disampaikan oleh sumber wahyu itu sendiri. Dari kepercayaan ini
muncullah apa yang disebut keyakinan
Pengetahuan Wahyu (Revealed Knowledge) diperoleh manusia atas dasar
wahyu yang diberikan oleh tuhan kepadanya. Pengetahuan wahyu bersifat eksternal,
artinya pengetahuan tersebut berasal dari luar manusia. Pengetahuan wahyu lebih
banyak menekankan pada kepercayaan.

6. Keyakinan (faith)
Kepercayaan menghasilkan apa yang disebut iman atau keyakinan.
Keyakinan itu mendasarkan diri pada ajaran-ajaran agama yang diungkapkan lewat
norma-norma dan aturan-aturanagama. Keyakinan juga dilihat sebagai kemampuan
kejiwaan yang merupakan pematangan dari kepercayaan. Kepercayaan pada
umumnya bersifat dinamis dan mampu menyesuaikan diri dengan konteks, padahal
keyakinan pada umumnya bersifat statis.

E. Metode Perolehan Pengetahuan


Antara satu individu dengan individu yang lain memiliki metode masing-masing
untukmendapatkan pengetahuan yang bermanfaat. Beberapa metode yang dilakukan
untuk memperoleh pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi ()Kebung, 2011;
Timotius, 2017) :
1. Rasionalisme
Rasionalisme adalah aliran berpikir yang berpendapat bahwa pengetahuan yang
benar mengandalkan akal dan ini menjadi dasar pengetahuan ilmiah. Mereka
memandang rendah pengetahuan yang diperoleh melalui indera bukan dalam arti
menolak nilai pengalaman dan melihat pengalaman sebagai perangsang bagi akal atau
pikiran. Kebenaran dan kesesatan ada dalam pikiran kita dan bukannya pada barang
yang dapat diserap oleh indera kita.
2. Empirisme
Bagi filsuf empiris, sumber pengetahuan satu-satunya adalah pengalaman dan
pengamatan inderawi. Data dan fakta yang ditangkap oleh panca indera manusia adalah
sumber pengetahuan. Semua ide yang benar datang dari fakta ini. Sebab itu semua
pengetahuan manusia bersifat empiris.

3. Kritisisme
Tiga macam pengetahuan, pertama, pengetahuan analitis, dimana predikat sudah
termuatdalam subyek atau predikat diketahui melalui dua analisis subyek. Misalnya,
lingkaran itu bulat. Kedua, pengetahuan sintesis a posteriori, dalam mana predikat
dihubungkan dengan subyek berdasarkan pengalaman inderawi. Sebagai missal, hari
ini sudah hujan, merupakan suatu hasil pengamatan inderawi. Dengan kata lain setelah
membuat observasi saya mengatakan S = P, ketiga, pengetahuan sintesis a priori yang
menegaskan bahwa akal budi dan pengalaman inderawi dibutuhkan secara serempak.
Ilmu pasti juga ilmu alam bersifat sintesis a priori.

4. Positivisme
Positivisme selalu berpangkal pada apa yang telah diketahui, yang faktual dan
positif. Semua yang diketahui secara postif adalah semua gejala atau sesuatu yang
tampak. Karena itu mereka menolak metafisika. Yang paling penting adalah
pengetahuan tentang kenyataan dan menyelidiki hubungan-hubungan antar kenyataan
untuk bisa memprediksi apa yang akan terjadi di kemudian hari, dan bukannya
mempelejarai hakikat atau makna dari semua kenyataan itu.Tokoh utama positivism
adalah August Comte. Ia membagi perkembangan pemikiran manusia dalam tiga tahap,
yaitu tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah (positif).

F. Tingkatan Pengetahuan
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan yang mengupas
mengenai konsep pengetahuan dan mengenalkan konsep Taksonomi Bloom (Susanti,
2013).
1. Pengetahuan Dalam Ranah Kognitif
Ranah ini meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang
telah dipelajari,yang berkenaan dengan kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh
pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran.
Tujuan pembelajaran dalam ranah kognitif (intelektual) atau yang menurut Bloom
merupakan segala aktivitas yang menyangkut otak dibagi menjadi 6 tingkatan sesuai
dengan jenjang terendah sampai tertinggi yang dilambangkan dengan C (Cognitive)
yaitu :
a. C1 (Pengetahuan/Knowledge)
Pada jenjang ini menekankan pada kemampuan dalam mengingat kembali materi
yang telah dipelajari, seperti pengetahuan tentang istilah, fakta khusus, konvensi,
kecenderungan dan urutan, klasifikasi dan kategori, kriteria serta metodologi. Tingkatan
atau jenjang ini merupakan tingkatan terendah namun menjadi prasyarat bagi tingkatan
selanjutnya. Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan dengan
hapalan saja. Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah :
mengutip, menyebutkan, menjelaskan, menggambarkan, membilang, mengidentifikasi,
mendaftar, menunjukkan, memberi label, memberi indeks, memasangkan, menamai,
menandai, membaca, menyadari, menghafal, meniru, mencatat, mengulang,
mereproduksi, meninjau, memilih, menyatakan, mempelajari, mentabulasi, memberi
kode, menelusuri, dan menulis.

b. C2 (Pemahaman/Comprehension)
Pada jenjang ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan dalam memahami
materi tertentu yang dipelajari. Kemampuan-kemampuan tersebut yaitu :
1. Translasi (kemampuan mengubah simbol dari satu bentuk ke bentuk lain)
2. Interpretasi (kemampuan menjelaskan materi)
3. Ekstrapolasi (kemampuan memperluas arti)

Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan dengan kata-katanya sendiri


dan dengan memberikan contoh baik prinsip maupun konsep. Kata kerja operasional
yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : memperkirakan, menjelaskan,
mengkategorikan, mencirikan, merinci, mengasosiasikan, membandingkan,
menghitung, mengkontraskan, mengubah, mempertahankan, menguraikan, menjalin,
membedakan, mendiskusikan, menggali, mencontohkan, menerangkan,
mengemukakan, mempolakan, memperluas, menyimpulkan, meramalkan, merangkum,
dan menjabarkan.
c. C3 (Penerapan/Application)
Pada jenjang ini, aplikasi diartikan sebagai kemampuan menerapkan informasi
pada situasi nyata, dimana peserta didik mampu menerapkan pemahamannya dengan
cara menggunakannya secara nyata. Di jenjang ini, peserta didik dituntut untuk dapat
menerapkan konsep dan prinsip yang ia miliki pada situasi baru yang belum pernah
diberikan sebelumnya. Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini
adalah : menugaskan, mengurutkan, menentukan, menerapakan, menyesuaikan,
mengkalkulasi, memodifikasi, mengklasifikasi, menghitung, membangun,
membiasakan, mencegah, menggunakan, menilai, melatih, menggali, mengemukakan,
mengadaptasi, menyelidiki, mengoperasikan, mempersoalkan, mengkonsepkan,
melaksanakan, meramalkan, memproduksi, memproses, mengaitkan, menyusun,
mensimulasikan,memecahkan, melakukan, dan mentabulasi.

d. C4 (Analisis/Analysis)
Pada jenjang ini, dapat dikatakan bahwa analisis adalah kemampuan menguraikan
suatu materi menjadi komponen-komponen yang lebih jelas. Kemampuan ini dapat
berupa :
1. Analisis elemen/unsur (analisis bagian-bagian materi)
2. Analisis hubungan ( identifikasi hubungan)
3. Analisis pengorganisasian prinsip/prinsip-prinsip organisasi (identifikasi organisasi)

Di jenjang ini, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa
bagian menemukan asumsi, dan membedakan pendapat dan fakta serta menemukan
hubungan sebab akibat. Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini
adalah : menganalisis, mengaudit, memecahkan, menegaskan, mendeteksi,
mendiagnosis, menyeleksi, memerinci, menominasikan, mendiagramkan,
mengkorelasikan, merasionalkan, menguji, mencerahkan, menjelajah, membagankan,
menyimpulkan, menemukan, menelaah, memaksimalkan, memerintahkan, mengedit,
mengaitkan, memilih, mengukur, melatih, dan mentransfer.

e. C5 (Sintesis/Synthesis)
Pada jenjang ini, sintesis dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dan
mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur yang unik.
Kemampuan ini dapat berupa memproduksi komunikasi yang unik, rencana atau
kegiatan yang utuh, dan seperangkat hubungan abstrak. Di jenjang ini, peserta didik
dituntut menghasilkan hipotesis atau teorinya sendiri dengan memadukan berbagai ilmu
dan pengetahuan. Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah :
mengabstraksi, mengatur, menganimasi, mengumpulkan, mengkategorikan, mengkode,
mengkombinasikan, menyusun, mengarang, membangun, menanggulangi,
menghubungkan, menciptakan, mengkreasikan, mengoreksi, merancang,
merencanakan, mendikte, meningkatkan, memperjelas, memfasilitasi, membentuk,
merumuskan, menggeneralisasi, menggabungkan, memadukan, membatas, mereparasi,
menampilkan, menyiapkan, memproduksi, merangkum, dan merekonstruksi.
f. C6 (Evaluasi/Evaluation)
Pada jenjang ini, evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai manfaat suatu hal
untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Kegiatan ini berkenaan dengan
nilai suatu ide, kreasi, cara atau metode. Pada jenjang ini seseorang dipandu untuk
mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik, penerapan baru serta cara
baru yang unik dalam analisis dan sintesis. Menurut Bloom paling tidak ada 2 jenis
evaluasi yaitu :
1. Evaluasi berdasarkan bukti internal
2. Evaluasi berdasarkan bukti eksternal

Di jenjang ini, peserta didik mengevaluasi informasi termasuk di dalamnya


melakukan pembuatan keputusan dan kebijakan. Kata kerja operasional yang dapat
dipakai dalam jenjang ini adalah : membandingkan, menyimpulkan, menilai,
mengarahkan, mengkritik, menimbang, memutuskan, memisahkan, memprediksi,
memperjelas, menugaskan, menafsirkan, mempertahankan, memerinci, mengukur,
merangkum, membuktikan, memvalidasi, mengetes, mendukung, memilih, dan
memproyeksikan.

2. Pengetahuan Dalam Ranah Afektif


Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi
sertaderajat penerimaan atau penolakan suatu obyek dlam kegiatan belajar mengajar.
Kartwohl & Bloom (dikutip dalam Susanti, 2013) membagi ranah afektif menjadi 5
kategori yaitu :
a. Receiving/Attending/Penerimaan
Kategori ini merupakan tingkat afektif yang terendah yang meliputi
penerimaan masalah, situasi, gejala, nilai dan keyakinan secara pasif.Penerimaan
adalah semacam kepekaan dalam menerima rangsanagn atau stimulasi dari luar yang
datang pada diri peserta didik. Hal ini dapat dicontohkan dengan sikap pesertadidik
ketika mendengarkan penjelasan pendidik dengan seksama dimana mereka bersedia
menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka danmereka memiliki kemauan
untuk menggabungkan diri atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu Kata kerja
operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : memilih,
mempertanyakan, mengikuti, memberi, menganut, mematuhi, dan meminati.

b. Responding/Menanggapi
Kategori ini berkenaan dengan jawaban dan kesenangan menanggapi atau
merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Atau
dapat pula dikatakan bahwa menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan
adanya partisipasi aktif untukmengikutsertakan dirinya dalam fenomena tertentu
dan membuat reaksi terhadapnya dengan salahsatu cara. Hal ini dapat dicontohkan
dengan menyerahkan laporan tugas tepat pada waktunya. Kata kerja operasional
yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menjawab, membantu, mengajukan,
mengompromi, menyenangi, menyambut, mendukung, menyetujui, menampilkan,
melaporkan, memilih, mengatakan, memilah, dan menolak.

c. Valuing/Penilaian
Kategori ini berkenaan dengan memberikan nilai, penghargaan dan
kepercayaan terhadap suatu gejala atau stimulus tertentu. Peserta didik tidak hanya
mau menerima nilai yang diajarkan akan tetapi berkemampuan pula untuk menilai
fenomena itu baik atau buruk. Hal ini dapat dicontohkan dengan bersikap jujur
dalam kegiatan belajar mengajar serta bertanggungjawabterhadap segala hal selama
proses pembelajaran. Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini
adalah : mengasumsikan, meyakini, melengkapi, meyakinkan, memperjelas,
memprakarsai, mengundang, menggabungkan, mengusulkan, menekankan, dan
menyumbang.
d. Organization/Organisasi/Mengelola
Kategori ini meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta
pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimiliki. Hal ini dapat dicontohkan
dengan kemampuan menimbang akibat positif dan negatif dari suatu kemajuan sains
terhadap kehidupan manusia. Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam
kategori ini adalah : menganut, mengubah, menata, mengklasifikasikan,
mengombinasi, mempertahankan, membangun, membentuk pendapat,memadukan,
mengelola, menegosiasikan, dan merembuk.

e. Characterization/Karakteristik
Kategori ini berkenaan dengan keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Proses internalisais nilai menempati urutan tertinggi dalam hierarki nilai. Hal ini
dicontohkan dengan bersedianya mengubah pendapat jika ada bukti yang tidak
mendukung pendapatnya. Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori
ini adalah : mengubah perilaku, berakhlak mulia, mempengaruhi, mendengarkan,
mengkualifikasi, melayani, menunjukkan, membuktikan dan memecahkan.

3. Pengetahuan Dalam Ranah Psikomotor


Ranah ini meliputi kompetensi melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota
badan serta kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik) yang terdiri dari
gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan,
keterampilan kompleks, serta ekspresif dan interperatif (Adib, 2011). Kategori yang
termasuk dalam ranah ini adalah :
a. Meniru
Kategori meniru ini merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan
contoh yang diamatinya walaupun belum dimengerti makna ataupun hakikatnya
dari keterampilan itu. Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini
adalah : mengaktifan, menyesuaikan, menggabungkan, melamar, mengatur,
mengumpulkan, menimbang, memperkecil, membangun, mengubah,
membersihkan, memposisikan, dan mengonstruksi.

b. Memanipulasi
Kategori ini merupakan kemampuan dalam melakukan suatu tindakan serta
memilih apa yang diperlukan dari apa yang diajarkan. Kata kerja operasional yang
dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengoreksi, mendemonstrasikan,
merancang, memilah, melatih, memperbaiki, mengidentifikasikan, mengisi,
menempatkan, membuat, memanipulasi, mereparasi,dan mencampur.

c. Pengalamiahan
Kategori ini merupakan suatu penampilan tindakan dimana hal yang diajarkan
dan dijadikan sebagai contoh telah menjadi suatu kebiasaan dan gerakan-gerakan
yang ditampilkan lebih meyakinkan. Kata kerja operasional yang dapat dipakai
dalam kategori ini adalah : mengalihkan, menggantikan, memutar, mengirim,
memindahkan, mendorong, menarik, memproduksi, mencampur, mengoperasikan,
mengemas, dan membungkus.

d. Artikulasi
Kategori ini merupakan suatu tahap dimana seseorang dapat melakukan suatu
keterampilan yang lebih kompleks terutama yang berhubungan dengan gerakan
interpretatif. Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah :
mengalihkan, mempertajam, membentuk, memadankan, menggunakan, memulai,
menyetir, menjeniskan, menempel, mensketsa, melonggarkan, dan menimbang.

G. Proses Adopsi Pengetahuan


Menurut Rogers (dikutip oleh Afnis, 2018) mengungkapkan bahwa proses adopsi
perilaku yang bersumber dari pengetahuan yakni sebelum seseorang mengadopsi
perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses, diantaranya :
1. Awareness ataupun kesadaran yakni apda tahap ini individu sudah menyadari ada
stimulus atau rangsangan yang datang padanya.
2. Interest atau merasa tertarik yakni individu mulai tertarik pada stimulus tersebut.
3. Evaluation atau menimbang-nimbang dimana individu akan mempertimbangkan baik
dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Inilah yang menyebabkan sikap individu
menjadi lebih baik.

4. Trial atau percobaanyaitu dimana individu mulai mencoba perilaku baru


5. Adaption atau pengangkatan yaitu individu telah memiliki perilaku baru sesuai
dengan pengetahuan,sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.

H. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Pengetahuan yang dimiliki oleh individu dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara
umum faktor yang mempengaruhi pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu faktor internal (berasal dari dalam individu) dan faktor eksternal (berasal dari luar
individu)

1. Faktor Internal
a. Usia
Menurut Hurlock (dikutip dalam Lestari, 2018), usia adalah umur individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang
yang belum tinggi kedewasaannya. Usia merupakan hal yang memberikan pengaruh
pada daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya usia maka
semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang, sehingga seseorang
akan semakin mudah dalam menerima informasi (Rohani, 2013). Umur
mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Dengan
bertambahnya umur individu, daya tangkap dan pola pikir seseorang akan lebih
berkembang, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik
b. Jenis kelamin
Pada pertengahan abad ke-19, para peneliti dapat membedakan perempuan dan
laki-laki hanya dengan melihat otaknya, meski penelitian terbaru menyebutkan
bahwa otak secara fisik tidakada perbedaan antara otak perempuan dan laki-laki.
Namun, menurut penelitian yang dilakukan Verma, menemukan adanya perbedaan
signifikan antara sirkuit otak perempuan dan laki-laki, bahkan ketika mereka
melakukan hal yang sama. Pada tahun 2015, Tel Aviv University melakukanriset
yang menarik dalam membandingkan otak laki-laki dan perempuan. Para peneliti
melakukan riset terhadap 1400 orang pada lokasi gray matter di otak. Peneliti
menyebutkan pola berpikir ini sebagai brain road maps. Dari penelitian ini, cara kerja
otak perempuan dan laki-laki ini disebut sebagai female end zone dan male end zone.
Perempuan lebih sering menggunakan otak kanannya, hal tersebut yang
menjadi alasan perempuan lebih mampu melihat dari berbagai sudut pandang dan
menarik kesimpulan. Masih berdasarkan penelitian Ragini Verma, otak perempuan
lebih bisa mengaitkan memori dan keadaan sosial, ini yang menjadi alasan
perempuan lebih sering mengandalkan perasaan. Menurut kajian Tel Aviv,
perempuan dapat menyerap informasi lima kali lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Ini menjadi alasan perempuan lebih cepat menyimpulkan sesuatu dibanding laki-laki.
Berbeda dengan perempuan, laki-laki memiliki kemampuan motorik yang jauh
lebih kuat dibandingkan perempuan. Kemampuan ini dapat digunakan untuk kegiatan
yang memerlukankoordinasi yang baik antara tangan dan mata. Ini menjadi salah satu
alasan laki-laki lebih baik dalam olahraga yang mengandalkan lempar-melempar
bola.
Menurut Daniel Amen, otak laki-laki 10% lebih besar dibanding perempuan,
tetapi bukan berarti laki-laki menjadi lebih pintar dibandingkan dengan perempuan.
Ukuran otak tidak mempengaruhi kepintaran atau pun IQ seseorang. Menurut
Witelson, otak laki-laki lebih rentan dibandingkan dengan otak perempuan. Selain
itu, otak laki-laki mengalami perubahan seksual yang dipengaruhi oleh hormon
testosteron. Meskipun biasanya ukuran otak laki-laki lebih besar dibanding ukuran
otak perempuan, faktanya hippocampus pada perempuan lebih besar dibanding laki-
laki. Hippocampus adalah bagian otak yang menyimpan memori, salah satu alasan
perempuan bisa mengolah informasi lebih cepat seperti yang sudah disebutkan di atas.

Adanya perbedaan respon antara perempuan dan laki-laki terjadi karena


perempuan memiliki verbal center pada kedua bagian otaknya, sedangkan laki-laki
hanya memiliki verbal center pada otak bagian kiri. Biasanya ini yang menyebabkan
perempuan lebih suka berdiskusi, bergosip, bercerita panjang lebar dibanding laki-
laki. Laki-laki lebih suka melihat sesuatu yang mudah, mereka tidak memiliki
‘koneksi’ yang baik tentang hal-hal yang melibatkan perasaan, emosi, atau curahan
hati. Itu sebabnya, perempuan suka mengeluhkan bahwa laki-laki tidak cukup peka,
melupakan hal-hal yang dianggap penting oleh perempuan seperti ulang tahun
pernikahan. Hal ini dipicu karena otak laki-laki tidak didesain untuk terkoneksi pada
perasaan atau emosi. Laki- laki biasanya ketika memutuskan sesuatu jarang melibatkan
perasaan. Laki-laki juga jarang menganalisis perasaannya dibandingkan dengan perempuan
yang biasanya selalu melibatkan perasaan dalam memutuskan sesuatu.

2. Faktor Eksternal
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan merupakan hal
yang sangat penting sebagai sarana untuk mendapatkan informasi misalnya di bidang
kesehatan sehingga memberikan pengaruh positif bagi kualitas hidup seseorang.
Pendidikan mempengaruhi seseorang untuk berperan serta dalam pembangunan dan
umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin mudah dalam
menerima informasi. Seseorang yang menempuh pendidikan jenjang pendidikan
formal, akan terbiasa untuk berpikir secara logis dalam menghapi sesuatu
permasalahan. Hal ini dikarenakan dalam proses pendidikan formal, individu akan
diajarkan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisa suatu permasalahan dan
mencoba untuk memecahkan atau mencari solusi atas suatu permasalahan.

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap


perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang menentukan
manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar tercapai keselamatan dan
kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi berupa halhal
yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut
YB Mantra, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku akan
pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berpesan serta dalam
pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin
mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan
Pekerjaan pada dasarnya merupakan aktivitas yang dilakukan manusia baik
untuk mendapatkan gaji (salary) atau kegiatan yang dilakukan untuk mengurus
kebutuhannya seperti mengerjakan pekerjaan rumah atau yang lainnya. Lingkungan
pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Adakalanya pekerjaan yang
dilakukan seorang individu akan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada
individu untuk memperoleh pengetahuan atau bisa juga aktivitas pekerjaan yang
dimiliki malah menjadikan individu tidak mampu mengakses suatu informasi.

Pekerjaan adalah suatu keburukan yang harus dilakukan demi menunjang


kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber
kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang membosankan,
berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan bekerja merupakan kegiatan
yang menyita waktu (Rahmawati dan Umbul, 2014).

c. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan sebagai cara untuk
mendapatkan kebenaran dengan mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh di
masa lalu untuk memecahkan masalah. Pengalaman merupakan suatu kejadian yang
dialami seseorang pada masa lalu. Pada umumnya semakin banyak pengalaman
seseorang, semakin bertambah pengetahuan yang didapatkan. Dalam hal ini,
pengetahuan ibu yang pernah melahirkan seharusnya lebih tinggi daripada
pengetahuan ibu yang belum melahirkan sebelumnya.

d. Sumber informasi
Salah satu faktor yang dapat memudahkan individu dalam memperoleh
pengetahuan yaitu dengan cara mengakses berbagai sumber informasi yang ada di
berbagai media. Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini, semakin memudahkan
bagi seseorang untuk bisa mengakses hampir semua informasi yang dibutuhkan.
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas. Pada umumnya semakin mudahmemperoleh informasi
semakin cepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.

e. Minat

Minat akan menuntun seseorang untuk mencoba dan memulai hal baru sehingga pada
akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang lebih dari sebelumnya. Minat atau
passion akan membantu seseorang dan bertindak sebagai pendorong guna pencapaian
sesuatu hal / keinginan yang dimiliki individu. Minat merupakan suatu keinginan
yang tinggi terhadap sesuatu hal. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan
menekuni, sehingga seseorang memperoleh pengetahuanyang lebih mendalam.

f. Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada didalam lingkungan tersebut.
Contohnya, apabila suatu wilayah mempunyai sikap menjaga kebersihan lingkungan,
maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap menjaga kebersihan
lingkungan.

g. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap
dalam menerima informasi. Seseorang yang berasal dari lingkungan yang tertutup
seringkali sulit untuk menerima informasi baru yang akan disampaikan. Hal ini
biasanya dapat ditemui pada beberapa komunitas masyarakat tertentu.

I. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menayakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang yang
ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikandengan tingkat pengetahuan responden
yang meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Adapun
pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan subjektif, misalnya jenis
pertanyaan essay dan pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan ganda,
(multiple choice), betul-salah dan pertanyaan menjodohkan (Wardani, 2011).

Latihan!
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengetahuan!
2. Sebutkan tiga kegunaan ilmu beserta penjelasannya!
3. Apa pengertian dari ilmu?
4. Ilmu mempunyai tiga aspek dan jelaskan!
5. Jelaskan ilmu sebagai suatu cara berpikir!
BAB II

KONSEP ILMU PENGETAHUAN

A. Sejarah munculnya Ilmu Pengetahuan


1. Periode Pertama (abad 4 SM)

Perintisan “Ilmu pengetahuan” muncul pertama kali dari Yunani (Greek),


dimulai pada abad 4 SM. Abad 4 SM merupakan abad terjadinya pergeseran dari
persepsi mitos ke persepsi logos, daridongeng-dongeng ke analisis rasional.

Dalam persepsi mitos, dunia atau kosmos dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan


magis, mistis. Atau dengan kata lain, dunia dijelaskan oleh faktor-faktor luar
(eksternal). Sedang dalam persepsi rasional, dunia dianalisis dari faktor-faktor dalam
(internal). Atau dengan kata lain, dunia dianalisis dengan argumentasi yang dapat
diterima secara rasional atau akal sehat.Analisis rasional ini merupakan perintisan
analisis secara ilmiah, tetapi belum dapat dikatakan ilmiah. Pada periode ini tokoh
yangterkenal adalah Aristoteles.

Perubahan pola pikir dari mitosentris ke logosentris membawaimplikasi yang


sangat besar. Alam dengan segala-galanya, yang selama ini ditakuti kemudian
didekati dan bahkan dieksploitasi.
Pandangan Aristoteles yang dapat dikatakan sebagai awaldari perintisan “ilmu
pengetahuan” adalah hal-hal sebagai berikut:

a. Pengenalan

Terdapat dua macam pengenalan, yaitu:

1. Pengenalan inderawi; Menurut Aristoteles, pengenalan inderawi memberi


pengetahuan tentang hal-hal yang kongkrit dari suatubenda.

2. Pengenalan rasional; pengenalan rasional dapat mencapai hakekat sesuatu, melalui


jalan abstraksi.

b. Metode

Metode untuk mengembangkan “ilmu pengetahuan” ada dua, yaitu: (1) induksi
intuitif yaitu mulai dari fakta untuk menyusun hukum (pengetahuanuniversal); (2)
deduksi (silogisme) yaitu mulai dari pengetahuan universal menuju fakta-fakta.
2. Periode Kedua (abad 17 Masehi)

Cara berpikir abad 17 mengkonstruksi suatu model yang dapat diuji coba secara
empiris, sehingga memerlukan adanya laboratorium. Ujicoba menjadi penting, untuk itu
harus membuat eksperimen. Ini berarti mempergunakan pendekatan matematis dan
pendekatan eksperimental. Pada periode ini , tokohnya yang terkenal, diantaranya:

a. Rene Descartes (1596-1650) dengan ungkapan yang terkenal, yaitu Cogito Ergo
Sum, yang artinya karena aku berpikir maka aku ada. Ungkapan Cogito Ergo Sum
adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Menurut
Descartes pengetahuan tentangsesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasil
pemeriksaan rasio.Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus
meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. Pangkal pemikiran
yang pasti menurut Descartes dikemukakan melalui keragu-raguan. Keragu-raguan
menimbulkan kesadaran, kesadaran ini beradadi samping materi.

b. Immanuel Kant (1724-1808). Menurut Immanuel Kant ilmu pengetahuan itu


bukan merupakan pangalaman terhadap fakta saja(empirisme), tetapi merupakan
hasil konstruksi oleh rasio (rasionalisme). Empirisme menekankan unsur-unsur
aposteriori, unsur-unsur yang berasal dari pengalaman (objek yang diteliti).
Rasionalisme mementingkan unsur-unsur apriori, unsur-unsur yang terlepas dari
segala pengalaman (rasio subjek yang meneliti).

B. Pengertian Ilmu Pengetahuan

Ada berbagai macam definisi atau pengertian dari ilmu, yaitu: Ilmumerupakan kata
yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima– ya’lamu-’ilman. yang berarti tahu
atau mengetahui, sementara itusecara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syain bi
haqiqotih (mengetahui sesuatu secara hakiki).

Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, berasal dari
bahasa latin; dari kata Scio, atau Scire yang berarti tahu. Secara umum diartikan Ilmu
tapi sering juga diartikandengan Ilmu Pengetahuan. Kata science di-Indonesia-kan
menjadi sains.

Mulyadi Kartanegara mengatakan, terutama sebelum abad ke-19, Ilmu dan sains
tidak berbeda, tetapi setelah itu sains lebih terbataspada bidang-bidang fisik atau
inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti
metafisika.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki dua pengertian :

a. Ilmu Pengetahuan diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidangyang


disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan
untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti
ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya.
b. Ilmu pengetahuan diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian, tentang soal
duniawi, akhirat, lahir, batin, dan sebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu
batin, ilmu sihir, dan sebagainya.

Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag dalam bukunya “The Fabric of Society”
menulis bahwa science is empirical, rational, general, and cummulative and it is all
four at once. Artinya ilmu memiliki kriteria empiris, rasional, umum, kumulatif, dan
keempatnya serentak terpenuhi.

Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang


komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun
dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk
menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.

Syahruddin Kasim menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pancaran hasil


metabolisme ragawi sebagai hidayah sang pencipta yang berasal dari proses interaksi
fenomena fitrawi melalui dimensi hati, akal, nafsu yang rasional, empirikdan hakiki
dalam menjelaskan hasanah alam semesta demi untuk menyempurnakan tanggung
jawab kekhalifaan.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu merupakan


kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis, dengan menggunakan metode-
metode tertentu.

C. Hakekat Ilmu Pengetahuan


Hakekat ilmu pengetahuan dapat ditelusuri dari empat hal, yaitu:
1. Sumber ilmu pengetahuan
Sumber ilmu pengetahuan mempertanyakan dari mana ilmu pengetahuan itu
diperoleh. Ilmupengetahuan diperoleh ;

a. pengalaman (emperi) timbul faham atau aliran yang disebut empirisme . yaitu faham
yang menyusun teorinya berdasarkan pada empiri atau pengalaman. Tokoh-tokoh aliran
ini misalnyaDavid Hume, John Locke , dan Berkley. Metode yang digunakan aliran
emperisme adalah induksi,

b. akal (ratio); muncul faham rasionalisme. Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah
dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan
akal. Tokoh- tokoh aliran ini misalya Spinoza, Rene Descartes. Rasionalisme
menggunakan metode deduksi. Immanuel Kant adalah tokoh yang mensintesakan
faham empirisme dan rasionalisme. Kedua aliran tersebut dalam perkembangannya
menjadi science (sains) lebih terbatas padabidang-bidang fisik atau inderawi.
c. intuisi; adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip
denganinsting.
d. wahyu; Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat
perantara para nabi atau rasul.

2. Batas-batas Ilmu Pengetahuan

Menurut Immanuel Kant apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu hanya
terbatas pada gejala atau fenomena, sedang substansi yang ada di dalamnya tidak dapat
kita tangkap dengan panca indera yang disebut nomenon. Yang dapat kita ketahui atau
dengan kata lain dapat kita tangkap dengan panca indera adalah hal-hal yang berada di
dalam ruang dan waktu. Yang berada di luar ruang dan waktu adalah di luar jangkauan
panca indera kita, itu terdiri dari :

6. Ide kosmologis yaitu tentang semesta alam (kosmos).


7. Ide psikologis yaitu tentang psiche atau jiwa manusia.
8. Ide teologis yaitu tentang Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam.

D. Struktur Ilmu Pengetahuan


Dalam buku What is Science karya Archei J. Bahm; bahwa secara umum
membicarakan enam komponen dari rancang bangun ilmu pengetahuan, artinyadengan
enam komponen itu, sesuatu itu bisa disebut ilmu pengetahuan, yaitu:

1. Adanya masalah (problem).


2. Adanya sikap ilmiah; Sikap ilmiah, menurut Bahm paling tidak, meliputi enam
karakteristik pokok, yaitu: keingintahuan, spekulasi (usaha untuk mencoba
memecahkan masalah), objektif, keterbukaan, kemauan untuk menangguhkan
penilaian, dan kesementaraan.
3. Menggunakan metode ilmiah, metode ilmiah meliputi lima langkah, yaitu a)
Menyadari akan masalah; b) Menguji masalah c) Mengusulkan solusi d) Menguji
usulan atau proposal; dan e) Memecahkan masalah.
4. Adanya aktifitas; Ilmu pengetahuan adalah apa yang dikerjakan oleh para ilmuwan,
yang kemudian bisaa disebut dengan “riset ilmiah”.
5. Adanya kesimpulan; Ilmu pengetahuan adalah pengetuan yang dihasilkan. Makanya
ilmu pengetahuan sering dipahami sebagai kumpulan dari kesimpulan pengetahuan.
6. Adanya pengaruh/akibat yang ditimbulkan; pada dua hal, yaitu;
a. Pengaruh ilmu pengetahuan terhadap teknologi dan industri, yang disebut ilmu
terapan.
b. pengaruh ilmu terhadap ataudalam masyarakat dan peradaban.

Keabsahan (validitas, kebenaran) Ilmu Pengetahuan


Keabsahan ilmu pengetahuan membahas tentang kriteria bahwa ilmu pengetahuan
itu sah berarti membahas kebenaran. Tetapi kebenaran itu nilai (axiologi), dan
kebenaran itu adalah suatu relasi. Kebenaran adalah kesamaan antara gagasan dan
kenyataan. Misalnya ada korespondensi yaitu persesuaianantara gagasan yang terlihat
dari pernyataan yang diungkapkan dengan realita.

E. Sifat Ilmu Pengetahuan

Ciri umum dari kebenaran ilmu pengetahuan yaitu bersifat Rasional, Empiris, dan
Sementara; Rasional artinya kebenaran itu ukurannya akal. Empiris artinya ilmu itu
berdasarkan kenyataan. Sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan teori-
teori atau bukti-buktiyang baru.
F. Objek Ilmu Pengetahuan

a. Objek material; adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran


(Gegenstand), sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu halyang dipelajari. Objek
material mencakup hal konkrit misalnya manusia, tumbuhan, alam ataupun hal-
hal yang abstrak seperti ide-ide, nilai-nilai, dan kerohanian.
b. Objek formal; adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh peneliti
terhadap objek materialnya.

G. Fungsi Ilmu Pengetahuan

1. Menjelaskan (explaining, describing).

2. Meramalkan (prediction).

3. Mengendalikan (controlling).

H. Kriteria Ilmu Pengetahuan


Pengetahuan akan menjadi ilmu apabila memenuhi syarat-syarat berikut yaitu :

a. Logis, sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan yang diakuikebenarannya.

b. Objektif, sesuai dengan objek yang dikaji dan didukung oleh faktaempiris.

c. Metodik, pengetahuan diperoleh dengan cara-cara tertentu yang teratur, dirancang,


diamati, dan terkontrol.
d. Sistematik, berarti bahwa pengetahuan tersebut disusun dalamsuatu sistem yang satu
dengan lainnya saling berkaitan dan salingmenjelaskan sehingga merupakan suatu
kesatuan yang utuh.
e. Universal, pengetahuan berlaku untuk siapa saja dan di mana saja dengan tata cara
dan variabel eksperimentasi yang sama danhasil yang diperoleh sama juga dan
konsisten.
f. Kumulatif, khasanah ilmu pengetahuan selalu bertambah dengan hadirnya ilmu
pengetahuan baru.
Latihan!

1. Jelaskan konsep dari ilmu pengetahuan!

2. Sebutkan dan jelaskan macam-macam ilmu pengetahuan!

3. Sebutkan dan jelaskan kriteria dari ilmu pengetahuan!

4. Sebutkan struktur dari ilmu pengetahuan!

5. Sebutkan apa saja sifat dari ilmu pengetahuan!


BAB III

PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN

A. Perbedaan pengetahuan dan ilmu pengetahuan

Ernest Nagel secara rinci membedakan pengetahuan (knowledge/common sense)


dengan ilmu pengetahuan (science). Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pengetahuan informasi tentang suatu fakta jarang disertai penjelasan tentang


mengapa dan bagaimana. Pengetahuan tidak melakukan pengujian kritishubungan
sebab-akibat antara fakta yang satu dengan fakta lain.
Sedang dalam science di samping diperlukan uraian yang sistematik, juga dapat
dikontrol dengan sejumlah fakta sehingga dapat dilakukan pengorganisasian dan
pengklarifikasian berdasarkan prinsip-prinsip atau dalil-dalil yang berlaku.

2) Ilmu pengetahuan menekankan ciri sistematik. Sedang pengetahuan tidak


memberikan penjelasan (eksplanasi) yang sistematis dari berbagai fakta yang
terjalin. Di samping itu, dalam pengetahuan cara pengumpulan data bersifat
subjektif, sarat dengan muatan-muatan emosi dan perasaan.

3) Dalam menghadapi konflik dalam kehidupan, ilmu pengetahuan menjadikan


konflik sebagai pendorong untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Sedangkan
pengetahuan tidak berupaya untuk mengatasi konflik.

4) Kebenaran yang diakui oleh pengetahuan bersifat tetap, sedang kebenaran dalam
ilmu pengetahuan selalu diusik oleh pengujian kritis. Kebenaran dalam ilmu
pengetahuan selalu dihadapkan pada pengujian melalui observasi maupun
eksperimen dan sewaktu-waktu dapat diperbaharui atau diganti.
5) Perbedaan selanjutnya terletak pada segi bahasa yang digunakan untuk
memberikan penjelasan pengungkapan fakta. Istilah dalam common sense
biasanya mengandung pengertian ganda dan samar-samar. Sedang ilmu
pengetahuan merupakan konsep-konsep yang tajam yang harus dapat diverifikasi
secara empirik.
6) Perbedaan yang mendasar terletak pada prosedur. Ilmu pengetahuan berdasar pada
metode ilmiah. Dalam ilmu pengetahuan alam (sains), metoda yang dipergunakan
adalah metoda pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Sedang ilmu
sosial dan budaya juga menggunakan metode pengamatan, wawancara,
eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. Dalamcommon sense cara mendapatkan
pengetahuan hanya melalui pengamatan dengan panca indera. bertujuan untuk
menyempurnakan teori yang telah ada yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Sedang common sense tidak memberikan penjelasan (eksplanasi) yang
sistematis dari berbagai fakta yang terjalin. Di samping itu, dalam common sense
cara pengumpulan data bersifat subjektif, karena common sense sarat dengan
muatan-muatan emosi dan perasaan.

Gambar 1.1 : Ernest Nagel

Dari berbagai uraian berdasarkan pandangan tokoh-tokoh tersebut dapatlah


dikatakan: ilmu pengetahuan adalah kerangka konseptual atau teori uang saling
berkaitan yang memberi tempat pengkajian dan pengujian secara kritis dengan metode
ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian bersifat
sistematik, objektif, dan universal.
Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena tidak
memberikan tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh orang lain,
dengan demikian tidak bersifat sistematik dan tidak objektif serta tidak universal.

Terdapat beberapa definisi ilmu pengetahuan, di antaranya adalah:


a. Ilmu pengetahuan adalah penguasaan lingkungan hidup manusia. Definisi ini
tidak diterima karena mencampuradukkan ilmu pengetahuan danteknologi.

b. Ilmu pengetahuan adalah kajian tentang dunia material. Definisi ini tidak dapat
diterima karena ilmu pengetahuan tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat materi.

c. Ilmu pengetahuan adalah definisi eksperimental. Definisi ini tidak dapat diterima
karena ilmu pengetahuan tidak hanya hasil/metode eksperimental semata, tetapi
juga hasil pengamatan, wawancara. Atau dapat dikatakan definisi ini tidak
memberikan tali pengikat yang kuat untukmenyatukan hasil eksperimen dan hasil
pengamatan (Ziman J. dalam Qadir C.A.,1995).

Ilmu pengetahuan dapat sampai pada kebenaran melalui kesimpulan logis dari
pengamatan empiris.

Definisi mempergunakan metode induksi yaitu membangun prinsip-prinsip


umum berdasarkan berbagai hasil pengamatan. Definisi ini memberikan tempat
adanya hipotesa, sebagai ramalan akan hasil pengamatan yang akan datang. Definisi
ini juga mengakui pentingnya pemikiran spekulatif atau metafisik selama ada
kesesuaian dengan hasil pengamatan. Namun demikian, definisi ini tidak bersifat
hitam atau putih. Definisi ini tidak memberi tempat pada pengujian pengamatan
dengan penelitian lebih lanjut.

Kebenaran yang disimpulkan dari hasil pengamatan empiris hanya berdasarkan


kesimpulan logis berarti hanya berdasarkan kesimpulan akal sehat. Apabila
kesimpulan tersebut hanya merupakan akal sehat, walaupun itu berdasarkan
pengamatan empiris, tetap belum dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan tetapi
masih pada taraf pengetahuan. Ilmu pengetahuan bukanlah hasildari kesimpulan logis
dari hasil pengamatan, namun haruslah merupakan kerangkakonseptual atau teori
yang memberi tempat bagi pengkajian dan pengujian secarakritis oleh ahli-ahli lain
dalam bidang yang sama, dengan demikian diterima secara universal. Ini berarti
terdapat adanya kesepakatan di antara para ahli terhadap kerangka konseptual yang
telah dikaji dan diuji secara kritis atau telah dilakukan penelitian akan percobaan
terhadap kerangka konseptual tersebut Berdasarkan pemahaman tersebut maka
pandangan yang bersifat statis ekstrim, maupun yang bersifat dinamis ekstrim harus
kita tolak. Pandangan yang bersifat statis ekstrim menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan merupakan cara menjelaskan alam semesta di mana kita hidup. Ini berarti
ilmu pengetahuan dianggap sebagai pabrik pengetahuan. Sementara pandangan yang
bersifat dinamis ekstrim menyatakan ilmu pengetahuan merupakan kegiatan yang
menjadi dasar munculnya kegiatan lebih lanjut. Jadi ilmu pengetahuan dapat
diibaratkan dengan suatu laboratorium. Bila kedua pandangan ekstrim tersebut
diterima, maka ilmu pengetahuan akan hilang musnah, ketika pabrik dan laboratorium
tersebut ditutup.
Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau kegiatan
yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan yang lain, tetapi merupakan teori,prinsip, atau
dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut, atau
dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Olehkarena itu, ilmu
pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut:
Ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling
berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang
bermanfaat untuk percobaan lebih lanjut (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995).
Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian atau pengujian terhadap kerangka
konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan dan wawancara) atau
dengan percobaan (eksperimen).

Selanjutnya John Ziman menjelaskan bahwa definisi tersebut memberi tekanan


pada makna manfaat, mengapa? Kesahihan gagasan baru dan makna penemuan
eksperimen baru atau juga penemuan penelitian baru (menurut penulis)akan diukur
hasilnya yaitu hasil dalam kaitan dengan gagasan lain dan eksperimenlain. Dengan
demikian ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian kepastian, melainkan
sebagai penyelidikan yang berhasil hanya sampai pada tingkatyang bersinambungan
(Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995).
Bila kita analisis lebih lanjut perlu dipertanyakan mengapa definisi ilmu
pengetahuan di atas menekankan kemampuannya untuk menghasilkan percobaan
baru, berarti juga menghasilkan penelitian baru yang pada gilirannya menghasilkan
teori baru dan seterusnya – berlangsung tanpa berhenti. Mengapa ilmu pengetahuan
tidak menekankan penerapannya? Seperti yang dilakukan para ahli fisika dan kimia
yang hanya menekankan pada penerapannya yaitu dengan mempertanyakan
bagaimana alam semesta dibentuk dan berfungsi? Bila hanya itu yang menjadi
penekanan ilmu pengetahuan, maka apabila pertanyaan itu sudah terjawab, ilmu
pengetahuan itu akan berhenti. Oleh karena itu, definisi ilmu pengetahuan tidak
berorientasi pada penerapannya melainkan pada kemampuannya untukmenghasilkan
percobaan baru atau penelitian baru, dan pada gilirannya menghasilkan teori baru.
Para ahli fisika dan kimia yang menekankan penerapannya pada hakikatnya
bukan merupakan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan akal sehat (common sense).
Selanjutnya untuk membedakan hasil akal sehat dengan ilmu pengetahuan William
James yang menyatakan hasil akal sehat adalah sistem perseptual, sedang hasil ilmu
pengetahuan adalah sistem konseptual (Conant J. B. dalam Qadir C. A., 1995).
Kemudian bagaimana cara untuk memantapkan atau mengembangkan ilmu
pengetahuan? Berdasarkan definisi ilmu pengetahuan tersebut di atas maka
pemantapan dilakukan dengan penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan.
Perlu dipertanyakan pula bagaimana hubungan antara akal sehat yang
menghasilkan perseptual dengan ilmu pengetahuan sebagai konseptual. Jawabannya
adalah akal sehat yang menghasilkan pengetahuan merupakan premis bagi
pengetahuan eksperimental (Conant, J.B. dalam Qadir C.A., 1995). Ini berarti
pengetahuan merupakan masukan bagi ilmu pengetahuan, masukan tersebut
selanjutnya diterima sebagai masalah untuk diteliti lebih lanjut. Hasil penelitian dapat
berbentuk teori baru.

B. Proses terbentuknya ilmu pengetahuan

a. Syarat-syarat Ilmu Pengetahuan Ilmiah

Agar dapat diuraikan proses terbentuknya ilmu pengetahuan ilmiah, perluterlebih


dahulu diuraikan syarat-syarat ilmu pengetahuan ilmiah.
Menurut Karlina Supeli Laksono dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan (Epsitomologi)
pada Pascasarjana Universitas Indonesia tahun 1998/1999, ilmu pengetahuan ilmiah
harus memenuhi tiga syarat, yaitu:

1. Sistematik; yaitu merupakan kesatuan teori-teori yang tersusun sebagai suatu sistem.

2. Objektif; atau dikatakan pula sebagai intersubjektif, yaitu teori tersebut terbuka
untuk diteliti oleh orang lain/ahli lain, sehingga hasil penelitian bersifatuniversal.

3. Dapat dipertanggungjawabkan; yaitu mengandung kebenaran yang bersifat


universal, dengan kata lain dapat diterima oleh orang-orang lain/ahli-ahli lain. Tiga
syarat ilmu pengetahuan tersebut telah diuraikan secara lengkap pada subbab di atas.

Pandangan ini sejalan dengan pandangan Parsudi Suparlan yang menyatakan


bahwa Metode Ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan
ilmiah. Selanjutnya dinyatakan bahwa penelitian ilmiah dilakukan dengan berlandaskan
pada metode ilmiah. Sedangkan penelitian ilmiah harus dilakukan secara sistematik dan
objektif (Suparlan P., 1994). Penelitian ilmiah sebagai pelaksanaan metode ilmiah harus
sestematik dan objektif, sedang metode ilmiah merupakan suatu kerangka bagi
terciptanya ilmu pengetahuan ilmiah. Maka jelaslah bahwa ilmu pengetahuan juga
mempersyaratkan sistematik dan objektif.
Sebuah teori pada dasarnya merupakan bagian utama dari metode ilmiah. Suatu
kerangka teori menyajikan cara-cara mengorganisasikan dan menginterpretasi-kan
hasil-hasil penelitian, dan menghubungkannya dengan hasil- hasil penelitian yang
dibuat sebelumnya. Jadi peranan metode ilmiah adalah untuk menghubungkan
penemuan-penemuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda.Ini berarti peranan
metode ilmiah melandasi corak pengetahuan ilmiah yang sifatnya akumulatif. Dari
uraian tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa proses terbentuknya ilmu pengetahuan
ilmiah melalui metode ilmiah yang dilakukan dengan penelitian-penelitian ilmiah.

Pembentukan ilmu pengetahuan ilmiah pada dasarnya merupakan bagian yang


penting dari metode ilmiah. Suatu ilmu pengetahuan ilmiah menyajikan cara-cara
pengorganisasian dan penginterpretasian hasil-hasil penelitian, danmenghubungkannya
dengan hasil-hasil penelitian yang dibuat sebelumnya oleh peneliti lain. Ini berarti
bahwa ilmu pengetahuan ilmiah merupakan suatu proses akumulasi dari pengetahuan.
Di sini peranan metode ilmiah penting yaitu menghubungkan pengetahuan-
pengetahuan ilmiah dari waktu dan tempat yang berbeda. Walaupun dalam ilmu
pengetahuan alam (sains) metode ilmiah menekankan metode induktif guna
mengadakan generalisasi atas fakta-fakta khusus, dalam rangka penelitian, penciptaan
teori dan verifikasi, tetapi dalam ilmu- ilmu sosial, baik metode induktif maupun
deduktif sama-sama penting. Walaupun fakta-fakta empirik itu penting peranannya
dalam metode ilmiah namun kumpulanfakta itu sendiri tidak menciptakan teori atau
ilmu pengetahuan (Suparlan P., 1994).Jadi jelaslah bahwa ilmu pengetahuan bukan
merupakan kumpulan pengetahuan atau kumpulan fakta-fakta empirik. Mengapa
demikian? Hal ini disebabkan karenafakta-fakta empirik itu sendiri agar mempunyai
makna, fakta-fakta tersebut harus ditata, diklasifikasi, dianalisis, digeneralisasi
berdasarkan metode yang berlaku sertadikaitkan dengan fakta yang satu dengan yang
lain.
Dalam ilmu-ilmu sosial prinsip objektivitas merupakan prinsip utama dalam
metode ilmiahnya. Hal ini disebabkan ilmu sosial berhubungan dengan kegiatan
manusia sebagai mahluk sosial dan budaya sehingga tidak terlepas adanya hubungan
perasaan dan emosional antara peneliti dengan pelaku yang diteliti. Untuk menjaga
objektivitas metode ilmiah dalam ilmu-ilmu sosial berlaku prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Ilmuwan harus mendekati sasaran kajiannya dengan penuh keraguan dan skeptis.
b. Ilmuwan harus objektif yaitu membebaskan dirinya dari sikap, keinginan,
kecenderungan untuk menolak, atau menyukai data yang dikumpulkan.
c. Ilmuwan harus bersikap netral, yaitu dalam melakukan penilaian terhadap hasil
penemuannya harus terbebas dari nilai-nilai budayanya sendiri. Demikianpula dalam
membuat kesimpulan atas data yang dikumpulkan jangan dianggapsebagai data akhir,
mutlak, dan merupakan kebenaran universal (Suparalan P.,1994).

Sedang pelaksanaan penelitian yang berpedoman pada metodeilmiah hendaknya


memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a) Prosedur penelitian harus terbuka untuk diperiksa oleh peneliti lainnya.


b) Definisi-definisi yang dibuat adalah benar dan berdasarkan konsep-konsepdan teori-
teori yang sudah ada/baku.
c) Pengumpulan data dilakukan secara objektif, yaitu dengan menggunakan metode-
metode penelitian ilmiah yang baku.
d) Hasil-hasil penemuannya akan ditentukan ulang oleh peneliti lain bilasasaran, masalah,
pendekatan, dan prosedur penelitiannya sama (Suparlan P., 1994).

b. Metode Penelitian Ilmiah


Pada dasarnya metode penelitian ilmiah untuk ilmu-ilmu sosial dapatdibedakan
menjadi dua golongan pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan
kualitatif.

1. Pendekatan Kuantitatif
Landasan berpikir dari pendekatan kuantitatif adalah filsafat positivisme yang
dikembangkan pertama kali oleh Emile Durkheim (1964). Pandangan dari filsafat
positivisme ini yaitu bahwa tindakan-tindakan manusia terwujud dalam gejala-gejala
sosial yang disebut fakta-fakta sosial. Fakta-fakta sosial tersebut harus dipelajari secara
objektif, yaitu dengan memandangnya sebagai benda, seperti benda dalam ilmu
pengetahuan alam.
Caranya dengan melakukan observasi atau mengamati sesuatu fakta sosial,untuk
melihat kecenderungan-kecenderungannya, menghubungkan dengan fakta-fakta sosial
lainnya, dengan demikian kecenderungan-kecenderungan suatu fakta sosial tersebut
dapat diidentifikasi. Penggunaan data kuantitatif diperlukan dalamanalisa yang dapat
dipertanggungjawabkan kesahihannya demi tercapainya ketepatan data dan ketepatan
pengguna model hubungan variabel bebas dan variabel tergantung (Suparlan P., 1997).

2. Pendekatan Kualitatif

Landasan berpikir dalam pendekatan kualitatif adalah pemikiran Max Weber


(1997) yang menyatakan bahwa pokok penelitian sosiologi bukan hanya gejala-gejala
sosial, tetapi juga dan terutama makna-makna yang terdapat di baliktindakan-tindakan
perorangan yang mendorong terwujudnya gejala-gejala sosialtersebut. Oleh karena itu,
metode yang utama dalam sosiologi dari Max Weber adalah Verstehen atau pemahaman
(jadi bukan Erklaren atau penjelasan). Agar dapat memahami makna yang ada dalam
suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat berperan sebagai pelaku yang
ditelitinya, dan harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai
tingkat pemahamanyang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-
gejala sosialyang diamatinya (Suparlan P., 1997).

pergeseran dari persepsi mitos ke persepsi logos, dari dongeng-dongeg ke analisis


ini merupakan perintisan analisi secara alamiah. tetapi belum ilmiah.
Periode kedua (Abad 17 sesudah Masehi), dalam periode ini terjadi revolusiilmu
pengetahuan karena adanya perombakan secara total dalam cara berfikir. Apabila
Aristoteles (tokoh periode pertama) cara berfikirya adalah ontologis rasional, yaitu
berfikir tentang hakekat, jadi berfikir metafisis, sedang Galilio dan Gall/el (tokoh
periode kedua) cara berfikir dalam bentuk kuantitatif atau matematis.Cara kerja ilmiah
abad 17 adalah mengkonstruksi suatu model yang dapat diuji coba secara empiris.
Sejak abad 17 ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip-prinsip yang kuat yaitu jelas
dan terpilah-pilah (clearly and distincly), ini berarti satu pihak menggunakan kesadaran
pihak lain.
Ilmu pengetahuan bukanlah hasil dari kesimpulan logis dari hasilpengamatan,
namun haruslah merupakan kerangka konseptual atau teori yangmemberi tempat bagi
pengkajian dan pengujian secara kritis oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama.
Sedang pengetahuan adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena tidak
memberikan tempat bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh orang lain, dengan
demikian tidak bersifat sistematik, dan tidak objektif serta tidakuniversal.

Latihan!

1. Apa yang menjadi perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan ?


2. jelaskan perbedaan ilmu pengetahuan dan pengetahuan ?
3. Apa saja yang menjadi sumber ilmu pengetahuan ?
4. Apa pengaruh ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia ?
5. Bagaimana cara menumbuhkan semangat dalam mencari ilmu ?
BAB IV

MENDISKRIPSIKAN ILMU PENGETAHUAN

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan


Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan,
meningka ukan, meningkatkan pemahaman manusia tkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan segi kenyataan dalam alam dalam alam manusia. Segi-segi ini
egi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.
Menurut Notoadmojo, ilmu pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Secara garis
besar menurut menurut Notoatmojo Notoatmojo domain tingkat tingkat ilmu
pengetahuan pengetahuan (kognitif) (kognitif) mempunyai enam tingkatan, meliputi:
mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan, dan
mengevaluasi.
1. Definisi Ilmu Pengetahuan

Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas
manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan
pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun
pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Manusia
mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan
kelangsungan hidup ini dan berbagai problema yang menyelimuti kehidupan.

Ziman J. (dalam Qadir C.A.,1995:53) memberikan definisi ilmu pengetahuan


sebagai rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah
berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan yang bermanfaat untuk
percobaan lebih lanjut. Pengertian percobaan disini adalah pengkajian atau pengujian
terhadap kerangka konseptual, ini dapat dilakukan dengan penelitian (pengamatan data
wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen).

Menurut Notoatmodjo (2003), ilmu pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Secara garis
besar menurut Notoatmodjo (2005) domain tingkat ilmu pengetahuan (kognitif)
mempunyai enam tingkatan, meliputi: mengetahui, memahami, menggunakan,
menguraikan, menyimpulkan dan mengevaluasi. Ciri pokok dalam taraf pengetahuan
adalah ingatan tentang sesuatu yang diketahuinya baik melalui pengalaman, belajar,
ataupun informasi yang diterima dari orang lain.

B. Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan


Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat mandiri atau milik orang banyak
(intersubjektif). Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat otonom dan mandiri, bukan milik
perorangan (subjektif) tetapi merupakan konsensus antar subjek (pelaku) kegiatan
ilmiah. Dengan kata lain ilmu pengetahuan ilmiah itu harus ditopang oleh komunitas
ilmiah.

Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri ilmu (pengetahuan)
setidaknya memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Objektif
Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang
sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya
dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam
mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan
objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek
peneliti atau subjek penunjang penelitian.cara tertentu untuk menjamin kepastian
kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan.
Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk
pada metode ilmiah.
2. Sistematis
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu
harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang
tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang
ketiga.
3. Universal
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum
(tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal
merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar
ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam
mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat
universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.

C. Sejarah Dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Sedangkan perkembangan sejarah ilmu pengetahuan menurut amsal
bakhtiar yang dibagi menjadi empat periode dijelaskan sebagai berikut:

1. Periode Yunani Kuno


Yunani kuno adalah tempat bersejarah di mana sebuah bangsa memilki
peradaban. Oleh karenanya Yunani kuno sangat identik dengan filsafat yang merupakan
induk dari ilmu pengetahuan. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah
berkembang jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan
mengembangkannya.
Seiring dengan berkembangannya waktu, filsafat dijadikan sebagai landasan
berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga berkembang
pada generasi-generasi setelahnya. Itu ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin
ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Karena itu, periode perkembangan
filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia.

2. Periode Islam
Tidak terbantahkan bahwa Islam sesungguhnya adalah ajaran yang sangat cinta
terhadap ilmu pengetahuan, hal ini sudah terlihat dari pesan yang terkandung dalam al-
Qur’an yang diwahyukan pertama kali kepada Nabi Muhammad saw, yaitu surat al-
‘Alaq dengan diawali kata perintah iqra yang berarti (bacalah). Gairah intelektualitas di
dunia Islam ini berkembang pada saat Eropa dan Barat mengalami titik kegelapan,
Sebagaimana dikatakan oleh Josep Schumpeter dalam buku magnum opusnya yang
menyatakan adanya great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun,
yaitu masa yang dikenal sebagai dark ages. Masa kegelapan Barat itu sebenarnya
merupakan masa kegemilangan umat Islam, suatu hal yang berusaha disembunyikan
oleh Barat karena pemikiran ekonom Muslim pada masa inilah yang kemudian banyak
dicuri oleh para ekonom Barat.
Menurut Harun Nasution, keilmuan berkembang pada pergerakan ilmu
pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dari semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa itu
adalah ancillla theologia atau abdi agama. Atau dengan kata lain, kegiatan ilmiah
tersebut diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Agama Kristen menjadi
problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan
kebenaran sejati. Inilah yang dianggap sebagai salah satu penyebab masa ini disebut
dengan Abad gelap (dark age). Usaha-usaha menghidupkan kembali keilmuan hanya
sesekali dilakukan oleh raja-raja besar seperti Alfred dan Charlemagne. Lihat: Surajiyo,
Filsafat Ilmu dan Perkembangannya Di Indonesia.

3. Masa renaisans dan modern


Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah
renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai
periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia
sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara
abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Sementara orang menganggap
bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. Renaisans adalah
periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan
sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan
kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama
renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan
rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara
Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme. Pengaruh ilmu
pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu
menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka Yunani di Eropa pada
abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui
terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke
dalam bahasa latin. Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara
yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa.
Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik
(renaisance) pada abad ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan
(aufklarung) pada abad ke-18 M.

4. Masa renaisans dan modern


Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah
renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai
periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia
sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara
abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Sementara orang menganggap
bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. Renaisans adalah
periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan
sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan
kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama
renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan
rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara
Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme. Pengaruh ilmu
pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu
menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaisance) pusaka Yunani di Eropa pada
abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui
terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke
dalam bahasa latin. Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara
yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa.
Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik
(renaisance) pada abad ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan
(aufklarung) pada abad ke-18 M.

5. Periode Kontemporer
Zaman ini ditandai dengan adanya teknologi-teknologi canggih, dan spesialisasi
ilmu-ilmu yang semakin tajam dan mendalam. Pada zaman ini bidang fisika menempati
kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf. Sebagian besar
aplikasi ilmu dan teknologi di abad 21 merupakan hasil penemuan mutakhir di abad 20.
Pada zaman ini, ilmuwan yang menonjol dan banyak dibicarakan adalah fisikawan.
Bidang fisika menjadi titik pusat perkembangan ilmu pada masa ini. Fisikawan yang
paling terkenal pada abad ke-20 adalah Albert Einstein. Ia lahir pada tanggal 14 Maret
1879 dan meninggal pada tanggal 18 April 1955 (umur 76 tahun). Alberth Einstein
adalah seorang ilmuwan fisika. Dia mengemukakan teori relativitas dan juga banyak
menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistik, dan
kosmologi.
Latihan!

1. Bagaimana proses terbentuknya ilmu pengetahaun?


2. Bagaimana sebuah di katakan sebagai ilmu pengetahaun?
3. Sebutkan ilmu pengetahuan asmal bhaktiar dan jelaskan!
4. Jelaskan periode islam!
5. Sebutkan ciri-ciri pengetahaun dan jelaskan!
BAB V
PEDAGOGIKA SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

A. Konsep pedagogik
Menurut Sadulloh (2018 : hlm 2) menyatakan bahwa Pedagogik adalah ilmu yang
mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu agar mampu mandiri
untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya sedangkan menurut Langeveld (dalam
Syaripudin & Kurniasih, 2008 hlm 8) pendidikan dalam arti yang hakiki ialah proses
pemberian bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang belum dewasa dan
mendidik adalah tindakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan..
Pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa dalam
membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Setelah anak
menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka menggambarkan upaya pendidikan yang
terpusat dalam lingkungan keluarga, dalam arti tanggung jawab keluarga. Berdasarkan
uraian di atas bahwa yang menjadi objek kajian Pedagogik adalah pergaulan pendidikan
antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa. Konsep pedagogik ini
merupakan suatu pendidikan anak yang didapatkan dari seorang guru untuk dapat
mengembangkan kepribadian anak didiknya agar dapat melatih dan mengembangkan
mental anak didik juga keterampilannya sehingga seorang anak mampu untuk
menghadapi permasalahannya.

Istilah pedagogic (bahasa Belanda : paedagogiek, bahasa Inggris: pedagogy)


berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu paedos yang berarti anak dan
agogos yang berarti mengantar, membimbing atau memimpin. Dari dua kata tersebut
terbentuk beberapa istilah yang masingmasing memiliki arti tertentu. Istilah-istilah
yang dimaksud yakni paedagogos, pedagogos (paedagoog atau pedagogue),
paedagogia, pedagogi (paedagogie), dan pedangogik (paedagogik). Menurut Langeveld
(dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008 hlm 8) pendidikan dalam arti yang hakiki ialah
proses pemberian bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang belum dewasa dan
mendidik adalah tindakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan
demikian, pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh orang
dewasa untuk membantu atau membimbing anak (orang yang belum dewasa) agar
mencapai kedewasaan sementara Pedagogik menurut menurut Sadulloh dalam
Hoogveld (2018 : hlm 2) adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke
arah tujuan tertentu, yaitu supaya ia kelak mampu secara mandiri menyelesaikan tugas
hidupnya. Pedagogik adalah ilmu pendidikan anak, adapula Andragogi adalah ilmu
pendidikan orang dewasa.

B. Pengertian pedagogik sebagai ilmu pengetahuan


Berdasarkan perspektif pengertian pendidikan secara “luas”, maka tujuan itu tidak
terbatas, tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup (Mudyaharjo dalam Syaripudin
& Kurniasih, 2008). Oleh karena itu, pendidikan dapat berlangsung pada tahapan anak
usia dini, anak, dewasa dan bahkan tahapan usia lanjut. Mengacu pada asumsi ini, maka
terdapat beberapa cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan oleh para ahli, yaitu
pedagogik, andragogi, dan gerogogi (Sudjana dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008).
Jadi, mengacu pada pengertian pendidikan dalam arti luas, yang benar dalam konteks
ini, bahwa Pedagogik adalah ilmu pendidikan anak.
Akan tetapi, Langeveld (Syaripudin & Kurniasih, 2008) dalam bukunya “Beknopte
Theoritiche Paedagogiek” pendidikan dalam arti yang hakiki ialah proses pemberian
bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang belum dewasa; dan mendidik adalah
tindakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian,
pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh orang dewasa untuk
membantu atau membimbing anak (orang yang belum dewasa) agar mencapai
kedewasaan. Lanjut Langeveld, pendidikan baru terjadi ketika anak mengenal
kewibawaan. Syaratnya anak mengenal kewibawaan adalah ketika anak memiliki
kemampuan dalam memahami bahasa.
Oleh karena itu, batas bawah pendidikan atau pendidikan mulai berlangsung yakni
ketika anak mengenal kewibawaan. Sedangkan batas atas pendidikan atau saat akhir
pendidikan adalah ketika tujuan pendidikan telah tercapai, yaitu kedewasaan. Bila anak
belum mengenal kewibawaan, pendidikan belum dapat dilaksanakan, dan dalam
kondisi ini yang dapat dilaksanakan adalah pra-pendidikan atau pembiasaan. Dengan
demikian, menurut tinjuaan pedagogik tidak ada pendidikan untuk orang dewasa,
apalagi untuk manusia lanjut. Pendidikan hanyalah bagi anak. Jadi, apabila mencau
pada pengertian pendidikan menurut tinjauan pedagogik, maka pernyataan “pedagogik
adalah ilmu pendidikan anak” sama maknanaya dengan “pedagogik adalah ilmu
pendidikan. Tetapi ketika mengacu pada pengertian pendidikan secara luas di awal,
tidak benar apabila pedagogik dimaknai sebagai ilmu pendidikan.
C. Pedagogik sebagai pengetahuan, ilmu, dan seni
Pedagogik adalah ilmu yang mempelajari strategi-strategi saca mengajar kepada
seorang anak. Pedagogik dipandang sebagai suatu proses yang bertujuan agar perilaku
manusia mengalami perubahan. Pedagogik juga bertujuan untuk memberikan arahan
menganai apa yang seharusanya dilakukan pendidik dalam mengajar agar mrnghindari
kesalahan-kesalahan dalam praktek di lapangan. Pedagogik adalah ilmu yang
mempelajari persoalan-persoalan pendidikan dan kegiatan-kegiatan mendidik, seperti
halnya tujua pendidikan, alat pendidikan, cara melaksanakan pendidikan, anak didik,
pendidik, dan sebagainya. Pedagogik merupaka ilmu yang bersifat teoritis maka dari
itu, ilmu pedagogik banyak berhubungan dengan ilmu lainnya, seperti ilmu sosial, ilmu
psikologi, psikologi belajar, metodologi pengajaran, sosiologi, filsafat, dan lainnya.
Berdasarkan perspektif pengertian pendidikan secara luas, maka tujuan itu tidak
terbatas, tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup (Mudyaharjo dalam Syaripudin
dan Kuniasih, 2008). Oleh karena itu, pendidikan dapat berlangsung pada tahapan anak
usia dini, dewasa, dan bahkan tahapan usia lanjut. Mengacu pada asumsi ini, maka
terdapatbeberapa cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan oleh para ahli, yaitu
pedagogik andragogi , , dan (Sudjana dalam Syaripudin dan Kurniasih, 2008). gerogogi
jadi, dalam konteks ini pengertian pedagogik secara luas adalah ilmu pendidikan anak.
Pendidikan baru akan terjadi jika anak mengenal kewibawaan.
Syarat anak mengenal kewibawaan adalah ketika anak memliki kemampuan dalam
memahami bahasa. Oleh karena itu, saat akhir pendidikan akan mulai berlangsung
ketika anak sudah mengenal kewibawaan. Saat akhir pendidikan adalah ketika
pendidikan telah tercapai, yaitu kedewasaan. Jika anak belum mengenal kewibawaan
maka pendidikan belum dapaat dilakukan, maka dari itu perlu dilakukan pembiasaan.
Dengan demikian, menurut tinjauan pedagogik, tidak ada pendidikan untuk orang
dewasa apalagi untuk orang lanjut usia. Pendidikan hanyalah untuk anak-anak. Jadi,
apabila dilihat dari pengertian pendidikan menurut tinjuan pedagogik, maka pernyataan
“pedagogik adalah imu pendidikan anak” sama halnya dengan “pedagogik adalah ilmu
pendidikan.
Namun, ketika mengacu pada pengertian pendidikan secara luas di awal, tidak
benar apabila pedagogik dimaknai sebagai ilmu pendidikan. Pedagogik merupakan
paduan dari ilmu dan seni. Menurut A.S Neil: Mendidik dan mengajar bukan hanya
suatu ilmu. Tetapi juga sebagai seni. Mendidik sebagai seni yaitu tentang bagaimana
caranya agar kita dapat hidup dengan anak-anak, sehingga anak- anak akan dapat
nyaman dengan kita.

a. Mendidik tidak cukup dengan memiliki pengalaman, menguasai ilmu pengetahuan,


dan menerapkan teknologi, tetapi juga perlu melibatkan aspek seni.
b. Mengejar tidak cukup melibatkan emosi, inspirasi, penghayatan, dan improvisasi,
tetapi memerlukan penguasaan materi, metode, media, dan teknik mengevaluasi juga.

Pendidikan dikatakan sebagai ilmu, karena pendidikan melibatkan lendasan


keilmuan yang bersifat teoritis dan praktis sedangkan pendidikan sebagai seni karena
hasil dari proses pendidikan adalah sebuah karya yang memiliki nilai. Pendidikan
sebagai ilmu yang diarahkan kepada perbuatan mendidik yang bertujuan mendidik yang
bertujuan untuk memahami dan mempersiapkan praktek pendidikan. Secara etimologis,
kata seni berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Sani yang artinya pemujaan,
persembahan, dan pelayanan.

Dengan kata lain, seni sangat erat hubungannya dengan upacara keagamaan yang
disebut juga dengan “kesenian”. pendidikan dapat dipelajari melalui ilmu pendidikan
tetapi praktek pendidikan atau mendidik adalah sebuah seni karena praktek pendidikan
melibatkan perasaan dan nilai yang diluar daerah ilmu. Seni pendidikan merupakan
keterampilan jenius yang tidak dimiliki oleh banyak orang karena hanya beberapa orang
saja yang memilikinya dan mereka tidak dapat menjelaskan secara sistematis. Oleh
karena itu sebagai seorang pendidik kita harus memiliki kreatifitas yang tinggi
dibandingkan anak didiknya.

Sehubungan dengan itu, Gilbert Highet (1954) mengibaratkan praktek pendidikan


kenapasebagaimana orang melukis sesuatu, mengarang lagu, menata sebuah taman bunga,
ataumenulis surat untuk sahabat. Sedangkan menurut Gallagher (1970) seni mendidik
itu merupakan:

1. Keterampilan jenius yang hanya dimiliki beberapa orang.


2. Mereka tidak dapat menjelaskan secara sistematis bagaimana mereka
mempraktekan keterampilan itu.

Praktek pendidikan diakui sebagai seni, implikasinya fungsi mendidik yang utama
adalah menghasilkan suatu karya yang utuh, unik, tidak dibuat-buat, dan setiap orang
memperoleh manfaatnya. Pengakuan pendidikan sebagai seni tidak harus
mempengaruhi pengakuan bahwa pendidikan dipelajari secara ilmiah. Idealnya,
pendidikan adalah aplikasi ilmu (ilmu pendidikan) tetapi sekaligus sebagai seni.

D. Status Keilmuan Pedagogik


Diantara para ilmuwan telah banyak yang menyatakan bahwa pedagogik berstatus
sebagai suatu ilmu yang otonom. Menurut banyak ahli, pandangan ilmiah tentang
gejalan pendidikan itu (pedagogik) merupakan ilmu tersendiri, sejajar dengan ilmu-
ilmu tentang humanisme (human sciences) seperti ekonomoi, hukum, sosiologi, dan
sebagainya (Drikarya dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Pendapat di atas dapat
dikaji dengan mengacu pada tiga persyaratan (kriteria) keilmuan sebagaimana telah
dikemukakan terdahulu, yaitu berkenaan dengan objek studinya, metode studinya, dan
sifat sistematis dari hasil studinya.

Dapat dirumuskan bahwa objek studi ilmu meliputi berbagai hal sebatas yang dapat
dialami manusia. Objek studi ilmu dibedakan menjadi: (1) objek material, dan (2) objek
formal. Objek material adalah seseuatu yang dipelajari oleh suatu ilmu dalam wujud
materinya, sedangkan objek formal adalah suatu bentuk yang khas atau spesifik dari
objek material yang dipelajari oleh suatu ilmu. Setiap disiplin ilmu memiliki objek
material dan objek formal tertentu. Beberapa disiplin ilmu mungkin memimiliki objek
material yang berbeda, tetapi mungkin pula mempunyai objek material yang sama.
Namun demikian, sebagai ilmu yang ototnom setiap ilmu harus mempunyai objek
formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal ilmu yang lainnya. Objek
meterial pedagogik adalah manusia, objek material pedagogik ini adalah sama halnya
dengan objek material psikologi, sosiologi, ekonomi dan sebagainya. Namun demikian,
pedagogik memiliki objke formal tersendiri, atau mempunya objek formal yang spesifik
dan berbeda daripada objek formal psikologi, ekonomi dan sebagainya. Objek formal
spikologi adalah proses mental dan tingkah laku manusia; objek formal ekonomi adalah
pemenuhan kebutuhan hidup manusia, melalui proses produksi, distribusi dan
pertukaran; sedangkan objek formal pedagogik adalah “fenomena pendidikan” atau
“situasi pendidikaní” (Drikarya, 1980 & Langeveld, 1980 dalam Syaripudin &
Kurniasih, 2008).
Semua disiplin ilmu dalam mempelajari objek studinya tentu menggunakan metode
ilmiah, demikian pula pedagogik. Dalam rangka operasinya, metode ilmiah dijabarkan
ke dalam metode penelitian ilmiah. Adapun metode penelitian ilmiah tersebut
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: metode penelitian kualitatif dan metode penelitian
kuantitatif. Yang tergolong metode penelitian kualitatif antara lain fenomenologi,
hermeneutika, dan etnometodologi, sedangkan yang tergolong metode penelitian
kuantitatif antara lain metode eksperimen, metode kuasi eksperimen, metode
korelasional dan sebagainya. Kelompok filsuf dan ilmuan tertentu berpendapat bahwa
metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan,
sedangkan metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian ilmu kealaman.

Sebaliknya, pada zaman keemasan sains modern (modern science), yaitu zamah
keemasa ilmu-ilmu yang dilandasi filsafat positivisme dan pradigman Newtodian, ada
di antara para filsuf dan ilmuan yang berpendapat bawa ilmu-ilmu kealaman maupun
ilmu kemanusiaan adau ilmu sosial termasuk di dalamnya pedagogik, dalam rangka
studinya seharusnya menggunakan metode kuantitatif atau metode penelitian kealaman.
Menurut mereka, sesuatu “ilmu” (termasuk pedagogik) apabila tidak menggunakan
metode penelitian ilmu kealaman (metode kuantitatif) maka diragukan status
keilmuannya. Adapun cabang-cabang ilmu pendidikan menurut M.J. Langeveld (1992):

1. Ilmu pendidikan teoritis,yaitu:


a. Ilmu pendidikan sistematis
b. Sejarah pendidikan
c. Ilmu perbanidngan pendidikan

2. Ilmu mendidik praktis,yaitu:


a. Didaktik atau metodik
b. Pendidikan keluarga pendidikan keagamaan.

E. Karakteristik Ilmu Pendidikan


1. Landasan Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan selalu erat kaitannya dengan eksistensi manusia yang mempunyai
tujuan hidup. Oleh karena itu ilmu pendiidkan hanya akan berdirih kokoh dan
berkembang dengan pesat apabila berlandaskan agama, pandangan hidup, filsafat
hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai-nilai yang bersumber dari agama
merupakan landasan yang paling kuat, karena dengan berlandaskan agama, maka
norma-norma yang diemban oleh ilmu pendidikan tidak mudah goyah dan tidak terlalu
subyektif.

2. Obyek Ilmu Pendidikan


Obyek ilmu pendidikan terdiri dari obyek material dan obyek formal. Obyek
material ilmu pendidikan adalah manusia. Menurut H.D Sudjana (2000) manusia
sebagai obyek material ilmu pendidikan di klasifikasikan berdasarkan
pengelompokannya ; manusia sebagai individu, sebagai kelompok, sebagai komunitas,
dan manusia sebagai masyarakat. Berdasarkan perkembangannya yaitu, manusia pada
masa usia dini, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Obyek formal ilmu
pendidikan adalah situasi pendidikan/ situasi pedagogis (M.J. Langveld;1952).

3. Metode Ilmu Pendidikan


Dalam ilmu pendidikan menggunakan metode penelitian ilmiah, yakni prosedur
yang menggunakan pola piker dan pola kerja yang sistematis untuk mendapatkna
kebenaran pengeahuan yang sah dan dapat di percaya.

4. Isi Ilmu Pendidikan


Isi ilmu pendidikan merupakan struktur pengetahuan yang antara lain memuat
postulat, asumsi, konsep teori, generalisasi, hokum, prinsip dan model.

a. Postulat adalah pandangan mendasar yang kebenarannya diterima tanpa perlu ada
pembuktian secara empiris. Seperti manusia adalah makhluk yang perlu dan dapat
di didik serta dapat mendiidk sendiri.
b. Asumsi yaitu pendapat/ pandangan yang di dasarkan pada kerangka berfikir tertentu,
yang kebenaran pada umumnya diterima, namun masih perlu diperiksa secara
empiris.
c. Konsep, ialah serangkaian pengertian atau pendapat yang konsisten, yang dihasilkan
dari pemikiran atau pengalaman.
d. Teori adalah kumpulan konsep – konsep yang tersusun secara sistematis dalam
bentuk struktur teoritis yang pada umumnya memberi penjelasan mengapa sesuatu
gejala atau peristiwa lain terjadi.
e. Generalisasi, yaitu keismpulan umum yang ditarik berdasarkan pengalaman-
pengalaman khusus, biasanya sebagai kesimpulan yang diperoleh dari penelitian
ilmiah.
f. Hukum, yaitu pernyataan atau pendapat yang biasanya dinyatakan dalam bentuk
pernyataan “jika maka” yang berlaku umum bagi sekelompok gejala, sebagai hasil
gejala suatu generalisasi dari riset ilmiah.
g. Prinsip, yaitu hokum dalam bentuk pendapat yang berlaku umum bagi sekelompok
gejala tertentu, namun tidak selalu berbentuk pernyataan jika maka.
h. Model, yaitu suatu bentuk teori atau serangkaian teori.
Secara umum karakteristik ilmu adalah:

1. Bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.


Ilmu dapat dipergunakan untuk penelitian dan penemuan hal-hal baru. Setiap orang
dapat menggunakan atau memanfaatkan hasil penemuan orang lain, dan tidak
menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja.

2. Kebenarannya tidak mutlak


Penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan manusia, sehingga kebenaran suatu
ilmu tidak selamanya mutlak. Kekeliruan/kesalahan yang mungkin terjadi terletak
pada manusia yang kurang tepat dalam penggunaan metode tersebut, dan bukan
hanya pada kesalahan metode.

3. Bersifat Objektif
Prosedur kerja atau cara penggunaan metode dalam menemukan/meneliti sesuatu
tidak dapat tergantung pada pemahaman secara pribadi, melainkan didasarkan pada
metode yang bersifat ilmiah.

Kemudian disosialisasikan Harsoyo (1977), mengemukakan ciri-ciri ilmu yaitu:

1. Bersifat Rasional
Hasil dari proses berfikir merupakan akibat dari penggunaan akal (rasio) yang
bersifat objektif.

2. Bersifat Empiris
Ilmu diperoleh dari dan sekitar pengalaman oleh pancaindera, ilmu sifatnya tidak
abstrak. Berdasarkan pengalaman hidup dan penelitian dapat menghasilkan ilmu.

3. Bersifat Umum
Hasil dari ilmu dapat dipergunakan oleh semua manusia tanpa kecuali. Ilmu tidak
hanya dapat dipergunakan untuk wilayah tertentu, tetapi ilmu dapat dimanfaatkan
secara makro tanpa dibatasi oleh ruang.

4. Bersifat Akumulatif
Hasil ilmu dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian berikutnya. Ilmu
sifatnya tidak statis, setelah diperoleh ilmu tentang sesuatu, maka akan muncul ilmu-
ilmu baru lainnya.

F. Fungsi Keilmuan Pedagogik


Sebagaimana ilmu pada umumnya, pedagogik mempunyai fungsi tertentu.
Pedagogik mempunyai lima fungsi:

1. Fungsi deskriptif dan preskriptif.


Maksudnya bahwa pedagogik, selain berfungsi untuk menggambarkan atau
menjelaskan mengenai apa, mengapa dan bagaimana sesunggunya pendidikan anak
(deskriptif), juga berfungsi untuk memberikan petunjuk tentang siapa seharunya
pendidik dan bagaimana seharusnya pendidik bertindak dalam rangka mendidik anak.

2. Fungsi memprediksi.
Penggambaran atau penjelasan mengenai pendidikan anak sebagai suatu hasil studi
dalma pedagogik mengimplikasikan bahwa pedagogik akan dapat memberikan
prediksi-prediksi tertentu tentang apa yang mungkin terjadi dalam rangka pendidikan
anak.

3. Fungsi mengontrol.
Berdasarkan prediksi-prediksi seperti dijelaskan di atas, maka dengan pedagogik
itu dapat dilakukan kontrol (pengendalian) agar sesuatu yang baik/yang diharapkan
berkenaan dengan pendidikan anak dapat terjadi, sedangkan sesuatu yang tidak
baik/yang tidak diharapkan yang berkenaan dengan pendidikan anak tidak terjadi.

4. Fungsi mengembangkan.
Maksudnya bahwa pedagogik mempunyai fungsi untuk melanjutkan hasil
penemuan yang lalu dan berupaya untuk menghasilkan temuan-temuan yang baru.
G. Hubungan Pedagogik dengan Ilmu Lain
Pedagogik termasuk ilmu yang sifatnya teoritis dan praktis. Pedagogik
berhubungan dengan ilmu-ilmu lain karena dalam pedagogik juga mengadopsi konsep
atau teori yang berasal dari ilmu -ilmu lain dalam mempelajari fenornena pendidikan.
Misalnya, pedagogik mengadopsi teori perkembangan anak dan teori belajar dari ilmu
psikologi perkembangan; pedagogik mengadopsi filsafat tentang manusia
(antropologi), pedagogik mengadopsi interaksi sosialisasi dari aspek sosiologi, dan
sebagainya. Meskipun begitu, pedagogik disebut sebagai ilmu yang bersifat otonom,
pedagogik berperan sebagai ‘Tuan rumah”, sedangkan ilmu ilmu lain berperan sebagai
‘tamu-nya.”

Dengan demikian, tidak semua teori dari bidang ilmu lain bisa diadopsi atau
diterimanya. Oleh karena itu, ilmuwan pedagogik memiliki peranan penting untuk
memilah dan memilih konsep dan teori mana dari ilmu-ilmu lain yang tepat sesuai
dengan karakteristik keilmuan ilmu pedagogik. Setiap bidang keilmuan memiliki
pandangan terhadap konsep pendidikan masing-masing, maka masing-masing bidang
ilmu juga mempunyai tujuan atau misi dalam hal memberikan pendidikan kepada siapa
saja yang mempelajari bidang ilmu tersebut. Dalam materi masing-masing bidang
keilmuan umumnya sering kali dikaitkan atau dihubungkan suatu materi dari bidang
ilmu lainnya karena konsep pendidikan secara umum pada dasarnya merupakan
gabungan dari sudut pandang masing-masing monodisipliner yang dipandang secara
umum.

Sehingga dalam bidang pendidikan tidak membedakan antara bidang ilmu satu
dengan bidang ilmu lain. Meskipun berbeda bidang ilmu, tetapi saat terdapat korelasi
atau hubungan dengan bidang ilmu lain dapat dianalisa lebih lanjut dan berlaku konsep
pendidikan secara umum. Sebagai contoh lebih lanjut beberapa bidang keilmuan yang
berhubungan dengan pedagogik, yaitu:

1. Filsafat pendidikan, merupakan rumusan ilmu yang berkaitan dengan hakikat


pendidikan, pelaksanaan pendidikan yang berdasarkan pada tujuan pendidikan. Tujuan
tersebut dapat dicapai dengan cara merumuskan berbagai strategi, teknik, metode,
pendekatan, model, taktik serta sarana prasarana yang dapat menunjang dalam
pendidikan dan proses pembelajaran.
2. Psikologi perkembangan, ilmu ini sangat penting untuk anak terutama pada masa
keemasannya yaitu pada saat anak masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Psikologi
perkembangan sering disebut dengan psikologi genetika karena ruang lingkupnya
berkaitan dengan perawalan asal mula dan sifat tumbuh kembangnya. Dalam psikologi
perkembangan, hal yang dievaluasi merupakan perkembangan keseluruhan dari setiap
anak baik perkembangan secara fisik, intelektual, mental maupun perkembangan
inotorik halus dan kasar. Sebagai guru Sekolah Dasar, suatu kewajiban yang harus
diketahui yaitu memahami kelebihan dan kelemahan yang membentuk perkembangan
fisik, mental sena perilaku anak.
3. Sosiologi pendidikan, merupakan ilmu yang membahas dan diterapkan dalam
memecahkan segala permasalahan yang ada dalam pendidikan, terutama dalam
interaksi sosial antara siswa dengan guru, lingkungan, maupun temannya, begitu pula
dalam melihat fenomena-fenomena sosial yang berkembang dalam sistem pendidikan,
sehingga aspek-aspek sosiologi yang ada dapat menjadi pijakan dalam merumuskan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan, agar tercapainya interaksi sosial
antara siswa dengan guru, lingkungan, maupun temannya, begitu pula dalam melihat
fenomena-fenomena sosial yang berkembang dalam sistem pendidikan, sehingga
aspek-aspek sosiologi yang ada dapat menjadi pijakan dalam merumuskan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan, agar tercapainya kemajuan dalam
bidang pendidikan. Setiap masyarakat mulai dari anak-anak hingga orang dewasa,
kelompok-kelompok sosial dan proses-proses sosialnya, berlangsung pada seputar
sistem pendidikan yang selalu bergerak secara dinainis.

Latihan!
1. Jelaskan dengan pemahamanmu tentang pengertian ilmu pengetahuan!
2. Jelaskan pengertian pedagogik sebagai ilmu pengetahuan berdasarkan pendapat ahli
dengan bahasamu sendiri!
3. Sebutkan dan jelaskan secara singkat mengenai karakteristik ilmu Pendidikan!
4. Jelaskan secara singkat mengenai fungsi keilmuan pedagogik!
5. Sebutkan dan jelaskan hubungan pedagogik dengan ilmu lainnya!
BAB VI

MENYELESAIKAN MASALAH YANG BERKAITAN

DENGAN PEDAGOGIKA SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

A. Analisis Keterkaitan Hubungan antara Pengetahuan Pedagogik dengan


Kompetensi Pedagogik di Sekolah Negeri

Berdasarkan hasil dari wawancara dan observasi yang penulis lakukan di sekolah
tersebut, diketahui bahwa setiap kelas rata-rata berjumlah 30 murid. Mengenai
pengetahuan dan kompetensi pedagogik guru, kepala sekolah menyampaikan salah satu
programnya ialah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), secara bergantian
perwakilan guru ditunjuk untuk mengikutinya dan setelah itu dapat membagikan
pengetahuannya kepada guru lain yang tidak ikut. Tidak ada pemberlakuan rolling kelas
setiap tahunnya, cenderung ditentukan dari kompetensi guru. Contohnya guru yang
lebih tinggi kemampuan akademiknya ditempatkan di kelas 6.

a. Pengetahuan pedagogik
1. Filsafat Pendidikan
Dalam hubungannya dengan observasi yang diadakan, maka Filsafat pendidikan
merupakan terapan dari filsafat, yang berarti bahwa pada dasarnya filsafat pendidikan
menggunakan cara kerja fisafat dan akan menggunakan hasil-hasil kajian dari filsafat,
yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang hasil realitas, pengetahuan, dan nilai,
khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan. Dapat disimpulkan
bahwa tenaga pendidik yang profesional adalah yang mampu mengayomi, menjadi
teladan bahkan memimpin kelas dengan manajemen yang baik sehingga mencapai
tujuan pembelajaran sesuai dengan pemikiran-pemikiran yang sudah diterapkan dalam
logika pengetahuan dan filsafat pendidikan itu sendiri. Hal tersebut tercermin dari
terciptanya suasana yang baik dalam interaksi dan penguasaan materi oleh tenaga
pendidik di kelas.
2. Psikologi Perkembangan
Di sekolah ini terlihat dimana anak- anak kelas rendah cerdas secara akademik,
namun terlihat aktif, sehingga tanpa penanganan yang tepat dari seorang tenaga
pendidik maka akan tercipta suasana yang kurang kondusif untuk belajar. Berbeda
dengan di kelas tinggi, terdapat situasi pembelajaran yang aktif, inovatif dan
menyenangkan, karena terjadi pengontrolan emosi dan intelegensi oleh tenaga pendidik
terhadap siswa didik yang mengedepankan fungsi-fungsi sosial pendidikan dalam
memahami psikologi perkembangan siswa di kelas tinggi yang mampu untuk
menemukan sebuah konsep pembelajaran yang mendukung situasi atau kegiatan belajar
mengajar di kelas tersebut.

3. Teori Belajar
Teori belajar yang digunakan dalam pembelajaran adalah Teori belajar
Konstruktivisme, teori belajar Behavioristik, teori belajar kognitif dan teori belajar
bermakna, adapun teori-teori itu digunakan untuk beberapa mata pelajaran dalam
kurikulum terpadu untuk mata pelajaran berbasis tema (tematik). Dimana melalui
hubungan antara penggunaan teori belajar dan motivasi peserta didik akan terjadi suatu
ikatan yang memicu terjadinya prestasi sebagai hasil pembelajaran.

b. Kompetensi Pedagogik
1. Identifikasi Karakteristik Anak Didik
Guru wali kelas merancang pembelajaran untuk peserta didik yang sifatnya
mandiri, melalui pembelajaran berbasis kompetensi dan dengan cara belajar secara
berkelompok, di kelas rendah hal tersebut tercermin di dalam pembelajaran SBDP
melalui pengerjaan menggambar mandiri, dan pembelajaran IPA di kelas tinggi melalui
pengerjaan LKS (Lembar Kerja Siswa). Berdasarkan pengamatan, karakteristik peserta
didik ada berbagai macam, di kelas rendah siswa-siswi yang berada di dalam kelas
cenderung aktif dan mau bekerja secara kelompok, namun ada juga peserta didik yang
duduk diam dan beberapa yang berjalan- jalan di dalam kelas sambil bermain.
Hubungan antara pengetahuan pedagogik guru dengan identifikasi karakteristik
peserta didik adalah guru mencoba menolong para siswa untuk memperoleh ilmu,
terjadi perubahan dan atau mengembangkan keterampilan, sikap, cita-cita, apresiasi,
dan pengetahuan yang dimilikinya. Siswa sekolah dasar dengan karakteristik khasnya,
memerlukan perhatian dan penanganan yang khusus agar dapat memanfaatkan waktu
di sekolah dengan sebaik- baiknya. Oleh karena itu, untuk memperlancar proses belajar
perlu diperhatikan manajemen pembelajarannya, baik yang terdapat dalam diri guru,
siswa maupun yang ada di luar dirinya. Proses belajar mengajar merupakan inti dari
proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama.

a. Memastikan Kesempatan Anak dalam Berpartisipasi Aktif


Hal ini sudah berjalan dengan baik. Guru berperan sebagai mentor dan fasilitator,
mendidik anak untuk dapat bersikap mandiri dan memiliki kesempatan untuk bertanya
kepada guru maupun teman sebayanya jika ada materi pembelajaran yang belum
dipahaminya. Dalam kelas guru memberikan informasi tentang materi apa saja yang
akan dibahas dalam waktu belajar tersebut, memberikan soal-soal tanya jawab
berdasarkan LKS sebagai persiapan mengerjakan soal-soal ujian.
Selain itu guru meninjau kembali materi pembelajaran yang sudah dibahas, sikap
peserta didik juga memberikan respon berbeda-beda ada yang selalu bertanya, penuh
akan rasa ingin tahu, namun ada juga yang diam dan malu berpartisipasi aktif di dalam
kelas, solusinya adalah pendekatan secara personal untuk mendalami karakteristik anak
yang satu dengan yang lainnya dan juga mendorong siswa agar berani mengungkapkan
pendapat dan kritik sehingga menjadi siswa yang aktif di kelas, kreatif dalam
mendukung situasi pembelajarannya. Selain itu, ada hasil karya yang dibuat peserta
didik untuk mengadakan kesempatan bagi anak untuk berpartisipasi aktif.

b. Mengatur Kelas untuk Karakteristik yang Berbeda


Pendekatan secara professional dilakukan oleh guru/ wali kelas. Pengalaman beliau
sangat luas dalam menangani peserta didik sesuai dengan karakternya masing-masing.
Beliau menempatkan siswa yang pandai dengan yang kurang pandai duduk bersama,
sehingga terjadi proses saling membantu yang akan memotivasi siswa yang kurang
untuk lebih giat belajar. Selain itu, guru tersebut juga memberikan perhatian lebih
kepada siswa yang memang butuh perhatian khusus, posisi tempat duduk murid di
dalam kelas juga disesuaikan dengan karakteristik masing-masing peserta didik
sehingga terjadi pertukaran posisi tempat duduk. Tujuannya supaya terjadi interaksi
sosial dan sebagai manajemen pembelajaran, sehingga dapat berjalan dengan lancar.

c. Mengetahui Penyebab Penyimpangan Perilaku Belajar


Penyimpangan perilaku belajar disebabkan oleh faktor internal (subjektif) maupun
faktor eksternal (objektif). Berdasarkan pengamatan, ketika seorang anak usia sekolah
mengikuti perkembangan zaman, teknologi dapat mempengaruhinya, salah satunya
adalah kebiasaan buruk bermain game, penggunaan alat komunikasi dengan
diizinkannya beberapa siswa membawa handphone ke dalam kelas dapat
memungkinkan terjadinya penyimpangan perilaku belajar. Apabila kurang kontrol yang
ketat dari pihak sekolah, hal tersebut dapat menjadi faktor kebiasaan buruk dan menjadi
salah satu penyebab terjadinya perilaku menyimpang di sekolah tersebut.
Di dalam kelas terlihat ada beberapa murid yang mengoperasikan handphone untuk
bermain, meskipun dalam manajemen sekolah penggunaan alat komunikasi diizinkan
untuk keperluan darurat saja. Selain itu berdasarkan yang dilakukan oleh guru kelas
rendah, diketahui bahwa cara mengetahui penyimpangan belajar ialah berdasarkan
pengamatan guru terhadap anak maupun wawancara pribadi dengan anak didik yang
dilakukan seusai pembelajaran maupun waktu khusus.

d. Mengembangkan Potensi dan Kekurangan


Setelah mengetahui kondisi peserta didik, maka langkah selanjutnya adalah
mengetahui kelebihan dan kekurangan peserta didik. Dalam hal ini guru perlu
melakukan perubahan dengan menggunakan teori belajar behavioristik dimana tingkah
laku diamati dan diarahkan menuju perubahan yang lebih baik lagi. Teori belajar
mengembangkan minat, bakat dan pendekatan secara manusiawi guna memanusiakan
manusia yang mutlak dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana perkembangan
potensi dan kekurangan yang dimiliki oleh peserta didik tersebut. Guru wali kelas
merancang pembelajaran untuk peserta didik yang sifatnya mandiri, melalui
pembelajaran berbasis kompetensi dan dengan cara belajar secara berkelompok, di
kelas tinggi hal tersebut tercermin di dalam pembelajaran IPA melalui pengerjaan LKS
siswa.
Guru di kelas rendah dan tinggi menggunakan cara tes dan non tes untuk
mengembangkan potensi dan kekurangan peserta didik. Guru meluangkan waktu untuk
mengobrol dengan peserta didik yang kemampuannya masih tertinggal di luar jam
pelajaran dan terus memotivasinya. Ada satu anak yang disebutkan oleh guru, karena
keterbatasan ekonomi dan kondisinya ditinggal bekerja oleh orang tuanya, sehingga
anak tersebut kurang termotivasi dalam belajar. Guru menasihatinya dan memberikan
perhatian kepadanya supaya dapat terus giat mengikuti pembelajaran dengan baik.
e. Tindakan Humanis
Pada saat kegiatan pembelajaran, guru merupakan salah satu komponen terpenting
yang ada dalam sistem pembelajaran di sekolah karena apabila tidak ada guru proses
pembelajaran tidak berjalan sesuai tujuan pembelajaran. Selain guru, murid juga
termasuk salah satu komponen penting karena guru tidak dapat menjalankan tugasnya
sebagai guru apabila tidak ada murid untuk dididik sehingga dalam proses pembelajaran
membutuhkan hak dan kewajiban tentang kemanusian yang ada, meskipun berbeda
latar belakang, suku, ras, agama namun terjalin suatu sikap toleransi di dalam kelas juga
menunjukkan sikap humanis.

Latihan!
1. Jelaskan permasalahan apa yang sering dihadapi dalam pembelajaran dikelas rendah!
2. Apakah kamu setuju dengan pengelompokan peserta yang heterogen (yang pintar
disatukan dengan yang kurang pintar)?
3. Jelaskan pendapatmu mengenai peranan guru dalam menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan!
4. Jika kamu sebagai guru kelas/wali kelas model pembelajaran yang seperti apa yang
akan kamu terapkan?
5. Apakah menurutmu ilmu pedagogika guru di setiap tingkatan kelas itu samafghg?
Kesimpulan

Mubarak (2011), mendefinisikan pengetahuan sebagai segala sesuatu yang


diketahui berdasarkan pengalaman manusia itu sendiri dan pengetahuan akan bertambah
sesuai dengan proses pengalaman yang dialaminya. Pengetahuan adalah hasil kegiatan
ingin tahu manusia tentang apa saja melalui cara-cara dan dengan alat-alat tertentu.
Pengetahuan ini bermacam-macam jenis dan sifatnya, ada yang langsung danada yang
tak langsung, ada yang bersifat tidak tetap (berubah-ubah), subyektif, dan khusus, dan
ada pula yang bersifat tetap, obyektif dan umum.
Ilmu Pengetahuan diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidangyang
disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum,
ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya. Dari berbagai uraian berdasarkan
pandangan tokoh-tokoh tersebut dapatlah dikatakan: ilmu pengetahuan adalah kerangka
konseptual atau teori uang saling berkaitan yang memberi tempat pengkajian dan
pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang
sama, dengan demikian bersifat sistematik, objektif, dan universal. Sedang pengetahuan
adalah hasil pengamatan yang bersifat tetap, karena tidak memberikan tempat bagi
pengkajian dan pengujian secara kritis oleh orang lain, dengan demikian tidak bersifat
sistematik dan tidak objektif serta tidak universal.
Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan,
meningka ukan, meningkatkan pemahaman manusia tkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan segi kenyataan dalam alam dalam alam manusia. Segi-segi ini
egi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, H. M. 2011. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu

Pengetahuan.

Akhyar Yusuf Lubis. 2004. Filsafat Ilmu Metodologi Posmodernis: Cimangis, Bojong
gede: Akademia.

Soerjono soekanto. 1990. Sosiologi suatu pengantar: Jakarta: PT.RajaGrafindo

Persada:Surajiyo.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,Jakarta.PT Bumi Aksara

Muntasyir,Rizal. 2006. .Filsafat Ilmu,Yogyakarta.Pustaka Pelajar,


Hakim,Nasution.Pengantar ke Filsafat Sains,Jakarta.Litera Antar Nusantara

Suriasumantri,Jujun S 1992. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer,Jakarta.Pustaka


Sinar Harapan.

Basuki, Heru. 2006. Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya.
Jakarta:

Van Meslen. 1985. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita. Jakarta: Gramedia.

Mutiatul Husna, dkk. 2017/2018. Ilmu pengetahuan dan pengetahuan ilmiah. UIN
Ar-raniry

Amsal Bakhtiar. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Press


Nurjanah. 2008. Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap
Komitmen Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studipada Biro
Lingkup Departemen Pertanian). Tesis. Magister Manajemen Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro.

Abin Syamsuddin. 1996. Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan,


Bandung, PPS IKIP

Ahmad Sanusi. 1990.Beberapa Dimensi Mutu Pendidikan, Bandung, FPS


Castetter, W.B. 1981. The Personal Function on in Education Administration, Ed. 3, New
York, Macnillar Publishing Co, Inc.

Ahmad, Susanto. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana

Dafrizal, Jamri. 2015. Teori Belajar dan Implikasinya dalam Praktek Pendidikan. Jakarta:
Universitas
BAB II
Tujuan,Batasan dan kemungkinan pendidikan

A. Tujuan Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan sesorang.
Pendidikan lah yang menentukan dan menuntun masa depan dan arah hidup seseorang.
Walaupun tidak semua orang berpendapat seperti itu, namun pendidikan tetaplah
menjadi kebutuhan manusia nomor wahid. Bakat dan keahlian seseorang akan terbentuk
dan terasah melalui pendidikan. Pendidikan juga umumnya dijadikan tolak ukur kualitas
setiap orang.
Tetapi, definisi umum tersebut mengalami perkembangan sehingga kata pendidikan
cenderung dimaknai sebagai proses belajar mengajar peserta didik di dalam kelas atau
sekolah. Pendidikan kini lebih dipahami sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan untuk
mengembangkan potensi diri peserta didik melalui suasana belajar dan mengajar.
Melalui proses ini, diharapkan peserta didik dapat meningkatkan kecerdasan dan
keterampilannya. Serta, mengembangkan kepribadian dan akhlak mulia sesuai dengan
nilai moral yang dianut masyarakat.
1. Pengertian Pendidikan
Dalam bahasa Inggris pendidikan berarti education. Sedangkan dalam bahasa latin
berarti educatum yang berasal dari kata E dan Duco, E berarti perkembangan dari luar
dari dalam ataupun perkembangan dari sedikit menuju banyak, sedangkan Duco berarti
sedang berkembang. Dari sinilah, pendidikan bisa juga disebut sebagai upaya guna
mengembangkan kemampuan diri. Menurut Wikipedia, pendidikan ialah pembelajaran
pengetahuan, keterampilan, serta kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari
satu generasi ke generasi selanjutnya melalui pengajaran, penelitian serta pelatihan.
Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan ialah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang ataupun kelompok dalam upaya
mendewasakan manusia melalui sebuah pengajaran maupun pelatihan.
Sedangkan secara terminologi, istilah pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan, meliputi proses, cara, dan perbuatan mendidiknya.
Dari uraian tersebut, secara sederhana, pendidikan dapat kita pahami sebagai suatu
proses pembelajaran di mana peserta didik ditempa untuk memiliki pemahaman dan
pengetahuan terhadap suatu hal yang akan menjadikannya sebagai manusia yang kritis
dalam berpikir dan berperilaku.
Berikut pengertian pendidikan menurut para ahli Pendidikan:

Ki Hajar Dewantara, ia mengemukakan bahwa pengertian pendidikan ialah tuntunan


tumbuh dan berkembangnya anak. Artinya, pendidikan merupakan upaya untuk menuntun
kekuatan kodrat pada diri setiap anak agar mereka mampu tumbuh dan berkembang
sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat yang bisa mencapai keselamatan
dan kebahagiaan dalam hidup mereka.

1. Ahmad D. Rimba, pendidikan ialah bimbingan yang dilakukan secara sadar oleh
pendidik kepada peserta didik dengan tujuan membentuk kepribadian yang utama
secara jasmani dan rohani.
2. Martinus Jan Langeveld, pendidikan ialah upaya untuk membantu peserta didik agar
mereka mampu mengerjakan tugas kehidupan secara mandiri dan bertanggung jawab
secara oral dan susila. Dalam hal ini, pendidikan juga diartikan sebagai upaya untuk
membangun anak agar lebih dewasa.
3. Carter V. Good, pendidikan ialah sebuah upaya untuk mengembangkan kecakapan
individu, baik secara sikap maupun prilaku dalam bermasyarakat. Dengan kata lain,
pendidikan adalah proses sosial di mana lingkungan yang teroganisir seperti sekolah
dan rumah, mampu mempengaruhi seseorang untuk mengembangkan kecakapan sikap
dan prilaku dalam diri sendiri dan bermasyarakat.
4. H. H. Horne, pendidikan ialah sebuah alat di mana komunitas sosial mampu
melanjutkan keberadaan dalam mempengaruhi diri sendiri dan mempertahankan
idealisme.
5. Stella Van Petten Henderson, pendidikan ialah sebuah kombinasi antara pertumbuhan
dan pengembangan diri serta warisan sosial.
6. Gunning dan Kohnstamm, pendidikan ialah sebuah proses pembentukan dan
pembangunan hati nurani, di mana seseorang mampu membentuk serta menentukan diri
secara etis berdasarkan hati nurani.
7. Prof. H. Mahmud Yunus, menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang
sengaja dipilih untuk membantu dan memengaruhi anak dalam rangka meningkatkan
ilmu pengetahuan, akhlak, dan jasmaninya, sehingga secara perlahan bisa
mengantarkan anak kepada cita-cita dan tujuannya yang paling tinggi. Yaitu, agar
memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukannya bisa memberi
manfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara, serta agamanya.

8. Driyarkara, berpendapat bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu usaha dalam
memanusiakan manusia muda atau mengangkat manusia muda ke taraf yang insani.

9. Hasbullah, mendefinisikan bahwa pendidikan ialah suatu proses tuntunan dan


bimbingan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, peserta didik,
ada tujuan dan sebagainya. Aspek-aspek yang ingin dicapai

10. Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mendapatkan kekuatan atau
sesuatu yang menguatkan bagi dirinya, serta untuk mencapai peradaban tertinggi atau
kesempurnaan bagi rohaninya.

1. program pendidikan yang terstruktur serta terencana oleh badan pemerintahan misalnya
melalui sekolah ataupun universitas
2. Pendidikan non formal ialah pendidikan yang bisa didapat melalui aktivitas kehidupan
sehari-hari yang tak terikat oleh lembaga bentukan pemerintahan, misalnya belajar
melalui pengalaman, belajar sendiri melalui buku bacaan serta belajar melalui
pengalaman orang lain.

2. Tujuan Pendidikan
Di dalam UU. No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem pendidikan nasional pasal 3
disebutkan tentang tujuan pendidikan yakni mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang
demokratis juga bertanggung jawab.
3. Fungsi Pendidikan
Menurut pendapat Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan
fungsi yang nyata (manifest) yakni sebagai berikut:
a. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
b. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi
kepentingan masyarakat.
c. Melestarikan kebudayaan.
d. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi

Fungsi lain dari lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.

a. Mengurangi pengendalian orang tua terhadap anak-anaknya. Melalui pendidikan,


sekolah orang tua melimpahkan tugas serta wewenangnya dalam mendidik anak kepada
pihak sekolah.
b. Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah mempunyai potensi untuk
menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya
perbedaan pandangan antara sekolah serta masyarakat tentang sesuatu hal, seperti
pendidikan seks serta sikap terbuka.
c. Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan bisa
mensosialisasikan kepada anak-anak didiknya guna menerima perbedaan prestise,
privilise, serta status yang ada dalam masyarakat. Sekolah pun diharapkan menjadi
saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi ataupun paling tidak sesuai
dengan status orang tuanya.
d. Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah bisa pula memperlambat masa
dewasa seseorang sebab siswa masih tergantung secara ekonomi kepada orang tuanya.

Menurut David Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut
Transmisi (pemindahan) kebudayaan.
a. Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
b. Menjamin integrasi sosial.
c. Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
d. Sumber inovasi sosial.
Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan dan kaitannya dengan fungsi
pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan setiap anggota masyarakat agar dapat mencari nafkah sendiri.
b. Membangun mengembangkan minat dan bakat seseorang demi kepuasan pribadi dan
kepentingan masyarakat umum.
c. Membantu melestarikan kebudayaan yang ada di masyarakat.
d. Menanamkan keterampilan yang dibutuhkan dalam keikutsertaan dalam demokrasi

Secara umum, tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan dan mengembangkan


potensi di dalam diri para peserta didik. Dengan pertumbuhan kecerdasan dan potensi diri
maka setiap anak bisa memiliki ilmu pengetahuan, kreativitas, sehat jasmani dan rohani,
kepribadian yang baik, mandiri, dan menjadi anggota masyarakat yang bertanggungjawab.

a. Tujuan Umum ialah tujuan pendidikan yang dirancang secara nasional. Dalam hal ini,
Indonesia mengacu pada Pancasila sebagai landasan pendidikan nasional di Indonesia.
b. Tujuan Institusional ialah tujuan pendidikan yang dicanangkan oleh lembaga
pendidikan tertentu dan menjadi tugasnya untuk diwujudkan.
c. Tujuan Kurikuler ialah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh kurikuler
pendidikan dalam jenjang tertentu melalui bidang studi dan mata pelajaran tertentu.
d. Tujuan Instruksional ialah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh kegiatan belajar
mengajar, yaitu penguasaan materi tertentu.

Secara umum, tujuan pendidikan ialah untuk mencerdaskan dan mengembangkan


potensi peserta didik. Dengan menempuh pendidikan, anak didik diharapkan menjadi
manusia yang memiliki wawasan, pengetahuan, mampu berpikir kritis, memiliki karakter
dan kepribadian yang baik, mandiri, bertanggung jawab, dan bermanfaat baik bagi diri
maupun masyarakat sekitarnya.

Sementara itu, Prof. Sudarwan Danim turut menyumbangkan pemikirannya


mengenai tujuan pendidikan secara akademik, yaitu antara lain:
a. Memaksimalkan potensi kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik;

b. Mewariskan nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi untuk menghindari


kemungkinan tercerabutnya anak-anak bangsa dari identitas dan akar budayanya;
c. Mengembangkan daya atau kemampuan adaptasi peserta didik untuk menghadapi
keadaan di masa depan yang akan terus berubah, sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan

d. Mengembangkan dan meningkatkan tanggung jawab moral peserta didik, meliputi


kemampuan untuk membedakan benar dan salah, dengan semangat dan keyakinan
untuk menegakkan (yang benar).

Tujuan pendidikan juga disebutkan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia,


diantaranya:

1. UU No. 2 Tahun 1985


Tujuan pendidikan menurut UU No. 2 Tahun 1985 adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, memiliki budi pekerti
luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, dan bertanggungjawab terhadap bangsa.

2. UU. No. 20 Tahun 2003


Menurut UU. No.20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
3. MPRS No. 2 Tahun 1960
Menurut MPRS No. 2 Tahun 1960, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang
berjiwa Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan
UUD 1945 dan isi UUD 945.

B. Unsur-Unsur Dalam Pendidikan


Dalam proses belajar mengajar terdapat terdapat dua unsur penting yang saling
berhubungan satu dengan lainnya. Berikut unsur-unsur pendidikan dan penjelasannya.

1. Peserta Didik
Peserta didik adalah mereka yang belajar untuk mendapatkan pendidikan. Namun,
pada praktiknya tenaga pendidik pun mengalami proses belajar sehingga terjadi timbal
balik antara tenaga pendidik dan peserta didik.
2. Tenaga Pendidik
Tenaga pendidik adalah mereka yang memberikan pendidikan atau mentransfer
pengetahuannya kepada peserta didik. Dalam hal ini, tenaga pendidik dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu;

a. Pendidik kodrati, yakni orang tua yang mendidik anak sejak lahir ke dunia.
b. Pendidik profesi, yakni guru atau tenaga pengajar di sekolah, baik di sekolah formal,
non formal, maupun informal.
3. Tujuan Pendidikan
Pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada
peserta didik agar dapat mengetahui atau melakukan hal baru. Misalnya bisa berbicara,
bisa membaca dan menulis, bisa berhitung, dan lain sebagainya.
4. Isi Pendidikan
Dalam hal ini, isi pendidikan mencakup semua yang dilakukan oleh tenaga
pendidik agar peserta didik dapat memenuhi tujuan pendidikan tersebut. Dengan begitu
maka isi pendidikan disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dan juga
kemampuan para peserta didiknya.
5. Metode Pendidikan
Metode pendidikan adalah cara yang dilakukan oleh para tenaga pendidikan
agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Dan tentunya metodenya disesuaikan dengan
kemampuan tenaga pendidik dan juga sarana dan prasarananya.

Setiap metode pendidikan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-


masing. Sehingga dalam proses pendidikan tidak jarang tenaga pendidik mengganti
metodenya dalam proses belajar dan mengajar.

6. Lingkungan Pendidikan

Lingkungan pendidikan adalah semua hal yang berada di sekitar tempat proses
pendidikan dilakukan. Ini mencakup lingungan sosial budaya, gedung tempat
pendidikan, serta lingkungan alam.
C. Manfaat Pendidikan

Untuk memberikan manfaat pendidikan yang lebih praktis, Dr. Amin Kuneifi
Elfachmi memberikan rincian sebagai berikut:
a. Peserta didik mendapatkan ilmu yang akan mereka butuhkan di masa depan;

b. Peserta didik dapat menambah wawasan sehingga berwawasan luas;

c. Melalui kedua hal itu, peserta didik dapat meraih cita-cita yang mereka impikan; dan

d. Menjadi manusia yang memiliki budi pekerti luhur

D. Jenis Pendidikan

Masih menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan


Nasional, tepatnya pada pasal 1 angka 9, jenis pendidikan merupakan kelompok yang
didasarkan atas kekhususan tujuan suatu satuan pendidikan. Pada pasal 15 disebutkan juga
terdapat 7 jenis pendidikan, yaitu sebagai berikut:

1. Pendidikan Umum merupakan pendidikan dasar dan menengah (SD, SMP, SMA)
yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
2. Pendidikan Kejuruan merupakan jenis pendidikan yang bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja pada bidang tertentu.
3. Pendidikan Akademik adalah istilah untuk menyebut pendidikan tinggi (program
sarjana dan pascasarjana) yang tujuannya diarahkan pada penguasaan disiplin ilmu
tertentu.
4. Pendidikan Profesi ialah pendidikan tinggi yang dilakukan setelah menempuh
program sarjana, dan ditempuh dalam rangka menguasai keahlian khusus, untuk
memenuhi persyaratan pekerjaan di dunia kerja.
5. Pendidikan Vokasi merupakan jenis pendidikan tinggi yang bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik agar memiliki pekerjaan dengan keahlian tertentu yang
setara dengan program sarjana.
6. Pendidikan Keagamaan adalah sebutan untuk pendidikan dasar, menengah dan tinggi
yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat menjalankan peran
tertentu yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama tertentu, seperti
menjadi ahli ilmu agama, pastor, kyai, dan sebagainya.

7. Pendidikan Khusus merupakan jenis penyelenggaraan pendidikan yang didesain


secara khusus untuk peserta didik yang mengalami keadaan tidak biasa, seperti
memiliki kecerdasan luar biasa, difabilitas, dan keterbatasan lainnya. Biasanya,
pendidikan khusus diselenggarakan sebagai satuan pendidikan khusus pada tingkat
pendidikan dasar dan menengah dan dilakukan secara inklusif.

E. Pentingnya Pendidikan Bagi Anak-Anak

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia,


terutama bagi anak-anak. Anak-anak yang mendapatkan pendidikan yang baik akan
memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mencapai masa depan yang berhasil.

Pertama-tama, pendidikan memberikan dasar bagi anak-anak dalam


mengembangkan kemampuan dan potensi mereka. Anak-anak yang mendapatkan
pendidikan yang baik akan memiliki kemampuan untuk memahami berbagai konsep
dan ide-ide yang kompleks. Dengan pendidikan, mereka juga dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah.

Selain itu, pendidikan juga dapat membantu anak-anak untuk membentuknilai-


nilai positif dan sikap yang baik. Melalui pendidikan, anak-anak dapat belajar tentang
pentingnya menghormati orang lain, bertanggung jawab, disiplin, dan berbagai nilai
sosial lainnya. Hal ini dapat membantu anak-anak menjadi individu yang lebih baik dan
membantu mereka untuk hidup dalam masyarakat dengan lebih baik.

Pendidikan juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk


mengembangkan jaringan sosial dan hubungan dengan orang lain. Di sekolah, anak-
anak dapat bertemu dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda-beda dan
belajar untuk bekerja sama dengan mereka. Hal ini dapat membantu mereka untuk
memperluas wawasan dan pemahaman mereka mengenai dunia.
Selain itu, pendidikan juga dapat membantu anak-anak untuk mencapai potensi
akademik mereka. Anak-anak yang mendapatkan pendidikan yang baik akan memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang
lebih tinggi seperti perguruan tinggi. Hal ini dapat membuka pintu untuk berbagai
kesempatan dan membantu mereka untuk mencapai tujuan dan impian mereka.

Tidak hanya itu, pendidikan juga dapat membantu anak-anak untuk


meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasi mereka. Dalam lingkungan sekolah,
anak-anak akan terus berinteraksi dengan orang lain dan berbicara dalam kelompok.
Hal ini dapat membantu mereka untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan
komunikasi mereka, yang akan membantu mereka dalam berbagai aspek kehidupan di
masa depan.

Selain manfaat di atas, pendidikan juga dapat membantu anak-anak untuk


meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Dalam lingkungan sekolah, anak-
anak akan belajar tentang pentingnya menjaga kesehatan mereka dan mempraktikkan
gaya hidup sehat. Hal ini dapat membantu mereka untuk mencegah berbagai penyakit
dan menjaga kesehatan mereka pada masa depan.

Maka dari itu, tak salah bila kita sebut pendidikan sangat penting bagi anak-
anak. Anak-anak yang mendapatkan pendidikan yang baik akan memiliki kesempatan
yang lebih besar untuk mengembangkan potensi mereka, membentuk nilai-nilai dan
sikap yang baik, serta mencapai tujuan dan impian mereka. Oleh karena itu, pendidikan
harus dianggap sebagai prioritas utama bagi masyarakat untuk memastikan bahwa anak
dapat berhasil di kemudian hari.

F. Faktor Penting Keberhasilan Pendidikan

Untuk membuat pendidikan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Berikut ini adalah beberapa faktor penting yang dapat membantu dalam keberhasilan
pendidikan.

1. Kualitas Guru
Guru yang berkualitas merupakan kunci keberhasilan pendidikan. Guru yang
kompeten dan terlatih dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan
dan potensi mereka secara maksimal. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
meningkatkan kualitas dan ketersediaan guru yang berkualitas.
2. Kurikulum yang Tepat
Kurikulum yang tepat dan relevan sangat penting dalam pendidikan. Kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman dapat membantu siswa untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan di masa depan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan evaluasi dan perubahan pada kurikulum secara berkala.

3. Fasilitas dan Infrastruktur yang Memadai

Fasilitas dan infrastruktur yang memadai sangat penting dalam menciptakan


lingkungan belajar yang kondusif. Fasilitas seperti gedung sekolah yang aman dan
nyaman, laboratorium, perpustakaan, dan internet yang cepat dan terjangkau dapat
membantu siswa untuk memperoleh pengalaman belajar yang lebih baik.

4. Penggunaan Teknologi dalam Pembelajaran

Penggunaan teknologi dapat membantu dalam meningkatkan efektivitas dan


efisiensi pembelajaran. Teknologi seperti komputer, internet, dan perangkat mobile
dapat membantu siswa untuk memperoleh akses ke sumber belajar yang lebih banyak
dan beragam.

5. Kerja Sama antara Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat

Kerja sama yang baik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat
membantu dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif dan kondusif. Melalui
kerjasama yang baik, siswa dapat memperoleh dukungan dan motivasi yang diperlukan
untuk mencapai tujuan mereka.

6. Penilaian yang Adil dan Akurat


Penilaian yang adil dan akurat dapat membantu dalam memastikan bahwa siswa
memperoleh hasil yang memadai dari pengalaman belajar mereka. Penilaian yang tepat
dapat membantu siswa untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan mereka serta
memberikan umpan balik yang positif untuk meningkatkan kemampuan mereka.

7. Pendidikan yang Inklusif

Pendidikan yang inklusif harus memperhatikan kebutuhan individu dan


memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar.
Pendidikan yang inklusif dapat membantu siswa dari latar belakang yang berbeda- beda
untuk mencapai potensi mereka secara maksimal.

Dengan begitu, untuk membuat pendidikan berhasil, perlu diperhatikan faktor-


faktor seperti kualitas guru, kurikulum yang tepat, fasilitas dan infrastruktur yang
memadai, penggunaan teknologi dalam pembelajaran, kerjasama antara keluarga,
sekolah, dan masyarakat, penilaian yang adil dan akurat, serta pendidikan yang inklusif.

LATIHAN

1. Kenapa pendidikan harus memiliki suatu tujuan?


2. Apa saja jenis jenis tujuan pendidikan?
3. Apa pengertian pendidikan menurut para ahli?
4. Sebutkan faktor faktor apa saja yang mempengaruhi pendidikan?
5. Apakah seseorang yang berpendidikan harus sekolah tinggi?
BAB II

BATAS-BATAS PENDIDIKAN

A. Pengertian Batas-Batas Pendidikan

Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari manusia. Pendidikan sebagai sebuah kegiatan,
proses, hasil, dan ilmu, pada dasarnya adalah usaha sadar yang dilakukan manusia seumur
hidup (life long education) guna memenuhi kebutuhan hidup. Berbagai potensi dasar atau fitrah
sebagaimana diuraikan di atas harus ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui
proses pendidikan seumur hidup.

Pendidikan seumur hidup, mempunyai ruang lingkup sepanjang kehidupan manusia.


Artinya seluruh kegiatan pendidikan berlangsung seumur kehidupan manusia dan juga
berlangsung dimana saja. Jangka waktu dan tempat kegiatan pembelajaran mencakup dan
memadukan semua tahapan pendidikan dan tidak berhenti pada seluruh kegiatan pendidikan
masa persekolahan saja. Jadi, pendidikan seumur hidup meliputi semua pola kegiatan
pendidikan baik formal, informal, maupun nonformal, baik kegiatan belajar yang terencana
maupun yang bersifat insidental.

Jika kita mempersoalkan batas-batas pendidikan, maka yang dimaksudkan adalah


pembatasan nyata dari proses pendidikan dalam jangka waktu tertentu.Seperti pada pendapat
langeveld tentang batas-batas pendidikan pada prinsifnya sejasan dengan pandangan tentang
tingkatan atau periode-priode perkembangan anak seperti yang dikemukakan oleh Prof.
Kohnstanm dan Charlote Buhler.

B. Batas-Batas Awal Pendidikan

Batas-batas awal pendidikan yaitu batas dimana pendidikan itu dimulai. Beberapa
pendapat mengenai batas awal pendidikan:

a. Langeveld

Menurut Langeveld pendidikan itu dimulai saat anak mengenal kewibawaan, yang
dimaksud kewibawaan adalah adanya penurutan secara sukarela dari pihak anak didik pada
pendidikannya atas dasar keinsyafan dan tidak bersifat paksaan. Sebelum anak mencapai
umur tiga tahun anak belum mengenal kewibawaan itu walaupun ia menurut pada perintah
atau larangan orang tuanya (pendidik), tetapi penurutan ini tidak atas dasar keinsyafan.

b. Pendapat J. J. Rousseau

Menurut J. J. Rousseau batas pendidikan ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan


bersifat negative(batas awal) dalam arti bertugas membiarkan saja perkembangan anak,
pendidik jangan ikut campur dalam perkembangannya, ini dimulai sejak anak lahir hingga
umur 12 tahun.

c. Al-Abdori

Menyatakan bahwa anak dimulai di didik dalam arti sesungguhnya setelah berusia 7
tahun, oleh karena itu beliau mengeritik orang tua yang menyekolahkan anaknya pada usia
yang masih terlalu muda, waktu sebelum usia 7 tahun.

d. Dr. Asma Hasan Fahmi

Mengemukakan bahwa dikalangan ahli didik Islam berbeda pendapat tentang kapan
anak mulai dapat di didik sebagian diantara mereka mengatakan setelah anak berusia 4 tahun.

e. Athiyah Al-‘Abrasy

Mengatakan anak di didik itu dimulai setelah anak berusia 5 tahun, yaitu dengan
membaca Al-Qur’ an, mempelajari Sya’ ir, sejarah nenek moyang dan kaumnya, mengendarai
kuda dan memanggul senjata.

f. Zakiyah Derajat

Meninjau dari segi psikologi, beliau menjelaskan bahwa usia 3-4 tahun dikenal sebagai
masa pembangkang. Dari segi pendidikan justru pada masa itu terbuka peluang ketidak patuhan
yang sekaligus merupakan landasan untuk menegakkan kepatuhan yang sesungguhnya. Setelah
itu anak mulai memiliki kesadaran batin atau motivasi dalam perilakunya. Di sini pula mulai
terbuka penyelenggaraan pendidikan artinya sentuhan – sentuhan pendidikan untuk menumbuh
kembangkan motivasi anak dalam perilakunya kearah-arah tujuan pendidikan.
Pendididkan itu dimulai dengan pemeliharaan yang merupakan persiapan kearah
pendidikan yang nyata, yaitu pada minggu dan bulan pertama seorang anak dilahirkan,
sedangkan pendidikan sesungguhnya baru terjadi kemudian.

Pada pendidikan yang sesungguhnya dari anak dituntut pengertian bahwa ia harus
memahami apa yang dikehendaki oleh pemegang kewibawaan dan menyadari bahwa hal yang
di ajarkan adalah perlu baginya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa diri utama dari
pendidikan yang sesungguhnya ialah adanya kesiapan interaksi edukatif antara pendidik dan
terdidik.Oleh karena itu manusia seyogyanya dibimbing dan diarahkan sejak awal
pertumbuhannya agar kehidupannya berjalan mulus. Bimbingan yang dilakukan sejak dini
mempunyai pengaruh amat besar sekali bagi kehidupan masa dewasa.

Dalam pendidikan juga terdapat batas-batas antara lain :

a. Batas-batas pendidikan pada peserta didik :Peserta didik sebagai manusia dapat memiliki
perbedaan, dalam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan
sebagainya. Tidak semua peserta didik memiliki IQ, EQ, dan SQ yang sama
mereka berbeda-beda. Meskipun demikian batas ini belum buntu. Dengan segala
keterbatasan peserta didik mereka masih bisa menjadi pribadi yang luar biasa.
b. Batas-batas pendidikan pada pendidik :Sebagai manusia biasa, pendidik memiliki
keterbatasan-keterbatasan. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah
keterbatasan itu dapat ditolerir atautidak. Keterbatasan yang dapat ditolerir ialah apabila
keterbatasan itu menyebabkan tidak dapat terwujudnya interaksi antara pendidik dan
pesertadidik, misalnya pendidik yang sangat ditakuti oleh peserta didik sehingga
tidakmungkin peserta didik datang berhadapan dengannya. Pendidik yang tidak tahuapa
yang akan menjadi isi interaksi dengan peserta didik, akan menjadikan kekosongan dan
kebingungan dalam interaksi. Serta pendidik yang bermoral, termasuk yang tidak dapat
ditolerir, karena pendidikan pada dasarnya adalah usaha yang dilandasi moral.
c. Batas-batas pendidikan dalam lingkungan:Lingkungan dan sarana pendidikan merupakan
sumber yang dapat menentukan kualitas dan berlangsungnya usaha pendidikan.
d. Batas-batas pendidikan dalam sarana pendidikan :Penunjang lain yang sebenarnya hampir
menjadi kebutuhan primer dalam proses pembelajaran adalah sebuah media. Tetapi
terkadang media-media yangterbatas menyebabkan proses pembelajaran kurang
maksimal.
C. Batas-Batas yang Mempengaruhi Pendidikan
Dalam pelaksanaaan sebuah Pendidikan ada hal-hal yang membatasi.Batas-batas
Pendidikan dapat di artikan sebagai ketidak mampuan atau ketidak berdayaan Pendidikan
dalam melakukan tugas-tugas Pendidikan.Batas-batas yang mempengaruhi Pendidikan adalah
sebagai berikut:
1. Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab membimbing seorang anak
untuk mencapai kedewasaannya.Yang di maksud pendidik disini adalah orang tua dan
guru,keduanya memiliki peran yang sangat penting membantu proses pencapaian
kedewasaan anak.Orang tua tentu saja memegang peran utama dalam proses ini,karena
orang tua merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak untuk berinteraksi
dengan Pendidikan Ketika anak berada disekolah,orang tua memiliki keterbatasan dalam
melakukan Pendidikan terhadap anak.Untuk itulah guru melakukan peran pengganti
sebagai orang tua yang akan melaksanakan Pendidikan bagi anak disekolah.
2. Aspek pribadi anak didik
Anak didik adalah sosok manusia/individu. Menurut Abu Ahmadi “Individu adalah
orang yang tidak tergantung pada orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang
menentukan diri sendiri dan tidak dapat dipaksa dari luar, mempunyai sifat-sifat dan
keinginan sendiri”. Kondisi inilah yang membatasi sebuah pendidikan.Berhasil atau
tidaknya suatu pendidikan, sangat tergantung pada seberapa jauh anak didik mampu
menerima pendidikan yang diberikan.Anak didik harus diakui keberadaannya.Mereka
tidak bisa begitu saja diperintah untuk mengikuti keinginan kita. Kita harus dapat
memasuki dunia mereka, sehingga kita dapat mengetahui apa yang mereka inginkan dan
mereka sukai. Dengan demikian proses pendidikan akan bisa berlangsung dengan baik dan
dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
3. Alat pendidikan
Alat pendidikan merupakan suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja
diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.Alat pendidikan digunakan untuk
mendidik anak secara pedagogis. Misalnya jika seorang ibu membersihkan dan merapikan
rumah setiap hari dalam rangka memberikan kenyamanan bagi keluarganya, maka ia telah
menyediakan lingkungan pendidikan (keluarga). Jika ibu ini menggunakan kegiatan
membersihkan rumah ini untuk menasehati anaknya agar menjaga kebersihan karena
merupakan bagian dari keimanan, maka memberikan nasehat merupakan alat pendidikan,
dan kondisi rumah yang bersih merupakan alat bantu pendidikan.
Alat pendidikan menurut langeveld dipilih atas empat aspek :
a. Berhubung dengan tujuan pendidikan
b. Orang tua yang akan menggunakan alat tersebut
c. Bahan perantara (medium) tempat pemakaian alat itu ditunjukkan, berhubungan dengan
jenis bahan objek, yang hendak diolah untuk mencapai tujuan.
d. Berhubungan dengan pertanyaan, apakah akibat dari penggunaan alat tersebut.

Selanjutnya langeveld (1980) pengelompokan lima jenis alat pendidikan yaitu :


a. Perlindungan
Perlindungan merupakan aspek pertama dalam melakukan pendidikan. Sebagai
pendidik tentu saja kita harusa mampu memberikan perlindungan pada anak didik kita,
karna tanpa semua itu anak tidak akan mau diajak dalam proses pendidikan. Perlindungan
tersebut tidak hanya bersaifat fisik akan tetapi secara fsikisnya juga. Namun karena anak
itu paling tidak bisa dilarang oleh karena itu sebagai pendidik kita harus memberikan
perlindungan dalam bentuk pengawasan yang baik.
b. Kesepahaman
Kesepahaman ini terjadi saat guru menjadi contoh untuk anak didiknya dengan
memperhatikan secara tidak langsung, anak akan meniru apa yang gurunya lakukan. Tapi
tetap saja kesepahaman ini bisa terjadi jika anak sudah merasa aman jika sedang bersama
gurunya. Dari sinilah kita bisa melihat bahwa alat pendidikan ini berhasil membawa anak
untuk mengikuti apa yang gurunya lakukan,tentu saja peniruan untuk melakukan
kesepahaman ini haruslah bersifat positif.
c. Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan
Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan ini ialah berupa tanggung jawab.
Misalnya saat sedang bermain seorang guru hendaknya memberikan kepercayaan pada
anak didiknya agar anak didiknya mempunyai tanggung jawab dalam menyelesaikan
semua tugasnya.
d. Perasaan bersatu
Perasaan bersatu ini akan timbul karena interaksi yang berlangsung antara pendidik
dan anak didik yang terus menerus. Misalnya karena kebiasaan pendidik dan anak didik
yang selalu bersama-sama setiap hari disekolah dalam melewati pelajaran itu akan
membentuk kenyamanan pada diri anak yang membuat perasaan bersatu itu muncul pada
diri keduanya.
e. Pendidikan karena kepentingan diri sendiri
Pedidikan karena kepentingan diri sendiri, berarti pad saat itu si anak sudah menyadari
bahwa dirinya mempunyai kesadaran bahwa dirinya sudah mampu membentuk
karakternya sendiri. Tugas seorang pendidik disini ialah memberikan tanggung jawab
sepenuhnya kepada anak didik untuk melaksanakan tugas sesuai keinginan hatinya.
4. Waktu pelaksanaan
Pada saat anak usia dini, hubungan anak dengan pendidik belum disebut sebagai
kegiatan pendidikan melainkan baru dalam proses/taraf pembiasaan. Karena anak usia dini
masih bersifat serba menerima, mereka belum memahami apa itu perintah, aturan, norma
dan lain sebagainya. Kegiatan pembiasaan tersebut merupakan langkah awal yang
dilakukan oleh pendidik untuk mencapai kedewasaan seorang anak atau disebut juga
dengan pendidikan pendahuluan.Perbedaan pendidikan pendahuluan dengan pendidikan
sebenarnya adalah ketika terjadi hubungan wibawa antara pendidik dan anak didik. Jadi
pendidikan yang sebenarnya bukan merupakan kebiasaan melainkan terjadi ketika
hubungan wibawa itu ada, ketika anak telah mampu menerima petunjuk dan perintah
bukan hanya atas dasar ikut-ikutan atau meniru orang lain.
5. Aspek tujuan
Tujuan pendidikan adalah mengantarkan anak untuk mencapai kedewasaan.Tujuan
pendidikan dibagi kedalam 2 tujuan, secara mikro dan makro.Tujuan pendidikan secara
mikro adalah untuk menjadikan anak didik menjadi dewasa.Sedangkan secara makro yaitu
menyiapkan manusia supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan bangsanya.
Anak dikatakan mencapai kedewasaannya apabila dia sudah bisa dan mampu berdiri
sendiri tanpa bantuan orang lain baik secara biologis, psikologis, ekonomi dan sosial.
6. Aspek lingkungan
Lingkungan tempat dimana kita bertempat tinggal dan mendapatkan pendidikan
merupakan lingkungan pendidikan. Lingkungan disekitar anak dapat dibedakan menjadi
4 macam:
a) Lingkungan alam fisik
Lingkungan ini merupakan lingkungan berupa alam disekitar kita seperti tumbuhan,
hewan, udara, rumah dan lain-lain.
b) Lingkungan budaya, berupa kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, adat istiadat,
bahasa, seni dan lain-lain.
c) Lingkungan sosial, berupa hubungan interaksi antar individu yang hidup bermasyarakat
dan saling membutuhkan satu sama lain, termasuk didalamnya tentang sikap, perilaku,
norma antar setiap individu.
d) Lingkungan spiritual, berupa lingkungan agama, keyakinan yang dianut masyarakat
yang ada disekitar kehidupan dia.

Manakala faktor-faktor tersebut, ada yang tidak mendukung, maka disitulah sering
terjadi kendala bagi diberlangsungkannya proses pendidikan. Sebagai contoh bakat dan
minat anak yang tidak ada pada suatu bidang ajar, atau intelejensi anak yang rendah untuk
materi ajar yang memerlukan kecerdasan, atau kondisi fisik anak yang tidak mendukung
untuk mata ajar yang memerlukan kesempurnaan fisik, atau psikis anak yang labil, atau
back ground anak dari keluarga yang tidak mampu, broken home, berasal dari masyarakat
yang tidak peduli terhadap pendidikan, atau lingkungan sekolah yang diselenggarakan
berada jauh dibawah ukuran standard (baik manajemen, pembelajaran dan fasilitasnya),
maka semuanya itu menjadi pembatas bagi dilangsungkannya pendidikan bagi anak
tersebut.

7. Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan


a) Keharusan Pendidikan
Didalam kehidupan manusia selalu mengalami kenaikan dan penurunan hidup,
melakukan tindakan yang salah dan tindakan yang benar, dan melakukan kehidupan
bermasyarakat dengan baik. Dalam hal itu, agar manusia bisa mendidik dirinya sendiri,
manusia perlu diarahkan agar menjadi manusia yang ideal atau manusia yang seutuhnya. Yang
bisa membedakan mana yang salah dan yang benar, agar bisa menempatkan sikap yag baik
dalam hidup bermasyarakat, mematuhi nilai dan norma juga kebudayaan dimasyarakat,dan
agar bisa mendidik dirinya untuk mencapai tujuan kehidupannya maka manusia harus
mengalami pendidikan agar hidupnya lebih terarah.
Menurut Dewey (Abdurahman, 2009:13) salah seorang tokoh aliran filsafat Pragmatisme atau
instrumentalisme dalam bukunya mengemukakan bahwa ‘penekanan pada pentingnya
pendidikan karena berdasarkan tiga pokok pemikiran, yaitu (1) pendidikan merupakan
kebutuhan untuk hidup, (2) pendidikan sebagai pertumbuhan, dan (3) pendidikan sebagai
fungsi sosial.’
Pendidikan adalah salah satu kebutuhan untuk hidup merupakan hal penting yang
melandasi keharusan dalam pendidikan. Dilihat dari fungsinya pendidikan akan sangat
berguna untuk menjadi bekal dan tolak ukur dalam menjalani kehidupan, baik secara individu
maupun dalam bersosialisasi dimasyarakat.selain itu pendidikan juga berfungsi sebagai salah
satu perjalanan dalam mencapai tujuan hidup kita yaitu kedewasaan. Dalam proses
pertumbuhan hidup kita pun dipengaruhi oleh pendidikan. Dalam proses kita tumbuh beranjak
menuju tingkat kedewasaan lebih tinggi manusia pun tak lepas dari pendidikan sebagai sarana
dalam proses tumbuh dan kembangnya seorang manusia. Karena itu pendidikan penting
sebagai pertumbuhan. Sedangkan dalam fungsi sosial pendidikan mempunyai perannya
tersendiri. Pendidikan selalu mengajarkan kita bagaimana bertingkahlaku dengan masyarakat,
bagaimana kita mematuhi nilai, norma dan kebudayaan masyarakat, dan bagaimana kita selalu
menyeimbangkan antara kehidupan individu sebagai manusia dan kehidupan bersosialisasi
dengan masyarakat. Oleh karena itu manusia harus dididik sebagai salah satu hal penting dalam
fungsi sosial.
Ada beberapa faktor yang menjadi acuan mengapa anak diharuskan untuk
mendapatkan pendidikan. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Anak diahirkan dalam keadaan tidak berdaya
Dari sudut pandang ank, pendidikan adalah keharusan dan kebutuhan bagi anak.
Karena anak lahir dengan keadaan belum bisa melakukan apapun sehingga butuh bimbingan
dan didikan agar anak bisa mencapai kedewasaannya dan tidak menggantungkan diri pada
orang lain sebagai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Dengan demikian pendidikan sangat
dibutuhkan oleh anak baik dari orang tua, lingkungan, dan guru disekolahnya, agar anak bisa
memiliki bekal kepribadian, moral, pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang hidupnya
kelak.
Dari sudut pandang orang tua juga pendidikan merupakan hal yang sangat penting
karena ada rasa tanggung jawab dan kasih sayng kepada anaknya agar bisa bertahan dimasa
yang akan datang tanpa menggantungkan diri pada orang lain. Secara naluriah orang tua telah
mendidik anak dari anak itu lahir hingga dia bisa mendidik dirinya sendiri. Karena rasa
tanggung jawab dan kasih sayang tersebut.
2. Anak lahir tidak langsung dewasa
Dalam proses pendewasaan atau untuk menjadi dewasa memerlukan waktu yang
lama. Dimasa modern ini kedewasaan sangat lebih kompleks, beda dengan zaman terdahulu.
Ketika zaman terdahulu mungkin anak usia 12 tahun keatas sudah bisa berkeluarga karena
dianggap telah dewasa, sedangkan dizaman modern seperti sekarang ini kedewasaan lebih
diperluas lagi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.
Untuk melanjutkan atau melewati masa dewasa anak harus dipersiapkan dengan
sebaik mungkin, bekal ilmu-ilmu penunjang kedewasaan itu diperoleh dari pendidikan.
3. Manusia sebagai makhluk sosial
Hakikat seorang manusia adalah sebagai makhluk sosial. Mereka hidup saling
menguntungkan satu sam lain. Manusia senang hidup bersama orang lain karena manusia
adalah makhluk sosial, mereka bisa saling mempengaruhi, membentuk pola prilaku, dan
karakternya, menanamkan nilai dan norma, dan aturan-aturan dimasyarakat, sehingga manusia
memerlukan pendidikan untuk mengarahkan kepada tujuan manusia itu sendiri yaitu mencapai
kedewasaan.
4. Manusia sebagai makhluk individu yang berdiri sendiri
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial tapi tetap saja manusia merupakan
makhluk individu yang memiliki kepribadian dan karakter masing-masing. Mereka hidup
bersama namun tetap antar individu.
Karena sikap, kepribadian, dan karakter setiap individu yang berbeda-beda, maka
mereka perlu dididik untuk dapat belajar hidup dengan individu lain.
5. Manusia sebagai makhluk yang dapat bertanggung jawab
Manusia merupakan makhluk yang bertanggung jawab, karena pada dasarnya setiap
tindakan yang dilakukan harus dipertanggung jawabkan dengan menerima konsekuensinya.
Sebagaimana dalam tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka manusia pun harus dididik
untuk mencapai kedewasaan itu.
Salah satu bentuk kedewasaan adalah dilihat dari sikap manusia. Apabila tanggung
jawab ini tidak dimiliki oleh manusia, maka kehidupan tidak akan tenang karena semua
manusia akan melakukan tindakan sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa memikirkan
kepentingan orang lain.
6. Sifat manusia dan kemungkinan terjadinya pendidikan
Seperti yang dijelaskan dalam aspek yang akan dipelajari seumur hidup kita adalah
kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam psikomotorik saat anak masih dalam usia dini yaitu
antara 2 tahun sampai 6 tahun, mereka belum memiliki kesadaran akan kekurangannya, pada
saat itu anak cenderung akan menirukan dan berbuat sesuatu. Contohnya ketika seorang kaka
sedang mengerjakan tugas kemudian adiknya tiba-tiba memperhatikan kakaknya yang sedang
mengerjakan tugas. Sang adik mengambil alat tulisnya dan kemudian mengikuti apa yang
kakaknya kerjakan. Lalu kakaknya mengajarkan adiknya memegang pensil yang benar dan
mengajarkan menulis, walaupun yang diajarkan hanya garis atau coretan-cooretan sederhana.
Dari contoh diatas, seorang kakak yang mengajarkan adiknya menulis itu belum
merupakan pendidikan yang sebenarnya. Karena anak belum paham apa yang diperintahkan
atau apa yang dilakukannya. Maka dari itu yang dilakukan oleh kakak tadi bukan merupakan
suatu pendidikan, melainkan suatu pelatihan.
Dengan sifat anak yang suka meniru perilaku atau sikap orang lain, suka bermain dan
menerima perintah dari orang lain, maka orang tua harus membimbing dan mendidik anaknya.
Pendidik harus senantiasa memberikan contoh bagi anak didiknya dan memberikan pengaruh-
pengaruh perilaku yang positif untuk kedewasaannya.

b) Kemungkinan Dididik
Pada manusia ada hal-hal yang didapat secara alami dan ada pula ynag didapat secara
proses pendidikan. Hal-hal yang didapatkan secara alami contohnya adalah jenis kelamin,
bakat dan watak dari setiap individu. Sedangakan hal-hal yang didapat dari proses pendidikan
contohnya pembentukan kepribadian, sikap, norma dan lain-lain. Setiap manusia itu bersifat
unik, kemungkinan dididik itu tercapai apabila tidak dapat dikembangkan lagi kehidupan
rohaninya khususnya kehidupan moralnya.
Menurut suyitno (http://fatamorghana.wordpress.com/2009/04/11/esensi-pendidikan)
menyatakan bahwa “ada enam prinsip yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat
dididik, yaitu prinsip potensialitas, prinsip dinamika, prinsip individualitas, prinsip sosialitas,
prinsip moralitas, dan prinsip Keberagamaan atau religiusitas.”

1) Prinsip Potensialitas
Pendidikan bertujuan untuk mencapai kedewasaan. Salah satunya adalah untuk mencapai
manusia yang ideal yaitu manusia yang dapat mengambangkan seluruh potensi yang ada dalam
dirinya, manusi yang bertakwa, berakhlak, cerdas, dan lain-lain. Manusia juga memilikpotensi
yang beraneka ragam potensi berbuat baik, mematuhi norma, potensi ilmu, karya dan lain
sebagainya. Oleh sebab itu manusia akan dapat dididik karena manusia memiliki potensi untuk
menjadi manusia yang ideal.
2) Prinsip Dinamika
Pendidik diharapkan membantu peserta didik agar mampu mencapi kedewasaannya dan
menjadi manusia ideal. Sedangkan manusia itu sendiri memiliki dinamika untuk mencapai
manusia yang ideal. Manusia selalu tidak pernah puas, ia selalu mengejar apa yang menjadi
keinginannya. Ia selalu berusaha untuk menjadi manusia yang ideal baik secara
keimanan pada Tuhannya maupun antar sesama manusia. Karena itu dinamika manusia
menjadikan bahwa manusia dapat dididik.
3) Prinsip Individualitas
Pendidikan merupakan upaya membantu peserta didik agar mampu menjadi dirinya
sendiri. Disamping itu peserta didik adalah seorang individu yang memiliki karakter yang
bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri. Oleh karena itu, individualitas
menjadikan bahwa manusia akan dapat dididik.
4) Prinsip Sosialitas
Pendidikan berlangsung dalam interaksi antar pendidik dan peserta didik. Melalui
interaksi tersebut pengaruh pendidikan disampaikan pendidik dan diterima peserta dididik.
Hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, mereka hidup bersama dalam bermasyarakat.
Dalam kehidupan bersama ini akan terjadi huhungan timbal balik di mana setiap individu akan
menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, sosialitas menjadikan bahwa
manusia akan dapat dididik.
5) Prinsip Moralitas
Pendidikan dilaksanakan berdasarkan sistem norma-norma dan nilai yang berlaku
dimasyarakat. Di samping itu, pendidikan bertujuan agar manusia mempunyai akhlak yang
mulia dan berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dimasyarakat.Manusia
mampu membedakan yang baik dan yang buruk. Oleh sebab itu, dimensi moralitas menjadikan
bahwa manusia akan dapat dididik.
6) Prinsip Keberagamaan/religiusitas
Umat beragama selalu meyakini bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah
diciptakan Tuhan Yang Maha Esa. Agama yang diyakini seseorang, akan menjadi suatu acuan
berfikir dan berbuat yang sesuai dengan hukum-hukum agama, dan ini menuntun,
mengembangkan seluruh proses kehidupan manusia dan aspek sosial serta moral dalam
kehidupan di masyarakatnya. Atas dasar tersebut, jelas kiranya bahwa manusia akan
dapatdididik.

c) Nativisme
Menurut teori nativisme, anak yang baru lahir telah memiliki bakat, potensi dan sifat-
sifat tertentu yang sangat menentukan terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut.
Pendidikan lingkungan tidak berpengaruh apa apa terhadap perkembangan anak tersebut.
d) Empirisme
Menurut teori empirisme yang di pelopori oleh Jhon Locke, anak dilahirkan
diumpamakan sebagai kertas putih yang bersih, anak tidak memiliki bakat dan pembawaan
apa-apa. Teori ini disebut teori tabularasa
Lingkungan adalah faktor terpenting dalam pembentukan karakter dan kepribadian juga
potensi dirinya, anak dapat dibentuk sesuai dengan kehendak pendidiknya.

e) Naturalisme
Teori ini diperkenalkan oleh Rousseau, beliau mengatakan bahwa semua anak
mempunyai pembawaan baik, lingkungan yang akan merusak pembawaan baik mereka.
Menurut teori ini pendidikan yang diberikan akan merusak perkembangan baik anak tersebut.
f) Konvergensi
Teori ini menyebutkan bahwa pembawaan dan lingkungan pendidikan merupakan
proses yang mendukung perkembangan anak. Pembawaan dan pendidikan lingkungan
keduanya harus saling seimbang antara satu sama lain.
g) Tut wuri handayani
Konsep pendidikan ini dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara. Menurut beliau karakter
yang menjadi karakter seseorang akan sangan dipengaruhi oleh pembawaan dan
lingkungannya, tergantung mana yang lebih dominan dalam mempengaruhi perilaku seseorang
tersebut. Tut wuri handayani berasal dari bahasa jawa. Konsep pendidikan tersebut lebih
lengkap dengan ing ngarso sung tulodo ing madya mangun karso tut wuri handayani.
Arti dari penggalan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah Ing ngarso =
didepan, sung = memberi, tulodo = contoh. Jadi pendidik harus berada didepan sebagai contoh
yang baik terhadap anak didiknya. Ing madya = di tengah-tengah, mangun = membangun, karso
= kemauan, pendidik bersama-sama berdiri ditengah-tengah anak didiknya agar senantiasa
mendorong kemauan anak didiknya. Dan tut wuri = mengikuti dari belakang, handayani =
memotivasi, pendidik diharapkan dapat melihat dan menemukan potensi yang ada pada diri
anak didik. Jadi pendidikan menurut ki Hajar Dewantara adalah hasil interaksi antara
pembawaan dan potensi dengan bakat yang dimiliki anak. Pendidik memiliki peran aktif dalam
membimbing perkembangan dan potensi anak.
D. Batas-Batas Akhir Pendidikan

Sebagaimana sulitnya menetapkan kapan sesungguhnya pendidikan anak berlangsung


untuk pertama kalinya, begitu pula sulitnya menentukan kapan pendidikan itu berlangsung
untuk terakhir kalinya. Kesulitan tersebut berkaitan erat dengan kesukaran menentukan masa
kematangan. Seorang anak dalam hal-hal lain kadang-kadang masih tetap menunjukkan sikap
kekanak-kanakan. Disamping itu masih dapat ditambahkan pula bahwa lingkungan dan
keadaan kehidupan seseorang turut mempengaruhi percepatan atau tempo proses
kematangnnya. Kenyataan-kenyataan itu tidak memberi peluang untuk dapat menentukan pada
umur berapa pendidikan manusia harus berakhir.

Sehubungan dengan itu, perlulah suatu kehati-hatian kalau juga ingin mengatakan
bahwa sepanjang tatanan yang berlaku proses pendidikan itu mempunyai titik akhir yang
bersifat alamiah, titik akhir bersifat principal dan tecapai bila seseorang manusia muda itu dapat
berdiri sendiri dan secara mantap mengembangkan serta melaksanakan rencana sesuai dengan
pandangan hidupnya. Ia telah memiliki kepahaman terhadap segala pengaruh yang menerpa
kehidupan batiniyahnya dengan berpegang dan mengembalikiannya pada dasar- dasar
pedoman hidup yang kokoh. Pada kondisi yang disebutkan diatas, pendidikan sudah tidak
menjadi masalah lagi, ia telah dapat mendidik dirinya sendiri. Untuk menetapkan batas akhir
pendidikan perlu adanya criteria, bolehkah pendidikan diakhiri atau belum, antara lain :

1. Telah dapat bertindak secara merdeka untuk mandiri pribadi secara susila dan social

2. Telah sanggup menyambut dan merebut kedewasaan

3. Telah berani dan dapat memikul tanggung jawab

E. Faktor-Faktor yang Membatasi Kemampuan Pendidikan

1. Faktor anak didik

Arti anak didik dalam pengertian pendidikan pada umumnya ialah tiap orang
atau sekelompok orang yang menerima pengaruh dan sesorang atau sekelompok orang
yang menjalankan kegiatan pendidikan. Tetapi yang dimaksud dengan factor anak didik
menurut Binti Maunah ialah semua potensi yang ada dalam hal ini anak untuk menerima
kemungkinan-kemungkinan perangsang dari luar. Dalam hal ini semua anak itu
mempunyai potensi sendiri-sendiri yang dinamakan perlengkapan
dasar maupun perlengkapan ajar. Setiap anak potensi tersebut berbeda, baik dalam segi
kualitasnya atau dalam segi bidang-bidang potensinya.

Menurut hukum Konformitet bahwa setiap orang mempunyai batas-batas pola


umum yang karena kodratnya telah ditentukan. Pendidikan tidak dapat memperlakukan
anak didik sampai diluar batas pola umum itu. Hukum konformitet memberikan
pengertian juga bahwa cirri-ciri dan sifat individu dapat berubah-ubah akibat dari
pengaruh lingkungan hidup, akan tetapi pengaruh itu dibatasi oleh sifat- sifat dasar
individu, sehingga lingkunag itu tidak dapat mengubah individu manjadi makhluk
diluar jenisnya.

2. Faktor si pendidik

Kalau anak didik dikatakan pihak yang membutuhkan pendidikan, maka


pendidikan adalah disebut pihak yang memberikan pendidikan. Dalam memberikan
pendidikan atau menyadarkan Approach kepada anak seorang pendidik mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda dan dengan metode, gaya yang mungkin berlainan.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan dan kelainan-kelainan dari seorang pendidik
dengan lainnya, akan kemungkinan utnuk memberikan hasil-hasil pendidikan yang juga
berbeda.

Oleh sebab itu, factor kemampuan pendidik dengan metode, gaya yang
dipergunakan dalam memberikan pendidikan atau mengapproach anak juga ikut
menentukan hasil-hasil yang akan dicapai oleh satu usaha pendidikan.

3. Faktor Lingkungan ( Milleau )

Lingkungan adalah segala yang ada disekitar anak, baik berupa benda-benda,
peristiwa-peristiwa yang terjadi, maupun kondisi masyarakat, terutama yang dapat
memberikan pengaruh yang kuat kepada anak yaitu lingkungan dimana anak-anak
bergaul sehari-hari. Pengaruh lingkungan terhadap anak dapat positif dan negative.
Positif apabila lingkungan memberikan dorongan terhadap proses pendidikan untuk
berhasil dan dikatakan negative apabila lingkungan menghambat pendidikan yang ada.
Adapun wujud dari milleau antara lain, ialah :

a. Tempat tinggal
b. Teman bermain
c. Buku bacaan ( majalah-majalah )
d. Macam kesenian ( Bioskop, Wayang, Ketoprak, Ludruk, dsb. )
e. Dan lain-lainnya.

Tantangan Batas-Batas Pendidikan pada Pendidik


Pendidikan adalah upaya memperbaiki dan memelihara segala potensi manusia yang
dinamisuntuk meningkatkan kualitas manusia ke arah positif yang didalamnya
melibatkan interaksiantara pendidik dan peserta didik. Pendidik itu sendiri adalah
manusia yang berkompeten danmemegang tanggung jawab besar serta peran penting
yang dapat mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan tujuan yaitu mencapai
tingkat kualitas manusia yang lebih tinggi, dalamkonteks ini adalah guru.
Sedangkan peserta didik merupakan orang yang diberi pengaruh untuk
bertindak sesuai dengan tujuan yaitu mempunyai kualitas yang tinggi sebagai man usia yang
seutuhnya. Namun tidak dapat dipungkiri jika dalam proses pendidikan itu sendiri terdapat
keterbatasan-keterbatasan antara pendidik dan peserta didik Salah satunya adalah
adanya tantangan batas batas pendidikan pada pendidik. Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, pendidik jugamerupakan manusia
yang tidak sempurna yang memiliki keterbatasan, baik itu keterbatasandalam hal
bahasa atau komunikasi, keterbatasan dalam menggunakan teknologi,
keterbatasan
interaksi dalam penyampaiyan materi, ataupun keterbatasan psikolog dan emosional.
faktanya, dewasa ini banyak terdapat kasus dimana guru ditakuti, tidak disukai bahkan
dibenci oleh siswanya dengan berbagai alasan. contoh konkretnya di SD Negeri Temanggu
ng tempat dimana saya bersekolah dulu terdapat seorang guru yang sangat
ditakutioleh siswa, khususnya siswa jurusan . guru tersebut mengampu mata pelajaran
kimia yang notabene diangap susah oleh sebagian siswa, beliau ditakuti dan
tidak disukai dengan alas an metode dan karakter beliau dalam mengajar di kelas yang
tidak disukai dan tidak dapat diterima oleh siswa, menurut pendapat beberapa siswa beliau
keras dalam proses belajar mengajar, contoh sederhananya apabila ada siswa yang
salah menjawab soal atau pertanyaan maka guru tersebutakan berkomentar
dengan kata-kata yang dianggap siswa menyakitkan hati, bahkan tidak jarang
set e la h pr o se s pe mbe r ia n mat er i se le s a i t id ak a da s is wa ya ng me nga n
gkat t angg a n u nt uk bertanya mana materi yang kurang jelas dan kurang dipahami,
padahal faktanya pasti ada pertanyaan di dalam benak siswa mengenai materi
tersebut yang tidak diujarkan karena alasan-alasan seperti yang disebutkan diatas, sehingga
hal tersebut berdampak juga pada hasil akhir ataunilai kimia itu sendiri yang dapat dikatakan
kurang memuaskan. (sisi lain terdapat seorang guruyang sangat dekat dan disukai siswa,
beliau mengampu mata pelajaran "atematika, walaupun matematika dianggap
pelajaran paling menakutkan bagi Sebagian siswa, tetapi di karenakan metode
mengajar dan karakter beliau yang dapat di terima dan disukai siswa yaitu karakter
yang ramah, sabra dan tegas yang menjadikan siswa t idak sungkan untuk bertanya
materi baik di dalam kelas maupun di luar kelas bahkan mempengaruhi hasil atau
nilai matematik Sebagian besar siswa yang di dapat di katakana t inggi, hal tersebut
dapat menunjukkan bahwa metode mengajar yang beliau terapkan berjalan
optimal.

LATIHAN
1. Faktor apa saja yang mempengaruhi batas batas Pendidikan?
2. Sebutkan apa saja Batasan dalam Pendidikan yang berbeda berdasarkan
fungsinya?
3. Apakah batas-batas dalam Pendidikan dapat mempengaruhi kualitas
Pendidikan?
4. Batasan Batasan apa saja yang diperlukan dalam Pendidikan?
5. Apa tujuan dari batas Pendidikan?
BAB III

KEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN PENDIDIKAN

Manusia sejak lahir sangat membutuhkan bantuan orang lain, khususnya kedua orang
tuanya. Dapat dibayangkan seandainya anak manusia pada saat lahir dibiarkan begitu saja oleh
ibunya, tanpa sentuhan apapun sedikitpun. Dengan mengabaikan kekuasaan Tuhan,
kematianlah yang akan menjemputnya pada anak yang ditelantarkan tersebut. Keharusan
mendidik anak telah disebut-sebut, misalnya karena anak pada saat lahir dalam keadaan tidak
berdaya, anak tidak langsung dewasa, sehingga anak memerlukan perhatian dan bantuan orang
lain. Dengan keterbatasan kemampuan anak menyebabkan ia perlu mendapat pendidikan.
Keterbatasan anak dikarenakan, anak lahir dalam keadaan tidak berdaya, dan ia tidak langsung
dewasa.

A. Keharusan Pendidik
a. Anak Dilahirkan dalam Keadaan Tidak Berdaya
Dilihat dari sudut anak, pendidikan merupakan suatu keharusan. Pada waktu lahir anak
manusia belum bisa berbuat apa-apa. Sampai usia tertentu anak masih memerlukan bantuan
orang tua. Begitu anak lahir ke dunia, ia memerlukan uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk
dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya, dan berdiri sendiri, berbeda dengan binatang
yang begitu lahir sudah dilengkapi kelengkapan fisiknya dan dapat berbuat sesuatu untuk
mempertahankan hidupnya. Misalnya anak harimau begitu lahir sudah dilengkapi dengan
bulu yang dapat melindungi tubuhnya dari kedinginan. Begitu lahir setelah dibersihkan oleh
induknya anak harimau tersebut sudah bisa bergerak untuk mencari susu induknya, walaupun
belum memiliki kemampuan melihat secara normal. Beberapa jenis hewan yang baru keluar
dari telurnya langsung bergerak seperti pada kura-kura, buaya,dan sebagainya. Begitu juga
pada binatang lainnya khususnya binatang menyusui seperti kuda, kambing, kera dan
sebagainya.

Hal tersebut tidak demikian pada manusia. Manusia perlu mendapat bantuan orang lain
untuk dapat menolong dirinya untuk sampai kepada dewasa. Masa pendidikan manusia
memerlukan waktu yang lama karena di samping manusia harus dapat mempertahankan
hidupnya dalam arti lahir, ia juga harus memiliki bekal yang berkaitan dengan moral, memiliki
pengetahuan, dan keterampilan lainnya yang diperlukan untuk hidup. Makin tinggi
peradaban manusia, makin banyak yang harus dipelajari agar dapat hidup berdiri sendiri tanpa
menggantungkan diri kepada orang lain. Oleh karena itu, anak/bayi manusia memerlukan
bantuan, tuntunan, pelayanan, dorongan dari orang lain demi mempertahankan hidup dengan
belajar setahap demi setahap untuk memperoleh bekal nilai-nilai moral, memiliki kepandaian
dan keterampilan, serta pembentukan sikap dan tingkah laku sehingga lambat laun dapat berdiri
sendiri yang semuanya itu memerlukan waktu yang cukup lama.

Dilihat dari orang tua pendidikan juga merupakan suatu keharusan. Tanpa ada yang
memaksa, dengan sendirinya orang tua akan mendidik anaknya. Hal tersebut disebabkan
karena adanya rasa kasih sayang dan rasa tanggung jawab dari orang tua terhadap anaknya.
Perasaan kasih sayang merupakan fitrah kemanusiaan yang akan timbul dengan sendirinya
pada manusia. Rasa tanggung jawab menyebabkan orang tua, bahwa anak itu perlu
memperoleh bimbingan agar ia di kemudian hari dapat berdiri sendiri tanpa menggantungkan
diri kepada orang lain. Anak perlu mendapat pendidikan dan orang tua merasa wajib untuk
memberikan pendidikan bagi anaknya. Keduanya bertemu dalam kegiatan pendidikan yang
berlangsung secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga. Pendidikan karena
dorongan orang tua, yaitu hati nuraninya yang terdalam yang memiliki sifat kodrati untuk
mendidik anaknya baik dari segi fisik, sosial, emosi, maupun intelegensinya agarmemperoleh
keselamatan, kepandaian, memperoleh kebahagiaan hidup yang dicita-citakan, sehingga ada
tanggung jawab moral atas hadirnya anak tersebut yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha
Kuasa untuk dapat dipelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya.

b. Manusia Lahir Tidak Langsung Dewasa


Untuk sampai pada kedewasaan yang merupakan tujuan pendidikan dalam arti
khusus, memerlukan wazktu lama. Pada manusia primitif mungkin proses pencapaian
kedewasaan tersebut akan lebih pendek dibandingkan dengan manusia modern dewasa ini.
Pada manusia primitif cukup dengan mencapai kedewasaan secara konvensional, di mana
apabila seseorang sudah memiliki keterampilan unuk hidup, khususnya untuk hidup
berkeluarga, seperti dapat berburu, dapat bercocok tanam, mengenal nilai-nilai atau
norma-norma hidup bermasyarakat, sudah dapat dikatakan dewasa. Dilihat dari segi usia,
misalnya usia 12-15 tahun, pada masyarakat primitif sudah dapat melangsungkan hidup
berkeluarga. Pada masyarakat modern tuntutan kedewasaan lebih kompleks, sesuai dengan
makin kompleksnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan juga makin kompleksnya sistem
nilai. Untuk mengarungi kehidupan yang dewasa, manusia perlu
dipersiapkan, lebih-lebih pada masyarakat modern. Bekal tersebut dapat diperoleh dengan
pendidikan, di mana orang tua atau generasi tua akan mewariskan pengetahuan, nialai-
nilai, serta keterampilannya kepada anak-anaknya atau pada generasi berikutnya.
Manusia merupakan makhluk yang dapat dididik, memungkinkan untuk
memperoleh pendidikan. Manusia merupakan makhluk yang harus dididik, karena
manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir tidak langsung dewasa. Manusia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesamanya.
c. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak akan menjadi manusia
seandainya tidak hidup bersama dengan manusia lainnya. Lain halnya dengan hewan, di
mana pun hewan dibesarkan, tetap akan memiliki perilaku hewan. Seekor kucing yang
dibesarkan dalam lingkungan anjing akan tetap berperilaku kucing, tidak akanberperilaku
anjing, karena setiap jenis hewan sudah dilengkapi dengan insting tertentu yang pasti dan
seragam, yang berbeda antara jenis hewan yang satu dengan jenis hewan lainnya.
Manusia hidup bersama orang lain, tidak sendirian. Mereka menentukan berbagai
perjanjian agar hidup bersama itu menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan
bagi masyarakat, dan juga menguntungkan bagi kehidupan individu masing-masing.
Manusia sebagai makhluk sosial, disamping memiliki dorongan untuk hidup secara
individual, ia juga menunjukan gejala-gejala sosial. Ia senang hidup bersama dengan orang
lain. Seorang manusia perlu mencapai suatu taraf kedewasaan tertentu agar ia dapat hidup
bersama dengan orang lain. Kalau tidak, akan berbuat di luar perjanjian (kebiasaan, adat,
aturan) yang berlaku. Hal itu berarti bahwa ia tidak dewasa secara sosial. Walaupun secara
biologis ia sudah matang, tetapi untuk hidup bersama dengan orang lain, ia perlu
mendapatkan pendidikan.
Kalau manusia bukan makhluk sosial, atau ia tidak hidup bersama-sama dengan
orang lain, pada hakikatnya ia hidup sendiri-sendiri. Maka hidup manusia itu tidak ada
bedanya dengan kehidupan hewan. Dalam kehidupan seperti ini, manusia tidak dapat
dipengaruhi, karena ia telah membawa pola hidupnya yang tetap dan tidak perlu lagi
belajar dari orang lain atau melalui apapun. Ia sudah dalam keadaan matang untuk
mengikuti kehidupan yang polanya sudah ada (terjadi). Dalam keadaan demikian,
pendidikan tidak perlu lagi karena memang tidak diperlukan.
d. Manusia sebagai Makhluk Individu yang Berdiri Sendiri
Pengertian makhluk sosial tidak berarti bahwa individu (perorangan) tiadak ada.
Pengertian sosial harus diartikan bahwa manusia hidup bersama dalam kepribadian
sendiri-sendiri. Ia masih tetap berdiri sendiri, namun bersama-sama dengan orang lain.
Pergaulan hidup, adalah hidup antara pribadi-pribadi (individu-individu) satu sama lain.
Tidak berarti bahwa individu itu luluh menyatu dengan yang lain, seperti halnya boneka-
boneka yang hanya bergerak dengan pola yang sama. Manusia memang hidup bersama,
namun tetap secara individu dan individu.
Dengan adanya pribadi-pribadi orang perorangan yang berbeda, karena itulah
pendidikan diperlukan, karena setiap orang yang bersifat individu itu perlu belajar hidup
dengan individu lannya. Pendidikan tidak mendidik agar setiap orang (individu) dapat
berperilaku sebagai individu bersama dengan individu lainnya.
e. Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Bertanggung Jawab
Seorang manusia mampu atau tepatnya harus mampu bertanggung jawab atas
segala perbuatannya. Setiap tindakan manusia membawa akibat, dan sering kali akibat
itu menimpa orang lain, karena kita hidup bersama-sama dengan orang lain. Seekor hewan
kalau berbuat sesuatu tidak akan mengerti akibat yang timbul dari tindakan tersebut,
karena ia tidak mampu berpikir, dan tindakannya hanya didasarkan oleh insting belaka.
manusia akan dapat memperhitungkan akibat tindakannya, baik bagi dirinya maupun bagi
orang lain. Karena itulah manusia patut diminta pertanggung jawaban atas segala
perbuatannya, karena kita pradugakan ia akan mengerti apa akibatnya. Pendidikan di
samping mengajar orang agar menjadi tahu, dan terampil, pendidikan juga
mengembangkan sikap. Sikap yang utama adalah sikap tanggung jawab, karena makhluk
sosial manapun memang harus bertanggung jawab.
Bertanggung jawab adalah sejajar dengan manusia sebagai makhluk sosial.
Kalau sikap bertanggung jawab tidak dimiliki setiap oleh setiap insan, maka kehidupan
akan kacau, kaerena manusia akan bertindak semaunya, setiap orang hanya akan menuruti
kehendaknya sendiri, dan tidak akan bertahan hidup lama. Pendidikan itu sendiri
merupakan tindakan yang bertanggung jawab, yaitu bertanggung jawab terhadap generasi
manusia selanjutnya, karena kita tahu bahwa setiap anak membutuhkan bantuan. Kalau
tidak bertanggung jawab terhadap generasai berikutnya, mereka akan terlantar.
Disinilah pendidikan bertanggung jawab bagi kelanjutan kehidupan dan hidup
generasi berikutnya.Untuk melaksanakan pendidikan diperlukan adanya kesediaan anak
didik untuk menerima pengaruh. Pada saat anak masih kecil kesediaan ini belum ada, baru
timbul kemudian kalau anak itu merasa dirinya tidak mampu melakukan sesuatu
dan perlu bantuan orang lain, sehingga ia perlu belajar dari orang lain. Selama anak belum
mau menerima pengaruh orang lain diluar dirinya, tidak akan muncul ketaatan terhadap
pihak lain yang berusah mempengaruhinya. Kalau anak sudah menyadari kekurangannya,
ia akan mau menerima pengaruh dan mau taat, dengan kata lain ia mau menerima
kewibawaan pendidik.

B. Kemungkinan Pendidikan.

Apa sebabnya pendidikan hanya terjadi pada manusia? Pada tumbuh-tumbuhan


sebagai makhluk hidup sama sekali tidak terjadi pendidikan. Pada tingkat hewan ada
perilaku yang mirip dengan pendidikan, namun sangat jauh berlainan dengan pengertian
pendidikan yang sebenarnya. Tindakan yang mirip pendidikan itu disebut “dresser” (
pembiasaan dan dilatih terus menerus ).

Anak kucing meniru induknya, dengan jalan bermain-main, dia melepaskan


dorongan untuk berkelahi. Dia berkelahi ( main-main ) dengan induknya, sedangkan
induknya sengaja membuat dirinya seperti bermain berkelahi juga. Kejadian tersebut
seolah-olah pada induk anjing ada keinginan untuk “ mendidik “ anaknya. Dorongan untuk
bermain seperti itu pada anjing-anjing tersebut tidak didasarkan atas kesadaran bahwa
dirinya ( anak anjing ) tidak mampu, yang harus belajar kepada anjing lain. Bukan itu yang
menjadi alasan anak anjing dan induknya bermain, namun didasarkan dorongan untuk
berbuat, bergerak. Pada kucing-kucing tersebut tidak ada kesengajaan untuk berbuat atas
kesadaran atas kekurangan dan ketidak mampuannya. Misalnya sang induk kucing sadar
bahwa anaknya tidak mampu dan masih banyak kekurangan dalam pengalamannya. Dari
anak kucing tidak ada kesediaan menerima pengaruh dari induknya, tidak ada
kewibawaan.

Pada manusia juga terjadi “ dressur “ pada saat anak belum memiliki kesadaran akan
kekurangan dirinya. Pada saat itu anak merasakan untuk meniru dan berbuat, akan berbuat
sesuatu. Anak usia sekitar 2 – 6 tahun misalnya, ia akan berbuat apa saja, ia bergerak
menurut kemauannya. Anak dibelikan sepeda oleh ayahnya agar anak bisa naik sepeda dan
ayahnya mendorong sepeda tersebut. Namun apa yang terjadi anak tidak mau naik sepeda,
bahkan ia akan turun dan mendorong sepeda tersebut seperti ayahnya mendorong sepeda
tadi.
Contoh lain anak akan mengambil benda yang ia temukan disekelilingnya, melihat
pisau ( padahal pisau itu sangat tajam ) ia akan ambil dan digosok-gosokkan seperti
menirukan ibunya mengguanakan pisau tersebut, mungkin juga digosokan ke tangannya.
Sang ibu sangat cemas berkata setengah berteriak, “ Auuu…anakku sayang jangan pake
pisau itu, ibu pinjam ya sayang”. Sang anak tidak mau melepaskan pisau itu. Kalau diambil
secara paksa ia akan menangis, caranya cari pisau lain atau benda lain yang menyerupai
pisau yang tumpul lalu berikan kepadanya. Anak melihat orang tuanya waktu mandi
menggosok gigi, dengan gesitnya anak mengambil sikat gigi ibunya dan ingin pakai
pastanya. Disinilah si ibu mencoba melatih si anak untuk menggosok giginya, dan si anak
dengan senangnya menggosok giginya walaupun tidak benar. Anak makan dengan orang
tuanya, ia memperhatikan orang tuanya memakai sendok dan garpu, dengan cepatnya
sang anak mengambil sendok makan, walaupun cara memegangnya dan cara memasukan
ke mulutpun belum pas dan benar. Disini sang ibuu melatih anaknya membetulkan
bagaimana cara memegang sendok, dan bagaimana memasukannya kedalam mulutnya.
Dalam kejadian di atas, ayah melatih anaknya naik sepeda dan ibunya melarang anaknya
menggunakan pisau supaya jangan bermain dengan pisau, ibu melatih anaknya menggosok
gigi, sang ibu melatih anaknya menggunakan sendok, itu semuanya belum temasuk
pendidikan yang sebenarnya, karena anak belum memahami, menyadari apa artinya
perintah atau kemauan ayahnya untuk naik sepeda, dan anak juga tidak paham mengapa
ibunya melarang bermain dengan pisau, mengapa harus menggosok gigi dan mengapa
makan haruus pakai sendok. Yang dilakukan oleh kedua orang tua anak itu bukan
pendidikan dalam arti sesungguhnya melainkan merupakan suatu “ dressur “.Jadi dengan
sifat anak suka meniru beridentifikasi dengan orang lain, suka bermain, bisa menerima
pengaruh dan menerima kewibawaan orang lain, merupakan keharusan bagi orang tua (
pendidik ) membimbingnnya. Pendidikan harus menjadi contoh bagi anak didiknya,
memberi pengaruh yang positif untuk mengisi kedewasaan anak kelak.

Kemungkinan pendidkan yaitu :

1. Dididik

Persoalan lain adalah kemungkinan dididik. Persoalan ini di ajukan, karena


adanya berbagai pendapat tentang pendidikan. Misalnya ada pendapat tentang
perkembangan manusia, bahwa kedewasaan semata-mata merupakan hasil dari proses
alami yang berlangsung selaras dengan hukum alam. Bila demikian, mungkinkah
manusia dididik? Tidakkah usaha pendidikan hanya akan sia-sia belaka?Diakui bahwa
pada manusia ada hal-hal tertentu yang didapatkan secara alami, dan hal itu tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Misalnya tentang bakat dan jenis kelamin. Orang dilahirkan
dengan bakat bawaan tertentu. Hal ini diluar kemampuannya. Dan memang untuk hal-
hal orang tidak dapat diminta pertanggung jawaban. Pendidik tidak dapat berbuat apa-
apa dengan bakat itu, dalam arti pendidik harus menolak bakat tersebut, atau
sebaliknya biarkan anak berkembang secara alamiah tanpa camur tangan pendidik.

Sejak dahulu orang berpendapat, bahwa bakat yang dibawa lahir seseorang
belum merupakan kenyataan, melainkan potensi. Jadi tentaang adanya bakat-bakat
tertentu, pendidik tidak bertanggung jawab. Yang dapat diusahakannya melalui
pendidikan, dan hal itu termasuk ruang lingkup tanggung jawabnya ialah, apa yang
telah diperbuatnya sehubungan dengan bakat yang dimiliki anak itu? Apakah
dibiarkan saja merana ataukah dipupuk dan dikembangkan, dan bakat mana yang
dikembangkan? Seberapa jauhkah bakat yang dimiliki anak didik itu telah
dimanfaatkan dalam rangka pencapaian dan pengisian kedewasaan itu?

Demikian pula dengan jenis kelamin. Orang tidak dapat diminta pertanggung
jawaban tentang jenis kelamin yang dimilikinya. Mengapa anda menjadi wanita?
Mengapa jadi pria? Namun yang dapat dan harus menjadi pertanggung jawaban
pendidik, dan juga tanggung jawab yang bersangkutan apabila telah dewasa ialah,
seberapa jauhkah ia telah menjadikan kepribadian kelaki-lakian atau kewanitaanya
sebagai “ model “ dalam pengisian dan pencapaian kedewasaannya sebagai pria
dewasa atau wanita dewasa?

Jadi permasalahannya disini bukan persoalan jenis bakat atau jenis kelaminnya,
melainkan dengan situasi seperti itu seberapa jauhkah pendidikan telah berperan?
Apakah pendidikan sudah “ bermanfaat “ secara optimal dalam mendewasakan anak
sesuai dengan nilai-nilai manusiawi?
Sehubungan dengan masalah batas pendidikan perlu dikemukakan, bahwabatas
kemungkinan pendidikan tidak dapat disamaratakan bagi semua orang. Tidak dapat
dikatakan, bahwa untuk semua orang terdapat batas kemungkinan dididik yang sama.
Sebab masing-masing individu bersifat unik. Akan tetapi secara umum dapat
dikatakan, bahwa kemungkinan dididik itu tercapai mana kala tidak dapat
dikembangkan lagi lebih lanjut kehidupan rohaninya khususnya kehidupan moralnya.
Adapun yang menjadi latar belakangnya dapat beraneka ragam. Mungkin karena bakat
bawaannya, mungkin karena potensi kecerdasan yang berbeda, seperti berbeda dalam
potesi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, atau
mungkin terdapat kelainan.

2. Tutwuri Handayani

Pada modul 8 dalam membahas “dasar dan ajar” dijelaskan ada beberapa aliran
pendidikan, yaitu nativisme, naturalis, empiris, dan konvergensi. Alira nativisme
berkeyakinan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat, kesanggupan dan sifat-
sifat tertentu. Bakat, kemampuan, dan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir sangat
menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak manusia. Pendidikan dan
lingkungan tidak berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pandangan ini
nampaknya kurang percaya bahwa pendidikan akan mampu mengubah atau
mengarahkan tingkah laku seseorang. Peranan pendidikan sangat kurang, kalaupun
adanya, hanya sampai perkembangan bakat yang telah ada.

3. Naturalisme

Aliran naturalisme yang dipelopori Rousseau berpandangan bahwa semua anak


dilahirkan berpembawaan baik, dan perbawaan baik anak tersebut akan menjadi rusak
karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan anak dewasa bisa merusak
pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini biasa disebut juga negativisme, karena
pendidik harus membiarkan pertumbuhan anak pada awal. Jadi pendidikan dalam arti
bimbingan dari orang luar (orang dewasa) tidak diperlukan.

4. Nativisme
Aliran nativisme dipelopori oleh Schopenhauer (filosof Jerman:1788-1860)
berpendapat bahwa “ The world is my idea, the world like man, is throught idea”. Segala
kejadian di dunia dipandangnya sebagai manifestasi dari benih yang ada padanya sejak
semula. Perkembangan manusia hanya merupakan semacam penjabaran yang telah
dibawakan dari yang telah disiapkan semula, yang telah dibawakan sejak kelahirannya.

Aliran ini berkeyakinan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat,
kesanggupan, dan sifat-sifat tertentu. Bakat, kemampuan, dan sifat-sifat yang dibawa
sejak lahir sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak manusia.
Pendidikan dan lingkungan tidak terpengaruh terhadap perkembangan anak. Misalnya
seorang anak yang mempunyai bakat melukis, maka pikirannya, perasaannya, dan
kemauannya, serta seluruh kepribadiannya tertuju kepada melukis.

5. Empirisme

Pandangan empirisme dari John Locke menetapkan bahwa keadaan manusia


saat dilahirkan diumpamakan sebagai “ tabula rasa ”, yaitu sebuah meja yang dilapisi
lilin, yang digunakan di sekolah dalam rangka belajar menulis. Teori ini mengatakan
bahwa anak yang dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang
belum ditulisi. Sejak lahir anak tidak memiliki bakat dan apa-apa, anak dapat dibentuk
semaunya pendidik, disini kekuatan untuk anak ada pada pendidik, sehingga
lingkungan dalam hal ini pendidikan berkuasa atas pembentukan anak.

6. Konvergensi

Aliran konvergensi berasal dari ahli psikologi berkebangsaan Jerman,


bernamaWilliam Stern, yang berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan keduanya
membentuk perkembangan manusia. Implikasinya bagi pendidikan adalah, bahwa
dalam melaksanakan pendidikan, kedua momen pembawaan dan lingkungan
(pengalaman), hendaknya mendapat perhatian seimbang. Dalam perkembangan
manusia, pendidikan memegang peranan yang penting, namun demikian seorang
pendidik tidak pada tempatnya dengan bangga menunjukan: “Inilah hasil didikan
saya!”. Sebab upayanya itu tergantung pula pada situasi saat pendidikan itu
berlangsung, dari cara anak menerimanya (atau menolaknya), dari bakat dan
kemampuan yang ada pada anak, sangat sulit ditentukan mana hasil didikan, mana
penjabaran bakat dan bawaan. Hendaknya seorang pendidik tetap memiliki optimisme,
namu patut diingat, bahwa banyak variabel yang turut menentukan keberhasilan
pendidikan

LATIHAN :

1. Mengapa manusia harus mendapatkan pendidikan ?

2. Mengapa manusia tidak bisa dipisahkan dari pendidikan ?

3. Apakah pendidikan merupakan keharusan bagi manusia ?

4. Bagaimana pandangan aliran naturalisme?

5. Bagaimana pandangan tut wuri handayani?


BAB IV

MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN KEHARUSAN DAN KEMUNGKINAN


DALAM PENDIDIKAN

Manusia adalah makhluk yang terus berkembang, baik secara jasmani maupun rohani.
Perkembangan ini bukan sekedar proses alamiah, namun membutuhkan bimbingan dalam
bentuk sebuah pendidikan. Menurut Langeveld pendidikan merupakan proses pendewasaan
seseorang, baik pada jasmani maupun rohani (mental, moral, sosial, dan emosional). Hal ini
berarti bahwa pendidikan harus ada dalam setiap proses kehidupan. Selama manusia berusaha
untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam bentuk peningkatan dan pengembangan
pengetahuan, kepribadian, maupun keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka
selama itulah pendidikan masih berjalan terus.

Tujuan merupakan faktor utama yang hendak dituju. Dari uraian di atas, bisa
disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan itu adalah “kedewasaan”. Seseorang dikatakan telah
mencapai “kedewasaan” apabila ia telah mampu bertindak dan bertingkahlaku sesuai dengan
kaidah agama serta norma yang berlaku di masyarakat. Tujuan pendidikan dalam arti sempit
adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk
mencapai kedewasaannya. Maknanya, tujuan pendidikan adalah rumusan tentang apa yang
harus dicapai oleh anak didik, dan tujuan ini merupakan arah bagi seluruh kegiatan pendidikan.
Sedangkan tujuan pendidikan dalam arti luas adalah usaha manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya sepanjang hayat.

Berdasarkan ruang lingkup (luas dan sempitnya) tujuan yang ingin dicapai, Langeveld
mengemukakan bahwa jenis-jenis tujuan pendidikan adalah:

1. Tujuan Umum

Tujuan umum adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui
pendidikan. Dengan demikian, apabila tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka semua
kegiatan pendidikan harus tertuju pada kedewasaan agar tujuan umum pendidikan itu dapat
tercapai. Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir pendidikan adalah membentuk
insan kamil atau manusia sempurna. (Amir Daien,1973) sehingga dapat dikatakan bahwa
tujuan umum/akhir pendidikan ialah membentuk insan kamil yang dewasa jasmani dan
rohaninya baik secara moral, intelektual, sosial, estesis, dan agama. Contoh: Seorang guru
meminta siswa kelas 1 untuk merapikan crayon dan meja lipat
setelah mewarnai, secara tidak langsung anak telah diajarkan tentang tanggungjawab.
Sikap bertanggungjawab ini akan membentuk sebuah kedewasaan dalam diri anak.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan umum. Kita tahu bahwa tujuan
umum pendidikan adalah kedewasaan. Kedewasaan disini masih general sifatnya. Banyak
faktor yang membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan tujuan khusus dari
pendidikan mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan ini dapat disesuaikan
dengan kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan dengan:

a. Cita-cita pembangunan suatu masyarakat/bangsa.


b. Tugas suatu badan atau lembaga pendidikan.
c. Bakat dan kemampuan anak didik.
d. Kesanggupan-kesanggupan yang ada pada pendidik.
e. Tingkat pendidikan, dan sebagainya.

(Umar Tirtaraharja, dkk,2005:38-39)

3. Tujuan Insidental/sewaktu

Tujuan ini disebut tujuan seketika/insidental karena tujuan ini timbul secara
kebetulan, secara mendadak dan hanya bersifat sesaat. Tujuan seketika ini meskipun
hanya sesaat, namun ikut andil dalam pencapaian tujuan selanjutnya. Melalui tujuan-
tujuan insidental seperti ini, akan diperoleh pengetahuan dan pengalaman langsung
yang erat hubungannya dengan kehidupan dimasa yang akan datang.

4. Tujuan Sementara

Tujuan sementara ialah tujuan yang terdapat dalam langkah-langkah untuk


mencapai tujuan umum (merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi).
Dengan kata lain, tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang dicapai seseorang
pada setiap fase perkembangan. Misalnya saat seorang anak diajarkan untuk dapat
berjalan ia harus mengalami beberapa tahapan dari merangkak, berdiri, berjalan
terpatah-patah sampai akhirnya dia bisa berjalan. Inilah yang disebut tujuan sementara.

5. Tujuan Tak Lengkap


Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya membahas tentang salah satu
aspek pendidikan. Tujuan ini erat hubungannya dengan aspek-aspek pendidikanyang
akan membentuk aspek-aspek kepribadian manusia, sepertimisalnya aspek-aspek
pendidikan yaitu kecerdasan, moral, sosial,keagamaan, estetika, dan sebagainya.

6. Tujuan Intermedier/perantara

Tujuan perantara ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan
yang lain. Misalnya saja seseorang yang bersekolah tujuannya adalah akhirnya adalah
lulus, ketika dia naik kelas dari kelas satu ke kelas dua dan dari kelas dua ke kelas tiga
itu merupakan tujuan intermedier/tujuan perantara.

Keenam tujuan tersebut menurut Langeveld intinya dapat disederhanakan menjadi satu
macam saja, yaitu “tujuan umum” dimana kelima tujuan yang lainnya diarahkan untuk
pencapaian tujuan umum pendidikan yaitu terbentuknya kehidupan sebagai insan kamil, satu
kehidupan dimana ketiga inti hakikat manusia baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial
dan makhluk susila/religius dapat terwujud secara harmonis.

Hierarki tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar
mulai dari :

1. Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945)


2. Tujuan Pendidikan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional),
3. Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah),
4. Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajaran atau kuliah)
5. Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan
tujuan instruksional khusus.

Dengan demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru
dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari
falsafah hidup yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Manfaat tujuan dalam pendidikan adalah:

a. Sebagai Arah Pendidikan, tujuan akan menunjukkan arah dari suatu usaha,
sedangkan arah menunjukkan jalan yang harus ditempuh dari situasi sekarang
kepada situasi berikutnya.
b. Tujuan sebagai titik akhir, suatu usaha pasti memiliki awal dan akhir. Mungkin saja
ada usaha yang terhenti karena sesuatu kegagalan mencapai tujuan, namun usaha
itu belum bisa dikatakan berakhir. Pada umumnya, suatu usaha dikatakan berakhir
jika tujuan akhirnya telah tercapai.
c. Tujuan sebagai titik pangkal mencapai tujuan lain, apabila tujuan merupakan titik
akhir dari usaha, maka dasar ini merupakan titik tolaknya, dalam arti bahwa dasar
tersebut merupakan fundamen yang menjadi alas permulaan setiap usaha.
Memberi nilai pada usaha yang dilakukan .

Keharusan Pendidikan

Manusia sejak lahir sangat membutuhkan bantuan orang lain, khususnya kedua
orang tuanya. Dapat dibayangkan seandainya anak manusia pada saat lahir dibiarkan begitu
saja oleh ibunya, tanpa sentuhan apapun sedikitpun. Dengan mengabaikan kekuasaan
Tuhan, kematianlah yang akan menjemputnya pada anak yang ditelantarkan
tersebut.Keharusan mendidik anak telah disebut-sebut, misalnya karena anak pada saat
lahir dalam keadaan tidak berdaya, anak tidak langsung dewasa, sehingga anak
memerlukan perhatian dan bantuan orang lain. Dengan keterbatasan kemampuan anak
menyebabkan ia perlu mendapat pendidikan. Keterbatasan anak dikarenakan, anak lahir
dalam keadaan tidak berdaya, dan ia tidak langsung dewasa

1. Keharusan Pendidik
Keharusan manusia untuk mendapatkan pendidikan dapat kita simak dari uraian
di bawah ini:

a. Anak Dilahirkan dalam Keadaan Tidak Berdaya

Dilihat dari sudut anak, pendidikan merupakan suatu keharusan. Pada waktu
lahir anak manusia belum bisa berbuat apa-apa. Sampai usia tertentu anak masih
memerlukan bantuan orang tua. Begitu anak lahir ke dunia, ia memerlukan uluran orang
lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan kehidupannya, dan berdiri
sendiri, berbeda dengan binatang yang begitu lahir sudah dilengkapi kelengkapan
fisiknya dan dapat berbuat sesuatu untuk mempertahankan hidupnya.Misalnya anak
harimau begitu lahir sudah dilengkapi dengan bulu yang dapat melindungi tubuhnya
dari kedinginan. Begitu lahir setelah dibersihkan oleh induknya anak harimau tersebut
sudah bisa bergerak untuk mencari susu induknya,
walaupun belum memiliki kemampuan melihat secara normal. Beberapa jenis hewan
yang baru keluar dari telurnya langsung bergerak seperti pada kura-kura, buaya, dan
sebagainya. Begitu juga pada binatang lainnya khususnya binatang menyusui seperti
kuda, kambing, kera dan sebagainya.Hal tersebut tidak demikian pada manusia.
Manusia perlu mendapat bantuan orang lain untuk dapat menolong dirinya untuk
sampai kepada dewasa. Masa pendidikan manusia memerlukan waktu yang lama
karena di samping manusia harus dapat mempertahankan hidupnya dalam arti lahir, ia
juga harus memiliki bekal yang berkaitan dengan moral, memiliki pengetahuan, dan
keterampilan lainnya yang diperlukan untuk hidup. Makin tinggi peradaban manusia,
makin banyak yang harus dipelajari agar dapat hidup berdiri sendiri tanpa
menggantungkan diri kepada orang lain.Oleh karena itu, anak/bayi manusia
memerlukan bantuan, tuntunan, pelayanan, dorongan dari orang lain demi
mempertahankan hidup dengan belajar setahap demi setahap untuk memperoleh bekal
nilai-nilai moral, memiliki kepandaian dan keterampilan, serta pembentukan sikap dan
tingkah laku sehingga lambat laun dapat berdiri sendiri yang semuanya itu memerlukan
waktu yang cukup lama.Dilihat dari orang tua pendidikan juga merupakan suatu
keharusan. Tanpa ada yang memaksa, dengan sendirinya orang tua akan mendidik
anaknya. Hal tersebut disebabkan karena adanya rasa kasih sayang danrasa tanggung
jawab dari orang tua terhadap anaknya. Perasaan kasih sayang merupakan fitrah
kemanusiaan yang akan timbul dengan sendirinya pada manusia. Rasa tanggung jawab
menyebabkan orang tua, bahwa anak itu perlu memperoleh bimbingan agar ia di
kemudian hari dapat berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain.
Anak perlu mendapat pendidikan dan orang tua merasa wajib untuk memberikan
pendidikan bagi anaknya. Keduanya bertemu dalam kegiatan pendidikan yang
berlangsung secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga.

Pendidikan karena dorongan orang tua, yaitu hati nuraninya yang terdalam yang
memiliki sifat kodrati untuk mendidik anaknya baik dari segi fisik, sosial, emosi,
maupun intelegensinya agar memperoleh keselamatan, kepandaian, memperoleh
kebahagiaan hidup yang dicita-citakan, sehingga ada tanggung jawab moral atas
hadirnya anak tersebut yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dapat
dipelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya.
b. Manusia Lahir Tidak Langsung Dewasa

Untuk sampai pada kedewasaan yang merupakan tujuan pendidikan dalam arti
khusus, memerlukan wazktu lama. Pada manusia primitif mungkin proses pencapaian
kedewasaan tersebut akan lebih pendek dibandingkan dengan manusia modern dewasa
ini. Pada manusia primitif cukup dengan mencapai kedewasaan secara konvensional,
di mana apabila seseorang sudah memiliki keterampilan unuk hidup, khususnya untuk
hidup berkeluarga, seperti dapat berburu, dapat bercocok tanam, mengenal nilai-nilai
atau norma-norma hidup bermasyarakat, sudah dapat dikatakan dewasa. Dilihat dari
segi usia, misalnya usia 12-15 tahun, pada masyarakat primitif sudah dapat
melangsungkan hidup berkeluarga. Pada masyarakat modern tuntutan kedewasaan
lebih kompleks, sesuai dengan makin kompleksnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan juga makin kompleksnya sistem nilai.

Untuk mengarungi kehidupan yang dewasa, manusia perlu dipersiapkan, lebih-


lebih pada masyarakat modern. Bekal tersebut dapat diperoleh denganpendidikan, di
mana orang tua atau generasi tua akan mewariskan pengetahuan, nialai-nilai, serta
keterampilannya kepada anak-anaknya atau pada generasi berikutnya.

Manusia merupakan makhluk yang dapat dididik, memungkinkan untuk


memperoleh pendidikan. Manusia merupakan makhluk yang harus dididik, karena
manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir tidak langsung dewasa. Manusia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesamanya.

c. Manusia sebagai Makhluk Sosial

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak akan menjadi manusia
seandainya tidak hidup bersama dengan manusia lainnya. Lain halnya dengan hewan,
di mana pun hewan dibesarkan, tetap akan memiliki perilaku hewan. Seekor kucing
yang dibesarkan dalam lingkungan anjing akan tetap berperilaku kucing, tidak akan
berperilaku anjing, karena setiap jenis hewan sudah dilengkapi dengan insting tertentu
yang pasti dan seragam, yang berbeda antara jenis hewan yang satu dengan jenis hewan
lainnya. Manusia hidup bersama orang lain, tidak sendirian. Mereka menentukan
berbagai perjanjian agar hidup bersama itu menguntungkan
kedua belah pihak. Menguntungkan bagi masyarakat, dan juga menguntungkan bagi
kehidupan individu masing-masing.

Manusia sebagai makhluk sosial, disamping memiliki dorongan untuk hidup


secara individual, ia juga menunjukan gejala-gejala sosial. Ia senang hidup bersama
dengan orang lain.Seorang manusia perlu mencapai suatu taraf kedewasaan tertentu
agar ia dapat hidup bersama dengan orang lain. Kalau tidak, akan berbuat di luar
perjanjian (kebiasaan, adat, aturan) yang berlaku. Hal itu berarti bahwa ia tidak dewasa
secara sosial. Walaupun secara biologis ia sudah matang, tetapi untuk hidup bersama
dengan orang lain, ia perlu mendapatkan pendidikan.Kalau manusia bukan makhluk
sosial, atau ia tidak hidup bersama-sama dengan orang lain, pada hakikatnya ia hidup
sendiri-sendiri. Maka hidup manusia itu tidak ada bedanya dengan kehidupan hewan.

Dalam kehidupan seperti ini, manusia tidak dapat dipengaruhi, karena ia telah
membawa pola hidupnya yang tetap dan tidak perlu lagi belajar dari orang lain atau
melalui apapun. Ia sudah dalam keadaan matang untuk mengikuti kehidupan yang
polanya sudah ada (terjadi). Dalam keadaan demikian, pendidikan tidak perlu lagi
karena memang tidak diperlukan.

d. Manusia sebagai Makhluk Individu yang Berdiri Sendiri

Pengertian makhluk sosial tidak berarti bahwa individu (perorangan) tiadak ada.
Pengertian sosial harus diartikan bahwa manusia hidup bersama dalam kepribadian
sendiri-sendiri. Ia masih tetap berdiri sendiri, namun bersama-sama dengan orang lain.
Pergaulan hidup, adalah hidup antara pribadi-pribadi (individu- individu) satu sama
lain. Tidak berarti bahwa individu itu luluh menyatu dengan yang lain, seperti halnya
boneka-boneka yang hanya bergerak dengan pola yang sama.

Manusia memang hidup bersama, namun tetap secara individu dan


individu.Dengan adanya pribadi-pribadi orang perorangan yang berbeda, karena itulah
pendidikan diperlukan, karena setiap orang yang bersifat individu itu perlu belajar
hidup dengan individu lannya. Pendidikan tidak mendidik agar setiap orang (individu)
dapat berperilaku sebagai individu bersama dengan individu lainnya.

e. Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Bertanggung Jawab


Seorang manusia mampu atau tepatnya harus mampu bertanggung jawab atas
segala perbuatannya. Setiap tindakan manusia membawa akibat, dan sering kali akibat
itu menimpa orang lain, karena kita hidup bersama-sama dengan orang lain. Seekor
hewan kalau berbuat sesuatu tidak akan mengerti akibat yang timbul dari tindakan
tersebut, karena ia tidak mampu berpikir, dan tindakannya hanya didasarkan oleh
insting belaka.Manusia akan dapat memperhitungkan akibat tindakannya, baik bagi
dirinya maupun bagi orang lain. Karena itulah manusia patut diminta pertanggung
jawaban atas segala perbuatannya, karena kita pradugakan ia akan mengerti apa
akibatnya. Pendidikan di samping mengajar orang agar menjadi tahu, dan terampil,
pendidikan juga mengembangkan sikap. Sikap yang utama adalah sikap tanggung
jawab, karena makhluk sosial manapun memang harus bertanggung jawab.

Bertanggung jawab adalah sejajar dengan manusia sebagai makhluk sosial.


Kalau sikap bertanggung jawab tidak dimiliki setiap oleh setiap insan, maka kehidupan
akan kacau, kaerena manusia akan bertindak semaunya, setiap orang hanya akan
menuruti kehendaknya sendiri, dan tidak akan bertahan hidup lama.Pendidikan itu
sendiri merupakan tindakan yang bertanggung jawab, yaitu bertanggung jawab
terhadap generasi manusia selanjutnya, karena kita tahu bahwa setiap anak
membutuhkan bantuan. Kalau tidak bertanggung jawab terhadap generasai berikutnya,
mereka akan terlantar.

Disinilah pendidikan bertanggung jawab bagi kelanjutan kehidupan dan hidup


generasi berikutnya.Untuk melaksanakan pendidikan diperlukan adanya kesediaananak
didik untuk menerima pengaruh. Pada saat anak masih kecil kesediaan ini belum ada,
baru timbul kemudian kalau anak itu merasa dirinya tidak mampu melakukan sesuatu
dan perlu bantuan orang lain, sehingga ia perlu belajar dari orang lain. Selama anak
belum mau menerima pengaruh orang lain diluar dirinya, tidak akan muncul ketaatan
terhadap pihak lain yang berusah mempengaruhinya. Kalau anak sudah menyadari
kekurangannya, ia akan mau menerima pengaruh dan mau taat, dengan kata lain ia mau
menerima kewibawaan pendidik.

f. Sifat Manusia dan Kemungkinan Terjadinya Pendidikan


Apa sebabnya pendidikan hanya terjadi pada manusia? Pada tumbuh- tumbuhan
sebagai makhluk hidup sama sekali tidak terjadi pendidikan. Pada tingkat hewan ada
perilaku yang mirip dengan pendidikan, namun sangat jauh berlainan
dengan pengertian pendidikan yang sebenarnya. Tindakan yang mirip pendidikan itu
disebut “dressur” ( pembiasaan dan dilatih terus menerus).Anak anjing meniru
induknya, dengan jalan bermain-main, dia melepaskan dorongan untuk berkelahi. Dia
berkelahi ( main-main ) dengan induknya, sedangkan induknya sengaja membuat
dirinya seperti bermain berkelahi juga. Kejadian tersebut seolah-olah pada induk anjing
ada keinginan untuk “ mendidik “ anaknya. Dorongan untuk bermain sepertiitu pada
anjing-anjing tersebut tidak didasarkan atas kesadaran bahwa dirinya ( anak anjing )
tidak mampu, yang harus belajar kepada anjing lain. Bukan itu yang menjadi alasan
anak anjing dan induknya bermain, namun didasarkan dorongan untuk berbuat,
bergerak. Pada anjing-anjing tersebut tidak ada kesengajaan untuk berbuat atas
kesadaran atas kekurangan dan ketidak mampuannya. Misalnya sang induk anjing sadar
bahwa anaknya tidak mampu dan masih banyak kekurangan dalam pengalamannya.
Dari anak anjing tidak ada kesediaan menerima pengaruh dari induknya, tidak ada
kewibawaan.Pada manusia juga terjadi “ dressur “ pada saat anak belum memiliki
kesadaran akan kekurangan dirinya. Pada saat itu anak merasakan untuk meniru dan
berbuat, akan berbuat sesuatu. Anak usia sekitar 2 – 6 tahun misalnya, ia akan berbuat
apa saja, ia bergerak menurut kemauannya. Anak dibelikan sepeda oleh ayahnya agar
anak bisa naik sepeda dan ayahnya mendorong sepeda tersebut. Namun apa yang terjadi
anak tidak mau naik sepeda, bahkan ia akan turun dan mendorong sepeda tersebut
seperti ayahnya mendorong sepeda tadi.Contoh lain anak akan mengambil benda yang
ia temukan disekelilingnya, melihat pisau ( padahal pisau itu sangat tajam ) ia akan
ambil dan digosok-gosokkan seperti menirukan ibunya mengguanakan pisau tersebut,
mungkin juga digosokan ke tangannya. Sang ibu sangat cemas berkata setengah
berteriak, “ Auuu…anakku sayang jangan pake pisau itu, ibu pinjam ya sayang”. Sang
anak tidak mau melepaskan pisau itu. Kalau diambil secara paksa ia akan menangis,
caranya cari pisau lain atau benda lain yang menyerupai pisau yang tumpul lalu berikan
kepadanya.Anak melihat orang tuanya waktu mandi menggosok gigi, dengan gesitnya
anak mengambil sikat gigi ibunya dan ingin pakai pastanya. Disinilah si ibu mencoba
melatih si anak untuk menggosok giginya, dan si anak dengan senangnya menggosok
giginya walaupun tidak benar. Anak makan dengan orang tuanya, ia memperhatikan
orang tuanya memakai sendok dan garpu, dengan cepatnya sang anak mengambil
sendok makan, walaupun cara memegangnya dan cara memasukan ke mulutpun
belum pas dan benar. Disini sang ibu melatih
anaknya membetulkan bagaimana cara memegang sendok, dan bagaimana
memasukannya kedalam mulutnya.
Dalam kejadian di atas, ayah melatih anaknya naik sepeda dan ibunya melarang
anaknya menggunakan pisau supaya jangan bermain dengan pisau, ibu melatih anaknya
menggosok gigi, sang ibu melatih anaknya menggunakan sendok, itu semuanya belum
temasuk pendidikan yang sebenarnya, karena anak belum memahami, menyadari apa
artinya perintah atau kemauan ayahnya untuk naik sepeda, dan anak juga tidak paham
mengapa ibunya melarang bermain dengan pisau, mengapa harus menggosok gigi dan
mengapa makan haruus pakai sendok. Yang dilakukan oleh kedua orang tua anak itu
bukan pendidikan dalam arti sesungguhnya melainkan merupakan suatu “ dressur “.Jadi
dengan sifat anak suka meniru beridentifikasi dengan orang lain, suka bermain, bisa
menerima pengaruh dan menerima kewibawaan orang lain, merupakan keharusan bagi
orang tua ( pendidik ) membimbingnnya. Pendidikan harus menjadi contoh bagi anak
didiknya, memberi pengaruh yang positif untuk mengisi kedewasaan anak kelak.

faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keharusan mendidik anak :

1. Anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya


2. Anak lahir tidak langsung dewasa
3. Manusia sebagai makhluk sosial
4. Manusia sebagai makhluk individu yang berdiri sendiri
5. Manusia sebagai makhluk yang dapat bertanggung jawab
6. Sifat manusia dan kemungkinan terjadinya pendidikan

Batas-Batas Kemungkinan Pendidikan

Apabila kita berbicara mengenai kemungkinan, erat kaitannya dengan masa depan
begitu juga dengan dunia pendidikan. Untuk masa depan dunia pendidikan itu memiliki dua
kemungkinan, yang pertama pendidikan itu bisa lebih maju dan juga bisa lebih mundur
tergantung penerapan pendidikan itu sendiri. Pendidikan di Indonesia bisa saja maju apabila
pendidikan yang diberikan sesuai dengan tujuan dwsm dari pendidikan itu sendiri, akan
tetapi pendidikan tersebut bisa saja lebih terpuruk apabila dalam proses pendidikan itu
sendiri melenceng dari tujuan dasar pendidikan. Maka dari itu kita sebagai calon pendidik
mesti tahu mengenai batas-batas pendidikan, agar pendidikan itu bisa
lebih terarah dan tepat saran juga tentunya lebih maju lagi, berikut dibawah ini batas- batas
pendidikan.

1. Batas-batas pendidikan pada peserta didik :


Peserta didik sebagai manusia dapat memiliki perbedaan, dalam kemampuan,
bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan sebagainya.
2. Batas-batas pendidikan pada pendidik :
Sebagai manusia biasa, pendidik memiliki keterbatasan-keterbatasan. Namun
yang menjadi permasalahan adalah apakah keterbatasan itu dapat ditolerir atau tidak.
Keterbatasan yang dapat ditolerir ialah apabila keterbatasan itu menyebabkan tidak dapat
terwujudnya interaksi antara pendidik dan peserta didik, misalnya pendidik yang sangat
ditakuti oleh peserta didik sehingga tidak mungkin peserta didik datang berhadapan
dengannya. Pendidik yang tidak tahu apa yang akan menjadi isi interaksi dengan peserta
didik, akan menjadikan kekosongan dan kebingungan dalam interaksi. Serta pendidik
yang bermoral, termasuk yang tidak dapat ditolerir, karena pendidikan pada dasarnya
adalah usaha yang dilandasi moral.
3. Batas-batas pendidikan dalam tingkungan dan sarana pendidikan :

Lingkungan dan sarana pendidikan merupakan sumber yang dapat


menentukan kualitas dan berlangsungnya usaha

Kemungkinan Dididik 6 prinsip yang melandasi kemungkinan manusia akan


dapat dididik:

1. Prinsip Potensialitas.
2. Prinsip Dinamika.
3. Prinsip Individualitas
4. Prinsip Sosialitas
5. Prinsip Moralitas
6. Prinsip Keberagamaan/religiusitas
LATIHAN

1. Mengapa manusia harus di didik dan memerlukan pendidikan?


2. Apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan?
3. Bagaimana cara mengatasi kualitas pendiddikan yang rendah?
4. Bagaimana cara mengatasi pendidikan yang tidak merata di indonesia?
5. Komponen apa saja yang mempengaruhi batas – batas dalam pendiddikan?
BAB V

KESIMPULAN

Di dalam UU. No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem pendidikan nasional pasal 3
disebutkan tentang tujuan pendidikan yakni mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis
juga bertanggung jawab.
Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan sesorang.
Pendidikan lah yang menentukan dan menuntun masa depan dan arah hidup seseorang.
Walaupun tidak semua orang berpendapat seperti itu, namun pendidikan tetaplah menjadi
kebutuhan manusia nomor wahid. Bakat dan keahlian seseorang akan terbentuk dan
terasah melalui pendidikan. Pendidikan juga umumnya dijadikan tolak ukur kualitas setiap
orang.
Tetapi, definisi umum tersebut mengalami perkembangan sehingga kata pendidikan
cenderung dimaknai sebagai proses belajar mengajar peserta didik di dalam kelas atau
sekolah. Pendidikan kini lebih dipahami sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan untuk
mengembangkan potensi diri peserta didik melalui suasana belajar dan mengajar.
Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari manusia. Pendidikan sebagai sebuah
kegiatan, proses, hasil, dan ilmu, pada dasarnya adalah usaha sadar yang dilakukan
manusia seumur hidup (life long education) guna memenuhi kebutuhan hidup. Berbagai
potensi dasar atau fitrah sebagaimana diuraikan di atas harus ditumbuhkembangkan secara
optimal dan terpadu melalui proses pendidikan seumur hidup.
Tujuan merupakan faktor utama yang hendak dituju. Dari uraian di atas, bisa
disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan itu adalah “kedewasaan”. Seseorang dikatakan
telah mencapai “kedewasaan” apabila ia telah mampu bertindak dan bertingkahlaku sesuai
dengan kaidah agama serta norma yang berlaku di masyarakat. Tujuan pendidikan dalam
arti sempit adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada anak yang belum
dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Maknanya, tujuan pendidikan adalah rumusan
tentang apa yang harus dicapai oleh anak didik, dan tujuan ini merupakan arah bagi
seluruh kegiatan pendidikan. Sedangkan tujuan pendidikan dalam arti luas adalah usaha
manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya sepanjang hayat.
DAFTAR PUSTAKA

Syaipul sagala. 2003. Pengertian Belajar. jakarta. PT. gramedia

Syah. 2004 . Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Belajar. jakarta. PT. Raja Gravindo
Persada

Annurahman. 2009.Tujuan Pendidikan . bandung : Remaja Rosdakarya

M. Ngalim purwanto . 1992. Definisi Pendidikan : Bandung. PT Remaja Rosdakarya


Soedjadi. 2005. Psikologi Pendidikan . jakarta : Rineka Cipta
Barnadib Imam Sutari. 1993. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta : Andi
Offset,

Maunah Binti. 2003. Diktat Ilmu Pendidikan, Tulungagung : STAIN TA,

Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan. 2012. Studi Ilmu Pendidikan
Islam, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Suharto, Suparlan. 2008. Wawasan Pendidikan: Sebuah pengantar pendidikan, Jogjakarta:Ar-


Ruzz.

Suwarno. 1992. Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1992,

Asbullah, 2009.Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.Purwanto, Ngalim,


MP,DRS.. 2009. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung: Rosa.

Pidarta, Made, Prof., Dr.. 2002. Landasan Kependidikan. Jakarta: PT AsdiMahasatya.


Jasiah, M.Pd, Pengantar Ilmu Pendidikan, hal. 38
Sadulloh, Uyoh,. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta. Cet. Pertama
Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, hal. 20
Sadulloh,Uyoh,2010,pedagogic (ilmu mendidik)

Komar 2013 Dasar-Dasar pendidikan, Bandung :Fakultas ilmu pendidikan IKIP Bandung.
Danim,sudarwan.2010,perkembangan peserta didik.Bandung :

Jasiah,.(2008) pengantar ilmu pendidikan .yogyakarta: ByaktaCendikia.


Hafifah Hana.3 Maret 2012.Tujuan Batas dan Kemungkinan
Pendidikan.http://www.slideshare.net/HanaHafifah/tujuan-batas-dan-kemungkinan-
pendidikan. Diakses pada tanggal 26 Maret 2014.

Munawar Maki.5 Juni 2010.Tujuan dan Batas-batas Kemungkinan


Pendidikan.http://makimunawar.blogspot.com/2010/06/tujuan-dan-batas-batas-
kemungkinan.html. Diakses pada tanggal 26 Maret 2014.

Endang Sri B.H.21 November 2013.Tujuan,Batasan dan Kemungkinan


Pendidikan.http://irasaffaghira.blogspot.com/2013/11/tujuan-batasan-dan-
kemungkinan.html. Diakses pada tanggal 26 Maret 2014.

Wulanda Gita.21 Februari 2012.Keharusan dan Kemungkinan


Pendidikan.http://gittawulanda.blogspot.com/2012/02/makalah-keharusan-dan-
kemungkinan.html. Diakses pada tanggal 26 Maret 2014.
BAB III
KONSEPKARAKTERISTIK DANNJENIS ALAT PENDIDIKAN ALAT PENDIDIKAN

A.Definisi alat Pendidikan

Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang.Alat melihat jenisnya,
sedangkan metode melihat efisiensi dan efektivitasnya. Alat dan metode diartikan sebagai
segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan
pendidikan. Alat pendidikan adalah apa saja yang dapat dijadikan perantara untuk
mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan perbuatan mendidik berlangsung dengan
menggunakan alat pendidikan. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja
dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan
faktorfaktor pendidikan lainnya seperti guru, peserta didik, tujuan, dan lingkungan, dapat
menjadi alat pendidikan apabila digunakan dan direncanakan dalam perbuatan atau
tindakan mendidik. Seorang ayah atau ibu menanami tanaman hortikultura di halaman
rumahnya demi keindahan, kesegaran, dan kesejukan lingkungan rumah sekitarnya, maka
ayah atau ibu telah menyediakan lingkungan pendidikan dalam keluarga. Tetapi, jika ayah
atau ibu tadi menggunakannya untuk “menasihati” atau “memberikan contoh” kepada
anak-anaknya agar membiasakan diri mereka menjaga keindahan, kesegaran, dan
kesejukan lingkungan, maka mereka telah menyediakan alat pendidikan. Jadi, 38
menasihati atau memberi contoh (teladan) adalah alat pendidikan, sedangkan tanaman
hortikultura adalah alat bantu pendidikan.

Contoh di atas menggambarkan, bahwa ada suatu perbuatan dan situasi yang sengaja
diciptakan untuk mencapai suatu tujuan yang bernilai edukatif. Perbuatan dan situasi itu
diarahkan kepada anak. Diharapkan kepada anak agar mengikuti perbuatan orang tuanya
untuk menjaga kebersihan lingkungan demi keindahan, kesegaran, dan kesejukan, bahkan
demi kesehatan. Adanya unsur “kesengajaan” itulah yang mendapat perhatian Langeveld
dalam upaya memahami konsep alat pendidikan. Menurutnya, alat pendidikan adalah
suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan. Walaupun ia tidak menggunakan istilah apa saja yang dapat dijadikan
perantara, tetapi menggunakan istilah perbuatan atau situasi yang dengan sengaja
diadakan, namun sebenarnya pada prinsipnya sama saja, yaitu perbuatan atau situasi apa
saja yang dengan sengaja diadakan dapat dijadikan perantara. Sementara itu, Marimba
memandang alat pendidikan dari aspek fungsinya, yakni; alat sebagai perlengkapan, alat
sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan (untuk mencapai tujuan
selanjutnya).

Dalam praktik pendidikan, istilah alat pendidikan sering diidentikkan dengan media
pendidikan, meskipun sebenarnya pengertian alat lebih luas dari pada media. Media
pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan
efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Dengan perkembangan zaman pada saat ini alat
pendidikan sudah berbaur dengan teknologi canggih atau alat pendidikan berbentuk
benda. Jadi alat pendidikan adalah apa saja yang dapat dijadikan perantara untuk mencapai
tujuan pendidikan. Sedangkan perbuatan mendidik berlangsung dengan menggunakan alat
pendidikan. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan
digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan tertentu.

Secara umum, alat pendidikan adalah segalah sesuatu yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan. Amir Dien Indrakusuma membedakan faktor dan alat pendidikan.
Sedangkan alat pendidikan adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses
pendidikan .

Beberapa para ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang pengertian alat pendidikan
yaitu

a. Langeveld, “Suatu perbuatan atau tindakan atau situasi yang dengan sengaja diadakan
untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.

b. Barnadib, “Suatu tindakan atau perbuatan atau situasi atau benda yang dengan sengaja
diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.”

c. Marimba, “Suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk tercapainya suatu
tujuan pendidikan yang tertentu. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang
sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan”.

d. Ahmadi dan Uhbiyati, “Hal yang tidak saja memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan
terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan dirinya
sebagai perbuatan atau situasi,dengan perbuatan dan situasi tersebut, dicita-citakan dengan
tegas untuk mencapai tujuan pendidikan”.

e. Sadulloh, “Suatu situasi yang diciptakan secara khusus dengan maksud mempengaruhi
anak didik secara pedagogis”.

f. M. N. Purwanto, “Usaha-usaha atau perbuatan-perbuatan si pendidik yang ditujukan untuk


melaksanakan tugas mendidik disebut juga alat alat pendidikan.

Memperhatikan pendapat pakar tentang alat pendidikan, dapat dipahami bahwa alat
pendidikan adalah suatu tindakan, situasi, benda dengan sengaja diadakan untuk mencapai
suatu tujuan pendidikan, berarti pendidik melakukan tindakan bukan secara kebetulan, tetapi
dengan adanya kesengajaan dan perencanaan. Disamping itu pendidik menciptakan situasi
yang lebih baik, sehingga tujuan yang diinginkan tercapai.adapun pengertian alat Pendidikan
adalah ebagai berikut

Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari espek fungsinya , yakni, alat
sebagai perlengkap alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan (untuk
mencapai tujuan selanjutnya).

Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering diindentikan dengan media
pendidikan, walaupun sebenarnya pengertian alat lebih luas dari pada media. Pendidikan
adalah “ Alat metode dan teknik yang di gunakan dalammeningkatkan efektifitas
dan komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan
pengajaran di sekolah.
Menurut langeveld (1971) alat pendidikan adalah suatu perbuatan atau situasi
yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.

Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan dalam proses pendidikan, baik
berbentuk material maupun non-material.
Menurut Ahmadi (1991:140) menyatakan bahwa alat pendidikan adalah hal yang tidak
saja memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik,
tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi, dengan
perbuatan dan situasi mana, dicita-citakan dengan tegas, untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Alat pendidikan non-material adalah suatu tindakan atau perbuatan atau situasi yang
dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Seperti pembiasaan,
menyuruh, larangan, mengaanjurkan, mengajak, memuji, menegur, menghukum dan
berbagai bentuk perbuatan atau tindakan lainnya.
Sedangkan alat pendidikan material adalah berbagai perlengkapan yang digunakan untuk
keperluan pelaksanaan proses pendidikan, biasanya berbentuk benda seperti sarana dan
prasarana.
sedangkan alat pendidikan material adalah berbagai perlengkapan yang digunakan untuk
keperluan pelaksanaan proses pendidikan, biasanya berbentuk benda seperti sarana dan
prasarana. Secara konseptual, optimalisasi peran alat pendidikan akan berkaitan dengan
kecakapan pendidikan dalam memilih dan menggunakannya, yang amat tergantung pada
apa yang ingin dicapai dan dilakukannya dalam proses mendidik.
Membahas mengenai alat pendidikan maka akan terbayang suatu hal yang berhubungan
dengan alat berupa material seperti sarana dan prasarana. Namun ada kegiatan
pendidikan, alat pendidikan tidak hanya terbatas pada bentuk material tetapi juga non-
material seperti halnya perbuatan atau tindakan yang berhubungan dengan proses
tranformasi.
Proses tranformasi merupakan bagian dari proses pendidikan, yaitu suatu usaha yang
sengaja dilakukan untuk mempengaruhi terdidiknya agar sampai pada tujuan pendidikan
agar sampai pada tujuan pendidikan. Dalam menapai tujuan itu maka peran alat
pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam pendidikan, terutama sbagai
penunung kelancaran pendidikan itu sendiri.
Ahmadi (1991:140) menyatakan bahwa alat pendidikan adalah hal yang tidak saja
memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksanakannya pekerjaan mendidik,
tetapi alat pendidikan itu telah memujudkan diri sebagai perbuatan/situasi, dengan
perbuatan dan siuasi mana, dicita-citakan dengan tegas, untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Muharam A (2009:127) menyatakan bahwa alat pendidikan adalah segala sesuatu yang
digunakan untuk kegiatan pendidikan, baik berbentuk material maupun non-material.
Dengan begitu alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan
digunakan demi mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.

a. Alat pendidikan non material Alat pendidikan non material berbentuk perbuatan
atau tindakan yang digunakan pendidikan kepentingan proses pendidikan. Memilih
perbuatan atau tindakan yang tepat tergantung kecakapan pendidikan. Artinya,
seorang pendidikan perlu memahami kondisi dan masalah yang dihadapi terdidik
dikelas.

Menurut lois V.Jhonson dan A. Banny paling tidak terdapat tuuh masalah yang
perlu dipahami pendidikan dikelas, yaitu:

a. Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkah laku, sosial
ekonomi, dan sebagainya.

b. Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya, misalnya mengejek


teman sekelasnya yang menyanyi dengan suara sumbang.

c. Penyimpangan dan norma-norma tingkah laku yang telah disepakati sebelumnya,


misalnya sengaja berbicara keras-keras diruang perpustakaan.

d. Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma keompok,


misalnya pemberian semangat kepada badut kelas

e. Keompok cenderung muda diahlihkan dan tugas yang tengah digarap.

f. Semangat kerja rendah, misalnya semacam aksi protes kepada guru karena
menganggap tugas yang diberikan kurang adil.

g. Kelas kurang menyesuaikan diri dengan keadaan baru,seperti perubahan jadual,


atau guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru yang lain.

b. Alat pendidikan non material Alat pendidikan material atau benda terdiri dari sarana dan
prasarana.

Prasarana adalah semua alat bantu pelajaran yang sifatnya tidak langsung sedangkan sarana
adalah alat bantu pelajaran dapa dipakai pada waktu interaksi belajar mengajar sedang
berlangsung, sarana pendidikan terdiri dari alat berat hardware dan alat ringan software.

Alat berat adalah yang bersifat keras dan berat seperti mesin-mesin , kayu dan sebagainya.
Sedangkan alat ringan pemisah buku, alat pelajaran yang berupa bahan pelajaran yang berupa
bahan pelajaran atau tugas seperti kertas untuk bekerja dan lembaran penilaian dalam sistem
modul. Prasarana sebagai alat pendidikan berkaitan dengan lingkungan fisik tempat belajar
meskipun tidak berpengaruh langsung tetapi mempunyai pengaruh penting terhadap hasil
pembelajarnya. Lingkungan fidik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal
mendukung meningkatkan intensitas proses pembelajaran dan mempunyai pengaruh positif
terhadap pencapaian tujuan pembelajaran .Lingkungan fisik yang dimaksud meliputi:
a. Ruangan / kelas tempat belajar harus memungkinkan semua siswa bergerak leluasa, tidak
berdesak-desakan dan saling mengganggu antara siswa yang satu dengan yang laiinya pada saat
melakukan aktivitas belajar.

b. Pengaturan tempat duduk Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah kemungkinan
terjadinya tatap muka, dengan demikian guru dapat mengontrol tingkah laku siswa.

c. Ventilasi dan pengaturan cahaya suhu, ventilasi dan penerangan adalah asset penting untuk
terciptanya suasana belajar yang nyaman.

B.PERAN ALAT PENDIDIKAN DALAM PEMBELAJARAN

Fungsi sebagai alat bantu untuk memperlancar penyelenggaraan pendidikan agar lebih efektif
dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Alat-alat atau media pendidikan tersebut bisa
terdiri atas orang-orang, makhluk-makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan, benda-benda, perbuatan
dan perkataan serta segala sesuatu yang bisa digunakan oleh pendidik sebagai alat bantu atau
perantara untuk menyajikan bahan pelajaran.
Alat-alat pendidikan tersebut secara umum ada yang terkelompok sebagai perangkat lunak
(software); dan ada pula perangkat keras (hardware) yang dapat dijadikan bermanfaat untuk
meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi proses pembelajaran di dalam dan di luar
sekolah.

Terkelompok sebagai perangkat lunak adalah perbuatan pendidik yang dengan sengaja
merencanakan suatu strategi yang mungkinkan dapat dilaksanakan oleh pendidik untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran peserta didik, seperti : nasihat, tauladan, perintah,
larangan, pujian, teguran, ganjaran, dan hukuman.

Sedangkan perangkat keras adalah alat-alat praga atau alat bantu audio visual seperti : radio,
tape-recorder, foto, transparansi, maket, laboratorium, komputer dan lain-lain.

Oleh karena pendidikan Islam, seperti, dikatakan oleh Zakiah Daradjat, lebih mengutamakan
pendidikan keilmuan dan pembentukan akhlak, maka alat untuk mencapai ilmu adalah alat-alat
pendidikan ilmu, sedangkan alat untuk pembentukan akhlak adalah pergaulan.

Dengan demikian, semua perangkat keras dan perangkat lunak yang dikenal sebagai alat atau
media pendidikan itu pada umumnya dapat digunakan pada proses pembelajaran dalam
pendidikan Islam, asalkan diterapkan secara tepat dan proporsional serta tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Pada dasarnya, semua alat pendidikan mempunyai kelebihan dan kelemahan. Hal itu sejalan
dengan fungsi alat, yang tidak satupun dapat dipandang paling baik untuk digunakan dalam
melaksanakan segala macam pekerjaan. Setiap alat memiliki keunggulan dan kekurangannya
masing-masing baik dalam penggunaannya maupun dari hasil segi yang dicapainya.

Karena itu, dalam menggunakan alat pendidikan ada beberapa pertimbangan yang perlu
diperhatikan.

1. Alat pendidikan tersebut sesuai atau cocok dalam pencapaian tujuan pembelajaran tertentu,
misalnya untuk tujuan afektif, kognitif, dan kinerja atau psikomotorik
2. Pendidik memahami dengan baik peranan alat tersebut serta dapat menggunakannya secara
baik dan benar, sesuai dengan bahan/materi pelajaran, situasi belajar dan tujuan pembelajaran
yang hendak dicapai.

3. Peserta didik mampu menerima penggunaan alat pendidikan itu sesuai dengan keadaan dan
latar belakang usianya, jenis kelamin dan bakat-bakatnya.

4. Alat pendidikan itu di perkirakan membawa hasil yang baik serta tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap perkembangan akhlak dan agamanya, maupun terhadap perkembangan fisik
dan psikologisnya.

Abu Bakar Muhammad berpendapat sebagaimana dikutip Ramayulis (Ramayulis, 2010: 212)
bahwa kegunan alat pendidikan itu adalah:

1) Mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dan memperjelas materi pelajaran yang sulit.

2) Mampu mempermudah pemahaman dan menjadikan pelajaran lebih hidup.

3) Merangsang anak untuk bekerja dan menggerakan naluri kecintaan, melatih belajar dan
menimbulkan kemauan keras untuk mempelajari sesuatu.

4) Membantu pembentukan kebiasaan, melahirkan pendapat memperhatikan dan memikirkan


suatu pelajaran.

5) Menimbulkan kekuatan perhatian (ingatan), mempertajam indra memperhalus perasaan dan


cepat belajar.

Sedangkan Madyo Ekosilo, mengelompokkan alat pendidikan menjadi dua kelompok, yaitu:

1) Alat pendidikan yang bersifat material, yaitu alat-alat pendidikan yang berupa benda-benda
nyata untuk memperlancar pencapaian tujuan pendidikan. Misalnya papan tulis, Alat tulis,
penghapus, media pendidikan dalam pembelajaran.

2) Alat pendidikan yang bersifat non material, yaitu alat-alat pendidikan yang berupa keadaan
atau kondisi, tindakan dan perbuatan yang diadakan atau dilakukan dengan sengaja sebagai
sarana dalam kegiatan pendidikan. (Modyo Ekosusilo, 1985).

C.PRINSIP PENGGUNAAN ALAT PENDIDIKAN


Penggunaan alat pendidikan dipengaruhi oleh kecakapan pendidik yang harus menyesuaikan dengan
tujuan yang diingin dicapai. Penggunaan alat mempunyai hubungan yang erat dengan sifat pendidik
yanng merupakan sifat khas, para pendidik sebaiknya menghindarkan tindakan yang bersifat
memaksa. Misalnya pendidikan yang memaksa dan mengabaikan cita keagamaan tidak akan berhasil
di dalam mendidik keagamaan, walaupun alat-alat yang digunakan cukup tersedia, baik dan
sempurna. Di dalam memilih alat pendidikan yang akan digunakan perlu diingat atau diperhatikan hal-
hal berikut :

a. Tujuan apakah yang ingin dicapai dengan alat pendidikan


b. Siapakah yang akan menggunakan alat itu
c. Alat-alat manakah yang tersedia dan dapat digunakan
d. Terhadap siapakah alat itu digunakan.
Selain dan hal itu, perlu pula kita perhatikan bagaimana reaksi anak-anak terhadap penggunaan alat
pendidikan itu jangan samapi reaksi anak didik hanya sekedar reaksi rangsang belaka, tetapi dengan
penggunaan alat itu diharapkan anak didik akan mengalami perubahan yang sesuai dengan tujuan yang
diharapkan atau perubahan yang tidak hanya bersifat mekanisme, tetapi benar-benar merupakan
pencerminan dan pribadi anak didik.

Dalam masalah terhadap siapakah alat itu digunakan, maka perlu diingat, bagaimanakah kondisi anak
yang menerimanya, apakah anak didik itu berkelainan , dan bagaimanakah kelainannya, berapakah
umur anak didik itu, bagaimanakah watak atau kebiasaannya dan situasi disaat itu dan lain-lainnya.

Tujuan pendidikan adalah membimbing anak untuk mencapai kedewasaan, kedewasaan ini dapat
dicapai dalam pergaulan antara terdidik dengan pendidik, dan pergaulan ini merupakan alat pendidikan
yang utama. Jadi dapat ditegaskan, bahwa alat yang utama mencapai tujuan pendidikan adalah
pergaulan.

Dalam pergaulan, anak didik tidak merasa dirinya secara formal terikat pada suatu ikatan, sebagai
seseorang yang harus tunduk, sehingga karena itu, ia harus membatasi tingkah lakunya atau segala
tindakannya, sebagaimana yang terjasi pada situasi pendidikan. Tetapi dalam pergaulan itu anak didik
mempunyai hak untuk memperoleh petuah, petunjuk atau contoh sebagaimana yang diperoleh dalam
situasi pendidikan formal. Untuk itu, pemakaina alat pendidikan harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
a. Tujuan pendidikan
b. Jenis pendidikan
c. Pendidik yang memakai alat pendidikan
d. Anak didik yang dikenai alat pendidikan.

Meskipun tujuan pendidikan itu adalah sesuatu yang baik, namun apa bentuk/jenis dan pada tujuan itu
adalah bermacam-macam sesuai dengan bidang studi dan tingkatan. Apabila bidang studi dantingkatan
pendidikan berbeda, tentunya alat pendidikan pun bisa berbeda. Misalnya tujuan pendidikannya itu
hanya sampai pada pengertian, tentunya alat yang digunakan berbeda dengan alat yang tujuannya
untuk keterampilan.

Pendidik sebagai pemakai alat pendidikan pun juga berbeda-beda keahlian dan oerintasinay meskipun
dalam bidang studi yang sama, lebih-lebih dalam bidang studi yang berbeda, maka tentunya alat yang
dipakai juga berbeda. Pendidk tidak boleh memaksakan diri menggunakan alat yang tidak cocok.
Anak didik sebagai pihak yang dikenai perbuatan mendidik adalah pihak yang pertama-tama
diperhatikan dalam penggunaan alat pendidikan, adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan
tentang anak didik adalah dari segi :
a. Jenis kelamin
b. Usia
c. Bakat
d. Perkembangan
e. Alam sekitar
Contohnya, penggunaan alat pendidikan no material dalam bentuk paksaan, tentunya tidaklah sama
tingkatan paksaan tersebut terhadap anak perempuan anak laki-laki,terhadap kanak-kanak dan orang
uta, terhadap anak yang berbakat dan anak yang malas, terhadap anak yang genius dan anak idiot,
terhadap anak yang hidup di daerah pegunungan dan anak yang hidup di pantai.

Dalam penggunaan alat pendidikan materialpun perlu diperhatikan adanya perbedaan jenis kelamin,
usia, bakat dan perkembangan anak didk serta dimana anak didik itu hidup. Contohnya pelajaran yang
menggunakan komputer bagi anak SD berbeda dengan anak SMP, bagi anak di desa dengan di kota, bagi
anak kurang mampu status ekonomi orang tuanya berbeda dengan anak yang mampu atau
berkecukupan orang tuanya.

D.MANFAAT ALAT PENDIDIKAN


Menggunakan alat dalam pendidikan dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam
pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya.
Ada beberapa alasan, mengapa alat pendiikan.

a. Palajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa,
dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pendidikan lebik baik.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui
penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,
apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.

d. Siswa lebih banyak meakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengaran uraian guru,
tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemostrasikan, dan lain-lain

Contoh sederhana, guru akan mengajarkan masalah kepadatan penduduk sebuah kota. Ia
menggunakan berbagai media pengajaran antara lain gambar atau foto suatu kota yang padat
penduduknya dengan segala permasalahannya. Gambar atau foto tersebut akan lebih menarik
bagi siswa dibandingkan dengan cerita guru tentang padatnya penduduk kota tersebut. Alasan
kedua mengapa penggunaan alat pendidikan dapat mempertinggi proses dan hasil belajar
pengajaran adalah berkenaan dengan taraf berfikir siswa. Tahap berfikir manusia mengikuti tahap
perkembangan dimulai dari berfikir kongkret menuju ke berfikir abstrak, dimulai dari berfikir
sederhana menuju ke berfikir kompleks. Penggunaan alat pendidikan erat kaitannya dengan
tahapan berfikir tersebut sebab melalui alat pendidikan hal-hal yang abstrak dapat dikongkretkan,
dan halhal yang kompleks dapat disederhanakan.

Dari uraian di atas maka dapat dipahami bahwa mafaaat atau kegunaan dari alat pendidikan itu
sangat banyak yang akan dirasakan oleh seorang pendidik, intinya adalah lancar dalam proses
pembelajaran, dan sampai pada tujuan pendidikan dengan hasil yang memuaskan.

Alat pendikan juga dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan
manfaat alat pendidikan dalam proses belajar siswa antara lain :Alat peraga termasuk media yang
sangat penting dalam menyampaikan informasi ilmu pengetahuan kepada siswa.

Penelitian membuktikan bahwa kemampuan alat indra menerima dan menyerap informasi lebih
besar pada penglihatan (70 % - 85%) dan pendengaran ( 15% - 25%).

Siswa lebih mudah menerima informasi materi pelajaran melalui proses penglihatan. Sebaliknya,
guru akan mudah menyampaikan informasi pelajaran melalui penggunaan alat peraga bersifat
visual dan audio.
Tentunya kita masih ingat ketika guru menerangkan pelajaran di depan kelas
menggunakan media pembelajaran. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat sehingga pelajaran
itu pun harus berakhir. Waktu belajar begitu terbatas. Mengapa terjadi demikian?

Perhatian kita hanya tertuju pada penjelasan guru dan alat peraga yang digunakan dalam belajar.
Rupanya media penyampai materi pelajaran yang digunakan guru telah menyita seluruh
perhatian siswa. Bukan main!

Benar. Pada mata pelajaran Geografi ada globe (tiruan bumi) dan peta wilayah. Model rangka
manusia berdiri pada sistem rangka membuat siswa lupa akan waktu pada mata pelajaran
Biologi.

Model sistem tata surya dalam pelajaran Fisika merasa siswa berada di angkasa. Begitu pula
model lampu kedap-kedip hasil praktik materi listrik dinamis pada mata pelajaran Fisika. Ini hanya
beberapa contoh saja!

Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disimpulkan beberapa manfaat penggunaan alat peraga bagi
siswa. Di antaranya adalah:

1.Memusatkan perhatian siswa

2.Menarik minat siswa untuk belajar

3.Mempermudah penguasaan materi pelajaran

4.Merangsang daya pikir dan nalar siswa

5.Meningkatkan daya imajinasi dan kreatifitas siswa

Sedangkan bagi guru, manfaatnya adalah sebagai berikut:

1.Mempermudah penyampaian materi pelajaran yang bersifat abstrak.

2.Memperluas cakupan materi pelajaran

3.Mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran

4.Menciptakan suasana pembelajaran kondusif.

5.menghindari pembelajaran verbalisme.

6.menciptakan pembelajaran efektif dan efisien.

Alat peraga juga merupakan media yang digunakan untuk membantu penyampaian informasi dari
suatu ilmu pengetahuan kepada siswa. Selain mengoptimalkan manfaat pembelajaran bagi guru,
penggunaan alat peraga ini memiliki tujuan untuk memudahkan penjelasan agar siswa dapat
menyerap informasi dengan lebih mudah. Alat peraga terdiri dari beberapa macam bentuk, baik
secara visual maupun audio. Kali ini akan dibahas mengenai beberapa manfaat alat peraga dalam
dunia pembelajaran, baik itu manfaat untuk guru maupun siswa, antara lain:
1. Membuat siswa lebih bersemangat belajar

Jika pembelajaran biasanya membosankan dan tidak menarik, dengan alat peraga proses belajar
akan semakin menyenangkan untuk mendapat manfaat mempelajari ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sehingga siswa tidak akan bosan, mengantuk karena siswa dapat langsung memiliki
gambaran tentang apa yang dipelajari dan semakin mudah dipahami.

2. Membuat siswa lebih fokus belajar

Siswa pada umumnya akan teralihkan perhatiannya dengan melakukan hal lain jika pelajaran yang
diikuti tidak menarik dan membosankan. Adanya alat peraga secara tidak langsung akan
membuat siswa lebih berkonsentrasi dan fokus terhadap pelajaran yang di dapat. Hal ini karena
alat peraga siswa dapat meningkatkan perhatian siswa ketika pelajaran.

3. Merangsang penalaran dan kemampuan berpikir

Untuk mendukung manfaat membaca buku pelajaran bagi siswa, keberadaan alat peraga dapat
membantu mempermudah penjelasan yang ada dalam buku secara langsung. Dengan ini siswa
tidak hanya akan membayangkan saja, namun juga dapat melihat gambaran melalui replika
ataupun secara langsung dengan bantuan alat peraga.

4. Mempermudah siswa menguasai materi pelajaran

Alat peraga memudahkan guru untuk menjelaskan materi yang diberikan, karena siswa dapat
langsung memiliki gambaran materi tersebut. Dengan begitu secara alami siswa akan memahami
dan menyimpan materi secara cepat juga mudah. Contohnya saja alat peraga tentang proses
kimia di alam, siswa akan lebih mudah mendapatkan manfaat mempelajari ilmu kimia yang
dijelaskan.

5. Membuat suasana belajar semakin kondusif

Selain membuat siswa menjadi lebih tertarik dan lebih berkonsentrasi, manfaat alat peraga juga
dapat membuat suasana belajar menjadi semakin kondusif. Siswa akan lebih memusatkan
perhatian pada alat peraga dengan penjelasan yang diberikan, sehingga hal ini akan sangat efektif
untuk membuat pelajaran menjadi menyenangkan namun tetap kondusif.

6. Meningkatkan interaksi antara guru dan siswa

Saat guru menjelaskan materi pelajaran dengan alat peraga, siswa secara otomatis akan
mendengarkan sekaligus melihat apa yang sedang dipelajari. Hal ini akan menghasilkan interaksi
yang positif antara guru dan siswa, karena dengan bantuan alat peraga pemikiran guru dan siswa
dapat sejalan karena siswa lebih mudah menangkap materi yang dipelajari.

7. Mengurangi cara pembelajaran yang bersifat verbalisme

Salah satu hal yang membuat siswa merasa bosan saat belajar adalah karena guru hanya
menjelaskan materi saja tanpa ada variasi. Beda halnya jika misalnya menggunakan alat peraga
biologi, guru tidak hanya menjelaskan dengan kata-kata yang membosankan saja namun siswa
mudah menangkap manfaat belajar ilmu biologi karena bisa melihat contoh langsung dari alat
peraga.
8. Memperluas bahasan materi Pelajaran

Penggunaan alat peraga juga bisa menyediakan informasi lebih dari materi yang sedang dipelajari.
Hal ini dikarenakan alat peraga terkadang memiliki konten atau isi yang lebih bisa dieksplorasi
lebih lanjut, sehingga informasi yang akan didapatkan siswa dapat lebih luas cakupannya

E.LATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan alat pendidikan?
2. Apa yang dimaksud dengan alat pendidikan non material dan alat pendidikan
material? Berikan contohnya!
3. Berikan contoh dari karakteristik alat pendidikan material!
4. Tuliskan apa yang perlu diperhatikan dari penggunaan alat pendidikan?

BAB III

KARAKTERISTIK ALAT PENDIDIKAN

A.Pengertian alat Pendidikan

karaktersitik alat pendidikan merupakan hal yang dapat dikatakan sebagai persyaratan atau
sebagai kondisi ideal alat pendidikan, baik yang itu alat pendidikan non material maupun alat
pendidikan material yang digunakan dalam kegiatan kependidikan.

a. Karakteristik alat pendidikan non material Alat pendidikan berbentuk non material
merunjuk pada bagaimana sebaiknya menerapkan perbuatan atau tindakan
pendidikan non material harus memenuhi karakteristik tertentu untuk mencapai
tujuan pendidikan.

Berikut adalah beberapa karakteristik perbuatan /tindakan sebagai alat


pendidikan non material:

1. Perbuatan /tindakan pendidikan hendaknya dilakukan dengan pemikiran


terlebih dahulu bagaimana cara melakukan sesuatu karena setiap manusia
mempunyai sifat konservatif yaitu sifat yang cenderung untuk mempertahankan.
Manusia yang merubah kebiasaan. Manusia yang memiliki sifat konservatif tidak
akan bisa menerima berbagai kebiasaan baru dalam kehidupannya jika kita
bertindak tanpa memikirkan segala sesuaunya terlebih dahulu.

2. Perbuatan / tindakan pendidikan hendaknya membiasakan pesera didik akan


hal-hal yang harus dikerjakan agar pesertta didik terbiasan tanpa harus menunggu
perintah orang lain untuk mengerjakan apa yang harus dikerjakan.

3. Perbuatan / tindakan pendidikan terhadap peserta didik hendaknya dilakukan


dengan hati-hati baik berupa teguran ataupun perlakuan. Karena. Peserta didik
yang menerima teguran atau larangan yang dilakukannya salah sehingga akan
menimbulan frustasi bahkan akan berdampak keras pada psikologi peserta didik
yang tidak menutup kemungkinan akan tersinggung bahkan bisa menimbulkan
rasa dendam.

4. Perbuatan / tindakan hendaknya dilakukan dengan diikuti oleh bimbingan apa


yang sebaiknya harus dilakukan peserta didik. Sering terjadi pendidikan hanya
memberikan ajuran yang seharusnya dilakukan peserta didik dilaksanakan.

5. Perbuatan / tindakan hendaknya diawali ndengan memberikan beberapa


gambaran yang sesuai sebelum mengajak peserta didik untuk melakukannya.
Misalnya, kegiatan yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan. Caranya
dapat dilakukan dengan memberikan gambaran tentang pentingnya kebersihan,
kemudian menghasilkan sikap dimana peserta didik tertarik untuk melakukan
kegiatan kebersihan melakukan kegiatan kebersihan tersebut.

6. Perbuatan / tindakan pendidikan hendaknya tidak harus memaksakan diri


sedemikian rupa sehingga pendidikan tidak lagi hidup wajar sebagai diri sendiri.
Jika demikian, maka sebagai pendidikan justru kehilangan hal pokok yang penting,
yaitu kewajaran pendidik sebagai seorang dirinya sendiri. Sebaiknya pendidik
berlaku sewajarnya manusia bisa tetapi penuh kesungguhan.

7. Perbuatan / tindakan pendidikan hendaknya tidak berlebihan, misalnya


berlebihan dalam memuji karena akan berakibatkan kurang baik, terutama pada
peserta didik yang sudah mampu menimbang dengan akalnya.

8. Perbuatan / tindakan pendidikan hendaknya bijaksana dalam menanggapi


kesalahan peserta didik, sebelumnya menegurkan harus dapat dipastikan
kesalahan itu disengaja atau tidak.

Muharam A. (2009:135) meskipun alat pendidikan kebendaan atau material seperti: lahan,
gedung, prabot dan perlengkapan lebih berkaitan dengan kegiatan pendidikan di sekolah, namun
karena sifat pendidikan secara umumpun memanfaatkan pentingnya peran alat pendidikan
berbentuk material, maka beberapa kerakteristik berikut ini perlu dipahami dan dijadikan
pertimbangan pendidik dalam menjalankan kegiatan pendidikan seperti:

a. Alat pendidikan hendaklah terbuat dari alat yang kuat dan tahan lama dengan
memperhatikan keadaan setempat.
b. Pembuatan alat pendidikan mudah dan dapat dikerjakan secara masal. c. Biaya
alat pendidikan relative murah.

d. Alat pendidikan hendaknya enak dan nyaman bila ditempati atau dipakai
sehingga tidak mengganggu keamanan pemakainya.

e. Alat pendidikan relatif ringan untuk mudah dipindah-pindahkan.

Secara lebih rinci syarat-syarat alat pendidikan yang harus diperhatikan pendidik adalah:

a. Ukuran fisik terdidik, agar pemakaianya fungsi dan efektif.

b. Bentuk dasar yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

1) Sesuai dengan aktivitas terdidik dalam proses pendidikan.

2) Kuat, mudah pemeliharaan dan mudah dibersihkan.

c. Mempunyai pola dasar yang sederhana.

d. Mudah dan ringkas untuk disimpan atau disusun.

e. Fleksibel, sehingga mudah digabungkan dan dapat pula berdiri sendiri.

f. Kontruksi perabot hendaknya kuat dan tahan lama, mudah dikerjakan secara
masal, tidak terganggu keamanan terdidik, bahannya mudah didapat di pasaran
dan disesuaikan dengan keadaan setempat.

Pembuatan alat pendidikan akan dapat diandalkan keberhasilannya, apabila dimulai dengan
suatu perencanaan yang mantap. Artinya didalam menyusun perencanaan, telah dipikirkan secara
matang tentang manusia, materi serta pembiayaan yang akan menunjang keberhasilan
pendidikan, sehingga benar-benar akan memenuhi syarat filosofis, didaktis, pedagogis, psikologis,
ekologis, ekonomis dan seterusnya. b. Karakteristik alat pendidikan material Sifat pendidikan
secara umum menempatkan pentingnya alat pendidikan berbentuk material, maka berbentuk
beberapa karakteristik yang perlu dipahami di jadikan pertimbangan pendidikan dalam
menjalankan kegiatan pendidikan,seperti:

1. Alat pendidikan hendaknaya terbuat dari bahan yang kuat agat tahan lama,
dengan memperhatikan keadaan setempt.

2. Pembuatan alat pendidikan murah dan dapat dikerakan secara masal.

3. Biaya alat pendidikan relatif murah

4. Alat pendidikan hendaknya enak dan nyaman bila ditempati atau dipakai
sehingga keamanan pemakainya.
Alat pendidikan relatif ringan dan mudah untuk dipindah-pindahkan. Secara lebih rinci syarat-
syarat alat pendidikan yang harus diperhatikan oleh seorang pendidikan yaitu:

1) Ukuran fisik peserta didik, agar pemakainya fungsional dan efektif.

2) Bentuk dasar yang memnuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Sesuai dengan aktivitas peserta didik dalam proses pendidikan.

b. Kuat, mudah pemeliharannya dan mudah dibersihkan.

c. Mempunyai pola dasar yang sederhana.

d. Mudah dan ringkas untuk disimpan daan diusun.

e. Fleksibel, sehingga mudah digabungkan dan dapat pula berdiri sendiri.

3) Konstruksi perabot hendaknya:

a) Kuat dan tahan lama

b) Mudah dikerjakan secara masal

c) Tidak terganggu keamanan peserta didik

d) Bahan yang mudah didapat di pasaran dan disesuaikan dengan keadaan


setempat.

Syarat-syarat alat pendidikan menurut bentuk dan jenisnya harus sesuai dengan fisik peserat
didik. Maka dari itu ada beberapa hal yang harus doperhatikan, yaitu:

1) Keadaan bahan tidak membahayakan

2) Konstruksinya sesuai dengan kondisi peserta didik

3) Dipilih dan direncanakan dengan benar atau disesuaikan dengan kebutuhan


Alat pendidikan yang baik perlu memperhatikan aspek-aspek yang sesuai dan
disesuaikan dengan umur,minat, fisik maupun psikis peserta didik. Untuk itu hal
yang diperlukan:

1) Keadaan bahan baku/ material harus memiliki struktur yang kuat, tetapi
ringan, tidak membahayakan bagi keselamatan peserta didik.

2) Konstruksinya harus sedemekian rupa, sehingga sesuai dengan kondisi pesert


didik.

3) Dipilih dan direncanakan dngan teliti dan baik.


4) Pengadaan dan pengaturan harus sedemikian rupa, sehingga benar-benar
berfungsi bagi penanaman, penumpukan serta pembinaan hal-hal yang berguna
bagi peserta didik. Pembuatan alat pendidikan akan dapat diandalkan
keberhasilannya, apabila dimulai dengan suatu perencanaan yang mantap. Artinya
apabila dalam menyusun perencanaan, telah dipikirkan secara matang tentang
manusia, materi serta pembiayaan yang akan menunjang keberhasilan
pendidikan, sehingga benar-benar akan memenuhi syarat filosofis,didaktis,
psikologi, ekologis,ekonomis,dan estetisnya.

A. Karakteristik Alat Pendidikan Non Material Alat pendidikan berbentuk non material merujuk
pada bagaimana sebaiknya menerapkan perbuatan atau tindakan pendidik terhadap peserta
didik. Alat pendidikan non material harus memenuhi karakteristik tertentu untuk mencapai
tujuan pendidikan. Berikut adalah beberapa karakteristik perbuatan / tindakan sebagai alat
pendidikan non material :

1) Perbuatan / tindakan pendidik hendaknya dilakukan dengan memikirkan


terlebih dahulu bagaimana cara melakukan sesuatu karena setiap manusia
mempunyai sifat konservatif yaitu sifat yang cenderung untuk mempertahankan
atau tidak merubah kebiasaan. Manusia yang memiliki sifat konservatif tidak akan
bisa menerima berbagai kebiasaan baru dalam hidupnya jika kita bertindak tanpa
memikirkan segala sesuatunya terlebih dahulu.

2) Perbuatan / tindakan pendidik hendaknya membiasakan peserta didik akan hal


– hal yang harus dikerjakan agar peserta didik terbiasa tanpa harus menunggu
perintah orang lain untuk mengerjakan apa yang harus dikerjakan.

3) Perbuatan / tindakan pendidik terhadap peserta didik hendaknya dilakukan


dengan hati – hati, baik itu berupa teguran ataupun perlakuan. Karena, peserta
didik yang menerima teguran atau larangan yang terlalu keras akan merasa segala
sesuatu yang dilakukannya salah sehingga akan menimbulkan frustasi bahkan
akan berdampak keras pada psikologi peserta didik yang tidak menutup
kemungkinan akan tersinggung bahkan bisa menimbulkan rasa dendam.

4) Perbuatan / tindakan hendaknya dilakukan dengan diikuti oleh bimbingan apa


yang sebaiknya harus dilakukan peserta didik. Sering terjadi pendidik hanya
memberikan ajuran yang mengakibatkan kebingungan sehingga suatu kegiatan
yang seharusnya dilakukan peserta didik tidak dilaksanakan.

5) Perbuatan / tindakan hendaknya diawali dengan memberikan beberapa


gambaran yang sesuai sebelum mengajak peserta didik untuk melakukannya.
Misalnya, kegiatan yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan. Caranya
dapat dilakukan dengan memberikan gambaran tentang pentingnya kebersihan
dan memberikan informasi akan manfaat kebersihan, kemudian menghasilkan
sikap dimana peserta didik tertarik untuk melakukan kegiatan kebersihan
tersebut.

6) Perbuatan / tindakan pendidik hendaknya tidak harus memaksakan diri


sedemikian rupa sehingga pendidik tidak lagi hidup wajar sebagai diri sendiri. Jika
demikian, maka sebagai pendidik justru kehilangan hal pokok yang penting, yaitu
kewajaran pendidik sebagai seorang dirinya sendiri. Sebaiknya pendidik berlaku
sewajarnya manusia biasa tetapi penuh kesungguhan.

7) Perbuatan / tindakan pendidik hendaknya tidak berlebihan, misalnya


berlebihan dalam memuji karena akan berakibat kurang baik, terutama pada
peserta didik yang sudah mampu menimbang dengan akalnya.

8) Perbuatan / tindakan pendidik hendaknya bijaksana dalam menanggapi


kesalahan peseta didik, sebelum menegurnya harus dapat dipastikan kesalahan
itu disengaja atau tidak.

Menurut Muharam A. (2009:133-135) manyatakan bahwa ada beberapa karakteristik perbuatan


atau tindakan sebagai alat pendidikan non material, yakni:

a. Perbuatan atau tindakan pendidik hendaknya dilakukan awal-awal dalam


proses pendidikan dengan memikirkan terlebih dahulu tentang bagaimana cara
melakukan sesuatu karena manusia mempunyai sifat konservatif yang cenderung
untuk mempertahankan atau tidak merubah kebiasaan.

b. Perbuatan atau tindakan hendaknya membiasakan terdidik akan hal-hal yang


harus dikerjakan agar menjadi biasa untuk melakukan sesuatu secara otomatis,
tanpa harus disuruh lagi orang lain, atau menunggu sampai orang lain merasa
tidak senang padanya karena kebiasaan yang buruknya.

c. Perbuatan atau tindakan pendidik hendaknya dilakukan dengan hati-hati, baik


dalam frekuensi maupun cara melakukannya.

d. Perbuatan atau tindakan hendaknya digunakan dengan diikuti oleh bimbingan


apa yang sebaiknya harus dilakukan terdidik.

e. Perbuatan atau tindakan hendaknya dilakukan atau diawali dengan


memberikan beberapa gambaran yang sesuai sebelum mengajak terdidik untuk
melakukannya.

f. Perbuatan atau tindakan hendaknya pendidik tidak harus memaksakan diri


sedemikian rupa sehingga pendidik tidak lagi hidup wajar sebagai pribadi atau
sebagai diri sendiri.

g. Perbuatan atau tindakan hendaknya tidak berlebihan, misalnya dalam memuji


karena akan berakibat kurang baik, terutama pada pendidik yang sudah lebih
mampu menimbang dengan akalnya.

h. Perbuatan atau tindakan pendidik hendaknya bijaksana menanggapi kalau ada


sesuatu kesalahan dari terdidik, sebab belum tentu suatu kesalahan itu dibuat
dengan sengaja. Misalnya dalam menerapkan hukuman pelanggaran yang
dilakukan terdidik
C. MACAM MACAM ALAT PENDIDIKAN
Sutari Imam Barrnadib membagi alat pendidikan ke dalam fisik dan non fisik, yaitu5 :

1. Fisik Suatu perangkat keras yang biasa diubah menjadi perangkat lunak (soft ware). Sebagai
contoh misalnya, sebuah pita tape dapat diubah menjadi rekaman dari mata kuliah tertentu, dari
benda menjadi

perangkat lunak. Sebuah komputer dapat dioperasikan untuk menjadi sebuah


pemroses kata (wordprocessor) bila telah terpasang pada disket yang berisikan
program yang relevan.

Disket yang telah berisi ini berfungsi sebagai perangkat lunak. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan sesuai perkembangan zaman, maka akan
berkembang pula teknologi pendidikan. Dengan perkembangan teknologi
pedidikan proses pedidikan dapat dijadikan lebih efektif, efesien, dan terawasi.
Misalnya, dengan penggunaan Overhed Project (OHP), siswa akan memperoleh
kesan-kesan yang lebih jelas bila dibandingkan dengan cara verbal.
Daya tangkap lewat indera diperkuat (reinforced) karena stimulus yang disajikan
lewat OHP tersebut. Dengan memperhatikan contoh-contoh di atas dapat
dipahami bahwa sesuai dengan perkembangan teknologi, alat-alat yang
diperlukan untuk pendidikan baik yang berupa perangkat keras (hardware)
maupun perangkat lunak (software) akan semakin banyak jenisnya dan semakin
tinggi kualitasnya. Banyak tokoh teknologi pendidikan, seperti

Thorndike, Pressey, Pavlov, Skinner, Crowder dan sebagainya. Edward L.


Thorndike terkenal dengan teorinya law of effect, dimana belajar akan berhasil
jika hasil belajar itu memberikan rasa senang kepada diri anak.
Oleh karena itu setiap jawaban dari stimulus harus diikuti dengan reinforcements
tertentu, sehingga anak merasakan sukses merangkai.
Sidney L. Pressey memperkenalkan mesin mengajar (teaching machine) sebagai
perangkat keras yang harus diisi dengan perangkat lunak. Ivan
Pavlov terkenal denga teori condisioning dan dan B.F. Skinner terkenal dengan
pengajaran berprograma linear.
Skinner adalah orang pertama memperkenalkan programmed instruction itu,
selanjutnya diikuti oleh Crowder dengan pengajaran berprograma bercabang.
Kemajuan yang dicapai oleh manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi membuat ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri berkembang
semakin pesat. Pola hidup manusia dengan kemajuan ilmu dan teknologi
mempunyai hubungan erat, pendidikan mungkin wadah yang paling menonjol
dalam rangka kemajuan itu. Dalam rangka kegiatan pendidikan, ada beberapa alat
yang dapat digunakan, mulai dari yang paling sederhana, sampai kepada yang
canggih. Beberapa alat pendidikan yang berupa benda tersebut adalah :

Papan tulis Papan tulis digunakan hampir di setiap ruangan kelas, papan tulis
biasanya terbuat dari papan biasa, tripleks atau slate.
Papan tulis sangat baik untuk mebuat tulisan, gambar, grafik dan sebagainya. Di
sekolahs ekolah tradisional papan tulis biasanya dipakai secara penuh, akan tetapi
di sekolah-sekolah modern, dimana media teknologi cukup bervariasi, papan tulis
biasanya digunakan secara terbatas. Papan tulis mempunyai nilai tertentu, seperti
penyajian bahan dapat dilakukan secara jelas, kesalahan tulisan mudah diperbaiki,
dapat merangsang anak untuk aktif,
dapat menarik perhatian. Penggunaan papan tulis memerlukan keterampilan
menulis dan kerajinan membersihkannya.

b.Bulletin Board dan Display Alat ini biasanya dibuat secara khusus dan digunakan
untuk mempertontonkan pekerjaan siswa, gambar-gambar, badan, poster atau
objek berdimensi lainnya. Bulletin Board dan Display mempunyai nilai tertentu,
seperti tepat mempertontonkan gambar-gambar khusus yang menunjukkan
benda, poster atau karya kelas lainnya. Dapat digunakan sebagai, papan
pengumuman kelas, pengumuman sekolah atau petugaspe tugas, memperluas
minat anak dan menimbulkan semangat dan tanggung jawab bersama,
menambah pangalaman baru, membangkitkan kecakapan artistik, merangsang
inisiatif, reatifitas dan sebagainya

c. Gambar dan Ilustrasi Fotografi Gambar ini tidak diproyeksikan, terdapat di


sekitar kita dan relatif mudah diperoleh untuk ditunjukan kepada anak. Gambar
ilustrasi fotografi yang berwarna lebih menarik, arti dari sebuah gambar
ditentukan oleh persepsi masing-masing. Gambar ilustrasi fotografi mempunyai
nilai tertentu, yaitu bersifat kongkret, tak terlalu terbatas pada ruang dan waktu,
membantu memperjelas masalah, membantu kelemahan indera, mudah didapat,
relatif murah, disamping mudah digunakan.

d. Slide dan FilmStrip Slide dan FilmStrip merupakan gambar yang diproyeksikan,
dapat dilihat dan mudah dioperasikan. Di sekolah-sekolah tradisional hampir tak
pernah digunakan, karena Slide dan FilmStrip mensyaratkan sumber tenaga listrik
dan perangkat keras. Slide dan FilmStrip mempunyai nilai tertentu, yaitu
memudahkan penyajian seperangkat materi terentu, membangkitkan minat anak,
keseragaman informasi, dapat dilakukan secara berulang, menjangkau semua
bidang pelajaran. Penggunaan Slide dan FilmStrip memerlukan keterampilan
tertentu, termasuk kemampuan memberi penjelasan, baik penjelasan pokok
maupun penjelasan tambahan.

e. Film Film pendidikan dianggap efektif untuk digunakan sebagai alat bantu
pengajaran. Film yang diputar di depan siswa harus merupakan bagian integral
dari kegiatan pengajaran. Film mempunyai nilai tertentu, seperti dapat
melengkapi pengalaman-pengalaman dasar, memancing inspirasi baru, menarik
perhatian, penyajian lebih baik karena mengandung nilai nilai rekreasi, dapat
memperlihatkan perlakuan objek yang sebenarnya, sebagai pelengkap catatan,
penjelasan hal-hal abstrak, mengatasi rintangan bahasa dan lain-lain.

f. Rekaman Pendidikan Istilah asing dari alat ini adalah recording, yakni alat audio
yang tidak diikuti dengan visual. Melalui alat ini kita dapat mendengarkan cerita,
pidato, musik, sajak, pengajian dan lain-lain. Rekaman ini sering dilakukan oleh
kelompok individu atau siswa, misalnya merekam ceramah guru. Rekaman
pendidikan mempunyai nilai tertentu, seperti dapat memberikan bermacam-
macam bahan, pelajaran dapat lebih kongkret, mendorong aktivitas belajar, dapat
dibawa kemana-mana, keaslian bahan lebih terjamin, penggunaan bahan yang
efisien.

g. Radio Pendidikan Radio adalah alat elektronik yang muncul dari hasil teknologi
komunikasi. Melalui alat ini orang dapat mendengarkan siaran dari berbagai
penjuru dan peristiwa. Radio pendidikan biasanya tidak dipergunakan penuh
langsung untuk tujuan pendidikan. Di radio pendidikan, biasanya siaran khusus
pendidikan diatur dengan jadwal. Radio pendidikan mempunyai nilai tertentu,
seperti memberikan berita yang up to date, menarik minat, jangkauan luas,
berdasarkan kenyataan, mendorong kreatif, mempunyai nilai rekreatif.

h. Televisi Pendidikan Televisi adalah media elektronik yang berfungsi


menyeberkan gambar dan diikuti oleh suara tertentu. Pada dasarnya sama
dengan gambar hidup bersuara. Televisi pendidikan dianggap barang mewah,
karenanya sulit dijangkau.

i. Peta dan Globe Peta adalah penyajian visual dari muka bumi, globe adalah bola
bumi atau model. Peta dan globe berbeda secara gradual, akan tetapi saling
melengkapi.

j. Buku Pelajaran Buku pelajaran merupakan alat pelajaran yang paling popular
dan banyak digunakan ditengah-tengah penggunaan alat pelajaran lainnya,
apalagi saat ini dimana alat cetak telah memasuki abad super moderen. Buku
pelajaran mempuyai nilai tertentu, seperti membantu guru dalam merealisasikan
kurikulum, memudahkan kontinuitas pelajaran, dapat dijadikan pegangan,
memancing aspirasi, dapat menyajikan materi yang seragam, mudah diulang dan
sebagainya. Buku pelajaran mempuyai nilai tertentu, seperti membantu guru
dalam merealisasikan kurikulum, memudahkan kontinuitas pelajaran, dapat
dijadikan pegangan, memancing aspirasi, dapat menyajikan materi yang seragam,
mudah diulang dan sebagainya.

Memperhatikan dari beberapa alat pendidikan yang telah dikemukakan di atas dapat
dipahami bahwa, sangat banyak alat pendidikan yang dapat digunakan oleh pendidik
dalam proses pembelajaran yang sangat membantu lancarnya proses pembelajaran
seperti, papan tulis, bulletin board dan display, gambar dan ilustrasi fotografi, slide dan
filmstrip, film, rekaman pendidikan, radio pendidikan, televisi pendidikan, peta dan globe,
dan buku pelajaran, selain itu masih banyak lagi alat pendidikan yang bisa digunakan oleh
seorang pendidik demi tercapainya tujuan pendidikan.
2. Non fisik Alat-alat yang dapat digolongkan kedalam non fisik adalah suasana atau
situasi yang timbul dengan sendirinya atau diciptakan, yang diharapkan mampu
memperlancar proses pendidikan. Kalau hal tersebut ditunjuk pada lingkungan sekolah
atau lembaga pendidikan yang lain maka suasana yang kondusif untuk belajar mengajar
dapat disebut sebagai alat pendidikan yang bersifat non-fisik. Suasana yang kondusif itu
dari hubungan antara pendidikan dan subyek didik tampak adanya kewibawaan yang
berfungsi sebagaimana mestinya. Hubungan antara kedua belah pihak dijalin oleh rasa
cinta, saling menghormati, dan saling percaya mempercayai dan suasana ini diliputi oleh
iklim yang demokratis. Jenis
alat pendidikan menurut Al-Ghazali yang dikutip oleh Zainuddin terbagi atas dua yaitu
alat pendidikan preventif: anjuran, perintah, larangan, disiplin. Sedangkan alat pendidikan
representatif: peringatan, teguran, sindiran, ganjaran dan hukuman. Pada dasarnya jenis
alat pendidikan Al Ghazali telah dipopulerkan oleh para ahli lainnya seperti pembiasaan,
perintah, pujian, ganjaran, larangan, ganjaran, dan hukuman. Dalam dunia pendidikan
terdapat bermacam alat pendidikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
Adapun pembagian alat pendidikan menurut Suwarno membedakan alat-alat pendidikan
dari beberapa segi:

a. Alat pendidikan positif dan negatif.

1) Positif, jika ditunjukkan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, misalnya:
contoh yang baik pembiasaan, perintah, pujian, dan ganjaran. Imam Barnadib,
Pendidikan Perbandingan,

2. Negatif, jika tujuannya menjaga supaya anak didik jangan mengerjakan sesuatu
yang jelek, misalnya : larangan, celaan, peringatan, ancaman, hukuman

b. Alat pendidikan preventif dan korrektif

1) Preventif, jika maksudnya mencegah anak sebelum anak berbuat sesuatu yang
tidak baik. Misalnya, pembiasaan, perintah, pujian, dan ganjaran.

2) Korektif, jika maksudnya memperbaiki karena anak telah melanggar ketertiban


atau berbuat sesuatu yang buruk. Misalnya. Celaan, ancaman, dan hukuman.

c. Alat pendidikan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan.

1) Menyenangkan yaitu menimbulkan rasa senang pada anak-anak. Misalnya,


penghargaan dan pujian.

2) Tidak menyenangkan yaitu yang menimbulkan perasaan tidak senang pada


anak-anak. Misalnya, hukuman dan celaan. Madyo Ekosusilo, mengelompokkan
alat pendidikan menjadi dua kelompok yaitu:

a. Alat pendidikan yang bersifat materil, yaitu alat-alat pendidikan yang berupa benda-
benda nyata untuk memperlancar pencapaian tujuan pendidikan. Misalnya, papan tulis,
OHP, dan lain-lain. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan,.

b .Alat pendidikan yang bersifat non materil, yaitu alat-alat pendidikan yang berupa
kondisi atau dilakukan dengan sengaja sebagai sarana dalam kegiatan pendidikan.9
Dalam memilih alat pendidikan manakah yang baik dan sesuai, haruslah memperhatikan
empat syarat yang berikut:

a. Tujuan apakah yang hendak dicapai dengan alat itu,

b. Siapa (pendidik) yang menggunakan alat itu,

c. Anak (si terdidik) yang mana yang dikenai alat itu,

d. Bagaimana menggunakan alat itu. Memperhatikan pembahasan di atas maka


dapat dipahami bahwa, alat pendidikan itu terbagi dua macam yaitu alat
pendidikan yang berupa benda, dan aat pendidikan yang berupa perbuatan,
namun yang akan penulis bahas pada skripsi ini yaitu alat pendidikan yang berupa
perbuatan, khususnya alat pendidikan preventif menurut imam Al-Ghazali dan
alat pendidikan representatif menurut imam Al-Ghazali.

C.PENGGUNAAN ALAT PENDIDIKAN

Di dalam menggunakan alat pendidikan, seharusnya sudah ditegaskan tujuan apa yang ingin
dicapai, tetapi juga harus selalu diingat, bagi para pendidik hendaknya berusaha menghindarkan
tindakan yang bersifat memaksa bagi peserta didik. Disinilah seorang pendidik dituntut untuk
menggunakan keterampilannya dalam memilih dan menggunakan alat pendidikan yang akan
digunakan dalam mendidik. Dalam pengakaian alat pendidikan harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:

1. Tujuan pendidikan
2. Jenis alat pendidikan
3. Pendidik yang memakai alat pendidikan
4. Anak didik yang dikenai alat pendidikan

Tidak hanya itu, karena banyak sekali factor-faktor yang harus diperhitungkan oleh para pendidik
dalam hubungannya dengan pemakaian alat-alat pendidikan, yaitu:
1. Faktor pendidik sebagai subjek pendidikan. Yaitu kemampuan dan keterampilan seorang
pendidik dalam mengguanakn alat pendidikan
2. Faktor anak didik. Yaitu kondisi dan situasi anak didik dalam menerima pendidikan, seperti;
perkembangan jiwanya, cara berfikirnya dan sebagainya
3. Faktor kemampuan. Dimana kemampua material sekolah maupun lembaga pendidikan juga
menentukan pemakaian alat pendidikan
4. Faktor Tempat. Yaitu dimana lokasi sekolah, juga menentukan dalam pemakaian alat
pendidikan.

Pendidik sebagai pemakai alat pendidikan juga berbeda-beda keahlian dan orientasinya, meskipun
dalam bidang studi yang sama, lebih-lebih dalam bidang studi yang berbeda, maka tentunya alat
yang dipakai juga berbeda. Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan tentang anak didik adalah
dari segi jenis kelamin, usia, bakat, perkembangan dan kondisi alam sekitar.

Lalu, bagaimana dengan masalah-masalah yang muncul dari alat pendidikan


tersebut? Memang ada beberapa masalah yang dapat timbul dari pemaparan
diatas, khususnya pada anak didik. Kali ini saya akan memberikan masalah yang
terjadi di daerah kita serta penggunaan alat pendidikan yang dapat kita jadikan
pilihan untuk mengatasinya.
Coba kita perhatikan gambar di bawah ini
Mungkin mencoret-coret adalah hal umum yang pasti ada dan terjadi tidak hanya di
lingkungan sekolah tapi juga di lingkungan umum. Mulai dari mencoret-coret papan tulis,
dinding, tembok, meja/kursi, dan apapun yang dapat di jadikan objek untuk mencoret-
coret. Dari tindakan ini, tak jarang kita jumpai larangan-larangan mulai dari yang ringan
hingga yang keras.
Lalu, masih haruskah kita menghukum anak didik kita dengan hukuman semacam ini?
Sekarang, coba kita perhatikan pada gambar di atas ini,

Gambar di atas dapat terjadi bila anak tidak mendapatkan akses dalam ia mencurahkan segala
aspirasinya berkaitan dengan larangan-larangan yang di tetapkan.

Padahal jika kita teliti lagi pada coretan-coretan yang ada, maka kita akan dapat menemukan
bebagai kata-kata dan perasaan serta aspirasi bagi mereka yang aspirasinya tidak dapat
tersampaikan/tidak di dengar oleh para petinggi di Negeri ini.
Lalu, daripada menghapus calon-calon seniman tersebut, mengapa anak-anak
tersebut tidak kita latih dan kembangkan menjadi seniman dinding yang baik. Kita
dapat menggunakan gedung-gedung tua yang tidak terpakai untuk melatih
mereka, atau kita juga dapat menggunakan jalan/lapangan beton yang biasa di
gunakan anak-anak bermain. Kita dapat adakan ekstra kulikuler mungkin agar
menjadi wadah awal mereka dalam mengembangkan bakat dan hal itu juga dapat
menjadi kegiatan yang bermanfaat dari pada mereka salah dalam memilih
pergaulan/perkumpulan teman karena kita sendiri juga ikut mengawasi mereka

Dari hal tersebut kita dapat memperoleh banyak manfaat, jika karya mereka bagus
dan layak mengapa tidak kita tawarkan/publikasikan secara umum. Dan bila ada
yang tertarik, bukan tidak mungkin mereka dapat di pekerjakan untuk menghias
gedung atau bangunan atau mungkin mengikut sertakan dalam even-even tertentu.
2. Klothekan
Pernahkah anda mendengar istilah “klotekan”? Saya akan mendeskribsikan
sedikit tentang klotekan, klotekan tersebut biasa dilakukan oleh anak-anak didik
mulai dari SD hingga SMA bahkan sampai anak kuliahan pun kadang melakukan hal ini
walaupun hanya sebentar dan tingkatannya pun tidak separah anak SD. Klotekan sendiri di
lakukan dengan cara membuat suara-suara dari berbagai barang yang di pukulkan antara satu
dengan yang lain. Barang tersebut dapat berupa kayu, besi, atau lain sebagainya yang dapat di buat
musik, lagu atau nada-nada tersendiri oleh para anak-anak yang bermain klotekan.

Memang hal tersebut sangat bagus untuk mengembangkan kreasivitas anak didik, Namun jika hal
itu dilakukan ketika jam pelajaran bukankah akan menyebabkan kebisingan yang akan
mengganggu kelas lain? Apalagi dari klotekan tersebut pasti akan merusak fasilitas kelas seperti
meja kelas dapat retak, kayu-kayu berceceran, dan lain-lain. Maka dari itu kita dapat
mencari siasat tanpa menghilangkan kreativitas dari anak didik kita. Kita buat ekstra kulikuler
seperti drum band, karawitan, rabana atau lain sebagainya. Disana kita bina mereka agar dapat
meningkatkan kreatifitas dan potensi yang ada pada diri mereka, sehingga semua aspirasi mereka
dapat tercurahkan dengan benar.
Tapi, memang benar bahwa biaya untuk membeli fasilitas tersebut tidak bisa di bilang murah.
Apalagi untuk daerah-daerah pedesaan yang sederhana serta pendapatan masyarakat yang masih
tergolong menengah ke bawah. Untuk itu, dapat kita siasati dengan menggabungkan dana dari
beberapa sekolah di daerah tersebut. Kita gabungkan sekolah-sekolah di daerah tersebut, lalu kita
pilih bibit-bibit yang berkualitas. Sehingga jika diadakan lomba daerah tersebut telah terwakili
sehingga diharapkan dapat memengkan perlombaan dan membantu
memperkenalkan kualitas dari ekstra kulikulers sekolah tersebut.

Dengan terkenalnya kualitas dari ekstra kulikuler tersebut, maka warga yang mempunyai acara
seperti hajatan, syukuran, sunatan, dll dapat menyewa jasa dari ekstra kulikuler tersebut sehingga
dapat mendatangkan dana yang dapat memperbaiki fasilitas dari kulikuler tersebut.
Tidak hanya dapat di jadikan personil drum band, para anak-anak dapat pula kita latih untuk
membantu masyarakat ketika puasa. Mereka dapat kita arakan untuk membangunkan warga untuk
sahur ( bedug sahur)
Di sana mereka dapat melatih fisik dan mental mereka sehingga fisik dan mental mereka dapat
terlatih bila nanti harus berhadapan dengan umum bila ingin menjadi personil drum band. Mereka
juga dapat kita latih untuk memeriahkan ketika nanti hari raya idul fitri datang. Mereka dapat
memukul bedug takbiran bersama-sama sehingga dapat menambah kemeriahan dan keakraban
antar teman sebaya
Jadi dalam penggunaan alat pendidikan, seorang pendidik harus mampu
mempertimbangkan pemakaian alat yang benar dan sesuai kebutuhan. Selain itu seorang
pendidik juga harus memiliki kewibawaan dalam melaksanakan tugasnya karena
kewibawaan seorang pendidik adalah suatu alat pendidikan yang dapat membawa anak
didik kepada kedewasaan. Dengan kewibawaan itu seorang anak dapat menghargai dan
patuh kepada pendidik

D.PEMBAGIAN ALAT PENDIDIKAN

Ditinjau dari segi wujudnya, maka alat pendidikan itu dapat berupa:

1. Perbuatan mendidik (biasanya disebut software) mencakup nasihat teladan, larangan, perintah,
pujian, teguaran, ancaman , dan hukuman
2. Benda – benda sebagai alat bantu (biasanya disebut hardware) antara lain seperti papan tulis,
meja, kursi, kapur tulis dll.

b. Sementara itu, tindakan pendidikan yang merupakan alat pendidikan dapat ditinjau
berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu:

1. Pengaruh tindakan terhadap tingkah laku anak didik


a. Yang bersifat positif mendorong anak didik untuk melakukan serta meneruskan tingkah laku
tertentu, seperti teladan, pujian dan hadiah.
b. Yang bersifat mengekang mendorong anak didik untuk menjauihi serta menghentikan tingkah
laku tertentu seperti larangan, teguran, ancaman dan hukuman

Akibat tindakan terhadap tindakan anak didik


a. Mencegah atau mengarahkan, seperti perintah, teladan dan larangan
b. Memperbaiki, seperti teguran, ancamandan hukuman

c. Menurut Sifatnya Alat Pendidikan dibagi dalam dua yaitu

a. Alat Pendidikan Preventif.

Alat pendidikan yang bersifat pencegahan, yaitu untuk menjaga agar hal-hal yang dapat
mengganggu atau menghambat kelancaran proses pendidikan bisa dihindarkan

Adapun yang termasuk di dalam alat pendidikan preventif adalah:

1. Tata Tertib, Yaitu beberapa peraturan yang harus ditaati dalam situasi atau dalam suatu tata
kehidupan tertentu
2. Anjuran dan Perintah, Anjuran adalah ajakan atau saran untuk melakukan sesuatu yang baik
dan berguna. Perintah adalah anjuran yang keras untuk melakukan yang baik dan berguna
3. Larangan, Yaitu ajakan atau saran untuk tidak melakukan hal-hal yang kurang baik dan
merugikan. Biasanya larangan ini disertai dengan ancaman-ancaman
4. Paksaan, Yaitu perintah dengan kekerasan terhadap anak untuk melakukan sesuatu yang baik
danbermanfaat
5. Disiplin, Yaitu suatu sikap mental yang dengan kesadaran dan keinsafannya mematuhi perintah-
perintah atau larangan yang ada terhadap suatu hal, karena benar-benar tahu tentang pentingnya
perintah atau larangan tersebut.

b. Alat Pendidikan Repressif

Alat pendidikan repressif disebut juga alat pendidikan kuratif atau korektif. alat pendidikan ini
berfungsi dimana pada suatu ketika terjadi pelanggaran tata tertib, maka alat tersebut penting
untuk menyadarkan kembali kepada hal-hal yang baik, benar dan tertib.

Yang termasuk ke dalam alat pendidikan repressif antara lain:


1) Pemberitahuan, Yaitu pemberitahuan kepada anak terhadap sesuatu hal yang kurang baik dan
mengganggu jalanya proses penddikan
2) Teguran, Yaitu pemberitahuan yang diberikan kepada anak yang sudah mengetahui atau sudah
dapat diketahui atau sudah mengetahui atau sudah dapat diketahui anak itu melakukan
pelanggaran
3) Peringatan, Diberikan kepada anak yang sudah berkali-kali melakukan pelanggaran, dimana
sebelumnya udah diberi teguran-teguran. Biasanya peringatan ini juga disertai ancaman-ancaman
4) Hukuman, Yaitu suatu tindakan yang paling akhir terhadap adanya pelanggaran-pelanggaran
yang sudah berkali-kali dilakukan setelah diberitahukan, ditegur, dan diperingati
5) Ganjaran, Yaitu alat pendidikan repressif yang bersifat menyenangka, ganjaran diberikan
kepada anak yang mempunyai prestasi-prestasi tertentu dalam pendidikan, memiliki kerajinan
tertentu dan tingkah laku yang baik sehingga dapat dijadikan contoh tauladan bagi teman-
temannya. Ganjaran dapat dibedakan menjadi beberapa macam anatara lain; pujian,
penghormatan, hadiah dan tanda penghargaan

d. Alat Pendidikan dilihat dari bentuknya

a. Berbentuk benda (materiil)


b. Berbentuk non benda (non materiil)

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Drs. Madyo Ekosusilo yang membagi alat
pendidikan menjadi dua, yaitu

1) Alat Pendidikan yang bersifat materiil, yaitu alat-alat pengajaran yang berupa benda-benda
yang nyata
2) Alat pendidikan yang bersifat non materiil, yaitu alat-alat pendidikan yang tidak bersifat
kebendaan melainkan segala macam keadaan atau kondisi, tindakan dan perbuatan yang diadakan
atau dilakukan dengan sengaja sebagai sarana dalam melaksankan pendidikan

e. Alat pendidikan dilihat dari pelaksanaannya

a. Alat pendidikan langsung (direct). Alat pendidikan langsung adalah suatu alat pendidikan yang
disampaikan atau diberikan secara langsung kepada peserta didik.
b. Alat pendidikan tidak langsung (inderect). Alat pendidikan tidak langsung berarti suatu alat
pendidikan yang diberikan atau disampaikan secara tidak langsung melalui perantara

E.LATIHAN

Apa fungsi alat pendidikan dalam proses pendidikan?


Alat apa saja yang digunakan dalam melaksanakan pendidikan?
Jelaskan apa yang dimaksud dengan alat pendidikan?
Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi pendidikan?

BAB IV

JENIS JENIS ALAT PENDIDIKAN

A.PENGERTIAN JENIS ALAT PENDIDIKAN

Secara umum, alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Amir Dien Indrakusuma membedakan faktor dan alat pendidikan. Faktor adalah hal
atau keadaan yang ikut serta menentukan berhasil tidaknya pendidikan. Sedangkan alat adalah
langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pendidikan.
Sementara itu, Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari aspek fungsinya, yakni ; alat
sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan (untuk
mencapai tujuan selanjutnya).
Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering diidentikkan dengan media pendidikan,
walaupun sebenarnya pengertian alat lebih luas dari pada media. Media pendidikan adalah ”alat,
metode dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan
interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu
satuan pendidikan.Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang
mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: sekolah dasar (SD), sekolah menengah
pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Pendidikan kejuruan Pendidikan kejuruan
merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah sekolah menengah kejuruan (SMK).
Dalam praktek pendidikan, istilah alat pendidikan sering diindentikkan dengan media pendidikan,
walaupun sebenarnya pengertian alat lebih luas dari pada media. Namun yang dimaksud disini
adalah alat pendidikan bukan media pendidikan.
Alat pendidikan adalah langkah-langkah yang diambil demi kelancaran proses pelaksanaan
pendidikan . jadi alat pendidikan itu berupa usaha dan perbuatan yang secara konkrit dan tegas
dilaksanakan, guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar dan berhasil .
Namun secara umum, alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan .
Sementara itu, Ahmad D. Marimba memandang alat pendidikan dari aspek fungsinya, yakni ; alat
sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, alat
sebagai tujuan untuk mencapai tujuan selanjutnya. menurut pendapat ini, alat pendidikan bisa
berupa usaha/perbuatan atau berupa benda/perlengkapan yang bisa
memperlancar/mempermudah pencapaian tujuan pendidikan.

Dalam dunia pendidikan terdapat bermacam alat pendidikan sebagai sarana untuk mencapai
tujuan, Ahmad D. Marimba membagi alat pendidikan ke dalam dua bagian:
a) alat pendidikan pendahuluan
adalah alat penddikan yang di terapkan atau di gunakan bagi anak didik yangtelah mengerti dan
menginsyafi akan arti kewibawaan ,dan terdiri dari:
1. Pembiasaan
Pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan yang penting sekali, terutama bagi anak-anak yang
masih kecil. Anak-anak kecil belum menginsyafi apa yang dikatakan baik dan apa yang dikatakan
buruk dalam arti asusila. Oleh karena itu, pembiasaan merupakan alat satu-satunya. Pembiasaan
adalah salah satu alat pendidikan yang penting sekali, terutama bagi anak-anak yang masih
kecil.Sejak dilahirkan anak-anak harus dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan dan perbuatan-
perbuatan yang baik, seperti dimandikan dan ditidurkan pada waktu tertentu, diberi makan dengan
teratur dan sebagainya.
Anak-anak dapat menurut dan taat kepada peraturan-peraturan dengan jalan membiasakannya
dengan perbuatan-perbuatan yang baik, di dalam rumah tangga atau keluarga, di sekolah dan juga
di tempat lain.
Supaya pembiasaan itu dapat lekas tercapai dan baik hasilnya, harus memenuhi beberapa syarat
tertentu, antara lain :
a. Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu mempunyai kebiasaan lain
yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b. Pembiasaan itu hendaklah terus menerus (berulang-ulang) dijalankan secara teratur sehingga
akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis. Untuk itu dibutuhkan pengawasan.
c. Pendidikan hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendiriannya yang
telah diambilnya.
d. Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai
kata hati anak itu sendiri.
2. Pengawasan
Di atas telah dikatakan bahwa pembiasaan yang baik membutuhkan pengawasan. Pengawasan itu
penting sekali dalam mendidik anak. Tanpa pengawasan berarti membiarkan anak berbuat
sekehendaknya anak tidak akan dapat membedakan yang baik dan yang buruk, tidak mengetahui
mana yang seharusnya dihindari atau tidak senonoh dan mana yang boleh dan harus dilaksanakan,
mana yang membahayakan dan mana yang tidak.
Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri menurut alamnya, dan menjadi manusia yang hidup menurut
nafsunya saja. Kemungkinan besar anak itu menjadi tidak patuh dan tidak dapat mengetahui
kemana arah hidup yang sebenarnya.
Memang, ada pula ahli-ahli didik yang menuntut adanya kebebasan yang penuh dalam pendidikan.
Roussean, umpamanya, adalah seorang pendidik yang beranggapan bahwa semua anak yang sejak
dilahirkan adalah baik, menganjurkan pendidikan menurut alam. Menurut pendapatnya, anak
hendaknya dibiarkan tumbuh menurut alamnya yang baik itu sehingga mengenai hukuman pun
Roussean menganjurkan hukuman alami.
Tetapi pendapat para ahli didik sekarang umumnya, sependapat bahwa pengawasan adalah alat
pendidikan yang penting dan harus dilaksanakan, biarkan secara berangsur-angsur anak itu harus
diberi kebebasan. Pendapat yang akhir ini mengatakan bukankah kebebasan itu yang dijadikan
pangkal atau permulaan pendidikan, melainkan kebebasan itu yang hendak diperoleh pada
akhirnya.
3. Perintah
Perintah bukan hanya apa yang keluar dari mulut seseorang yang harus dikerjakan oleh orang lain.
Melinkan dalam hal ini termasuk pula peraturan-peraturan umum yang harus ditaati oleh anak-
anak. Tiap-tiap perintah dan peraturan dalam pendidikan mengandung norma-norma kesusilaan,
jadi bersifat memberi arah atau mengandung tujuan ke arah peraturan susila.
Suatu perintah atau peraturan dapat mudah ditaati oleh anak-anak jika si pendidik sendiri juga
menaati dan hidup menurut peraturan-peraturan itu. Tony. Tidak mungkin suatu aturan sekolah
ditaati oleh murid-muridnya jika guru sendiri tidak menaati peraturan yang telah dibuatnya itu.
v Syarat-syarat memberi perintah antara lain :
a. Perintah hendaknya terang dan singkat, jangan terlalu banyak komentar, sehingga mudah
dimengerti oleh anak.
b. Perintah hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan umur anak sehingga jangan sampai
memberi perintah yang tidak mungkin dikerjakan oleh anak itu. Tiap-tiap perintah hendaknya
disesuaikan dengan kesanggupan anak.
c. Kadang-kadang perlu pula kita mengubah perintah itu menjadi suatu peritah yang lebih bersifat
permintaan sehingga tidak terlalu keras kedengarannya. Hal ini berlaku lebih-lebih terhadap anak
yang sudah besar.
d. Janganlah terlalu banyak dan berlebihlebihan memberi perintah,sebab dapat mengakibatkan
anak itu tidak patuh, tetapi menentang, pendidik hendaklah hemat akan perintah.
e. Pendidik hendaklah konsekuen terhadap apa yang telah diperintahkannya, suatu perintah yang
harus ditaati oleh seorang anak, berlaku pula bagi anak lain.
f. Suatu perintah yang bersifat mengajak, sipendidik turut melakukannya, umumnya lebih ditaati
oleh anak-anak dan dikerjakannya dengan gembira.
4.keteraturan
Berarti berlangsung pada waktu, tempat dan dengan cara yang sama/ ajeg /tetap.

5. kebersihan
Berarti menanamkan kebiasaan bagi anak didik agar tetap bersih dan rapi
6.ketenangan
Artinya menanamkan kebiasaan bagi anak didik untuk ikut menjaga keharmonisan keluarga,
sehingga dapat hidup dengan tenang

b) alat pendidikan yang sebenarnya


Alat pendidikan yang sebenarnya ini secara fenomena logis dapat di bedakan menjadi 5 macam:
1.memberi perlindungan:
Orang dewasa mempunyai tugas mengawasi anak didik,dengan maksud memberi prlindungan
terhadap anak.perlindungan ini dapat bersifat perlindungan terhadap kejasmanian dan kerohanian
2.verstandhouding
Agar mengerti ,yang dimaksudkanadalah agar anak dapat mengrti tingkah laku orang tuanya .orang
tua memberikan sikap.yang dumaksud agar di mengerti oleh anak didik apa maksud dari sikap itu,
agar dapat dicontoh oleh anak didik.
3. kesamaan arah dalam berbuatdan berfikir.
Dalam hal ini alat pendidikan bercorak meragakan suatu contoh, seperti dalam
verstandhoulding,hanya dalam kesamaan arah dalam berbuat dan berfikir ini ,disertai dengan
penjelasan atau dialog.
4. merasa hidup bersama,merasa ada perpaduan :
Apabila pendidik dan anak didik berada dalam pergaulan, maka ini berarti bahwa mereka itu merasa
hidup bersama ,merasa ada perpaduan. Hal ini merupakan corak atau berbentuk asasi, bentuk
pokok dari penghidupan bersama.
5. pembentukan kemauan
Dalam hubungan merasa hidup bersama ini ,pendidikan mengantarkan anak didik memasuki
kedewasaan melewati beberapa pengalaman pengalaman

Pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan manusia menghadapi masa depan yang


sejahtera, baik secara individu maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun
antar bangsa.[1] Perubahan zaman yang terjadi secara dinamis membuat pendidikan berubah
mengikuti zaman. Sama halnya seperti alat pendidikan yang serba canggih saat ini, merupakan
tuntutan zaman untuk memanfaatkan berbagai kecanggihan teknologi saat ini.

Alat pendidikan dapat diartikan pula sebagai media atau perantara dalam berlangsungnya
proses komunikasi pembelajaran. beberapa ahli telah mengenukakan pengertian tentang media
ini, antara lain:[2]
1. NEA mengartikan media sebagai sarana komunikasi, baik dalam bentuk cetak maupun pandang
dengar, termasuk perangkat kerasnya.
2. Wilbur Schramm mendefinisikan media sebagai teknologi pembawa pesan yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran.
3. Miarso menegaskan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar pada diri siswa.

Namun alat pendidikan tidak hanya berarti alat penunjang pendidikan berupa teknologi
semata. Alat pendidikan merupakan suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk
tercapainya suatu tujuan pendidikan yang tertentu. Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan
yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan yang diiinginkan.
Dalam pengertian yang luas, alat meliputi juga faktor-faktor pendidikan yang lain, seperti
tujuan, pendidik, anak didik, dan lingkungan pendidikan. Bilamana faktor-faktor tersebut digunakan
dan direncanakan dalam perbuatan atau tindakan mendidik.
Dalam konteks ini alat-alat pendidikan lebih konkret dan lebih jelas pengaruhnya pada
proses pelaksanaan pendidikan. Alat-alat pendidikan berupa perbuatan-perbuatan atau tindakan-
tindakan yang secara konkret dan tegas dilaksanakan, guna menjaga proses pendidikan bisa
berjalan dengan lancar dan berhasil.
Dari segi wujudnya alat-alat pendidikan itu dapat dikategorikan berupa[3]:
1. Perbuatan pendidik (biasa disebut software); mencakup nasihat, teladan, larangan, perintah,
pujian, teguran, ancaman dan hukuman.
2. Benda-benda sebagai alat bantu (biasa disebut hardware); mencakup meja, kursi, belajar, papan
tulis, penghapus, kapur tulis, buku, peta, OHP, dan sebagainya.
Berikut ini merupakan jenis-jenis alat pendidikan dalam bentuk software.
A. Pembiasaan
Pembiasaan merupakan hal yang menjadi dasar bagi anak didik dalam menjalankan proses
belajar. Hal ini tentu memerlukan bantuan dari pendidik sebagai alat pendidik yang mengarahkan
anak pada pembiasaan tersebut.
B. Pengawasan
Satu hal yang perlu disadari, bahwa manusia bersifat tidak sempurna, sehingga akan terjadi
kemungkinan-kemungkinan untuk berbuat khilaf dan salah. Lagipula perlu diperhatikan, bahwa
anak-anak bersifat pelupa, cepat melupakan apa yang dilarang ataupun yang diperintahkan
kepadanya. Karena itu sebelum kesalahan itu berlangsung lebih jauh, perlu adanya pengawasan
dalam bentuk teguran. Teguran dapat berupa kata-kata ataupun isyarat-isyarat. Seperti pandangan
mata yang melotot dengan menunjuk anak didik sebagai isyarat untuk tidak melakukan kesalahan.
Dalam pembiasaanpun perlu adanya pengawasan, karena jika anak-anak melakukan
pembiasaan yang salah tentu akan berdampak kepada pembiasaan yang salah. Inilah alasan
mengapa pengawasan diperlukan sebagai alat pendidikan.

C. Perintah
Perintah adalah tindakan pendidik menyuruh anak didik melakukan sesuatu yang
diharapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Alat ini adalah sebagai pembentuk disiplin secara
positif. Disiplin diperlukan dalam pembentukan kepribadiaan, terutama karena nanti akan menjadi
disiplin sendiri, dengan penanaman disiplin dari luar terlebih dahulu.
Perintah akan mudah ditaati oleh anak, jika pendidik juga mengikuti aturan-aturan yang
telah disepakati. Syarat-syarat member perintah antara lain:
1. Perintah sebaiknya jelas agar mudah dimengerti si anak
2. Perintah hendaknya disesuaikan dengan kemampuan anak
3. Perintah hendaknya tidak berlebihan
4. Perintah diberikan hendaknya dengan cara mengajak
D. Larangan
Larangan merupakan tindakan pendidik yang menyuruh anak didik untuk tidak melakukan
atau menghindari tingkah laku tertentu demi tercapainya tujuan pendidikan tertentu. Hal yang
perlu diperhatikan adalah diusahakan alasan larangan diketahui dan diterima oleh anak didik.
Itulah sebabnya pada awal pembelajaran harus ada aturan yang disepakati antara anak
didik dan pendidik. Baik berupa larangan, pelanggaran, atau aturan-aturan lain yang harus ditaati
anak didik ketika proses pendidikan berlangsung. Dan perlu diperhatikan bahwa jangan terlalu
sering anda melarang anak, karena akan berdampak pada sifat anak yang kurang baik. Seperti
sering melawan, pesimis, kurang percaya diri, pemalu dan sebagainya.
E. Hukuman
Menghukum ialah memberikan atau mengadakan nestapa atau penderitaan dengan
sengaja kepada anak didik dengan maksud agar penderitaan tersebut betul-betul dirasakannya,
untuk menuju kea rah perbaikan. Dengan demikian hukuman merupakan alat pendidikan istimewa,
sebab membuat anak didik menderita.
Dalam hal pemberian hukuman, paling tidak ada dua prinsip dasar mengapa diadakan[4].
a. Hukuman diadakan karena adanya pelanggaran, adanya kesalahan yang diperbuat.
b. Hukuman diadakan dengan tujuan agar tidak terjadi pelanggaran.
Bentuk hukuman sendiri bisa berupa hukuman badan, hukuman perasaan, dan hukuman
intelektual. Hukuman intelektual tampak lebih baik dilakukan (tetapi tergantung tujuannya), dalam
hal ini misalnya anak didik diberi kegiatan tertentu sebagai hukuman berdasarkan alasan bahwa
kegiatan tersebut akan langsung membawanya ke perbaikan proses belajarnya. Sebaliknya
hukuman badan akan berpengaruh terhadap interaksi antara pendidik dan anak didik yang kurang
baik.

B.Pendidikan formal
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai
dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya termasuk
kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan
latihan profesional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. Dan pendidikan formal
juga merupakan lembaga pendidikan yang ditempuh melalui jalur institusi yang sudah ditentukan
dan ditetapkan, serta diatur oleh sekelompok orang yang berwenang yang dalam hal ini
pemerintah atau sebuah yayasan.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan perguruan
tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal negeri dan pendidikan formal berstatus
swasta.

Tujuan diselenggarakannya pendidikan formal adalah sebagai berikut: membantu lingkungan


keluarga untuk mendidik dan mengajar, memperbaiki, memperluas pengetahuan, dan tingkah
laku peserta didik yang dibawa dari keluarga serta membantu pengembangan bakat.

Sebagaimana yang tertera dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 13 Ayat 1 dijelaskan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non forman dan
informal yang dapat saling memperkaya dan melengkapi. Dari UU di atas kita tahu antara tiga
jalur pendidikan tersebut saling berkaitan dan berfungsi untuk saling melengkapi. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal yang memiliki kurikulum dan perencanaan yang sistematis memiliki
beberapa fungsi, antara lain.

1. Membantu lingkungan keluarga dalam mendidik dan mengajar tingkah laku anak
sebagai peserta didik, memperbaiki dan memperluas pengetahuan yang mereka
miliki, dan juga megembangkan bakat mereka.
2. Mengembangkan kepribadian peserta didik melalui kurikulum yang ada, antara
lain;
a) Peserta didik dapat bergaul dengan lingkungan sekolah (guru, karyawan, teman) dan juga
dengan masyarakat sekitar.

b) Membiasakan peserta didik untuk taat kepada peraturan dan kedisiplinan.

c) Mempersiapkan peserta didik untuk terjun di masyarakat sesuai dengan norma-narma yang
berlaku.

pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang dibuat secara sistematis, terstruktur, dan
berjenjang.
Pendidikan formal merujuk pada sekolah yang terikat legalitas formal dan memiliki sejumlah
persyaratan yang cukup ketat. Berdasarkan jenjang atau tingkat pendidikan formal terbagi
menjadi tiga, yaitu:

Pendidikan dasar Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), atau yang sederajat.

Pendidikan menengah Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan yang
sederajat.

Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA),
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan yang sederajat.

Pendidikan tinggi Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang diselenggarakan perguruan tinggi.
Jenjang yang diatur oleh pendidikan tinggi adalah program diploma, sarjana, magister, spesialis,
dan doktor.

Ciri-ciri pendidikan formal Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan formal, bisa diselenggarakan oleh pemerintah (dalam hal ini sekolah atau institusi
negeri) maupun swasta, atau yang dikelola yayasan. Pendidikan formal harus memiliki legalitas
formal yang terstandarisasi serta manajemen dan administrasi yang tercatat dan terlaporkan
dengan jelas kepada pemerintah. Proses pembelajarannya menggunakan kurikulum formal.
Memiliki persyaratan khusus untuk menjadi peserta didik. Tempat belajar berada di gedung
sekolah atau perguruan tinggi. Materi pembelajaran bersifat akademis, memiliki ujian formal yang
diakui pemerintah, kurikulumnya jelas. Tenaga pengajar pendidikan formal memiliki persyaratan
khusus. Memiliki jadwal belajar yang tersusun

C.Pendidikan nonformal
Pengertian Pendidikan Nonformal Menurut Para Ahli

Hamojoyo (1973)
Pengertian pendidikan nonformal adalah usaha yang terorganisir secara sistematis dan kontinyu di
luar sistem persekolahan, melalui hubungan sosial untuk membimbing individu, kelompok dan
masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita sosial (yang efektif) guna meningkatkan taraf hidup
dibidang materil, sosial dan mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan sosial.

Coombs (1973)
Secara luas Coombs memberikan pengertian pendidikan nonformal adalah: setiap kegiatan
pendidikan yang terorganisasi, diselenggarakan di luar pendidikan persekolahan, diselenggarakan
secara tersendiri atau merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih luas dengan
maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar.

Niehoff, (1977)
Niehoff merumuskan pengertian pendidikan nonformal secara terperinci yakni: Pendidikan
nonformal didefinisikan sebagai tujuan kita yang berisi metode menilai kebutuhan dan minat akhir
orang dewasa dan remaja putus sekolah di negara berkembang – berkomunikasi dengan mereka,
memotivasi mereka pada pola, dan kegiatan terkait yang akan meningkatkan produktivitas mereka
dan meningkatkan kehidupan standar mereka.

lifelong learning in Japan. (1992:39)


Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan sosial dalam hal ini adalah Semua kegiatan
pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan olah raga dan rekreasi yang diselenggarakan di luar
sekolah bagi pemuda dan orang dewasa, tidak termasuk kegiatan-kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan dengan menggunakan kurikulum sekolah.

Pengertian Pendidikan Non Formal


Lantas apa yang dimaksud dengan pendidikan non formal,,?? pengertian pendidikan non formal
ialah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara berjenjang dan
terstruktur “UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional”.

Pendidikan non formal ialah jalur pendidikan yang tujuannya untuk mengganti, menambah dan
melengkapi pendidikan formal. Pendidikan ini dapat diselenggarakan oleh lembaga khusus yang
ditunjuk oleh pemerintah dengan berpedoman pada standar nasional pendidikan. Dan karena
berpedoman pada standar nasional pendidikan maka hasil dari pendidikan non formal tersebut
dapat dihargai setara dengan pendidikan formal.

Tujuan Pendidikan Non Formal


Dalam hal ini mengacu pada pengertian pendidikan non formal di atas, tujuan utama dari
pendidikan di luar sekolah ialah berfungsi untuk mengganti, menambah dan melengkapi
pendidikan formal.

Dan pada dasarnya dalam pendidikan non formal terdapat dua tujuan utama yaitu:

 Untuk memenuhi kebutuhan belajar tingkat dasar, misalnya pengetahuan tentang alam,
pendidikan keaksaraan, pengetahuan kesehatan dan gizi, pengetahuan umum dan
kewarganegaraan dan sebagainya.
 Untuk keperluan pendidikan lanjutan melengkapi pendidikan tingkat dasar dan pendidikan
nilai-nilai hidup. Misalnya meditasi, pendidikan kesenian, pengajian, sekolah minggu, dan
lain-lain.
Seperti kita ketahui, setiap individu membutuhkan pendidikan dan pembelajaran di dalam
hidupnya sepanjang hayat. Dengan mendapatkan pendidikan di luar sekolah, setiap individu dapat
memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang bermanfaat bagi perkembangan dirinya.

Namun cukup banyak anak yang tidak mendapatkan akses pendidikan karena berbagai alasan.
Misalnya karena kurangnya kesadaran dari orang tua akan pentingnya pendidikan, keterbatasan
biaya, diskriminasi gender dan lainnya. Hal inilah yang menjadi salah satu tujuan diadakannya
pendidikan di luar sekolah yaitu untuk memberikan akses pendidikan bagi anak yang tidak sekolah
atau putus sekolah.

Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan non formal paling banyak ditemui pada pendidikan
anak usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran, yang banyak
terdapat di Masjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua Gereja. Selain itu, ada juga
berbagai kursus, diantaranya kursus memasak, musik, bimbingan belajar dan sebagainya. Baca
juga: RUU Sisdiknas, Wajib Belajar 13 Tahun, dan 4 Poin Lain yang Berubah Termasuk pendidikan
kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. Seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain
sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta
didik.

Ciri-ciri pendidikan non formal Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pembelajaran bisa dilakukan di
luar kelas atau gedung sekolah. Pendidikan informal, bisa diselenggarakan oleh pemerintah
maupun swasta. Persyaratan peserta didik bisa tidak terbatas, atau tidak ada persyaratan khusus.
Pendidikan berlangsung singkat, ada ujian, bersifat praktis dan khusus. Memiliki jadwal yang
tersusun. Materi pelajarannya didasarkan pada kebutuhan peserta didik, kebanyakan pendidikan
mengenai keterampilan bekerja.

Manfaat Pendidikan Non Formal


Pendidikan nonformal mempunyai manfaat secara institusional yang memungkinkan warga
masyarakat memiliki:

1. kesempatan mengembangkan kepribadian dan mengaktualisasikan diri;


2. kemampuan menghadapi tantangan hidup baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam
lingkungn masyarakat,
3. kemampuan membina keluarga sejahtera untuk memajukan kesejahteraan umum;
4. kemampuan wawasan yang luas tentang hak dan kewajiban sebagai warga segara;
5. kemampuan kesadaran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat dalam rangka
pembangunan manusia dan masyarakat;
6. kemampuan menciptakan atau membantu menciptakan lapangan kerja sesuai dengan
keahlian yang dimiliki.
Contoh Pendidikan Non Formal
Jalur pendidikan di luar sekolah ini dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yang diantaranya
yaitu:

 Taman kanak-kanak (TK)


 Raudatul Athfal (RA)
 Taman Pendidikan Al-Qur’an
 Kelompok bermain (KB)
 Taman bermain anak (TBA)
 Lembaga kursus
 Sanggar
 Lembaga pelatihan
 Kelompok belajar
 Pusat kegiatan belajar masyarakat
 Majelis taklim

Lembaga Kursus Dan Pelatihan


Lembaga kursus dan pelatihan ialah pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh sekelompok
masyarakat untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental tertentu kepada
peserta didik.

 Contoh:
1. Lembaga kursus komputer.
2. Lembaga kursus bahasa asing.
3. Lembaga kursus seni musik.
4. Lembaga kursus kerajinan tangan.
5. Dan lain-lain.

Kelompok Belajar
Kelompok belajar adalah pendidikan non formal yang terdiri dari sekelompok masyarakat yang
saling berbagi pengalaman dan kemampuan satu sama lain. Tujuan dari kelompok belajar ini adalah
untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup setiap anggota kelompok belajar.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat


Menurut Sutaryat, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat adalah pendidikan non formal yang berfungsi
sebagai tempat untuk belajar dari/oleh/ dan untuk masyarakat. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, hobi dan bakat anggota masyarakat sehingga
bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.

Majlis Ta’lim
Majlis Ta’lim adalah pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap hidup yang berhubungan dengan agama
Islam.

 Contoh:
1. Kelompok pengajian
2. Kelompok Yasinan
3. Pengajiana kitab kuning
4. Salafiah
5. Dan lain-lainnya.

Satuan Pendidikan Sejenis


Ini merupakan pendidikan non formal yang dilakukan oleh masyarakat untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap dimana cakupannya luas dan memerlukan landasan hukum.

 Contoh:
1. Balai latihan dan penyuluhan.
2. Pra sekolah “kelompok bermain, penitipan anak”.
3.
4. Padepokan pencak silat.
5. Sanggar kesenian.
6. Dan lain-lainnya.

Fungsi Pendidikan Non Formal


Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,
pusat kegiatan masyarakat, majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis.

Konsep Pendidikan Non Formal


Konsep awal dari Pendidikan Non Formal ini muncul sekitar akhir tahun 60-an hingga awal tahun
70-an. Philip Coombs dan Manzoor A., P.H. (1985) dalam bukunya The World Crisis In Education
mengungkapkan pendidikan itu pada dasarnya dibagi menjadi tiga jenis, yakni Pendidikan Formal
(PF), Pendidikan Non Formal (PNF) dan Pendidikan In Formal (PIF).
Khusus untuk PNF, Coombs mengartikannya sebagai sebuah kegiatan yang diorganisasikan diluar
system persekolahan yang mapan, apakah dilakukan secara terpisah atau bagian terpenting dari
kegiatan yang lebih luas dilakukan secara sengaja untuk melayani anak didik tertentu untuk
mencapai tujuan belajarnya.

D.Pendidikan daring

Pembelajaran daring adalah pendidikan formal yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan,
dimana instruktur dan peserta didiknya berada di lokasi terpisah dan tidak bertatap muka secara
langsung, sehingga memerlukan sistem atau platform telekomunikasi interaktif untuk
menghubungkan ke duanya beserta berbagai sumber daya yang diperlukan di dalamnya.

Istilah daring merupakan akronim dari kata dalam jaringan. Pembelajaran daring merupakan
sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi dilakukan
melalui online yang menggunakan jaringan internet. Pembelajaran daring menggunakan media
aplikasi untuk memudahkan peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran secara jarak
jauh.

Pembelajaran daring bertujuan memberikan layanan pembelajaran bermutu yang bersifat masif
dan terbuka untuk menjangkau audiens yang lebih banyak dan lebih luas. Pembelajaran daring
memberikan metode pembelajaran yang efektif, seperti berlatih dengan adanya umpan balik
terkait, menggabungkan kolaborasi kegiatan dengan belajar mandiri, personalisasi pembelajaran
berdasarkan kebutuhan siswa dan menggunakan simulasi dan permainan.
Pengertian Pembelajaran Daring

Berikut definisi dan pengertian pembelajaran daring dari beberapa sumber buku dan referensi:

1. Menurut Bilfaqih dan Qomarudin (2015), pembelajaran daring adalah


sebuah program yang penyelenggaraan kelas pembelajaran dalam jaringan
untuk menjangkau kelompok dengan target yang luas. Daring atau Internet
Learning merupakan akronim dari dalam jaringan yaitu suatu kegiatan yang
dilaksanakan dengan sistem daring yang memanfaatkan internet.
2. Menurut Pohan (2020), pembelajaran daring adalah pembelajaran yang
berlangsung di dalam jaringan dimana pengajar dan yang diajar tidak
bertatap muka secara langsung. Pembelajaran daring adalah pemanfaatan
jaringan internet dalam proses pembelajaran.
3. Menurut Napsawati (2020), pembelajaran daring adalah pendidikan formal
yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan yang peserta didiknya dan
instrukturnya (pendidik) berada di lokasi terpisah sehingga memerlukan
sistem telekomunikasi interaktif untuk menghubungkan keduanya dan
berbagai sumber daya yang diperlukan di dalamnya.
4. Menurut Kuntarto (2017), pembelajaran daring adalah pembelajaran yang
menggunakan teknologi multimedia, kelas virtual, CD ROM, streaming
video, pesan suara, email dan telepon konferensi, teks online animasi, dan
video streaming online.
5. Menurut Imania dan Bariah (2019), pembelajaran daring adalah bentuk
penyampaian pembelajaran konvensional yang dituangkan pada format
digital melalui internet.
6. Menurut Sofyana dan Abdul (2019), pembelajaran daring adalah sistem
pembelajaran yang dilakukan dengan tidak bertatap muka langsung, tetapi
menggunakan platform yang dapat membantu proses belajar mengajar yang
dilakukan meskipun jarak jauh.

Karakteristik Pembelajaran Daring

Menurut Mustofa, Chodzirin dan Sayekti (2019), pembelajaran daring memiliki ciri-ciri atau
karakteristik, antara lain yaitu sebagai berikut:

1. Materi ajar disajikan dalam bentuk teks, grafik dan berbagai elemen multimedia.
2. Komunikasi dilakukan secara serentak dan tak serentak seperti video conferencing, chats
rooms, atau discussion forums.
3. Digunakan untuk belajar pada waktu dan tempat maya.
4. Dapat digunakan berbagai elemen belajar berbasis CD-ROM untuk meningkatkan
komunikasi belajar.
5. Materi ajar relatif mudah diperbaharui.
6. Meningkatkan interaksi antara mahasiswa dan fasilitator.
7. Memungkinkan bentuk komunikasi belajar formal dan informal.
8. Dapat menggunakan ragam sumber belajar yang luas di internet.

Prinsip-prinsip Pembelajaran Daring

Pembelajaran daring memiliki seperangkat landasan dasar yang secara intrinsik menjadi
persyaratan untuk keberlangsungan proses pembelajaran daring. Dalam Surat Edaran
Kemendikbud Nomor 15 tahun 2020 mengemukakan prinsip Belajar Dari Rumah (BDR) atau
pembelajaran daring adalah sebagai berikut:

1. Keselamatan dan kesehatan lahir batin peserta didik, pendidik, kepala satuan pendidikan
dan seluruh warga satuan pendidikan menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan
BDR.
2. Kegiatan BDR dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi
peserta didik, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum.
3. BDR dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup, antara lain mengenai pandemi
COVID-19. d. Materi pembelajaran bersifat inklusif sesuai dengan usia dan jenjang
pendidikan, konteks budaya, karakter dan jenis kekhususan peserta didik.
4. Aktivitas dan penugasan selama BDR dapat bervariasi antar daerah, satuan pendidikan
dan Peserta Didik sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan
kesenjangan akses terhadap fasilitas BDR.
5. Hasil belajar peserta didik selama BDR diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan
berguna dari guru tanpa diharuskan memberi skor/nilai kuantitatif.
6. Mengedepankan pola interaksi dan komunikasi yang positif antara guru dengan orang
tua/wali.

Pembelajaran daring harus dikemas sekreatif mungkin agar mudah dipelajari oleh peserta didik.
Selain itu perancangan pembelajaran daring harus sederhana sehingga tidak membebankan
kepada peserta didik. Menurut Pohan (2020), pembelajaran daring memiliki tiga prinsip utama,
yaitu:

1. Sistem pembelajaran harus sederhana sehingga mudah untuk dipelajari.


2. Sistem pembelajaran harus dibuat personal sehingga pemakai sistem tidak saling
tergantung.
3. Sistem harus cepat dalam proses pencarian materi atau menjawab soal dari hasil
perancangan sistem yang digunakan.

Strategi Pembelajaran Daring

Menurut Majid (2017), terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan dalam pelaksanaan
pembelajaran daring, antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Strategi pembelajaran langsung (Direct Instruction)

Strategi pembelajaran langsung adalah suatu strategi yang berpusat pada guru yang paling tinggi
dan paling sering di gunakan. Pada strategi ini di dalamnya termasuk metode ceramah, metode
pertanyaan, pengajaran eksplisit, praktik dan latihan, serta metode demonstrasi. Strategi
pembelajaran langsung lebih efektif di gunakan untuk memperluas informasi atau
mengembangkan keterampilan secara bertahap.

b. Strategi pembelajaran tidak langsung (Indirect Instruction)

Strategi pembelajaran langsung merupakan strategi yang memperlihatkan bentuk keterlibatan


siswa yang tinggi dalam melakukan observasi, penyelidikan, penggambaran inferensi berdasarkan
data, atau pembentukan hipotesis. Dalam strategi pembelajaran tidak langsung guru beralih
peran dari penceramah menjadi fasilitator, pendukung dan sumber personal (Resource person).
c. Strategi pembelajaran interaktif (Interactive Instruction)

Strategi pembelajaran interaktif merupakan sebuah strategi yang dapat dikembangkan dalam
waktu rentang pengelompokan dan metode-metode interaktif. Di dalamnya terdapat bentuk-
bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil atau pengerjaan tugas berkelompok dan kerja sama
siswa secara berpasangan.

d. Strategi pembelajaran empririk (Experiential)

Strategi pembelajaran empiris merupakan sebuah strategi pembelajaran melalui pengalaman


menggunakan bentuk sekuens induktif, berpusat pada siswa dan berorientasi pada aktivitas.
Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman pada proses belajar dan hasil belajar.

e. Strategi pembelajaran mandiri

Strategi pembelajaran mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk


membangun insiatif individu, kemandirian dan peningkatan diri. Strategi pembelajaran mandiri
berfokus pada perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Strategi
pembelajaran mandiri juga bisa dilakukan dengan teman, kelompok kecil dan orang tua.

Media Pembelajaran Daring

Media pembelajaran daring merupakan sebuah alat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
konsep jarak jauh dengan berbasis internet, dimana guru dan peserta didik dapat mengaksesnya
di luar kegiatan pembelajaran sekolah. Menurut Yuliani, dkk (2020), beberapa jenis media yang
biasa digunakan dalam pembelajaran daring di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Media visual

Menurut Suparto, media visual merupakan gambar yang secara keseluruhan dari sesuatu yang
dijelaskan ke dalam suatu bentuk yang dapat divisualisasikan. Media visual terdiri atas media
yang tidak dapat diproyeksikan (non-projected visuals) dan media yang dapat diproyeksikan
(projected visuals). Media yang dapat diproyeksikan bisa berupa gambar diam atau bergerak.

b. Media Audio

Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (haknya dapat
didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan para siswa untuk
mempelajari bahan ajar. Program kaset suara dan program radio adalah bentuk dari media audio.
Penggunaan media audio dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya untuk melatih
keterampilan yang berhubung dengan aspek-aspek keterampilan mendengarkan.

c. Media Audio-Visual

Media audio-visual merupakan media yang kombinasi audio dan visual, atau bisa disebut media
pandang-dengar. Dengan menggunakan media audio-visual penyajian bahan ajar kepada siswa
akan semakin lengkap dan optimal. Contoh dari media audio-visual di antaranya program video
atau televisi pendidikan, video atau televisi instruksional, dan program slide suara.
d. Media Elektronik

Media elektronik merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan informasi pendidikan
yang dimanfaatkan secara umum, baik di kalangan pendidikan maupun masyarakat secara luas.
Contoh media elektronik yaitu slide dan flimstrip, film, TV dan radio.

e. Media Zoom

Media Zoom merupakan sebuah salah satu aplikasi yang dapat di gunakan guru dengan cara
melakukan kegiatan pembelajaran virtual. Dengan aplikasi Zoom guru dapat mempertemukan
peserta didik dengan guru secara virtual atau video sehingga dengan melakukan proses
pembelajaran dengan menggunakan Zoom dapat tersampaikan dengan baik.

f. Media Google Class

Google Classroom merupakan sebuah alat aplikasi ruang kelas yang sudah disediakan oleh
Google. Dalam Google Classroom pengajar dapat lebih mudah dalam membagikan materi
pembelajaran atau tugas pembelajaran yang sudah di susun. Pada Google Classroom memberikan
waktu untuk pengumpulan tugas, sehingga peserta didik tetap disiplin untuk mengumpulkan
tugas dan mengatur waktu.

g. Youtube

Youtube merupakan sebuah alat aplikasi untuk mengupload video. Youtube banyak di gunakan
untuk berbagi informasi video, dimana Youtube juga digunakan untuk sumber pembelajaran
daring. Youtube merupakan salah satu alat media pembelajaran yang dapat menunjang kegiatan
pembelajaran berbasis internet atau daring yang dapat memvisualisasikan materi pembelajaran
yang baik dan efektif melalui Youtube.

Perbedaan Pembelajaran Daring dan Luring

Terdapat beberapa perbedaan antara pembelajaran daring dengan pembelajaran luring atau
tatap muka, perbedaan tersebut merupakan kelebihan dan kekurangan masing-masing, antara
lain yaitu sebagai berikut:

a. Jarak dalam praktik pembelajaran

 Pembelajaran Daring. Tidak ada kebutuhan fisik seperti ruang kelas. Guru dan murid
dipermudah karena bisa belajar dan mengajar di mana saja dan kapan saja meskipun
dalam jarak yang jauh.
 Pembelajaran Tatap muka. Membutuhkan ruang kelas secara fisik. Guru dan murid harus
bertemu, bertatap muka di tempat dan waktu yang sama. Artinya jarak harus dekat demi
untuk menumbuhkan ilmu, etika dan psikologis murid dan guru.

b. Waktu pembelajaran

 Pembelajaran Daring. Bagi murid lebih luwes dan dinamis mengatur waktu. Murid dapat
belajar kapan saja. Tentu saja hal tersebut bisa menguntungkan bagi murid yang tidak
tidak memungkinkan dan tidak punya banyak waktu untuk datang ke kelas secara fisik.
 Pembelajaran Tatap Muka. Dalam pembelajaran dibutuhkan berkumpul dalam waktu
yang sama. Guru dan murid harus hadir dalam ruang kelas pada waktu yang sama.
Otomatis dibutuhkan kedisiplinan mengikuti pembelajaran di kelas.

c. Kemandirian dalam pembelajaran

 Pembelajaran Daring. Pembelajaran daring atau sistem online internet membuat para
murid untuk belajar mandiri. Murid dapat mengatur sendiri dalam melaksanakan tugas
pembelajaran.
 Pembelajaran Tatap Muka. Kemandirian pada kelas tradisional masih kurang jika
dibandingkan kelas online. Belajar pada kelas tradisional cukup mengikat. Murid kadang
harus dipaksa guru untuk memperhatikan dan fokus pelajaran. Hal ini disebabkan
kurangnya kesadaran untuk belajar dan memperoleh ilmu.

d. Standarisasi materi pembelajaran

 Pembelajaran Daring. Sampai saat ini pembelajaran secara online di negara kita belum
ada standar atau kurikulum yang baku untuk materi yang diberikan kepada para pelajar.
 Pembelajaran Tatap Muka. Pada pembelajaran dengan tatap muka sudah ada kurikulum
dan akreditasi untuk menjamin mutu dan standar materi ajar. Untuk para pengajarnya
pun ada standar dan sertifikasi, sehingga lebih ada jaminan untuk ketrampilan dan
kapasitasnya sebagai pendidik.

e. Fokus atau tidak fokus

 Pembelajaran Daring. Sering kali murid diberikan tugas lewat handphone dalam aplikasi
media kebanyakan tidak fokus mengerjakan. Mereka di saat bersamaan chatting dengan
lainnya atau sejenisnya.
 Pembelajaran Tatap Muka. Murid fokus mengerjakan tugas karena di dampingi guru dan
mengerjakanya tanpa gangguan alat komunikasi lainnya. Juga aturan standar di kelas
membantu murid fokus pembelajaran.

E.Pendidikan inklusif
Pendidikan Pendidikan inklusif adalah suatu sistem penyelenggaraan pendidikan yang terbuka
bagi siapa saja, dengan latar belakang berbeda, serta kondisi yang berbeda. Jadi pendidikan
inklusif ini juga bisa diperuntukan bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus atau
keterbatasan.
khusus ini akan menempatkan siswa dengan kebutuhan khusus bersama dengan siswa didik
umumnya di dalam satu kelas. Sehingga diharapkan dengan adanya pendidikan inklusif ini dapat
mengembangkan potensi pada anak-anak berkebutuhan khusus di dalam lingkungan umum.
Karena kondisi setiap siswa berbeda, terutama dari segi fisik, maka akan ada penyesuaian metode
pengajaran agar dapat dipahami oleh peserta didik reguler dengan peserta didik berkebutuhan
khusus.
Pendidikan inklusif ini dinilai dapat mengembangan secara maksimal bakat anak, karena seperti
diketahui setiap anak memiliki potensi bakat yang berbeda-beda.
Sementara itu, kurikulum yang diterapkan di sekolah inklusif adalah kurikulum sekolah reguler
yang disesuaikan. Maksudnya adalah kurikulum sedikit dimodifikasi agar bisa sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan, dan kondisi siswa. Tes akhir pendidikan inklusif ini akan disamakan
dengan sekolah reguler jadi akan diukur dengan menggunakan ujian akhir yang sudah
disesuaikan.
Tujuan Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif ini sebenarnya sudah tercantum dalam undang-undang terkait dengan sistem
pendidikan nasional. Jadi tujuan pendidikan inklusif antara lain:
1. Memenuhi hak asasi manusia untuk mendapatkan pendidikan yang setara.
2. Meningkatkan kepercayaan diri anak-anak, baik itu berkebutuhan khusus maupun
tidak.
3. Menumbuhkan rasa toleransi terhadap perbedaan terhadap anak-anak.
4. Semua peserta didik dapat membaur menjadi satu sehingga tercipta interaksi aktif.
5. Bagi pendidik, para pendidik akan mendapatkan pengetahuan mengenai
pembelajaran kepada siswa dengan latar belakang Indonesia.
6. Mampu memberikan pendidikan terhadap seluruh siswa dengan latar belakang yang
berbeda.
7. Dapat mengembangkan gagasan baru agar bisa diaplikasikan ke lingkungan
masyarakat.
Orang Tua dalam Pendidikan Inklusif

Selain tenaga didik, orang tua juga memiliki peran dalam pendidikan inklusif. Jadi dalam
pendidikan inklusif orang tua bisa belajar memahami anaknya di lingkungan luar sekolah.
Dengan pendidikan inklusif diharapkan orang tua paham mengenai cara mendidik dan
membimbing anaknya. Selain itu dengan adanya pendidikan inklusif diharapkan orang tua bisa
merasa dihargai karena anaknya diberikan pendidikan yang tidak dibeda-bedakan.
Prinsip Pembelajaran Inklusif

Ada dua prinsip pembelajaran inklusif yang diterapkan, yakni prinsip umum dan prinsip khusus.
Berikut penjelasannya:
Prinsip Umum

 Prinsip Konteks
Jadi melalui prinsip ini, para tenaga didik dapat menjelaskan materi sesuai dengan konteks yang
ada di lingkungan sehari-hari siswa.
 Prinsip Motivasi
Para tenaga didik harus memberikan motivasi terhadap para siswa agar selalu termotivasi untuk
mendapatkan pendidikan atau belajar.
 Prinsip Keterarahan
Tenaga didik juga harus bisa memberikan arahan agar tujuan dari pembelajaran dapat tepat
sasaran.
 Prinsip Hubungan Sosial
Tenaga didik harus bisa membuat para siswa yang memiliki latar belakang berbeda supaya bisa
berinteraksi secara aktif baik dengan sesama siswa maupun guru.
 Prinsip Pemecahan Masalah
Prinsip ini berarti tenaga didik juga harus bisa membuat para peserta didik mampu membuat
solusi ketika mendapatkan masalah.
 Prinsip Individualisasi
Tenaga didik diharapkan bisa membuat para peserta didik dapat hidup mandiri.
 Prinsip Belajar Sambil Bekerja
Jadi tenaga didik bisa mengajak siswa untuk melakukan percobaan-percobaan supaya bisa
menemukan hal-hal baru.
 Prinsip Menemukan
Tenaga didik dituntut untuk mendorong siswa supaya bisa terlibat aktif dalam hal mental, sosial,
maupun emosional.
Prinsip Khusus

Prinsip khusus ini terkait dengan pelaksanaan pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi
anak berkebutuhan khusus seperti tunanetra, tunarungu, CIBI, tunagrahita, tunadaksa, serta
tunalaras.
 Tunarungu
Prinsipnya adalah pendidikan inklusif dapat memperhatikan keterarahan suara dan wajah, serta
keperagaan.
 Tunanetra
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah prinsip kekonkritan, pengalaman, dan belajar
sambil praktek.
 CIBI
Dalam hal ini, prinsip yang diperhatikan mengenai akselerasi belajar dan pengayaan.
 Tunagrahita
Prinsip yang diperhatikan adalah prinsip kasih sayang, rehabilitasi, dan keperagaan.
 Tuna Daksa
Prinsip yang diperhatikan adalah pelayanan medis seperti terapi.
 Tunalaras
Prinsip yang diperhatikan adalah prinsip kebutuhan, kebebasan yang diarahkan, prinsip
kekeluargaan, prinsip setia kawan, serta prinsip disiplin.
Karakteristik Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif memiliki beberapa karakteristik, di antaranya:


1. Pendidikan inklusif harus ramah dan hangat sehingga dapat memberikan rasa nyaman
terhadap para peserta didik yang memiliki perbedaan latar belakang atau kondisi.
2. Pendidik dan tenaga didik memiliki latar belakang serta kemampuan yang berbeda.
3. Dalam prakteknya, pendidikan inklusif semestinya memberlakukan tempat duduk
yang bervariasi agar bisa saling membaur satu sama lain.
4. Materi dan metode pembelajaran dari pendidikan inklusif bervariasi agar lebih
menarik dan menyenangkan.
5. Tenaga didik memiliki rencana harian yang akan digunakan untuk media
pembelajaran.
6. Penilaian mengenai karya anak peserta pendidikan eksklusif dapat dilakukan dalam
kurun waktu tertentu.
Pendidikan Inklusif di Indonesia

Di Indonesia pendidikan inklusif sebenarnya sudah ada landasan hukum jelasnya, landasan hukum
itu tercantum pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan dua yang berisi mengenai hak dan kewajiban
warga negara untuk mendapatkan pendidikan.
Selain itu, pada Undang Undang No.23 tahun 2002 pasal 48 dan 49 tentang Perlindungan anak
menyatakan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan program pendidikan wajib minimal
sembilan tahun dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk mendapat
pendidikan.
Selain itu dalam UU No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha
untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan potensi
peserta didik supaya memiliki kekuatan dalam hal keagamaan, kepribadian, pengendalian diri,
akhlak, serta keterampilan yang diperlukan di lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.
Sedangkan pada ayat 1,2, dan 3 menyatakan bahwa setiap negara dalam yang memiliki kelainan
baik secara fisik, emosional, mental, dan lain sebagainya berhak mendapatkan pendidikan yang
sama dengan mutu yang sama.
Kemudian, pada pasal 11 ayat 1 mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk
memberikan layanan serta kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas tanpa adanya diskriminasi terhadap
perbedaan apapun.
Di Sampoerna Academy, pendidikan inklusif sudah diterapkan. Hal ini dibuktikan dengan
terselenggarakannya pembelajaran online. Pembelajaran ini diterapkan untuk menghancurkan
batas dalam belajar. Selain itu, Sampoerna Academy juga memiliki filosofi pengajaran yang
memotivasi siswanya untuk bertanya, eksplorasi, inovasi, dan berkomunikasi. Dengan metode
pengajaran berbasis STEAM, tentunya Sampoerna Academy ingin menyiapkan lulusannya dengan
landasan global dan kualifikasi akademik yang diakui dunia.

LATIHAN

1. Apa yang dimaksud dengan alat pendidikan?

2. Mengapa penggunaan alat pendidikan dianggap penting dalam pembelajaran?

3. Contoh alat pendidikan yang interaktif adalah?

4. Alat pendidikan yang membantu siswa mengasah keterampilan motorik adalah?

KESMPULAN

Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan


karena pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia.
Pendidikan dapat mengubah manusia dari yang asalnya tidak tahu
menjadi tahu, asalnya tidak baik menjadi baik. Sedemikian pentingnya
nilai pendidikan bagi manusia, maka Pendidikan itu merupakan suatu
keharusan bagi manusia karena pada hakekatnya manusia lahir dalam
keadaan tidak berdaya dan tidak langsung dapat berdiri sendiri, dapat
memelihara dirinya sendiri. Manusia pada saat lahir sepenuhnya
memerlukan bantuan orang tuanya.
SARAN

Dalam menguraikan masalah tersebut.penyusun menyadari banyak sekali


kekuranganya.

Untuk itu menyusun mengharapkan kepada membaca untuk meneliti dan


mengkaji kembali hal-hal yang berhubungan dengan masalah ini, supaya
para pembaca mendapat wawasan yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu dan Uhbiyati Nur. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Binti Maunah, Landasan Pendidikan.Yogyakarta: Teras, 2009, Hal. 126.

A.Soedomo Hadi, Pendidikan (Suatu Pengantar), Surakarta,Lpp Uns Dan Uns Press,2005 Hal.81.

Hasbullah, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008) Hal.26

A.Soedomo Hadi, Pendidikan (suatu pengantar), Surakarta,Lpp Uns Dan Uns Press,2005 Hal.83.

Binti Maunah, Landasan Pendidikan, Yogyakarta, Teras, 2009, Hal. 128.

Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta: Raja Grafindo Prsada, 2009, Hal.12

Ahmadi Abu dan Uhbiyati Nur. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Indrakusuma Amir. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surubaya: Usaha Nasional.

Ngalimpurwanto. 1985. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosda

Karya. Sadulloh, dkk. 2009. Pedagogika. Bandung: UPI Press.

http://starawaji.wordpress.com/2009/05/21/alat-alat pendidika

Pohan, A.E. 2020. Konsep Pembelajaran Daring Berbasis Pendekatan Ilmiah. Grobogan:
Sarnu Untung.
Bilfaqih, Yusuf dan Qomarudin, N. 2015. Esensi Pengembangan Pembelajaran Daring.
Yogyakarta: DEEPUBLISH.
BAB IV

PENGERTIAN PENDIDIKAN DAN PESERTA DIDIK

A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan
sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui
pengajaran, pelatihan atau penelitian.

Pendidik adalah orang yang membimbing anak, supaya anak tersebut menuju
kearah kedewasaan yang pelaksanaannya baik dikeluarga maupun dilembaga
keluarga.Dalam mencapai keberhasilan pendidik peran yang terpenting adalah
pendidik.Sebab pendidikan adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada anak
yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya (Langeveld).

Dari pengertian tersebut terdapat dua manusia yang terkait yaitu orang dewasa,
dialah yang menjadi pendidik dan anak (manusia yang belum dewasa) yang menjadi anak
didiknya.Jadi pendidik adalah orang dewasa yang secara kodrat bertugas untuk
membimbing anak menjadi dewasa. Orang dewasa benar-benar sadar akan dirinya sendiri
memiliki tanggung jawab, mandiri, stabil secara psikologis dan moralnya berbeda dengan
sifat keanakan.

Pendidik adalah tokoh masyarakat dan mereka yang memfungsikan dirinya untuk
mendidik. Perbuatan mendidik artinya seluruh kegiatan, tindakan, perbuatan, dan sikap
yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi / mengasuh anak didik. Dengan
istilah lain, yaitu sikap atau tindakan menuntun, membimbing memberikan pertolongan
dari seorang pendidik kepada anak didik menuju kepada tujuan pendidikan
islam(Uhbiyati,2004:14).

Para pendidik melakukan beberapa hal yang penting dalam kaitannya dengan
pendidikan, sebagaimana dijelaskan oleh Uhbiyati (2005:14-16), yaitu:
a. Perbuatan memberikan keteladanan, yaitu berbuat yang terbaik agar layak ditiru oleh
anak didiknya.
b. Perbuatan memberikan pembinaan,yaitu memberikan arahan kepada perbuatan yang
terpuji.
c. Perbuatan menuntun kearah yang dijadikan tujuan dalam pendidikan.

Ilmu pendidikan adalah paradigm atau model pendidikan yang merujuk pada
berbagai landasan. Landasan tersebut merupakan sumber formal dan materi pendidikan.
Dalam ilmu pendidikan terdapat sembilan komponen yang salah satunya adalah pendidik
dan peserta didik.

B. Jenis-Jenis Pendidikan

Pendidikan sebagai orang yang bertanggung jawab membimbing anak untuk


mencapai kedewasaan, maka dari itu pendidik dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Orang tua

Orang tua secara wajar menjadi pendidikpertama,karena ketika lahirnya anak


orang tua secara alamiah dan kodrati yang bertanggung jawab terhadap anaknya.anak
lahir membawa kepada ketidakberdayaan,kerana itu mereka memerlukan bantuan orang
lain dan tentunya harus orang dewasa.ketidakberdayaan pada anak ada dua hal yaitu
tidak berdaya mengurus dirinya sendiri dan tidak berdya untuk mengembangkan
diri.peran orang tua begitu besar,kerana bukan saja sekedar mendidik anak agar besar
serta pandai,tetapi menjadikan anaknya manusia yang mampu hidup bersama dengan
orang lain.

2. Guru

Pendidik kedua adalah mereka yang diberi tugas menjadi pendidik kerana
sebagai profesi dilembaga sekolah atau yang sering disebut guru. Guru tidak bisa
disebut secara wajar dan alamiah sebagai pendidik,tetapi hanya sebagai pengganti orang
tua.dalam undang-undang no.14 tahun 2005 tentang guru dam dosen,menyatakan
bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Untuk menjadi seorang pendidik, ada beberapa hal yang harus dimiliki
seorang guru diantaranya:

1. Guru harus memiliki kedewasaan

2. Guru mampu menjadikan dirinya sebagai teladan

3. Guru harus menjadi seorang pribadi


4. Guru harus mengikuti keadaan kejiwaan dan perkembangan anak didiknya

5. Guru mampu menghayati kehidupan anak serta bersedia membantunya

Jadi tugas guru dalam bidang kemanusiaan disekolah harus dapat menjadikan
dirinya sebagai orang tua kedua yang mampu menarik simpati bagi siswanya dalam
belajar.

C. Ciri-Ciri Pendidik
1. Memiliki kewibawaan

Pendidik harus memiliki kewibawaan dimata anak didiknya karena anak didik
membutuhkan perlindungan, bantuan, bimbingan dari seorang pendidik.

2. Mengenal anak didik

Seorang pendidik harus mengenal anak didiknya yakni dengal


mengenal sifat anak secara umum dan secara khusus.

3. Membantu anak didik

Bagi seorang pendidik adalah membantu anak didiknya, dan bantuan


yang diberikan harus sesuai dengan yang diharapkan anak didiknya.

D. Syarat-Syarat Pendidik
Seorang pendidik haruslah memenuhi beberapa persyaratan berikut.

1. Persyaratan jasmani dan rohani untuk menjadi guru harus sehat jasmani dan rohani.

2. Persyaratan pengetahuan pendidikan untuk menjadi guru professional maka harus


mempunyai wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas.
3. Persyaratan kepribadian seorang guru harus mempunyai kecerdasan, kecakapan,
pengetahuan dan sikap, minat, tabi’at, keteladan dan sebagainya.
4. Persyaratan-persyaratan khusus, biasanya disesuaikan dengan pandangan dan
falsafah hidup bagus sendiri-sendiri.
5. Persyaratan menurut Ronggowarsito:

a. Bangsaneng awiryo (berkebangsaan tinggi)


b. Bangsaneng sajano (orang yang baik)

c. Bangsaneng aguno (pandai)

d. Hawicerito (kaya cerita)

e. Nawung krido (mempunyai pandangan yang tinggi)

f. Asih ing murid (cinta kepada anak didik)

g. Sambegana (mempunyai daya ingat)

6. Persyaratan Jasmaniah Dan Kesehatan

Guru adalah petugas lapangan dalam pendidikan.Oleh karena itu syarat


pertama yang harus dipenuhi oleh seorang guru antara lain:

a. Guru tidak boleh mempunyai cacat tubuh yang nyata

b. Guru harus sehat jasmani (tidak sakit apapun)

c. Guru harus sehat jiwa

7. Persyaratan Pengetahuan Pendidikan

Untuk menjadi seorang guru perlu adanya pendidikan khusus. Adapun


pengetahuan-pengetahuan yang penting bagi seorang guru antara lain:
a. Pengetahuan tentang pendidikan

b. Pengetahuan psikologi

c. Pengetahuan tentang kurikulum

d. Pengetahuan tentang metode mengajar

e. Pengetahuan tentang dasar dan tujuan pendidikan

f. Pengetahuan tentang moral, nilai-nilai dan norma-norma

8. Persyaratan Kepribadian

Kepribadian pada dasarnya adalah keseluruhan dari ciri-ciri dan tingkah laku
dari seseorang. Dalam pembicaraan disini pengertian kepriadian lebih ditekankan
kepada kelakuan, tabiat, sikap, dan minat. Kelakuan dan tabiat adalah sesuatu yang
berhubungan dengan moral. Dalam kaitannya persyaratan seorang guru. Guru
haruslah mempunyai kepribadian yang luhur. Sebab guru adalah sosok yang
dijadikan panutan oleh anak didik.

9. Persyaratan Persyaratan Khusus Persyaratan ini antara lain:


a. Seorang guru harus berjiwa pancasila

b. Menurut UU No.4 tahun 1950, bab X pasal 15 bunyinya : “syarat utama untuk
menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat mengenai kesehatan jasmani dan
rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan
pengajaran seperti yang dimaksud dalam pasal 3, dan pasal 4, dan pasal 5 dari
undang-undang ini.”
 Pasal 3 tentang tujuan pendidikan dan pengajaran

 Pasal 4 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran

 Pasal 5 tentang bahasa

E. Fungsi Pendidik
Menurut Ahmad Farid mengutip Cece Wijaya dan A.Tabrani Rusyan,
menjelaskan beberapa peranan dan fungsi pendidik tersebut sebagai berikut:

a. Guru sebagai pengajar dan pendidik

b. Guru sebagai anggota masyarakat

c. Guru sebagai pemimpin

d. Guru sebagai pelaksana administrasi

e. Guru sebagai pengelola proses belajar mengajar. Fungsi guru juga dapat diuraikan
sebagai berikut:
 Korektor, guru harus bias membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai
yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam
kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki dan
mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah.
 Inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuanbelajar
anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus
dapat memberikan petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik. bukan
teorinya, tapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik.
 Informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu
pengeahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap
matapelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum bahan yang akan
diberikan kepada anak didik.

 Organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam
bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun
tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan sebagainya.
 Motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan
aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis
motif-motif yang melatar belakangi anak didik malas belajar dan menurun
perestasinya disekolah.
 Inisiator, dalam perannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus
ide-ide kemajuan dalam pendidikan pengajaran.

 Fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan


kemudahan kegiatan belajar anak didik.

 Pembimbing, peranan guru yang tak kalah pentingnya dari semua perananyang
telah disebutkan diatas adalah sebagai pembimbing.

 Demonstrator, dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak
didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang sedang. Untuk
bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik.
 Pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena
kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka
menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan
menunjang jalannya interaksi edukatif.

 Mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup


tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media
non material maupun material.
 Supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara
kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervise harus guru kuasai
dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar
menjadi lebih baik.
SOAL LATIHAN

1. Apa pengertian dari pendidikan..?

2. Adaberapa hal penting yang berkaitan dengan pendidikan…?

3. Apa pungsi pendidik……?

4. Apa saja syarat-syarat pendidik…?

5.Ilmu pendidikan adalah para digma atau model pendidikan yang merujuk pada berbagai
landasan. Landasan tersebut ialah..?
BAB II

PENGERTIAN PESERTA DIDIK

A. Pengertian Peserta Didik

Peserta didik adalah objek para pendidik dalam melakukan tindakan yang bersifat
mendidik. Peserta didik dapat dilihat dari beberapa segi,yaitu usia, kondisi ekonomi
keluarga, kondisi ekonomi, juga minat dan bakat anak didik serta tingkat intelegensinya.
Dengan mengetahui itu semua, tindakan pendidik akan menggunakan fleksibilitas dalam
mendidik. Pendidikan ibarat lampu penerang bagi peserta didik sedangkan pendidik adalah
orang yang menyalakan lampu agar terang benderang. Pendidikan berperan membuka
wawasan anak didik tentang berbagai ilmu pengetahuan dan memberikan ide dasar dan
inspirasi yang lengkap tentang ilmu pengetahuan.
Berbagai hal yang berkaitan dengan alam semesta, menyentuh objek yang sifatnya
esoteric dan isoterik. Selama ini mungkin banyak orang yang tidak tahu apa yang sebenarnya
harus dilakukan seorang pendidik selain harus memenuhi syarat-syarat pendidik. Seorang
pendidik harus bias mengembangkan aspek yang dimiliki peserta didiknya. Mulai dari
kelompok kognisi, kelompok afeksi, dan kelompok psikomotor. Minimalnya informasi
tentang bagaimana cara seorang pendidik mengembangkan kelompok afeksi, membuat para
pendidik bingung harus bagaimana karena pendidik tidak tahu bahan apa yang akan
digunakan dalam penerapan di pelajaran. Maka dari itu, para pendidik harus bisa update dan
memikirkan bagaimana cara menerapkan kelompok afeksi yang sulit untuk diterapkan.

Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu.
Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami
perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam
membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata
lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau
pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.

Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta didik
tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk menuju
kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang peserta didik berada pada usia
balita seorang selalu banyak mendapat bantuan dari orang tua ataupun saudara yang lebih
tua. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa peserta didik merupakan barang mentah
(raw material) yang harus diolah dan bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap peserta didik
memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan, seperti halnya sekolah,
keluarga, bahkan dalam lingkungan masyarakat. Dalam proses ini peserta didik akan banyak
sekali menerima bantuan yang mungkin tidak disadarinya, sebagai contoh seorang peserta
didik mendapatkan buku pelajaran tertentu yang ia beli dari sebuah toko buku. Dapat anda
bayangkan betapa banyak hal yang telah dilakukan orang lain dalam proses pembuatan dan
pendistribusian buku tersebut, mulai dari pengetikan, penyetakan, hingga penjualan.

Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks kehadiran dan
keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah memberikan bantuan, arahan dan
bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan
kedewasaannya. Dalam konteks ini seorang pendidik harus mengetahuai ciri-ciri dari peserta
didik tersebut.

a. Ciri-ciri peserta didik :

1. Kelemahan dan ketak berdayaannya

2. Berkemauan keras untuk berkembang

3. Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kemampuan).

b. Kriteria peserta didik :

Syamsul nizar mendeskripsikan enam kriteria peserta didik, yaitu :

1. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri

2. Peserta didik memiliki periodasi perkembangan dan pertumbuhan

3. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu baik
disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.

4. Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani
memiliki daya fisik, dan unsur rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu

5. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

Didalam proses pendidikan seorang peserta didik yang berpotensi adalah objek atau
tujuan dari sebuah sistem pendidikan yang secara langsung berperan sebagai subjek atau
individu yang perlu mendapat pengakuan dari lingkungan sesuai dengan keberadaan
individu itu sendiri. Sehingga dengan pengakuan tersebut seorang peserta didik akan
mengenal lingkungan dan mampu berkembang dan membentuk kepribadian sesuai dengan
lingkungan yang dipilihnya dan mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya pada
lingkungan tersebut.

Sehingga agar seorang pendidik mampu membentuk peserta didik yangberkepribadian


dan dapat mempertanggungjawabkan sikapnya, maka seorang pendidik harus mampu
memahami peserta didik beserta segala karakteristiknya. Adapun hal-hal yang harus
dipahami adalah :

1. Kebutuhannya

2. Dimensi-dimensinya

3. Intelegensinya

4. Kepribadiannya.

B. Aspek/ Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik

Pada sub bab sebelumnya tengah disinggung bahwasannya untuk mendapatkan


keberhasilan dalam proses pendidikan maka seorang pendidik harus mampu memahami
karakteristik seorang peserta didik itu sendiri. Kemudian salah satu dari nya adalah
kebutuhan peserta didik.

Kebutuhan peserta didik adalah sesuatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh
peserta didik untuk mendapat kedewasaan ilmu. Kebutuhan peserta didik tersebut wajib
dipenuhi atau diberikan oleh pendidik kepada peserta didiknya. Menurut buku yang ditulis
oleh Ramayulis, ada delapan kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi, yaitu :

a. Kebutuhan Fisik

Fisik seorang didik selalu mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Proses
pertumbuhan fisik ini terbagi menjadi tiga tahapan :

1. Peserta didik pada usia 0 – 7 tahun, pada masa ini peserta didik masih mengalami
masa kanak-kanak

2. Peserta didik pada usia 7 – 14 tahun, pada usia ini biasanya peserta didik tengah
mengalami masa sekolah yang didukung dengan peraihan pendidikan formal
3. Peserta didik pada 14 – 21 tahun, pada masa ini peserta didik mulai mengalami masa
pubertas yang akan membawa kepada kedewasaan.

Pada masa perkembangan ini lah seorang pendidik perlu memperhatikan perubahan
dan perkembangan seorang didik. Karena pada usia ini seorang peserta didik mengalami
masa yang penuh dengan pengalaman (terutama pada masa pubertas) yang secara tidak
langsung akan membentuk kepribadian peserta didik itu sendiri.

Disamping memberikan memperhatikan hal tersebut, seorang pendidik harus selalu


memberikan bimbingan, arahan, serta dapat menuntun peserta didik kepada arah
kedewasaan yang pada akhirnya mampu menciptakan peserta didik yang dapat
mempertanggungjawabkan tentang ketentuan yang telah ia tentukan dalam perjalanan
hidupnya dalam lingkungan masyarakat.

b. Kebutuhan Sosial

Secara etimologi sosial adalah suatu lingkungan kehidupan. Pada hakekatnya


kata sosial selalu dikaitkan dengan lingkungan yang akan dilampaui oleh seorang peserta
didik dalam proses pendidikan.

Dengan demikian kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang berhubungan lansung


dengan masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat
lingkungannya, seperti yang diterima teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya
dapat diterima oleh orang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan
pemimpinnya. Kebutuhan ini perlu dipenuhi agar peserta didik dapat memperoleh posisi
dan berprestasi dalam pendidikan.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sosial adalah digunakan untuk
memberi pengakuan pada seorang peserta didik yang pada hakekatnya adalah seorang
individu yang ingin diterima eksistensi atau keberadaannya dalam lingkungan masyarakat
sesuai dengan keberadaan dirinya itu sendiri.

c. Kebutuhan Untuk Mendapatkan Status

Kebutuhan mendapatkan status adalah suatu yang dibutuhkan oleh peserta didik
untuk mendapatkan tempat dalam suatu lingkungan.Hal ini sangat dibutuhkan oleh
peserta didik terutama pada masa pubertas dengan tujuan untuk menumbuhkan sikap
kemandirian, identitas serta menumbuhkan rasa kebanggaan diri dalam lingkungan
masyarakat.
Dalam proses memperoleh kebutuhan ini biasanya seorang peserta didik ingin
menjadi orang yang dapat dibanggakan atau dapat menjadi seorang yang benar-benar
berguna dan dapat berbaur secara sempurna di dalam sebuah lingkungan masyarakat.

d. Kebutuhan Mandiri

Ketika seorang peserta didik telah melewati masa anak dan memasuki masa
keremajaan, maka seorang peserta perlu mendapat sikap pendidik yang memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian berdasarkanpengalaman.
Hal ini disebabkan karena ketika peserta telah menjadi seorang remaja, dia akan memiliki
ambisi atau cita-cita yang mulai ditampakkan dan terfikir oleh peserta didik, inilah yang
akan menuntun peserta didik untuk dapat memilih langkah yang dipilihnya.

Karena pembentukan kepribadian yang berdasarkan pengalaman itulah yang


menyebabkan para peserta didik harus dapat bersikap mandiri, mulai dari cara pandang
mereka akan masa depan hingga bagaimana ia dapat mencapai ambisi mereka tersebut.
Kebutuhan mandiri ini pada dasarnya memiliki tujuan utama yaitu untuk menghindarkan
sifat pemberontak pada diri peserta didik, serta menghilangkan rasa tidak puas akan
kepercayaan dari orang tua atau pendidik, karena ketika seorang peserta didik terlalu
mendapat kekangan akan sangat menghambat daya kreatifitas dan kepercayaan diri untuk
berkembang.

e. Kebutuhan Untuk Berprestasi

Untuk mendapatkan kebutuhan ini maka peserta didik harus mampu mendapatkan
kebutuhan mendapatkan status dan kebutuhan mandiri terlebih dahulu. Karena kedua hal
tersebut sangat erat kaitannya dengan kebutuhan berprestasi. Ketika peserta didik telah
mendapatkan kedua kebutuhan tersebut, maka secara langsung peserta didik akan mampu
mendapatkan rasa kepercayaan diri dan kemandirian, kedua hal ini lah yang akan
menuntun langkah peserta didik untuk mendapatkan prestasi.

f. Kebutuhan Ingin Disayangi dan Dicintai

Kebutuhan ini tergolong sangat penting bagi peserta didik, karena kebutuhan ini
sangatlah berpengaruh akan pembentukan mental dan prestasi dari seorang pesertadidik.
Dalam sebuah penelitian membuktikan bahwa sikap kasih sayang dari orang tua akan
sangat memberikan mitivasi kepada peserta didik untuk mendapatkan prestasi,
dibandingkan dengan dengan sikap yang kaku dan pasif malah akan menghambat proses
pertumbuhan dan perkembangan sikap mental peserta didik. Di dalam agama Islam, umat
islam meyakini bahwa kasih sayang paling indah adalah kasih sayang dari Allah. Oleh
karena itu umat muslim selalu berlomba-lomba untuk mendapatkan kasih sayang dan
kenikmatan dari Allah. Sehingga manusia tersebut mendapat jaminan hidup yang baik.
Hal ini yang diharapkan para pakar pendidikan akan pentingnya kasih sayang bagi peserta
didik.

g. Kebutuhan Untuk Curhat

Ketika seorang peserta didik menghadapi masa pubertas, maka seorang peserta
didik tersebut tengah mulai mendapatkan problema-probelama keremajaan. Kebutuhan
untuk curhat biasanya ditujukan untuk mengurangi beban masalah yang dia hadapi. Pada
hakekatnya ketika seorang yang tengah menglami masa pubertas membutuhkan seorang
yang dapat diajak berbagi atau curhat. Tindakan ini akan membuat seorang peserta didik
merasa bahwa apa yang dia rasakan dapat dirasakan oleh orang lain. Namun ketika dia
tidak memiliki kesempatan untuk berbagi atau curhat masalahnya dengan orang lain, ini
akan membentuk sikap tidak percayadiri, merasa dilecehkan, beban masalah yang makin
menumpuk yang kesemuanya itu akan memacu emosi seorang peserta didik untuk
melakukan hal-hal yang berjalan ke arah keburukan atau negatif.

h. Kebutuhan Untuk Memiliki Filsafat Hidup

Pada hakekatnya seetiap manusia telah memiliki filsafat walaupun terkadang ia


tidak menyadarinya. Begitu juga dengan peserta didik ia memiliki ide, keindahan,
pemikiran, kehidupan, tuhan, rasa benar, salah, berani, takut. Perasaan itulah yang
dimaksud dengan filsafat hidup yang dimiliki manusia.

Karena terkadang seorang peseta didik tidak menyadair akan adanya ikatan
filsafat pada dirinya, maka terkadang seorang peserta didik tidak menyadaribagaimana
dia bisa mendapatkannya dan bagaimana caranya. Filsafat hidup sangat erat kaitannya
dengan agama, karena agama lah yang akan membimbing manuasia untuk mendapatkan
dan mengetahui apa sebenarnya tujuan dari filsafat hidup. Sehingga tidak seorangpun
yang tidak membutuhkan agama.

Agama adalah fitrah yang diberikan Allah SWT dalam kehidupan manusia,
sehingga tatkala seorang peserta didik mengalami masa kanak-kanak, ia telah memiliki
rasa iman. Namun rasa iman ini akan berubah seiring dengan perkembangan usia
peserta didik. Ketika seorang peserta didik keluar dari masa kanak-kanak, maka iman
tersebut akan berkembang, ia mulai berfikir siapa yang menciptakan saya, siapa yang
dapat melindungi saya, siapa yang dapat memberikan perlinfungan kepada saya. Namun
iman ini dapat menurun tergantung bagaiman ia beribadah.

Pendidikan agana disamping memperhatikan kebutuhan-kebutuhan biologis dan


psikologis ataupun kebutuhan primer maupun skunder, maka penekanannya adalah
pemenuhan kebutuhan anak didik terhadap agama karena ajaran agama yang sudah
dihayati, diyakini, dan diamalkan oleh anak didik, akan dapat mewarnai seluruh aspek
kehidupannya.

C. Dimensi-Dimensi Peserta Didik


Pada hakekatnya dimensi adalah salah satu media yang dibutuhkan oleh peserta
didik untuk membentuk diri, sikap, mental, sosial, budaya, dan kepribadian di masa
yang akan datang (kedewasaan).

Widodo Supriyono, dalam bukunya yang berjudul Filsafat manusia dalam Islam,
secara garis besar membagi dimensi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan rohani. Dalam
bukunya ia menyatakan bahwa secara rohani manusia mempunyai potensi kerohanian
yang tak terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami
sesuatu (Ulil Albab), dapat berfikir atau merenung, memepergunakan akal, dapat beriman,
bertaqwa, mengingat, atau mengambil pelajaran, mendengar firmantuhan, dapat berilmu,
berkesenian, dapat menguasai tekhnologi tepat guna dan terakhir manusia lahir keduania
dengan membawa fitrah.

Didalam Sub Bab ini penulis hanya akan membahas 7 dimensi saja. Adapun
ketujuh dimensi tersebut ialah : dimensi fisik, dimensi akal, dimensi keberagamaannya,
dimensi akhlak, dimensi rohani, dimensi seni, dan dimensi sosial.

a. Dimensi Fisik (Jasmani)

Fisik manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur biotik dan unsur abaiotik.Manusia
sebagai peserta didik memiliki proses penciptaan yang sama dengan makhluk lain seperti
hewan. Namun yang membedakan adalah manusia lebih sempurna dari hewan, hal ini
dikarenakan manuasia memiliki nafsu yang dibentengi oleh akal sedangkan hewan hanya
memiliki nafsu dan insthink bukanya akal.
Antara manusia dan hewan jiak dilihat susunan penciptaan secara abiotik dan biotik
manusia dan hewan memiliki proses penciptaan dan struktur yang sama, yaitu tercipta
dari inti sari tanah, air,api, dan udara. Dari keempat elemen abiotik itu oleh Allah SWT
diciptakanlah makhluk yang didalamnya diberikan sebuah energi kehidupan yang berupa
ruh.

Ramayulis, dalam bukunya ia mengambil pendapat Alghazali yang menyatakan


bahwa daya hidup yang berupa ruh ini merupakan vitalitas kehidupan yang sangat
bergantung pada konstruksi fisik seperti susunan sel, fungsi kelenjar, alat pencernaan,
susunan saraf, urat, darah, daging, tulang sumsum, kulit, rambut, dan sebagainya.

b. Dimensi Akal

Ramayulis dalam bukunya ia mengambil pendapat al – Ishfahami yang membagi


akal menjadi dua macam yaitu :

1. Aql Al-Mathhu’ : yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah SWT sebagai fitrah
Illahi.

2. Aql al-masmu : yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat
dikembangkan oleh manusia. Akal ini tidak dapat dilepaskan dari diri manusia,karena
digunakan untuk menggerakkan akal mathhu untuk tetap berada di jalanAllah.

Akal memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Akal adalah penahan nafsu.


2. Akal adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi.
Sesuatu baik yang nampak jelas maupun yang tidak jelas.
3. Akal adalah petunjuk yang membedakan hidayah dan kesesatan.
4. Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan.
5. Akal adalah pandangan batin yang berpandangan tembus melebihi penglihatan
mata.
6. Akal adalah daya ingat mengambil dari masa lampau untuk masa yang akan
dihadapi.

Akal pada diri manusia tidak dapat berdiri sendiri, ia membutuhkan bantuan
qolb (hati) agar dapat memahai sesuatu yang bersifat ghoib seperti halnya ketuhanan,
mu’jizat, wahyu dan mempelajarinya lebih dalam. Akal yang seperti ini adalah potensi
dasar manusia yang ada pada diri manusia sejak lahir.Potensi ini perlu mendapatkan
bimbingan serta didikan agar tetap mampu berkembang kearah yang positif.

c. Dimensi Keberagaman

Manusia sejak lahir kedunia telah menerima kodrat sebagai homodivinous atau homo
religius yaitu makhluk yang percaya akan adanya tuhan atau makhluk yangberagama.
Dalam agama islam diyakini bahwa pada saat janin manusia berada dalam kandungan
seorang ibu, dan ketika ditiupkan nyawa kedalam janin tersebut oleh sang kholiq, maka
janin mengatakan bahwa aku akan beriman kepada-Mu (Allah). Darisinilah manusia
mempunyai fitrah sebagai makhluk yang memiliki kepercayaan akan adanya tuhan sejak
lahir.

Berkaitan dengan adanya kepercayaan akan adanya tuhan, ilsam memiliki tiga
implikasi dasar pada diri manusia yang didasarkan dari adanya satu kesamaan dari
jutaan perbedaan yang terdapat diri manusia, yaitu :

1. Impikasi yang berkaitan dengan pendidikan di masa depan, dimana fitrah


dikembangkan seoptimal mungkin dengan tidak mendikotomikan materi.

2. Tujuan (ultimate goal) pendidikan, yaitu insan kamil yang akan berhasil jika manusia
menjalankan tugasnya sebagi abdullah dan kholifah.

3. Muatan materi dan metodologi pendidikan, diadakan spesialisasi dengan metode


integralistik dan disesuaikan dengan fitrah manusia.

d. Dimensi Akhlak

Kata akhlak dalam pendidikan islam adalah seuatu yang sangat diutamakan.
Dalam islam akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan agama sehingga dikatakan
bahwa akhlak tidak dapat lepas dari pendidikan agama.

Akhlak menurut pengertian islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat,
karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari situ muncul akhlak
yang mulia. Maka akhlak dalam islam bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai
tujuan langsung yaitu keridhoan dari Allah SWT.

Akhlak dalam islam memiliki tujuh ciri, yaitu :

1. Bersifat menyeluruh atau universal


2. Menghargai tabiat manusia yang terdiri dari berbagai dimensi

3. Bersifat sederhana atau tidak berlebih-lebihan

4. Realistis, sesuai dengan akal dan kemampuan manusia

5. Kemudahan, manusia tidak diberi beban yang melebihi kemampuannya

6. Mengikat kepercayaan dengan amal, perkataan, perbuatan, teori, dan praktek

7. Tetap dalam dasar-dasar dan prinsip-prisnsip akhlak umum.

Pendidikan akhlak mulai diberikan sejak manusia lahir kedunia, dengan tujuan
untuk membentuk manusia yang bermoral baik, berkemauan keras, bijaksana,
sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur, dan suci. Namun perlu disadari
bahwasannya pendidikan akhlak akan dapat terbentuk dari adanya pengalaman pada diri
peserta didik.

Disisi keagamaan, Ari Ginanjar menyatakan bahwa inti dari kecerdasan


spiritual adalah pemahaman tentang kehadiran manusia itu sendiri yang muaranya
menjadi ma’rifat kepada Allah SWT. Ketika manusia mendapatkan ma’rifat tersebut,
maka manusia secara langsung akan dapat mengenali dirinya sendiri sekaligus
mengenal tuhannya. Dalam prespeksi islam hal ini merupakan tingkat kecerdasan yang
paling tinggi.

Kecerdasan spiritual memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Bersikap asertif, memiliki keyakinan yang tinggi dan pemahaman yang sempurna
tentang ke-Esaan Tuhan, sehingga seorang tersebut tidak akan takut akan
makhluk.

2. Berusaha mengadakan inovasi, selalu berusaha mencari hal baru untuk kemajuan
hidup dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sesuatu yang telah ada.

3. Berfikit lateral, berfikir akan adanya sesuatu yang lebih tinggi dari semua
keunggulan manusia. Hal ini ditandai dengan adanya perenungan dan pemikiran akan
adanya sifat maha yang dimiliki oleh sang pencipta alam sehingga membuat manusia
tersentuh perasaan dan mampu menanamkan sikap tunduk dan patuh yang mebuat
hati bergetar ketika dapat merasakan sifat kemahaan tersebut.
Dalam islam kecerdasan spiritual dapat dikembangkan dengan peningkatan iman
yang merupakan sumber ketenangan batin dan keseleamatan, serta melakukan ibadah
yang dapat membersihkan jiwa seseorang.

e. Dimensi Rohani (Kejiwaan)

Tidak jauh berbeda dengan dimensi akhlak, dimensi rohani dalah adalah dimensi
yang sangat penting dan harus ada pada peserta didik.Hal ini dikarenakan rohani
(kejiwaan) harus dapat mengendalikan keadaan manusia untuk hidu bahagia, sehat,
merasa aman dan tenteram. Penciptaan manusia tidak akan sempurna debelum ditiupkan
oleh Allah sebagian ruh baginya.

Menurut Al- Ghazali ruh terbagi menjadi dua bentuk, yaitu al – ruh dan al- nafs.Al-
ruh adalah daya manusia untuk mengenal dirinya sendiri, tuhan, dan mencapai ilmu
pengetahuan, sehingga dapat menentukan manusia berkepribadian, berakhlak mulia serta
menjadi motivator sekaligus penggerak bagi manusia untuk menjalankan perintah
Allah.Al-nafs adalah pembeda dengan makhluk lainnya dengan kata lain pembeda
tingkatan manusia dengan makhluk lain yang sama-sama memiliki al- nafs seperti
halnya hewan dan tumbuhan.

Menurut pendapat Al-Syari’ati ruh adalah bersifat dinamis, sehingga dengan sifat
yang dinamis itu, memungkinkan manusia untuk mencapai derajat yang setinggi-
tingginya. Atau malah akan menjerumuskannya dari pada derajat yang serendah-
rendahnya. Hal ini dikarenakan manusia yang memiliki kebebasan untuk mendekatkan
diri ke arah kutub rab nya atau malah kearah kutub tanah.Dengan demikian secara singkat
dapat dikatakan bahwa ruh manusia dapat berkembang ketaraf yang lebih tinggi apabila
bergerak kearah ruh illahinya.

f. Dimensi Seni (Keindahan)

Seni merupakan salah satu potensi rohani yang terdapat pada diri manusia. Sehingga
seni dalam diri manusia harus lah dikembangkan. Seni dalam diri manusia merupakan
sarana untuk mencapai tujuan hidup. Namun tujuan utama seni pada diri manusia adalah
untuk beribadah kepada Allah dan menajalankan fungsi kekhalifahannya serta
mendapatkan kebahagiaan spiritual yang menjadi rahmat bagi sebagian alam dan
keridhoan Allah SWT.

Dalam agama islam Allah telah menghadirkan dimensi seni ini didalam Al- Qur’an.
Kitab suci Al-qur’an memiliki kandungan nilai seni yang sangat mulia nan
indah. Hal ini karena A-lqur’an adalah ekspresi dari Allah SWT untuk memberikan
kebijakan dan pengetahuan kepada seluruh semesta Alam.Sehingga kesastraan yang
terdapat di dalam Al-Qur’an benar-benar menunjukkan kehadiran Illahi didalam mu’jizat
yang bersifat universal ini.

Keindahan selalu berkaitan dengan adanya keimanan pada diri manusia. Semakin
tinggi iman yang dimiliki oleh manusia maka dia akan makin dapat merasakan keindahan
akan segala sesuatu yang di ciptakan oleh tuhannya.

g. Dimensi Sosial

Dimensi sosial bagi manusia sangat erat kaitannya dengan sebuah golongan,
kelompok, maupun lingkungan masyarakat.Lingkungan terkecil dalam dimensi sosial
adalah keluarga, yang berperan sebagai sumber utama peserta didik untuk membentuk
kedewasaan. Didalam islam dimensi sosial dimaksudkan agar manusia mengetahui
bahwa tanggung jawab tidak hanya diperuntukkan pada perbuatan yang bersifat pribadi
namun perbuatan yang bersifat umum.

Dalam dimensi sosial seorang peserta didik harus mampu menjalin ikatan yang
dinamis antara keperntingan pribadi dengan kepentingan sosial. Ikatan sosial yang kuat
akan mendorong setiap manusia untuk peduli akan orang lain, menolong sesama serta
menunjukkan cermin keimanan kepada Allah SWT.

D. Tingkat Intelegensi Peserta Didik


Secara bahasa Integensi dapat diartikan dengan kecerdasan, pemahaman,
kecepatan, kesempurnaan sesuatu atau kemampuan.Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indoneseia (KBBI) intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan
baru dengan mempergunakan alat-alat berpikir menurut tujuan dan kecerdasannya.

Berdasarkan pengertian diatas jelaslah bahwa intelegensi peserta didik adalah


kecerdasan yang dimiliki peserta didik yang digunakan untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan yang baru ataupun memahami sesuatu yang baru berdasarkan tingkat kecerdasan
dan tujuan. Sehingga intelegensi atau kecerdasan dalam pendidikan islam dikelompokkan
menjadi empat golongan, yaitu :

1. Kecerdasan Intelektual

2. Kecerdasan Emosional
3. Kecerdasan Spiritual

4. Kecerdasan Qalbiyah.

1. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan
pengambangan tingkat kemampuan dan kecerdasan otak, logika atau IQ. Ramayulis
dalam bukunya menyatakan, kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut
pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara
fungsional dengan yang lain.

Kecerdasan intelektual pada diri manusia sangat erat kaitannya dengan proses
berfikir atau kecerdasan fikiran yang disebut dengan aspek kognitif. Dalam aspek ini
manusia dipaksa untuk dapat mempertimbangkan sesuatu, memecahkan atau
memutuskan sesuatu masalah dengan menggunakan fikiran yang logis (logika). Secara
umum kecerdasan intelektual dapat digolongkan sebagai berikut :

 Tingkat Inteltual

 Super normal

 Normal dan sedikit dibawah normal

 Sub Normal

 Normal atau subnormal, IQ 90 – 110

 Berdorline, IQ 70 – 90

 Debil, IQ 50 – 70

 Insibil, IQ 25 – 50

 Idiot, IQ 20 – 25”

 Genius, IQ diatas 140

 Gifted, IQ 130 – 140

Menurut pengantar pendidikan anak luar biasa yang disusun oleh Sam Isbani,
mengatakan bahwa tingkat intelegensi peserta didik dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Berkelainan social

2. Berkelainan jasmani

3. Berkelainan mental

4. Anak nakal/ delinquen

5. Anak yang menyendiri, menjauhkan diri dari masyarakat

6. Anak timpang

7. Anak berkelainan penglihatan

8. Anak berkelainan pendengaran

9. Anak berkelainan bicara

10. Anak kerdil

11. Tingkat kecerdasan rendah

12. Tingkat kecerdasan tinggi.

2. Kecerdasan Emosional

Menurut Daniel Gomelen, kecerdasan Emosional adalah kemampuan untuk


memotovasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan
hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, menjaga akanbeban
stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdo’a.

Secara umum kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual salingberkaitan


satu sama lain. Jika kecerdasan intelektual yang dihasilkan otak kiridigunakan untuk
berfikir atau memecahkan suatu masalah, maka kecerdasan emosional yang
dihasilkan oleh otak kanan digunakan untuk memberikan motivasi, mendorong
kemauan dan mengendalikan dorongan hati. Sehingga dengan adanya kecerdasan
dalam diri peserta didik, peserta didik akan mampu memotivasi dirinya sendiri untuk
melakukan sesuatu hal yang bersifat positif, bahkan diharapakan dengan adanya
kecerdasan ini seorang peserta didik mampu untuk menghilangkan rasa malas yang
timbul pada dirinya.
Ari Ginanjar mengemukakan aspek-aspek yang berhubungan dengan
kecerdasan emosional, sebagai berikut :

1. Konsistensi (istiqamah)
2. Kerendahan hati (tawadhu’)
3. Berusaha dan berserah diri (tawakkal)
4. Ketulusan (ikhlas), totalitas (kaffah)
5. Keseimbangan (tawazun)
6. Integritas dan penyempurnaan (ihsan)

Didalam islam hal tersebut disebut dengan akhlaq al karimah. Akhlaq Al


Karimah ini mampu mengendalikan seseorang dari keinginan-keinginan, yang
bersifat negatif, dan sebaliknya mengarahkan seseorang untuk melakukan hal-hal
yang posistif.

Solovery menerangkan tentang ciri-ciri kecerdasan emosional sebagai berikut :

1. Respon yang cepat namun ceroboh

2. Mendahulukan perasaan daripada fikiran

3. Realitas simbolik yang seperti anak-anak

4. Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang

5. Realitas yang ditentukan oleh keadaan.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan


emosional yang bekerja secara acak tanpa pemikiran yang logis. Apabila tidak
didampingi oleh pemikiran yang bersifat logis (Kecerdasan Intelektual)
dikhawatirkan malah akan mendorong peserta didik untuk melakukan hal-hal yang
negatif atau melakukan sesuatu yang monoton (tidak berkembang).

Jalaludin Rahmat, dalam bukunya yang berjudul Kecerdasan Emosional


prespektif, mengemukakan bahwa untuk mendapatkan kecerdasan emosional yang
tinggi harus melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Musyarathah, berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan perbuatan baik dan
membuang perbuatan buruk.

2. Muraqobah, memonitor reaksi dan perilaku sehari-hari

3. Muhasabah, melakukan perhitungan baik dan buruk yang pernah dilakukan


4. Mu’atabah dan mu’aqabah, mengecam keburukan yang dikerjakandan
menghukum diri sendiri.

3. Kecerdasan Spiritual

Secara etimologi spritual berarti yang berkehidupan atau sifat


hidup.Kecerdasan spiritula pada diri manusia berorientasi pada dua hal, yakni
berorientasi kepada hal yang bersifat duniawi dan agama.

Ketika seseorang mengorirntasikan kecerdasan spiritual kedalam sesuatu


yang bersifat duniawai, maka yang hadir dalam dirinya adalah bagaimana ia dapat
memaknai hidup dan mengelola nilai-nilai kehidupan. Bukan untuk menentukan atau
memilih keyakinan dan kepercayaan akan suatu agama.

Disisi keagamaan, Ari Ginanjar menyatakan bahwa inti dari kecerdasan


spiritual adalah pemahaman tentang kehadiran manusia itu sendiri yang muaranya
menjadi ma’rifat kepada Allah SWT. Ketika manusia mendapatkan ma’rifat tersebut,
maka manusia secara langsung akan dapat mengenali dirinya sendiri sekaligus
mengenal tuhannya. Dalam prespeksi islam hal ini merupakan tingkat kecerdasan
yang paling tinggi.

Kecerdasan spiritual memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Bersikap asertif, memiliki keyakinan yang tinggi dan pemahaman yang sempurna
tentang ke-Esaan Tuhan, sehingga seorang tersebut tidak akan takut akan
makhluk.

2. Berusaha mengadakan inovasi, selalu berusaha mencari hal baru untukkemajuan


hidup dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sesuatu yang telah ada.

3. Berfikit lateral, berfikir akan adanya sesuatu yang lebih tinggi dari semua
keunggulan manusia. Hal ini ditandai dengan adanya perenungan dan pemikiran
akan adanya sifat maha yang dimiliki oleh sang pencipta alam sehingga membuat
manusia tersentuh perasaan dan mampu menanamkan sikap tunduk dan patuh
yang mebuat hati bergetar ketika dapat merasakan sifat kemahaan tersebut.

Dalam islam kecerdasan spiritual dapat dikembangkan dengan peningkatan


iman yang merupakan sumber ketenangan batin dan keseleamatan, serta melakukan
ibadah yang dapat membersihkan jiwa seseorang.
4. Kecerdasan Qalbiyah

Secara etimologi qalbiah berasal dari kata qalbu yang berarti hati.Dalam
pengertian istilah kecerdasan qalbiyah berarti kemampuan manusia untuk memahami
kalbu dengan sempurna dan mengungkapkan isi hati dengan sempurna sehingga dapat
menjalin hubungan moralitas yang sempurna antara manusia dan ubudiyah.

Kecerdasan kalbu pada diri manusia yang sempurna akan menghandirkan


kecerdasan agama dalam dirinya. Kecerdasan agama adalah tingkat kecerdasan yang
lebih tinggi dari kecerdasan qalbiyah. Ketika seseorang telah mencapai kecerdasan
agama maka secara langsung seorang tersebut akan memiliki kecerdasan yang
melampaui kecerdasan intelktula, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.

Ramayulis dalam bukunya menyatakah bahwa ciri utama kecerdasanqalbiyah


adalah:

1. Respon yang intuitif ilabiab

2. Lebih mendahulukan nilai-nilai ketuhanan dari pada nilai-nilai kemanusiaan

3. Realitas subyektif diposiskan sama kuatnya posisinya, atau lebih tinggi


dengan realitas obyektif

4. Didapat dengan pendekatan penerapan spiritual keagamaan dan


pensucian diri.

E. Etika Peserta Didik


Etika peserta didik adalah seuatu yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan.
Dalam etika peserta didik, peserta didik memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
peserta didik. Dalam buku yang ditulis oleh Rama yulis, menurut Al-Ghozali ada sebelas
kewajiban peserta didik, yaitu :

1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqoruh kepada Allah SWT, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang
rendah dan watak yang tercela.

2. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrowi.

3. Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan pendidikannya.
4. Menjaga pikiran dan pertantangan yang timbul dari berbagai aliran

5. Mempelajari ilmu – ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrowi maupun untuk duniawi.

6. Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran
yang sukar.

7. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya,
sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.

8. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.

9. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.

10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat
bermanfaat dalam kehidupan dinia akherat.

11. Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.

Agar peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam menuntut ilmu,
maka peserta didik harus mampu memahami etika yang harus dimilkinya, yaitu :

1. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.

2. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat
keutamaan.

3. Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.

4. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.

5. Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.

Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat akhlak
peserta didik dalam menuntut ilmu, yaitu :

1. Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia
menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati yang
bersih.

2. Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa
dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.

3. Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabardalam
menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
4. Seorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau pendidik,
berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan beberapa cara yang
baik.
SOAL LATIHAN

1. Bagaimana agar pendidik mengetahui karakteristik peserta didik?

2. Sebutkan karakteristik peserta didik apa-apa saja?

3. Apa saja masalah kesulitan belajar peserta didik?

4. Bagaimana cara mengembangkan potensi peserta didik?

5. Bagaimana cara mengatasi siswa yang mengalami kesulitan belajar?


BAB III

INTERAKSI PEDAGOGIS ANTARA PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

Interaksi pedagogik pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara anak didik
dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Jadi Interaksi pedagogik
merupakan pergaulan pendidikan yang mengarah kepada tujuan pendidikan.

A. Interaksi Pedagogik
Pendidikan jika dipandang dari keilmuannya memiliki objek formal yaitu situasi
pendidikan. Situasi pendidikan merupakan keterwakilan dari beberapakegiatan yang
mendakan terjadinya proses pendidikan didalamnya, dengan adanya situasi tersebut
memungkinkan adanya suatu interaksi yang terjadi di dalamnya. Jika kita berupaya
melihat adanya situasi pendidikan khusunya di Sekolah, kita dapat melihat kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan. Karena menurut Henderson dalam bukunya
Introduction to Philosophy of Education (1957:44) Mendefinisikan pendidikan:“...
sebagai suatu pertumbuhan dan perkembangan, sebagai suatu hasil interaksi seseorang
individu dengan lingkungan fisik maupun sosial, mulai dari lahir sampai akhir hayatnya,
proses dengan pewarisan social sebagai bagian dari lingkungan sosial yang dipergunakan
menjadi suatu alat untuk perkembangan dari probadi-pribadi sebaik dan sebanyak
mungkin, laki-lakidan wanita yang hendak meningkatkan kesejahterannya. Oleh karena
itu, situasi pendidikan yang terjadi di sekolah salah satunya ditandai dengan adanya
interaksi yang terjadi pada proses pembelajaran...”Kata interaksi merupakan cerminan
dari adanya proses pergaulan yang terjadi dalam situasipendidikan. Akan tetapi dapat
digaris bawahi, tidak semua pergaulan, interaksi, komunikasi mencerminkan adanya
situasi pendidikan, tetapi untuk mengarah kepada proses pendidikan harus memiliki
berbagai syarat adanya situasi pendidikan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Langeveld (1980) mengemukakan dua sifat yang harus diperhatikan apabila pendidik
akan mengubah situasi pergaulan bisaa menjadi situasi pendidikan. Kedua sifat yang
dimaksud yaitu Kewajaran dan Ketegasan. Dengan demikian, interaksi dalam pendidikan
disebut para ahli sebagai interaksi pedagogik. Menurut, Sadulloh, dkk (2007:117)
menjelaskan bahwa interaksi pedagogis adalah hubungan timbal balik yang terjadi
antara pendidikan dan anak didik. Interaksi
pedagogik merupakan suatu pergaulan antara anak dengan orang dewasa untuk mencapai
tujuan pendidikan. Interaksi pedagogik pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik
antara anak didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Jadi Interaksi
pedagogic merupakan pergaulan pendidikan yang mengarah kepada tujuan pendidikan.
Tanpa tujuan pendidikan di dalamnya, interaksi antara pendidik dan guru tidak bisa
dikatakan sebagai pergaulan pendidikan, akan tetapi hanya pergaulan bisaa. Contoh lain
pergaulan di pasar, hal ini di tandai dengan tidak adanya tujuan pendidikan di dalamnya
baik tujuan pendidikan jangka pandang atau jangka pendek.

B. Guru dan Siswa


Sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan, Guru disyaratkan memiliki
berbagai kompetensi yang mempuni sebagai ciri personal yang profesional pada bidang
pendidikan, sebagaimana menurut Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2015 tentang
Guru dan Dosen pasal 10 bahwa guru harus memiliki kompet harus memiliki kompetensi
yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi, kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional. Jika kita menelaah keempat kompetensi tersebut, semua akan tergambar
secarasederhana dalam kegiatan pendidikan khususnya di satuan pendidikan.
Pembelajaran merupakan salah satu dari beberapa aspek yang menandai adanya kegiatan
pendidikan.

Guru atau pendidik mengandung pengertian orang yang membimbing anak, agar
si anak tersebut bisa menuju kearah dewasa, dalam hal pelaksanaannya di dalam keluarga
maupun diluar lembaga keluarga. (sadulloh, 2007:103). Sementara itu, anak didik
merupakan subjek utama dalam pendidikan. Dalam kegiatan khususnya selama
pembelajaran dikelas seorang guru atau pendidik bukan membentuk peserta didik, akan
tetapi sebagai membantu dalam mewujudkan potensi yang ada di diri anak didik atau
siswa. Sesuai dengan yang di jelaska Tim Dosen MKDP (2017:22) bahwa peranan
pendidik bukanlah membentuk peserta didik, melainkan membantu atau memfasilitasi
peserta didik untuk mewujudkan dirinya .

C. Pembelajaran di Sekolah Dasar


Istilah pembelajaran merupakan istilah yang baru yang digunakan untuk
menunjukkan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya kita menggunakan istilah “
proses belajar-mengajar “ dan “ pengajaran “. Istilah pembelajaran merupakan terjemahan
dari kata “instruction”. Menurut Winataputra (2007:18) proses belajar-mengajar lebih
mengacu pada kegiatan pendidikan di sekolah sebagian besar di kelas dan lingkungan
sekolah, yang dikenal sebagai suatu proses pembelajaran dalam konteks pendidikan formal.
Pengertian pembelajaran seperti hal tersebut dirumuskan pula dalam UU Nomor 20 tahun
2003 tentang sikdiknas Pasal 1 butir 20, bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar, dan lingkungan belajar. Kita lebih
memilih istilah pembelajaran karena istilah pembelajaran mengacu pada segala kegiatan
yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Kalau kita menggunakan kata
“pengajaran”, kita membatasi diri hanya pada konteks tatap muka guru-siswa di dalam kelas.
Sementara itu Hisyam Zainai (2004:4) memandang pembelajaran sebagai suatu proses,
apabila pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka
membuat siswa belajar. Proses yang dimulai dari perencanaan progam pengajaran tahunan,
semestern dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) termasuk di dalamnya
perangkat kelengkapan pembelajaran berupa alat peraga dan alat-alat evaluasinya.
Sedangkan, sekolah dasar adalah salah satu jenjang pendidikan formal yang paling rendah,
dengan batas waktu yang dapat ditempuh oleh siswa sampai lulus

minimal 6 tahun. Selain itu, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 17 yang menegaskan bahwa pendidikan dasar:

a) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan


menengah.

b) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah
tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

c) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Berdasarkan pada penjelasan itu,
pembelajaran di sekolah dasar merupakan proses belajar mengajar yangterselenggara
sebagian besar di kelas dan sekolah pada jenjang pendidikan dasar, yang ditempuh
minimal selama 6 tahun.
D. Peran Guru dalam Menciptakan Rasa Tenang kepada Siswa
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, pada tahapan pertama yakni
untuk menggali informasi berupa data hasil dari wawancara, observasi, dan dokumentasi
yang berkaitan dengan implementasi interaksi pedagogik antar guru dan siswa di kelas 4
SD Muhammadiyah Tasikmalaya, dengan menggunakan indicator sebagai syarat adanya
interaksi pedagogik yaitu peran guru dalam menciptakan rasa tenang kepada siswa. Hasil
yang diperoleh peneliti, terkait dengan indikator yang pertama ini sangat bagus. Dari
hasil pengamatan dan wawancara ternyata guru memberikan peran yang baik dalam
menciptakan rasa tenang kepada siswa, dengan memperlihatkan kepada siswa wajah yang
ceria dan berseri, kemudian memberikan reward dengan kata-kata pujian “bagus”
kepada siswa yang sudah memberikan jawaban dengan tepat.

Selain itu, demokrasi dijunjung tinggi oleh seorang guru dalam menciptakan rasa
tenang kepada siswa selama proses pembelajaran berlangsung, dengan mempersilahkan
kepada siswa untuk terus memperbaiki jawaban jika mengalami kekeliruan.
Selanjutnya, bagi siswa yang dianggap kurang dan terlambat dalam menanggapi materi
pelajaran guru terus memberikan bimbingan, sampai siswa mengerti dan benar dalam
menjawab soal latihan yang diberikan, selain itu bimbingan juga dilakukan kepada siswa
secara direct, guru menghampiri meja masing masing siswa untuk memantau kegiatan
aktifikas pembelajaran baik dalam kegiatan latihan maupun proses pembelajaran
berlangsung. Hal ini memberikan dampak yang positif terhadap siswa, karena berdasar
pada pandangan ahli pedagogik yang berhubungan dengan peran guru dalam menciptakan
rasa tenang pada siswa bahwa guru akan memberikan rasa aman kepada mereka, selain itu
siswa memberikan kepercayaan kepada guru bahwa guru/pendidikan akan memberikan
bantuan kepada mereka (siswa).

E. Kewibawaan Guru dalam Kegiatan Pembelajaran di Kelas


Sebagai syarat terciptanya interaksi pedagogik pada suatu pembelajaran dikelas
maka indicator yang harus ada yakni aspek kewibawaan. Dalam hal ini, kewibawaan
dimaksudkan bahwa anak didik secara relatif merasa dirinya tidak berdaya, tidak berdaya
dibandingkan dengan pendidikannya. Kalau anak merasa tidak berdaya, dan pendidikan
memberikan yang ia perlukan untuk perkembangannya, maka interaksi dan komunikasi akan
berjalan dengan baik dan lancar. Bisa disebut juga ada jarak yang terjadi antara guru
dan siswa karena siswa dianggap tidak berdaya, dan siswa memerlukan pendidikan dari
pendidiknya karena ketidakberdayaan yang dimiliki siswa. Jika hal ini terjadi secara praktis
guru akan memberikan pendidikan, bimbingan, latihan, dan upaya-upaya lain yang
diperlukan siswa. Hasil penelitian dari indikator kewibawaan guru dalam pembelajaran di
kelas diperoleh sudah terjadi dengan cukup baik, hal ini tercermin dari adanya proses
kegiatan yang dilakukan seperti guru pandai menempatkan diri sebagai pendidik,
memberikan jarak tapi kepada peserta didik, tidak terlalu akrab sehingga efek negatif
perilaku siswa yang dengan berani lebih kepada guru dapat dihindari.

Dalam istilah pedagogik kegiatan tersebut dinamakan pula dengan bentuk interaksi
atas dasar tugas dan peran masing-masing, tugas guru dan tugas siswa tentunya berbeda
dan memiliki peran masing-masing dalam proses pembelajaran, sehingga tidak akan terjadi
ketimpangan atau penyalahgunaan dari tugas dan peran masing-masing. Sementara itu,
untuk memberikan perhatian kepada siswa, guru menegur siswa yang keluar dari tempat
duduk tanpa izin dan siswa yang kurang memperhatikan anak, dalam hal penampilan guru
berpenampilan rapi sehingga dapat menjadi role model bagi perkembangan kepribadian
dan karakter siswa. Selain itu, secara umum siswa antusias melaksanakan setiap arahan,
suruhan, ajakan, teguran, larangan, yang diberikan guru selama proses pembelajaran
berlangsung. Hal ini, mengindikasikan bahwa kewibawaan guru dalam proses
pembelajaran sudah cukup baik, meskipun ada beberapa hal yang ditemui yakni siswa yang
masih belum disiplin atas teguran guru, secara berulang terus melakukan sikap dan perilaku
tidak disiplin dari siswa, akan tetapi selama observasi dilakukan guru tidak berhenti
berupaya untuk meminimalisir kejadian tersebut terulang lagi, bahkan sampai upaya
preventif ditempuh untuk mengembalikan proses pembelajaran yang kondusif.

F. Kesediaan Pendidik Membantu Anak Didik


Sebagai syarat ketika terjadinya interaksi pedagogik guru dan siswa yaitu
kesediaan pendidik membantu anak didik, atau istilah lainnya keralaan dari guru untuk
membantu anak didik selama proses pembelajaran. Hasil temuan diperoleh pada setiap
pembelajaran yang dilakukan di kelas, tidak terpaku pada satu mata pelajaran saja, sudah
dilaksanakan dengan baik. Sebagai bentuk konkrit yang terjadi pada upaya guru dalam
membantu siswa dalam proses pembelajaran dengan Guru memberikan bimbingan,
memberi keleluasaan mengerjakan tugas di rumah, Guru sambil menuntun siswa yang
belum memahami materi, Guru berjalan-jalan sambil mengecek pekerjaan siswa satu
persatu, Guru menilai dan mengoreksi apabila terdapat jawaban yang salah, Guru
memberitahu kesalahan pada siswa pada jawaban yang telah dikerjakan, berkeliling ke
meja siswa melihat jawaban pada siswa.

Dari beberapa kegiatan tersebut, mengidikasikan proses kesediaan guru


membantu siswa sudah terjadi, dan yang lebih utama lagi lahirnya kerelaan dari guru dalam
upaya membantu siswa agar bisa berkembang segala potensinya. Sebagaimana, interaksi
pedagogik lazim sikap kerelaan dan kesediaan harus ada pada diri pendidik/guru, karena
tanpa adanya sifat demikian maka rasa aman dan nyaman tidak akan hadir pada kegiatan
proses pembelajaran, mungkin yang ada hanya rasa keterpaksaan dan hal ini akan
berdampak interaksi akan terganggu. Penjelasan lain dari hasil penelitian yang dilakukan
bahwa kesediaan guru untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran tidak lain untuk
mencapai suatu kepandaian, keterampilan, serta sikap tertentu. Padangan siswa guru dapat
membantunya dalam hal perkembangannya, sehingga muncul pula sikap saling
menghargai dan menghormati.

G. Perhatikan Minat Siswa

Sebagai syarat terakhir berdasarkan teori interaksi pedagogik adalah


memerhatikan minat siswa. Hal ini penting dilakukan oleh guru karena dalam diri anak
didik akan muncul perasaan bahwa interaksi dengan pendidik yang sedang dijalani akan
berguna bagi dirinya. Dengan kata lain, peserta didik memiliki perasaan bahwa setiap
kegiatan yang dilakukan ketika pembelajaran dan pendidikan di kelas maupun di sekolah
akan sangat bergua untuk diri siswa. Jika berbicara minat siswa, hasil penelitian
menunjukkan hasil yang signifikan. Salah satu fakta di lapangan yang terjadi berhubungan
dengan minat siswa yaitu guru selalu memberikan angket kepada siswa pada awal tahun
pelajaran, yang berkaitan dengan minat, hobi, atau kesukaan yang dapat berdampak pada
perkembangan segala bentuk potensi yang ada pada diri siswa.

Dari beberapa hasil observasi yang dilakukan juga, selain pemberian angketguru
mengarahkan setiap anak untuk belajar dan berlatih pada setiap kegiatan yangdiadakan di
sekolah, dari bidang olahraga, kesenian, kepanduan, dan lain sebagainya. Sementara itu,
khusus dalam kegiatan ketika proses pembelajaran berlangsung, dilakukan guru dengan
upaya gerakan membaca selama 15 menit sebelum pembelajaran
berlangsung, buku yang dibaca sudah disediakan oleh guru, dan siswa dapat memilih buku
sesuai dengan minat siswa. Proses bimbingan yang dilakukan guru terkait dengan minat
siswa merupakan stimulus baik bagi siswa, menjadi motivator bagi siswa agar tumbuh dan
berkembangan potensi siswa. Karena sejatinya, aspek dari interaksi pedagogic dalam
pembelajaran salah satunya adalah ada tujuan.
SOAL LATIHAN

1. Bagaimana membangun interaksi pedagogis yang baik antara guru dan


siswa?

2. Mengapa seorang guru harus memiliki kompetensi pedagogis?

3. Apa yang dimaksud dengan interaksi pedagogis?

4. Apa yang dimaksud dengan interaksi edukatif antara pendidik dengan


peserta didik?

5. Mengapa harus ada interaksi antara guru dan siswa?


BAB IV

CONTOH INTERAKSI ANTARA PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

A. Contoh Interaksi Antara Pendidik dan Peserta Didik

1) Pada saat dikelas, guru menjelaskan materi pelajaran kemudian siswa bertanya
mengenai materi tersebut.

2) Siswa melakukan presentasi didepan kelas kemudian guru memberikan


tanggapan, tambahan, dan catatan terhadap presentasi yang dilakukan.

3) Guru menerangkan dan siswa menulis yang diterangkan.

4) Siswa meminta saran guru untuk menentukan pengurus kelas.

5) Pada saat gotong royong guru mengajak siswa untuk menghias kelas.
6) Berdiskusi dengan teman sekelas.
7) Bertanya kepada guru ketika kegiatan belajar berlangsung.
8) Pertandingan futsal antar kelas.
9) Menyapa guru.
10) Bersalaman atau cium tangan kepada guru.
11) Menyapa teman.
12) Kerja kelompok.
13) Presentasi di depan kelas.

Agar interaksi sosial ini berhasil, antara guru dengan para siswa di kelas haruslah
memiliki hubungan yang baik. Komunikasi yang dibangun harus dua arah, agar baik
guru maupun siswa bisa lebih bebas mengemukakan pendapat.

Tujuannya adalah agar para siswa dapat memahami ilmu atau materi yang
diajarkan oleh guru. Menggunakan cara belajar yang sesuai dengan para siswa. Siswa
juga akan berani bertanya, mengemukakan pendapat, hingga membuat umpan balik
bagi para guru. Agar pembelajaran bisa sesuai dengan cara mereka belajar dan menjadi
lebih mudah dipahami.

Interaksi sosial ini juga tidak terbatas pada ruangan kelas saja. Karena interaksi
juga bisa terjadi saat di luar kelas. Tidak ada salahnya guru dan siswa berinteraksi di
luar kelas, asalkan tujuannya jelas dan baik.

Dengan memiliki interaksi sosial yang baik, guru dan siswa akan sama-sama
menemukan jalan terbaik untuk membuat pembelajaran menjadi berhasil.
Membagikan ilmu yang dapat diterima dengan baik dan jadi bermanfaat bagi para
siswa.

Contoh interaksi lainnya adalah antara seorang anak dengan keluarganya atau
pemimpin perusahaan dengan seluruh karyawannya. Semuanya memiliki tujuan yang
diinginkan bersama.

Perusahaan ingin bisa maju dan berkembang dan hal tersebut bisa dicapai dengan
kerjasama dan komunikasi yang baik antara pimpinan perusahaan dengan para
karyawannya.

Sebuah keluarga juga ingin menjadi keluarga yang harmonis. Di mana hubungan
orang tua dan masing-masing anak bisa terjalin baik dan ada komunikasi terbuka
agar tidak terjadi kesalahpahaman dan masing-masing bisa bertumbuh sempurna.

Guru yang mengajar siswa di kelas merupakan contoh interaksi sosial yang terjadi
antara seseorang dengan sebuah kelompok. Dari interaksi akan terjadi komunikasi
yang akan menjembatani kedua pihak agar bisa mencapai tujuan yang diinginkan
bersama.

Guru harus membuka ruang bagi siswa untuk berinteraksi dengan yang lainnya.
Interaksi yang terjadi dalam kelas, berguna untuk membangun relasi lebih baik
dengan yang lainnya, membangun karakter, menunjang keberhasilan pembelajaran,
serta membentuk komunitas yang kompak dan solid. (Rizkiana dkk., 2014)

Adapun berikut ini merupakan 7 tips membangun interaksi pembelajaran yang


memperhatikan aspek sosial dan emosional anak, yaitu:
1. Awali Pertemuan dengan Baik
Pertemuan pertama dalam kelas memengaruhi suasana belajar ke depannya,
artinya jika pada pertemuan pertama Anda sudah semangat, aktif, dan positif, maka
kegiatan belajar berjalan efektif. Pertemuan pertama bisa dilakukan dengan salam dan
perkenalan diri sebagai langkah awal membangun interaksi dengan siswa.

Anda juga harus memerhatikan waktu pembukaan belajar, jangan terlalu


lama berbasa-basi, karena bisa membuat siswa bosan dan waktu belajar juga
terpangkas. Lakukan pembukaan belajar dengan waktu yang tepat dan menyenangkan
2. Mengetahui Minat dan Karakter Siswa
Setiap siswa memiliki karakter yang berbeda, Anda perlu mengobservasi minat,
keaktifan, dan karakter setiap siswa dalam kelas. Untuk bisa mengetahui minat dan
karakter siswa, Anda harus terbuka dan lebih dekat dengan mereka.Ajak mereka
berkomunikasi, dan tanyakan hal-hal yang mereka suka atau tidaksuka saat belajar,
serta kendala yang mereka rasakan. Dari hasil observasi tersebut, Anda bisa
mengatur metode atau strategi pembelajaran yang tepat untuk bisa diterapkan dalam
kelas.

Guru juga harus terampil dalam mengajar siswa, seperti yang dikemukakanoleh
Sunaengsih & Sunarya (2018), bahwasanya mengajar di kelas memerlukan
keterampilan guru dalam memerankan dirinya sebagai fasilitator, motivator,
memanfaatkan multi metode, media, memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi,
hingga mengembangkan komunikasi lebih baik.
3. Gunakan Metode Belajar Sambil Bermain
Sebagai guru, Anda bisa menggunakan metode belajar apapun (sesuai dengan
kemampuan dan kondisi siswa). Agar pembelajaran tidak terasa membosankan, Anda
bisa menyelipkan permainan yang seru dan menyenangkan siswa.

Adapun permainan yang dilakukan selama kegiatan belajar berlangsung yaitu


permainan yang membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga
permainan yang dipilih bukan hanya untuk menghibur atau mengisi waktu luang
semata, melainkan permainan yang bersifat mengedukasi anak.
4. Melakukan Tanya Jawab
Upaya untuk meningkatkan interaksi siswa selanjutnya yaitu dengan melakukan
tanya jawab ketika proses pembelajaran tengah berlangsung. Anda bisa
melontarkan pertanyaan sesuai dengan materi pelajaran yang telah diberikan dan
biarkan siswa menjawab pertanyaan tersebut.

Jika hanya sedikit siswa yang meresponnya, Anda bisa memancing mereka
dengan pertanyaan menarik bahkan menimbulkan perdebatan, atau Anda bisa
memberikan penawaran bagi siswa yang bertanya akan mendapat nilai tambahan. Hal
tersebut dapat memancing siswa pasif untuk lebih aktif di kelas.
5. Berdiskusi
Metode belajar diskusi juga dapat membangkitkan interaksi siswa dalam kelas.
Anda bisa mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok, laluberikan materi
diskusi yang menarik sesuai dengan pelajaran yang diajarkan.

Biarkan siswa berdiskusi untuk merumuskan masalah dan mencari solusi dari
permasalahan tersebut. Setelah itu, Anda bisa meminta mereka untuk melakukan
presentasi di kelas dan lakukan tanya jawab dengan kelompok lain.Minta seluruh
siswa untuk aktif di kelas.
6. Gunakan Bahasa yang Baik
Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, ada baiknya Anda menggunakan
bahasa yang santun, komunikatif, dan mudah dimengerti oleh siswa. Hindari
penggunaan kata-kata negatif dan menyakitkan siswa ketikabelajar, karena hal
tersebut bisa membuat mereka berpikir bahwa Anda tidak bisa mengajar dengan
profesional. Selain itu, guru juga menjadi teladan bagi murid,sehingga kurang pantas
jika Anda menggunakan kata kasar.
7. Membangun Kekompakkan dalam Kelas
Agar tercipta interaksi atau komunikasi yang baik dalam kelas, diperlukan
kekompakan dan kerjasama antar siswa dan guru. Guru/wali kelas memiliki peran
penting untuk membangun kekompakan siswa, jangan biarkan mereka membentuk
kelompok bermain atau geng sendiri.

B. Contoh Interaksi Sosial Antar Individu di Sekolah

Interaksi sosial antarindividu ini dilakukan antar dua orang, yakni satu orang
melakukan interaksi dengan satu orang lainnya. Timbal balik dari interaksi
antarindividu ini dapat berbentuk interaksi positif maupun interaksi negative.

Contoh interaksi sosial antar individu di lingkungan sekolah, antara lain:


1) Seorang siswa yang bertanya pada guru.
2) Seorang guru menasehati murid yang tidak mengikuti peraturan.
3) Seorang murid yang bertanya pada teman sebangkunya.
4) Guru bimbingan konseling yang bertemu dengan orang tua murid.
5) Murid yang berbicara pada kepala sekolah karena melanggar peraturan.

C. Contoh Interaksi Sosial Antara Individu dan Kelompok di Sekolah

Interaksi antara individu dengan kelompok ini terjadi saat ada satu orang yang
berinteraksi dengan sebuah kelompok berisi banyak orang atau sebaliknya. Meski interaksi
ini terjadi antara satu orang dengan banyak orang, tetap saja hanya satu orang yang
berbicara dalam satu waktu. Tujuan hanya satu orang yang berbicara adalah agar hal yang
diutarakan dapat tersampaikan dengan jelas. Contoh interaksi sosial antara individu dengan
kelompok di lingkungan sekolah, antara lain:
1) Seorang guru mengajar pelajaran di kelas.
2) Kak Rara mengajari tali temali pada siswa saat ekstra Pramuka.
3) Nia presentasi tugas IPS di depan kelas.
4) Kepala sekolah menyampaikan amanat di hari Senin.
5) Anton menyiapkan barisan ketika upacara.

D. Contoh Interaksi Antar kelompok di Sekolah

Jenis interaksi antarkelompok merupakan interaksi yang melibatkan dua atau lebih
kelompok yang saling melakukan interaksi sosial. Interaksi ini berarti dilakukan oleh
kelompok yang berbeda. Satu kelompok dengan kelompok lain bisa dibedakanberdasarkan
identitas hingga daerah. Contoh interaksi antar kelompok di lingkungan sekolah, antara
lain:
1) PMR dan Pramuka bekerja sama dalam pemberian bantuan sosial.
2) Kelompok A berdebat dengan kelompok B dalam pelajaran IPS.
3) Osis bekerja sama dengan Pramuka untuk tanam 10.000 bibit tanaman.
4) Kelas 5A bertanding sepak bola dengan kelas 5C saat classmeting.
5) Kelas 5B melawan kelas 5A dalam lomba balap karung 17 Agustus.
 Manfaat Interaksi dengan Baik

Ada beberapa manfaat yang bisa dirasakan siswa dan guru ketika interaksi yang
baik dalam kelas dapat terwujud. Adapun berikut ini merupakan beberapa manfaat
terwujudnya interaksi dalam kelas yang memperhatikan aspek sosial dan emosional.
a. Tercapainya kelas yang berprestasi dan bermartabat, karena interaksi yang baik
membuat kegiatan pembelajaran lebih efektif dan mudah dimengerti.
b. Lebih mudah membangun karakter siswa karena adanya kecocokan dalam
berkomunikasi dan penyampaian nasihat.
c. Menghilangkan keinginan untuk berbuat atau berperilaku buruk terhadap warga
kelas, karena interaksi yang baik membuat hubungan satu sama lain lebih
harmonis.
d. Mengurangi atau menghilangkan tindakan pelecehan terhadap warga kelas, karena
interaksi atau komunikasi yang baik membuat seseorang lebih percayadiri untuk
menceritakan hal-hal yang dialaminya. Siswa juga lebih berani berbicara dan
mengadu hal-hal yang mengganggu kegiatan belajarnya.
e. Terciptanya kelas yang kompak dan solid. Para siswa jadi lebih mudah berdiskusi
untuk membawa kelasnya lebih berprestasi.
LATIHAN SOAL

1. Bagaimana cara guru membangun interaksi yang baik dengan peserta didik
agar dapat mencapai tujuan pembelajaran?

2. Mengapa interaksi guru dan siswa sangat penting dalam proses pembelajaran?

3. Apakah seorang guru yang sedang mengajar merupakan contoh bentuk


interaksi individu dengan kelompok?

4. Bagaimana konsep interaksi belajar mengajar?

5. Seperti apa bentuk interaksi belajar antara guru dan siswa?


KESIMPULAN

BAB I
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan
sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui
pengajaran, pelatihan atau penelitian.

Ilmu pendidikan adalah paradigma atau model pendidikan yang merujuk pada berbagai
landasan. Landasan tersebut merupakan sumber formal dan material pendidikan. Dalam ilmu
pendidikan terdapat sembilan komponen yang salah satunya adalah pendidik dan peserta didik.

Pendidik adalah orang yang membimbing anak, supaya anak tersebut menuju kearah
kedewasaan yang pelaksanaannya baik dikeluarga maupun dilembaga keluarga.Dalam
mencapai keberhasilan pendidik peran yang terpenting adalah pendidik.Sebab pendidikan
adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk
mencapai kedewasaannya (Langeveld).

BAB II

Peserta didik didefinisikan sebagai setiap manusia yang berusaha mengembangkan


potensi diri melalui prosese pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formalmaupun
pendidikan non formal.

Peserta didik adalah objek para pendidik dalam melakukan tindakan yang bersifat
mendidik. Peserta didik dapat dilihat dari beberapa segi,yaitu usia, kondisi ekonomi keluarga,
kondisi ekonomi, juga minat dan bakat anak didik serta tingkat intelegensinya.Dengan
mengetahui itu semua, tindakan pendidik akan menggunakan fleksibilitas dalam mendidik.
Pendidikan ibarat lampu penerang bagi peserta didik sedangkan pendidik adalah orang yang
menyalakan lampu agar terang benderang. Pendidikan berperan membuka wawasan anak didik
tentang berbagai ilmu pengetahuan dan memberikan ide dasar dan inspirasi yang lengkap
tentang ilmu pengetahuan.

Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara
terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan,
perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk
kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta
didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan
baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.

BAB III

Interaksi adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respon
antar individu, antar kelompok dan antar individu dan kelompok. Interaksi social adalah
hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh, mempengaruhi yang
menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur
social.

Interaksi pedagogik pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara anak didik
dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Jadi Interaksi pedagogik merupakan
pergaulan pendidikan yang mengarah kepada tujuan pendidikan.

Interaksi pedagogik pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara anak didik
dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Jadi Interaksi pedagogicmerupakan
pergaulan pendidikan yang mengarah kepada tujuan pendidikan. Tanpa tujuan pendidikan di
dalamnya, interaksi antara pendidik dan guru tidak bisa dikatakan sebagai pergaulan
pendidikan, akan tetapi hanya pergaulan bisaa. Contoh lain pergaulan di pasar, hal ini di tandai
dengan tidak adanya tujuan pendidikan di dalamnya baik tujuan pendidikan jangka pandang
atau jangka pendek.

BAB IV

1) Pada saat dikelas, guru menjelaskan materi pelajaran kemudian siswa bertanya
mengenai materi tersebut.

2) Siswa melakukan presentasi didepan kelas kemudian guru memberikan


tanggapan, tambahan, dan catatan terhadap presentasi yang dilakukan.

3) Guru menerangkan dan siswa menulis yang diterangkan.

4) Siswa meminta saran guru untuk menentukan pengurus kelas.

5) Pada saat gotong royong guru mengajak siswa untuk menghias kelas.
6) Berdiskusi dengan teman sekelas.
7) Bertanya kepada guru ketika kegiatan belajar berlangsung.
8) Pertandingan futsal antar kelas.
9) Menyapa guru.
10) Bersalaman atau cium tangan kepada guru.
11) Menyapa teman.
12) Kerja kelompok.
13) Presentasi di depan kelas.
DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyid, Harun dan Mujtahidin, 2014. Ilmu Pendidikan (Teoritis dan Praktis).
Bangkalan: UTM Press.

Peraturan Pemerintah Nomor 19. Tahun 2005.tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pidarta, Made. 2007. Wawasan Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press.

Mukroji.(2014). Hakikat dalam Pandangan Islam. Jurnal: Kependidikan, 2, 15-29.

Damin, Sudarman. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabet.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: PT Rineka Cipta.

Isjoni.2009. Guru Sebagai Motivator Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahmayulis. 2004. Pengantar Ilmu Pendidikan. Padang: The Minangkabau Fondation


Press.

Roestiyah. 1989. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Th. 2003.Tentang Sistem


PendidikanNasional. Jakarta: Cemerlang.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Th. 2003.Tentang Sistem


PendidikanNasional (Sisdiknas). Jakarta: Cemerlang.

Sadulloh, Uyoh, Drs, M.Pd, Dkk. 2007.Pedagogik. Bandung: Cipta Utama.

2023)

Sadulloh, Uyoh, dkk. (2007). Pedagogik. Bandung: Cipta Utama. Slameto. (2003).
Belajar dan Fak

Sadulloh, U. dkk. (2011). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta cv.

Suharsimi Arikunto, Lia Yuliana. Manajemen Pendidikan. (Yogyakarta: Aditya


Media, 2008),78.

Abdul Majid & Chaerul Rochman, Pendekatan Ilmiah Dalam Implementasi


Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 1

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-


Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Abbas, 2017, Pengaruh Gaya Mengajar Interaksional Guru Terhadap Hasil Belajar
Pelajaran Agama Islam di SMP Negeri 18 Medan, IAIN-SU.

Khadijah Siti, 2013. Pendidik dan Peserta Didik dalam Proses Pembelajaran. Jurnal
Al-Irsyad, Vol 11: Januari-Juni, Issn 2088-8341.

http://ilmukitanih.blogspot.com/2010/05/interaksi-pedagogis-antara-
pendidik.html?m=1

http://www.makalahskripsi.com/2014/06/makalah-pendidik-dan-anak-didik.html?m=1

https://nibiobank.org/contoh-interaksi-di-bidang-pendidikan/

5
0
BAB V
LINGKUNGAN PENDIDIKAN

KONSEP LINGKUNGAN

Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa
benda mati,makhluk hidup ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi
masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu. Seperti
lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan
ini kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan jenis dan
tanggung jawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga tersebut.

Pengertian lembaga pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena
satu dan hal lain memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan. Badan pendidikan
itu bertugas memberi pendidikan kepada si terdidik (Marimba, 1980) . secara umum fungsi
lembaga-lembaga pendidikan adalah menciptakan situasi yang memungkinkan proses
pendidikan dapat berlangsung sesuai tugas yang bebankan kepadanya karena situasi lembaga
pendidikan harus berbeda dengan situasi lembaga lain (Azra, 1998).

1. Tempat (lingkungan fisik ), keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam


2. Kebudayaan (lingkungan budaya ) dengan warisan budaya tertentu seperti bahasa seni
ekonomi, ilmu pengetahuan, pedagang hidup dan pedagang keagamaan; dan
3. Kelompok hidup bersama (lingkungan sosial atau masyarakat) keluarga, kelompok
bermain, desa perkumpulan dan lainnya.
Lingkungan serta lembaga pendidikan bersifat positif bilamana memberikan pengaruh
sesuai dengan arah tujuan pendidikan. Lingkungan bersifat negatif bilamana berpengaruh
secara kontradiktif dengan arah dan tujuan pendidikan sebagai contoh mendidik agama dalam
lingkungan masyarakat yang agamis dengan kehidupan masyarakat yang taat menjalankan
agama dengan sarana pribadatan yang lengkap dan memberikan dukungan positif bagi
pendidikan agama. Sebaliknya lingkungan masyaraka yang penuh dengan kejahatan serta
minimnya sarana/prasarana keagamaan menyebabkan anak terpengaruh dengan lingkungannya
dan akan berbuat seperti apa yang ada dalam lingkungannya.
Lingkungan pendidikan memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap peserta didik
.perbedaan pengaruh tersebut tergantung jenis lingkungan pendidikan tempat peserta didik
terlibat didalamnya. Hal ini karena msing-masing jenis lingkungan pendidikan memiliki situasi
sosial yang berbeda-beda. Situasi sosial yang dimaksud meliputi faktor perencanaan, sarana
dan sistem pendidikan pada masing-masing jenis lingkungan. Intensitas pengaruh lingkungan
5
1
terhadap peserta didik tergantung sejauh mana lingkungan mampu memahami dan memberikan
fasilitas terhadap kebutuhan pendidikan peserta didik.

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manuia. Pendidikan


sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran
normatif. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan
dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal ( sekolah ) saja.
Manusia selama hidupnya selalu akan mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan
masyarakat luas. Ketiga lingkunga itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan. Dengan kata
lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mencapai hasil yang maksimal tidak
hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga
tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada diluar lingkungan formal.

Lingkungan secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya,
keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakungya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mehluk hidup lainnya.
Lingkungan dibedakan menjadi lingkungan alam hayati, lingkungan alam non hayati,
lingkunganbuatandanlingkungansosial. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencan untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik scara
aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spritual keagamaan,
emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat. Jadi, lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai
berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Lingkungan
pendidikan sebagai berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang
merupakan bagian dari lingkungan sosial.

Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak didik secara tetap hidup di dalam
lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara
lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolahan, lingkungan
masyarakat, yang disebut tripusat pendidikan atau lingkungan pendidikan.

Kesehatan dan lingkungan merupakan wacana yang berkaitan satu dengan yang
lainnya. Kita tidak dapat memungkiri bahwa keadaan lingkungan berpengaruh terhadap
kesehatan suatu komunitas bahkan ekosistem lingkungan tersebut. Begitu pula dengan
kesehatan, kesehatan juga berperngaruh terhadap dinamika lingkungan terutama bila

5
2
dipandang dalam sudut biologis yang akan berdampak pada perubahan aspek sosialnya.
Lingkungan dibagi 2 yaitu :

a Ling kungan fisik (physicalenviroment)

Merupakan lingkungan dasar/alami yang berhubungan dengan ventilasi dan


udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang
selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam ruangan harus bebas
dari debu, asap, bau-bauan. Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara
bersih, tidak lembab, bebas dari bau-bauan. Lingkungan dibuat sedemikian rupa
sehingga memudahkan perawatan baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri. Luas,
tinggi penempatan tempat tidur harus memberikan memberikan keleluasaan pasien

untuk beraktifitas. Tempat tidur harus mendapatkan penerangan yang cukup, jauh dari
kebisingan dan bau limbah. Posiis pasien ditempat tidur harus diatur sedemikian rupa

supaya mendapat ventilasi.

b. Ling kungan psikologi (psychologienviroment)

Manusia mempunyai struktur kepribadian tingkah laku sebagai manispestasi


kejiwaan,diperintah atau dikendalikan oleh ego super ego, dipengaruhi oleh perasaan
dan kata hatinya, mempunyai daya pikir intelektual.
Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat
menyebabkan stress fisiik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien. Oleh karena
itu ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar
matahari, makanan yang menarik dan aktivitas manual dapat merangsanag semua
faktor untuk membantu pasien dalam mempertahankan emosinya.
Komunikasi dengan pasien dipandang dalam suatu konteks lingkungan secara
menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara terburu-buru atau terputus-putus.
Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya
dilakukandilingkungan pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan pasien
atau jauh.

5
3
c. Ling kungan B iososial

Manusia sebagai mahluk biologis adalah memiliki organ tubuh dengan berbagai
fungsinya tunduk pada hakekat alam yaitu: dilahirkan, tumbang, menjadi tua, dan mati.
Ia berguna untuk kepentingan dirinya dan masyarakat dimana ia berada.
Manusia sebagai mahluk sosial adalah tidak dapat hidup sendiri selalu membutuhkan
orang lain,hidup dan berperan ditengah masyarakat dengan norma dengan sistem
nilainya, menjadi anggota keluarga, anggota masyarakat, negara, dan dunia,
mempunyai peranan yang harus d isumbangkan untuk kepentingan dirinya dan
masyarakat dimana ia berada.
Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam konteks
pendidikan, lingkungan dapat diartikan, sebagai segala sesuatu yang berada di luar diri anak.
Lingkungan dapat berupa hal-hal nyata, seperti tumbuhan, orang, keadaan, politik, sosial-
ekonomi, binatang, kebudayaan, kepercayaan, dan upaya lain yang dilakukan oleh manusia
termasuk di dalamnya pendidikan.
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa
benda mati, makhluk hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi
masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu. Seperti
lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan
ini kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan jenis dan
tanggungjawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga tersebut.
Dalam memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak, lingkungan ada yang
sengaja diadakan (usaha sadar) ada yang tidak usha sadar dari orang dewasa yang normatif
disebut pendidikan, sedang ynag lain disebut pengaruh. Lingkunga yang dengan sengaja
diciptakan untuk mempengaruhi anak ada tiga, yaitu : lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiga lingkunga ini disebut lembaga pendidikan atau
satuan pendidikan.
Lembaga pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia yang Karena satu dan
lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan. Badan pendidikan itu
bertugas memberi pendidikan kepada si terdidik (Marimba,1980). Secara umum fungsi
lembaga pendidikan adalah menciptakan situasi yang memungkinkan proses pendidikan dapat
berlangsung.
Menurut Hasbullah (2003) lingkungan pendidikan mencakup :

5
4
a. Tempat (lingkungan fisik), keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam.
b. Kebudayaan (lingkungan budaya) dengan warisan budaya tertentu seperti bahasa, seni,
ekonomi, ilmu pengetahuan, pandangan hidup, dan pandangan keagamaan.
c. Kelompok hidup bersama (lingkungan sosial atau masyarakat) keluarga, kelompok
bermain, desa, perkumpulan dan lainnya.
Lingkungan serta lembaga pendidikan bersifat positif apabila memberikan pengaruh
sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan. Lingkungan bersifat negatif apabila berpengaruh
secara kontradiktif dengan arah dan tujuan pendidikan. Maka intensitas pengaruh lingkungan
terhadap peserta didik tergantung sejauh mana anak dapat menyerap rangsangan yang
diberikan lingkungannya dan sejauh mana lingkungan mampu memahami dan memberikan
fasilitas terhadap kebutuhan pendidikan peserta didik.

5
5
LATIHAN

1. Apa yang kamu ketahui tentang lingkungan?


2. Lingkungan dibagi menjadi dua yaitu sebutkan?

8
BAB III

KONSEP LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Lingkungan pendidikan adalah berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap


praktek pendidikan atau berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang
merupakan bagian dari lingkungan sosial (Kunaryo, 1999:62). Ada tiga lingkungan pendidikan
yaitu: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Menurut
(Slameto, 2003:60) yang merupakan bagian dari lingkungan pendidikan yang berpengaruh
terhadap proses belajar dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu: lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat

A. Lingkungan Keluarga
Lingkungan pertama dan utama di mana pendidikan dalam segala hal tiada lain adalah
lingkungan keluarga. Keluarga adalah “sebagai institusi yang terbentuk karena ikatan
perkawinan” (Djamarah, 2004: 16). Di dalamnya hidup bersama pasangan suami istri
secara sah karena perkawinan. Mereka hidup bersama sehidup semati, ringan sama
dijinjing, berat sama dipikul, selalu rukun dan damai dengan suatu tekad dan cita-cita untuk
membentuk keluarga bahagia dan sejahtera lahir dan batin.
Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang
karena hubungan searah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti ( ayah, ibu, dan anak
). Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang
sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan individual maupun pendidikan sosial.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan
utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua
bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agartumbuhadn
berkembang dengan baik. Pendidikan keluarga berfungsi:
- Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
- Menjamin kehidupan emosional anak
- Menanamkan dasar pendidikan moral
- Memberikan dasar pendidikan sosial.
- Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
Perspektif Sosiologi, menurut Soelaeman dikutif oleh Taqiyuddin (2008: 72—73)
keluarga dapat diartikan ke dalam dua macama, yakni: “Pertama dalam arti luas keluarga
meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan. Dalam arti lebih sempit,

9
keluarga meliputi orangtua dengan anak-anak. Ditinjau dari sudut paedagogies, keluarga
merupakan satu persekutuan hidup yang dijalin kasih sayang, antara dua jenis manusia,
yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri”.
Fungsi keluarga menurut Ahmad Tafsir (2004), dikutif oleh Helmawati (2014: 44)
bahwa fungsi keluarga: “fungsi biologis, fungsi ekonomi, fungsi kasih saying, fungsi
pendidikan, fungsi perlindungan, fungsi sosialisasi, fungsi rekreasi, fungsi status keluarga
dan fungsi agama”.
Selain itu, keluarga juga merupakan satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam
masyarakat. Keluarga dalam sosiologi adalah batih. Batih ini dimana-mana menjadi sendi
masyarakat yang terutama. Batih adalah tempat lahir, tempat pendidikan, tempat
perkembangan budi pekerti si anak. Batih juga lambang, tempat dan tujuan hidup bersama
isteri sehingga ahli sosiologi dan ahli paedagogik sosial, ahli negara dan sebagainya sama
berpendapat bahwa sendi masyarakat yang sehat dan kuat adalah batih yang kukuh sentosa
(Miharso Mantep, 2004: 13).
Dengan demikian, keluarga suatu kesatuan dan pergaulan hidup terkecil di dalam
masyarakat. Dikatakan sebagai kesatuan hidup karena keluarga adalah kumpulan orang-
orang yang diikat oleh tujuan bersama. Tujuan bersama yang tidak pernah dirumuskan
namun terpatri dihati setiap anggotanya. Interaksi diantara anggota berlangsung secara
tidak resmi sehingga jauh dari hal-hal yang bersifat formalitas.
Djudju Sudjana (1996), dikutif oleh Taqiyuddin M. (2008: 153) mengatakan bahwa,
terdapat limi ciri khas yang dimiliki keluarga yaitu: “(1) adanya hubungan berpasangan
antara dua jenis kelamin, (2) adanya perkawinan yang mengokohkan hubungan tersebut,
(3) adanya pengakuan terhadap keturunan, (4) adanya kehidupan ekonomi bersama, (5)
adanya kehidupan berumah tangga”.
Pribadi (1981) mengkategorikan keluarga kepada dua jenis, yakni keluarga besar
(extended family) dan keluarga inti (nuclear family). Keluarga ketegori pertama biasanya
terdiri dari orangtua dan anak-anak ditambah dengan anggota family lain seperti kakek dan
nenek, paman dan bibi, cucu dan seterusnya. Sedangkan keluarga kategori kedua hanya
terdiri dari orangtua dan anak-anak yang belum menikah.terlepas dari jenis tersebut di atas,
keluarga memegang peranan penting dalam kehidupan seseorang.
Bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa salah satu komponen penting dari proses
pendidikan adalah masukan lingkungan dan salah satu dari masukan lingkungan tersebut
adalah keluarga. Dalam kerangka pendidikan, keluarga merupakan sekolah (baca: tempat
pendidikan) kita yang pertama. Keluarga adalah lingkungan pendidikan yang teramat

10
penting, karena pendidikan pertama dan utama berada dan terjadi di dalam keluarga.
Dengan demikian bahwa masukan lingkungan keluarga punya andil besar dalam mencapai
tujuan pendidikan, terlebih lagi dalam rangka mewujudkan kemandirian sasaran didik.

a. Pengertian Lingkungan Keluarga


Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama, karena
sebelumnya manusia mengenal lembaga pendidikan lain, lembaga pendidikan
keluarga sudah ada. Dalam kajian antropologis, disebutkan bahwa manusia
mengenal pendidikan sejak manusia baru lahir. Pendidikan yang dimaksud adalah
keluarga. Di lingkungan keluarga pula siswa akan mendapat nasehat atau stimulus-
stimulus yang dapat memacunya untuk rajin belajar.
Lingkungan pendidikan adalah berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
pendidikan atau berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan,
yang salah satunya adalah lingkungan keluarga.
Menurut Hakim (2005:17) Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama
dan pertama dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Hal ini karena
sebagian besar waktu seorang siswa berada di rumah. Dengan adanya hubungan
yang harmonis di antara sesama anggota keluarga, tersedianya tempat dan peralatan
belajar yang cukup memadai, keadaan ekonomi keluarga yang cukup, suasana
lingkungan rumah yang tenang, adanya perhatian yang besar dari orang tua terhadap
perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya
Sedangkan menurut Wirowidjojo (dalam Slameto, 2003:61) keluarga adalah
lembaga pendidikan yang utama dan pertama. Keluarga yang sehat besar artinya
untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan
dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara, dan dunia. Maka dari itu cara
orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajar anak.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Siswa
Menurut Slameto (2003:60) faktor-faktor dari keluarga yang mempengaruhi
belajar siswa antara lain:
1) Cara Orang Tua Mendidik
Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar
anaknya. Orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan
anaknya, misalnya acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak
memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-

11
kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mau tahu bagaimanakah kemajuan
belajar anakya, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar, dapat
menyebabkan anak tidak atau kurang berhasil dalam belajarnya. Akan tetapi
mendidik anak dengan cara memanjakannya dengan membiarkan anak tidak
belajar dan memperlakukan terlalu keras juga merupakan cara mendidik
yang salah dan tidak baik.
2) Relasi Antar Anggota Keluarga
Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi antara orang
tua dan anaknya, kemudian relasi anak dengan anggota keluarga lainya.
Relasi antar anggota ini erat hubunganya dengan cara orang tua mendidik.
Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi
yang baik di dalam keluarga. Hubungan yang baik adalah hubungan yang
penuh pengertian dan kasih sayang.
3) Suasana Rumah
Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadiankejadian yang
sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Suasana
rumah yang gaduh atau ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan
kepada anak yang belajar.
4) Keadaan Ekonomi Keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat hubunganya dengan belajar anak. Anak
yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, seperti
makan, pakaian, kesehatan, juga membutuhkan fasilitas-fasilitas belajar.
Sedangkan dalam pemenuhan fasilitas belajar menggunakan uang yang
tidak sedikit.
Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok kurang
terpenuhi, akibat lain yang ditimbulkan adalah belajar anak ikut terganggu.
Walaupun tidak dapat dipungkiri tentang adanya kemungkinan anak yang
serba kekurangan dan selalu menderita akibat ekonomi keluarganya lemah,
justru keadaan yang begitu cambuk untuk belajar lebih giat dan akhirnya
sukses.
5) Pengertian Orang Tua
Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Jika anak belajar
jangan diganggu denga tugas-tugas dirumah. Kadang-kadang anak
mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan wajib

12
mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak
sekolah.
6) Latar Belakang Kebudayaan Keluarga
Tingkat pendidikan atau kebiasaan dalam keluarga mempengaruhi sikap
anak dalam belajar. Orang tua perlu menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik
pada anak, agar semangat belajar anak dapatterdorong.
c. Fungsi Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan
anak yang mempunyai hubungan sosial relative tetap dan didasarkan atas ikatan darah,
perkawinan dan atau adopsi (Ahmadi, 2007:167).
Menurut Soelaeman (1994:85) fungsi keluarga ada beberapa jenis, antara lain:
1) Fungsi Edukasi
Fungsi edukasi adalah fungsi keluarga yang berkaitan dengan pendidikan anak
khususnya dan pendidikan serta pembinaan anggota keluarga pada umumnya.
Fungsi edukasi ini tidak sekedar menyangkut pelaksanaanya, melainkan
menyangkut pula penentu dan pengukuhan landasan yang mendasari upaya
pendidikan itu, pengarahan dan perumusan tujuan pendidikan, perencanaan dan
pengelolaanya, penyediaan dana dan sarananya, serta pengayaan wawasanya.
2) Fungsi Sosialisasi
Tugas keluarga dalam mendidik anak tidak saja mencakup pengembangan
individu anak agar menjadi pribadi yang mantap, akan tetapi meliputi pula upaya
untuk membantunya dalam mempersiapkanya menjadi anggota masyarakat yang
baik. Dalam melaksanakan fungsi sosialisasi, keluarga menduduki kedudukan
sebagai penghubung anak dengan kehidupan sosial dan normanorma sosial.
3) Fungsi Proteksi atau Fungsi Perlindungan
Mendidik hakekatnya bersifat melindungi, yaitu melindungi anak dari tindakan-
tindakan yang tidak baik dan hidup yang menyimpang dari norma. Selain itu, fungsi
ini juga melindungi anak dari ketidakmampuanya beradaptasi dengan lingkungan
yang tidak baik yang mungkin mengancam lingkungan hidupnya, lebih dalam lagi
kehidupan dewasa ini serba kompleks.
4) Fungsi Afeksi atau Fungsi Perasaan
Anak berkomunikasi dengan lingkunganya, juga berkomunikasi dengan
orangtuanya dengan keseluruhan pribadinya, terutama pada saat anak masih kecil
yang menghayati dunianya secara global dan belum terdifferensiasikan.

13
Kehangatan yang terpancar dari keseluruhan gerakan, ucapan, mimik serta
perbuatan orangtua merupakan bumbu pokok dalam pelaksanaan pendidikan anak
dalam keluarga.
5) Fungsi Religius
Keluarga mempunyai fungsi religius, artinya keluarga berkewajiban
memperkenalkan dan mengajak serta anak dan anggota keluarga lainnya kepada
kehidupan beragama. Tujuanya bukan sekedar mengetahui kaidah-kaidah agama,
melainkan untuk menjadikan mereka insan beragama.
6) Fungsi Ekonomis
Fungsi ekonomis keluarga meliputi pencarian nafkah, perencanaan serta
pembelajaran dan pemanfaatanya. Keadaan ekonomis keluarga mempengaruhi
harapan orang tua akan masa depan anaknya serta harapan anak itu sendiri.
Keluarga yang keadaan ekonominya lemah menganggap anak lebih sebagai beban
hidup dari pada pembawa kebahagiaan keluarga. Mereka yang keadaan ekonomiya
kuat mempunyai lebih banyak kemungkinan memenuhi kebutuhan material anak
dibandingkan dengan keluarga yang ekonominya lemah. Akan tetapi pelaksanaan
tersebut belum menjamin pelaksaan ekonomis keluarga yang mestinya
7) Fungsi Rekreasi
Rekresi itu dirasakan orang apabila ia menghayati suatu suasana yang tenang
dan damai, jauh dari ketegangan batin, segar dan santai serta kepada yang
bersangkutan memberikan perasaan bebas dari segala rutinitas dari segala
ketegangan dan rutinitas yang membosankan. Rekreasi memberikan dorongan dan
keseimbangan kepada penyaluran energi dalam melaksanakan tugas sehari-hari
yang rutin dan menimbulkan kebosanan.
8) Fungsi Biologis
Fungsi biologis keluarga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan biologis anggota keluarga. Kebutuhan akan keterlindungan fisik guna
melangsungkan kehidupanya. Keterlindungan kesehatan, keterlindungan dari rasa
lapar, haus, kedinginan, kepanasan, kelelahan bahkan juga kenyamanan dan
kesegaran fisik.

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan indikator-indikator dari


lingkungan pendidikan keluarga adalah: cara orang tua mendidik, suasana rumah,
kondisi ekonomi orang tua, dan relasi antar anggota keluarga. Selain itu yang

14
berpengaruh terhadap prestasi akademik siswa diantaranya adalah jumlah orang yang
tinggal serumah bersama siswa, riwayat pendidikan bapak/ibu, riwayat pendidikan
kakak, riwayat pendidikan nenek/kakek, pekerjaan bapak/ibu, penghasilan bapak dan
ibu, dan kepedulian/keluarga dekat.

Fungsi yang dijalankan keluarga adalah :

1. Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan


menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan
anak.
2. Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak
menjadi anggota masyarakat yang baik.
3. Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga
anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.
4. Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan
perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan
berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu
sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
5. Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak
anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan
keyakinanyang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia.
6. Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan,
mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi rkebutuhan-
kebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama, bercerita
tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.
8. Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai
generasi selanjutnya.

B. LINGKUNGAN SEKOLAH
Dalam memacu semangat siswa untuk rajin belajar dan bisa mencapai prestasi
akademik, lingkungan pendidikan sekolah memiliki andil besar dalam hal ini

15
karena dalam lingkungan pendidikan sekolah itulah siswa mendapatkan kegiatan
belajar mengajar.
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga,
terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh
karena itu anak dikirimkan ke sekolah-sekolah formal.
Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan
pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peran sekolah dalam
mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan
masyarakat.
Suatu alternatif yang mungkin dilakukan sesuai situasi dan kondisi sekolah
antara lain :

1) Pengajaran yang mendidik.

2) Peningkatan dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan


(BP) di sekolah.

3) Pengembangan perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat/sumber belajar


(PSB).

4) Peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah.

Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka


diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga
terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut;

1) Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta


menanamkan budi pekerti yang baik.

2) Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang


sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.

3) Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti


membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya
mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.

16
4) Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar
atau salah, dan sebagainya.

a. Pengertian Lingkungan Sekolah


Menurut Tu’u (2004:18) sekolah merupakan wahana kegiatan dan
proses pendidikan, pembelajaran dan latihan. Di sekolah nilainilai etik, moral,
mental, spiritual, perilaku, disiplin, ilmu pengetahuan dan ketrampilan ditabur,
ditanam, disiram, ditumbuhkan dan dikembangkan. Oleh karena itu, sekolah
menjadi wahana yang sangat dominan bagi prestasi belajar.
Jadi jumlah semua benda hidup dan mati serta seluruh kondisi dalam
lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perkembangan potensi dan pola pikir
anak dengan pendidikan yang terencana dan sistematis.
b. Unsur Lingkungan Sekolah
Sebagaimana halnya dengan keluarga dan institusi sosial lainnya,
sekolah merupakan salah satu institusi sosial yang mempengaruhi proses
sosialisasi dan berfungsi mempengaruhi sosialisasi dan berfungsi mewariskan
kebudayaan masyarakat kepada anak. Sekolah merupakan suatu sistem sosial
yang mempunyai organisasi yang unik dan pola relasi sosial diantara para
anggotanya yang bersifat unik pula. Ini kita sebut sebagai kebudayaan sekolah.
Ahmadi (2007:187) menyatakan bahwa kebudayaan sekolah itu
mempunyai beberapa unsur penting, yaitu:
1) Letak lingkungan dan prasarana fisik sekolah (gedung, sekolah,
perlengkapan yang lain).
2) Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun faktafakta yang
menjadi keseluruhan program pendidikan.
3) Pribadi-pribadi yang merupakan warga sekolah yang terdiri atas siswa, guru,
non teaching spesialis dan tenaga administrasi.
4) Nilai-nilai norma, sistem peraturan dan iklim kehidupan sekolah.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Siswa di Sekolah
Menurut Slameto (2003:64) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi belajar siswa di sekolah antara lain:
1) Metode Mengajar
Metode mengajar itu mempengaruhi belajar. Metode mengajar guru
yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula.

17
Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru
kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru
tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan atau
terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang
terhadap pelajaran atau gurunya, akibatnya siswa malas untuk belajar
2) Kurikulum
Diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa.
Kegiatan ini sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa
menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah
bahan pelajaran itu mempengaruhi belajar siswa. Begitu pula mengenai
pengaturan waktu sekolah dan standar pelajaran yang harus ditetapkan
secara jelas dan tepat.
3) Relasi Guru dengan Siswa
Dalam relasi guru dengan siswa yang baik, siswa akan menyukai
gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehinga
siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya. Hal tersebut juga terjadi
sebaliknya, jika siswa membenci gurunya. Maka ia segan mempelajari mata
pelajaran yang diberikannya, akibatnya pelajarannya tidak maju
4) Relasi Siswa dengan Siswa
Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang
menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang
mengalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari kelompoknya.
Akibatnya makin parah masalahnya dan akan mengganggu belajarnya
5) Disiplin Sekolah
Kedisiplinan sekolah erat kaitannya dengan kerajinan siswa dalam
sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup
kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib,
kedisiplinan pegawai/karyawan dalam pekerjaan administrasi dan
kebersihan/keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain,
kedisiplinan Kepala Sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-
siswanya, dan kedisiplinan BP dalam pelayanannya kepada siswa
6) Fasilitas Sekolah
Instrumen pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena
instrumen pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai

18
pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkannya itu. Instrumen
pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan
pelajaran yang diberikan kepada siswa.

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan indikator-indikator


dari Lingkungan Sekolah adalah: relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, dan fasilitas sekolah.

Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena


pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Karena itu disamping keluarga
sebagai pusat pendidikan, sekolahpun mempunyai fungsi sebagai pusat
pendidikan untuk pembentukan kepribadian anak. Karena sekolah tersebut
sengaja disedikan khusus untuk pendidikan yang sekaligus berfungsi
melanjutkan pendidikan keluarga dengan guru sebagai ganti orang tua yang
harus ditaati.

Pendidikan disekolah, biasanya disebut sebagai pendidikan formal


karena ia adalah pendidikan yang mempunyai dasar , tujuan,isi, metode,
alat-alatnya disusun secara eksplisit, sistematis dan distandarisasikan
(Azra,1998).

Penjabaran fungsi sekolah memberikan pendidikan formal, terlihat


pada institusional, yaitu tujuan kelembagaan pada masing-masing jenis dan
tingkatan sekolah. Di Indonesia lembaga pendidikan formal pra sekolah,
sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah mengengah atas
yang terdiri dari sekolah menengah umum dan kejuruan, serta perguruan
tinggi dengan aneka ragam bidangnya. Tujuan institusional untuk masing-
masing tingkat atau jenis pendidikan, pencapaiannya ditopang oleh tujuan-
tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.

Sekolah hendaknya memberikan pendidikan keagamaan, akhlak


sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Pendidikan agama yang diajarkan
jangan bertentangan dengan pendidikan agama yang telah diberikan
keluarga. Karena si anak akan mengahadapi pertentangan-pertentangan
nilai-nilai, sehingga mereka akan bingung dan kehilangan kepercayaan.

19
Sekolah, yaitu pendidikan skunder yang mendidik anak mulai dari
usia masuk sekolah sampai keluar sekolah dengan pendidiknya (guru) yang
mempunyai kompotensi yang profesional, personal, sosial dan pedagogis.
Mengacu pada Sistem sekolah sebagai pendidikan formal dirancang
sedemikian rupa agar lebih efektif dan lebih efesien, yaitu bersifat klasikal
dan berjenjang. Sistem klasikal memungkinkan beberapa sejumlah anak
belajar bersama dan dipinpin oleh seorang atau beberapa guru sebagai
fasilitator. Sebagi konsekuensinya mereka menerima materi yang sama.
Untuk itu, pada suatu kelas biasa murid-muridnya mempunyai kemampuan
yang relatif sama dari kelompok umur yang hampir sama pula.

Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan


nasional pembelajaran disekolah hendaknya memiliki fungsi dan tujuan
yang mengacuh pada pendidikan nasional. Sekolah hendaknya berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan bertujuan berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Sebagai akibat dari perkembangan ilmu dan teknologi dan terbatasnya orangtua dalam
kedua hal tersebut, orangtua sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupan
mansyarakat. Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar
sekali pada jiwa anak. Karena itu di samping keluagra sebagai pusat untuk pendidikan, sekolah
pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan kepribadian anak.
Pendidikan di sekolah mencakup pendidikan umum dalam mempersiapkan peserta
didik menguasai kemampuan dasar untuk melanjutkan pendidikan atau memasuki lapangan
kerja. Pendidikan sekolah biasanya disebut sebagai pendidikan formal karena ia adalah
pendidikan yang mempunyai dasar, tujuan, isi, metode, alat-alatnya yang disusun secara
eksplisit, sistematis, dan distandarisasikan. Penjabaran fungsi sekolah sebagai pusat pendidikan
formal, terlihat pada tujuan instruksional, yaitu tujuan kelembagaan pada masing-masing jenis
da tingkatan sekolah.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menerima fungsi pendidikan berdasarkan
asas-asas tanggungjawab berikut ini.

20
1) Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang
ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku yaitu undang-undang
pendidikan.
2) Tanggungjawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat
pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan negara.
3) Tanggungjawab fungsional ialah tanggungjawab profesional pengelola dan
pelaksana pendidikan.
Sekolah sebagai pendidikan formal dirancang sedemikian rupa agar lebih
efektif dan efisien, yaitu bersifat klasikal dan berjenjang. System klasikal
memungkinkan sejumlah anak belajar bersama dan dipimpin oleh seorang atau
beberapa orang guru sebagai fasilitator. Sekolah memiliki cirri jenjang dapat dijelaskan
sebagi berikut.
A. Jenjang lembaga, sekolah dirancang dengan berbagai tingkatan, dari Taman Kanak-
Kanak (TK) sampai perguruan tinggi (PT). sebagian dikelola oleh Departemen
Pendidikan Nasional dan sebagian lainnya dikelola oleh Departemen Agama.
B. Jenjang kelas, berjenjang menurut tingkatan kelas, murid hanya bisa mengikuti
pendidikan pada kelas yang lebih tinggi apabila ia telah mampu menyelesaikan
pendidikan di tingkat sebelumnya. Jenjang kelas ini bervariasi, yaitu di tingkat
SD/MI terdiri dari enam kelas, SMP/MTs terdiri dari tiga kelas,
SMA/MA/sederajat terdiri dari tiga kelas, sedangkan di Perguruaan Tinggi tidak
ditentukan dengan jenjang kelas.
Sekolah dianggap sebagai suatu lingkungan yang paling bertanggungjawab
terhadap pendidikan murid-muridnya, lebih-lebih bila dikaitkan dengan pengabdian
sumber daya manusia yang berkualitas untuk dapat bersaing secara global. Maka
pembangunan sekolah dianggap sebagai investasi yang prosfektif demi menyongsong
kemajuan bangsa

Sekolah sebagai lembaga sosial melaksanakan fungsi sosial sebagai


sebagai mana lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Soleh Seogiyanto
(Bambang Robandi, 2007) mengemukakan fungsi-fungsi sekolah sebgai
berikut

a. Sekolah berfusi sebgai lembaga sosialisasi, membantu anak-anak


mempeajari cara-cara hidup di tempat mereka dilahirkan.

21
b. Untuk menstramisi dan mentrasformasi kebudayaan, dan
c. Menyeleksi murid untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Di samping itu sekolah sebgai satuan pendidikan bertujuan


sesuai masing-masing tujuan untuk pendidikan. Selain itu sekolah
hendaknya berperan sebagai masyarakat belajar, yaitu masyarakat yang
memiliki tata kehidupan yang mengatur hubungan antara guru dan
lingkungannya yang membelajarkan guru untuk mencapai tujuan
pendidikan dakam suasana mengairahkan.

Dalam lingkungan keluarga ayah dan ibu merupakan pendidik,


sedangkan disekolah disebut guru. Guru sangat berperan dalam membantu
perkembangan anak didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara
optimal. Guru sebgai pengganti orang tua di sekolah harus memberikan
kemudahan dalam pembelajaran bagi semua anak didik. Agar mampu
mengembangkan segala kemapuan dan potensi yang dimiliki anak.

Tugas utama guru menurut Undang-Undang Guru dan Dosen adalah


mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi anak didik. Kalau dijadikan kata benda Guru adlah sebagai
pendidik, Pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih dan penilai.

Lingkungan pendidikan Sekolah tergolong jalur pendidikan formal,


adapun karakteristiknya, antara lain : (a) secara faktual tujuan pendidikan
lebih menekankan pada pengembangan intelektual. (b) peserta didiknya
bersifat heterogen. (c) isi pendidikannya terprogram secara
formal/kurikulumnya tertulis.(d) terstruktur berjenjang dan
bersinambungan. (e) waktu pendidikan terjadwal secara ketat, relatif lama.
(f) cara pelaksanaan ppendidikan bersifar formal dan artificial. (g) evaluasi
pendidikan dilaksanakan secara sistematis. (h) credential ada dan penting.

Manusia ketika dilahirkan di dunia dalam keadaan lemah. Tanpa


pertolongan orang lain, terutama orang tuanya, ia tidak bisa berbuat banyak.
Di balik keadaannya yang lemah itu ia memiliki potensi baik yang bersifat
jasmani maupun rohani.

22
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan
keluarga pertama-tama anak mendapatkan pengaruh sadar. Karena itu
keluaraga merupaka kelompok primer yang terdiri dari sejumlah keluarga
kecil karena hubungan sedarah yang bersifat informal dan kodrati dan
menjadi lembaga pendidikan tertua. Keluarga bisa berbentuk keluarga inti
(nucleus family : ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (di
samping inti, ada orang lain seperti kakek, nenek, ipar dan lain sebagainya).

Anak dalam menjalani pendidikan di lingkungan keluarga biasanya


menghadapi hambatan-hambatan. Hambatan-hambatan tersebut antara lain
sebagai berikut.

4) Anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orangtua.


5) Pigur orangtua yang tidak mampu memberikan keteladanan pada anak.
6) Sosial ekonomi keluaraga yang kurang atau sebaliknya yang tidak bisa
menunjang belajar.
7) Kasih sayang orangtua yang berlebihan sehingga cenderung untuk
memanjakan anak.
8) Orangtua yang tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak, tuntutan
orangtua yang terlalu tinggi.
9) Orangtua yang tidak bisa memberikan kepercayaan kepada anak.
10) Orangtua yang tidak bisa membangkitkan inisiatif dan kretifitas kepada anak.
Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting dalam
membentuk pola kepribadian anak. Karena di dalam keluarga, anak pertama kali
berkenalan dengan nilai dan norma. Keluarga didasarkan pada cinta kasih yang sangat
natural, sehingga suasana pendidikan yang berlangsung di dalamnya berdasarkan
kepada suasana yang tanpa memikirkan hak.
Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, agama,
dan nilai moral, norma sosial dan pandangan hidup yang diperlukan peserta didik untuk
dapat berperan dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Dasar-dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan anaknya, meliputi
hal-hal berikut.
1. Dorongan/motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan
anak. Cinta kasih ini mendorong sikap dan tindakan rela menerima
tanggungjawab, dan mengabdikan dirinya untuk sang anak.

23
2. Dorongan/motifasi kewajiban moral, sebagai konsekuensi kedudukan
orangtua terhadap keturunannya. Tanggungjawab moral ini meliputi nilai-
nilai religius spiritual yang dijiwai ketuhanan Yang Maha Esa dan agama
masing-masing di samping didorong oleh kesadaran memelihara martabat
dan kehormatan keluarga.
3. Tanggungjawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang pada gilirannya
juga menjadi bagian dari masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan
kemanusiaan.
Di sisi lain tanggungjawab pendidikan yang menjadi beban orangtua sekurang-
kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka hal-hal berikut.
1. Memelihara dan membesarkan anak.
2. Melindungi dan menjamin kesamaan baik jasmaniah maupun rohaniah sesuai
dengan falsafah hidup dan agama yang dianutnya.
3. Member pengajarandalam arti yang luas.
4. Membahagiakan anak baik di dunia dan akhirat.
Dasar-dasar pendidikan yang diberikan kepada anak dari orangtua meliputi tujuh hal,
yaitu dasar pendidikan budi pekerti, dasar pendidikan sosial, dasar pendidikan intelek, dasar
pembentukan kebiasaan pembinaan kepribadian yang baik dan wajar, dasar pendidikan
kekeluargaan, dasar pendidikan nasionalisme, dan dasar pendidikan agama.
Lingkungan keluarga berpengaruh kepada anak dari sisi perlakuan, keluarga terhadap
anak, kedudukan anak dalam keluarga, keadaan ekonomi keluarga, keadaan pendidikan
keluarga, dan pekerjaan orangtua.
Dari lingkungan keluarga yang harmonis mampu memancarkan keteladanan kepada
anak-anaknya, karena dikatakan pendidikan pertama pada bayi atau anak itu berkenalan dengan
lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga.

C. LINGKUNGAN MASYARAKAT SEKITAR


Lingkungan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang sangat penting di
luar lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah karena lingkungan masyarakat
dapat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa si anak didik.
Lingkungan pendidikan masyarakat seringkali tidak terlihat, namun sebenarnya
seorang siswa akan mendapat pengaruh yang cukup besar untuk rajin belajar dan

24
bisa berprestasi, seperti misalnya terbawa dan mencontoh teman dan tetangga yang
rajin belajar agar menjadi siswa yang berprestasi.
Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa pendidikan berlangsung dalam tiga
lingkungan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Masyarakat mencakup
sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling ketergantungan dan
terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama.
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang
yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa
Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan
hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas
yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama
dalam satu komunitas yang teratur.

1. Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan


sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta
sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia
kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
2. Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata
pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu,
masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat
agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar
menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompokmasyarakat
yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.
3. Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya:
berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band , suku,
a. chiefdom, dan masyarakat negara

4. Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti


hubungan

25
persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang
berartiteman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara
implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai
perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
Selanjurnya kaitan masyarakat dengan pendidikan menurut Tirtarahadja dan La
Sulo (2000), dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu :
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dikembangkan
maupun yang tidak dikembangkan.
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan baik langsung maupun tidak langsung,
ikut mempunyai peran dan fungsi pendidikan.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang
maupun yang dimanfaatkan. Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja
dan hidup sehari-hari akan selalu memperoleh manfaat dan pengalaman
hidupnya untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain manusia berusaha
mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang
tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul dan sebagainya.
Di lingkungan masyarakat, setiap orang akan memperoleh pengalaman
tentang berbagai hal, misalnya tentang lingkungan alam, tentang hubungan sosial,
politik kebudayaan dan sebagainya. Di dalam lingkungan masyarakat setiap orang
akan memperoleh pengaruh yang sifatnya mendidik dari oarng-orang yang ada
disekitarnya, baik dari teman sebaya maupun oarng dewasa melalui interaksi sosial
secara langsung atau tatap muka. Pengaruh pendidikan tersebut dapat pula
diperoleh melaui interaksi sosial secara tidak langsung.

Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri seperti yang dikemukakan


oleh Tirtarahadja dan La Sulo (2000), yaitu antara lain :
a. Ada interaksi warga-warganya
b. Pola tingkah laku warganya di atur oleh adat istiadat, norma-norma hukum dan
aturan-aturan yang berlaku.
c. Ada rasa Idensitas yang kuat yang mengikat pada warganya. Kesatuan
wilayah, kesatuan adat istiadat, rasa identitas, dan rasa loyalitas terhadap
kelompoknya merupakan pangkal dari perasaan bangsa sebagai patriotisme,
jiwa korps, dan kesetiakawanan dan lain-lain.

26
Menurut Slameto (2003), faktor masyarakat yang dapat mempengaruhi
pendidikan siswa meliputi:
a. Kegiatan Siswa dalam Masyarakat
Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap
perkembangan pribadi siswa. Tetai jika siswa ambil bagian dalam kegiatan
masyarakat yang terlalu banyak, misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan
sosial, keagamaan, dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika
tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Perlu kiranya membatasi kegiatan
siswa dalam masyarakat supaya jangan sampai mengganggu belajarnya. Jika
mungkin memilih kegiatan yang mendukung belajar.
b. Mass Media
Yang termasuk dalam mass media adalah bioskop, radio, TV, surat
kabar, majalah, buku-buku, komik-komik dan lain-lain. Semua itu ada dan
beredar dalam masyarakat. Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik
terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya
c. Teman Bergaul
Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya.
Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga
sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk
juga. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlulah diusahakan agar
siswa memiliki teman bergaul yang baik.
d. Bentuk Kehidupan Masyarakat.
Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar dan mempunyai
kebiasaan yang tidak baik, akan berpengaruh jelek kepada anak (siswa) yang
berada disitu. Sebaliknya jika lingkungan anak adalah orang-orang yang
terpelajar yang baik-baik, mereka mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya,
anak (siswa) terpengaruh juga ke hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang di
lingkungannya. Maka perlu untuk mengusahakan lingkungan yang baik agar
dapat member pengaruh yang baik terhadap anak (siswa).

Masyarakat sebagai lingkunagn pendidikan nonformal sebagai lingkungan


pendidikan di luar keluarga dan diluar sekolah. Pendidikan nonformal dapat
terselengara secara terstruktur dan berjenjang. Contoh penyelenggaran pendidikan di
dalam lingkungan pendidikan nonformal yang terstruktur dan berjenjang antara lain

27
Kelompok Belajar Paket A, Paket B, Kursus Komputer dan bahasa inggris di lembaga
kursus tertentu juga ada yang terstruktur dan berjenjang dan lain-lain. Adapun contoh
penyelenggaraan pendidikan yang tidak terstruktur dan tidak berjenjang adalh ceramah
agama yang titangkan di televisi, penyampaian informasi melalui koran.

Di masyarakat ada kebudayaan, sebagai gagasan dan karya manusia beserta


hasil budi dan karya akan selalu terkait dengan pendidikan, utamnya belajar.
Kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai
kepercayaan, tingkah laku dan tekhnologi yang dipelajari dan dimiliki semua anggota
masyarakat tertentu.

Menurut Taylor ( Made Pidarta, tanpa tahun) kebudayaan adlah totalitas yang
kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebgai
masyarakat. Sedangkan menurut Kuncaraningrat ( Tirtarahadja dan La Sulo,2000).
Kebudayaan dalam arti luas dapat berwujud:

d. Ideal seperti ide, gagasan, nilai dan sebgainya.


e. Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat
f. Fisik yakni hasil benda manusia.
Kebudayaan dengan wujud ideal merupakan hasil-hasil karya manusia termasuk
ilmu pengetahuan dan teknologi, UUD 1945 di mana didalamnya tercantum dasar
negara pancasila. Jadi pancasila merupakan hasil karya bangsa Indonesia memiliki nilai
kehidupan yang tinggi bagi bangsa Indonesia, sehingga diakui dan dijadikan dasar dan
pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Antara kebudayaan, masyarakat dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, dimana
kebudayaan dan pendidikan merupakan bagian dari masyarakat. Pendidikan merupakan
usaha manusia untuk memanusiakan dirinya, yaitu manusia yang berbudaya.
Kebudayaan itu sendiri dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan melalui pendidikan.
Lingkungan pendidikan masyarakat seperti kursus, kelompok belajar, majelis
taklim, bimbingan tes, tergolong jalur pendidikan nonformal adapun karakteristiknya
antara lain : (a) secara faktual tujuan pendidikannya lebih menekankan pada
penegmbangan keterampilan praktis (b) peserta didiknya bersifat heterogen (c) isi
pendidikannya ada yang terprogram secara tertulis (d) dapat terstruktur berjenjang dan
berkesinambungan (e) waktu pendidikan terjadwal secara ketat atau tidak terjadwal,

28
lama pendidikannya relatif singkat (f) cara pelaksanaan pendidikan mungkin bersifat
artificial mungkin pula bersifat wajar,(g) evaluasi pendidikan mungkin dilaksanakan
secara sistematis dapat pula tidak sistematis. (h) credential mungkin adadan mungkin
pula tidak ada.

Pada masyarakat tradisional pendidikan cukup dilaksanakan dilingkungan


keluarga dan masyarakat saja. Akan tetapi dalam masyarakat modern, keluarga tidak
dapat lagi memenuhi kebutuhan dan aspirasi pendidikan bagi anak-anaknya, baik
menyangkut pengetahuan, sikap maupun keterampilan untuk melaksanakan perannya
dalam masyarakat. Dengan demikian, sekolah dan masyarakat berfungsi untuk
melengkapi pendidikan yang tidak bisa diberikan keluarga. Namun demikian, tidak
berarti bahwa keluarga dapat melepaskan tanggung jawab pendidikan bagi anak-
anaknya. Keluarga diharapkan bekerja sama dan mendukung kegiatan pendidikan di
sekolah dan masyarakat.

Peserta didik di sekolah berasal dari berbagai keluarga dengan latar belakang
sosial budayanya masing-masing. Sekolah mendapat mandat tugas dan tanggung jawab
pendidikan oleh para orang tua dan masyarakat. Sebab itu, pendidikan disekolah tidak
boleh berjalan sendiri tanpa memperhatikan aspirasi keluarga dan masyarakat. Dalam
melaksanakan pendidikannya, sekolah perlu bekerja sama dengan para orang tuapeserta
didik dan dan berperannya Komite Sekolah.

Dewasa ini, sekalipun sekolah adalah, tetapi sekolah tidak mampu memberikan
keseluruhan kebutuhan pendidikan bagi peserta didiknya, juga belum (tidak) mampu
menampung seluruh anak usia sekolah. Karena itu, pendidikan disekolah perlu
dilengkapi, ditambah dan dikembangkan melalui pendidkan di dalam lingkungan
masyarakat. Bahkan dalam konteks wajib belajar sembilan tahun, pendidikan di dalam
masyarakat seperti kejar paket A dan kejar paket B merupakan penggati pendidikan SD
dan SMP.

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan di luar


lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah
dimulai beberapa waktu ketika anak-anak telah lepas dari asuhan keluarga dan berada
di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut
tampaknya lebih luas.

29
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak
sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan,
pembentukan pengertian-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun
pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Kaitan antara masyarakat dan pendidikan
dapat ditinjau dari tiga sisi, yaitu :

1) Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan.

2) Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat.

3) Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang (by
design), maupun yang dimanfaatkan (utility).

Paling sedikit dapat dibedakan menjadi enam tipe sosial-budaya sebagai


berikut.

1. Tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang amat sederhana.

2. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di ladang atau


sawah dengan tanaman pokok padi.

3. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di


ladang atau sawah.

4. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di


sawah dengan tanaman pokok padi.

5. Tipe masyarakat perkotaan.

6. Tipe masyarakat metropolitan.

Fungsi Lingkungan Pendidikan

Diantara fungsi lingkungan pendidikan adalah sebagai berikut.

30
a. Lingkungan pendidikan dapat menjamin kehidupan emosional peserta didik untuk
tumbuh dan berkembang. Kehidupan emosional ini sangat penting dalam pembentukan
pribadi anak.

b. Lingkungan pendidikan membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai


lingkungan sekitarnya baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya, terutama berbagai
sumberdaya pendidikan yang tersedia agar dapat dicapai tujuan pendidikan secara
optimal.

c. Lingkungan pendidikan berfungsi sebagai wahana yang amat besar bagi perkembangan
individu dan masyarakat dalam memperluas dan mempercepat usaha mencerdaskan
kehidupan bangsa.

d. Mengajarkan tingkah laku umum dan untuk menyeleksi serta mempersiapkan peranan-
peranan tertentu dalam masyarakat.

e. Di dalam lingkungan pendidikan dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan


yang dimiliki peserta didik baik dalam bentuk karier, akademik, kehidupan beragama,
kehidupan sosial budaya, maupun keterampilan lainnya.

31
LATIHAN

1. Apa pengertian lingkungan pendidikan ?

2. Apa saja fungsi lingkungan pendidikan ?

3. Apa saja yang termasuk dalam ragam bentuk lingkungan pendidikan ?

4. Bagaimana peranan lingkungan pendidikan terhadap pendidikan ?

32
BAB IV

FUNGSI KELUARGA SEBAGAI LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam


keluarga inilah anak pertama-tama mendapakan didikan dan bimbingan. Juga dikatakan
lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga,
sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah pendidikan keluarga.
Berikut adalah fungsi dan peran pendidikan keluarga.

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pembentukan pribadi dan perkembangan


anak dalam rangka men- capai kemandirian dan per-kembangan optimal dalam kehidupan-nya.
Karena keluarga sebagai lingkungan pendidikan primer dan utama amat besar peranan- nya,
maka keluarga itu mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Makna dan corak fungsi-fungsi itu serta
penerapannya di- pengaruhi oleh kebudayaan sekitar dan intensitas keluarga dalam turut
sertanya dengan kebudayaan dan lingkungannya. Berkaitan dengan fungsi dan peran keluarga
dalam mendidik anaknya, Sudar- dja Adiwikarta (1988:70) mengungkap- kan bahwa keluarga
merupakan lokasi terselenggaranya pendidikan. Pengaruh edukatif keluarga tidak hanya
terdapat pada anak-anak kecil, melainkan juga pada seluruh anggota keluarga, termasuk anak-
anak yang sudah bersekolah, pe- muda-pemuda yang masih tinggal ber- sama keluarga, dan
orang dewasa sendiri yang menjadi pemimpin keluarga itu, bahkan mungkin orang lain yang
berada di luar lingkungan keluarga. Selanjutnya Soelaeman (1988:52-79) mengemukan fungsi
keluarga sebagai berikut:

Pertama, fungsi edukatif. dalam keluarga. Anak pertama kali memper- oleh
pengalaman yang sangat penting bagi perkembangannya, karena itu kelurga disebut lingkungan
pendidikan pertama karena keluarga meletakkan dasar- dasar pertama bagi perkembangan
anak.

Kedua,fungsi sosialisasi. Dalam hal ini keluarga sebagai suatu lembaga sosial
mempunyai peranan penting bagi masyarakat yaitu membentuk pribadi seseorang dimana
personalitas seseorang itu nanti- nya akan dapat mempengaruhi corak dari suatu masyarakat.
Keluarga merupakan penghubung anak dengan kehidupan so- sialnya, interaksi dan sosialisasi
dimulai dalam keluarga, baru kemudian cermin- an sosialisasi dalam keluarga akan ter- cermin
dalam interaksinya di sekolah dan di masyarakat.

33
Ketiga, fungsi protektif. Dalam keluarga anak mendapat perlindungan dan
melindunginya dari tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial dan
kaedah agama dan dari ketidakmampuannya bergaul dengan ling- kungan. Keempat, fungsi
religius. Keluarga wajib memperkenalkan dan me- nanamkan nilai-nilai religius kepada anak
dimulai dari semenjak dalam kan- dungan sampai keliang kubur. Dengan iklim religius ini
terciptalah wahana so- sialisasi dan pengalaman keagamaan yang turut membentuk kepribadian
anak dalam keluarga yang menjadi pribadi yang matang beriman dan bertaqwa kepada Allah
Swt.

Fungsi dan Peran Pendidikan Keluarga

1. Pengalaman Pertama Masa Kanak-Kanak


Di dalam keluargalah anak didik mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari dan
dimengerti oleh tiap keluarga, bahwa anak dilahirkan di dalam lingkungan keluarga
yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga.
Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan
faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Suasana pendidikan keluarga ini
sangat penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di dalam
perkembangan individu selanjutnya ditentukan.
2. Menjamin Kehidupan Emosional Anak
Suasana di dalam keluarga merupakan suasana yang diliputi rasa cinta dan simpati yang
sewajarnya, suasana yang aman dan tenteram, suasana percaya mempercayai. Untuk
itulah melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa
kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik. Hal ini dikarenakan
adanya hubungan darah antara pendidik dengan anak didik, sebab orang tua hanya
menghadapi sedikit anak didik dan karena hubungan tadi didasarkan atas rasa cinta
kasih sayang murni.
3. Menanamkan Dasar Pendidikan Moral
Di dalam keluarga juga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak,
yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat
dicontoh anak.
Memang biasanya tingkah laku, cara berbuat dan berbicara akan ditiru oleh anak.
Dengan teladan ini, melahirkan gejala identifikasi positif, yakni penyamaan diri dengan
orang yang ditiru, dan hal ini penting sekali dalam rangka pembentukan kepribadian.

34
Segala nilai yang dikenal anak melekat pada orang-orang yang disenang dan
dikaguminya, dan dengan melalui inilah salah satu proses yang ditempuh anak dalam
mengenal nilai.
4. Memnerikan Dasar Pendidikan Sosial
Di dalam kehidupan keluarga, merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan
dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab pada dasarnya keluarga merupakan lembaga
sosial resmi yang minimal terdiri dari ayah, ibu dan anak.Perkembangan benih-benih
kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat
kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong menolong, gotong royong secara
kekeluargaan, menolong saudara atau tetangga yang sakit, bersama-sama menjaga
ketertiban, kedamaian, kebersihan dan keserasian dalam segala hal.
5. Peletakan Dasar-Dasar Keagamaan
Keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama, disamping sangat
menentukan dalam menanamkan dasar-dasar moral, yang tak kalah oentingnya adalah
berperan besar dalam proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan ke
dalam pribadi anak. Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk
meresapkan dasar-dasar hidup beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi dalam
keluarga. Anak-anak seharusnya dibiasakan ikut serta ke masjid bersama-sama untuk
menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan.
Kegiatan seperti ini besar sekali pengaruhnya terhadap kepribadian anak. Kenyataan
membuktikan, bahwa anak yang semasa kecilnya tidak tahu menahu dengan hal-hal
yang berhubungan dengan hidup keagamaan, tidak pernah pergi bersama orang tua ke
masjid atau tempat ibadah untuk melaksanakan ibadah, mendengarkan khutbah atau
ceramah-ceramah dan sebagainya. Sehingga setelah dewasa mereka tidak menaruh
perhatian terhadap nilai keagamaan. Pendidikan keluarga hendaknya memberikan
kondisi kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan.

KELUARGA SEBAGAI WAHANA SOSIALISASI ANAK

Lingkungan pertama sebagai wa- hana sosialisasi anak adalah lingkungan keluarga.
Sosialisasi adalah sebuah pro- ses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari
satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah so- siolog
menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses
sosialisasi diajarkan peran- peran yang harus dijalankan oleh individu

35
Selanjutnya sosialisasi adalah satu konsep umum yang dapat dimaknai se- bagai sebuah
proses di mana seseorang belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir,
merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting
dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan pro- ses yang terus
terjadi selama hidup.

Proses sosialisasi merupakan pro-ses belajar, yaitu suatu proses akomodasi dengan mana
individu menahan, mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau
kebudayan masyarakatnya. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap,
ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku dalam masyarakat di mana dia hidup. Semua sifat dan
kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu
kesatuan sistem dalam diri pribadinya.

Pada dasarnya, sosialisasi memberikan dua kontribusi fundamental bagi kehidupan


seseorang. Pertama, memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya
partisipasi yang efektif dalam masyarakat, dan kedua memungkinkan lestarinya suatu
masyarakat karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestari- an
masyarakat akan sangat terganggu. Contohnya, masyarakat Minangkabau, Batak, Jawa, dan
lainnya. akan lenyap manakala satu generasi tertentu tidak mensosialisasikan nilai-nilai dan
budaya Minangkabau, nilai-nilai dan budaya Batak, dan nilai-nilai budaya Jawa ke- pada
generasi berikutnya. Paling tidak ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga,
kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Proses sosialisasi akan
berjalan lancar apabila pesan-pesan yang di sampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak
bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain.

Keluarga merupakan agen sosialisasi pertama dan utama bagi anak. Dalam lingkungan
keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara
ang- kat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan
pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen
sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa
keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada
masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orang
yang berada di luar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen
sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby
sitter). Peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena

36
anak sepenuhnya berada dalam lingkungan keluarganya terutama orang tuanya sendiri. Anak
sebagai bagian anggota keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak akan
terlepas dari lingkungan dimana dia dirawat/diasuh atau awal diperolehnya pengalaman belajar
bagi seorang anak. Dalam keluargalah kali pertama anak berinteraksi terutama dengan ibunya
setelah anak dilahirkan dan melalui kegiatan menyusui. Hubungan tersebut akan berkembang
sesuai tahapan usia anak. Dari sinilah anak akan dan selalu berusaha untuk menyesuaikan diri
melalui pengalaman belajar agar diterima di lingkungan sosial dan menjadi pribadi yang dapat
bermasyarakat; dengan syarat punya kesempatan untuk bersosialisasi dengan orang lain,
mampu berkomunikasi dan berbicara yang dapat dimengerti oleh orang lain dan memiliki
motivasi belajar yang menyenangkan. Untuk itu, diperlukan suatu dukungan anggota keluarga,
karena pengalaman sosial pertama diperoleh di dalam lingkungan keluarga, maka anggota
keluarga terutama orang tua diyakini paling tepat menentukan terjadinya proses sosialisasi
yang baik pada anak.

Tantangan keluarga dalam era teknologi informasi adalah bagaimana anggota keluarga
mampu mengantisipasi pengaruh negatif agen sosialisasi lainnya terhadap anak. Di samping
kelompok bermain, media massa disadari atau tidak juga memiliki pengaruh yang signifikan
dalam membentuk sikap dan perilaku anak. Bagaimana anak bersikap, berkomunikasi, dan
berperilaku juga diwarnai oleh model figur yang diperankan dan ditampilkan oleh media massa.
Dimana media massa sudah merambah berbagai penjuru tanpa batas termasuk pada lingkungan
keluarga, terutama media elektronik yaitu radio, televisi, video, film, dan lainnya. Besarnya
pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh: Penayangan acara Smack Down di televisi, video porno melalui internet dan HP
diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dan remaja dalam banyak
kasus. Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan mewarnai
gaya hidup masyarakat pada umumnya. Tampilan gaya anak Punky telah banyak mewarnai
sikap dan kepribadian anak dan remaja yang notabene remaja terpelajar saat ini. Tentunya sikap
dan kepri- badian seperti itu tidak hanya mampu diperbaiki dan diubah hanya melalui
pendidikan di sekolah tanpa dukungan pendidikan dalam keluarga. Karena itu, menurutAhmad
Tafsir (2004:161) wajib bagi orang tua menyelenggarakan pendidikan dalam rumah tangga dan
kewajiban itu wajar (natural) karena Allah menciptakan orang tua yang bersifat mencintai
anaknya. Jadi pertama hukum- nya wajib, kedua memang orang tua senang mendidiik anak-
anaknya. Inilah modal utama bagi pendidikan dalam keluarga sehingga

37
lingkungan keluarga betul-betul dijadikan sebagai wahana sosialisasi dan interaksi edukatif
bagi anak.

Peranan Lingkungan Keluarga


Sangat besar peranan kelurga dalam pendidikan, karena keluarga adalah lingkungan
pertama yang memberikan pendidikan kepada anak. Peranan keluarga tersebut diantaranya
adalah :
a. Sebagai pembentuk pola pikir anak, karena di dalam keluarga, anak pertama kali
berkenalan dengan nilai dan norma.
b. Sebagai pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak, pengalaman ini merupakan factor
yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan
pribadinya.
c. Sebagai lingkungan pendidikan yang memberikan keteladanan, karena keteladanan
orangtua akan menjadi tolat ukur dan menjadi wahana pendidikan moral.
d. Sebagai lingkungan pendidikan yang berperan dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan
agama.
2. Peranan Lingkungan Sekolah
Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupan
masyarakat. Maka dari itu, sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan. Karena
pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak dan sekolah pun berperan dalam pembentukan
kepribadian anak. Diantara peranan sekolah dalam pendidikan adalah sebagai berikut.
a. Sebagai pendidikan formal yang menumbuhkembangkan dalam ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik agar anak mampu menolong dirinya sendiri dalam hidup sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial melalui pembekalan dalam semua bidang studi.
b. Sebagai lingkungan pendidikan yang perlu memberikan pemahaman tentang pendidikan
pancasila, agama, dan pembinaan watak sesuai dengan nilai dan norma yang hidup dan
berkembang di masyarakat.
c. Sebagai lingkungan pendidikan yang haru mewujudkan cita-cita bangsa dalam hal
mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Peranan Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan nasional, dalam peranannya antara lain :

38
a. Pendidikan manusia sebagai makhluk individu, lingkungan masyarakat berperan dalam
membantu pembentukan manusia yang cerdas, sesuai dengan kondisi dan fungsi dari masing-
masing pendidikan tersebut.
b. Pendidikan manusia sebagai makhluk susila (kemasyarakatan), yang berkaitan dengan nilai-
nilai yang terkandung di dalam pancasila sebagai falsafah hidup bangsa, dan pancasila sebagai
dasar negara.
c. Pendidikan manusia sebagai makhluk sosial, lingkungan masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung memang ditumbuhkembangkan sebagai makhluk individu dan susila,
yang secara bersama-sama mampu menciptakan kehidupan bersama secara bertanggungjawab,
untuk mencapai kesejahteraan sosial yang dinamis dengan sikap makaryanya.
d. Pendidikan manusia sebagai makhluk religious, maka lingkungan masyarakat banyak
memberikan andil dalam pembekalan yang berhubungan dengan masalah keagamaan.

39
LATIHAN

1. Jelaskan fungsi keluarga sebagai lingkungan Pendidikan!


2. sebutkan yang dikemukakan oleh Soelaeman (1988:52-79) tentang fungsi
keluarga?
3. Apa itu fungsi edukatif
4. Apa itu fungsi sosialisasi
5. Apa peran keluarga dalam Pendidikan?

40
BAB V

CONTOH PENDIDIKAN PADA MASYARAKAT

Masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan pendidikannya.


Pada UU RI no. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan nonformal diselengarakan bagi
warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat.

Dalam pelaksanaanya pendidikan masyarakat adalah pendidikan yang menekankan


kepada kecakapan hidup seseorang sehingga yang diajarkan ialah keterampilan fungsional
untuk mengembangkan potensi peserta didik. Program-program yang diselenggarakan adalah
kebutuhan keahlian yang dibutuhkan untuk bersaing di dunia pekerjaan. Pendidikan
masyarakat terdiri dari Pendidikan kecakapan hidup, Pendidikan pemberdayaan perempuan,
Pendidikan keaksaraan, Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, Pendidikan kesetaraan,
dan Pendidikan lainnya.

Pendidikan Masyarakat (PenMas) atau juga dapat di sebut dengan Pendidikan


Nonformal (PNF) adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang (Sisdiknas, 20 Tahun 2003). Jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yakni bahwa PNF memiliki cirri khas tersendiri dari pendidikan yang ada
di Indonesia. Apabila kita kaji dari program pendidikan formal antara lain dari mulai TK,
SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, dan PT. Sedangkan pada Pendidikan nonformal ini meliputi:
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan
kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik (Sisdiknas, 20 Tahun 2003).

Pendidikan Masyarakat (PenMas) memiliki landasan filosofis sebagai dasar tempat


berpijak, mengkaji, dan menelaah kegiatan PenMas. Landasan filosofis ini yang menjadi acuan
masyarakat untuk mengembangkan dan mendayagunakan program-program PenMas hingga
dapat eksis di masyarakat. Program pembelajaran dalam PenMas di harapkan dapat membantu
peserta didik memilih dan mengembangkan wawasan ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial (Sudjana,
1989:197; dalam Kamil, 2012, hlm. 25).

41
Kursus dan pelatihan merupakan bagian dari Pendidikan Masyarakat atau PNF.
Menurut Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 bahwa “Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi
masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap
untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau
melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi”.

42
LATIHAN

1. Apa itu Pendidikan masyarkat?


2. Apa isi dari Sisdiknas No. 20 Tahun 2003?
3. Sebutkam contoh dari Pendidikan masyarakat!
4. Menurut Anda apakah Pendidikan dalam masyarkat?
5. Mengapa ada Pendidikan dalam masyarakat?

43
KESIMPULAN

Menurut Mulyasa (2012: 9), perwujudan pendidikan karakter yang mengarah pada
pembentukan budaya sekolah atau school culture yaitu “nilai-nilai yang melandasi perilaku,
tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol yang dipraktikkan oleh seluruh warga
sekolah/madrasah, dan masyarakat sekitar”. Implementasi pendidikan karakter berbasis
lingkungan pada sekolah akan membentuk suatu budaya sekolah (School Culture). School
Culture merupakan 1 2 ciri khas yang dimiliki oleh setiap satuan pendidikan yaitu sekolah di
mata masyarakat luas.

Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa
benda mati,makhluk hidup ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk kondisi
masyarakat terutama yang dapat memberikan pengaruh kuat kepada individu. Seperti
lingkungan tempat pendidikan berlangsung dan lingkungan tempat anak bergaul. Lingkungan
ini kemudian secara khusus disebut sebagai lembaga pendidikan sesuai dengan jenis dan
tanggung jawab yang secara khusus menjadi bagian dari karakter lembaga tersebut.

Pengertian lembaga pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena
satu dan hal lain memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan. Badan pendidikan
itu bertugas memberi pendidikan kepada si terdidik (Marimba, 1980) . secara umum fungsi
lembaga-lembaga pendidikan adalah menciptakan situasi yang memungkinkan proses
pendidikan dapat berlangsung sesuai tugas yang bebankan kepadanya karena situasi lembaga
pendidikan harus berbeda dengan situasi lembaga lain (Azra, 1998).

4. Tempat (lingkungan fisik ), keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam


5. Kebudayaan (lingkungan budaya ) dengan warisan budaya tertentu seperti bahasa seni
ekonomi, ilmu pengetahuan, pedagang hidup dan pedagang keagamaan; dan
6. Kelompok hidup bersama (lingkungan sosial atau masyarakat) keluarga, kelompok
bermain, desa perkumpulan dan lainnya.
Lingkungan serta lembaga pendidikan bersifat positif bilamana memberikan pengaruh
sesuai dengan arah tujuan pendidikan. Lingkungan bersifat negatif bilamana berpengaruh
secara kontradiktif dengan arah dan tujuan pendidikan sebagai contoh mendidik agama dalam
lingkungan masyarakat yang agamis dengan kehidupan masyarakat yang taat menjalankan
agama dengan sarana pribadatan yang lengkap dan memberikan dukungan positif bagi
pendidikan agama. Sebaliknya lingkungan masyaraka yang penuh dengan kejahatan serta

44
minimnya sarana/prasarana keagamaan menyebabkan anak terpengaruh dengan lingkungannya
dan akan berbuat seperti apa yang ada dalam lingkungannya.
Lingkungan pendidikan adalah berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
praktek pendidikan atau berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang
merupakan bagian dari lingkungan sosial (Kunaryo, 1999:62). Ada tiga lingkungan pendidikan
yaitu: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Menurut
(Slameto, 2003:60) yang merupakan bagian dari lingkungan pendidikan yang berpengaruh
terhadap proses belajar dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu: lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pembentukan pribadi dan perkembangan


anak dalam rangka men- capai kemandirian dan per-kembangan optimal dalam kehidupan-nya.
Karena keluarga sebagai lingkungan pendidikan primer dan utama amat besar peranan- nya,
maka keluarga itu mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Makna dan corak fungsi-fungsi itu serta
penerapannya di- pengaruhi oleh kebudayaan sekitar dan intensitas keluarga dalam turut
sertanya dengan kebudayaan dan lingkungannya. Berkaitan dengan fungsi dan peran keluarga
dalam mendidik anaknya, Sudar- dja Adiwikarta (1988:70) mengungkap- kan bahwa keluarga
merupakan lokasi terselenggaranya pendidikan. Pengaruh edukatif keluarga tidak hanya
terdapat pada anak-anak kecil, melainkan juga pada seluruh anggota keluarga, termasuk anak-
anak yang sudah bersekolah, pe- muda-pemuda yang masih tinggal ber- sama keluarga, dan
orang dewasa sendiri yang menjadi pemimpin keluarga itu, bahkan mungkin orang lain yang
berada di luar lingkungan keluarga. Selanjutnya Soelaeman (1988:52-79) mengemukan fungsi
keluarga sebagai berikut:

Masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan pendidikannya.


Pada UU RI no. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan nonformal diselengarakan bagi
warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat.

Dalam pelaksanaanya pendidikan masyarakat adalah pendidikan yang menekankan


kepada kecakapan hidup seseorang sehingga yang diajarkan ialah keterampilan fungsional
untuk mengembangkan potensi peserta didik. Program-program yang diselenggarakan adalah
kebutuhan keahlian yang dibutuhkan untuk bersaing di dunia pekerjaan. Pendidikan
masyarakat terdiri dari Pendidikan kecakapan hidup, Pendidikan pemberdayaan perempuan,

45
Pendidikan keaksaraan, Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, Pendidikan kesetaraan,
dan Pendidikan lainnya.

46
DAFTAR PUSTAKA

Abd.Kadir,dkk.2012. Dasar-DasarPendidikan.Jakarta. KencanaPrenada Media Grup.

Ardhana, Wayan. (Ed.). 1986. Dasar-Dasar Kependidikan. Malang: FIP IKIP Malang. Munib Achmad, dkk. 2007.
Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang. UPT MKK UNNES
Din Wahyudin,dkk.2007. PengantarPendidikan. Jakarta. Universitas Terbuka Drs.UyohSadulloh. M.Pd,dkk.
2013.Pedagogik (IlmuMendidik). Bandung. Alfabeta

La Sulo, Sulo Lipu. 1990. Penelaahan Kurikulum Sekolah. Ujung Pandang: FIPIKIP Ujung
Pandang.

Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
BAB VI
KASIH SAYANG,KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB

A. Konsep kasih sayang


Pengertian Kasih Sayang Kasih sayang (attachment) adalah suatu ikatan
emosional yang erat antar orang satu dengan yang lain atau dalam hal ini antara bayi
dengan orang tua atau pengasuhnya Sedangkan pengertian kasih sayang menurutkamus
besar Bahasa Indonesia (1998) adalah “suatu ungkapan perasaan cinta dan suka yang
tulus tanpa mengharap imbalan. Seperti kasih sayang orang tua kepada anaknya Peran
Kasih Sayang dalam Pendidikan Sebaik-baik metode hubungan adalah hubungan yang
dibangun atas dasar kasih sayang. Kenapa? Karena sistem hubungan ini begitu alami
sedangkan hubungan yang dibangun atas dasar pemaksaan dan kekerasan dengan cara
apapun adalah hubungan yang tidak alami alias tidak normal.
Kasih sayang merupakan pilar dan pondasi dalam pendidikan. Urgensi Kasih
sayang a) Kasih sayang sesama manusia, khususnya dalam dunia pengajaran dan
pendidikan, adalah hal esensial. b) Dunia pendidikan akan sukses dan makmur kalau
ditempuh dengan irama cinta. Kasih sayang begitu penting karena ia memicu ketaatan
dan kebersamaan. d) Teguh tidaknya pendirian dan kebaikan perilaku seorang anak
bergantung banyak sejauh mana kasih sayang yang diterimanya selama masa
pendidikan. e) Kehangatan cinta dan kasih sayang yang diterima anak-anak akan
menjadikan kehidupan mereka bermakna, membangkitkan semangat, melejitkan
potensi dan bakat yang terpendam, serta mendorong untuk bekerja/berusaha secara
kreatif.
(Dephli,2005) mengemukakan kasih sayang adalah pola hubungan yang unik
diantara dua orang manusia atau lebih. Kasih sayang adalah kebutuhan asasi setiap
orang. Anak-anak yang dibesarkan dalam limpahan kasih sayang, akan menjadi anak
yang mandiri dan kuat. Kasih sayang mempengaruhi kehesahatan fisik. Anak-anak
yang dibesarkan dalam limpahan kasih sayang orang tuanya, tubuhnya lebih sehat dari
anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang.
Kasih sayang juga akan menyelamatkan anak anak dari sifat kerdil. Anak anak
yang kurang atau tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya akan tumbuh
sebagai anak yang merasa terkucilkan. Anak tersebut akan membenci orang tua, orang
lain dan kemungkinan besar akan menjadi anak-anak yang suka melakukan hal-hal
yang berbahaya. Dalam proses Pendidikan disekolah yaitu peran orang tua digantikan
oleh pendidik, pola hubungan mendidik perlu dilandasi oleh kasih sayang dari
pendidik agar terjalin ikatan perasaan yang dapat mendukung tercapainya tujuan
Pendidikan.
Kasih sayang memiliki peranan yang sangat penting dalam pemngembangan
ruh dan keseimbangan jiwa anak-anak. Anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga
yang penuh dengan kasih sayang dan perhatian akan memiliki kepribadian yangmulia,
senang mencintai orang lain dan berprilaku baik dalam masyarakat (seefeld, 2022).
Kasih sayang menciptakan kerja sama diantara manusia. Bila kasih sayang ada
maka tidak akan terwujud persaudaraan di antara manusia, tak seorang pun yang merasa
memiliki tanggung jawab terhadap orang lain keadilan dan pengorbanan akan menjadi
hal yang baik.kasih sayang sangat penting karena ia memicu ketaatan dan kebersamaan.
Yakni kasih sayang akan mewujudkan ketaatan dan kebersamaan. Ketika kasih sayang
orang tua tertanam dalam sanubari anak anak maka mereka akan membuat anak anak
tidak mudah mengabaikan tanggung jawab dan tugas yang diamanahkan kepada
mereka.
Begitu penting peran kasih sayang dalam pengembangan ruh dan keseimbangan
jiwa anak-anak. Teguh tidaknya pendirian dan kebaikan perilaku seorang anak
bergantung banyak sejauh mana kasih sayang yang diterimanya selama masa
Pendidikan. Kondisi keluarga yang penuh dengan kasih sayang menyebabkan
kelembutan sikap anak anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh
dengan hati yang mulia.suka mencintai orang lain dan berperilaku baik dalam
masyarakat. Kehangatan cinta dan kasih sayang yang diterima anak-anak akan menjadi
kehidupan mereka bermakna, membangkitkan semangat, melejitkan potensi dan bakat
yang terpendam serta mendorong untuk bekerja secara kreatif.
Kasih sayang begitu penting karena ia memicu ketaatan dan kebersamaan.
Antara kasih sayang dan memiliki ketaatan. Hasil kasih sayang dari orang tua ini akan
membuat tidak mudah mengabaikan tanggung jawab dan tugas yang diamanahkan
kepada mereka. Manusia. Hanya kasih sayang yang mampu mengubah perilaku
seseorang. Anak anak, kalangan remaja hingga orang dewasapun sama sama
membutuhkan cinta.
B. Peran kasih sayang dalam Pendidikan
(Wardani, 2002) mengemukakan bahwa seorang pendidik harus melakukan
berbagai peran dalam menjalankan suatu proses pendidikan, diantaranya:
1. Pendidik sebagai pembimbing, dengan kasih sayang yang diberikan oleh pendidik,
peserta didik akan mendapatkan bimbingan untuk menjalani kehidupan yang
sedang dialami sekarang maupun bekal kehidupan di masa yang akan datang.
Dalam berbagai kasus tidak sedikit ditemukan akibat tidak mendapatkan kasih
sayang dari orang tuanya, pendidik ditempatkan sebagai tempat bertanya, mengadu,
meminta pendapat, berkeluh kesah, dan berlindung.
2. Pendidik sebagai pembentuk kepribadian, tindakan-tindakan kriminal seperti
mencuri, bunuh diri atau kejahatan-kejahatan lainnya bisa dilakukan oleh seorang
peserta didik akibat kehilangan kasih sayang dari orang tua atau siapa saja. Kata
“siapa saja” mengindikasikan bahwa di samping orang tua ada pihak lain yang dapat
menjadi penyebab hancurnya kepribadian seorang peserta didik. Pendidik yang baik
akan memperhatikan hal ini sebagai bagian dari perannya dalam menjalankan
proses pendidikan.
3. Pendidik sebagai tempat perlindungan, akibat tidak mendapatkan kasih sayang
dari orang tua, banyak anak yang kabur dari rumah. Dalam tindakan ini, anak akan
mencari perlindungan kepada siapa saja yang dianggap dekat. Beruntung jika
mereka mendapat tempat berlindung pada orang yang berlatar belakang baik,tetapi
jika sebaliknya maka akan berakibat merusak masa depannya. Menyikapi kasus ini,
jika seorang pendidik dapat memberikan kasih sayang maka ada kecenderungan
anak untuk mencari perlindungan kepadanya. Pada kondisi ini, pendidik idealnya
berlaku bijaksana, mendengarkan masalah yang dihadapi anak, memberikan
nasehat dan sebisa mungkin menyadarkan tindakan yang dilakukan anak.
4. Pendidik sebagai figur teladan, dalam kehidupan keluarga, orang tua pasti
mencintai anak-anaknya. Tetapi kasih sayang saja tidak cukup untuk memenuhi
tuntutan psikologis anak-anak. Kasih sayang harus terwujud melalui perilaku secara
konkret. Kasih sayang yang terwujud melalui perilaku secara psikologis akan dapat
dirasakan oleh anak dan dapat menjadi contoh atau tauladan. Seorang pendidik yang
berperilaku ramah, hangat, dan selalu tersenyum, tidak memperlihatkan muka
kesal, merespon pembicaraan peserta didik, dapat menumbuhkan kondisi psikologis
yang menyenangkan bagi peserta didik. Peserta didik tidak takut berbicara, dapat
mencurahkan isi hatinya saat menghadapi masalah dan peserta didik akan senang
melibatkan diri dalam kegiatan di sekolah. Perilaku peserta didik yang terbentuk
ini pada dasarnya merupakan hasil dari
mencontoh atau mentauladani perilaku yang diperlihatkan pendidik (Rahmat,2010).
5. Pendidik sebagai sumber pengetahuan, kasih sayang orang tua sampai kapan pun
harus tetap ada karena anak-anak sangat membutuhkannya. Dalam proses
pendidikan yaitu adanya transformasi pengetahuan sikap memberi dan melarang
seharusnya dilakukan dengan hati-hati terhadap peserta didik. Pengetahuan dapat
merubah sikap dan perilaku peserta didik. Dapat berubah positif apabila
pengetahuan yang diterima peserta didik sesuai dengan masanya dan sebaliknya
apabila tidak sesuai maka akan membentuk perilaku peserta didik yang negatif.
Oleh karena itu, seorang pendidik harus memahami bahwa dalam mentransfer
pengetahuan harus didasari dengan kasih sayang.

C. Dampak Kasih Sayang yang Berlebihan


kasih sayang orng tua memang pernting namun jika diberikan secara berlebihan
akan mendatangkan akibat yang tidak diharapkan. anak-anak adalah manusia yang
masih kecil yang masih menyongsong masa depannya. orang tua yang baik harus
mempersiapkan sesuatu untuk masa depan anaknya , anak-anak harus di didik agar
supaya menjadi manusia yang tanggih untuk esok. jangan biarkan anak tak berdaya dan
selalu mengharapkan bantuan dari orang lain {Sadulloh, 2007). adapun akibat negatif
dari kasih sayang yang berlebihan, yaitu :
1. akan tumbuh sikap yang ingin selalu diperlakukan secra istimewa. ketika hidup di
tengah-tengah masyarakat, anak ingin semua orang emperlakukan dirinya seperti
orang tusnya dulu melayaninya. manusia seperti itu akan mudah putus asa kalau
keinginginannya tidak terpenuhi dan tidak memperoleh simpati dari orang lain.
2. anak-anak yang selalu dimanja akan mengalami masalah dalam kehidupan rumah
tangganya.
3. anak-anak yang terbiasa dimanja akan rentan dengan masalah, kehilangan percaya
diri, tidak berani mengsmbil resiko, dan selalu mengharapkan bantuan orang lain.
4. anak-anak tidak mau lagi mengembangkan diri karena mersa cukup dengan apa
yang diterimanya, orang tuanya telah memenuhi segala keinginannya, pujian dan
segalanya menjadi gambaran semu baginya.
5. anak-anak yang selalu dimanjakan dengan kesenangan, kelak jika sudh besar akan
tumbuh menjadi manusia yang sombong dan suka memaksakan kehendaknya
peran kasih sayang dalam pendidikan ruh dan jiaw apeserta didik dangat penting seperti
pentingnya makanan bagi pertumbuhan tubuh. sebagimana makanan yangkurang atau
berlebihan dapat menyebabkan penyakit yang tak diinginkan tubuh. begitupun
kurangnya kasih sayng dan kasih sayang yang berlebihan (teralu dimanja) dapat
merusak jiwa peserta didik. kasih sayang akan berdampak positif jika dilakukan dengan
seimbang, namun jika kasih sayang orang tua berlebihan maka secara tiaksdar orang
tua telah mengajak anak untuk melakukan perbuatan yang tidak bertanggung jawab. hal
ini merupakan dampak dari metode pendidikan yang salah. anak yang mendapat kasih
sayang yang berlebihan cenderung akan menjadi anak yang pemalas, pasrah, lemah,
dan cepat putus asa jika dihadpkan dengan suatu permasalahan kecil dslam hidupnya
(Sampless, 1990). orang tua harus mencintaidengan tulus namun tetap onjektif, yaitu
orang tus jug haris melihat sikat tercela anaknya dan memperbaikinya dengan
pendektsn rasional. menerima begitu saja keinginan dan perbuatan anak tanpa
mempertimbangkan kerugian dan kelebihan akan berdmpak negatif dalam pendidikan
anak dan dapat merusak karakter anak-anak yang sulit untuk siperbaiki seperti semula
(Semiawan. 2002).
Soal Latihan!

1. Mengapa kasih sayang itu sangat penting dalam kehidupan kita?


2. Contoh kasih sayang dalam Pendidikan?
3. Contoh kasih sayang guru?
4. Apa yang terjadijika anak kurang kasih sayang?
5. Jelaskan fungsi cinta dan kasih sayang dalam keluarga?
KEWIBAWAAN

A. Konsep kewibawaan dalam Pendidikan.


Konsep kewibawaan di adopsi dari bahasa Belanda yaitu “gezag” yang bersal
dari kata “zeggen” yang berarti berkata. Siapa perkataannya yang mempunyai kekuatan
mengikat terhadap orang lain, berarti mempnyai kewibawaan atau gezat terhadap orang
itu.Dalam pengertian umum yang berkembang dalam situasi dan kondisi dimasyarakat,
kewibawaan sering pula diartikan sebagai sesuatu kelebihan yang dimiliki seseorang.
Dengan kelebihan yang dimilikinya dia dihargai, dihormati, disegani, bahkan
ditakuti orang lain atau kelompok masyarakat tertentu. Kelebihan itu bisa saja dalam
berbagai dimensi yang dipunyai seseorang, mungkin kerena ilmu atau keahlian atau
kepintarannya, kekayaannya, kekuatannya, kecakapanya, sifatnya, prilekunya atau
kepribadiannya.
Kewibawaan yang dipunyai orang tua dengan kewibawaan yang dimilki oleh
guru dalam pendidikan tentu saja ada persamaan dan perbedaanya. Orang tua adalah
pendidik yang utama dan pertama dan sudah semestinya. Mereka adalah pendidik alami
dan asli menerima tugas secara kodrati dari Tuhan untuk mendidik anak- anaknya.
Karena itu sudah semestinya mereka mempunyai kewibawaan terhadap ana- anaknya.
Kewibawaan orang tua dapat dilihat dari dua sisi yaitu :
a. Kewibawaan Pendidikan
Dalam hal ini orang tua bertujuan memelihara keselamatan anak-anaknya, agar
mereka dapat hidup terus dan berkembang secara jasmani dan rohaninya menjadi
manusia dewasa. Pembawa pendidikan itu berakhir jika anak itu sudah menjadi dewasa.
b. Kewibawaan keluarga
Orang tua merupakan kepala dari suatu keluarga tiap anggota keluarga harus
patuh terhadap peraturan yang berlaku dalam keluarga dengan demikian orang tua
sebgai kepala keluarga dan dalam hubungan kekeluargaanya mempunyai kewibawaan
terhadap anggota keluarganya. Kewibawaan keluarga bertujuan untuk pemeliharaan
dan keselamatan keluarga.
Kewibawaan guru dan tenaga kependidikan lainya sebagai pendidik bukan dari
kodrat, melainkan karena jabatan yang diterimanya. Ia ditunjuk, diangkat dan diberi
kekuasaan sebagai pendidik oleh negara dan masyarakat oleh karena itu kewibawaan
yang ada padanya pun berlainan dengan kewibawaan orang tua.

c. Kewibawan guru dalam Pendidikan


Seperti halnya kewibawaan pendidikan yang ada pada orang tua, guru atau
pendidik karena jabatan berkenaan dengan jabatanya sebagai pendidik, telah diserahi
sebagian dari orang tua untuk mendidik anak-anak. Kewibawaan ppendidikan ini di
batasi oleh banyyaknya anak-anak yang diserahakn kepadanya dan setiap tahun
berganti murid.
d. Kewibawaan pemerintah
Disamping memiliki kewibawaan pendidikan guru atau pendidik karena jabatannya
juga mempunyai kewibawaan pemerintah. Mereka di beri kekuasaan oleh pemerintah
yang mengankatnya. Kekuasaan (kewibawaan) tersebut meliputi pimpinan kelas,
disitulah anak-anak telah diserahkan padanya.

B. Fungsi kewibawaan dalam Pendidikan.


Dalam pergaulan baru terdapat pendidikan, jika didalamnya telah dapat
kepatuhan si anak. Tetapi tidak semua pergaulan merupakan pendidikan. Satu-satunya
pengaruh yang dapat dikatakan pendidikan adalah pengaruh yang menuju kedewasaan
anak, untuk menolong anak menjadi orang yang kelak dapat atau sanggup memenuhi
tugas hidupnya secara mandiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, tampak fungsi wibawa pendidikan adalah
membawa si anak kearah pertumbuhannya yang kemudian dengan sendirinya
mengakui wibawa orang lain dan mau menjalaninya. Penggunaan Kewibawaan Oleh
Guru dan Pendidik Lainya.
Kewibawaan pendidikan yang dimaksudkan disini adalah yang menolong dan
memimpin anak kearah kedewasaan atau kemandirian. Oleh karena itu, penggunaan
kewibawaan oleh guru dan tenaga kependidikan perlu didasari oleh faktor-faktor
berikut:
a. Dalam menggunakan kewibawaan hendaklah didasarkan atas
perkembangan anak sebagai pribadi.
b. Pendidik hendaklah memberi kesempatan kepada anak untuk bertindak
atas inisiatif sendiri.
c. Pendidik hendaknya menjalankan kewibawaan atas dasar cinta kepada
anak.
 Kewibawaan dalam Pendidikan
a. Kewibawaan dan pelaksanaan kewibawaan dalam keluarga, terutama diamksudkan
untuk melaksanakan berputar roda masyarakat kecil. Dalampendidikan pelaksanaan
kewibawaan tujuannya untuk norma-norma itu, dengan wibawa itu pendidik hendak
membawa anak agar mengetahui, memiliki, dan hidup sesuias dengan norma-
norma.
b. Pelaksanaan kewibawaan dalam kependidikan harus berdasarkan perwujudan
norma dalam diri si pendidik. Oleh karena itu wibawa dan pelaksanaannya
mempunyai tujuan membawa anak ketingkat kedewasaan.

 Kewibawaan dan Identifikasi


Tujuan wibawa pendidikan adalah berusaha membawa anak ke arah
kedewasaannya. Ini berarti secara beangsur-angsur anak dapat mengenal nilai- nilai
hidup atau norma-norma dan menyesuaikan diri dengan norma-norma itu dalam
hidupnya. Bagaimana norma dan nilai identifikasi nilai hidup itu diterima dan
dimiliki anak? Syarat mutlak dalam pendidikan adalah adanya kewibawaan pada
pendidik. Tanpa kewibawaan, pendidik tidak akan berhasil baik.
Dalam melakukan kewibawaan sipendidik mempersatukan dirinya dengan yang
dididik, juga yang dididik mempersatukan dirinya terhadap pendidiknya.
Identifikasi mengandung arti bahwa:
1. Si pendidik mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan dan kebahagiaan si anak.
Ia berbuat untuk anak, karena anak belum dapat berbuat sendiri. Ia memilih untuknya,
jadi untuk anaknya itulah ia mengambil tanggung jawab yang semestinya menjadi
tanggung jawab si anak sendiri. Jadi sipendidik akan mewakili kata hati anak didiknya
untuk sementara. Sipendidik memilih, mempertimbangkan dan memutuskan untuk
anak didiknya. Hal demikian dapat dipertanggung jawabkan, dan memang perlu selama
si anak belum dapat memilih, mempertimbangkan dan mengambil keputusan
untuk dirinya. Tetapi lambat laun campur tangan orang tua atau pendidik harus makin
berkurang

2. Si anak mengidentifikasikan dirinya terhadap pendidiknya. Identifikasi anak sebagai


makhluk yang sedang tumbuh tentu saja berlain-lain menurut perkembangan umurnya,
menurut pengalamannya.

Ada dua cara mengidentifikasi oleh anak :


1. Ia dapat sama sekali melenyapkan dirinya menurut sempurna, tidak menentang perintah
dan larangan dilakukan secara pasif saja. Bahayanya adalah di dalam diri anak tidak
tumbuh kesadaran akan norma-norma, sehingga ia tidak akan mungkin sampai pada
tingkatan ”Penentuan Sendiri”.
2. Karena ikatan dengan sang pemegang wibawa (pendidik) terlalu kuat-erat, sehingga
merintangi perkembangan “AKU” anak itu. Tetapi ikatan yang sangat erat itu dapat
menimbulkan usaha yang sangat aktif untuk mencapai persamaan dengan pendidiknya,
berbuat sesuai dengan yang diharapkan dari pendidiknya, atau si anak ingin menjadi
sang pemegang “wibawa” itu.

C. Tinjauan Tentang Kewibawaan Guru


a. Pengertian Kewibawaan Guru
Kewibawaan atau “Gezag” berasal dari kata zeggen yang berarti
“berkata”. Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan terhadap orang lain,
berarti mempunyai kewibawaan atau gezag terhadap orang lain.
Gezag atau kewibawaan itu ada pada orang dewasa, terutama pada orang
tua. Dapat kita katakan bahwa kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah dan
ibu) itu adalah asli. Orang tua dengan langsung mendapat tugas dari Tuhan
untuk mendidik anak-anaknya. Orang tua atau keluarga mendapat hak untuk
mendidik anak-anaknya, sesuatu hak yang tidak dapat dicabut karena terikat
oleh kewajiban. Hak dan kewajiban yang ada pada orang tua itu tidak dapat
dipisahkan.22
Kewibawaan merupakan syarat mutlak dalam dunia pendidikan, artinya
jika tidak ada kewibawaan maka pendidikan itu tidak mungkin terjadi. Sebab
dengan adanya kewibawaan segala bentuk bimbingan yang diberikan oleh
pendidik akan diikuti secara suka rela oleh anak didik.

Dalam hal ini Uyoh Sadulloh dalam bukunya menjelaskan kewibawaan


adalah suatu pengaruh yang diakui kebenaran dan kebesarannya, bukan sesuatu
yang memaksa.23
Selanjutnya kewibawaan menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan yang
dikutip oleh Ngainun Naim dalam bukunya yaitu kewibawaan harus dimiliki
oleh guru, sebab dengan kewibawaan proses belajar-mengajar akan terlaksana
dengan baik, berdisiplin, dan tertib. Dengan demikian kewibawaan bukan taat
dan patuh pada peraturan yang berlaku sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh
guru.24 Sedangkan menurut Henry Fayol menjelaskan kewibawaan berarti hak
memerintah dan kekuasaan untuk membuat kita dipatuhi dan ditaati.25
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan para ahli disini dapat
disimpulkan bahwa kewibawaan yang dimaksud adalah kewibawaan seorang
guru yang memiliki kelebihan totalitas kekuatan sehingga semua perintah dan
anjurannya harus ditaati oleh siswa dengan penuh kesadaran dan sukarela tanpa
adanya paksaan. Guru yang bewibawa dihadapan siswanya berarti guru yang
mempunyai kekuatan mempengaruhi anak- anaknya baik dalam ucapan
maupun tindakan.

Sedangkan Secara formal, untuk menjadi professional guru di isyaratkan


memenuhi kualifiasi akademik minimum dan bersertifikat pendidik. Guru-
guru yang memenuhi kriteria professional inilah yang akan mampu
menjalankan fungsi utamanya secara efektif dan efisien untuk mewujudkan
proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.26
Sehingga dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa
kewibawaan guru adalah suatu kelebihan totalitas kekuatan yang dimiliki oleh
seorang pendidik sehingga semua perintah dan anjurannya harus ditaati oleh
siswa dengan penuh kesadaran dan sukarela tanpa adanya paksaan.
b. Munculnya Wibawa Guru
Wibawa dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang
lain. Dengan ini wibawa bisa muncul dari dua hal antara lain:
1. Karisma
Karisma adalah keistimewaan yang bersifat pribadi yang berbentuk
daya pikat dan pesona yang dimiliki seseorang untuk membuat orang lain
tertarik dan terpengaruh. Yang mana karisma biasanya berkaitan dengan hal-
hal yang melekat pada diri pribadi seseorang. Penampilan fisik seorang guru
memiliki pengaruh terhadap kewibawaannya. Oleh karena itu, seorang guru
tidak boleh cuek terhadap penampilan fisiknya.
2. Performa

Performa adalah kebiasaan yang lahir dari standar dan plan kerja
yang dimiliki guru. Biasanya performa terwujud dalam bentuk sikap tegas,
cerdas, sopan, konsisten, jujur, dan selalu memiliki solusi saat menghadapi
masalah. Jika siswa menganggap gurunya cerdas dan selalu mampu memberi
solusi terhadap kesulitan siswa, guru tersebut memiliki performa yang bagus.
Pengakuan yang tulus itu akan terlahir dari para siswa atas kemampuan yang
dimiliki oleh gurunya. Pengakuan inilah yang membawa dampak positif
terhadap interaksi guru dengan siswa, yang akhirnya proses pembelajaran
dikelas akan lebih lancar dan menarik. 27

c. Unsur-unsur Kewibawaan
Secara umum unsur-unsur kewibawaan seorang guru ada 4 sebagaimana
yang dijelaskan oleh Muhammad Surya yang telah dikutip oleh Ngainun Naim,
antara lain unsur-unsur kewibawaan sebagai berikut:
1. Keunggulan

Maksudnya kewibawaan seseorang banyak ditentukan oleh keunggulan


tertentu yang ada dalam dirinya. Keunggulan berupa kelebihan yang dimiliki
dalam berbagai hal, tergantung, kepada situasi kewibawaannya. Dalam bidang
akademik, kewibawaan akan banyak ditentukan oleh keunggulan penguasaan
akademik tertentu. Keunggulan yang berkaitan dengan kewibawaan guru
mencakup keunggulan dalam kompetensi yang dituntut oleh jabatan profesi
guru. Seorang guru akan diakui kewibawaannya karena memiliki kompetensi
sebagai sumber keunggulannya yang mencakup kompetensi profesional,
personal, sosial, fisik, moral dan spiritual. Keunggulan atau kelebihan ini dapat
diperoleh seorang guru melalui pendidikan formal dan informal, pengalaman,
dan pembinaan yang diperoleh, baik didalam maupun diluar pelaksanaan
tugasnya.
2. Rasa Percaya Diri
Dalam hal ini rasa percaya diri sangat berperan penting bagi seorang
guru. Yang mana jika seorang guru memiliki rasa percaya diri yang tinggi,
disini guru akan lebih meyakinkan dengan wibawa yang mantap sehingga
dapat mempengaruhi orang lain. Rasa percaya diri lebih banyak
menggambarkan kualitas kepribadian seseorang yang bersumber dari konsep
dirinya.
3. Ketepatan dalam pengambilan keputusan
Seorang guru dalam mengambil keputusan harus yang bijaksana dan
tepat. Sehingga dengan hasil keputusan yang diperoleh akan banyak
menentukan kewibawaan. Makin tepat seorang guru mengambil keputusan,
terutama dalam situasi kritis dan mendesak, makin besar kemungkinan
untuk mendapat pengakuan terhadap kewibawaannya.
4. Tanggung jawab
Seorang guru harus memiliki tanggung jawab atas keputusan yangtelah
diambil. Yang mana setiap keputusan yang telah diambil akan
menimbulkan berbagai konsekuensi, baik positif maupun negatif. Jika
seorang guru menghindari tanggung jawab akan mengurangi
kewibawaannya sebagai pendidik.28
Dari keempat unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan akan
bermuara pada penampilan seseorang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Jika dari keempat faktor tersebut kurang seimbang maka akan mempengaruhi
kualitas kewibawaan. Kewibawaan yang sejati, bukan kewibawaan yang semu,
akan mampu menjamin efektivitas proses interaksi pembelajaran, sehingga
dalam proses pembelajaran akan dapat lebih bermakna.
Ramayulis menjelaskan unsur-unsur kewibawaan itu dibagi menjadi tujuh
antara lain29:
1. Pengakuan
Pengakuan merupakan sikap batin yang ada pada peserta didik untuk
mengenal adanya sesuatu, hal tersebut bernilai pada diri pendidik. Sehingga
pengakuan didasarkan pada pendapat peserta didik terhadap keberadaan
dan kondisi kualitas seorang guru. Seperti halnya seorang peserta didik
mengakui bahwa kompetensi mengajar guru amat bagus, sedang-sedang saja
atau bahkan kurang sekali. Pengakuan akan hebatnya kompetensi mengajar
dapat mendorong motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran.
2. Kasih Sayang

Kasih sayang merupakan salah satu segi yang paling indah dalamhidup
manusia. Kasih sayang juga merupakan fitrah kemanusiaan. Dalam hal ini,
situasi pendidikan hendaklah dikembangkan melalui kasih sayang,
diselenggarakan berdasarkan hubungan kasih sayang, segenap arah dan
tujuannya dipenuhi warna kasih sayang. Kasih sayanglah pertama-tama
dipancarkan oleh pendidik dengan memperoleh limpahan kasih sayang
dalam pengembangan dirinya secara menyeluruh, sejak dini. Internalisasi
nilai kasih sayang merupakan tumpuan dan warna dalam seluruh dinamika
hubungan antara pendidik dan peserta didik.

3. Kelembutan
Kelembutan merupakan sisi yang menyejukan bagi operasionalisasi rasa
dan sikap kasih sayang. Kelembutan dapat diwujudkan antara lain melalui
kasih sayang, keramahan, penghargaan, penghormatan, saling menghargai,
dan sebagainya.
4. Penguatan
Penguatan merupakan tindakan yang diberikan pendidik kepada peserta
didik, yang mana penguatan tersebut berisikan penguatan yangpositif yang
menampilkan perilaku yang baik dan tutur kata yang baik.
5. Tindakan tegas yang mendidik
Tindakan yang diberikan oleh pendidik terhadap peserta didik yang
melanggar ketentuan yang telah disepakati guna menyadarkan peserta didik
terhadap kesalahan yang telah dilakukannya. Tindakan ini untuk
memberikan pengakuan terhadap peserta didik atas keberhasilannya guna
lebih memantapkan perilaku yang telah dicapainya sehingga ia ingin
melakukan perulangan kembali terhadap perilaku yang baik tersebut. Unsur
tindakan tegas yang mendidik dalam proses pembelajaran memang perlu
diterapkan oleh pendidik.
6. Pengarahan
Pengarahan adalah kegiatan yang dilakukan pendidik untuk
mengarahkan peserta didik agar tetap berada pada jalur benar. Pengarahan
ini diwujudkan melalui bimbingan belajar di sekolah. Yang mana guru atau
pembimbing memiliki peran yang sama yaitu sebagai fasilitator, motivator,
inisiator, untuk peserta didik.
7. Keteladanan
Keteladanan adalah suatu proses peniruan yang dilakukan oleh peserta
didik terhadap pendidikan. Proses peniruan berlangsung terus sampai peserta
didik menjadi dewasa, dan orang dewasa menjadi tua. Unsur keteladanan
berperan penting dalam proses pembelajaran.
8. Faktor-faktor Kewibawaan
Penggunaan kewibawaan oleh guru atau pendidik harus berdasarkan pada
faktor-faktor berikut ini:
1. Dalam menggunakan kewibawaannya itu hendaknya didasarkan atas
perkembangan anak itu sendiri sebagai pribadi.
2. Pendidik hendaklah memberi kesempatan kepada anak untuk
bertindak atas inisatif sendiri.

3. Pendidik hendaknya menjalankan kewibawaannya itu atas dasar cinta


kepada peserta didik.30
Akan tetapi menurut Samana ada empat sumber yang menimbulkan
kewibawaan kependidikan seorang guru dalam kehidupan sehari-hari
diantaranya:
1. Kewibawaan yang bersumber pada kemenangan yuridis
Kewibawaan ini pada umumnya berupa kewenangan formal,
ditandai oleh penjenjangan kepangkatan dalam data birokrasi
administrative, yang secara nyata dilakukan oleh aturan-aturan hukum
tertentu, dan disahkan dengan surat-surat keputusan tertentu, (dari
pejabat yang berwenang).
2. Kewibawaan yang bersumber dari daya karismatik
Kewibawaan ini umumnya bersifat mistis atau mengandalkan
daya supranatural.
3. Kewibawaan yang bersumber dari kekuatan fisik
Kewibawaan serta kuasa yang mulanya bersumber pada
kekuatan fisik ini dapat juga melindungi kepentingan umum dan hak-
hak kemanusiaan yang universal, tetapi dalam kondisi yang jelek
kewibawaan serta kuasa ini mudah tergelincir ke situasi mementingkan
diri sendiri atau golongan sendiri (egoistis) dan bahkan sering di ikuti
tindak intimidatif, mendiskreditkan ketidakadilan dan tiranis.

4. Kewibawaan Kewibawaan yang bersumber dari daya keutamaan pribadi


(kewibawaan pedagogis)
Seorang guru hendaknya memiliki kewibawaan pedagogis, yang
bertumpu pada keutamaan pribadi dan bobot kompetensinya, yang
secara nyata guru menjadi teladan hidup terhadap siswa- siswinya, guru
juga harus bersemangat untuk membantuperkembangan diri siswa ke
arah yang lebih baik, bersikap tulus dalam pergaulan serta tugasnya,
memiliki kecakapan keguruan yang berdasarkan keilmuan, dan dalam
pergaulan yang lebih luas serta berperan sebagai warga negara yang baik
(mendamaikan diri beserta lingkungan sosialnya). 31
 Tinjauan Tentang Guru
1. Pengertian Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi.
Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas
tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau
ketrampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etiktertentu.32

Secara formal, untuk menjadi professional guru di isyaratkan memenuhi


kualifiasi akademik minimum dan bersertifikat pendidik. Guru-guru yang
memenuhi kriteria professional inilah yang akan mampu menjalankan
fungsi utamanya secara efektif dan efisien untuk mewujudkan proses
pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional,
yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.33
Sedangkan Guru dalam konteks pendidikan Islam sering disebut
dengan istilah “murabby”, mu’allim dan mu’adib”. Jadi tugas dari murabby
adalah mendiidk, mengasuh, dari kecil sampai dewasa, menyampaikan
sesuatu sedikit demi sedikit sehingga sempurna.34

Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu
yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.

2. Peran Guru

Peran guru adalah tercapainya serangkaian tingkah laku yang saling


berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan
dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa menjadi
tujuan. Yang mana guru sangat berperan dalam membantu perkembangan
peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam
perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh
peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.
Sehingga dalam kaitannya disini guru perlu memperhatikan peserta didik
secara individual, karena antara peserta didik dengan yang lain memiki
perbedaan yang sangat mendasar. Guru pula yang memberi dorongan agar
peserta didik berani berbuat benar, dan membiasakan mereka yang
bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya. Guru juga bertindak
sebagai pembantu untuk peserta didik.
Memahami uraian diatas, betapa besar jasa guru dalam membantu
pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran
dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta
mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa.
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan
kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan
potensinya secara optimal, sehingga guru harus kreatif, profesioanal, dan
menyenangkan, dengan memposisikan diri.35
3. Syarat Guru

Menurut Ngalim, dalam buku Ilmu pendidikan teoritis dan praktis


mengatakan bahwa syarat-syarat untuk menjadi guru, yaitu :
1. Berijazah
2. Sehat jasmani dan rohani
3. Taqwa kepada Tuhan yang maha esa dan berkelakuan baik
4. Bertanggung jawab
5. Berjiwa nasional36

Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk


mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi peserta didik
untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat
segala suatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses
perkembangan anak.37
Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari
berbagai kegiatan dalam mengajar sebagai suatu proses yang dinamisdalam
proses perkembangan anak.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono dalam buku Psikologi
belajar mengatakan secara rinci bahwa tugas guru berpusat pada
:
(a) Mendidik anak dengan memberikan arah dan motivasi,
pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
(b) Memberikan fasilatas dan pencapaian tujuan melalui
pengalaman belajar yang memadai.
(c) Membantu perkembangan aspek pribadi seperti sikap dan
penyesuaian diri.38

Dari beberapa rincian tugas tersebut dapat disimpulkan bahwaguru


harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa, sehingga
dapat merangsang murid untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan kebutuhan.
 Tinjauan Tentang Motivasi Belajar
Pada bagian ini akan dibahas secara berturut-turut mengenai pengertian
motivasi belajar, macam-macam motivasi belajar, fungsi motivasi belajar dan
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar.
1. Pengertian Motivasi Belajar
Berikut akan penulis paparkan beberapa pengertian motivasi menurut
beberapa tokoh.
Menurut M. Ngalim Purwanto “Motivasi adalah pendorongan, suatu
usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia
tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencaapai
hasil atau tujuan tertentu”.39
Sedangkan Menurut Hamzah B. Uno “Motivasi adalah suatu dorongan
yang timbul oleh adanya rangsangan-rangsangan dari dalam maupun dari
luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah
laku atau aktivitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya”.40

Pendapat lain Menurut Thomas M. Risk memberikan pengertian


motivasi yang dikutip oleh Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi dalam bukunya
yaitu “We may define motivation, in a pedagogical sense, the concious effort
on the part of the teacher to estabilish in students motives leading to
sustained activity toword the learning goals” (Motivasi adalah usaha yang
disadari oleh pihak guru yang menimbulkan motif-motif pada diri peserta
didik/pelajar yang menunjang kegiatan kearah tujuan-tujuan belajar).41

Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi


pada dasarnya adalah suatu dorongan yang dilakukan oleh seorang individu
dalam melakukan sesuatu untuk mencapai hal-hal yang diinginkan.
Selanjutnya Belajar menurut Skinner dalam bukunya Martinis Yamin
dan Maisah yaitu memberikan defenisi belajar adalah “Learning is process
of progressive behavior adaption” (bahwa belajar itu, merupakan suatu
proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif).42

Menurut Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan


individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Selanjutnya Shaleh mengemukakan bahwa belajar
adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorangyang
dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang berkat pengalaman dan
latihan.43
Dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian
belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan yang lebih baik.
Sehingga dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa motivasi
belajar adalah adalah suatu dorongan individu untuk melakukan sesuatu
demi tercapainya tujuan yang dibutuhkan agar memperoleh keberhasilan
dalam belajar. Tanpa adanya dorongan yang kuat dari individu tidak akan
menghasilkan sesuatu yang diharapkan.
2. Macam-macam Motivasi
Motivasi dibagi menjadi dua macam, maka antara lain:

a) Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam diri individu
sendiri tanpa ada paksaan dan dorongan lain tetapi atas kemauan sendiri,
misalnya kita mau belajar karena ingin memperoleh ilmu pengetahuan
dan ingin menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan negara.
Oleh karena itu kita pun rajin belajar tanpa ada suruhan dari orang lain.
b) Motivasi Ekstrinsik

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu,
apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan akhirnya ia mau
melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seorang anak mau belajar
karena dia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama
dikelasnya.44
3. Fungsi Motivasi Belajar
Motivasi belajar, pasti memiliki fungsi. Sehubungan dengan hal
itu ada tiga motivasi belajar45:
i. Motivasi sebagai pendorong perbuatan. Maksudnya adalah disini
manusia sebagai pendorong untuk dalam mempengaruhi sikap apa yang
seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar.
ii. Motivasi sebagai penggerak perbuatan. Maksudnya adalah dorongan
psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan
suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian berubah dalam
bentuk gerakan psikofisik.
iii. Motivasi sebagai pengarah perbuatan. Maksudnya adalah menentukan
perbuatan-perbuatan apa yang harus dilakukan yang digunakan untuk
mencapai tujuan, dengan mengabaikan perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan.
4. Bentuk-Bentuk Motivasi Belajar
Ada beberapa bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam
rangka mengarahkan belajar anak didik dikelas, antaranya sebagai
berikut46:
i. Memberi angka

Angka dimaksud adalah sebagai simbol atau nilai dari aktivitas


belajar anak didik. Angka yang diberikan kepada setiap anak didik
biasanya bervariasi, sesuai hasil ulangan yang telah mereka peroleh dari
hasil penilaian guru, bukan karena belas kasihan guru. Alat merupakan
alat motivasi yang cukup memberikan rangsangan kepada anak didik
untuk mempertahankan atau bahkan lebih meningkatkan prestasi belajar
dimasa mendatang.
ii. Hadiah
Dalam dunia pendidikan, hadiah bisa dijadikan sebagai alat
motivasi. Hadiah dapat diberikan kepada anak yang berprestasi tinggi,
rangking satu, dua atau tiga dari anak didik lainnya. Dengan cara inilah
anak didik akan termotivasi untuk belajar guna mempertahankan
prestasi belajar yang telah mereka capai.
iii. Kompetisi
Kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi yang
mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual
maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
iv. Ego-Involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan
pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga

bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri. Ini adalah sebagai


salah satu bentuk motivasi yang cukup penting.
v. Memberi ulangan
Ulangan bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Biasanya anak
didik mempersiapkan diri dengan belajar jauh-jauh hari untuk
menghadapi ulangan.
vi. Mengetahui hasil
Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi.
Dengan mengetahui hasil, anak didik terdorong untuk belajar lebih
giat. Apabila hasil belajar itu mengalami kemajuan, anak didik berusaha
untuk mempertahankannya atau bahkan meningkatkan intensitas
belajarnya guna mendapatkan prestasi belajar yang lebihbaik lagi.
vii. Pujian
Pujian yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan
sebagai alat motivasi. Pujian yang tepat akan mempertinggi gairah
belajar sekaligus membangkitkan harga diri
viii. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau
diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena
itu guru harus memahami prinsip- prinsip pemberian hukuman.
ix. Hasrat untuk Belajar

Hasrat untuk belajar berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud


untuk belajar. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu
memang adanya motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu
hasilnya akan lebih baik.
x. Minat
Minat merupakan alat motivasi yang utama yang dapat
membangkitkan kegairahan belajar anak didik dalam rentanagan waktu
tertentu.
xi. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh anak didik
merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami
tujuan yang harus dicapai, dirasakan anak sangat berguna dan
menguntungkan , sehingga menimbulkan gairah untuk terus belajar.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa, yaitu
antara lain:
i. Sikap
Sikap memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku belajar siswa,
karena membantu siswa dalam merasakan dunianya dan memberikan
pedoman kepada perilaku yang dapat membantu dalam menjelaskan
dunianya.
ii. Kebutuhan

Kebutuhan merupakan kondisi yang di alami oleh individu sebagai


suatu kekuatan internal yang memandu siswa untuk mencapai tujuan.
iii. Rangsangan
Rangsangan merupakan perubahan didalam persepsi atau
pengalaman dengan lingkungan yang membuat seseorang bersifat aktif.
Rangsangan secara langsung membantu memenuhi kebutuhan belajar
siswa. Sehingga guru harus mampu memberikan rangsangan kepada
siswa agar termotivasi untuk lebih semangat dalam belajarpada mata
pelajaran yang sedang diajarkan.
iv. Kompetensi
Manusia pada dasarnya memiliki keinginan untuk memperoleh
kompetensi dari lingkungannya. Teori kompetensi berpendapat bahwa
siswa secara alamiah berusaha keras untuk berinteraksi dengan
lingkungannya secara efektif. Sehingga dalam hal ini guru pai
diharapkan mampu berinteraksi secara baik dengan siswanya.
v. Penguatan
Penguatan merupakan peristiwa yang mempertahankan atau
meningkatkan kemungkinan respon. Penguatan positif
menggambarkan konsekuensi atas peristiwa itu sendiri. Siswa dalam
belajar akan disertai dengan usaha yang lebih besar dan belajar lebih
efektif, apabila perilaku belajarnya diperkuat secara

positif oleh guru. Dengan demikian guru diharuskan mampu


memberikan penguatan yang efektif, seperti penghargaan terhadap hasil
karya siswa, pujian, penghargaan sosial, dan perhatian kepada peserta
didiknya.
D. Pengaruh Kewibawaan Guru terhadap Motivasi Belajar
Guru sebagai salah satu pendidik yang harus mempunyai kewibawaan
terutama dihadapan siswa-siswinya. Kewibawaan guru diperlukan karena
Kedudukan guru dalam suatu lembaga pendidikan adalah sebagai seorang
pemimpin, sebagai seorang pendidik, pembimbing, dan penasehat, yang mana
tugas pendidik yang diembannya membutuhkan kewibawaan yang merupakan
salah satu syarat mutlak yang harus dimilikinya. Jika seorang guru memiliki
kepribadian yang unggul dengan disertai kewibawaan yang kuat akan
menjadikan guru berkharisma dihadapan siswa, sehingga para siswa memiliki
rasa hormat dan segan disertai rasa patuh dan tunduk terhadap guru.
Seorang guru yang berwibawa adalah guru yang dapat menyesuaikan
dan menempatkan posisinya pada tempat dan situasi tertentu. Salah satu faktor
keberhasilan dalam proses pendidikan adalah adanya interaksi timbal balik
antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan siswa, serta guru dan guru yang
selalu berkesinambungan antara ketiga tersebut. Hal ini mendorong para guru
untuk selalu menjaga dan menyeimbangkan antara kemampuan yang dimiliki
dengan penyampaian yang dapat dipahami oleh siswa. Terlebih semua guru itu
memberikan pendidikan akhlak sangat penting guna menumbuh kembangkan
tingkah laku yang baik dan memberikan dorongan- dorongan yang positif dalam
pendidikan serta mampu memberikan keteladanan yang baik bagi siswa.
Motivasi belajar bagi siswa merupakan faktor terpenting bagi
keberhasilan pencapaian suatu tujuan pembelajaran. Karena dengan adanya
motivasi akan menumbuhkan semangat, gairah belajar, serta dorongan dan
rasa senang terhadap apa yang dipelajari tanpa unsur paksaan. Jika tanpaadanya
motivasi yang kuat dalam diri atau individu, maka dengan sendirinya
rasa ingin tahu, dan dorongan akan belajar juga hilang sehingga akan
mengakibatkan kegagalan. Oleh karena itu, motivasi belajar merupakan
masalah yang penting untuk dibangkitkan oleh pelajar atau guru. Motivasi
selain memungkinkan terjadinya keseriusan atau pemusatan pikiran juga dapat
merangsang rasa ingin tahu dan semangat siswa tanpa unsur paskasaan
sedikitpun.
Hal ini menggambarkan suatu kewibawaan guru akan mempunyai
dampak positif pada ketaatan yang memunculkan motivasi atau keinginanserta
dorongan atau penguatan untuk belajar sehingga tujuan yang diinginkan bisa
tercapai dengan hasil yang maksimal.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa guru yang
mempunyai wibawa tinggi dapat mempengaruhi motivasi atau dorongan
tingkah laku yang baik dalam belajar. Sehingga besar kemungkinan jika
kewibawaan guru dalam mengajar baik motivasi belajar juga baik.

tbeyedaiuru
peagd
ranu)airgk
h D
H
G
u
w tk
adspadeaieaito
an
ad
tzh
m
p
u
nariakp
kp
d -yakeyadap
ge”tan
adai.o
p
d
n
absn
wk d Srm
tan atigeigyld
atbru
ad
h
kao
b
n ap
eah
u iekarek
hm
aku
gn
w aora(ttd
easeu
n rltudw
y
p a.lrm
agy
jkd
u iaaitp.k
asbiadn
n pib
agh
artyeu
tan
in
uatw
dn
w
kudnayaagnart.an
aein,n
gda
Soal Latihan!
1. Apa yang disebut dengan kebiwaan?
2. Fungsi kewibawaan dalam Pendidikan ?
3. Contoh kewibawaan dalam Pendidikan ?
4. Contoh kewajiban guru?
5. Contoh kewibaan dalam kehidupan sehari hari?
TANGGUNG JAWAB
A.Pengertian Tanggung Jawab
Pengertian tanggung jawab adalah melakukan semua tugas dan kewajibannya dengan sungguh-
sungguh. Tanggung jawab juga berarti siap menanggung segala risiko atas perbuatan sendiri.

Kata “tanggung jawab” menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya, sehingga bertanggung jawab. Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya, dan
menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti
berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Sedangkan pendidik adalah orang yang
mendidik. Sebagai kosakata yang bersifat generik, pendidik mencakup pula guru, dosen, dan
guru besar.1 Secara umum pendidik ialah orang yang memiliki tanggung jawab untuk
mendidik, pendidik ialah orang yang mempengaruhi perkembangan seseorang. Karena
pendidikan merupakan proses, pastinya akan ada banyak orang yang mempengaruhi peserta
didik

Nilai tanggung jawab ini dapat orang tua ajarkan kepada anak sejak usia dini dengan contoh
yang sederhana agar anak mudah mengerti.

Ketika sudah mengenal nilai tanggung jawab, maka nilai ini perlahan akan terbentuk dari dalam
hati dan kemauan sendiri.

Dilansir dari Buku Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Seri
Pendidikan Orang Tua: Mengembangkan Tanggung Jawab pada Anak, berikut ciri-ciri
tanggung jawab:

1. Bersungguh-sungguh dalam segala hal.

2. Berusaha melakukan yang terbaik


3. Disiplin.

4. Dapat dipercaya.

5. Taat aturan.

6. .Jujur dalam bertindak.


Berani menanggung risiko.
Rela berkorban.

Konsep Dan Tanggung Jawab dalam Pendidikan Tanggung jawab merupakan suatu bentuk
kesadaran manusia yang dapat menanggung akibat apa yang dilakukannya. Tanggung jawab
memiliki sifat kodrati yang dimana setiap manusia dalam kehidupan masing
– masing pasti memikul tanggung jawab. Supaya pendidikan berjalan dengan baik, maka
penanggungjawab pertama dan utama bagi anak didik di dalam keluarga adalah orang tua
(Nawawi, 1993:85), sebab di dalam rumahlah anak pertama kali mengenal nilai dan interaksi
edukatif dan kultural.

Islam mengajarkan bahwa pendidikan itu berlangsung seumur hidup (life long education),
dari buaian ke liang lahat (Hadits Nabi). Konsep pendidikan seumur hidup menegaskan bahwa
pendidikan di dalam keluarga mesti dilakukan. Maka dari itu, orang tua wajib menjadi
penanggungjawab berlangsungnya pendidikan di dalam keluarga sehingga usahamencerdaskan
anak baik emosional, intelektual dan spiritual dapat terjamin dengan baik. Orang tua sebagai
penanggungjawab pendidikan memiliki peranan yang sangat dominan di dalam proses
pendidikan. Antara orang tua dan anak memiliki hubungan emosional dan interaksi edukatif
yang intensif yang dapat menciptakan atmosfer pendidikan. Maka dari itu, Zakiah Darajat
menekankan bahwa kondisi jiwa orang tua, hubungan antara satu denganyang lainnya
harus benar-benar mencerminkan figur pendidik yang memiliki tanggung jawab besar terhadap
keluarganya (Daradjat, 1982, 65). Sebagai penanggungjawab, orang tua memiliki kedudukan
yang instimewa di mata anak-anaknya. Karena orang tua memilikitanggung jawab yang besar
dalam mempersiapkan dan mewujudkan masa depan anak- anaknya, mereka dituntut untuk
berperan aktif dalam membimbing dan mendidik anak- anaknya. Sayyid Qutb memberikan
syarat utama kepada orang tua sebagai penanggungjawab pendidikan yaitu moralitas dan
semangat keagamaan yang harus tercermin dalam setiap
perilaku dan perkataannya, sebab menurut Qutb, orang tua harus menjadi panutan bagi anak-
anaknya. Biasanya anak cepat meniru atau mencontoh apa yang diucapkan atau diperbuat orang
tua di rumah tangga (Qutb:101). Lebih jauh menurt Saifuddin, keluarga merupakan lingkaran
sekolah utama dan pertama bagi anak yang mendasari jenjang-jenjang pendidikan selanjutnya
(Saifuddin, 1987:130). Menurut Yusuf Barmawi, sebagai penanggungjawab, orang tua berdosa
jika tidak mengemban amanah pendidikan ini, minimal ia memberikan perhatian yang cukup
terhadap proses pendidikan anaknya. Ia tidak saja dapat menyekolahkan melalui pendidikan,
tetapi ia juga harus berperan sebagai guru pertama yang memberikan keteladanan,
mengarahkan anaknya dalam menentukan masa depan dan lain-lain (Barmawi, 1993:17).
Dengan menyadari dirinya dan melaksanakan tugasnya sebagai penanggungjawab, maka orang
tua telah memuliakan anak-anaknya. Hal ni seirama dengan perintah Rasullah dalam sabdanya
(Ibnu Majah:1221): ‫ أﻛﺮﻣﻮاأواﻟﺪﻛﻢ وأﺣﺴﻨﻮا أدﺑﮭﻢ‬Sebagai penanggungjawab, orang tua tidak boleh
membiarkan pertumbuhan anak berjalan tanpa bimbingan atau diserahkan kepada guru-guru di
sekolah. Inilah menurut Zakiyah Darajat kekeliruan fatal yang banyak di dalam masyarakat
(Darajat, 1982:47).

Tanggung jawab dalam arti harfiah ialah tanggungan beban untuk menjawab atau lebih
tegasnya adalah tanggungan beban untuk menerangkan suatu kelakuan tertentu.bertanggung
jawab selalu dalam hubungan dengan orang lain.bertanggung jawab dapat menerangkan
perbuatn kita dan kepentingan kita dengan orang lain .dewasa secara social berarti dapat
bertanggung jawab atas segala perbuatan.

Bertanggung jawab dimaksudkan sebagai suatu keadaan dimana semua tindakan atau
perbuatan atau sikap merupakan penjelmaan dari nilai-nilai luhur kesusilaan dan
keagamaan.bertanggung jawab dapat didakwa berdasarkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai
susila maupun nilai-nilai agama.dengan kata lain bertanggung jawab berarti berada dalam
tatanan norma,kesusilaan dan agama,dan tidak diluarnya

Lalu apa tugas utama orang tua sebagai penanggungjawab pendidikan jika merujuk kepada
al-Qur’an? Secara tegas al-Qur’an dalam surat Luqman 12-19 memberikan gambaran tugas
orang tua sebagai penanggungjawab pendidikan dalam keluarga. Secara terperinci tugasdan
tanggungjawab orang tua dalam pendidikan tersebut adalah; 1. Menanamkan Aqidah Aspek
akidah merupakan aspek fudamental yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini, sebab
akidah dapat memberikan bimbingan secara moral dan sosial kepada anak. Menurut
Abdullah ‘Ulwan, di antara tugas sebagai penanggungjawab pendidikan di rumah tangga, orang
tua harus memberikan petunjuk dan mengajari anak tentang keimanan kepada Allah secara
bertahap dari penginderaan akal kepada fenomena, dari parsial menuju kepada yang integral,
dari yang paling sederhana kepada hal yang kompleks (Ulwan, 1981:162). Konsep keimanan
kepada Allah tidak hanya dipahami sebagai konsep dasar tentang ketauhidann, tapi lebih jauh
adalah aplikasinya dalam kehidupan anak sebagai way of lfe, bukan sebatas norma dan
dogmatis. Sudah menjadi tanggung jawab orang tua menerangkan kepada anak-anak tentang
prinsip-prinsip agama serta hukum agama sehingga anak benar-benar mengerti tentang
pengalaman dan pengalaman dalam beragama (Langgulung,1989:381). Implikasipenanaman
akidah ini akan berdampak pada karakter dan moralitas anak sebab akhlak itu sendiri
merupakan bagian dari agama. Menurut Ismail Ali, barang siapa yang bertambah baik
akhlaknya, maka baik pula agamanya (Ali, 1978:173). 2. Menanamkan Nilai Sosial Kehidupan
sosial, cepat atau lambat selalu mengalami perubahan dan perkembangan diberbagai sektor
kehidupan. Perubahan itu dan menimbulkan berbagai kebutuhan di semua aspek (Muhaimin,
1993:59), yang mengharuskan kita mengambil sikap dan mengaktualisasikan peran di
dalamnya. Untuk itulah, sebagai penanggungjawab pendidikan, orang tua memiliki fungsi dan
peran strategis dalam mensinergikan perubahan sosial beserta nilanya dengan perkembangan
anak didik di rumah tangga. Sebagai penanggungjawab, al- Qur’an sebagaimana terdapat
dalam Q.S. Luqman, menyuruh orang tua berperan aktif dalam kesadaran sosial, mengajarkan
anak bagaimana seharusnya berbuat baik kepada manusia dengan konsep “Amar Ma’ruf dan
Nabi Munkar”. Al-Quran senantiasa mengingatkan manusia memiliki kepedulian terhadap
lingkungan sosial, sayang dengan alam, tidak angkuh dan sombong di depan manusia. Konsep
al-Qur’an semacam ini selayaknya direalisasikan dalam pendidikan awal anak-anak di rumah
tangga

TENAGA PENDIDIK Sama halnya dengan orang tua, tenaga pendidik juga memiliki
tanggungjawab atas berlangsungnya proses pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, pada
hakekatnya tenaga pendidik tersebut merupakan orang tua dan sesudah orang tua kandung.
Sebagaimana halnya orang tua, para pendidik selalu beradal dalam proses interaksi edukatif
dalam lingkungan pendidikan. Ia memiliki kedudukan dan peran sentral dalam proses
pembelajaran, terutama di sekolah, bahkan irama interaksi edukatifnya sengaja didesain
sedemikian rupa, sistematis dan metodologis dalam rangka mempermudah peserta didik dan
meyerap ilmu yang diberikan. Tanggungjawab tenaga pendidik tidak saja terikat pada tugas
formalnya saja, tetapi di luar dari kerja kewajibannya, sesungguhnya ia masih dituntut
memikukl tanggung jawab tersebut. Oleh karena besar dan beratnya tanggung jawab yang
dipikul hingga mereka mendapat sebutan “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, sebuah ungkapan
yang menurut hemat penulis perlu direvisi kembali. Tenaga pendidik, dengan segala tugas
dan fungsinya bertanggungjawab dalam pembentukan dan pembinaan intelektualitas peserta
didik di samping pembinaan aspek lainnya. Yang dimaksud dengan pendidikan intelektualitas
adalah pembentukan dan pembinaan berfikir akademis dengan segala sesuatu yangbermanfaat;
ilmu pengetahuan ilmiyah, peradaban, modernisme serta kesadaran berfikir dan berbudaya.

Abd al-Rahman al-Nahlawi membagi secara garis besar tanggungjawab pendidik ke dalam
dua bagian dengan merujuk kepada Al-Quran surat Ali Imran ayat 164 dan al-Baqarah ayat
129. Ia mengemukakan bahwa tanggungjawab pendidik adalah berupaya membersihkan,
memelihara dan mengembangkan fitrah manusia. dia berkewajiban menyampaikan ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai bermanfaat lainnya agar peserta didik menerapkannya dalam
kehidupan (alNahlawi:170). Mencermati tugas dan fungsinya sebagai pendidik, maka
tanggung jawab tenga pendidik memang begitu berat, terutama dalam tanggung jawabnya
membentuk manusia yang beriman dan bertakwa, cerdas dan terampil serta mampu mandiri
sehingga terwujud manusia yang sarat akan sumber daya dan kualitas (Hadi:18). Di samping
pembinaan intelektualitas, tenaga pendidik juga harus mampu mengarahkan peserta didik
menyikapi berbagai perkembangan dan akselerasi kultural yang terjadi di sekitarnya.
Tanggungjawab utama pendidik adalah membimbing anak didik atau peserta didik yang pada
akhirnya mampu hidup dalam kemandirian, tidak tergantung kepada orang lain. kenapa hal
ini perlu ditekankan? Karena perkembangan teknologi dan akselerasi sosial memacu dan
mempengaruhi perkembangan individu dalam masyarakat serta membawa pengaruh besar pada
norma dan sistem sosial masyarakat, perilaku, struktur keluarga, mobilitas masyarakat dan
tingkat kompetensi (Hasan, 1994:201). Bagaimana upaya para pendidik menumbuhkan
kratifitas peserta didik, sehingga mereka menjadi dinamis dan produktif, tidak terlalu
bergantung kepada orang tua atau pemerintah (ingin menjadi PNS).? Merupakan sebuah
pertanyaan yang juga relatif sulit untuk dijawab, mengingat orientasi pendidikan kita saat ini
lebih menekankan kepada pembentukan intelektualitas, bukan kepada kemandirian. Akibatnya
terjadilah penganggura intelektual di mana-mana yang boleh jadi suatu saat menjadi “bom
waktu” bagi pemerintah sebagai penanggungjawab Pendidikan
PEMERINTAH Pemerintah merupakan penanggungjawab pendidikan atas dasar
pertimbangan; 1) Pancasila yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. 2)
Bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara R.I than 1945 mengamanatkan agar
pemerintah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertibandunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 3) Bahwa UUD 1945
mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional yang bertujuan

meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. 4)
Undang-Undang R.I Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
yang berisi ketentuan dan ketetapan serta kebijakan pemerintah yang mengatur seluruh sistem
dan komponen pendidikan yang paling terkait dan terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
(Peraturan Pemerintah RI No. 20, 2003:1-3). Atas dasar pertimbangan di atas, sebagai
penanggungjawab pendidikan, maka pemerintah berkewajiban;
1. Menyediakan Infrastruktur Pendidikan yang meliputi; a. Penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan b. Penyediaan tenaga pendidik c. Pengalokasian dana yang sesuai dengan
kebutuhan 2. Melakukan Standarisasi Nasional terhadap pendidikan yang meliputi: a. Proses
b. Kompetensi Lulusan c. Tenaga Kependidikan d. Evaluasi Pendidikan e. Kurikulum Dasar
3. Membuat Peraturan Perundang-undangan yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal maupun
nasional, juga perbahan zaman, sebagai payung hukum berjalannya proses pendidikan.

Ajang pendidikan kedua setelah keluarga adalah di sekolah. Ketika seorang anak mulai
masuk sekolah, itu artinya ia menghadapi masyarakat baru yang berbeda dengan masyarakat
keluarganya. Di sekolah teerdapat individu-individu yang belum pernah bersamaya dalam
kehidupan keluarganya. Proses mempersiapkan anak-anak untuk beradaptasi dengan sekolah
termasuk salah satu proses sosial yang sangat susah dan sekaligus sangat penting, dan yang
bertanggung jawab dan berperan dalam hal ini adalah guru. Sekolah merupakan lembaga
pendidikan yang diharapkan dapat mencetak manusia-manusia yang berguna. Dan yang terlibat
langsung dalam semua proses pembelajaran tersebut adalah guru. Guru merupakan wali dari
arang tua anak sebagai tempat anak mengadu, berdiskusi, meminta pendapat dari
permasalahan yang dihadapi. Pada hakikatnya, guru dan anak didik ibarat dua sisi mata uang,
tidak dapat dipisahkan, tapi bisa dibedakan. Tanpa anak didik, guru tidak akan dapat mengajar,
dan begitu juga sebaliknya, keduanya saling membutuhkan. Keduanya saling memberi nilai
dalam menjalani hidup di masyarakat. Kesatuan yang utuh inilah, jika tetap diprertahankan
akan memberikan sebuah kekuatan yang dapat melahirkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Kecerdasan dan kecakapan anak didik akan akan menjadi tiang keabadian dalam
dunia pendidikan. Guru adalah pendidik professional, karenanya secara implisit ia telah
merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul
di pundak para oranng tua. Pada saat orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah, berarti
pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya itu kepada guru.19 Guru merupakan
manusia yang bertanggung jawab mencerdasakan kehidupan anak didik, dengan tetap
berusaha mengupayakan seluruh potensi yang ada pada anak didik, baik potensi afektif,
kognitif maupun psikomotorik, demi kelangsungan sproses pendidikan dan membebaskan
manusia dari belenggu kebodohan. Di pundak gurulah diberikan amanah yang berat, walaupun
itu adalah pekerjaan yang mulia. Kehadirannya diharapkan menjadi teladan bagi peserta
didiknya dan masyarakat sekitarnya, karena segala perilaku seorang guru mulai dari yang kecil
sampai pada hal yang besar tidak luput dari sorotan di lingkungan sekolah maupun lingkungan
masyarakat.20 Adapun tugas utama guru menurut Undang-Undang RI. No. 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendiidkan
dasar, dan pendidikan menengah. 21 Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan
anak didik. Kemampuan dan potensi yang dimiliki anak tidak akan berkembang secara optimal
tanpa bantuan guru. Dalam persoalan ini guru diharapkan dapat memperhatikan anak didik
secara individual, karena anak didik merupakan manusia yang unik, sebagai individu yang
berbeda antara yang satu dengan

Sesungguhnya tugas guru sangat berat, tetapi merupakan tugas suci, karena membina
potensi potensi manusia dati tidak tahu menjadi tahu. Dan tugas tersebut merupakan kewajiban
yang harus di pertanggungjawabkan. Oleh karena itu, setiap guru harus melihat dan
menempatkan dirinya sebagai tenaga professional serta pembawa amanh dari Tuhan. Dengan
demikian, seorang guru harus memenuhi kriteria prinsip-prinsip profesionalisme,
diantaranya bahwa setiap guru harus memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugasnya. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.23 Guru yang memiliki
kompetensi adalah sosok yang senantiasa merasa dirinya kekurangan dalam menimba ilmu
pengetahuan dan pengalaman. Mereka tidak pernah memiliki perasaan gengsi apalagi
meremehkan orang lain. Guru yang memiliki kompetensi akan memberikan kontribusi ke
arah kemajuan dan perubahan positif pada peserta didik. Kompetensi guru menunjukkan
profesionalisme dirinya. Dalam sebuah sejarah dunia, diceritakan bahwa Negara Jepang
diporakporandakan oleh pasukan Amerika ketika mengebom Nagasaki dan Hiroshima.
Kerusakan tersebut begitu dahsyat, nyaris tidak memberi tandatanda kehidupan. Ketika Kaisar
Hirohito mendatangi kota tersebut, ia tertunduk dan merenung, betapa negaranya hancur rata
dengan tanah, dan yang lebih mengerikan dan menyakitkan adalah melihat pemandangan
ratusan ribu rakyat yang bergelimpangan tak terbentuk lagi. Sejurus kemudian dia tegakkan
kepalanya dan menoleh kepada salah seorang stafnya dan berkata kita harus bangkit. Kemudian
dia bertanya berapa sisa guru yang ada di kota ini? Sang kaisar pun meminta guru-guru yang
tersisa untuk dijaga, dipelihara, disantuni, diberikan kesejahteraan yang memadai, karena sang
kaisar beranggapan bahwa guru merupakan pijakan dasar dalam menentukan arah bangsa. Dari
dulu hingga sekarang, posisi guru di negara Jepang sangat diperhatiakan, tak heran bila negara
ini maju dengan cepat karena menjadikan guru sebagai arah pijakan bangsa yang paling kuat
disbanding dengan kekuatan yang lain.24 Dari penggalan peristiwa tersebut di atas dapat
dipahami bahwa betapa berartinya guru dalam kehidupan manusia. Menurut cerita tersebut,
pertanyaan pertama-tama yang meluncur dari mulut Kaisar Hirohito adalah berapa jumlah guru
yang tersia. Dia tidak bertanya berapa tentara yang

Pendidikan anak dalam Islam menjadi suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh
kedua orangtua. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendidikan agar menjadi
generasi Islami.15 Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadis Nabi, Pembina an anak sejak
dini bisa dilakukan dengan cara-cara berikut : 1. Mendorong anak untuk membaca Al-Qur’an.
2. Mendorong anak untuk menghafal hadits-hadits Nabi. 3. Mendorong anak untuk
mengahayati ciptaan-ciptaan Allah SWT yang tampak disekelilingnya. 4. Mendorong anak
sejak berumur tujuh tahun untuk melaksanakan shalat pada waktunya. Dalam rangka ini orang
tua (Ayah atau ibu) menjadi panutan bagi anak untuk membiasakan shalat, baik dirumah
maupun dimesjid. 5. Melatih anak untuk bersikap sabar dan ridha terhadap apa yang
Pemerintah bertanggung jawab atas membimbing danmengarahkan
pendidikan anak secara tidak langsung. Pemerintah bertanggung

jawab dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan, seperti


menyediakan kebutuhan dasar pendidikan yang layak, melakukan
standarisasi nasional terhadap pendidikan, seperti contoh
kurikulum dasar, serta membuat peraturan perundang- undangan
yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal maupun nasional.
Pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kemajuan
sumber daya manusia. Zaman akan semakin maju dan modern,
sehingga sudah seharusnya kita meningkatkan sumber daya manusia

guna mengimbangi perubahan zaman, yaitu dengan pendidikan.

Seorang ibulah yang sebenarnya memegang peran penting dan mempunyai tanggung jawab
yang besar terhadap pendidikan anak – anaknya, karena ibulah yang paling lama bergaul
dengan anaknya, ibu yang memberi makan, minum, memelihara dan sebagainya. oleh karena
itu, ibu sering mendapat predikat sebagai pendidik bangsa. Penyair terkenal Hafez Ibrahim
pernah menulis :
‫اﻷم ﻣﺪرﺳﺔ اذااﻋﺪدﺗﮭﺎاﻋﺪدت ﺷﻌﺒﺎ طﯿﺐ اﻻﻋﺮاق‬
Ibu adalah sekolah, bila dipersiapka dapat membentuk bangsa yang baik dan kuat
Dalam kesempatan yang lain ia pernah pula bersyair :
‫اﻷم روض ان ﺗﻌﮭﺪه اﻟﺤﯿﺎة اورق اﯾﻤﺎ اﯾﺮاق اﻷم اﺳﺘﺎذة ﻣﻦ اﻷﺳﺎﺗﺬة اﻻوﻟﻰ ﺷﻐﻠﺖ ﻣﺎﺛﺮھﻢ ﻣﺪى اﻻﻓﺎق‬
Ibu adalah suatu taman (berisi tanaman yang indah), bila dipelihara tanaman taman itu maka
berdaunlah dengan daun yang sebagaimana mestinya. Ibu adalah seorang guru dari guru –
guru yang utama yang memberikan bekas sepanjangmasa.
Peranan seorang ibu sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya dalam pendidikan anak –
anaknya di simpulkan sebagai berikut :
a. Sumber dan pemberi rasa kasih sayang
b. Pengasuh dan pemelihara
c. Tempat mencurahkan isi hati
d. Pengatur kehidupan dalam rumah tangga
e. Pembimbing hubungan pribadi
f. Pendidik dalam segi – segi emosional
2. Peranan Ayah terhadap Pendidikan Anak – Anak dalam Keluarga
Fungsi dan tanggung jawab seorang ayah terhadap pendidikan anak – anak sebagai berikut
:
a. Sumber kekuasaan di dalam keluarga
b. Penghubung intern keluarga dengan masyarakat atau dunia luar
c. Pemberi rasa aman bagi seluruh anggaota keluarga
d. Pelindung terhadap ancaman dari luar
e. Hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan
f. Pendidik dalam segi – segi rasional
Dalam tarikh Bukhari di sebutkan bahwa Nabi Muhammad saw pernah menerangkan :
(‫ﻣﺎﻧﺤﻞ واﻟﺪوﻟﺪه ﻣﻦ ادب ﺣﺴﻦ )روه اﻟﺘﺮﻣﺬي‬
Tidak ada pemberian yang lebih baik dari ayah kepada anaknya selain budi pekerti yang
baik. (HR. al-Turmudzi) [3]
Ajaran islam memberikan tuntunan atau bimbingan dalam pendidikan keluarga muslim, yaitu
1. Sewaktu anak baru lahir hendaklah disuapi dengan sesuatu yang manis, karena Raslullah
saw pernah menyuapi anak yang baru lahir dengan kurma
2. Sewaktu lahir dibacakan adzan di dekat telinganya yang kanan dan iqamat di dekat
telinganya yang kiri
3. Memilih nama yang baik bagi anak
4. Menyembelih kambing untuk aqiqah pada hari yang ketujuh dari kelahiran bayi tersebut
5. Perlakuan yang baik dari orang tua terhadap anak-anaknya dengan sikap yang bijaksana
dalam mengasuh, menyuruh dan mendidik mereka sesuai dengan kemampuan
6. Perhatian, pemeliharaan dan pencurahan kasih sayang orang tua terhadap anak – anaknya
7. Perintah orang tua kepada anaknya – anaknya untuk mendirikan shalat ketika usia mereka
telah mencapai 7 tahun
8. Perhatian orang tua untuk mendidik dan mengajari anak – anak karena takut akan siksaan api
neraka
9. Membiasakan anak untuk minta izin kepada orang tua bila hendak masuk kamar dalam
waktu-waktu tertentu, sebelum shubuh, ketika membuka pakaian tengah hari, dan sesudah
shalat isya’, inilah tiga aurat bagimu ( Q.S. al-Nur : 58 )
10. Larangan bagi orang tua mengkutuki anak – anaknya
11. Menyebarkan rasa kasih sayang dan menciptakan, melaksanakan kerukunan antar sesama
saudara di dalam rumah

Sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran telah ada sejak beberapa abad yang
lalu, yaitu pada zaman Yunani Kuno. Kata sekolah berasal dari bahasa yunani Schola yang
berarti waktu menganggur atau waktu senggang. Bangsa Yunani Kuno mempunyai kebiasaan
berdiskusi guna menambah ilmu dan mencerdaskan akal. Lambat laun usaha ini
diselenggarakan secara teratur dan terencana, sehingga akhirnya timbullah sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal yang bertugas untuk menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan
akal.[5]
Sekolah atau madrasah adalah adalah lembaga lembaga yang penting setelah keluarga.
Sekolah berfungsi untuk membantu keluarga menanamkan nilai – nilai pendidikan.

Pendidikan menjadi tolak ukur maju mundurnya suatu bangsa dan negara, karena pendidikan
merupakan suatu kekuatan yang mempunyai kewenangan yang besar bagi bangsa dan
negara. Di dalam ajaran islam di kenal adanya sistem pemerintahan mulai dari cara memilih
pemimpin, memimpin masyarakat, membangun bangsa dan negara hingga mencapai negara
yang adil dan makmur. Menurut isyarat al – qur’an dalam surat an-nisa’ ayat 59 maka orang –
orang yang beriman diperintahkan untuk mengikuti perintah yang mengurusi orang – orang
yang beriman. Tanggung jawab utama dari pemerintah terhadap pendidikan adalah
menangani pendidikan yang islami dan disinilah sebenarnya letak kunci keberhasilan untuk
mencapai hidup makmur dan bahagia bagi seluruh masyarakat.

Tanggung jawab mestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang. Tetapi jika
diminta untuk melakukan sesuai dengan definisi tanggung jawab tadi maka sering kali masih
terasa sulit, merasa keberatan bahkan banyak orang merasa tidak sanggup jika diberikan
tanggung jawab. Tak jarang banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung
jawabnya dengan kata lain suka mencari kambing hitam untuk menyelamatkan dirinya sendiri
dari perbuatan yang merugikan orang lain.

Guru adalah pendidik yang professional karna ia merelakan dirinya menerima dan
memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua. Ketika
orang tua menyerahkan anak nya untuk disekolahkan, berarti pelimpahan sebagian tanggung
jawab pendidikan anaknya kepada guru.
Dinegara - negara timur sejak dahulu kala guru itu dihormati oleh masyarakat. Orang
india dahulu, menganggap guru sebagai orang suci dan sakti. Dijepang, guru disebut sensei,
artinya yang lebih dahulu lahir, yang lebih tua. Di Inggris dan di Jerman ”der lehrer” yang
berarti pengajar. Akan tetapi, kata guru sebenarnya bukan saja mengandung arti “ pengajar”,
melainkan juga “pendidik”, baik di dalam maupun diluar sekolah ia harus menjadi penyuluh
masyarakat.[17]

Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim,
mu’addib, mudarris, dan mursyid.[18] Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan
dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas
masing-masing.

Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap


perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik,
baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa). [20] Pendidik berarti
juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri
sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya
sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk
social dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[21]

Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang
memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. [22] Orang tua sebagai pendidik pertama dan
utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalammendidik
anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak
akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya
dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan
berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi
orang tua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak
kandungnya.

Masyarakat adalah kumpulan individudan kelompok yang diikat oleh kesatuan budaya,
agama, dan pengalaman – pengalaman yang sama serta memiliki sejumlah penyesuaiandalam
ikut memikul tanggung jawab pendidikan secara bersama – sama. Masyarakat adalah
lembaga ketiga setelah keluarga dan sekolah untuk memberikan pengaruh dan arahan
terhadap pendidikan anak – anak.[31]

Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan system kekuasaan


tertentu. Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak,
terutama para pemimpin masyarakat atau peguasa yang ada didalamnya. Pemimpin masyarakat
muslim tentu saja menghendaki agar setiap anak didik menjadi anggota yang taat dan patuh
menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota sepermainannya,
kelompok kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang
baik pula sebagai warga desa, kota, dan warga negara.[32]

Dengan demikian, dipundak mereka (masyarakat) terpikul keikitsertaan membimbing


pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini berarti bahwa pemimpin dan penguasa dari
masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyalenggaraan pendidikan. Sebab tanggung
jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan tanggug jawab moral dari setiap orang dawasa
baik segi perseorangan maupun sebagai kelompok social. Tanggung jawab ini ditinjau dari segi
ajara Islam, secara implicit mengandung pula tanggung jawab pendidikan.

Tanggung jawab itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksakan sebagai akibat dari
perbuatan yang telah dilakukan dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi
orang lain yang dipertanggungjawabkan kepada alloh.
Orang tua adalah yang mempunyai tanggung jawab awal dalam pendidikan anak- anaknya.
Setidaknya orang tua bertanggung jawab atas pengasuhan, perlindungan, dan pendidikan untuk
kebahagiaan anak. Orang tua berperan didalam menyediakan dan melengkapi fasilitas
pendidikan anak serta mengembangkan budaya ilmiah didalam keluarga. Dalam pendidikan
anak, orang tua harus dapat memahami cara belajar anak, kondisi anak sehingga dapat
menerapkan metode yang tepat.
Guru adalah pendidik professional yang mengabdikan dirinya memberikan pendidikan
kepada peserta didik yang diamatkan kepadanya. Didalam Islam guru juga disebut murabbi,
mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid yang masing-masing mempunyai tempat dan
mempunyai tugas tersendiri. Pendidik didalam Islam bertanggung jawab terhadap peserta didik
dalam hal cipta, karya, dan karsa. Didalam Islam pendidik harus alim dan adil yang dapat
memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia dan meluruskan perilaku
yang buruk, sehinggga pendidik berfungsi sebagai instruksional, educator dan managerial.
Masyarakat turut memikul tanggung jawab didalam membimbing pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan anak dalam hal nilai ketuhanan, persaudaraan, keadilan, amar
ma`ruf nahi munkar, dan solidaritas. Peran masyarakat didalam pendidikan antara lain:
mengawasi jalannya nilai sosio budaya, menyalurkan aspirasi masyarakat, membina dan
meningkatkan kualitas keluarga
Manusia mempunyai hak individu, karena ia mempanyai kebebasan, kaemauan, sehingga
manusia itu dapat menolak atau dapat menerima sesuatu, bahkan bebas menentukan pilihannya
dalam hal apa saja, akan tetapi terikat oleh segala konsekuensi akibat dari pilihannya itu.
Bertolak dari ungkapan diatas ternyata jelas sekali bahwa manusia sebagai individu dan
juga sebagai mahluk mempunyai kebebasan, namun juga memiliki keterikatan oleh
konsekuensi pilihannya. Sebab itu dapat disimpulakan bahwa manusia tetap memiliki tanggung
jawab terhadap apa yang dipilihnya dalam apa saja.
Disisi lain manusia sebagai individu dimana dalam batinnya memiliki kata hati yang
merupakna sumber penggerak kemajuan, kemampuan untuk dapat membedakan antara baik
dan yang tidak baik, benar dan tidak benar, antara hak dan yang batil, indah dan tidak indah.[1]
Secara Umum menurut Hadari Nawawi, yang bertanggung jawab atas maju mundurnya
pendidikan, termasuk pendidikan Islam ada pada pundak kelurga, sekolah, dan masyarakat.
Ketiganya merupakan satu kesatuan utuh dan saling melengkapi antara satu dengan yang
lainnya. Ketiganya harus mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana yang memberikan
motivasi, fasilitas edukatif, wahana pengembangan potensi yang ada pada peserta didik dan
mengarahkannnya untuk mampu bernilai efektif-efisien sesuai dengan
Adapun pendidikan yang harus diberikan oleh orang tua sebagai wujud tanggung jawab
terhadap keluarga adalah
a. Pendidikan Agama
Pendidikan agama dan spiritual adalah pondasi utama bagi pendidikan keluarga. Pendidikan
agama ini meliputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum halal-haram memerintahkan anak
beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun, mendidik anak untuk mencintai Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, orang-orang yang shalih dan mengajar anak
membaca Al-Qur’an. Al-Ghazali berkata, “Hendaklah anak kecil diajari Al-Qur’an hadits dan
sejarah orang-orang shalih kemudian hukum Islam.”
b. Pendidikan Akhlaq
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Diantara kewajiban bapak kepada anaknya
ialah memperbagus budi pekertinya dan membaguskan namanya.” (HR.Baihaqi). Para ahli
pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab
tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.
c. Pendidikan Jasmani
Islam memberi petunjuk kepada kita tentang pendidikan jasmani agar anak tumbuh dan
berkembang secara sehat dan bersemangat. Allah Ta’ala berfirman: “Makanlah dan minumlah
kamu tetapi jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak senang kepada orang yang
berlebih-lebihan.” (QS.Al-A’raf:31). Ayat ini sesuai dengan hasil penelitian para ahli
kesehatan bahwa agar tubuh sehat dan kuat, dianjurkan untuk tidak makan dan minum secara
berlebih-lebihan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah. Sebaik-baik pengisi waktu bagi wanita
beriman adalah memintal. Apabila kedua orang tuamu memanggilmu maka penuhilah
panggilan ibumu.”(HR Ad-Dailami)
d. Pendidikan Akal
Yang dimaksud dengan pendidikan akal adalah meningkatkan kemampuan intelektual anak,
ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-
Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Hal inilah yang
diisyaratkan oleh Allah dengan proses penciptaan nabi Adam AS dimana sebelum ia diturunkan
ke bumi, Allah mengajarkan nama-nama (asma) yang tidak diajarkan kepada para malaikat.
(QS. Al-Baqarah : 31)
e. Pendidikan Sosial
Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak dini agar bergaul di
tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip syari’at Islam. Di antara prinsip
syari’at Islam yang sangat erat berkaiatan dengan pendidikan sosial ini adalah prinsip
ukhuwwah Islamiyah. Rasa ukhuwwah yang benar akan melahirkan perasaan luhur dan sikap
positif untuk saling menolong dan tidak mementingkan diri sendiri. Islam telah menjadikan
ukhuwwah Islamiyah sebagai kewajiban yang sangat fundamental dan mengibaratkan kasih
sayang sesama muslim dengan sebatang tubuh, apabila salah satu anggota badannya sakit,
maka yang lain ikut merasakannya. Untuk mewujudkan ukhuwah Islamiyah ini Islam telah
menggariskan syari’at Al-Jama’ah (QS.Ali Imran : 103). Oleh karena itu setiap orang tua harus
mengajarkan kehidupan berjama’ah kepada anak-anaknya sejak dini.
Seluruh aspek pendidikan ini akan berjalan maksimal apabila orangtua dapat dijadikan
teladan bagi anak-anaknya di samping harus berusaha secara maksimal agar setiap dia
melakukan pekerjaan yang baik bagi keluarganya dapat melakukan seperti yang dia lakukan.
Pendidikan merupakan sesuatu yang niscaya dalam kehidupan manusia. Tanpa pendidikan,
manusia akan mengembangkan potensi kemanusiaannya secara serampangan, tanpa arah dan tujuan
jelas. Demikian pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia, sehingga pendidikan saat ini
menjadi “barang” yang mahal.
Salah satu fenomena pendidikan yang layak dicermati dewasa ini adalah bergesernya tujuan
pendidikan dari pengembangan potensi menjadi sarana untuk memperoleh social effect. Dalam
pengertian ini, seseorang mengikuti pendidikan untuk kepentingan memperoleh status social yang
layak. Pendidikan telah disadari secara benar sebagai wewenang dan tanggung jawab untuk
memanusiakan manusia. Mansoour Fakih secara tegas berpandangan, setiap kegiatan politik,
ekonomi, maupun social yang bertujuan untuk menghalangi, ataupun akan menyebabkan anggota
masyarakat tidak mendapat pendidikan, maka hal ini bisa di kategorikan sebagai pelanggaran hak asasi
manusia. Untuk itu diperlukan pengertian, pemahaman, dan kesadaran bahwa pendidikan
sesungguhnya merupakan wewenang dan tanggung jawab. Dengan adanya kesadaran bahwa
pendidikan adalah wewenang dan tanggung jawab, maka pendidikan dengan sendirinya akan
mengalami kemajuan dan perkembangan yang signifikan, baik dari aspek software (tujuan, kurikulum
dan prosesnya) maupun dari perangkat hardwere (unsure sarana-prasarana serta unsure-unsur
humanismenya.
Soal Latihan!
1. apa saja bentuk tanggung jawab dalam kehidupan sehari hari?

2.bagaimana tanggung jawab itu bisatimbul?


3.bagaimana cara untuk menerapkan sikap tanggung jawab dalam kehidupan sehari hari?
4.bagaimana akibat jika seseorang lalai akan tanggung jawab?
5. apa bentuk tanggung jawab yang harus dilakukan?
DAFTAR PUSTAKA

- Sadulloh, U. Dkk. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung : Alfabeta

- Purwanto, N. (2007). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya

- Sadulloh, U. Robandi, B. Muharam, A. (2007). Bandung : Cipta Utama

- Sadulloh, U. Robandi, B. Muharam, A. (2009). Bandung : UPI Press


i
BAB VII
MANUSIA SEBAGAI ANIMAL EDUCATION

M.J. Langeveld yang memandang manusia sebagai 'animal educandum' yang


mengandung makna bahwa manusia merupakan mahkluk yang perlu atau harus dididik.
Manusia merupakan makhluk yang perlu di didik, karena manusia pada saat dilahirkan
kondisinya sangat tidak berdaya sama sekali. Seorang bayi yang baru dilahirkan, berada dalam
kondisi yang sangat memerlukan bantuan, ia memiliki ketergantungan yang sangat besar.
Padahal nanti kelak kemudian hari apabila ia telah dewasa akan mempunyai tugas yang besar
yakni sebagai khalifah dimuka bumi. Kondisi seperti ini jelas sangat memerlukan bantuan dari
orang yang ada disekitarnya. Bantuan yang diberikan itulah awal kegiatan pendidikan. Sesuai
dengan tugas yang akan diembannya nanti dikemudian hari, dibalik ketidakberdayaan atau
ketergantungan yang lebih dari binatang. Hanya kemampuan-kemampuan tersebut masih
tersembunyi, masih merupakan potensi-potensi yang perlu dikembangkan. Disinilah perlunya
pendidikan dalam rangka mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut, sehingga menjadi
kemampuan nyata. Dengan bekal berbagai potensi itulah manusia dipandang sebagai mahkluk
yang dapat di didik. Bertolak dari pandangan tersebut, secara implicit terlihat pula bahwa tidak
mungkin manusia dipandang sebagai mahkluk yang harus di didik, apabila manusia bukan
mahkluk yang dapat di didik.
Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, sejak itulah timbul gagasan
untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan
(Arifin, 2006:1), oleh karena itu dalam sejarah pertembuhan masyarakat, pendidikan senantiasa
jadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi sejalan dengan tuntutan
masyarakat. Menurut keyakinan kita, sejarah pembentukan masyarakat dimulai dari keluarga
adam dan hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat dimuka bumi ini. Dalam keluarga tersebut
telah dimulai proses kependidikan umat manusia, meskipun dalam ruangh lingkup terbatas
sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
Dasar minimal usaha mempertahankan hidup manusia terletak pada tiga orientasi
hubungan manusia, yaitu :
1. Hubungan manusia dengan Tuhan YME
2. Hubungan manusia dengan sesama manusia
3. Hubungan manusia dengan alam sekitar.
BAB I
PENDIDIKAN HANYA UNTUK MANUSIA

A. Pendidikan Hanya Untuk Manusia.


Manusia sebagai animal educandum, secara bahasa berarti bahwa manusia merupakan
hewan yang dapat dididik dan harus mendapatkan pendidikan. Dari pengertian tersebut secara
tidak langsung menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara manusia dengan hewan, ialah
bahwa manusia dapat dididik dan mendapatkan pendidikan.
Manusia tidak dapat disamakan dengan hewan. Manusia dilahirkan sebagai mahluk
yang tidak berdaya, yang tidak memiliki insting untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Namun, manusia dapat dididik dalam suatu proses belajar yang membutuhkan
waktu lama untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, atau yang dikenal dengan
pendidikan. Hal inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan, pada umumnya
hewan tidak dapat dididik melainkan hanya dilatih melalui pemberian tekanan-tekanan, artinya
latihan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis/tidak berubah.
Pada dasarnya terdapat dua alasan dasar mengapa manusia itu harus dididik/mendidik.
Alasan pertama adalah dasar biologis dan alasan kedua adalah dasar sosio-antropologis. Dasar
biologis mengemukakan bahwa manusia lahir dengan kondisi yang tidak dilengkapi dengan
insting sempurna untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, manusia perlu masabelajar
yang panjang sebagai persiapan bersaing dalam lingkungan, serta pendidikan itudimulai ketika
manusia sudah mencapai penyesuaian jasmani. Pandangan Pendidikan Tentang Manusia
sebagai Animal Educandum ialah pandangan Pendidikan tentang Hakekat manusia sebagai
makhluk yang secara biologis fisik atau jasmaniah tidak jauh beda dengan hewan, tetapi dapat
membedakan dirinya dengan hewan dengan melakukan usaha yang bersifat pendidikan
(Saifullah, 1982:14). Berdasarkan pandangan tersebut, manusia akan berasumsi pada ketentuan
ketentuan berikut :
1. Mengapa Manusia Harus di Didik/Mendidik
Pendidikan sebagai pewarisan dan pengembangan budaya serta ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pendidikan memerlukan SDM (Sumber Daya Manusia)
yang berkualitas untuk melaksanakan perannya dalam melayani kebutuhan pendidikan
masayarakat. Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan
pelatihan. Jadi dalam hal ini pendidikan adalah proses atau perbuatan mendidik. Makna
pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus dan pengertian secara luas.
Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan
yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaanya. Pendidikan pada hakikatnya memiliki tujuan, yakni membantu manusia
untuk menjadi cerdas dan pintar, dan membantu manusia untuk menjadi manusia yang
baik. Untuk mencapai tujuan pendidikan memerlukan berbagai alat dan metode. Alat-
alat pendidikan, lebih konkret dan lebih jelas pengaruhnya pada proses pelaksanaan
pendidikan.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dibekali dengan akal dan
pikiran.Manusia merupakan makhluk yang dapat dididik memungkinkan untuk
memperoleh pendidikan. Manusia merupakan makhluk yang perlu dididik karena
manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir tidak langsung dewasa. Pada
hakekatnya manusia itu adalah animal educable (binatang yang dapat dididik), animal
educandum (binatang yang harus dididik) dan homo educandus (makhluk yang dapat
mendidik). Menurut Langeveld, seorang ahli pendidikan yang mengatakan bahwa
manusia sebagai animal educable, artinya pada hakikatnya manusia adalah mahluk
yang dapat dididik. Di samping itu, manusia juga bisa disebut sebagai animal
educandum yang artinya manusia pada hakikatnya adalah mahluk yang harus atau perlu
dididik, serta homo enducandus yang bermakna bahwa manusia merupakan makhluk
yang bukan hanya harus dan dapat dididik tetapi juga harus dapat mendidik. Deskripsi
di atas mengungkapkan secara jelas bahwa ada mata rantai yang erat antara hakikat
manusia dengan garapan pendidikan sebagai salah satu usaha sadar untuk lebih
memanusiakan manusia. Garapan pendidikan merupakan sesuatu yang mutlak bagi
manusia.
Dalam al-Qur’an juga dikatakan bahwa tugas kekhalifahan manusia
menyangkut tugas-tugas antara lain; menuntut ilmu (Qs. al-Nahl/16:43), manusia
sebagai makhluk yang harus/dapat didik (Qs. al-Baqarah/2:31), dan yang harus/dapat
mendidik (Qs. Ali Imran/3:187 Al-An’am/6:51). Dari hakekat ini jelas bahwa
pendidikan itu merupakan keharusan mutlak bagi manusia. Oleh karena itu mengapa
manusia perlu dididik maka dapat ditinjau dari berbagai aspek.
Pada permulaan kehidupan (masa bayi/anak-anak), mula-mula yang paling
berperan adalah dari segi fisik, kemudian secara berangsur-angsur segi rohani berganti
memegang peranan penting. Perkembang fisik individu ditentukan oleh dua faktor yaitu
maturation (kematangan) dan learning (belajar). Seorang anak akan dapat berjalan jika
memiliki tulang-tulang kaki dan otot yang cukup kuat disertai dorongan untuk berjalan
adalah faktor kematangan. Tetapi kematangan itu sendiri belum cukup untuk memiliki
kemampuan untuk berjalan, ia harus belajar terus dan dibantu oleh orang lain.
Ditinjau dari sisi lain, hakekat manusia adalah sebagai makhluk individu dan
sosial makhluk dunia dan akhirat, terdiri dari unsur jiwa dan raga yang diciptakan oleh
Allah lewat hubungan orang tua untuk hidup bersama secara sah lewat pernikahan,
karena itu secara kodrati, orang tua harus mendidik anak-anaknya secara bertanggung
jawab.Orang tua tidak cukup hanya memberikan makan, minum,dan pakaian kepada
anaknya,tetapi harus berusaha bagaimana agar anaknya menjadi pandai,bahagia
berguna bagi masyarakat bangsa dan negara. Perkembangan manusia dipengaruhi oleh
faktor dari dalam dirinya dan faktor dari luar. Faktor dari dalam meliputi semua potensi
yang dibawa sejak lahir, potensi ini tetap terpendam apabila tidak dikembangkan
melalui pendidikan,inipun juga tergantung dari kemauan. Jadi pendidikan fungsinya
untuk mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut. Faktor dari luar yang dapat
mempengaruhi perkembangan manusia yaitu lingkungan alam.Artinya lingkungananak
dengan anak,anak dengan orang dewasa, orang dewasa dengan orang dewasa yangsaling
berinteraksi.Lingkungan budaya berupa sopan santun,TV,majalah, serta lingkungan
alam secara geografisnya, namun karena perkembangan iptek pengaruh lingkungan
alam dapat diatasi.
Manusia adalah subjek pendidikan dan sekaligus pula sebagai objek pendidikan,
sebagai subjek pendidikan manusia (khususnya manusia dewasa) bertanggung jawab
dalam menyelenggarakan pendidikan secara moral berkewajiban atas perkembangan
pribadi anak-anak mereka, generasi penerus, manusia dewasa yang berfungsi sebagai
pendidik bertanggung jawab untk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan
dan nilai-nilai yang dikehendaki manusia tempat pendidikan berlangsung. Sebagai
objek pendidikan, manusia (khususnya anak) merupakan sasaran pembinaan dalam
melaksanakan pendidikan, yang pada hakekatnya memiliki pribadi yang sama seperti
manusia dewasa, namun karena kodratnya belum berkembang.
Proses pendidikan merupakan interaksi pluralistis antara manusia dengan
manusia, dengan lingkungan alamiah, sosial dan kultural akan sangat ditentukan oleh
aspek manusianya. Kedudukan manusia sebagai subyek dalam masyarakat dan di alam
semesta ini memiliki tanggung jawab besar dalam mengemban amanat untuk membina
dan mengembangkan manusia sesamanya. Memelihara lingkungan hidup bersama
merupakan tanggung jawabmanusia atas martabat kemanusiaannya. Ada beberapa
alasan yang menjadi dasar mengapa manusia perlu dididik dan memperoleh
pendidikan, yaitu :
a) Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, manusia begitu lahir ke dunia
perlu mendapatkan uluran orang lain untuk dapat melangsungkan hidup dan
kehidupannya.
b) Manusia lahir tidak langsung dewasa, untuk sampai pada kedewasaan yang
merupakan tujuan pendidikan dalam arti khusus memerlukan waktu lama. Bagi
manusia primitif, proses pencapaian kedewasaaan tersebut akan lebih pendek
dibandingkan dengan manusia modern.Manusia primitif cukup dengan
mencapai kedewasaan secara konvensional, dimana apabila seseorang sudah
memiliki keterampilan untuk hidup khususnya untuk hidup berkeluarga, seperti
dapat berburu, dapat bercocok tanam, mengenal norma-norma hidup
bermasyarakat, sudah dapat dikatakan dewasa.Dilihat dari segi usia, misalnya
usia 12-15 tahun pada masyarakat primitif sudah melangsungkan hidup
berkeluarga.
c) Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa
berinteraksi dengan manusia lain.Selain itu, manusia tidak akan berperilaku
manusia seandainya tidak hidup bersama dengan manusia lainnya. Lain halnya
dengan hewan, dimanapun hewan dibesarkan akan tetap memiliki perilaku
hewan, seekor kucing yang dibesarkan dalam lingkungan anjing akan tetap
berprilaku kucing, tidak akan berperilaku anjing. Karena setiap jenis hewan
sudah dilengkapi dengan insting tertentu yang pasti dan seragam, yang berbeda
antara jenis hewan yang satu dengan yang lainnya.
Sebagaimana lazimnya, manusia dengan hewan memiliki persamaan dalam
struktur fisik dan perlakuan secara fisik, manusia dengan hewan, khususnya hewan
menyusui dan bertulang belakang, memiliki perlengkapan tubuh yang secara prinsipil
tidak ada perbedaan. perilaku hewan seluruhnya didasarkan atas insting, misalnya:
insting lapar, insting seks, insting mempertahankan diri, dan sebagainya.Begitu pula
pada prinsipnya manusia memiliki perilaku yang didasarkan atas insting. Insting pada
hewan berlaku selama hidupnya, sedangkan pada manusia peranan insting akan diganti
oleh kemampuan akal budinya yang sama sekali tidak dimiliki oleh hewan.
Manusia dan hewan dapat mengamati lingkungan sama-sama dilengkapi
dengan alat indera. Beberapa ekor binatang mungkin dapat kita latih untuk mengenal
tandatanda (signal-signal) tertentu. Misalnya kita melihat harimau, dengan bunyi peluit
panjang harus melompat tingi, dengan peluit pendek satu kali harus jongkok, dan
sebagainya. Gerakan-gerakan tersebut terjadi karena dilatih secara terus menerus,
mekanis dan secara otomatis saja. Mustahil bahwa gerakan yang dilakukan harimau
tersebut merupakan hasil proses berpikir.Beberapa pengalaman manusia tentang
peristiwa perilaku hewan yang buas terhadap manusia. Seekor harimau yang biasa
berdemontrasi dalam petunjuk sirkus, begitu akrab dengan majikan atau pawangnya,
pada satu saat dengan tidak diduga harimau tersebut menerkam majikan atau
pawangnya yang setiap saat bercanda membelainya dengan rasa kasih sayang. Dengan
contoh tersebut hanya didasarkan atas insting dan nalurinya. Mereka tidak dapat
membedakan mana perbuatan baik dan tidakbaik, mana perbuatan bermoral dan
perbuatan tidak bermoral.
Di sinilah letak perbedaan manusia dengan hewan, manusia memiliki kesadaran
untuk melakukan perbuatannya dan sikap “sadar” itu didapatkan melalui pendidikan.
Melalui pendidikan manusia dapat berinteraksi dengan sesamanya. Pendidikan
merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Pembicaraan
tentang pendidikan tidak bermakna apa-apa tanpa membicarakan manusia. Berdasarkan
asumsi-asumsi tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa manusia merupakan
makhluk yang harus dididik dan mendidik. Pendidikan akan dapat membantu manusia
untuk merealisasikan dirinya, memanusiakan manusia. Pendidikan akan berusaha
membantu manusia untuk menyingkapkan dan menemui rahasia alam,
mengembangkan fitrah manusia yang merupakan potensi untuk berkembang,
mengarahkan kecenderungan dan membimbingnya demi kebaikan dirinya dan
masyarakat. Dengan pertolongan dan bimbingan tersebut, manusia akan menjadi insan
kamil (manusia yang sempuna), manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Pendidikan hanya akan menyentuh perilaku manusiawi yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1) Manusia memiliki kesadaran untuk menguasai hawa nafsunya.
2) Manusia memiliki kesadaran intelektual dan seni. Manusia dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga menjadikan ia
sebagai makhluk berbudaya.
3) Manusia memiliki kesadaran diri. Manusia dapat menyadari sifat-sifat yang ada
pada dirinya,dalam arti, manusia dapat mengadakan instropeksi.
4) Manusia adalah makhluk sosial. Ia membutuhkan orang lain untuk hidup
bersamasama berorganisasi dan bernegara.
5) Manusia memiliki bahasa, simbolis, baik secara tertulis maupun lisan.
6) Manusia dapat menyadari nilai-nilai (etika maupun estetika). Manusia dapat
berbuat sesuai denga nilai-nilai tersebut. Manusia memiliki perasaan atau hati
nurani.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan perlu karena manusia
lahir tidak berdaya, tidak bisa langsung bangun dan berjalan sendiri seperti sapi dan
hewan lainnya. Oleh sebab itu, manusia memerlukan pendidikan (dididik) agar mampu
bertahan hidup dan menjalani proses kehidupannya.
Pendidikan perlu ditanamkan kepada anak lebih dini untuk diberi bekal
kehidupan dimasa yang akan datang (dewasa). Pada masa inilah kepribadian anak dapat
dibentuk sesuai dengan yang kita inginkan. Bagaikan sebuah pohon ketika masih kecil
mudah dibentuk, tetapi kalau sudah besar susah dibentuk, karena dahan dan rantingnya
sudah keras. Sehingga semua orang di dunia ini merasa perlu untuk mendapatkan
pendidikan yang terbaik. Sebagai “anak didik” dalam ilmu pendidik tidak terlepas
kaitannya dengan sifat ketergantungan seseorang anak terhadap pendidik tertentu.
Seseorang anak disebut anak didik apabila ia menjadi tanggung jawab pendidik
tertentu. Sebutan anak didik harus dikait dengan seorang pendidik tertentu. Dan
pendidik yang dimaksud disini adalah seorang yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan si anak-anak yang dimaksud adalah anak yang mempunyai sifat
ketergantungan kepadanya (pendidik. Menurut Langeveld, anak didik adalah anak atau
orang yang belum dewasa atau belum memperoleh kedewasaan atau seseorang yang
masih menjadi tanggung jawab seorang pendidik tertentu anak didik tersebut adalah
anak yang memiliki sifat ketergantungan kepada pendidiknya itu, karena ia secara alami
tidak berdaya ia sangat memerlukan bantuan pendidikannya untuk dapat
menyelenggarakan dan melanjutkan hidupnya baik secara jasmani maupun secara
rohani. Maka dari itu ditinjau dari Dasar Biologis. Pendidikan adalah perlu karena anak
manusia dilahirkan tidak berdaya :
1) Anak manusia di lahirkan tidak dilengkapi insting yang sempurna untuk
dapatmenyesuaikan diri dalam menghadapi lingkungan.
2) Anak manusia perlu masa belajar yang panjang sebagai persiapan untuk dapat
secara tepat berhubungan dengan lingkungan secara konstruktif.
3) Awal pendidikan terjadi setelah anak manusia mencapai penyesuaian jasmani
ataumencapai kebebasan fisik dan jasmani.
Manusia adalah subjek pendidikan dan sekaligus pula sebagai
objekpendidikan, subagai subjek pendidikan manusia (khususnya manusi dewasa)
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan secara moral berkewajiban
atas perkembangan pribadi anak anak mereka, generasi penerus, manusia dewasayang
berfungsi sebagai pendidik bertanggung jawab untk melaksanakan misi pendidikan
sesuai dengan tujuan dan nilai nilai yang dikehendaki manusia dimana pendidikan
berlangsung. Sebagai objek pendidikan, manusi (khususnya anak) merupakan sasaran
pembinaan dalam melaksanakan pendidikan, yang pada hakekatnya ia memilki pribadi
yang sama seperti manusia dewasa, namun Karena kodratnya belum berkembang
(Sadullah, 2001: 80).
Proses pendidikan merupakan interaksi pluralistis antara manusia dengan
manusia, dengan lingkungan alamiah, social dan cultural akan sangat ditentukan oleh
aspek manusianya. Kedudukan manusi sebagai subjek dalam masyarakat dan di alam
semesta ini memiliki tanggung jawab besar dalam mengemban amanat untuk membina
dan mengembangkan manusia sesamanya. Memelihara lingkungan hidup bersama
lebih jauh manuis bertanggung jawab atas martabat kemanusiaanya. Dalam
eksistensinya manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal. Sosok manusia
ideal merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan. Sebab itu, sosok manusia ideal
tersebut belum terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan (prinsip
idealitas). Manusia sebagai Makhluk yang perlu dididik (Animal Educandum) dan
dapat dididik (Animal Educabile).
Manusia adalah makhluk Allah SWT, sebagai kesatuan badani-rohani, manusia
hidup dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran (consciousnesss), memiliki
penyadaran diri (self-awareness), mempunyai berbagai kebutuhan, instink, nafsu, serta
mempunyai tujuan. Manusia mempunyai potensi untuk beriman danbertaqwa kepada
Tuhan YME, memiliki potensi untuk berbuat baik dan untuk berbuatjahat; memiliki
potensi untuk mampu berpikir (cipta), potensi berperasaan (rasa), potensi berkehendak
(karsa), dan potensi untuk berkarya. Dimensi eksistensi manusia meliputi
individualitas/ personalitas, sosialitas, moralitas, keberbudayaan dan keberagamaan.
manusia adalah individual/ personal, adapun karakteristiknya bahwa manusia adalah
satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga
bersifat unik, dan merupakan subjek yang otonom, serta berada dalam pertumbuhan
dan perkembangan.

Menurut Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959). "Manusia dapat menjadi
manusia hanya melalui pendidikan", Pernyataan tersebut sejalan dengan hasilstudi M.J.
Langeveld yang memberikan identitas kepada manusia dengan sebutan Animal
Educandum (M.J. Langeveld, 1980). Terdapat tiga prinsip antropologis yang menjadi
asumsi perlunya manusia mendapatkan pendidikan dan perlunya manusia mendidik diri,
yaitu:

a. prinsip historisitos
b. prinsip idealitas, dan
c. prinsip posibilitas/aktualitas.

Manusia dalam hidupnya memiliki banyak kebutuhan, biologis maupun psikis.


Ia tidak boleh dilepaskan begitu saja memenuhi tuntutan naluri dan kebutuhannya,
sebab boleh saja menempuh cara yang menyimpang dan bertentangan dengan nilai-
nilai sosial dan keagamaan. Karena itu disetiap jenjang pertumbuhan dan
perkembangan diharpakan tetap dalam lingkungan yang mampu membentuk
kepribadian sebagai manusia yang baik. Kondisi seperti inilah, manusia sebagai
makhluk membutuhkan pendidikan.

2. Manusia Sebagai Makhluk yang Dapat Didik


Manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi
manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia, untuk menjadi manusia ia
perlu dididik. ”Manusia dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan”, demikian
kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya. Pernyataan tersebut sejalan
dengan hasil studi M.J. Langeveld yang memberikan identitas kepada manusia dengan
sebutan ”animal Educandum” atau hewan yang perlu didik. N.Drijakarya S.J. (1986)
menyatakan bahwa manusia mempunyai atau berupa dinamika (manusia sebagai
dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti selalu dalam keaktifan, baik dalam
aspek fisiologik maupun spiritualnya. Dinamika mempunyai arah horisontal (ke arah
sesama dan dunia) maupun kearah transedental (kearah Yang Mutlak). Karena itu
dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat dididik.
Manusia (anak didik) hakikatnya adalah makhluk sosial, ia hidup bersama
dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik dimana setiap
individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Maka sosialitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik. Ada perbedaan yang khas antara
manusia dengan binatang. Binatang adalah makhluk yang tidak dianugerahi akal
pikiran, sedangkan manusia adalah makhluk yang dianugerahi akal pikiran. Manusia,
karena memiliki akal pikiran, maka dalam pendidikan manusia dijuluki “Animal
Educandum”, artinya manusia adalah makhluk yang dapat dididik. Menurut H. Sunarto
dalam buku yang berjudul “Perkembangan Peserta Didik” menerangkan bahwa,
“manusia adalah makhluk yang dapat dididik atau “homo educandum”. Menurut
Achmadi dalam buku yang berjudul “Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan”,
menyatakan bahwa, “manusia adalah binatang yang mendidik dan dididik (animal
educandum)”. Manusia merupakan makhluk yang memiliki akal pikiran, dan dengan
melalui akal itu pula manusia dapat dididik. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
manusia merupakan makhluk yang dapat dididik.
Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik, maka manusia perlu dididik.
Manusia sejak kelahirannya telah memiliki potensi dasar yang universal. Sejak
kelahirannya manusia telah memiliki potensi dasar yang universal, berupa: kemampuan
untuk membedakan antara baik dan buruk (moral identity); kemampuan dan kesadaran
untuk memperkembangkan diri sendiri sesuai dengan pembawaan dan cita-citanya
(individual identity); kemampuan untuk berhubungan dan kerjasama dengan orang lain
(social identity) dan adanya ciri-ciri khas yang mampu membedakan dirinya dengan
orang lain (individual differences) Manusia dengan segenap potensi dasar tersebut akan
tumbuh menjadi manusia dewasa manakala dikembangkan melalui proses pendidikan.
Proses pendidikan anak manusia berawal dari pergaulan, pergaulan dengan orang lain
pada umumnya dan pergaulan dengan kedua orang tuanya pada khususnya dalam
lingkungan budaya yang mengelilinginya. Menurut Singgih D. Gunarsa dalam buku
“Psikologi Perkembangan” menyatakan bahwa, “anak membutuhkan orang lain dalam
perkembangannya. Dan orang lain yang paling utama dan pertama bertanggung jawab
adalah orang tua sendiri”.
Begitu pula cinta-kasih orang tua dan ketergantungan serta kepercayaan anak
kepada mereka pada usia-usia muda merupakan dasar kokoh yang memungkinkan
timbulnya pergaulan yang mendidik. Menurut penyelidikan-penyelidikan para ahli
sebagaimana dikutip Singgih menyimpulkan bahwa, “sekalipun bayi belum dapat
dididik, dalam arti belum dapat menangkap pengertian-pengertian, akan tetapi si bayi
seolah-olah menyadari perlakuan-perlakuan mana yang penuh kasih sayang dan
perkakuan-perlakuan mana yang tidak disertai kasih sayang”. Keterbatasan dan
kelemahan anak manusia dikuatkan oleh kepercayaan dan sikap pasrah kepada
kewibawaan orang tua dan nilainilai moral yang dijunjungnya dalam tanggung jawab
diri sendiri. Anak tidak akan menjadi “manusia” dalam arti yang sesungguhnya
(kehilangan hakikat kemanusiaannya) tanpaadanya pergaulan yang mendidik yaitu
orang lain, terutama orang tuanya sendiri, lingkungan atau masyarakat serta curahan
kasih sayang yang perlu diberikan kepada anak tersebut.
Pendidikan merupakan upaya yang paling strategis dalam rangka mencerdaskan
manusia. Manusia individu, warga masyarakat dan warga negara yang lengkap dan utuh
harus dipersiapkan sejak anak masih kecil dengan upaya pendidikan. Melalui
pendidikan manusia mampu menjadi sumber daya yang berkualitas sehingga dapat
menjadi aset bangsa yang tertinggi. Dalam Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989
tantang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa, “pendidikan adalah usaha sadar
untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau
latihan bagi peranannya di masa mendatang”. Agar dapat berperan di masa mendatang
dengan baik, kegiatan pendidikan sangat penting.
Ajaran Islam bersifat universal dan berpijak pada landasan kesamaan yang
dimiliki oleh manusia. Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dan berperan
sebagai khalifah Allah di bumi, maka manusia diberi hak oleh Allah untuk memperoleh
pendidikan dan ilmu pengetahuan. Menurut H. Baharuddin Lopa, dalam “Al-Qur’an
dan Hak-Hak Asasi Manusia” menyatakan bahwa, “Islam bukan hanya menganggap
belajar sebagai hak tetapi adalah pula sebagai kewajiban”. Dengan demikian ilmu
pengetahuan dan pendidikan dalam Islam mempunyai kedudukan yang tinggi. Setiap
manusia berhak dan berkewajiban untuk memperoleh pendidikan, sehingga manusia
dapat berperan dalam kehidupannya dan beribadah kepada Allah SWT dengan baik.
Islam memandang bahwa keutamaan makhluk manusia yang lebih dari makhluk
lainnya terletak pada kemampuan akal kecerdasannya. Menurut H.M. Arifin, dalam
buku yang berjudul “Ilmu Pendidikan Islam” menyatakan bahwa, “… tidak kurang dari
300 kali Tuhan menyebutkan motivasi berfikir dalam kitab suci Al Qur’an”. Manusia
diperintah oleh Allah SWT agar senantiasa memfungsikan akal pikirannya untuk
menganalisa tanda-tanda kekuasaan-Nya yang nampak dalam alam semesta ciptaan-
Nya yaitu dengan melalui proses belajar. Islam memerintahkan umatnya, laki-laki
maupun perempuan untuk belajar. Manusia sesuai dengan harkat kemanusiaannya
sebagai makhluk Homo Educandum, dalam arti manusia sebagai makhluk yang dapat
dididik. Karena itu proses belajar bersifat manusiawi. Menurut Zuhairini dalam buku
yang berjudul “Filsafat Pendidikan Islam” menyatakan bahwa, “manusia sebagai
makhluk yang dapat dididik dapat dipahami dari firman Allah dalam QS Al-Baqarah
ayat 31 dan QS. Al-Alaq ayat 1-5 :
“Dan Tuhan mengajarkan kepada Adam nama-nama segalanya....” (QS.
AlBaqarah: 31)
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang Maha Mulia. Yang
mengajarkan manusia dengan pena. Yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang
tidak diketahuinya” (QS. Al-Alaq: 1-5).
Kemampuan membaca dan menulis merupakan hal terpenting bagi manusia
guna mendapatkan ilmu pengetahuan. Manusia dengan ilmu pengetahuan akan
mendapat kedudukan atau derajat yang tinggi manakala disertai dengan dzikir kepada
Allah SWT.
Rasulullah Muhammad SAW sebagai Uswatun khasanah bagi umat Islam juga
memerintahkan kepada umatnya agar senantiasa menuntut ilmu. Beliau telah
menyamakan wanita dan pria dalam hal-hal yang bersifat kerohanian serta kewajiban-
kewajiban keagamaan tanpa perbedaan dalam bidang ilmu pengetahuan. Rasulullah
SAW bersabda:
“Dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah SAW bersabda: menuntut ilmu
adalah kewajiban atas setiap orang Islam (laki-laki maupun perempuan)” (HR. Ibnu
Majjah).
Ilmu adalah sesuatu yang sangat dihargai dalam Islam, mencari dan
mempelajarinya merupakan kewajiban atas Muslim dan muslimah. Perintah menuntut
ilmu kepada manusia merupakan salah satu bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang
dapat dididik. Animal educandum, maka manusia pada dasarnya dapat dan harus di
didik serta dapat mendidik dirinya sendiri.
Bahwa manusia itu untuk dapat menentukan status manusia sebagaimana
mestinya adalah harus mendapatkan pendidikan. Dalam hal ini keharusan mendapatkan
pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek
kepentingan yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Aspek Pedagogis.
Dalam aspek ini para ahli didik memandang manusia sebagai animal
educandum: makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataanya manusia
dapat dikategorikan sebagai animal, artinya binatang yang dapat dididik.
Sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih
secara dressur, artinya latihan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis,
tidak berubah.
2. Aspek Sosiologis dan Kultural.
Menurut ahli sosiologi pada prinsipnya, manusia adalah homosocius, yaitu
makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau memiliki gazirah (instink)
untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makluk sosial manusia harus memiliki
rasatanggung jawab sosial (social responsibility) yang diperlukan dalam
mengembangkan hubungan timbal balik (inter relasi) dan saling pengaruh
mempengaruhi antara sesama anggota masyarakat dalam kesatuan hidup mereka
3. Aspek Tauhid
Aspek tauhid ini adalah aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia itu
adalah makhluk yang berketuhanan yang menurut istilah ahli disebut homo
divinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut dengan homo
religious artinya makhluk yang beragama. Adapun kemampuan dasar yang
meyebabkan manusia menjadi makhluk yang berketuhanan atau beragama adalah
karena di dalam jiwa manusia terdapat instink yang disebut instink religious atau
gazirah diniyah (instink percaya kepada agama). Itu sebabnya, tanpa melalui proses
pendidikan instink religious dan gazirah diniyah tersebut tidak akan mungkin dapat
berkembang secara wajar. Dengan demikian pendidikan keagamaan mutlak
diperlukan untuk mengembangkan instink religious atau gazirah Diniyah tersbut.
Permasalahan apakah manusia akan dapat dididik? Pertanyaan tersebut
menuntut jawaban dengan prinsip-prinsip Antropologis apakah yang melandasinya?
Untuk menjawab permasalahan tersebut, Anda dapat mengacu kepada konsep hakikat
manusia sebagaimana telah diuraikan terdahulu (point 1). Berdasarkan itu, Tatang
Syaripudin (1994), mengemukakan lima prinsip antropologis yang melandasi
kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu : (1) prinsip potensialitas, (2). prinsip
dinamika, (3) prinsip individualitas, (4) prinsip sosialitas, dan (5) prinsip moralitas. MI.
Soelaeman (1984) mengemukakan 3 prinsip, yaitu prinsip (1) individualitas, (2)
sosialitas, dan (3) moralitas. Sementara La Sulo (1994) mengemukakan 4 prinsip, (1)
prinsip individualitas, (2) sosialitas, (3) moralitas, dan (4) prinsip keberagamaan.
Prinsip keberagamaan tidak serta merta tercakup dalam prinsip moralitas, sebab ada
moral yang bersumber dari filsafat atau bentuk-bentuk moral ilmu pengetahuan.
Marilah kita ikuti uraian prinsip-prinsip antropologi yang dikemukakan oleh Tatang
Syaripudin dalam Tesis (1994), dan Landasan Pendidikan (2008) berikut ini.
1) Prinsip Potensialitas.
Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal. Sosok manusia
ideal tersebut antara lain adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
YME, bermoral/berakhlak mulia, cerdas, berperasaan, berkemauan, mampu
berkarya, dst.. Di pihak lain, manusia memiliki berbagai potensi, yaitu: potensi
untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, potensi untuk mampu berbuat
baik, potensi cipta, rasa, karsa, dan potensi karya. Sebab itu, manusia akan dapat
dididik karena ia memiliki potensi untuk menjadi manusia ideal.
2) Prinsip Dinamika.
Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam rangka
membantu manusia (peserta didik) agar menjadi manusia ideal. Di pihak lain,
manusia itu sendiri (peserta didik) memiliki dinamika untuk menjadi manusia ideal.
Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Ia selalu
menginginkan dan mengejar segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang
telah dicapainya. Ia berupaya untuk mengaktualisasikan diri agar menjadi manusia
ideal, baik dalam rangka interaksi/komunikasinya secara horisontal maupun
vertikal.. Karena itu dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat
didik.
3) Prinsip Individualitas
Praktek pendidikan merupakan upaya membantu manusia (peserta didik)
yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri. Dipihak lain,
manusia (peserta didik) adalah individu yang memiliki ke-diri-sendirian
(subyektivitas), bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri. Sebab itu,
individualitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat di didik.

4) Prinsip Sosialitas
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar
sesama manusia (pendidik dan peserta didik). Melalui pergaulan tersebut pengaruh
pendidikan disampaikan pendidik dan diterima peserta dididik. Telah Anda pahami,
hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya.
Dalam kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi huhungan pengaruh
timbal balik di mana setiap individu akan menerima pengaruh dari individu yang
lainnya. Sebab itu, sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
5) Prinsip Moralitas
Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem
norma dan nilai tertentu. Di samping itu, pendidikan bertujuan agar manusia
berakhlak mulia; agar manusia berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan
normanorma yang bersumber dari agama, masyarakat dan budayanya. Di pihak lain,
manusia berdimensi moralitas, manusia mampu membedakan yang baik dan yang
jahat. Sebab itu, dimensi moralitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat
dididik.
6) Prinsip Keberagamaan/religiusitas
Bagi umat beragama meyakini bahwa semua yang ada di alam semesta ini
adalah diciptakan Tuhan Yang Maha Esa, ini berbeda denga aliran evolusionistik
yang berargumen bahwa segala yang ada di dunia ini terjadi dengan sendirinya
melalui proses panjang dengan hukum alam. Mereka lupa bahwa evolusi dari
binatang tidak semua mencapai kesempurnaan, sementara evolusi manusia menuju
ke kesempurnaan. Ada dua atau lebih proses evolusi, dimana ada yang menuju ke
kehancuran dan ada yang tidak berevolusi, dan ada yang ke kesempurnaan/
keunggulan.
Realitas social, apakah mereka yang ada di pedalaman atau yang tinggal
diping- giran kota, atau di metropolitan, manusia selalu akan terikat dengan yang
dianggap menguasai alam atau lingkungannya, atau bahkan benda yang dianggap
keramat karena dianggap ada hubungan antara dia dengan benda tersebut. Persoalan
ini dapat dipahami dari sisi religiusitas seseorang, pada tataran mana seseorang
memiliki keyakinan tersebut, apakah dasarnya logika, perasaan, intuisi, atau
keyakinan dari hati sanubari. Permasalahannya adalah sampai sejauhmana peranan
religi dapat menuntun manusia untuk mencapai kesempurnaan kehidupan manusia
baik di dunia maupun di akhirat. Agama yang diyakini seseorang, akan menjadi
suatu paradigma berfikir dan berbuat yang selaras dengan hukum-hukum agama,
dan ini menuntun dan mengembangkan seluruh proses kehidupan manusia baik
aspek internal maupun eksternal diri dan aspek social dan moral berkehidupan di
masyarakatnya.
Atas dasar berbagai asumsi di atas, jelas kiranya bahwa manusia akan dapat
dididik, sehubungan dengan ini M.J. Langeveld (1980) memberikan identitas
kepada manusia sebagai “Animal Educabile”. Dengan mengacu pada asumsi ini
diharapkan kita tetap sabar dan tabah dalam melaksanakan pendidikan. Andaikan
saja Anda telah melaksanakan upaya pendidikan, sementara peserta didik belum
dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, Anda tetap sabar dan tabah
untuk tetap mendidiknya. Dalam konteks ini, Anda justru perlu introspeksi diri,
barangkali saja terjadi kesalahan-kesalahan yang Anda lakukan dalam upaya
pendidikan tersebut, sehingga peserta didik terhambat dalam mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan.
Demikianlah prinsip-prinsip yang melandasi perlunya anak manusia
mendapat bantuan pendidikan, yang tentunya tidak mengabaikan prinsip-prinsip
antropologis lainnya selama prinsip tersebut memperkuat kaidah-kaidah pentingnya
pendidikan bagi manusia.

LATIHAN!
1. Jelaskan Manusia sebagai animal educandum!
2. Jelaskan mengapa pendidikan hanya untuk manusia!
3. Jelaskan mengapa manusia harus di didik/mendidik
4. Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk yang dapat di didik?
5. Sebutkan aspek apa saja yang mempengaruhi pendidikan manusia?
BAB II
ANAK MANUSIA DALAM KONDISI PERLU BANTUAN

A. Anak Manusia dalam Kondisi Perlu Bantuan


Manusia pada saat ia dilahirkan dilahirkan tidak langsung dapat mengembangkan
kemanusiaannya, karena ketidakberdayaan dan kelemahan yang ia miliki secara kodrati
memerlukan uluran pihak luar untuk membantunya. Namun secara kodrati pula anak
dilahirkan dengan potensi untuk berkembang menuju kemandirian. Potensi inilah yang
perlu dipahami oleh pihak luar khususnya orangtua (pendidik), sehingga potensi tersebut
dapat berkembang secara optimal.
1. Manusia lahir tidak berdaya
Manusia adalah hewan berakal budi, manusia adalah hewan yang pandai bicara,
manusia adalah yang belum selesai, dan sebagainya. Kesadaran akan kemungkinan dan
kemampuan menggunakan alat merupakan permulaan kebudayaan manusia yang
membedakan kehidupan manusia secara prinsipil berlainan dengan kehidupan hewan. Pada
saat dilahirkan manusia dapat dikatakan dalam keadaan hewan, bahkan mungkin kurang
dari hewan. Dibandingkan dengan kelahiran hewan yang terdekat dengan jenisnya,
manusia boleh dikatakan “lahir terlalu dini”, sebelum ia memiliki spesialisasi tertentu,
sebelum ia dapat menolong dirinya sendiri, ia telah “terlanjur” dilahirkan. Namun justru
karena kekurangannya inilah manusia memiliki “kelebihan” dibanding dengan hewan.
2. Manusia belum dapat menolong dirinya sendiri
Manusia dilahirkan dalam keadaan belum dapat menolong dirinyasendiri, juga
dalam hal-hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidupnya. Dengan kata lain:
“Manusia berada dalam keadaan perlu bantuan”, dan bantuan harus datang dari pihak
lain. Tanpa bantuan dari pihak lain, manusia tidak mungkin melangsungkan hidupnya.
Bantuan tersebut tidak saja bagi kehidupan fisiknya, namun juga bagi kehidupan psikisnya,
dan kehidupan sosialnya. Kebutuhan terhadap ruang akan dirasakannya, tidak sekedar
kebutuhan terhadap pemertahanan kehidupan biologisnya, melainkan juga kebtuhan
psikologis, kebutuhan sosial, kebutuhan normatif, yang juga merupakan ciri khas yang
manusiawi. Untuk memenuhi kebutuhan ini iamemerlukan bantuan.
3. Manusia dilahirkan dalam lingkungan manusiawi
Manusia dilahirkan dalam lingkungan manusiawi yang bertanggung jawab, yang
berperasaan, bermoral, dan yang sosial. Keadaan anak manusia yang perlu bantuan itu
menggugah dan mengundang kasih sayang bagi orang dewasa khususnya kedua
orangtuanya. Ketidaktahuan anak akan segala sesuatu diimbangi orangtua dan guru dengan
mengajar dan mendidiknya. Ketidakterampilan anak dalam melakukan hal-hal yang harus
dilakukannya diimbangi orangtua, dan guru dengan melatih dan membiasakannya.
Kelemahan anak diimbangi dengan kasih sayang orangtua dan guru yangmemang
dirasakan suatu keperluan untuk menumpahkannya. Segala pemberian bantuan itu tidak
dirasakannya berat, malahan menyenangkan karena hal itu dipandang sebagai tugasnya dan
malahan sebagai kebutuhannya. Maka terjadilah kasih sayang yang timbal balik antara
kedua pihak itu yang selanjutnya memungkinkan lahirnya saling memahami antara
keduanya. Keadaan memerlukan bantuan dengan demikian tidak merupakan suatu beban
bagi kedua pihak, melainkan justru dirasakan merupakan suatu karunia yang memikat dan
memperdalama hubungan kedua pihak sehingga pelepasan dan pemisahannya kelak
berjalan dengan lancar.

4. Dunia Manusia sebagai Dunia Terbuka

a. Manusia belum siap menghadapi kehidupan.

Dalam teori retardasi dari Bolk tersirat pendapat bahwa manusia dilahirkan
terlalu dini, sebab pada kelahirannya anak belum memiliki suatu spesialisasi
dalam rangka mengisi dan melaksanakan tugas hidupnya. Karena belum siap dan
belum terspesialisasi itu, ia harus mempersiapkan diri dan mendapatkan suatu cara
yang khas bagi dia dalam melaksanakan kehidupan dan tugas hidupnya itu.
Memang berat dan sulit, sehingga anak memerlukan waktu yang lama
dibandingkan dengan hewan untuk mempersiapkan hidupnya itu. Inilah
merupakan batas pembeda antara kehidupan hewani dan manusiawi menurut teori
retardasi Bolk.

b. Manusia mampu menggunakan alat.

Melalui anggota tubuhnya, manusia menemukan kemungkinan dan


kemampuannya untuk menggunakan alat. Kemampuan itu membuka corak dan
dimensi yang secara prinsipil berlainan dengan hewan. Dalam hal ini tersirat
dengan adanya :

1) Insiatif dan daya kreaasi manusia.

Inisiatif dan daya kreasi yang merupakan manifestasi dari kebebasan


dirinya dan merupakan saluran imajinasinya menjadi jelas arah dan sasarannya
dalam realita kehidupan yang harus digelutinya yang hanya dapat terlaksana
melalui bimbingan dan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan hidup
manusia.

2) Kemampuan manusia unuk merealisasikan dirinya.

Dalam hal ini manusia bersifat ganda yaitu menghidupi dan menghadapi
lingkungan. Pada suatu pihak manusia menyatu dengan lingkungannya namun
dipihak lain lingkungan yang hidup dan dunia yang dihidupinya harus pula
dihadapinya sebagai tugas. Maka ia harus mengambil sikap terhadapnya, harus
mengalah dan atau mungkin mengatasinya.

3) Kesadaran manusia akan lingkungan

Manusia menanggapi lingkungan berbeda dengan hewan. Bagi manusia,


lingkungan tidak sekedar merupakan sesuatu yang melindungi, melainkan
mengundangnya untuk mengolah da menggarapnya. Manusia mampu
mengadakan refleksi, memikirkan dirinya dan perbuatannya serta mampu
menyadari kedudukannya dalam lingkungannya dan mengambil posisi
terhadapnya.

4) Keterarahan hidup manusia kepada lingkungan.

Mengenai pertautan manusia dengan lingkungannya terdapat dua


pandangan yang ekstrim yang saling berlawanan yaitu :

a) pandangan Leibniz dengan teori metode yang tertutup yang


memandang pribadi aktif dari dalam tanpa mendapatkan pengaruh
dari luar, sehingga manusia merupakan penyebab bukan akibat
dari lingkungannya.

b) pandangan epifeminalis yang mengaggap pribadi hanyalah efek


atau akibat dari system persyratan yang tidak berdaya sama sekali.
Namun kedua pandangan tersebut tidak dapat diterima karena
manusia merupakan penyebab dan akibat sekaligus atau disebut
dwifungsi manusia terhadap lingkungannya. Dalam dunianya
manusia adalah makhluk yang terarah kepada lingkungannya,
kepada Tuhan, benda-benda sekitar, sesama manusia, diri sendiri
dan kepada dunia.
5) Kesadaran manusia akan tugasnya dalam lingkungan hidupnya

Dunia manusia tidak merupakan sesuatu yang telah selesai, melainkan


yang harus digarapnya. Manusia menghayati dunianya sebagai penugasan.
Manusia yang saat dilahirkan memerlukan bantuan namun saat ia dewasa ada
tugas yang harus dipenuhinya secara luas dan dalam.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia


Anak manusia sejak dilahirkan berkembang terus hingga mati. Perkembangan anak
manusia itu meliputi perkembangan fisik dan psikis, berlangsung secara teratur dan terarah
menuju kedewasaannya. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangananak,
adalah sebagai berikut:
1. Faktor Keturunan

Anak memiliki warisan sifat-sifat bawaan yang berasal dari kedua orang tuanya,
merupakan potensi tertentu yang sudah terbentuk dan sukar diubah. Menurut H.C.
Witherington dalam Abu Ahmadi (2001). Hereditas adalah proses penurunan sifaf-sifat
atau ciri-ciri tertentu, dari satu generasi kegenerasi lain dengan perantaraan sel benih. Pada
dasarnya yang diturunkan itu adalah struktur tubuh, jadi apa yang diturunkan orang tua
kepada anak-anaknya berdasar perpaduan gen-gen yang pada umumnya hanya mencakup
sifat atau ciri-ciri atau sifat orang tua yang diperoleh dari lingkungan atau hasil belajar dari
lingkungan.

2. Faktor Lingkungan
Lingkungan disekitar manusia dapat digolongkan kepada dua jenis, yaitu
lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Lingkungan abiotik adalah lingkungan makhluk
tidak bernyawa seperti abtu, air, hujan, tanah dan musim. Itu semua dapat mempengaruhi
kehidupan mansuia. Lingkungan biotik adalah lingkungan makhluk hidup bernyawa terdiri
dari tiga jenis yaitu lingkungan nabati, lingkungan hewani, dan lingkungan manusia(sosial,
budaya dan spiritual). Lingkungan sosial meliputi bentuk hubungan sikap atau tingkah laku
manusia. Lingkungan budaya meliputi adat istiadat, bahasa, norma-norma dan peraturan
yang berlaku. Lingkungan spiritual meliputi agama dan keyakinan.

3. Faktor Diri
Guru harus memahami faktor diri yang merupakan faktor kejiwaan kehidupan
seorang anak. Faktor-faktor ini dapat berupa emosi, motivasi, integrasi, sikap dan
sebagainya. Beberapa ciri perkembangan kejiwaan anak SD dikemukakan oleh Abu
Ahmadi (2001) sebagai berikut:
a. Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat
b. Kehidupan sosial diperkaya dengan kemampuan bekerjasama dan bersaing dalam
kehidupan kelompok
c. Mempunyai kemampuan memahami sebab akibat

LATIHAN!
1. Apa yang dimaksud dengan anak manusia dalam kondisi perlu bantuan?
2. Sebutkan apa saja kondisi anak yang butuh bantuan!
3. Jelaskan yang dimaksud dengan manusia belum siap menghadapi kehidupan!
4. Apa yang dimaksud dengan manusia belum bisa menolong dirinya sendiri?
5. Sebutkan faktor-faktor yang mempeengaruhi dalam perkembangan manusia!
BAB III
PENDIDIKAN SECARA NATIVISME
A. Pengertian Nativisme
Nativisme adalah pandangan bahwa keterampilan-keterampilan atau kemampuan-
kemampuan tertentu bersifat alamiah atau sudah tertanam dalam otak sejak lahir. Pandangan
ini berlawanan dengan empirisme, teori tabula rasa, yang menyatakan bahwa otak hanya
mempunyai sedikit kemampuan bawaan dan hampir segala sesuatu dipelajari melalui interaksi
dengan lingkungan. Aliran ini bertolak dari Leibnitzian Tradition, atau kemampuan dari diri
anak. Sehingga faktor lingkungan tidak berpengaruh dalam faktor pengembangan pendidikan
anak. Hasil pendidikan tergantung pembawaan, Schopenhouer (filsuf Jerman 1788-1860)
berpendapat bahwa bayi lahir dalam pembawaan baik dan buruk, maka keberhasilan
pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri. Nativisme berasal dari “nati” artinya terlahir, dan
bagi nativisme lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam
mempengaruhi perkembangan anak. Konvergensi menjelaskan dua faktor:

a. Pembawaan (Hereditas)
b. Lingkungan dalam perkembangan anak.

Maka banyak didapati dalam aliran Nativisme itu anak mirip dengan orang tuanya baik
secara fisik dan non fisik (sifat). Di dalam diri individu terdapat “inti” (G. Leibnitz: Monad)
yang mendorong manusia yaitu kemauan aktif sendiri, dan manusia adalah makhluk yang
mempunyai kemauan bebas. Dalam pandangan humanistic psycology dari Carl R. Rogers
ataupun phenomenology atau humanistik lainnya. Apa yang dialami atau pengalaman
pelajar ditentukan “internal frame of reference” yang dimilikinya. Terdapat beberapa
variasi pendekatan yaitu:

a. Pendekatan aktualisasi atau non direktif (client centered) dari Carl R. Rogers dan
Abraham Maslow.
b. Pendekatan “Personal Constructs” dari George A. Kelly yang menekankan memahami
hubungan “transaksional” manusia dan lingkungan awalnya memahami perilakunya.
c. Pendekatan “Gestalt” baik yang klasik (Max Wertheimer dan Wolgang Kphler)
maupun pengembangan selanjutnya (K. Lewin dan F. Perls)
d. Pendekatan “Search for Meaning” dengan aplikasi “Logotherapy” dari Viktor Franki
yang mengungkapkan pentingnya semangat (human spirit) sebagai tantangan masalah.
Pendekatan-pendekatan tersebut di atas tetap menekankan pentingnya “inti” privasi atau
jati diri manusia.

1. Tokoh Aliran Nativisme


a. Immanuel Kant
Immanuel Kant (lahir di Königsberg, Kerajaan Prusia, 22 April 1724 – meninggal
di Königsberg, Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun). Kota itu sekarang
bernama Kaliningrat di Rusia. Dia berasal dari keluarga pengrajin yang sederhana. Ketika
Kant masih muda, usaha ayahnya bangkrut. Kehidupan meraka harus didukung oleh
keluarga besar orang tuanya. Kant penuh dengan kerendahan hati dan sangat disiplin.
Kant kemudian menjadi guru besar untuk logika dan metafisika di Universitas
Konisberg. Dia secara rutin menyajikan kuliah tentang geografi fisik. Hal ini dilakukannya
sepanjang tahun sampai tahun 1796. Dalam pengantar kuliahnya, dia selalu menegaskan
tempat geografi dalam dunia ilmiah. Dia memberikan landasan falsafi bagi geografi sebagai
pengetahuan ilmiah.
Minat kant dalam geografi fisik tidak dirangsang oleh pengalamannya menghadapi
alam di berbagai belahan dunia tetapi muncul dari penyelidikan filsofis atas pengetahuan
empiris. Bagi Kant, geografi adalah ilmu empiris yang ingin menunjukkan alam sebagai
suatu sistem. Geografi, menurutnya merupakan ilmu tentang fenomena fisik dan budaya
yang tersusun dalam ruang bumi.

A. Pengaruh Dan Konsep Teori Nativisme Dalan Praktek Pendidikan


Telah cukup banyak dibicarakan hal-ikhwal tentang pendidikan, baik kaitannya
dengan hakikat kehidupan manusi, maupun kaitannya dengan kebudayaan sebagai produk
dari proses pendidikan. Pada saat manusia mengalami tahap perkembangan, naik secara
fisik maupun rohaninya dalam proses pendidikan, muncullah pertanyaan mendasar tentang
faktor yang paling berpengaruh terhaap perkembangan itu. Apakah faktor bakat dan
kemampuan diri manusia itu sendiri, atau faktor dari luar diri manusia, ataukah kedua-
dunya itu secara bersama-sama. Dari faktor pertamalah timbul teori yang disebut sebagai
teori nativisme. Nativisme berasal dari kata “nativus” artinya pembawaan.
Teori nativisme dikenal juga dengan teori naturalisme atau teori pesimisme. Teori
ini berpendapat bahwa manusia itu mengalami pertumbuhkembangan bukan karena faktor
pendidikan dan intervensi lain diluar manusia itu, melainkan ditentukan oleh bakat dan
pembawaannya. Teori ini berpendapat bahwa upaya pendidikan itu tidak ada gunanya san
tidak ada hasilnya. Bahkan menurut teori ini pendidikan it upaya itu justru akan merusak
perkembangan anak. Pertumbuhkembangan anak tidak perlu diintervensi dengan upaya
pendidikan, agar pertumbuhkembangan anak terjadi secara wajar, alamiah, sesuai dengan
kodratnya.
Telah dibahas pada sebelumnya bahwa teori nativisme berpendapat tentang
perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawan sejak lahir, serta faktor lingkungan
kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Menganalisis dari
pendapat tersebut, anak yang dilahirkan dengan bawaan yang baik akan mempunyai bakat
yang baik juga begitu juga sebaliknya. Faktor bawaan sangat dominan dalam menentukan
keberhasilan belajar atau pendidikan,. Faktor-faktor yang lainnya seperti lingkungan tidak
berpengaruh sama sekali dan hal itu juga tidak bisa diubah oleh kekuatan pendidikan.
Pendidikan yang diselenggarakan merupakan suatu usaha yang tidak berdaya menurut teori
tersebut, karena anak akan menetukan keberhasilan dengan sendirinya bukan melalui
sebuah usaha pendidikan. Walaupun dalam pendidikan tersebut diterapkan dengan keras
maupun secara lembut, anak akan tetap kembali kesifat atau bakat dari bawaannya. Begitu
juga dengan faktor lingkungan, sebab lingkungan itu tidak akan berdaya mempengaruhi
perkembangan anak.
Dalam teori nativisme telah ditegaskan bahwa sifat-sifat yang dibawa dari lahir
akan menentukan keadaannya. Hal ini dapat diklaim bahwa unsur yang paling
mempengaruhi perkembangan anak adalah unsure genetic individu yang diturunkan dari
orang tuanya. Dalam perkembangannya tersebut anak akan berkembang dalam cara yang
terpola sebagai contoh anak akan tumbuh cepat pada masa bayi, berkurang pada masa anak,
kemudian berkembang fisiknya dengan maksimum pada masa remaja dan seterusnya.
Menurut teori nativisme ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan manusia yaitu :
1. Faktor genetik
Orang tua sangat berperan penting dalam faktor tersebut dengan bertemunya atau
menyatunya gen dari ayah dan ibu akan mewariskan keturunan yang akan memiliki bakat
seperti orang tuanya. Banyak contoh yang kita jumpai seperti orang tunya seorang artis dan
anaknya juga memiliki bakat seperti orang tuanya sebagai artis.
2. Faktor kemampuan anak
Dalam faktor tersebut anak dituntut untuk menemukan bakat yang dimilikinya,
dengan menemukannya itu anak dapat mengembangkan bakatnya tersebut serta lebih
menggali kemampuannya. Jika anak tidak dituntut untuk menemukannya bakatnya, maka
anak tersebut akan sulit untuk mengembangkan bakatnya dan bahkan sulit untuk
mengetahui apa sebenarnya bakat yang dimilikinya.

3. Faktor pertumbuhan anak


Faktor tersebut tidak jauh berbeda dengan faktor kemampuan anak, bedanya yaitu
disetiap pertumbuhan dan perkembangannya anak selalu didorong untuk mengetahui bakat
dan minatnya. Dengan begitu anak akan bersikap responsiv atau bersikap positif terhadap
kemampuannya.

Dengan ketiga faktor tersebut, memunculkan beberapa tujuan dalam teori


nativisme, dimana dengan faktor-faktor yang telah disampaikan dapat menjadikan
seseorang yang mantap dan mempunyai kematangan yang bagus.
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Dapat memunculkan bakat yang dimiliki.
Dengan faktor yang kedua tadi, diharapkan setelah menemukan bakat yang dimiliki,
dapat dikembangkan dan akan menjadikan suatu kemajuan yang besar baginya.
2. Menjadikan diri yang berkompetensi.
Hal ini berkaitan dengan faktor ketiga, dengan begitu dapat lebih kreatif dan
inovatif dalam mengembangkan bakatnya sehingga mempunyai potensi dan bisa
berkompetensi dengan orang lain.
3. Mendorong manusia dalam menetukan pilihan.
Berkaitan dengan faktor ketiga juga, diharpkan manusia bersikap bijaksana
terhadap apa yang akan dipilih serta mempunyai suatu komitmen dan bertanggung
jawab terhadap apa yang telah dipilihnya. Mendorong manusia untuk mengembangkan
potensi dari dalam diri seseorang. Artinya dalam mengembangkan bakat atau potensi
yang dimiliki, diharapkan terus selalu dikembangkan dengan istilah lain terus berperan
aktif dalam mengembangkannya, jangan sampai potensi yang dimiliki tidak
dikembangkan secara aktif.
4. Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
Banyak orang bisa memaksimalkan bakatnya, karena dari dirinya sudah mengetahui
bakat-bakat yang ada pada dirinya dan dikembangkan dengan maksimal.

Melihat dari tujuan-tujuan itu memang bersifat positif. Tetapi dalam penerapan
di praktek pendidikan, teori tersebut kurang mengenai atau kurang tepat tanpa adanya
pengaruh dari luar seperti pendidikan. Dalam praktek pendidikan suatu kematangan atau
keberhasilan tidak hanya dari bawaan sejak lahir. Akan tetapi banyak faktor-faktor yang
dapat mempengaruhinya seperti lingkungan. Dapat diambil contoh lagi yaitu orang tua
yang tidak mampu dan kurang cerdas melahirkan anak yang cerdas daripada orang tuanya.
Hal tersebut tidak hanya terpaut masalah gen, tetapi ada dorongan-dorongan dari luar yang
mempengaruhi anak tersebut.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, sekarang ini yang ada dalam praktek
pendididkan tidak lagi memperhatikan apakah manusia memiliki bakat dari lahir atau
tidak, melainkan kemauan atau usaha yang dilakukan oleh manusia tersebut untuk
kemajuan yang besar bagi dirinya. Memang secara teoritis pendidikan tidaklah
berpengaruh atau tidak berdaya dalam membentuk atau mengubah sifat dan bakat yang
dibawa sejak lahir. Kemudian potensi kodrat menjadi cirri khas pribadi anak dan bukan
dari hasil pendidikan. Terlihat jelas bahwa anatara teori nativisme dan pendidikan tidak
mempunyai hubungan serta tidak saling terkait antara yang satu dengan lainnya. Oleh
sebab itulah aliran atau teori nativisme ini dianggap aliran pesimistis, karena menerima
kepribadian anak sebagaimana adanya tanpa kepercayaan adanya nilai-nilai pendidikan
yang dapat ditanamkan intuk merubah kepribadiannya.

B. Pendidikan Secara Nativisme


Sebelumnya telah disinggung mengenai teori nativisme tersebut, pendidikan tidak
bisa mengubah atau mempengaruhi perkembangan anak dan dengan adanya pendidikan
akan merusak perkembangan anak tersebut. Melihat hal tersebut muncul pandangan dengan
demikian dalam praktek atau aplikasi dari teori tersebut tidaklah memerlukan suatu
pendidikan baik itu pendidikan yang bersifat keras maupun lembut, dan walaupun
diberikan pendidikan maka akan menjadikannya suatu hal yang sia-sia. Pendidikan
sangatlah diperlukan oleh setiap manusia, karena tanpa pendidikan tidak akan bisa
berkembang walaupun dari bawaan sejak lahir sudah memiliki potensi.
Fungsi pendidikan yaitu memberikan dorongan atau menggandeng manusia untuk
menjadi lebih baik serta dengan adanya pendidikan dapat lebih lagi memaksimalkan,
mengembangkan segala potensi, bakat dan kemampuan yang dimiliki. Selain dari itu juga
pendidikan tidak hanya harus kepada akademik saja melainkan harus memperhatikan
kegiatan-kegiatan yang bisa juga untuk menjadi wadah dalam mengembangkan dan
menyalurkan bakat anak diluar akademik.
Melalui paradigma di atas menjelaskan bahwa peserta didik merupakan subyek dan
obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu
mengarahkan mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju
kedewasaan. Sebab potensi itu tidak akan mengalami perkembangan yang optimal tanpa
adanya bimbingan pendidik. Karena itu pemahaman terhadap peserta didik sangat perlu
untuk diketahui oleh pendidik, karena melalui pemahaman tersebut akan membantu
pendidik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melalui berbagai aktivitas
kependidikan. Karena itu perlu diperjelas beberapa diskripsi tentang hakekat peserta didik
dan implikasinya menurut pendidikan Islam, yaitu:
1. Peserta didik bukan merupakan meniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya
sendiri
2. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensi prioderasi perkembangan dan
pertumbuhan
3. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan baik yang menyangkut
kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi
4. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individu (differensisasi
individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan dimana
dia berada.
5. Peserta didik merupakan result dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. Unsur
jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan
melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohaniah memiliki dua daya akal dan dan
daya rasa. Untuk mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya
diarahkan untuk mengasa daya inteletualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun
untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan Ibadah.
Menurut penulis istilah daya sesuai dengan penemuan mutakhir daya-daya tersebut
adalah kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan Spritual
(SQ)
6. Peserta didik adalah manusia memiliki potensi fitrah yang dapat dikembangkan dan
berkembang secara dinamis (Nizar, 2002:48-50).

1. Pandangan Pendidikan Aliran Nativisme


Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. Ia adalah filosof Jerman yang hidup
pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan
oleh faktor bahwa sejak lahir (Syah, 2008:43). Konon juga dijuluki sebagai aliran
pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan kacamata hitam (Syah, 2008:43).
Karena aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh
pembawannya. Aliran ini di dukung pendapatnya oleh aliran naturalisme yang dibidani oleh
J.J Rousseau yang berpendapat bahwa: segala suci dari tangan Tuhan rusak ditangan
manusia (Banjari, 2008:27). Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan
dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang
dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan
oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat jika anak memiliki bakat jahat dari lahir,
ia menjadi jahat dan sebaliknya jika nak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik.
Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi
perkembangan anak itu sendiri. Pandangan ini tidak menyimpan dari kenyataan. Misalnya,
anak mirip orang tuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orang tua.
Prinsipnya pandangan Nativisme adlah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah
terbentuk sejak manusia lahir kedunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang
bersifat hederiter serta kemampuan dasar lainnya yang kepastiannya berbeda dalam diri
tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal
kemampuannya, dan ada pula yang sampai hanya pada titik tertentu. Misalnya, seorang
anak yang berasal dari orang tua yang ahli seni music, akan berkembang menjadi seniman
music yang mungkin melebihi kemampuan orang tuanya, mungkin juga hanya sampai pada
setengah kemampuan orang tuanya. Coba simak cerita tentang anak manusia yang hidup
dibawah asuhan serigala. Ia bernama Robinson Crussoe. Crussoe sejak bayi ia hidup
deitengah hutan rimba yang belantara dan ganas, ia tetap hidup dan berkembang atas
bantuan air susu serigala sebagai induknya. Serigala itu memberi Crussue makan sesuai
selera serigala sampai dewasa. Akhirnya Crussue mempunyai gaya hidup, bicara, ungkapan
bahasa, dan watak seperti serigala, padahal ia adalah anak manusia. Kenyataan ini pun
membantah teori Nativisme sebab gambaran dalam cerita Robinson Crussoe itu telah
membuktikan bahwa lingkungan dan didikan membawa pengaruh besar terhadap
perkembangan anak. Beberapa ahli biologi dan psikologi berpendapat bahwa peluang bagi
para pendidik untuk memperoleh hasil pendidikan amat sedikit, tidak mengatakan tidak ada
sama sekali. Boleh dikatakan tidak peluang untuk mendidik anak manusia. Mereka
memandang bahwa evolusi anak seluruhnya di tentukan oleh hokumhukum pewarisan,
sifat-sifat dan pembawaan orang tua dan nenek moyang mengalir sepanjang perkembangan,
hingga sulit sekali mengubah melalui pendidikan (Darajat, dkk, 2008:51). Psikolog Austria,
H. Rohracher mengemukakan “… manusia hanyalah produk dari hokum proses alamiah
yang berlangsung sebelum yang bukan buah dari pekerjaan dan bukan pula menurut
keinginannya” (Darajat, dkk, 2008:51). LL. Szondi menambahkan lebih jauh bahwa
dorongan maupun tingkah laku social dan intelektual ditentukan sepenuhnya oleh faktor-
faktor yang diturunkan (warisan) sebagai nasib yang menentukan seseorang (Darajat, dkk,
2008:51).

LATIHAN!
1. Apa yang dimaksud dengan aliran Nativisme?
2. Siapa saja tokoh pencetus aliran Nativisme?
3. Apa yang dimaksud dengan pendiidkan secara Nativisme?
4. Jelaskan pengaruh teori nativisme terhadap pendidikan!
5. Apa pandangan nativisme terhadap pendidikan?
BAB IV
PENDIDIKAN SECARA EMPIRISME

Secara epistimologi, empirisme berasal dari kata Yunani emperia yang berarti
pengalaman. Empirisme merupakan suatu aliran yang bertentangan dengandenganaliran
rasionalisme, yang mana rasionalisme lebih mengutamakan penggunakan akaldan
pikirannya sedangkan aliran empirisme menggunakan pengalamannya sebagaisumber
utama pengenalan, baik pengenalan lahiriyah maupun bathiniyah. Menurutnyasegala
sesuatu dalam fikiran dan akal pada awalnya kosong dan dari pengalaman dapatmengisi
pikiran dan akal yang kosong tersebut dengan berbagai gambaran yang dapatdiketahui
melalui pengalaman inderawi.Pada awalnya, pemikiran ini dirintis oleh Francis Bacon
(1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), Jhon Locke (1632- 1704). George Berkeley
(1685-1753), danDavid Hume (1711-1776).

A. Tokoh Aliran Empirisme


1. Jhon Locke
Jhon Locke lahir di Wrington di kota Somerset tahun 1632 di Bristol Inggris
danwafat tahun 1704 di Oates Inggris. Jhon Locke menganggap bahwa manusia itu
sepertikertas putih yag bersih tanpa ada goresan, dan segala goresan merupakansebuah
pengalaman. Ia mengatakan bahwa pengalaman dibagi menjadi dua yaitu, pengalaman
lahiriyah dan batiniyah. Dari sini pula ia memiliki pandangan Teori empirisme
berasal dari pandangan “Tabularasa” John Locke yang merupakankonsep epistemology
yang terkenal Tabularasa (blanko, tablet, kertas catatan kosong. Ia mengisi
kertaskosong (jiwa) tersebut dengan melihat dari pengalaman-pengalaman yang pernah
iaalami dan itu merupakan asal-usul dimana ia mendapatkan sebuah pengetahuan.
Proyek epistimologi Locke mencapai puncaknya dalam positivisme terutama prinsip
obyektivitas ilmu pengetahuan. Empirisme (pengalaman) yang berarti bahwa mengerti
akan keadaan semesta alam ini adalah sesuatu yang hadir melalui data inderawi, karena
pengetahuan yang benar-benar meyakinkan yaitu bersumber dari pengalaman dan
pengamatan yang empirik.
Karena hal tersebut di sinilah positivisme menjadi puncak, karena
menggunakan pengalaman dan pengamatan yang benar-benar positive.
2. David Hume
David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat 1776 di kota yang
sama. Aliran ini memuncak pada tokoh David Hume, yang mana ia menerapkan prinsip
empirisme secara radikal dan konsisten. Filsafat Hume memiliki garis besar yang
merupakan reaksi atas beberapa hal, pertama, perlawanan atas aliran rasionalisme,
kedua, reaksi dalam masalah religi yang mengajarkan adanya aksioma universal seperti
hukum kausalitas yang dapat menjamin pemahaman manusia akan Tuhan dan alam,
ketiga, melawan empirisme dari Locke danBerkeley, yang masih percaya pada adanya
substansi, meski dalam beberapa aspek, Ia menyetujuinya

B. Pendidikan Dalam Aliran Empirisme


Aliran ini dalam lapangan pendidikan menimbulkan pandangan yang optimistis
yang memandang bahwa pendidikan merupakan usaha yang cukup mampu untuk
memberntuk pribadi individu. Dalam hal ini Locke membedakan antara yang disebut
dengan kualitas primer dan kualitas sekunder. Kualitas primer merupakan suatu bedayang
dapat diukur, luas, berat dan merupakan yang fisik, sedangkan kualitas sekunder
merupakan warna, bau, rasa dari benda tersebut.
Dalam pendidikan, banyak ditemui menggunakan teori yang bernama Tebula Rasa
yang berarti bahwa anak dapat diibaratkan bagaikan kertas putih yang kosong,dan dapat
diisi tergantung pada lingkungan dan dengan yang mendidik mereka. Jadi, jika sang
pendidik mendidik dengan hal yang salah dan tidak baik, maka anak tersebutmengikuti
sang pendidik begitu juga sebaliknya bahwa kalau pendidik mendidik dengan baik dan
menggunakan metode yang benar, akan berakibat baik kepada anak didik tersebut.
Metode keilmuan didominasi oleh rasionalisme dan empirisme. Epistemology(teori
pengetahuan) modern mengakui keberadaan dua fakultas penting yaitu penginderaan dan
rasio. Secara lengkap, metode keilmuan terdiri dari :
1. Kesadaran dan pengenalan
2. Pengamatan atau pengumpulan data
3. Penyusunan dan pengelompokkan data
4. Perumusan hipotesis
5. Pengujian kebenaran (verifikasi atau falsifikasi)
Empirisme merupakan aliran yang mementingkan peranan pengalaman yang
didapat dari lingkungan, maka aliran ini mendapat nilai positif dan optimis terhadap
pendidik. Dari bawaannya tidak menentukan keberhasilan pada diri seseorang.
Menurut aliran ini, pendidik: sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting,
sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima
pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku,
sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan
Misalnya: suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis.
Segala alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karna bakat melukis
pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami
kesukaran dan hasilnya tidak optimal. Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir
dipisahkan dan dibesarkan dilingkungan yang berbeda. Satu dari mereka dididik di desa
oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga kaya yang
hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemaha aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan
dasar yang dibawah anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan
berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
Empirisme juga merupakan suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa
semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Empirisme menolak anggapan bahwa
manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Manusia
mendapatkan pengetahuan ketika dia telah melakukan suatu yang menjadikan sebuah
pengalaman di kehidupannya. Termasuk tentang hal yang baik maupun buruk. Aliran
empirisme menganggap pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman
lahiriyah maupun pengalaman batiniyah.Thomas Hobbes menganggap bahwa pengalaman
inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Jadi, dalam hal ini manusia dianggap telah
memiliki alat-alat untuk mendapatkan pengetahuan seperti panca indra, dan otak untuk
mengembangkan pengetahuan tersebut, melalui pengalaman yang dijalaninya. Sehingga
dalam diri manusia tidak ada fitrah tentang pengetahuan yang didapatnya. Dengan panca
indra manusia memulai pengetahuannya dengan mencoba hal-hal baru. Pada saat fase
pertama hidup manusia, yaitu bayi, kita belajar menggunakan panca indera kita. Seperti
mendengarkan suara-suara, menangis, dan memperhatikan hal yang ada disekitar kita. Dari
kegiatan tersebut, kita berfikir dan mendapatkan pengetahuan. Contoh sederhananya ketika
bayi mencoba menggunakan indera pengecapnya. Dia belum mengerti bahwa rasa itu apa,
namun dia dapat mengerti bahwa hal itu menyenangkan sehingga dia sudah dapat
menerima atau menolak sesuatu yang diberikan pada indera pengecapnya. Dari situlah dia
mulai mendapatkan pengetahuan dihidupnya.
Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme,
di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman,
pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan
apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan
bukan akal. Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat
diperoleh lewat pengalaman. Maka sumber pengetahuan dapat diketahui ketika manusia itu
sudah mencoba dan merasakan beberapa hal dalam kehidupan melalui panca indra, bukan
angan-angan yang hanya dibayangkan tanpa melakukan. Seperti seseorang yang membuat
novel atau film. Dalam membuat karya itu maka sebelumnya ia pernah mengalami berbagai
hal yang akan ia ceritakan dalam novel atau film yang dibuat. Walaupun, ada yang
ditambahkan dari imajinasinya agar cerita itu menarik, Kemudian disampaikan kepada
pembaca atau penonton. Dari hal tersebut, manusia akan menyadari bahwa apa yang telah
manusia alami merupakan sebuah pengetahuan dari pengalaman. Lalu manusia akan
berfikir dari pengalaman yang menyenangkan hingga tidak menyenangkan, baik atau buruk
hal yang dilakukan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Dan bagaimana tanggapanorang
lain terhadap diri kita yang telah melakukan berbagai hal.

Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan


didapat melalui penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan
tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali, dan apa
yang tidak dapat dilacak bukanlah ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan menurut
aliran empirisme dianggap berasal dari pengalaman.
Hal nyatanya adalah sebuah cerita yang dianggap mitos dan legenda tentang suatu
tempat atau suatu hal yang belum jelas adanya. Misalnya legenda kota Atlantis. Meski
keberadaanya diyakini banyak orang dan ceritanya telah mendunia namun hal tentang
keberadaan kota tersebut belum dapat dibuktikan. Pelacakan tentang legenda tersaebut
menunjukkan sedikit keterangan tentang keberadaannya. Penelitian telah banyak dilakukan
untuk mencari keberadaan kota Atlantis tersebut. Legenda kota Atlantis belum dapat
dilacak keberadaan dan kebenaraannya, sehingga belum dapat disebut sebagai
pengetahuan.
Lain halnya dengan mitos yang menyatakan bahwa buah nanas muda dapat
menggugurkan kandungan. Pada kasus ini pelacakan munculnya mitos tersebut dijalankan.
Ternyata memang pada zaman dahulu terjadi kasus keguguran karena memakan nanas
muda. Penelitian tentang mitos tersebut dilakukan, dan ternyata memang benar nanas muda
mengandung zat-zat yang menimbulkan reaksi keras terhadap rahim. Maka dengan adanya
zat-zat tersebut dalam buah nanas kemungkinan besar keguguran dapat terjadi. Sehingga
mitos tentang nanas muda dapat menggugurkan kandungan dapat dijadikan suatu ilmu
pengetahuan.
Sementara menurut David Hume bahwa seluruh isi pemikiran berasal dari
pengalaman, yang ia sebut dengan istilah “persepsi”. Menurut Hume persepsi terdiri dari
dua macam, yaitu: kesan-kesan dan gagasan. Kesan adalah persepsi yang masuk melalui
akal budi, secara langsung, sifatnya kuat dan hidup. Sedangkan gagasan adalah persepsi
yang berisi gambaran kabur tentang kesan-kesan. Gagasan ini diartikan dengan cerminan
dari kesan.
Dalam hal ini kesan-kesan yang dimaksud adalah pandangan tentang suatu hal yang
menyangkut akal budi. Sederhananya tentang baik atau buruk. Misalnya, presepsi bahwa
ketika kita berbuat baik pada seseorang maka orang lain pun akan berbuat baik kepada kita.
Kesan dari presepsi ini adalah kebaikan akan dibalas kebaikan pula. Sedangkan gagasannya
misalkan suatu saat kita berbuat baik kita berharap akan dibalas baik pula, meski pada
kenyataannya tidak selalu begitu. Namun, presepsi tentang hal tersebut dapat diterima
karena kebanyakan orang mempunyai pengalaman tentang hal tersebut. Dan keadaan ini
dapat dijadikan sebuah ilmu pengetahuan.
Empiris memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barang
kali merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut
empirisme. Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.
Maksudnya untuk menujukan sebuah fakta tentang kebenaran harus menggunakan sebuah
indera. Contohnya seperti seseorang yang disebut Amir yang dijadikan tersangka
pencurian. Tapi sebernarnya bukan Amir yang mencuri. Sebenarnya, Badru yang mencuri.
Karena tindakan kejahatan pelaku terlihat oleh saksi mata yang kebetulan lewat, maka
Badru memindahkan barang curiannya ke tas Amir. Korban yang merasa barangnya hilang
menuduh Amir pencuri karena barang miliknya berada padanya. Untunglah, ada saksi yang
melihat kejadian tersebut sehingga Amir tidak dijadikan tersangka dan dianggap tidak
bersalah. Dilihat dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa saksi dengan indra
penglihatannya dapat mengetahui kebenaran tentang kejadian pencurian tersebut.
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Empirisme berpendapat
bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga,
kulit dan hidung.
Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu :
1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk
dengan menggabungkan apa yang dialami.
2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau
rasio.
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung
dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika)
5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan
pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat
tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan.
Penalaran yang dilakukan dengan mengkaji teori-teori dalam memahami
permasalahan fakta hanya bisa sampai pada perumusan hipotesis. Penalaran hanya
memberi jawaban sementara, bukan kesimpulan akhir. Oleh sebab itu agar sampai kepada
kesimpulan akhir, Empirisme diperlukan untuk menguji berbagai kemungkinan jawaban
dalam hipotesis. Untuk menguji jawaban-jawaban yang ada, ilmuwan harus masuk ke alam
nyata. Fakta-fakta atau bukti-bukti yang relevan dengan obyek permasalahan harus
dikumpulkan, disusun dan dianalisis.
Namun demikian peranan Empirisme bukan saja hanya berkaitan dengan tugas
pencarian bukti-bukti atau yang lebih dikenal dengan pengumpulan data. Tetapi, sejak awal
pengkajian masalah sebenarnya kerja empirisme sudah terlibat. Pengalaman-pengalaman
ilmuwan yang berkaitan dengan obyek permasalahan sudah diperlukan dalam memberi
analisis terhadap fakta permasalahan. Mekanisme ini merupakan sisi lain dari Empirisme
dalam metode ilmiah.
LATIHAN!
1. Jelaskan apa itu aliran empirisme!
2. Siapa saja tokoh aliran empirisme?
3. Jelaskan yang dimaksud dengan pendidikan secara empirisme!
4. Sebutkan ajaran-ajaran pokok dalam empirisme!
5. Mengapa aliran empirisme lebih mementingkan pengalaman?
BAB V
KEJENUHAN DALAM BELAJAR

A. Pengertian Kejenuhan Belajar


Kejenuhan belajar adalah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi sehimgga
tidak mampu lagi memuat apapun. Selain itu, jenuh juga berarti jemu atau bosan. Dalam
belajar, selain siswa mengalami kelupaan, ia sering mengalami peristiwa negatif lainnya yang
disebut jenuh belajar. Peristiwa jenuh ini kalau dialami seseorang siswa yang sedang dalam
proses belajar dapat membuat siswa tersebut merasa telah memubazirkan usahanya. Siswa
merasa pengetahuan da kecapaan yang diperoleh dari belajar tidak memperoleh kemajuan.
Biasanya, siswa yang mengalami kejenuhan belajar akan enggan memperhatikan guru
mengerjakan tugas. Banya mangkir atau malas – malasan dan prestasi belaar menurun. Apabila
kejenuhan telah mendera siswa, biasanya meski waktu yang digunakan untuk belajar sangat
lama, namun takkan mendatangkan hasil yang optimal.
Menurut Robert, kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan
untuk, tetapi tidak mendapatkan hasil. Selain itu ada juga pendapat yang mengatakan
kejenuhan belajar merupakan suatu kondisi mental seorang pelajar atau mahasiswa
mengalami kebosanan untuk melakukan aktivitas belajar, yang menyebabkan motivasi
belajar menurun. Jadi dapat disimpulkan bahwa kejenuhan belajar adalah menurunnya
kondisi mental peserta didik yang mengakibatkan rendahnya motivasi belajar, sehingga
berpengaruh pada hasil belajar yang kurang memuaskan.
Menurut Cross (1974) dalam bukunya the psychology of learning, keletihan siswa
dapat dikategorikan menjadi tiga macam yakni (Marbun, 2018): 1). Keahlian indera siswa,
2). Keletihan fisik siswa, 3). Keletihan mental siswa. Seorang siswa yang mengalami
kejenuhan dalam belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang di peroleh
dari belajar tidak adanya kemajuan.tidak adanya kemajuan hasil belajar ini umumnya
tidak berlangsung selamanya, tetapi dalam rentang waktu tertentu saja.seorang siswa yang
sedang dalam keadaan jenuh, sistem akalnya tidak dapat berkerja sebagai mana yang
diharapkan dalam memperoses item-item informasi atau pengalaman baru, sehingga
kemampuan belajar seakan-akan “jalan di tempat”.
Kejenuhan belajar atau learning plateu adalah kondisi emosional yang terjadi pada
seseorang ketika merasa lelah, lesu atau bosan akibat meningkatnya tuntutan belajar
sehingga kurang bergairah, kurang antusias atau tidak mempunyai ketertarikan dalam
melakukan aktivitas belajar. Siswa yang kejenuhan belajar, menyebabkan kemampuan
berpikirnya tidak bekerja sebagaimana yang diharapkan, atau dalam kemajuan belajarnya
seakan-akan jalan di tempat.
Kejenuhan belajar merupakan suatu kondisi mental siswa dalam rentang waktu
tertentu, yang merasa malas, bosan, lesu, tidak bersemangat, tidak bergairah untuk
melakukan aktivitas belajar. Kejenuhan belajar yang terjadi pada siswa disebabkan karena
siswa kehilangan motivasi dan kehilangan konsolidasi, yakni salah satu tingkatan
keterampilan tertentu sebelum siswa sampai pada tingkat keterampilan berikutnya.
Kejenuhan belajar mempengaruhi jalannya proses belajar mengajar, antara lain
banyaknya kesalahan yang dilakukan siswa dan tingginya absensi. Pengertian lain
kejenuhan belajar adalah suatu kondisi yang dialami siswa yang mengganggu semangat,
kegairahan belajar serta aktivitas belajar sehingga efektivitas dan efisiensi yang
dilaksanakan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan hasil yang diperoleh menjadi
tidak optimal. Kejenuhan belajar juga merupakan suatu kondisi dimana seseorang
mengalami penurunan baik dalam segi minat, motivasi, kinerja maupun prestasinya.
Siswa yang mengalami kejenuhan belajar ditandai dengan kondisi merasa lelah secara
emosional, merasa sinis terhadap belajar serta penurunan prestasinya dalam belajar.

Berikut definisi dan pengertian kejenuhan belajar dari beberapa sumber buku dan
referensi:

 Menurut Ahmadi dan Supriyono (1991), kejenuhan belajar adalah kondisi


emosional ketika seseorang merasa lelah dan jenuh secara mental maupun fisik
sebagai akibat tuntutan pekerjaan terkait dengan belajar yang meningkat.
 Menurut Hakim (2002), kejenuhan belajar adalah suatu kondisi mental seseorang
saat mengalami rasa bosan dan lelah yang amat sangat sehingga mengakibatkan
timbulnya rasa lesu tidak bersemangat atau hidup tidak bergairah untuk melakukan
aktivitas belajar.
 Menurut Anastasi (1993), kejenuhan belajar adalah suatu perasaan-perasaan pada
umumnya yang muncul dari ketegangan dan dari keadaan ketika siswa
mengerahkan usaha dalam belajar, sehingga ia mengalami rasa capek, lelah dan
mengantuk.
 Menurut Syah (1995), kejenuhan belajar adalah rentang waktu tertentu yang
digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil seakan-akan pengetahuan
dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuannya.
 Menurut Yang dan Lian (2015), kejenuhan belajar adalah kondisi ketika siswa tidak
mempunyai ketertarikan atau kurang antusias untuk belajar tetapi mereka tidak
dapat melakukannya, mereka akan merasa sakit dan lelah pikirannya, keadaan yang
demikian disebut dengan kejenuhan belajar

B. Aspek-aspek Kejenuhan Belajar

Menurut Hakim (2002), aspek-aspek kejenuhan belajar adalah sebagai berikut:

1. Kelelahan Emosional.
Kelelahan emosional ditandai dengan perasaan lelah yang dialami oleh
individu entah itu kelelahan emosional maupun fisik. Hal ini dapat memicu
berkurangnya energi yang dimiliki untuk menghadapi berbagai kegiatan dan
pekerjaan yang dimilikinya. Kelelahan emosional ini disebabkan oleh tuntutan
yang berlebihan yang dihadapi oleh peserta didik dan ditunjukkan oleh perasaan
dan beban pikiran yang berlebihan.

2. Kelelahan Fisik.
Penderita kejenuhan mulai merasakan adanya anggota badan yang sakit dan
gejala kelelahan fisik kronis yang disertai dengan sakit kepala, mual, insomnis,
bahkan kehilangan selera makan.

3. Kelelahan kognitif.

Kelelahan kognitif pada peserta didik yang sedang mengalami kejenuhan


cenderung sedang mendapat beban yang terlalu berat pada otak. Hal ini kemudian
berdampak yakni ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, mudah lupa, dan
kesulitan dalam membuat keputusan.
4. Kehilangan Motivasi.

Kehilangan motivasi pada peserta didik ditandai dengan hilangnya


idealisme, peserta didik sadar dari impian mereka yang tidak realistis, dan
kehilangan semangat. Dari gejala di atas maka peserta didik sudah dianggap
kehilangan motivasi. Bentuk lain dari kehilangan motivasi adalah penarikan diri
secara psikologis sebagai respon dari stres yang berlebihan dan rasa
ketidakpuasan.

Sedangkan menurut Muna (2013), terdapat tiga aspek dalam kejenuhan belajar, yaitu
sebagai berikut:

a. Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion)


Kelelahan emosional mengakibatkan siswa tidak semangat belajar dan
merasa energinya terkuras habis mudah putus asa dan frustrasi tanpa mendapatkan
hal yang penting untuk dirinya. Pada poin ini, secara umum siswa mengalami sikap
atau perasaan yang dirasakan misalnya kurangnya antusias pada belajarnya dan
mereka merasa lelah, nerves, dan merasa frustrasi, serta mereka tidak dapat
memfokuskan perhatiannya pada belajar. Perasaan siswa pun berada pada taraf
kelelahan yang amat-sangat. Siswa yang mengalami kejenuhan belajar akan
ditandakan dengan emotional exhaustion, dimana lelahnya sisi emosional siswa,
siswa cenderung bosan terhadap belajar.

b. Depersonalisasi/sinis (Depersonalization/cynisism)

Depersonalisasi dapat dikatakan sebagai kurangnya humanisasi. Artinya,


siswa sering memperlakukan orang lain dengan kurang menyenangkan, tidak
percaya terhadap orang lain, tidak memedulikan yang lainnya atau cenderung
memandang remeh terhadap sesuatu. Bentuk perilaku sinisme yang seringkali
muncul pada siswa yang mengalami kejenuhan belajar yakni seperti bolos sekolah,
marah-marah, tidak mengerjakan tugas rumah, atau berpikiran negatif terhadap
guru dan kehilangan ketertarikan terhadap mata pelajaran. Siswa yang mengalami
kejenuhan belajar, mengindikasikan sikap tersebut di atas, sebagai contoh, siswa
menjadi kurang tertarik dengan penjelasan guru dikelas, acuh terhadap nasihat
teman, atau terkadang putus asa terhadap proses belajarnya.
c. Efikasi Akademik (Academic Efficacy)
Efikasi akademik ditandai dengan memunculkan masalah dalam hal rasa
percaya diri, keyakinan terhadap kemampuannya sehingga membuat siswa stres dan
tertekan. Siswa merasa menjadi orang yang tidak bahagia dan malang, tidak puas
terhadap hasil belajar yang didapatkannya, merasa tidak kompeten, rasa percaya diri
yang rendah dan merasa tidak berprestasi. Siswa dalam keadaan normal, ia akan
percaya bahwa dirinya bisa, dirinya mampu untuk berprestasi. Selain itu mereka
juga dapat mengambil manfaat dari proses belajarnya, serta tahu apa yang
seharusnya ia lakukan dalam proses belajarnya. Sementara siswa yang mengalami
kejenuhan belajar diindikasikan dengan perasaan pesimis siswa akan manfaat dari
belajar, berprestasi rendah, bahkan merasa dirinya sebagai siswa yang kurang
kompeten

C. Ciri-Ciri Kejenuhan Belajar

Kejenuhan merupakan bagian dari masalah dimana indikatornyaadalah hasil


belajar yang rendah, lambat dalam melakukan tugas-tugaskegiatan belajarnya,
menunjukan sikap-sikap kegiatan yang tidakwajar, seperti acuh tak acuh, menentang,
berpura-pura, dusta dansebagainya, menunjukan perilaku yang berkelainan sperti
seringmembolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah,menggaggu
dalam atau luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran,tidak teraturdalam kegiatan belajar

Menurut Hakim (2002), kejenuhan belajar ditandai dengan beberapa ciri atau
indikator, antara lain yaitu sebagai berikut:

1. Merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari proses belajar
tidak ada kemajuan. Siswa yang mulai memasuki kejenuhan dalam belajarnya merasa
seakan – akan pengetahuan dan kecakapan yang diperolahnya dalam belajar tidak
meningkat, sehingga siswa merasa sia-sia dengan waktu belajarnya.
2. Sistem akalnya tidak dapat bekerja sebagai mana yang diharapkan dalam memproses
informasi atau pengalaman, sehingga mengalami stagnan dalam kemajuan belajarnya.
Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh, sistem akalnya tidak dapat bekerja
sebagaimana yang diharapkan dalam memproses berbagai informasi yang diterima
atau pengalaman baru yang didapatnya.
3. Kehilangan motivasi dan konsolidasi. Siswa yang dalam keadaan jenuh merasa bahwa
dirinya tidak lagi mempunyai motivasi yang dapat membuatnya bersemangat untuk
,meningkatkan pemahamannya terhadap pelajaran yang diterimanya atau
dipelajarinya.

Adapun menurut Nitisemito (1996), beberapa ciri atau indikator kejenuhan belajar
yang dialami oleh siswa adalah sebagai berikut:

1. Turunnya motivasi belajar. Siswa menjadi malas, kehilangan semangat dantujuan


belajar dan tidak terdorong untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Sulit berkonsentrasi. Siswa sulit terfokus atau memutuskan perhatian, mudah
teralihkan dan suka melamun.
3. Berkurangnya energi, merasa lemah, cepat lelah. Siswa cepat merasa capek dan
seperti terkuras tenaganya.
4. Meningkatnya kesalahan. Siswa banyak melakukan kesalahan dalam
mengerjakan sesuatu, terutama yang berhubungan dengan belajarnya.
5. Kurang koordinasi. Siswa tidak dapat mengatur waktu dengan baik untuk
berbagai kegiatan sehari-hari.
6. Daya tangkap berkurang. Siswa menjadi lambat dalam menangkap materi
pelajaran, mengalami kesulitan dalam menangkap materi secara menyeluruh,
materi hanya dimengerti bagian per-bagian.
7. Tegang. Siswa tidak dapat merasa tenang atau santai dalam melakukan aktivitas
belajar.
8. Mudah marah, sensitif. Siswa menjadi mudah marah dan tersinggung oleh
gangguan kecil sekalipun, khususnya pada saat belajar.
D. Faktor Penyebab Kejenuhan Belajar

Dalam belajar diperlukan aktivitas, sebab pada prinsipnya belajaradalah berbuat.


Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukakan kegiatan. Tidak ada belajar
kalau tidak aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip-prinsip atau asas-asas
yangsangat penting di dalam interaksi belajar. Dalam dinamika kehidupanmanusia
berpikir dan berbuat sebagi suatu rangkaian yang tidak dapatdipisahkan begitu juga di
dalam belajar sudah barang tentu tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan, berpikir dan
berbuat. Seseorang yang telah berhenti dan berbuat perlu diragukan eksistensi
kemanusiaannya. Hal ini sekaligus juga merupakan hambatan bagi
proses pendidikan yang bertujuan ingin memanusikan manusia.

Menurut Hakim (2002), terdapat beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi


atau menjadi penyebab terjadinya kejenuhan belajar, antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Kesibukan monoton
Kemonotonan sering kali merupakan salah satu sebab kebosanan. Melakukan
hal yang sama secara berulang-ulang tanpa beberapa perubahan juga dapat
membuat jenuh. Sebab paling umum di balik timbulnya rasa jenuh adalah
kesibukan yang monoton. Seseorang yang mengerjakan sesuatu berulang,
dengan proses yang sama, suasana yang sama, hasil yang sama, dalam kurun
waktu yang lama.

2. Terlalu Lama Belajar Tanpa atau Kurang Istirahat


Apabila seseorang terlalu lama belajar tanpa istirahat, maka dengan sendirinya
kelelahan akan bertambah sehingga siswa tidak dapat menerima pelajaran
dengan baik. Selain menimbulkan rasa kelelahan, juga dapat menimbulkan
rasa kebosanan. Kondisi seperti ini dapat juga terjadi sebaliknya, yaitu rasa
bosan yang mengakibatkan kelelahan. Pada siang hari kelelahan mulai
memuncak sehingga perlu menyediakan waktu istirahat sebelum memulai
belajar. Dengan istirahat tersebut diharapkan mereka akan belajar kembali
dengan keadaan yang lebih segar.
3. Belajar Secara Rutin Tanpa Variasi
Sering kali siswa tidak menyadari bahwa cara belajar mereka sejak sekolah
dasar hingga perguruan tinggi tidak berubah-ubah. Siswa yang dalam sepertiga
waktunya sudah disita untuk belajar di dalam gedung sekolah dan aktivitas
yang diberikan pun sifatnya monoton tanpa variasi, maka lama-kelamaan akan
menimbulkan rasa kebosanan.

4. Lingkungan Belajar yang Buruk


Ruang kelas yang gelap dan tidak cukup ventilasi, suasana yang ramai dan
tidak tenang dan sebagainya, akan berpotensi menimbulkan keletihan dan
kebosanan dalam belajar. Selain itu belajar hanya di tempat tertentu dengan
kondisi ruang, seperti letak meja, kursi kondisi ruang yang tidak berubah-ubah
dapat menimbulkan kejenuhan belajar.

5. Suasana Belajar yang Tidak Berubah-ubah


Suasana yang diperlukan oleh siswa tentu saja suasana yang menimbulkan
ketenangan berpikir. Sangat perlu diketahui bahwa setenang apapun
lingkungan tempat belajar, bila suasananya tidak berubah-ubah sejak lama,
mungkin saja dapat menimbulkan kejenuhan belajar. Jadi setenang apapun
ruang belajarnya, belum tentu dapat selalu menunjang keberhasilan belajar.

6. Kegagalan Beruntun
Penyebab lain kejenuhan adalah kegagalan yang beruntun. Seseorang siswa
yang pernah mengalami kegagalan dalam meraih prestasi di sekolah padahal
ia telah belajar dan berusaha tetapi tetap gagal. Maka siswa tersebut pasti akan
mengalami kejenuhan dalam belajar.

7. Kurangnya Penghargaan
Sebab lain yang memicu kejenuhan adalah penghargaan kecil terhadap
prestasi dan pengorbanan yang telah dilakukan. Di dunia belajar, betapa
banyak kita saksikan pelajar-pelajar yang kecewa terhadap guru atau lembaga
penyelenggara pendidikan.
8. Ketegangan Berkepanjangan
Sebab selanjutnya yang menimbulkan kejenuhan adalah ketegangan yang
berkepanjangan, ketegangan dalam hidup kadang perlu, setidaknya agar hidup
ini tidak terasa datar atau monoton. Tetapi ketegangan yang terus menerus bisa
menimbulkan kejenuhan besar.

9. Perlakuan Buruk
Sebab lain yang kerap kali menimbulkan kejenuhan adalah perlakuan buruk.
Hal tersebut juga bisa terjadi pada siswa yang mendapat perlakuan buruk dari
gurunya pada salah satu bidang studi, tentunya siswa tersebut akan merasa
jenuh, bosan, dan malas terhadap mata pelajaran itu.

10. Lemah Minat Terhadap Mata Pelajaran


Kejenuhan juga akan muncul ketika seseorang menekuni yang tidak
diinginkan. Demikian pula dengan siswa yang sejak awal tidak menyukai atau
tidak minat pada mata pelajaran tertentu ia akan selalu merasa jenuh dan bosan
terhadap mata pelajaran tersebut.

C. Dampak Kejenuhan Belajar Bagi Peserta Didik


Kejenuhan belajar dapat menimbulkan dampak buruk pada kondisi psikologis
individu dan pencapaian prestasinya. Cherniss (1980:65) mengungkapkan bahwa dampak
psikis dari kejenuhan akan berakibat pada kemandekan pencapaian prestasi individu secara
personal, akademik,sosial atau professional. Sedangkan Sugara (2011 : 19) mengemukakan
bahwa dampak dari kejenuhan belajar adalah menjadikan siswa tidak produktif dalam
belajar dan potensi yang dimilikinya terhambat. Selain itu, bentuk resistensi lain dari
kejenuhan belajar juga mengakibatkan proses pembelajaran menjadi tidak efektif dan tidak
kondusifnya iklim emosional di dalam kelas. Hal ini terjadi karena siswa mengalami
keletihan secara fisik, mental dan emosional. Adapun Makmun (2001:134) mengemukakan
kejenuhan belajar dinilai sebagai ketidakmampuan daya ingatan mengakomodasikan
informasi atau pengalaman baru atau individu merasakan bahwa hasil belajar tidak ada
kemajuan untuk beberapa waktu tertentu.
D. Cara Mengatasi Kejenuhan Belajar

Menurut Hakim (2002), terdapat beberapa cara atau metode yang dapat
digunakan untuk mengatasi kejenuhan dalam belajar, antara lain yaitu sebagai berikut:

1. Belajar dengan cara atau metode yang bervariasi.


Belajar dengan metode yang monoton akan menyebabkan kejenuhan dalam belajar,
untuk itu kita di tuntut untuk menggunakan metode yang bervariasi agar tidak bosan,
dengan cara mengubah metode yang biasa kita gunakan dengan metode baru dan
seterusnya akan menciptakan suasana baru di dalam kelas.

2. Mengadakan perubahan fisik di ruangan belajar.


Mengadakan perubahan fisik diruang belajar baik dikelas maupun di rumah yang ada
kaitannya dengan perubahan bentuk materi seperti perubahan letak meja, kursi, papan
tulis dan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan aktivitas belajar.

3. Menciptakan suasana baru di ruang belajar.


Pada umumnya ruang belajar yang tenang dan jauh dari kebisingan merupakan tempat
yang ideal untuk belajar, namun hal ini jika dilakukan dalam waktu yang lama tanpa
ada perubahan maka akan mengakibatkan kejenuhan belajar, oleh sebab itu ciptakan
suasana baru di ruang belajar, semisal belajar sambal mendengarkan musikinstrumental
yang berirama tenang atau musik kesukaan.

4. Melakukan aktivitas rekreasi dan hiburan.


Belajar adalah salah satu kegiatan mental yang sangat melelahkan dan sangat menyita
banyak energi, kelelahan yang berlarut-larut akan mengakibatkan kejenuhan, untuk itu
perlu adanya istirahat yang cukup sebagai alternatif dalam mengembalikan atau
memulihkan energi yang banyak tersita/terkuras saat belajar.

5. Hindari adanya ketegangan mental saat belajar.


Ketegangan mental akan membuat aktivitas belajar akan terasa jauh lebih berat dan
melelahkan dan berujung pada kejenuhan belajar. Ketegangan mental dapat dihindari
dengan jalan belajar santai artinya belajar dengan sikap rileks dan bebas dari
ketegangan.
Selain itu menurut Sukmana (2011), untuk mengatasi kejenuhan belajar di kelas,
dapat dilakukan beberapa teknik belajar yang positif, yaitu sebagai berikut:

1. Cari manfaat dari belajar yang dilakukan. Belajar yang dilakukan oleh peserta didik
pasti ada manfaatnya, dengan belajar peserta didik bisa memperoleh ilmu pengetahuan,
menambah wawasan dan pengalaman hidup.
2. Lakukan belajar dengan perasaan senang dan kreatif. Suatu pekerjaan yang
dilakukan dengan perasaan senang akan menimbulkan Suatu pekerjaan yang dilakukan
dengan perasaan senang akan menimbulkan semangat. Begitu juga dengan kegiatan
belajar, apabila merasa senang, peserta didik akan belajar dengan gairah dan
bersemangat.
3. Pandang guru dari segi positifnya. Guru sebagai manusia biasa tidak lepas dari segala
kelebihan dan kekurangan. Setiap bertemu dengan guru, peserta didik bisa diskusi,
bertukar pendapat informasi untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan.
4. Anggaplah belajar itu sebagai kebutuhan yang mendesak. Belajar jangan sampai
hanya untuk menggugurkan kewajiban. Artinya, belajar selain sebagai kewajiban, juga
harus menjadi kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Kalau belajar itu sebagai suatu
kebutuhan, peserta didik akan berusaha untuk belajar dengan giat.
5. Lakukan diskusi kelompok. Untuk menambah gairah belajar, peserta didik bisa
mengajak teman-teman untuk melakukan kegiatan belajar bersama. Melalui diskusi
kelompok atau belajar bersama, peserta didik bisa tukar pendapat, pengalaman, dan
informasi di antara teman

LATIHAN!

1. Jelaskan yang dimaksud dengan kejenuhan dalam belajar!


2. Apa saja aspek-aspek kejenuhan belajar?
3. Sebutkan ciri-ciri kejenuhan belajar!
4. Apa saja faktor penyebab kejenuhan belajar?
5. Jelaskan dampak kejenuhan belajar bagi peserta didik!
DAFTAR PUSTAKA

Kadir Abdul, 2008. Dasar – dasar Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Sadulloh, Uyoh. 2010. Pedagogik ( Ilmu Mendidik ). Bandung : Alfabeta
Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tim Dosen Pedagogy. 2016. PengantarDidaktik. Yogyakarta: K-Media
Langgulung, Hasan, Manusia Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan pendidikan.
Cet. V. Edisi Revisi; Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2004.
Purwanto, M. Ngalim. 2000. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Ahmadi, Abu dan Supriyono, Widodo. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hakim, Thursan. 2002. Mengatasi Gangguan Konsentrasi. Jakarta: Puspa Swara.

Anda mungkin juga menyukai