Anda di halaman 1dari 213

ANALISA KUAT TEKAN BATUAN TERHADAP STAND-UP

TIME LUBANG TAMBANG BAWAH TANAH C1-G


PT. NUSA ALAM LESTARI
SUMATERA BARAT

Oleh :

INDAH SULISTIA NINGSIH

TEKNIK PERTAMBANGAN
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG
2017
ANALISA KUAT TEKAN BATUAN TERHADAP STAND-UP
TIME LUBANG TAMBANG BAWAH TANAH C1-G
PT. NUSA ALAM LESTARI
SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh:

INDAH SULISTIA NINGSIH


1310024427056

TEKNIK PERTAMBANGAN
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG
2017
HALAMAN PERSETUJUAN TUGAS AKHIR

Judul : Analisa Kuat Tekan Batuan Terhadap Stand-up Time


Lubang Tambang Bawah Tanah C1-G PT. NAL
Sawahlunto Sumatera Barat
Nama : INDAH SULISTIA NINGSIH
NPM : 1310024427056
Program Studi : S1 Teknik Pertambangan
Jurusan : Teknik Pertambangan

Padang, Desember 2017


Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Murad M.S, M.T Eka Rahmatul Aidha, M.Pd


NIDN. 007116308 NIDN. 1024078801

Ketua Prodi, Ketua STTIND Padang,

Dr. Murad M.S, M.T Riko Ervil, M.T


NIDN. 007116308 NIDN.1014057501
Analisa Kuat Tekan Batuan Terhadap Stand-up Time Lubang Tambang
Bawah Tanah C1-G PT. NAL Sawahlunto
Sumatera Barat

Nama : Indah Sulistia Ningsih


NPM : 1310024427056
Pembimbing I : Dr. Murad, M.S, M.T
Pembimbing II : Eka Rahmatul Aidha, M. Pd

RINGKASAN

Daerah penelitian (PT. NAL) berada di Desa Salak, Kecamatan Talawi


Kota Sawahlunto. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa kuat tekan batuan
dan stand-up time yang diperlukan dalam perencanaan penggalian dan
pemasangan penyangga pada lubang tambang bawah tanah PT. NAL.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan observasi lapangan dan
pengujian di laboratorium. Metode penyelesaian masalah dalam penelitian ini
berdasarkan klasifikasi massa batuan dari Bieniawski (1973) yaitu Rock Mass
Rating System atau RMR yang terdiri dari kuat tekan batuan utuh (UCS), jarak
diskontinuitas, Rock Quality Designation (RQD), kondisi kekar, kondisi air tanah
serta orientasi diskontinuitas. Hasil analisa sifat uji kuat tekan batuan utuh, terlihat
bahwa batuan penyusun lubang penambangan mempunyai nilai UCS sebesar
8.835 Mpa (weak) untuk batupasir, 13.367 Mpa (weak) untuk batulanau dan
sebesar 4.620 Mpa (very weak) untuk batubara. Berdasarkan uji sifat fisik,
diketahui bahwa masing-masing batuan memiliki nilai porositas rendah. Analisa
geomekanik memberikan nilai pembobotan Rock Mass Rating (RMR) dengan
kualitas massa batuan kelas II (good rock) untuk ketiga jenis massa batuan.
Analisa menggunakan grafik stand-up time, didapatkan lamanya batuan dapat
menahan tekanan dirinya sendiri tanpa adanya penyangga (stand-up time) untuk
batupasir sebesar ±2500 jam (3 bulan 12 hari) dengan span 8 m, batulanau ±2000
jam (2 bulan 21 hari) dengan span 8 m dan batubara ±5000 jam (6 bulan 27 hari)
dengan span 6.8 m. Berdasarkan table GSR dari Bieniawski, penggalian yang
direkomendasikan yaitu penggalian full face 1-1.5 m dengan complete support 20
m from face untuk kelas massa batuan II (good rock).

Kata Kunci: Kuat tekan batuan, Stand-up time, RMR

i
Compressive Strength Analysis Against Stand-up Time C1-G
Underground Mining Mine PT. NAL Sawahlunto
West Sumatra

Name : Indah Sulistia Ningsih


NPM : 1310024427056
Advisor I : Dr. Murad, M.S, M.T
Advisor II : Eka Rahmatul Aidha, M. Pd

ABSTRACT

The research area (PT NAL) is located in Salak Village, Talawi Sub-district,
Sawahlunto City. The purpose of this research is to analyze the rock compressive
strength and stand-up time required in the planning of excavation and installation
of support in underground mining pit PT. NAL. Data collection in this study used
field observation and laboratory testing. The method of problem solving in this
research is based on rock mass classification from Bieniawski (1973) Rock Mass
Rating System or RMR consisting of compressive strength of UCS, discontinuity
distance, Rock Quality Designation (RQD), solid condition, ground water
condition and orientation discontinuity. The result of the analysis of the strength
of the compressive strength test of the intact rock, it is seen that the rocks of
mining holes have UCS value of 8,835 Mpa (weak) for sandstone, 13,367 Mpa
(weak) for siltstone and 4,620 Mpa (very weak) for coal. Based on physical
properties, it is known that each rock has a low porosity value. Geomechanical
analysis gives weighted value of Rock Mass Rating (RMR) with rock mass quality
of class II (good rock) for the three types of rock mass. Analyzes using stand-up
time graphs, the duration of rocks can withstand self-stress without stand-up time
for sandstones of ± 2500 hours (3 months 12 days) with an 8 m span, batulanau ±
2000 hours (2 months 21 days) with an 8 m span and coal ± 5000 hours (6 months
27 days) with a span of 6.8 m. Based on the GSR table from Bieniawski, the
recommended excavation is a full face excavation of 1-1.5 m with a complete
support of 20 m from face for rock mass class II (good rock).

Keywords: Compressive Strength, Stand-up time, RMR

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta‟ala karena atas berkat,

rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan

kewajiban bagi seluruh mahasiswa jurusan teknik pertambangan Sekolah Tinggi

Teknologi Industri (STTIND) Padang yang akan menyelesaikan perkuliahan.

Skripsi ini dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan di PT. Nusa Alam Lestari

(PT. NAL).

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, oleh

sebab itu terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada:

1. Bapak Riko Ervil, M.T. sebagai Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Industri

(STTIND) Padang.

2. Bapak Dr. Murad, M.S, M.T, selaku Ketua Prodi Teknik Pertambangan

STTIND Padang sekaligus sebagai pembimbing I yang telah mengarahkan

penyusunan tugas akhir hingga selesai.

3. Ibu Eka Rahmatul Aidha, M. Pd selaku pembimbing II yang telah

membimbing dengan penuh kesabaran dalam penyusunan tugas akhir hingga

selesai.

4. Bapak Dian Firdaus sebagai pembimbing lapangan PT NAL yang telah

mengijinkan dan membantu dalam pengambilan data.

5. Seluruh karyawan PT. NAL yang telah banyak membantu dalam

pengumpulan data lapangan.

iii
6. Seluruh dosen dan karyawan/karyawati Sekolah Tinggi Teknologi Industri

(STTIND) Padang yang telah banyak membantu dalam penulisan tugas akhir

ini.

7. Teman-teman Mahasiswa/mahasiswi Sekolah Tinggi Teknologi Industri

(STTIND) Padang, khususnya Mahasiswa/Mahasiswi prodi Teknik

Pertambangan yang telah memberikan dukungan dalam penulisan tugas akhir

ini.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta‟ala memberikan balasan dengan yang lebih

baik atas semua bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak. Kritik dan saran

yang membangun sangat diharapkan demi terwujudnya skripsi yang lebih baik

dari sebelumnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya

bagi penulis.

Padang, Desember 2017

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN
Ringkasan ......................................................................................................... i
Abstract ............................................................................................................ ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar Isi........................................................................................................... v
Daftar Lampiran ............................................................................................... viii
Daftar Tabel ..................................................................................................... vii
Daftar Gambar .................................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Identifikasi Masalah .................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ......................................................................... 3
1.4 Rumusan Masalah ....................................................................... 4
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
1.6 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori ........................................................................... 6


2.1.1 Definisi Batuan ............................................................. 6
2.1.2 Klasifikasi batuan ......................................................... 6
2.1.3 Struktur Geologi ........................................................... 8
2.1.3.1 Tegasan (stress) dan Regangan (strain)............ 9
2.1.3.2 Kekar (Joint) ..................................................... 11
2.1.3.3 Patahan/sesar (fault) ......................................... 12
2.1.4 Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Untuh ........................ 13
2.1.4.1 Penentuan Sifat Fisik Batuan Untuh............... 13
2.1.4.2 Penentuan Sifat Mekanik di

v
Laboratorium ................................................ 15
2.1.4.3 Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan .. 18
2.1.5 Klasifikasi Massa Batuan ............................................. 23
2.1.5.1 Rock Mass Rating System (RMR) .................. 23
2.1.5.2 Iventarisasi struktur massa batuan .................. 30
2.1.6 Stand-up Time ............................................................... 30
2.1.7 Penelitian Lainnya ........................................................ 35
2.2 Kerangka Konseptual .................................................................. 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 40


3.2 Lokasi Penelitian......................................................................... 40
3.3 Variabel Penelitian ...................................................................... 42
3.4. Data dan Sumber Data ................................................................ 43
3.4.1. Data ............................................................................... 43
3.4.2. Sumber Data ................................................................. 44
3.5. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................... 44
3.5.1 Prosedur pengukuran kekar .......................................... 44
3.5.2 Kondisi Kekar/Discontinue .......................................... 47
3.5.3 Uji UCS Point Load Indeks .......................................... 52
3.5.4 Rock Quality Designation – RQD ................................ 54
3.5.5 Rock Mass Rating (RMR) (Bieniawski 1973) .............. 54
3.5.6 Stand Up-Time .............................................................. 57
3.5.7 Sifat Fisik Batuan ......................................................... 58
3.6. Kerangka Metodologi ................................................................. 61

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data Primer .......................................................... 63


4.1.1 Data Laboratorium ......................................................... 63
4.1.2 Data Lapangan ................................................................ 66
4.2 Data Sekunder ............................................................................. 67

vi
4.3 Pengolahan Data ......................................................................... 67
4.3.1 Rock Mass Rating System (RMR) ................................... 68
4.3.1.1 Uji Kuat Tekan Batuan Point Load Index (PLI) . 68
4.3.1.2 Rock Quality Designation (RQD) ....................... 72
4.3.1.3 Jarak (spasi) Discontinue/Kekar.......................... 74
4.3.1.4 Kondisi Discontinue/Kekar ................................. 78
4.3.1.5 Kondisi Air Tanah ............................................... 83
4.3.1.6 Orientasi Diskontinuitas ...................................... 85
4.3.2 Stand-up Time ................................................................. 92

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Rock Mass Rating System (RMR) ............................................... 95


5.1.1 Nilai Kuat Tekan Batuan................................................. 95
5.1.2 Nilai RQD ....................................................................... 96
5.1.3 Jarak Kekar ..................................................................... 97
5.1.4 Kondisi discontinue/kekar............................................... 98
5.1.5 Kondisi Air Tanah ........................................................... 102
5.1.6 Orientasi diskontinuitas................................................... 104
5.2 Stand-up time .............................................................................. 110
5.3 Sifat Fisik Batuan........................................................................ 114

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ................................................................................. 115


6.2 Saran ........................................................................................... 116

DAFTAR KEPUSTAKAAN

vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1. Peta Wiup PT. NAL ....................................................................

Lampiran 2. Peta Lokasi Kegiatan Penambangan PT. NAL ............................

Lampiran 3 Info Kemajuan Lubang Tambang. ................................................

Lampiran 4 Peta Geologi PT. NAL Sumatera Barat. .......................................

Lampiran 5. Keadaan Batuan Di Dalam Dan Sekitar Lubang Tambang C1-G

Lampiran 6 Form Pengukuran Kekar di Lapangan ..........................................

Lampiran 7. Sketsa Kekar di Lapangan ...........................................................

Lampiran 8. Hasil Uji Kuat Batuan..................................................................

Lampiran 9. Hasil Uji Sifat Fisik Batuan ............................................................

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Hubungan Antara Stress dan Strain Yang Terbentuk ...................... 11

Tabel 2.2 Persamaan Hubungan Kuat Tekan Denan PLI untuk Berbagai Batuan

dari Berbagai Peneliti ...................................................................... 17

Tabel 2.3 Penggolongan dan Pembobotan Kekasaran ..................................... 27

Tabel 2.4 Tingkat Pelapukan Batuan ............................................................... 27

Tabel 2.5 Hubungan Antara RQD, Kualitas Batuan dan Indeks Kecepatan .... 28

Tabel 2.6 Klasifikasi Persistensi (ISRM, 1961) ............................................... 29

Tabel 2.7 Guidelines Foe Excavation and Support Of Rock Tunnels In

Accordance With The Rock Mass Rating System ............................ 33

Tabel 3.1 Waktu Penelitian .............................................................................. 42

Tabel 3.2 Klasifikasi Pembobotan Panjang kekar........................................... 48

Tabel 3.3 Klasifikasi Pembobotan Kekasaran Kekar ....................................... 49

Tabel 3.4 Klasifikasi Pembobotan Bukaan Kekar ........................................... 50

Tabel 3.5 Klasifikasi Pembobotan Isian Kekar ................................................ 51

Tabel 3.6 Klasifikasi Pembobotan Kelapukan Kekar ...................................... 52

Tabel 3.7 Klasifikasi Parameter dan Pembobotan ........................................... 56

Tabel 3.8 Pengaruh Orientasi Kekar dalam Pembuatan Terowongan

dan Penggalian (Fowell & Johnson, 1991)...................................... 57

Tabel 3.9 RMR-B Peubah Bobot Orientasi Kekar ........................................... 57

Tabel 3.10 RMR-C Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total ...................... 57

Tabel 4.1 Hasil Uji Sifat Fisik Batuan ............................................................ 66

ix
Tabel 4.2 Sampel Beserta Ukurannya .............................................................. 69

Tabel 4.3 Nilai UCS sampel............................................................................. 70

Tabel 4.4 Kekuatan Material Batuan Utuh ...................................................... 71

Tabel 4.5 Kualitas dan Bobot Batuan Berdasarkan Nilai RQD ....................... 73

Tabel 4.6 Kualitas dan Bobot Batupasir Berdasarkan Nilai RQD ................... 73

Tabel 4.7 Kualitas dan Bobot Batulanau Berdasarkan Nilai RQD .................. 73

Tabel 4.8 Kualitas dan Bobot Batubara Berdasarkan Nilai RQD .................... 74

Tabel 4.9 Jarak Kekar scanline Batupasir ........................................................ 75

Tabel 4.10 Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)....................... 75

Tabel 4.11 Jarak Kekar scanline Batulanau ..................................................... 76

Tabel 4.12 Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)....................... 76

Tabel 4.13 Jarak kekar scanline Batubara........................................................ 77

Tabel 4.14 Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)....................... 77

Tabel 4.15 Kondisi Kekar Lapangan Batupasir ............................................... 78

Tabel 4.16 Kondisi Kekar Lapangan Batulanau .............................................. 79

Tabel 4.17 Kondisi Kekar Lapangan Batubara ................................................ 80

Tabel 4.18 Bobot Kekar Lapangan Batupasir .................................................. 81

Tabel 4.19 Bobot Kekar Lapangan Batulanau ................................................. 82

Tabel 4.20 Bobot Kekar Lapangan Batulanau ................................................. 83

Tabel 4.21 Kondisi Umum Air Tanah di Lapangan ........................................ 84

Tabel 4.22 Bobot Kondisi Umum Air Tanah (Bieniawski, 1989). .................. 84

Tabel 4.23 Nilai Strike dan Dip Kekar Batupasir ............................................ 85

x
Tabel 4.24 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan

Penggalian (Fowell & Johnson, 1991) .......................................... 86

Tabel 4.25 Peubah Bobot Orientasi Kekar ....................................................... 86

Tabel 4.26 Bobot keseluruhan dari 6 parameter RMR .................................... 86

Tabel 4.27 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total .................................... 87

Tabel 4.28 Nilai Strike dan Dip Kekar Batulanau............................................ 87

Tabel 4.29 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan

Penggalian (Fowell & Johnson, 1991) .......................................... 88

Tabel 4.30 Peubah Bobot Orientasi Kekar ....................................................... 88

Tabel 4.31 Bobot keseluruhan dari 6 parameter RMR .................................... 89

Tabel 4.32 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total .................................... 89

Tabel 4.33 Nilai Strike dan Dip Kekar Batubara ............................................. 89

Tabel 4.34 Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan

Penggalian (Fowell & Johnson, 1991) .......................................... 90

Tabel 4.35 Peubah Bobot Orientasi Kekar ....................................................... 91

Tabel 4.36 Bobot keseluruhan dari 6 parameter RMR .................................... 91

Tabel 4.37 Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total .................................... 91

Tabel 4.38 Hasil Pengolahan Sifat Fisik Batuan .............................................. 94

Tabel 5.1 Hasil Pengolahan Data UCS sampel ................................................ 95

Tabel 5.2 Nilai RQD ........................................................................................ 97

Tabel 5.3 Jarak Kekar ...................................................................................... 98

Tabel 5.4 Kondisi Kekar Lapangan Batupasir ................................................. 99

Tabel 5.5 Kondisi Kekar Lapangan Batulanau ................................................ 100

xi
Tabel 5.6 Kondisi Kekar Lapangan Batubara .................................................. 100

Tabel 5.7 Kondisi Umum Air Tanah di Lapangan ........................................... 103

Tabel 5.8 Nilai Strike dan Dip Kekar ............................................................... 105

Tabel 5.9 Bobot Keseluruhan Batupasir dari 6 Parameter RMR ..................... 106

Tabel 5.10 Bobot Keseluruhan Batulanau dari 6 Parameter RMR .................. 108

Tabel 5.11 Bobot Keseluruhan Batubara dari 6 Parameter RMR .................... 109

Tabel 5.12 Rekapitulasi Pengolahan Data ....................................................... 112

Tabel 5.13 Hasil Sifat Fisik Batuan ................................................................. 114

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Blok Yang Memperlihatkan Patahan/Sesar.................................. 13

Gambar 2.2 Tipe Dan Syarat Contoh Batuan Uji PLI ..................................... 16

Gambar 2.3 Orientasi Bidang Kekar ................................................................ 25

Gambar 2.4 Grafik Stand-up Time ................................................................... 32

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual ................................................................... 38


Gambar 3.1 Peta Kesampaian Daerah PT. NAL .............................................. 41

Gambar 3.2 Penentuan Spasi Kekar ................................................................. 45

Gambar 3.3 Plot Data Orientasi Kekar Pada Dips 5.0 ..................................... 47

Gambar 3.4 kondisi kekasaran kekar-Joint roughness Coeffecient JRC ......... 49

Gambar 3.5 Hubungan Stand-up Time Terhadap Roof Span dan RMR .......... 58

Gambar 3.6 Kerangka Metodologi ................................................................... 62

Gambar 4.1 Alat uji point load index (PLI) ..................................................... 64

Gambar 4.2 Proses Pemotongan Batu .............................................................. 64

Gambar 4.3 Pengujian Kuat Tekan Batuan ...................................................... 65

Gambar 4.4 Kondisi batubara di dalam lubang C1-G ...................................... 67

Gambar 4.5 Sampel Batupasir.......................................................................... 68

Gambar 4.6 Proses Pengukuran Kekar ............................................................ 72

Gambar 4.7 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batupasir ....................... 85

Gambar 4.8 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batulanau ...................... 88

Gambar 4.9 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batubara ........................ 90

Gambar 4.10 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batupasir ............................... 92

Gambar 4.11 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batulanau .............................. 92

xiii
Gambar 4.12 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batubara ................................ 93

Gambar 5.1 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batupasir ....................... 105

Gambar 5.2 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batulanau ...................... 107

Gambar 5.3 Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batubara ........................ 108

Gambar 5.4 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batupasir ................................. 110

Gambar 5.4 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batulanau ................................ 111

Gambar 5.4 Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batubara .................................. 112

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batubara merupakan sumberdaya yang penting dalam kebijaksanaan

diversifikasi energi. Pemanfaatan batubara sebagai sumber energi alternatif dapat

menguntungkan karena harganya yang relatif murah. Secara umum, sistem

penambangan dibedakan menjadi tambang terbuka dan tambang bawah tanah.

Penambangan batubara tambang bawah tanah yang digunakan di Indonesia dibagi

menjadi dua, yaitu room and pillar dan long wall mining. Batubara Indonesia,

Irwandy Arif, (2014 hal. 112).

PT. Nusa Alam Lestari (PT. NAL) Sawahlunto merupakan salah satu

perusahaan tambang batubara yang menggunakan sistem tambang bawah tanah

dalam kegiatan produksinya, adapun metode penggalian yang digunakan yaitu

metode room and pillar. Penambangan bawah tanah sangat identik dengan resiko

subsidence yang disebabkan oleh berkurangnya daya dukung tanah akibat adanya

excavation atau penggalian di dalam massa batuan. Oleh sebab itu diperlukan

perencanaan yang sangat matang untuk dapat melakukan kegiatan penambangan

dengan aman, mulai dari rancangan lubang bukaannya hingga metode penggalian

yang dilakukan. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam penambangan

bawah tanah adalah faktor keamanan lubang tambang. Faktor keamanan lubang

tambang tidak hanya dipengaruhi oleh kekuatan batuan namun juga keadaan

batuan penyusunnya seperti adanya struktur geologi.

1
2

PT. NAL Sawahlunto yang terletak di daerah dengan litology satuan

batupasir anggota formasi sawahlunto dalam cekungan ombilin mempunyai

sisipan batulempung, konglomerat, batulempung karbonan, batulanau, coaly clay

dan batubara menyebabkan lubang tambang bawah tanah di PT. NAL Sawahlunto

rentan terhadap ambrukan (subsidence).

Menurut Faisal Akbar, Tri Erto Putra dkk (2015, hal. 38). Susunan batuan

pada endapan batubara di daerah penelitian yang terdiri dari perlapisan batupasir,

batulempung, batulanau, dan batulempung karbonan, termasuk dalam klasifikasi

batuan lunak dengan kondisi sangat jelek (very weak rock) dengan kuat tekan < 5

MPa (Bieniawski, 1989).

Selain itu, berdasarkan data di lapangan, terlihat adanya rekahan-rekahan

di sekitar lubang tambang ditambah dengan banyaknya batuan yang runtuh

(subsidence) di dalam lubang tambang bawah tanah (lampiran v). Hal ini menjadi

perhatian khusus, terutama terhadap keselamatan pekerja tambang, keselamatan

peralatan dan kemenerusan produksi tambang batubara itu sendiri. Terjadinya

ambrukan (subsidence) pada lubang tambang PT. NAL Sawahlunto diakibatkan

oleh batuan pada lubang tambang yang tidak dapat lagi menahan tekanan yang

diberikan oleh batuan penyusunnya sendiri.

Analisa mengenai kekuatan batuan penyusun lubang tambang bawah

tanah di PT. NAL Sawahlunto sangat diperlukan untuk mengetahui berapa lama

lubang tambang di PT. NAL Sawahlunto dapat bertahan menyangga tekanan

batuan penyusunnya sendiri, sehingga terjadinya subsidence sebelum waktunya

dapat diantisipasi. Belum adanya analisa mengenai kuat tekan batuan penyusun
3

lubang tambang beserta perhitungan kemampuan batuan menyangga dirinya

sendiri (stand-up time) di PT. NAL Sawahlunto merupakan keterbatasan bagi

perusahaan dalam menentukan kestabilan lubang bukaan dan pemasangan

penyangga, hal tersebutlah yang kemudian menjadi latar belakang dalam

penulisan tugas akhir ini.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat rekahan-rekahan di sekitar lubang tambang bawah tanah C1-G

PT. NAL Sawahlunto.

2. Terdapat ambrukan-ambrukan batuan di dalam lubang tambang bawah

tanah C1-G PT. NAL Sawahlunto.

3. Belum adanya analisa mengenai kuat tekan batuan di PT. NAL

Sawahlunto sehingga belum diketahui berapa kuat tekan batuan penyusun

lubang tambang bawah tanah PT. NAL Sawahlunto.

4. Belum adanya analisa stand-up time pada lubang tambang bawah tanah

PT. NAL Sawahlunto, khusunya lubang tambang C1-G.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Analisa hanya dilakukan pada lubang tambang bawah tanah C1-G PT.

NAL Sawahlunto

2. Analisa hanya terhadap kuat tekan batuan dan perhitungan stand-up time

lubang tambang bawah tanah PT. NAL Sawahlunto


4

1.4 Rumusan Masalah

Rumuskan masalah yang dapat disusun berdasarkan identifikasi dan

batasan masalah yang telah diuraikan adalah sebagai berikut:

1. Berapa kuat tekan batuan penyusun lubang tambang bawah tanah C1-G

PT. NAL Sawahlunto?

2. Berapa stand-up time yang diperlukan oleh lubang tambang bawah tanah

C1-G PT. NAL Sawahlunto?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menghitung berapa kuat tekan batuan penyusun lubang tambang bawah

tanah C1-G PT. NAL Sawahlunto.

2. Menganalisa stand-up time lubang tambang bawah tanah C1-G PT. NAL

Sawahlunto.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Bagi penulis

Penelitian ini memberikan manfaat berupa kemampuan untuk

menganalisa suatu masalah yang berkaitan dengan pertambangan berupa

analisa kekuatan batuan dan penentuan umur lubang tambang.


5

2. Bagi perusahaan

Dari penelitian yang dilakukan, dapat menjadi masukan positif bagi

perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam menyelesaikan

permasalahan yang berkaitan dengan keamanan lubang penambangan

jika dilihat dari lamanya waktu yang diperlukan oleh lubang

penambangan untuk dapat menahan tekanan dari batuan penyusunnya.

3. Bagi Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang

Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa lain, khususnya

mahasiswa teknik pertambangan dalam menyelesaikan tugas kuliah

ataupun sebagai referensi dalam mengangkat judul tugas akhir maupun

kerja praktek industri.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Definisi Batuan

Definisi batuan menurut Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 6) dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Menurut Para Geologiawan

Batuan adalah susunan mineral dan batuan organis yang bersatu

membentuk kulit bumi.

2. Definisi Secara Umum

Batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda, tidak

mempunyai komposisi kimia tetap. Tetapi, bebatuan tidak sama dengan

tanah. Tanah dikenal sebagai material yang mobile, rapuh dan letaknya

dekat dengan permukaan bumi.

3. Menurut Para Ahli Geoteknik

Batuan hanya untuk formasi yang keras dan padat dari kulit bumi yang

merupakan suatu bahan yang keras dan koheren atau yang telah

terkonsolidasi dan tidak dapat digali dengan cara biasa, misalnya dengan

cangkul dan belincong.

2.2.2 Klasifikasi Batuan

Siklus pembentukan batuan dimulai dari magma keluar dan membeku

dan terbentuk batuan beku. Setelah batuan beku terpapar di permukaan atau dekat

6
7

permukaan, maka akan terjadi proses pelapukan dan hasilnya yang berupa

material lapuk akan ter-transport dan diendapkan atau mengalami sedimentasi

sehingga hasil akhirnya disebut sedimen. Jika material sedimen tersebut

mengalami konsolidasi dan tegangan, maka material tersebut akan menjadi batuan

sedimen. Dalam fungsi waktu dan jika batuan sedimen mengalami pembebanan

dan temperatur di dalam bumi maka batuan tersebut akan mengalami

metamorfose sehingga terbentuk batuan metamorf.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa batuan beku atau batuan sedimen

atau batuan metamorf yang mengalami pelapukan dapat menjadi batuan sedimen

baru. Demikian juga halnya dengan kejadian batuan metamorf baru, bahwa

apakah batuan beku atau batuan sedimen atau batuan metamorf jika mengalami

metamorfose akan dapat menjadi batuan metamorf baru. Menurut Made Astawa

Rai dkk (2011: 7) batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf memiliki

ciri-cici yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Batuan Beku

Batuan beku (igneous rocks) adalah batuan yang berasal langsung dari

pembekuan magma. Jika batuan beku tersebut diklasifikasikan sebagai batuan

beku asam maka kenampakannya berwarna terang dan kandungan SiO2 akan lebih

besar dari 55%. Sedangkan untuk batuan beku sedang akan berwarna agak terang,

dan kandungan SiO2 sekitar 50-50% dan batuan beku basa bewarna gelap dengan

kandungan SiO2 lebih kecil daripada 50%.


8

2. Batuan Sedimen

Batuan sedimen (sedimentary rocks) adalah batuan dengan ciri berlapis-

lapis, yang merupakan hasil pelapukan dari batuan lain yang diendapkan bisa

secara fisik atau kimia dan yang telah mengalami transportasi melalui air, atau

angin dan gravitasi. Sedangkan urutan perlapisannya selalu mengikuti hukum

superposisi (tua ke muda). Ciri lainnya adalah bahwa batuan sedimen bisa

terkonsolidasi. Akibat dari aktivitas tektonik maka batuan sedimen dapat

mengalami perlipatan seperti sinklin atau antiklin dan juga dapat tersesarkan yang

berupa sesar, kekar, tergeser.

3. Batuan Metamorf

Batuan metamorf (metamorphic rocks) dapat berasal dari batuan lainnya

yang mengalami tekanan dan panas tinggi. Pada proses pembentukannya tidak ada

penambahan unsur baru, dan yang ada adalah proses rekristalisasi. Batuan

metamorf ini mempunyai tekstur khas seperti: filit (halus dengan pola laminasi),

sekis (berlapis), gneiss (selang-seling lapisan dan butiran) dan massif.

2.2.3 Struktur Geologi

Struktur geologi menurut Muhammad Dahlan B (2015, hal. 97) dapat

dikelompokkan berdasarkan kejadiannya, sebagai berikut:

1. Struktur primer

Struktur primer adalah struktur geologi yang terbentuk bersamaan

dengan proses pembentukkan batuan. Misalnya, struktur batuan beku (struktur

massif, scoria, amygdaloidal), struktur batuan sedimen (struktur berlapis, tidak


9

berlapis), struktur batuan metamorf (struktur foliasi, non foliasi), dan struktur

kekar akibat pendinginan magma (columnar joint dan sheeting joint).

2. Struktur Sekunder

Struktur sekunder adalah struktur geologi yang dihasilkan oleh deformasi

setelah batuan terbentuk yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan

(fold).

2.2.3.1 Tegasan (stress) dan Regangan (strain)

Proses tektonik dan non-tektonik menghasilkan tegasan (stress) dan

regangan (strain) pada batuan. Menurut Muhammad Dahlan B (2015, hal 98)

Tegasan adalah gaya yang bekerja pada batuan, sedangkan regangan adalah

deformasi batuan yang disebabkan oleh adanya tegasan. Pengaruh tegasan

terhadap batuan tergantung pada cara bekerja atau sifat tegasannya dan sifat fisik

batuan yang terkena tegasan. Berikut adalah klasifikasi tegasan dan regangan

menurut Muhammad Dahlan B (2015, hal. 98):

1. Tegasan (stress)

Tegasan (stress) berdasarkan pada distribusi besaran gaya yang bekerja

terdiri atas:

a. Uniform stress: Uniform stress adalah tegasan yang bekerja dengan

besaran yang sama dari segala arah. Dalam batuan dinamakan confining

stress karena setiap tubuh batuan dalam litosfir dibatasi oleh batuan

disekitarnya dan ditekan secara merata (uniform) oleh berat batuan di

atasnya.
10

b. Differential stress: Differential stress adalah tegasan yang bekerja

dengan besaran yang tidak sama dari segala arah. Dalam sistem

orthogonal dapat diuraikan menjadi tegasan utama ( ), tegasan

menengah ( ) dan ( ) yang paling kecil besarannya.

2. Regangan (strain)

Regangan (strain) pada batuan yang terjadi karena adanya tegasan

(stress) melalui tiga tahapan deformasi, yaitu:

a. Elastic deformation: deformasi elastis adalah deformasi yang bersifat

sementara (tidak permanen) dan dapat kembali kebentuk awal

(reversible) setelah tegasan yang bekerja hilang. Seperti karet yang

ditarik akan melar, tetapi jika dilepas akan kembali kepanjang semula.

Setiap batuan memiliki elastik limit yang tergantung pada sifat

batuannya. Jika batas elastisnya dilampaui, batuan tidak akan kembali

pada kondisi awal. Di alam tidak pernah dijumpai batuan yang pernah

mengalami deformasi elastis ini, karena tidak meninggalkan jejak atau

bekas, karena kembali ke keadaan semula, baik bentuk maupun

volumenya.

b. Ductile deformation: deformasi duktil merupakan deformasi dimana

elastic limit batuan dilampaui dan perubahan bentuk dan volume pada

batuan tidak kembali ke keadaan awal. Deformasi duktil menghasilkan

struktur lipatan (fold) pada batuan.

c. Fracture: fracture terjadi apabila batas atau limit deformasi elastik dan

duktil dilampaui, dimana batuan akan patah atau hancur. Material yang
11

memiliki sifat duktil sangat kecil sehingga cenderung mengalami

deformasi fracture disebut material regas (brittle). Fracture pada batuan

berupa kekar-kekar (joints) dan patahan (fault).

Tabel 2.1
Hubungan Antara Stress dan Strain yang Terbentuk
Strain Stress
Compression Tension Shear
Ductil Lipatan Penamaan untuk struktur geologi
(plastic strain) pada kategori ini sangat bervariasi
Antiklin
Sinklin
Brittle strain Kekar (joint)
(rupture) Patahan (fault)
Patahan naik Patahan turun Patahan geser
(reverse/thrust) (normal) (strike-slip)
Sumber: geologi untuk pertambangan umum, Muhammad dahlan B (2014, hal. 100)

2.2.3.2 Kekar (Joint)

Kekar adalah deformasi brittle berupa bidang pecahan atau rekahan pada

batuan yang terbentuk secara alami akibat adanya gaya tarik (tension) tanpa

adanya pergeseran (displacement) pada bidang pecahan (fracture plane).

Muhammad Dahlan B (2015, hal. 112).

1. Metode Pengumpulan Data Kekar

Menurur Muhammad Dahlan B (2015, hal. 115), metode pengumpulan

data kekar di lapangan bisa dilakukan melalui dua cara seperti berikut:

a. Metode inventarisasi, adalah metode pengumpulan data kekar dengan

mengukur semua kekar yang masuk pada suatu luasan tertentu, atau

semua kekar yang memotong garis yang telah ditentukan (scanline).

Metode ini relatif memakan waktu dan kekar non-sistematik juga ikut

diukur sehingga bisa mengurangi akurasi data. Namun demikian, metode


12

inventarisasi dapat mengumpulkan berbagai data seperti kerapatan kekar

(joint density), orientasi kekar (joint orientation) dan spasi kekar (joint

spacing).

b. Metode survei seleksi, adalah metode pengumpulan data kekar dimana

pengukuran hanya dilakukan pada kekar sistematik (major joints atau

joint sets). Metode seleksi efektif jika daerah pengamatan cukup luas,

sehingga penyebaran kekar-kekar sistematik dan non-sistematik dapat

dikenali dengan baik, namun karena sifatnya selektif, maka prosesnya

juga bersifat subjektif.

2.2.3.3 Patahan/sesar (fault)

Patahan/sesar (fault) adalah deformasi brittle berupa rekahan (ruptures)

atau zona rekahan pada batuan yang memperlihatkan adanya pergeseran

(displacement) sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang

berhadapan, dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan. Pergeseran pada

sesar bisa terjadi sepanjang garis lurus yang disebut sesar translasi atau terputar

yang dinamakan sesar rotasi. Pergeseran-pergeseran ini mempunyai dimensi

berkisar antara beberapa cm sampai ratusan km. Sebagaimana struktur lipatan atau

kekar, patahan juga memiliki strike dan dip. Strike nya adalah trend garis

horizontal bidang patah, dip nya adalah sudut antara horizontal dengan bidang

patahan. Bidang sesar/fault plane adalah bidang rekahan dimana terjadi

pergeseran antara blok-blok yang saling berhadapan. (Muhammad Dahlan B,

(2015, hal. 117).


13

Berikut adalah gambar yang menunjukkan adanya patahan dalam sebuah

bidang:

Sumber: geologi untuk pertambangan umum, Muhammad dahlan B (2014, hal. 118)
Gambar 2.1 Blok Yang Memperlihatkan Patahan/Sesar

2.2.4 Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Untuh

Proses perancangan sebuah tambang terbuka dan tambang bawah tanah

biasanya mengikuti tahapan pemboran inti dilapangan untuk memperoleh kondisi

batuan dan contoh batuan bagi kepentingan geologi dan cadangan serta

kepentingan geoteknik. Lalu dilakukan observasi detil, kemudian dipotong-potong

dan dipilah sesuai kebutuhan. Selanjutnya, jika diperlukan untuk kepentingan

geoteknik atau mekanika batuan, maka contoh batuan mengalami pengujian

penentuan sifat fisik dan mekanik. Pengujian sifat fisik pada batuan adalah

pengujian yang dilakukan tanpa merusak fisik batuan, sedangkan pengujian sifat

mekanik merupakan pengujian yang bersifat merusak sampel batuan. Data yang

diperoleh dari pengujian tersebut digunakan untuk proses perancangan sehingga

hasil akhirnya berupa model perancangan, misalnya untuk tambang bawah tanah.
14

2.2.4.1 Penentuan Sifat Fisik Batuan Untuh

Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam

mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu sifat

fisik dan sifat mekanik. Menurut Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 68), parameter

umum pada sifat fisik adalah bobot isi, berat jenis, porositas, absorbs dan void

ratio. Sedangkan untuk sifat mekanik standar dikenal sifat mekanik statik dan

sifat mekanik dinamik.

Sifat fisik batuan yang ditentukan untuk kepentingan penelitian

geoteknik adalah:

1. Bobot isi asli (natural density), merupakan perbandingan berat batuan

asli dengan volume total batuan.

2. Bobot isi kering (dry density), merupakan perbandingan berat batuan

kering dengan volume totalnya

3. Bobot isi jenuh (saturated density, merupakan perbandingan berat batuan

jenuh dengan volume total batuan

4. Berat jenis semu (apparent specific gravity), perbandingan bobot isi

kering batuan dengan bobot isi air

5. Berat jenis sejati (true specific gravity), perbandingan bobot isi jenuh

batuan dengan bobot isi air

6. Kadar air asli (natural water content), merupakan perbandingan antara

berat air dalam batuan asli dengan berat butiran batuan dan dinyatakan

dalam %.
15

7. Kadar air jenuh (absorption), merupakan perbandingan antara berat air

dalam batuan jenuh dengan berat butiran batuan dan dinyatakan dalam

%.

8. Derajat kejenuhan, perbandingan kadar air asli dan kadar air jenuh

dinyatakan dalam %.

9. Porositas, n, perbandingan volume rongga dalam batuan dengan volume

total batuan.

10. Void ratio, e, perbandingan volume rongga dalam batuan dengan volume

butiran batuan.

2.2.4.2 Penentuan Sifat Mekanik Batuan di Laboratorium

1. Preparasi Contoh Batuan Utuh

Contoh batuan utuh dari lapangan bisa berupa contoh bongkah atau

contoh berbentuk inti silinder. Contoh batuan bongkah biasanya diambil dari

permukaan sedangkan contoh batuan inti diperoleh dari pemboran inti.

Tergantung pengujiannya, jika pengujian mensyaratkan batuan berbentuk

bongkah maka tindakan selanjutnya biasanya adalah dengan melakukan

pemotongan dengan alat potong sehingga diperoleh geometri dan dimensi yang

sesuai dengan persyaratan pengujian. Sedangkan jika pengujian mensyaratkan

contoh batuan harus berbentuk silinder, maka contoh batuan dari lapangan yang

berbentuk bongkah harus di preparasi dengan pemboran inti.

2. Point Load Index (PLI)

Uji point load index merupakan uji indeks yang telah secara luas

digunakan untuk memprediksi nilai UCS suatu batuan secara tidak langsung di
16

lapangan. Hal ini disebabkan prosedur pengujian yang sederhana, preparasi

contoh yang mudah dan dapat dilakukan di lapangan. Peralatan yang digunakan

mudah dibawa–bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan sehingga dengan cepat

diketahui kekuatan batuan dilapangan sebelum dilakukan pengujian di

laboratorium.

Contoh yang digunakan dalam pengujian ini dapat berbentuk silinder

ataupun suatu bongkah batuan dan disarankan untuk pengujian ini berbentuk

silinder dengan diameter 50 mm (NX = 54, ISRM 1985). Apabila diameter contoh

batuan yang digunakan bukan 50 mm, maka diperlukan faktor koreksi terhadap

persamaan yang diturunkan oleh Broch dan Franklin. Menurut Greminger (1982),

selang faktor koreksi tergantung besarnya diameter. Karena diameter ideal yang

digunakan adalah 50 mm. Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 161).

Hawkins (1989), Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 161) melakukan

penelitian hubungan efek skala PLI terhadap kuat tekan pada dua bentuk contoh

uji, yaitu kubus dan silinder. Tampak bahwa semakin kecil ukuran contoh uji baik

untuk kubus dan silinder maka nilai kuat tekannya juga menurun. Selain itu juga

tampak bahwa variasi nilai kuat tekan pada contoh uji bentuk kubus lebih besar

daripada contoh bentuk silinder.

Berikut adalah persyaratan dan tipe batuan uji PLI:

Sumber: Mekanika Batuan, Made Astawa Rai (2011, hal. 162)


Gambar 2.2 Tipe dan Syarat Contoh Batuan Uji PLI (ISRM, 1985)
17

Beberapa peneliti yang melakukan studi hubungan PLI dan kuat tekan

pada berbagai jenis batuan diberikan pada tabel 2.4, hampir semua peneliti

menggunakan ukuran contoh uji 50 mm dan hubungannya memeberikan

persamaan linier langsung yang koefesiennya bervariasi dari sekitar 11 hingga 24,

tergantung dari jenis batuan yang diteliti.

Berikut adalah persamaan hubungan kuat tekan dengan PLI untuk

berbagai batuan dari berbagai peneliti:

Tabel 2.2
Persamaan Hubungan Kuat Tekan Dengan PLI untuk Berbagai Batuan dari
Berbagai Peneliti
Referensi Persamaan Tipe batuan
Broch & Franklin (1972) Batupasir
Batuan beku, batuan
Bieniawski (1975)
sedimen
Brook (1985) -
Singh (1981) Batupasir dan shale
Vallejo dkk (1989)-shale shale
Vallejo dkk (1989)-batupasir batupasir
Batupasir dan
Kramadibrata (1992)
batulempung
Batupasir,
Gunsallus & Kulhawy (1984)
batugamping
Batuan sedimen,
Cargil & Shakoor (1990)
batuan metamorf
Batuan beku, batuan
Kahraman (2001) sedimen, batuan
metamorf

Tsidzi (1990) Batuan metamorf

Sumber: Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 164)
18

2.2.4.3 Distribusi Tegangan di Sekitar Terowongan

1. Macam Tegangan Insitu

Tegangan alamiah merupakan tegangan dalam masa batuan sebelum

penggalian dilakukan. Tegangan alamiah dapat terdiri dari beberapa macam

seperti tegangan gravitasi, tegangan tektonik, tegangan sisa dan tegangan termal.

Menurut Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 319) asal mulanya tegangan

dalam batuan dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Tegangan alamiah (natural stress) dan

b. Tegangan terinduksi (induced stresses).

Pemahaman mengenai besar dan arah tegangan in situ dan tegangan

terinduksi ini merupakan bagian penting dalam perancangan lubang bukaan

bawah tanah. Dalam banyak kasus, tegangan terinduksi ini akan melampaui

kekuatan masa batuan dan menyebabkan ketidakmantapan lubang bukaan bawah

tanah.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tegangan Insitu

Tegangan insitu suatu titik ditentukan oleh kondisi pembebanan material

yang ada diatasnya dan perubahan akibat proses geologi sebelumnya. Perubahan

kondisi regangan insitu dapat diakibatkan oleh beberapa hal yang antara lain

berhubungan dengan perubahan suhu, serta proses kimia seperti leaching,

penguapan dan rekristalisasi mineral.

Proses mekanik seperti terbentuknya rekahan, geseran antara bidang

rekahan dan aliran viskoplastik dalam material akan menghasilkan kondisi

tegangan yang kompleks dan heterogen. Beberapa faktor yang mempengaruhi


19

kondisi tegangan insitu menurut Brady dan Brown (1985). Made Astawa Rai

(2011, hal. 319) adalah:

1) Topografi Permukaan

Untuk kondisi permukaan yang datar, tegangan vertikal rata-rata

mendekati nilai tegangan akibat beban material diatasnya. Semakin jauh

dari permukaan, semakin besar pengaruh beban material diatasnya.

Untuk topografi permukaan yang tidak rata, penentuan kondisi tegangan

pada suatu titik menjadi lebih kompleks.

Beberapa kondisi topografi dapat menyebabkan tegangan horizontal yang

lebih besar dibandingkan tegangan vertikalnya. Hal ini dapat menjadi

salah satu sebab beberapa pengukuran tegangan insitu oleh Hoek dan

Brown (1978) menunjukkan tegangan horizontal yang pada umumnya

lebih besar daripada tegangan vertikalnya. Pada umumnya dapat

dikatakan bahwa pengaruh topografi permukaan akan semakin kecil jika

jarak dari permukaan semakin besar.

2) Erosi

Erosi pada permukaan tanah baik disebabkan oleh air, angin, maupun es

akan mengurangi kedalaman batuan pada suatu titik dibawah tanah,

sehingga tegangan vertikalnya menjadi lebih kecil. Proses ini akan

membawa pada suatu kondisi tegangan dengan nisbah tegangan

horizontal dan vertikal yang tinggi, khususnya ditempat-tempat yang

dangkal.
20

Analisis dari permasalahan ini juga menunjukkan bahwa rasio tegangan

horizontal dan vertikal akan semakin kecil jika kedalaman meningkat,

mendekati nilai sebelum proses erosi terjadi, dimana kedalamannya lebih

besar daripada kedalaman lapisan tanah penutup yang tererosi.

Pengukuran tegangan insitu di beberapa daerah oleh Hoek dan Brown

(1978) juga membuktikan hal ini. Pada ilustrasi terlihat bahwa pada

tempat-tempat yang relatif dangkal, nisbah tegangan horizontal dan

vertikal cenderung besar.

3) Tegangan Sisa

Tegangan sisa adalah tegangan yang masih tersisa, walaupun penyebab

tegangan tersebut sudah hilang yang berupa panas atau pembengkakan

dikulit bumi. Tegangan yang masih ada didalam batuan meskipun

penyebab tegangan tersebut sudah tidak ada.

4) Inklusi

Inklusi dalam massa batuan adalah bagian yang secara litologi membuat

umur batuan lebih muda dari formasi batuan induknya. Biasanya inklusi

merupakan intrusi seperti dykes dan sill, serta veins seperti mineral

kuarsa dan fluor. Keberadaan inklusi secara vertikal mempengaruhi

kondisi tegangan dengan dua cara.

Pertama jika inklusi berada dibawah kondisi tekanan yang berlawanan

dengan kondisi horizontal batuan disekitarnya, maka komponen tegangan

yang tinggi akan terjadi tegak lurus bidang inklusi nya.


21

Kedua, kemungkinan dihubungkan dengan perbedaan nilai modulus

deformasi inklusi dan batuan disekitarnya yang dapat diakibatkan oleh

adanya aktivitas pembebanan. Sebagai contoh adanya perubahan

tegangan efektif dalam batuan induk atau adanya perpindahan karena

aktivitas tektonik dapat menyebabkan perubahan tegangan dalam inklusi

menjadi relatif lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan batuan

induknya. Inklusi yang relatif kaku (stiff) akan menyebabkan tegangan

dalam inklusi menjadi lebih tinggi, begitu pula sebaliknya.

Perbedaan modulus deformasi antara inklusi dan batuan induk akan

membuat gradient tegangan dalam batuan induk disekitar inklusi menjadi

tinggi. Sebaliknya, jika modulus deformasi inklusif relatif rendah, maka

gradient tegangan dalam batuan induk disekitar inklusi menjadi lebih

kecil sehingga kondisi tegangannya relatif homogen (Savin,1961).

5) Aktivitas Tektonik

Tegangan insitu mungkin juga berasal dari aktivitas tektonik yang

bekerja pada skala regional dan bias dihubungkan dengan kondisi

struktur geologi daerah tersebut seperti sesar dan lipatan. Elemen batuan

bereaksi secara viskoplastik terhadap tegangan yang bekerja. Semakin

kuat aktivitas tektonik, cenderung menyebabkan komponen tegangan

subhorizontal lebih besar daripada tegangan vertikal dan tegangan

horizontal lainnya. Hal ini mungkin karena aktivitasnya terjadi jauh

dibawah permukaan.
22

6) Bidang Diskontinuitas

Keberadaan bidang diskontinuitas didalam massa batuan akan

mengganggu kesetimbangan tegangan dan dapat menyebabkan tegangan

tersebut terdistribusi kembali untuk mencari kesetimbangan barunya.

Adanya bidang diskontinuitas vertikal seperti ridge dapat diasosiasikan

dengan rendahnya tegangan horizontal yang bekerja pada daerah

tersebut.

Price (1966) menyatakan bahwa satu kelompok bidang diskontinuitas

dalam massa batuan yang mempunyai orientasi, formasi dan perilaku

yang sesuai dengan compressive failure erat kaitannya dengan sifat-sifat

tegangan yang dapat menyebabkan perkembangan bidang

diskontinuitas).

Kondisi tegangan yang heterogen merupakan akibat alami dari adanya

proses perlipatan, pergeseran atau luncuran yang terjadi pada bidang-

bidang perlapisan batuan.

7) Tegangan Alamiah

Tegangan tektonik terjadi akibat geseran-geseran pada kulit bumi yang

terjadi pada waktu yang lampau maupun saat ini, seperti pada saat terjadi

sesar dan lain-lain. Pergerakan dalam kerak bumi terjadi secara continue,

seperti peristiwa seismic, pergerakan lempeng dan pergerakan karena

perbedaan panas antara inti bumi dan kerak. Tegangan tektonik sangat

sulit diperkirakan baik besar maupun arahnya, hanya pada umumnya

lebih besar daripada tegangan vertikalnya.


23

2.2.5 Klasifikasi Massa Batuan

Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk awal kegiatan dibidang

geomekanika adalah klasifikasi RQD dari Deere (1964). Pengamatan awal inti bor

hasil pemboran eksplorasi dan geoteknik adalah RQD dan fraktur frekuensi.

Sedangkan penilaian kualitas massa batuan yang paling banyak digunakan pada

tahap awal adalah RMR dari Bieniawski (1989) dan Q-system yang diusulkan

oleh Barton, Lien dan Lunde (1974). Klasifikasi massa batuan untuk aplikasi

khusus lubang bawah tanah adalah klasifikasi Stand Up Time Dari Lauffer (1958)

yang memodifikasi RMR, Q-system, SMR dan GSI. Made Astawa Rai dkk (2011,

hal. 387).

2.2.5.1 Rock Mass Rating System (RMR)

Rock Mass Rating System (RMR), atau sering juga dikenal sebagai

Geomechanics Classification telah dimodifikasi berulang kali begitu informasi

baru dari studi–studi kasus diperoleh dan menjadikannya sesuai dengan

International Standard and Procedure. RMR terdiri dari 5 (lima) parameter utama

(butir 1 s/d 5) dan 1 (satu) parameter pengontrol (butir 6) sebagai berikut:

1. Kuat tekan batuan utuh (UCS).

2. Rock Quality Designation (RQD).

3. Jarak discontinue/kekar.

4. Kondisi discontinue/kekar.

5. Kondisi air tanah.


24

6. Koreksi dapat dilakukan apabila diperlukan untuk orientasi

diskontiniutas/kekar.

Untuk menentukan bobot parameter pengontrol pengaruh arah

kemiringan atau jurus dan kemiringan kekar untuk penerowongan dan penggalian

diperlukan beberapa ilustrasi seperti ditunjukkan pada tabel 3.2. Aplikasi RMR

untuk stand-up time merupakan waktu yang diperlukan untuk menyangga dirinya

(massa batuan) sebelum terjadi keruntuhan. Hubungan antara roof span dengan

stand-up time dan RMR dapat dilihat pada gambar 3.3.

a. Kuat tekan batuan utuh (UCS)

Nilai kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh melalui beberapa pengujian,

salah satunya menggunakan alat pengujian kuat tekan point load index

(PLI).

b. Iventarisasi struktur massa batuan

Massa batuan yang terdiri dari kenampakan struktur geologi atau bidang

diskontinuitas, atau bidang perlapisan atau kekar dapat diklasifikasikan

menurut tiga karekteristik utama. Made Astawa Rai dkk (2011, hal 388)

yaitu:

1) Orientasi bidang diskontinuitas dan keluarga bidang diskontinuitas.

2) Jarak antar bidang diskontinuitas, frekuensi bidang diskontinuitas,

Rock Quality Designation-RQD dan ukuran blok bidang

diskontiniutas.

3) Kondisi bidang diskontinuitas terdiri dari beberapa karakteristik,

seperti:
25

a) Persisten atau kemenerusan bidang diskontinuitas.

b) Kekasaran (roughness).

c) Aperture atau bukaan bidang diskontinuitas.

d) Luahan (seepage).

e) Kekuatan (strength).

Pemetaan orientasi bidang kekar dilakukan disuatu singkapan massa

batuan dengan cara mengukur orientasi dalam bentuk kemiringan (dip) dan arah

kemiringan (dip direction) di sepanjang suatu garis bentang tertentu (scanline)

dimuka massa batuan.

Berikut adalah gambar yang menunjukkan orientasi bidang kekar:

Sumber : Mekanika Batuan Made Astawa Raidkk, halaman 392.


Gambar 2.3 Orientasi Bidang Kekar

Spasi bidang diskontinuitas atau kekar adalah jarak tegak lurus antar

kekar. Beberapa massa batuan memiliki spasi kekar dari yang sangat rapat hingga

sangat jarang. Pengukuran spasi kekar harus dilakukan disepanjang garis

bentangan pada singkapan massa batuan.


26

Hasil sebuah pengukuran spasi kekar perlu dilakukan analisa statistik dan

salah satu produknya adalah dalam bentuk histogram distribusi normal spasi yang

merepresentasikan statistik spasi kekar di formasi kali keluarga kekar. Secara

statistik hubungan antara spasi kekar dengan frekuensinya adalah dalam bentuk

eksponensial negatif.

Seperti dikutip dari jurnal eksplorium volume 36 no 1 tahun 2015

(Analisis karakteristik massa batuan di sektor lemajung, kalan, kalimantan barat),

Kondisi rekahan Beberapa parameter digunakan untuk memperkirakan kondisi

permukaan rekahan, yaitu:

1) Kekasaran (roughness) merupakan permukaan bidang yang kasar

sehingga dapat mencegah terjadinya pergeseran antara dua bidang

diskontinuitas (Tabel 2.3).

2) Separasi merupakan jarak antara dua permukaan bidang diskontinuitas,

umumnya diisi oleh material lainnya atau air. Semakin besar jarak

separasi akan semakin lemah bidang diskontinuitas tersebut.

3) Kontinuitas merupakan kemenerusan dari sebuah bidang diskontinuitas

atau merupakan panjang dari suatu bidang diskontinuitas.

4) Pelapukan menunjukkan derajat pelapukan permukaan bidang

diskontinuitas (Tabel 2.4).


27

Tabel 2.3
Penggolongan dan Pembobotan Kekasaran
Kekasaran Deskripsi Pembobotan
Apabila diraba permukaan sangat tidak rata,
Sangat kasar
membentuk punggungan dengan sudut terhadap bidang 6
datar mendekati vertikal
Kasar Bergelombang, permukaan tidak rata, butiran pada
5
permukaan terlihat jelas, permukaan kekar terasa kasar
Sedikit kasar Butiran permukaan terlihat jelas, dapat dibedakan, dan
3
dapat dirasakan apabila diraba
Halus Permukaan rata dan terasa halus bila diraba 1
Licin Permukaan terlihat mengkilap 0
Sumber : jurnal eksplorium, Heri Syaeful dan Dhatu Kamajati (2015)

Sedangkan menurut Patton (1966), Made Astawa Rai dkk (2011, hal.

402) contoh pengukuran kekasaran permukaan kekar adalah dalam bentuk sudut

rupa muka kekasaran I (roughness angle, i) yang dilakukan oleh Patton (1966)

pada permukaan batuan ditunjukkan oleh gambar 3.3.

Berikut adalah tabel 2.6 seperti yang disebutkan pada poin 4:

Tabel 2.4
Tingkat Pelapukan Batuan
Klasifikasi Keterangan
Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar, butiran
Tidak terlapukkan
kristal terlihat jelas dan terang
Kekar terlihat berwarna atau kehitaman, biasanya terisi dengan
Sedikit terlapukkan lapisan tipis material pengisi. Tanda kehitaman biasanya akan
nampak mulai dari permukaan sampai kedalam batuan sejauh
20% dari spasi
Tanda kehitaman nampak pada permukaan batuan dan sebagian
Terlapukkan material batuan terdekomposisi. Tekstur asli batuan masih utuh
namun mulai menunjukkan butiran batuan mulai
terdekomposisi menjadi tanah
Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna atau
Sangat terlapukkan kehitaman. Dilihat secara penampakan menyerupai tanah
namun tekstur batuan masih utuh dan butiran batuan telah
terdekomposisi menjadi tanah.
Sumber : jurnal eksplorium, Heri Syaeful dan Dhatu Kamajati (2015)
28

1. Rock Quality Designation-RQD

Kehadiran bidang diskontinuitas didalam massa batuan sering memberi

pengaruh buruk pada sifat mekaniknya sehingga parameter kuantitatif bidang

diskontinuitas perlu diketahui. Parameter yang dapat menunjukkan kualitas massa

batuan sebelum penggalian dilakukan adalah RQD yang dikembangkan oleh

Deere (1964) yang mana datanya diperoleh dari pengeboran eksplorasi dalam

bentuk inti bor.

RQD dihitung dari persentase bor inti yang diperoleh dengan panjang

minimum 10 cm dan jumlah potongan inti bor tersebut biasanya diukur pada inti

bor sepanjang 2 m, potongan akibat penanganan pemboran harus diabaikan dari

perhitungan dan inti bor yang lembek dan tidak baik berbobot RQD = 0

(Bieniaewski,1989). Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 398).

Apabila bor inti tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak langsung

dengan melakukan pengukuran orientasi dan jarak diskontinuitas pada singkapan

batuan. Priest & Hudson (1976) mengajukan sebuah persamaan untuk

menentukan RQD dari data garis bentangan.

Tabel 2.5
Hubungan antara RQD, Kualitas Batuan dan Indeks Kecepatan
Kualitas RQD (%) FF (m-1) Indeks
massa batuan kecepatan
Sangat buruk 0– 25 >15 < 0.2
Buruk 25 – 50 15 – 8 0.2 – 0.4
Sedang 50 – 75 8–5 0.4 – 0.6
Baik 75 – 90 5–1 0.6 – 0.8
Sangat baik 90 - 100 <1 0.8 – 1.0
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 339)
29

2. Kondisi Bidang Diskontinuitas

a. Persistensi

Menurut Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 400), didefinisikan sifat

kemenerusan dari bidang–bidang kekar yang didefinisikan sebagai

panjang dari diskontinuitas pada massa batuan dan dapat diukur

panjangnya. Persistensi ditentukan dengan mengamati dan mengukur

panjang dari bidang kekar dimassa batuan.

Klasifikasinya sebagai berikut:

Tabel 2.6
Klasifikasi Persistensi (ISRM, 1961)
Deskripsi Panjang Kekar (m)
Persistensi sangat rendah <1
Persistensi rendah 1–3
Persistensi menengah 3–10
Persistensi tinggi 10–20
Persistensi sangat tinggi >20
Sumber : Mekanika Batuan Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 400)

b. Kondisi kekasaran kekar (Joint roughness)

Parameter ini terdiri dari kekasaran permukaan ketidakmenerusan,

pemisahan (jarak antar permukaan), panjang/kesinambungan

(persistensi). Pelapukan batuan dinding dari bidang lemah dan material

pengisi. Kekasaran didefinisikan sebagai tingkat kekasaran dipermukaan

bidang kekar yang berfungsi sebagai pengunci antar blok atau mencegah

pergeseran sepanjang permukaan kekar.

Deskripsi kekasaran kekar menggunakan rujukan yang diberikan oleh

ISRM (1981) dalam Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 401), Panjang

profil pada rujukan tersebut adalah 1–10 m dengan kondisi skala vertikal
30

sama dengan skala horizontal. Kondisi relatif kekasaran permukaan

bidang kekar dinyatakan sebagai berikut:

1) Sangat kasar jika jenjang–jenjang yang terjadi dipermukaan bidang

kekar hampir vertikal.

2) Kasar, jika kekerasan dapat dilihat dengan jelas dan apabila diraba

masih terasa agak abrasif.

3) Kekasaran rendah, apabila kekasaran dipermukaan dibidang kekar

baru dapat diketahui dengan jelas jika diraba dengan tangan.

4) Halus, jika permukaan rekahan menjadi halus dan terasa halus ketika

disentuh.

5) Licin, jika permukaa rekahan terlihat seperti poles atau bergelombang

halus.

2.2.6 Stand-up Time

Menurut Bieniawski dkk (2011, hal.445), aplikasi RMR untuk stand-up

time merupakan waktu yang diperlukan untuk menyangga dirinya (massa batuan)

sebelum terjadinya keruntuhan. Lebar terowongan tanpa penyangga (roof span)

didefinisikan sebagai lebar bukaan atau jarak antar muka dan posisi terdekat

dengan penyangga, jika jarak tersebut lebih panjang dari lebar terowongan.

Stand-up time dapat ditentukan dengan cara memasukkan nilai total

RMR (Rock Mass Rating System) yang didapatkan dari hasil pembobotan 6

(enam) parameter kedalam grafik stand-up time. Keenam parameter dari RMR

adalah sebagai berikut:


31

1. Data kuat tekan batuan utuh (ucs),

2. Data RQD (rock quality designation),

3. Data jarak kekar,

4. Data kondisi kekar,

5. Kondisi air tanah dan

6. Data orientasi kekar.

Grafik berikut merupakan grafik stand-up time. Cara memasukkan data

RMR ke dalam grafik stand-up time adalah sebagai berikut:

a. Tentukan posisi nilai RMR pada grafik (bagian yang melengkung) baik

dari atas maupun bawah.

b. Tarik garis lurus terhadap bidang melengkung (jika plot dari bawah maka

tarik ke atas dan sebaliknya).

c. Tandai (buat titik) pada tengah-tengah garis yang telah ditarik

sebelumnya.

d. Tarik garis lurus dari titik yang telah ditandai ke arah bawah, maka

didapatkanlah nilai stand-up time nya.

e. Tarik dari titik ke sebelah kiri, maka didapatkanlah span nya.

Berikut adalah grafik RMR terhadap roof span dan stand-up time:
32

Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 445)
Gambar 2.4 Grafik Stand-Up Time

Data yang diperoleh dari grafik stand-up time terdiri dari 2 (dua) data,

yaitu data stand-up time dan data roof span. Menurut Made Astawa Rai dkk

(2011, hal. 445) lebar terowongan tanpa penyangga (roof span) didefinisikan

sebagai lebar bukaan atau jarak antar muka dan posisi terdekat dengan penyangga,

jika jarak tersebut lebih panjang dari lebar terowongan. Sedangkan stand-up time

merupakan rentang waktu lamanya massa batuan diatap tidak runtuh (terowongan

tetap stabil), baik tanpa pemasangan penyangga, setelah penyanggaan maupun

waktu pemasangan.
33

Menurut Bieniawski (1989, hal. 62), dengan nilai RMR juga dapat

direkomendasikan system penyanggaan/penguatan massa batuan (ground support

recommendation/GSR) yang dapat menentukan seberapa panjang terowongan

yang aman tanpa disangga dengan waktu swasangganya. Selain itu, Bieniawski

juga menentukan jenis, diameter, dan panjang dari baut batuan (rockbolt), jejaring

besi (steel set), beton tembak (shotcreate), dan beton cor (concrete).

Keakuratan dari stand-up time menjadi diragukan karena nilai stand-up

sangat dipengaruhi oleh metode penggalian, ketahanan terhadap pelapukan,

kondisi tegangan insitu yang merupakan parameter-parameter pentinga yang tidak

tercakup dalam metoda RMR.

Berikut adalah tabel GSR menurut Bieniawski:


Tabel 2.7
Guidelines For Excavation and Support Of Rock Tunnels In Accordance With The
Rock Mass Rating System
Support
Rock bolts
Rock mass
Excavation (20 mm dia,
class Shotcrete Steel sets
fully
grouted)
Very good rock
Full face Generally no support required except for
I
3 m advance occasional spot bolting
RMR: 81-100
Locally bolts
Full face in crown 3 m
50 mm in
Good Rock II 1.0-1.5 advance long, spaced
crown where None
RMR: 61-80 Complete support 2.5 m, with
required
20 m from face occasional
wire mesh
Top heading and Systematic
bench bolts 4 m
1.5-3 m advance in long, spaced
50-100 mm in
Fair Rock III top heading 1.5-2 m in
crown and 30 None
RMR: 41-60 Commence support crown and
mm in sides
after each blast walls with
Complete support wire mess in
10 m from face crown
Poor rock Top heading and Systematic 100-150 mm in Light to
34

RMR: 21-40 bench bolts 4-5 m crown and 100 medium ribs
1.0-1.5 advance in long, spaced mm in sides spaced 1.5 m
top heading. Install 1-1.5 m in where
support crown and required
concurrently with wall with
excavation 10 m wire mesh
from face
Multiple drift
Systematic Medium to
0.5-1.5 m advance
bolt 5-6 m heavy ribs
in top heading 150-200 mm in
long, spaced spaced 0.75 m
Install support crown, 150
Very poor rock 1-1.5 m in with steel
concurrently with mm in sides
RMR: <20 crown and lagging and
excavation. and 50 mm on
walls with forepoling if
Shotcreate as soon face
wire mesh. required.
as possible after
Bolt invert Close invert
blasting
Sumber: Engineering Rock Mass Classification,Z.T Bieniawski (1989, hal 62)

2.2.7 Penelitian Lainnya

1. Jurnal Eksplorium Volume 36 No 1 Heri Syaeful dan Dhatu Kamajati

2015 yang berjudul “Analisis Karakteristik Massa Batuan Di Sektor

Lemenanjung, Kalan, Kalimantan Barat”. Metode penelitian adalah

dengan pengambilan contoh batuan untuk analisis laboratorium mekanika

batuan, pengamatan rekahan, dan pengamatan kondisi air tanah dengan

parameter batuan yang dianalisis meliputi uniaxial compressive strength

(UCS), Rock quality designation (RQD), jarak rekahan, kondisi rekahan

dan air tanah. Hasil analisis menyimpulkan bahwa metalanau sebagai

lithology yang mengandung uranium di sector lemajung mempunyai nilai

rock mass rating (RMR) sebesar 56 atau kelas massa batuan III: fair rock

pada kedalaman 60 m, dan pada kedalaman 280 m nilai RMR mencapai

82 atau kelas massa batuan I: very good rock. Data nilai RMR kemudian

akan digunakan dalam analisis pembuatan terowongan pada model


35

tambang bawah tanah atau analisisis kestabilan lereng pada model

tambang terbuka.

2. Jurnal JTM Vol. XVI No. I/2009 Singgh Saptono dkk dengan judul

“Pengaruh Ukuran Contoh Terhadap Kekuatan Batuan”. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode pengujian, dengan hasil bahwa

penurunan kekuatan batuan terjadi akibat meningkatkan ukuran contoh.

Potensi adanya pengaruh skala selain pada kuat tekan juga terjadi pada

kuat geser, yaitu pada kohesi. Kohesi akan berkurang dengan

bertambahnya ukuran contoh. FacKtor yang berpengaruh pada kekuatan

geser selain pengaruh skala adalah jenis batuan, keberadaan bidang

kekar, pelapukan, kondisi permukaan kekar, air, metode pengujian dan

material pengisi.

3. Jurnal MINDAGI Vol.8 No. 2 Juli 2014 Ellisa Tirayoh dan Arista

Muhartanto dengan judul “Analisisi Struktur Geologi dan Penambangan

Bawah Tanah Terhadap Propagasi Subsidence di Daerah Eastberg PT.

Freeport Indonesia, Papua”. Metode penelitian yang digunakan adalah

metode pengamatan dan analisis dengan pengamatan di 4 (empat) level

penambangan, data yang diamati adalah struktur geologi berupa

pengukuran kekar dan sesar yang terdapat pada batuan yang tersingkap

dan pengambilan contoh batuan. Setiap bidang jenis batuan yang

meliputi jurus, kemiringan, dari batuan diorite, calcareous sandstone,

disrite altered dan marble diamati dengan menggunakan pengukuran

kekar dan sesar sebanyak 302 buah. Hasil analisa dengan schidmnet
36

memperlihatkan arah jurus kemiringan yang berbeda berarah timurlaut-

baratdaya, utara-selatan, tenggara-baratlaut. Penyebaran cave pada

subsidence lebih cenderung kea rah timurlaut-baratdaya.

4. Jurnal Acta Astronautica 139 (2017) Haudi D. Bemeer dan D. Scott

Worrells dengan judul “Conducting Rock Mass Rating for Tunnel

Construction on Mars”. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan

simulasi oleh beberapa tim pengukur, dengan parameter yang diukur

adalah testing uniaxial compressive strength, rock quality designation,

spacing of discontinuities, condition of discontinuities, ground water

discontinuities and orientation discontinuities. Pengukuran dilakukan

dengan bentangan 3 m.

5. Jurnal Bulletin Scientific Contribution, Vol 4 No 1 Januari 2006 Zufialdi

Zakaria dengan judul “Analisis Geomekanika Formasi Halang di Daerah

Struktur Geologi Sekitar Sungai Citaal, Kuningan, Jawa Barat. Metode

penelitian yang digunakan meliputi persiapan, survei lapangan, analisis

geologi struktur, analisis geomekanik, arahan monitoring dan

menejemen, penulisan laporan. Data yang diambil sebanyak 4 (empat)

lokasi singkapan batupasir dengan bentangan scanline sepanjang 13 m.

hasil pengolahan data menunjukkan nilai RMR antara 55-66 dengan

kelas pembobotan kelas III (pemerian sedang), berdasarkan diagram

mawar diketahui arah jurus perlapisan dominan baratdaya-timurlaut,

hampir searah dengan S.


37

6. Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan, Vol. 6 No. 1 Maret 2013

Yoszi Mingsi Anaperta dengan judul “Studi Terowongan Jalan Raya

Padang-Solok”. Metode penelitian yang digunakan meliputi system

klasifikasi tanah dengan konsep batu, klasifikasi Laufer dengan konsep

waktu stand-up, klasifikasi Deree dengan konsep RQD, konsep RSR oleh

Wickham, Geomechanics klasifikasi Bieniawski dan system Q oleh

Barton. Hasil dari penelitian berupa stand-up time dengan nilai RMR 43,

span 6 m selama 20 jam atau 1 hari, penyangga yang direkomendasikan

berupa ribs at 1.5, 6H25 ribs on 2 m centres plus concentrate lining dan

spot bolting.
38

2.3 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian, diperlukan kerangka yang menggambarkan sebuah

konsep penyelesaian masalah. Berikut adalah kerangka konseptual yang

digunakan dalam menyelesaikan masalah penelitian:

Data primer:
a. Kuat tekan batuan
b. Kondisi discontinue/kekar
Input c. Jarak discontinue/kekar
d. Kondisi air tanah
e. Sifat fisik batuan

Data sekunder:
a. Sketsa kemajuan lubang tambang seam C1
b. Peta lokasi kegiatan penambangan PT. NAL.
c. Peta geologi PT. NAL

a. pengukuran kuat tekan batuan menggunakan alat


point load index.
b. Menghitung jarak kekar.
Proces c. Menghitung RQD
𝑅𝑄𝐷 𝑒− 𝜆 𝜆

d. Menentukan dan menghitung nilai RMR


menggunakan tabel pembobotan
e. Menganalisa stand-up time menggunakan tabel
stand-up time terhadap roof span dan RMR.

Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam


Output melakukan penggalian dan penyanggaan lubang
penambangan.

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual


39

Dari kerangka konseptual di atas, dapat dijelaskan proses penyelesaian

masalah dalam penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:

1. Input, yaitu proses pengumpulan data, baik data dari lapangan maupun

data dari perusahaan.

2. Proces, yaitu proses pengolahan data menggunakan rumus-rumus dan

metode yang sesuai dengan masalah penelitian.

3. Output, merupakan hasil yang diharapkan dari pengolahan data yang

dilakukan berupa referensi bagi perusahaan dalam melakukan

penambangan dan pemasangan penyangga.

Variable pengamatan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel,

yaitu kekuatan batuan dan stand-up time, yang mana dua variabel tersebut saling

berhubungan. Data yang diperlukan dalam proses penelitian meliputi data primer

dan data sekunder. Data yang digunakan dalam proses penentuan kuat tekan

batuan didapatkan melalui pengamatan di laboratorium, sedangkan data yang

digunakan untuk perhitungan stand-up time didapatkan melalui pengukuran di

lapangan ditambah dengan hasil uji kuat tekan batuan di laboratorium. Adapun

data yang diukur di lapangan berupa data kekar/diskontinuitas dalam lubang C1-G

yang meliputi data jarak kekar, kondisi kekar beserta keadaan air tanah di dalam

lubang tambang C1-G. Data-data tersebut kemudian digunakan untuk menghitung

stand-up time lubang tambang C1-G.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.3 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian terapan (applied

research). Menurut Moh. Nazir (2017, hal. 17). Penelitian terapan adalah

penyelidikan yang hati-hati, sistematik dan terus-menerus terhadap suatu masalah

dengan tujuan untuk digunakan dengan segera untuk keperluan tertentu. Hasil

penelitian tidak perlu sebagai penemuan baru, tetapi merupakan aplikasi baru dari

penelitian yang telah ada.

3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini secara administratif dilakukan di perusahaan tambang

batubara bawah tanah PT. NAL Desa Salak, Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto,

Provinsi Sumatera Barat, wilayah tersebut terletak di sebelah timur laut Kota

Padang dan secara geografis terletak pada 00o 36‟ 45,84‟‟–00o 37‟ 12,10‟‟ LS dan

100o 45‟ 48,19‟‟ BT–100o 46‟ 48,20‟‟ BT. Lokasi penelitian dapat ditempuh dari

Kota Padang menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua dengan rute

perjalanan Kota Padang – Solok – Kota Sawahlunto – Kecamatan Talawi – Desa

Salak, dengan waktu tempuh ± 3.5 (tiga setengah jam).

40
41

Berikut adalah peta kesampaian daerah penambangan PT. NAL:

Gambar 3.1 Peta Kesampaian Daerah PT. NAL

Penelitian ini diawali dengan pengajuan surat permohonan tugas akhir

pada minggu ke dua bulan Mei 2017, kemudian dilanjutkan dengan pra-penelitian

pada minggu ke tiga bulan Mei dan minggu ke tiga bulan Juli 2017. Setelah

selesai melakukan pra-penelitian, selanjutnya dilakukanlah penyusunan proposal

berdasarkan permasalah yang ditemui di lapangan (PT. NAL). Setelah proposal

penelitian disusun dan melalui beberapa kali bimbingan, dilanjutkan dengan

seminar proposal pada bulan September akhir dan pengambilan data pada bulan

November awal.
42

Untuk waktu penelitian yang dilakukan, mulai dari pengajuan tugas

akhir, pengajuan surat bimbingan dan pengajuan surat izin penelitian lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1
Waktu Penelitian
Bulan
Mei Juli Agustus September Oktober November
No Keterangan (2017) (2017) (2017) (2017) (2017) (2017)
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan tugas
akhir
2. Pengajukan surat
Pembimbing proposal
3. Mengajukan surat izin
penelitian
4. Pengamatan di
Lapangan
5. Penyusunan Proposal
Penelitian
6. Bimbingan dan
Perbaikan Proposal
7. Seminar Proposal
8. Perbaikan
9. Pengambilan Data di
Lapangan
10 Pengolahan Data
11 Seminar Hasil

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut dari sekelompok objek yang

diteliti yang mempunyai keterikatan antara satu dengan yang lain. Sesuai dengan

permasalahan yang diteliti maka variabel penelitian meliputi variabel bebas yang

merupakan sebab dan variabel terikat yang merupakan akibat. Variabel bebas

berupa analisa terhadap kuat tekan batuan sedangkan variabel terikat berupa

stand-up time lubang tambang bawah tanah C1-G PT. NAL di Desa Salak,

Kecamatan Talawi, kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.


43

3.5 Data Dan Sumber Data

3.4.1. Data

Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek

penelitian yaitu melalui pengamatan lubang penambangan C1-G di lokasi

penambangan, meliputi:

a. Data kondisi kekar di sepanjang lubang penambangan.

b. Jarak kekar.

c. Kondisi air tanah di dalam lubang.

d. Data uji kuat tekan batuan yang diperoleh melalui uji PLI.

e. Data lain yang digunakan yaitu data uji sifat fisik batuan di

Laboratorium.

2. Data sekunder

Jenis data ini diperoleh dari profil perusahaan mengenai gambaran umum

perusahaan, Teknik yang digunakan yaitu dengan membaca atau studi

pustaka di perusahaan meliputi:

a. Data profil perusahaan.

b. Data geologi.

c. Data metode penambangan PT. NAL beserta data lain yang

mendukung penelitian.
44

3.4.2. Sumber Data

Sumber data yang penulis dapatkan berupa kuantitatif yang berasal dari

pengukuran langsung dilapangan dan analisa di Laboratorium. Data kuantitatif

merupakan data informasi berupa simbol angka atau bilangan. Data ini didapatkan

melalui pengukuran langsung di lapangan dan pengujian di laboratorium.

3.6 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Teknik pengumpulan dan Pengolahan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.1 Prosedur Pengukuran Kekar

1. Pengukuran spasi/jarak kekar

Berikut adalah prosedur pengukuran kekar berdasarkan buku mekanika

batuan Made Astawa Rai dkk 2011 halaman 417:

Sebelum melakukan pemetaan bidang diskontinuitas atau kekar secara

detail, lakukan dahulu pengamatan massa batuan yang hendak dipetakan dari jarak

dekat dan jauh beberapa kali sehingga diperoleh gambaran untuk menentukan

cakupan daerah pemetaan dan pengukuran secara detail.

Pemetaan kekar yang meliputi orientasi dan jarak antar bidang kekar

menggunakan beberapa peralatan, seperti: tali (50 m), palu geologi, kompas

geologi (+ inclometer), meteran (minimum 5 m), scrather, clipboard, pensil (H),

penggaris, tabel RMR, gambar standar skala kekasaran muka bidang kekar, botol

ukur dsb.
45

Pengukuran spasi harus dilakukan sepanjang garis bentangan (scanline)

pada singkapan massa batuan. Karena kekar diukur pada permukaan singkapan

massa batuan maka diperlukan suatu koreksi spasi sebesar cos , dimana adalah

sudut yang dibentuk antara bidang kekar dan bidang permukaan singkapan. Hasil

yang di dapat setelah koreksi adalah jarak kekar yang sesungguhnya.

Berikut adalah sketsa penentuan spasi kekar:

Sumber: Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk., (2011, hal. 421)
Gambar 3.2 Penentuan Spasi Kekar

Adapun prosedur pengukuran kekar adalah sebagai berikut:

a. Pengukuran setinggi mata dari lantai jenjang.

b. Pengukuran jarak kekar dimulai dengan membentangkan tali sepanjang

muka bidang massa batuan (scanline) yang akan diukur.

c. Selanjutnya dengan pita ukur ditentukan posisi kekar–kekar yang

berpotongan dengan garis bentangan tanpa memperhatikan orientasi

setiap kekar.

d. Amati cuaca dan kondisi air permukaan.


46

2. Pengukuran jurus dan arah kemiringan bidang kekar

Prosedur pengukuran arah kemiringan bidang kekar diukur menggunakan

kompas geologi yang dilengkapi klinometer dengan satuan dalam derajat yang

dihitung dari arah utara searah jarum jam, dan dituliskan sebagai angka tiga

desimal, contoh 010° atau 105° (000°–360°). Sedangkan prosedur pengukuran

kemiringan bidang kekar diukur dengan klinometer yang merupakan bagian

kompas geologi dan dituliskan sebagai angka dua desimal, contoh 05° atau 55°

(00°–90°).

Berikut adalah cara penentuan jurus dan arah kemiringan menggunakan

kompas geologi berdasarkan buku Geologi untuk Pertambangan Muhammad

Dahlan B (2015, hal. 154):

a. Mengukur Strike: tempelkan sisi E (east) kompas, rapat sepenuhnya pada

bidang miring (lapisan) dengan posisi kompas mendatar. Geser hingga

gelembung udara dalam nivo kotak masuk ke dalam lingkaran (ingat: sisi

E harus tetap rapat sepenuhnya pada bidang miring). Baca arah azimuth

yang ditunjuk jarum kompas.

b. Mengukur Dip: tempelkan sisi W (west) kompas, tegak lurus terhadap

posisi pengukuran strike pada bidang miring (lapisan) dengan posisi

kompas miring, putar klinometer hingga gelembung udara dalam nivo

tabung berada di tengah. Baca sudut kemiringan pada skala klinometer.

Kemiringan dan arah kemiringan harus ditulis dalam tiga desimal dan

dua desimal yang dipisahkan dengan satu garis miring, contoh N130°E/50°.

Pasangan angka tersebut mewakili satu vektor kemiringan. Setelah orientasi kekar
47

diperoleh dari pengukuran sepanjang tertentu dimuka massa batuan maka

selanjutnya adalah memplot datanya pada software Dips 5.0 untuk mendapatkan

data orientasi dominan kekarnya.

Berikut adalah contoh plot data strike dan dip N130°E/50° menggunakan

software Dips 5.0:

Sumber: Jurnal engineering geology 181, Malaya K Panda dkk, 2014


Gambar 3.3 Plot Data Orientasi Kekar pada Dips 5.0

3.6.2 Kondisi Kekar/Discontinue

1. Kondisi Persistensi/ Panjang Kekar

Persistensi didefinisikan sifat kemenerusan dari bidang-bidang kekar

yang didefinisikan sebagai panjang dari diskontinuitas pada massa batuan

dan dapat diukur panjangnya. Persistensi ditentukan dengan mengamati

dan mengukur panjang dari bidang kekar di massa batuan.


48

Klasifikasi persistensi kekar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 2
Klasifikasi pembobotan panjang kekar
Parameter Rating
Panjang <1m 1-3 m 3-10 m 10-20 m > 20 m
Discontinuitas
(Persistense) 6 4 2 1 0

Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)

2. Kondisi Kekasaran (Joint Roughness Coefficient-Jrc)

Parameter ini terdiri dari kekasaran permukaan ketidakmenerusan,

pemisahan (jarak antar permukaan), panjang atau kesinambungan

(persistensi), pelapukan batuan dinding dari pada bidang lemah, dan

material pengisi. Kekasaran didefinisikan sebagai tingkat kekasaran

dipermukaan bidang kekar yang berfungsi sebagai pengunci antar blok

atau mencegah pergeseran sepanjang permukaan kekar.

Joint roughness coefficient-JRC menurut Barton & Choubey (1977)

dapat ditentukan dengan memperkirakan secara visual.


49

Sumber : Barton & Choubey, 1977, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk,
(2011, hal 406)
Gambar 3.4 Kondisi Kekasaran Kekar-Joint Roughness Coeffecient Jrc

Kekasaran permukaan bidang kekar juga dapat ditentukan melalui tabel

klasifikasi pembobotan kekasaran diskontinuitas sebagai berikut:

Tabel 3. 3
Klasifikasi pembobotan kekasaran kekar
Parameter Rating
Kekasaran Sangat Kasar Sedikit Halus Sliken-
Diskontinuitas Kasar Kasar side
(roughnes)
6 5 4 1 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)

3. Kondisi Bukaan Aperture Kekar

Pelapukan dinding batuan atau pada permukaan diskontinuitas yang

terbentuk pada batuan oleh ISRM (1981) diklasifikasikan sebagai

berikut:
50

a. Tidak lapuk atau segar. Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan

segar, Kristal terang.

b. Pelapukan ringan. Ketidakmenerusan ternoda atau luntur dan dapat

terisi oleh isian tipis hasil dari alterasi material. Lunturan tadi dapat

meluas dari permukaan ketidakmenerusan sampai ke dalam batuan

dengan jarak sampai 20% dari pada spasi ketidakmenerusan.

c. Pelapukan sedang. Lunturan meluas dari bidang ketidakmenerusan

lebih besar dari 20% dari pada spasi ketidakmenerusan.

Ketidakmenerusan dapat terisi oleh hasil alterasi material. Mungkin

dapat ditemukan batas butiran yang terbuka.

d. Pelapukan kuat. Lunturan meluas melalui batuan dan terdapat bagian

material batuan yang gembur. Tekstur asli batuan tetap terjaga, tetapi

didapatkan pemisahan butiran.

e. Sangat lapuk. Batuan terdekomposisi seluruhnya, dan dalam kondisi

gembur. Kenampakan luar adalah tanah.

Tabel 3.4
Klasifikasi pembobotan Bukaan kekar
Parameter Rating
Bukaan <0.1mm 0.1-1.0 1-5 mm > 5 mm
Diskoniutas - mm
6 5 4 1 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)

4. Kondisi Isian Kekar

Material pengisi didefinisikan sebagai isian celah antar permukaan

bidang kekar yang umumnya terdiri dari pasir, kalsit, lempung, lanau,
51

breksi, kuarsa dan pyrite. Material pengisi ini akan mempengaruhi kuat

geser bidang kekar. Isian mempunyai dua hal yang berpengaruh yaitu:

a. Tergantung ketebalannya, isian menghambat penguncian yang

diakibatkan kekerasan rekahan.

b. Sifat isian itu sendiri yaitu kuat geser, permeabilitas dan prilaku

deformasi. Sehingga perlu diketahui jenis, ketebalan, kesinambungan

dan hubungan isian satu sama lain.

Berikut adalah klasifikasi parameter isian dalam kekar menurut

Bieniawski dkk:

Tabel 3.5
Klasifikasi pembobotan Isian kekar
Parameter Rating
Material
Tidak Keras Lunak
Pengisi
Ada
(Infiling)
6 5 3 1 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)

5. Kondisi Luahan Kekar

Suatu keadaan struktur yang stabil dalam keadaan kering akan menjadi

tidak stabil bila kandungan airnya meningkat. Pada terowongan atau

lubang bukaan, kondisi kecepatan air tanah dalam liter per menit untuk

setiap 10 meter penggalian perlu diketahui. Cara lain adalah dengan

mengetahui kondisi umum yang dapat dinyatakan sebagai kering,

lembab, basah, menetes dan mengalir (lihat tabel RMR).


52

Untuk klasifikasi kelapukan kekar menurut Bieniawski dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 3.6
Klasifikasi pembobotan Kelapukan kekar
Parameter Rating
Kelapukan Tidak Sedikit Lapuk Sangat Hancur
(weathering) Lapuk Lapuk lapuk
6 5 3 1 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)

3.6.3 Uji UCS Point Load Indeks

Uji UCS Point Load Indeks merupakan uji kuat tekan menggunakan alat

Point Load Indeks, Contoh yang digunakan dalam pengujian ini berbentuk

silinder maupun bongkahan batuan. Disarankan berbentuk silinder dengan

diameter 50 mm. Menurut Broch & Franklin (1972) mekanika batuan, Made

Astawa Rai dkk, (2011, hal. 162), indeks point load (Is) suatu contoh batuan dapat

dihitung dengan persamaan:

3.1

Untuk diameter contoh batuan yang bukan 50 mm, maka diperlukan

faktor koreksi terhadap persamaannya. Menurut Greminger (1982) mekanika

batuan Made Astawa Rai dkk (2011, hal 162), selang faktor koreksi tergantung

besarnya diameter. Karena diameter ideal adalah 50 mm maka Greminger

menurunkan persamaan sebagai berikut:

3.2
53

Dengan, ( )
3.3
Sehingga telah diperoleh suatu persamaan Point Load Indeks yang telah

dikoreksi sebagai berikut:

3.4
( )

Jika Is = 1 MPa, indeks tersebut tidak memiliki arti. Maka penentuan

kekuatan harus berdasarkan uji UCS, dan menurut Bienawski dengan diameter

contoh 50 mm maka UCS dapat ditentukan melalui:

3.5

Uji aksial dan uji bongkah beraturan (irregular lump) menggunakan

diameter ekivalen (De) dalam perhitungan Point Load Indeks yang diturunkan dari

luas penampang minimum.

dan
3.6

Sehingga persamaan yang digunakan menjadi:

3.7

3.8
Dengan, ( )

Keterangan: Is(50) = Point Load Indeks 50 mm (MPa)

P = Beban maksimum contoh pecah (N)

D = Jarak antar konus penekan (mm)

d = Diameter contoh (mm)


54

3.6.4 Rock Quality Designation–RQD

RQD dihitung dari persentase bor inti yang diperoleh dengan panjang

minimum 10 cm dan jumlah potongan inti bor tersebut dengan panjang minimum

2 m, potongan akibat penanganan pemboran harus diabaikan dari inti bor yang

lembek dan tidak baik berbobot RQD = 0 (Bieniawski, 1989) dan perhitungannya

adalah sebagai berikut:

3.9

Namun bila bor inti tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak

langsung dengan melakukan pengukuran orientasi dan jarak antar diskontinuitas

pada singkapan batuan. Priest & Hudson (1976) (Mekanika batuan, Made Astawa

Rai dkk, 2011 hal 398) mengajukan sebuah persamaan untuk menentukan RQD

dari data garis bentangan sebagai berikut:


3.10

Keterangan: = frekuensi diskontinuitas per meter

3.6.5 Rock Mass Rating (RMR) (Bieniawski, 1973)

Rock Mass Rating dapat ditentukan melalui tabel berikut dengan lima

parameter utama dan satu parameter pengontrol yaitu:

1. Kuat tekan batuan utuh (UCS).

2. Rock Quality Designation (RQD).

3. Jarak discontinue/kekar.

4. Kondisi kekar.
55

5. Kondisi air tanah.

6. Koreksi dilakukan bila diperlukan untuk orientasi diskontinuitas/

kekar.

Kelima parameter di atas akan dicocokkan dengan tabel RMR, Untuk

klasifikasi dan pembobotan perhitungan RMR di tunjukkan oleh tabel 3.7

sedangkan untuk parameter ke enam (6) dianalisa menggunakan tabel 3.8 sampai

3.10 yang menunjukkan pengaruh orientasi kekar dalam pembuatan terowongan

dan penggalian (Bieniawski, 1989: Fowell & Johnson, 1991). Jumlah bobot yang

didapatkan sebelum di jumlahkan dengan bobot orientasi kekar merupakan nilai

RMRbasic. Sedangkan table 3.11 digunakan untuk menentukan penggalian dan

pemasangan penyangga serta pemilihan jenis penyangga yang direkomendasikan

oleh Bieniawski (1973).


56

Tabel 3.7
Klasifikasi parameter dan pembobotan
Parameter Selang Nilai
Kuat PLI
1 >10 10-4 4-2 2-1 Kuat tekan rendah perlu UCS
tekan (Mpa)
Batuan UCS
>250 100-250 50-100 25-50 25-5 5-1 <1
Utuh (Mpa)
Bobot 15 12 7 4 2 1 0
2 RQD (%) 90-100 75-90 50-75 25-50 <25
Bobot 20 17 13 8 3
0.2-0.6 0.06-0.2
3 Jarak kekar >2 m 0.6-2 m <60 m
m m
Bobot 20 15 10 8 5
Parameter Selang nilai
Sangat
kasar, Agak Agak Gangue
Slickkensided
tidak kasar, kasar, lunak tebal
/tebal gongue
menerus, pemisaha pemisaha >5 mm,
<5 mm, atau
4 Kondisi kekar tidak ada n <1 mm, n <1 mm, atau
pemisahan 1-
pemisaha dinding dinding pemisahan
5 mm,
n, dinding agak sangat >5 mm,
menerus.
batu tidak lapuk lapuk. menerus
lapuk
Bobot 30 25 20 10 0
Aliran/ 10 m
panjang
None <10 25-10 25-125 >125
terowongan
(lt/min)
Air Tanah

5 Tekanan air
kekar maks 0 <0.1 0.1-0.2 0.2-0.5 >0.5
σ1
Kondisi
Kering Lembab Basah Menetes Mengalir
umum
Bobot 15 10 7 4 10
Sumber : Bieniawski, 1973, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal 433)

Untuk menentukan nilai RMRbasic digunakan rumus sebagai berikut:

3.11
57

Tabel 3.8
Pengaruh Orientasi Kekar dalam Pembuatan Terowongan dan Penggalian
(Fowell & Johnson, 1991)

Pengaruh jurus & kemiringan kekar untuk penerowongan


Jurus tegak lurus sumbu terowongan Tidak
Jurus paralel sumbu
tergantung
Galian//kemiringan Galian\\kemiringan terowongan
jurus
Dip Dip Dip Dip Dip Dip Dip
45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 0º-20º
Sangat Tidak Sangat tidak Tidak
menguntun
menguntu sedang menguntun menguntung sedang menguntun
gkan
ngkan gkan kan gkan
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk, 2011 hal 436

Tabel 3.9
RMR-B Peubah Bobot Orientasi Kekar

Jurus & Sangat Tidak Sangat Tidak


Menguntun
Kemiringan Menguntung Sedang Menguntung Menguntung
gkan
Orientasi Kekar kan kan kan
Terowo
0 -2 -5 -10 -12
ngan
Bobot
Fondasi 0 -2 -7 -15 -25
Lereng 0 -2 -25 -50 -60
Sumber : Bieniawski, 1989: Fowell & Johnson, 1991, Mekanika Batuan Made Astawa Rai dkk
(2011, hal 436)
Tabel 3.10
RMR-C Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total

Bobot 100-81 80-61 60-41 40-21 <20


No Kelas I II III IV V
Description Batuan Batuan Baik Batuan Batuan Sangat
Sangat Baik Sedang Buruk Buruk
Sumber : Bieniawski, 1989: Fowell & Johnson, 1991, Mekanika Batuan Made Astawa Rai dkk
2011, hal 436.

Untuk rekomendasi penggalian dan pemasangan penyangga menurut

Bieniawski (1989) dapat dilihat pada tabel 2.7


58

3.6.6 Stand Up-Time

Stand up-time dapat dicari dengan memasukkan nilai rock mass rating

(RMR) melalui gambar tabel stand-up time berikut:

Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 445)
Gambar 3.5 Hubungan Stand-up Time terhadap roof span dan RMR

Cara memasukkan data RMR ke dalam grafik adalah sebagai berikut:

f. tentukan posisi nilai RMR pada grafik (bagian yang melengkung) baik

dari atas maupun bawah.

g. Tarik garis lurus terhadap bidang melengkung (jika plot dari bawah maka

tarik ke atas dan sebaliknya).

h. Tandai (buat titik) pada tengah-tengah garis yang telah ditarik

sebelumnya.

i. Tarik garis lurus dari titik yang telah ditandai ke arah bawah, maka

didapatkanlah nilai stand-up time nya.

j. Tarik dari titik ke sebelah kiri, maka didapatkanlah span nya.


59

3.6.7 Sifat Fisik Batuan

Data sifat fisik batuan dapat ditentukan melalui uji laboratorium dengan

prosedur sebagai berikut:

Penentuan sifat fisik batuan memerlukan peralatan sebagai berikut:

a. Oven yang mampu mempertahankan temperatur pada 105°C untuk selama

24 jam.

b. Wadah contoh yang terbuat dari material tidak korosif dan mempunyai

tutup yang kedap udara.

c. Desikator dengan ukuran secukupnya.

d. Pompa vakum sehingga contoh batuan utuh dapat direndam dengan

tekanan vacum sebesar 800 Pa untuk selama-lamanya satu jam.

e. Wadah secukupnya untuk merendam contoh batuan utuh yang dimasukkan

kedalam wadah berongga dan dapat digantung bebas sehingga berat

contoh batuan utuhnya dapat ditimbang untuk menentukan berat jenuh

terendam air.

f. Timbangan dengan ketepatan sebesar 0.001 % dari berat contoh.

Adapun data yang didapatkan dari uji sifat fisik adalah data berat contoh

asli, berat contoh kering, berat contoh jenuh dan berat contoh jenuh didalam air.

Data tersebut dapat digunakan untuk menghitung data seperti:

11. Bobot isi asli (natural density).

3.12

12. Bobot isi kering (dry density).


3.13
60

13. Bobot isi jenuh (saturated density).


3.14

14. Berat jenis semu (apparent specific gravity).

3.15

15. Berat jenis sejati (true specific gravity).

3.16

16. Kadar air asli (natural water content).


3.17

17. Kadar air jenuh (absorption).

3.18

18. Derajat kejenuhan.

3.19

19. Porositas, n.

3.20

20. Void ratio, e.


3.21
61

3.7 Kerangka Metodologi

Adapun langkah-langkah penelitian yang digunakan penulis dapat dilihat

pada kerangka metodologi berikut;

ANALISA KEKUATAN BATUAN TERHADAP


STAND-UP TIME LUBANG TAMBANG C1-G
PT. NUSA ALAM LESTARI
SUMATERA BARAT

Identifikasi Masalah

1. Terdapat rekahan-rekahan di sekitar lubang tambang C1-G PT. NAL.


2. Terdapat ambrukan-ambrukan batuan di dalam lubang tambang C1-G PT. NAL.
3. Belum adanya analisa mengenai kuat batuan di PT. NAL.
4. Belum adanya perhitungan stand-up time lubang tambang C1-G PT. NAL.

Tujuan Penelitian

1. Menganalisa berapa kuat tekan batuan penyusun lubang tambang C1-G


PT. NAL.
2. Menanalisa stand-up time lubang tambang C1-G PT. NAL.

Pengumpulan Data
.
Data primer Data sekunder

Data primer yang digunakan yaitu Data sekunder yang digunakan berupa
data jarak kekar, kondisi kekar, literatur perusahaan, buku serta jurnal
kondisi air tanah dan kekuatan batuan yang berkaitan dengan penelitian.
di lubang tambang C1-G PT. NAL
serta data fisat fisik batuan.

A
62

Pengolahan Data
1. Mengukur secara langsung jarak kekar, serta mengamati kondisi kekar dan

kondisi air tanah yang terdapat di dalam lubang tambang C1-G PT. NAL.
Gambar
2. Pengambilan sampel 3.3batulanau
berupa Kerangka danMetodologi
batubara yang selanjutnya akan di

analisa kuat tekannya menggunakan alat uji kuat tekan Point Load Index.

3. Menghitung klasifikasi batuan menggunakan klasifikasi Rock Mass Rating

System (RMR).

4. Menganalisa Stand Up-Time.

Analisa Data
Menggunakan metode Rock Mass Rating system
(RMR) dari Bieniawski 1973

Hasil

1. Kekuatan batuan (Strength Intact Rock)


2. Stand-up Time (Curve)
(sebagai pertimbangan bagi perusahaan dalam
melakukan penggalian dan pemasangan
penyanggga)

Gambar 3.6 Kerangka Metodologi


BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.4 Pengumpulan Data Primer

4.4.1 Data Laboratorium

Data yang didapatkan dari pengujian laboratorium adalah data uji sifat

fisik batuan (terlampir) dan data uji kuat tekan batuan menggunakan alat

pengujian Point Load Index (PLI). Sampel yang digunakan berupa sampel batuan

yang diambil dari 3 (tiga) titik, setiap titik terdiri dari 3 (tiga) sampel batu. Sampel

batubara diambil di dalam lubang tambang bawah tanah C1-G sedangkan

batupasir dan batulanau diambil di sekitar lubang tambang bawah tanah C1-G

sehingga sampel yang digunakan terdiri dari batubara, batupasir dan batulanau

masing-masing 9 (Sembilan) sampel.

Masing-masing sampel dipotong dan dirapikan secara manual

menggunakan gergaji besi, kecuali sampel batulanau yang dipotong menggunakan

gerinda listrik. Sehingga dihasilkanlah sampel batuan dengan ukuran yang tidak

teratur (irregular).

63
64

Berikut adalah gambar alat uji kuat tekan batuan:

Gambar 4.1
Alat uji point load index (PLI)

Gambar 4.2
Proses Pemotongan Batu
65

Gambar 4.3
Pengujian Kuat Tekan Batuan

Pengujian dengan alat point load index dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

1. Menyiapkan alat pengujian.

2. Membuka pengunci konus dengan memutar pengunci menggunakan tuas

ke arah kiri.

3. Menurunkan konus dengan menekan bagian bawah konus menggunakan

tuas.

4. Meletakkan batuan yang akan diuji diantara dua konus penekan.

5. Masukkan tuas kedalam lubang pemompaan dan pompa hingga

menyentuh batuan lalu catat jarak antar konus penekan.

6. Mengunci konus dengan memutar pengunci dengan tuas ke arah kanan.

7. Tekan tahan „ZERO’ pada monitor alat hingga menunjukkan angka 0.00

kemudian tekan „PEAK‟ pada monitor alat.

8. Lakukan pemompaan hingga batuan pecah.

9. Baca kuat tekan yang terdapat pada monitor alat.


66

Dari pengujian yang telah dilakuakan, didapatkanlah hasil pengujian

berupa kuat tekan dalam satuan kg/cm2.

Untuk data sifat fisik batuan, data yang diperoleh sebagai berikut:

Tabel 4.1
Hasil Uji Sifat Fisik Batuan
Berat Contoh
Berat Contoh Berat
Berat Contoh Asli Jenuh Dalam
Dalam Air Contoh
No Sampel (Natural density) air (24 jam)
(solid) (Ws) Kering
(Wn) (g) (Ww)
(g) (Wo) (g)
(g)
1 Batulanau 205.19 135.8 212.7 203.7
2 Batupasir 126.5 87.2 133.5 123.6
3 Batubara 54.5 11.1 55.1 52.4

4.4.2 Data Lapangan

Data yang dikumpukan melalui pengukuran di lapangan berupa data

kekar yang diukur pada scanline sepanjang 20 m, terdiri dari data jarak duga/semu

kekar, isian kekar, kekasaran kekar, bukaan kekar (aperture), dan panjang kekar

(persistensi) serta data strike dan dip. Scanline ini dibentangkan di sekitar lubang

C1-G dan di dalam lubang C1-G. Scanline yang dibentangkan sebanyak 3 kali 20

m, yaitu 20 m pertama untuk batulanau dan 20 m selanjutnya untuk batupasir dan

batubara. Pengukuran kekar di dalam lubang C1-G sangat terbatas karena

dipengaruhi oleh kondisi di dalam lubang C1-G yang gelap dan telah dipasangi

penyangga.
67

Gambar 4.4
Kondisi batubara di dalam lubang C1-G

4.5 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literature

berdasarkan dokumen perusahaan, buku dan jurnal seperti berikut:

1. Peta lokasi penambangan PT. NAL (lamp.2).

2. Sketsa kemajuan lubang tambang C1-G PT. NAL (lamp.3)

3. Peta Geologi PT. NAL (lamp.4)

4.6 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi massa

batuan dari Bieniawski (1973) yang dikenal dengan Rock Mass Rating System

(RMR) ataupun Geomechanics Classification.


68

4.6.1 Rock Mass Rating System (RMR)

4.6.1.1 Uji Kuat Tekan Batuan Point Load Index (PLI)

Uji kuat tekan batuan dilakukan menggunakan alat point load index,

pengujian kuat tekan batuan dibutuhkan untuk menentukan kualitas dari massa

batuan. Dalam pengujian ini disediakan 3 (tiga) jenis sampel berupa batupasir,

batulanau dan batubara masing-masing sebanyak 3 (tiga) buah untuk tiap

sampelnya. Sampel batubara diambil langsung di dalam lubang penambangan C1-

G sedangkan untuk batupasir dan batulanau diambil di sekitar lubang tambang

C1-G PT. NAL.

Dikarenakan katerbatasan ketrampilan dan peralatan yang digunakan saat

pemotongan, hasil pemotongan sampel tidak dapat memenuhi ukuran yang

disarankan yaitu 50 mm. oleh sebab itu, menurut Greminger (1982) (Mekanika

Batuan, Made Astawa Rai dkk, 2011 hal 162) diperlukan faktor koreksi (F).

Berikut adalah gambar dari salah satu sampel yang telah dipotong:

Gambar 4.5
Sampel Batupasir
69

Untuk daftar sampel beserta ukurannya dapat dilihat pada tabel 4.1,

sedangkan untuk gambar dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 8.

Tabel 4.2
Sampel Beserta Ukurannya
L d W1 W2 W D/W D
No SAMPEL
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 B1 6.500 5.600 5.000 5.000 5.000 1.120 5.600


2 B2 5.600 5.700 5.000 5.200 5.100 1.118 5.700
3 B3 6.600 5.300 5.000 5.400 5.200 1.019 5.300
4 B4 5.700 5.500 5.000 5.000 5.000 1.100 5.500
5 B5 7.000 5.900 7.000 6.500 6.750 0.874 5.900
6 B6 7.700 3.900 5.000 4.700 4.850 0.804 3.900
7 B7 4.800 4.500 5.000 5.200 5.100 0.882 4.500
8 B8 5.200 5.500 8.000 5.000 6.500 0.846 5.500
9 B9 6.200 5.000 5.000 6.000 5.500 0.909 5.000
10 P1 5.900 5.700 5.000 5.000 5.000 1.140 5.700
11 P2 5.700 5.900 5.000 5.200 5.100 1.157 5.900
12 P3 5.900 6.000 5.000 5.100 5.050 1.188 6.000
13 P4 7.000 3.300 6.000 6.000 6.000 0.550 3.300
14 P5 6.300 3.400 5.500 5.200 5.350 0.636 3.400
15 P6 6.000 5.500 5.500 5.700 5.600 0.982 5.500
16 P7 6.000 5.500 6.000 6.000 6.000 0.917 5.500
17 P8 6.600 5.000 5.800 5.700 5.750 0.870 5.000
18 P9 6.500 5.000 6.000 6.000 6.000 0.833 5.000
19 L1 8.000 6.500 6.000 6.300 6.150 1.057 6.500
20 L2 8.200 6.400 6.200 6.600 6.400 1.000 6.400
21 L3 7.700 6.000 6.000 5.900 5.950 1.008 6.000
22 L4 7.000 5.900 5.000 5.500 5.250 1.124 5.900
23 L5 6.500 4.400 4.700 3.600 4.150 1.060 4.400
24 L6 5.500 5.500 6.000 6.300 6.150 0.894 5.500
70

25 L7 6.500 5.000 6.500 6.000 6.250 0.800 5.000


26 L8 8.500 5.400 3.500 5.000 4.250 1.271 5.400
27 L9 8.600 5.000 4.000 5.500 4.750 1.053 5.000

Dari data di atas dapat diketahui bahwa L adalah panjang sampel, d

adalah diameter sampel, W1 adalah lebah sampel bagian bawah, W2 adalah lebar

sampel bagian atas, W adalah rata-rata lebar sampel, D/W adalah luas sampel

sedangkan D adalah jarak antar konus pada alat PLI.

Untuk menentukan faktor koreksi (F) digunakan persamaan menurut

Greminger (1982) seperti pada rumus 3.3, Setelah nilai dari faktor koreksi

didapatkan, selanjutnya masukkan nilai faktor koreksi kedalam persamaan Point

Load Index (PLI) menggunakan rumus 3.7. Dari nilai Point Load Index (PLI)

yang telah didapat, maka dapat dicari nilai kuat tekan batuannya berdasarkan

Unconfined Compressive Strength (UCS), dengan persamaan pada rumus 3.5.

Dari pengolahan data yang telah dilakukan, dapat di lihat nilai UCS rata-

rata dari ke 3 (tiga) jenis sampel pada tabel berikut:

Tabel 4.3
Nilai UCS Sampel
Point Rata-
Faktor UCS Rata-rata
No Sampel Load
Koreksi rata
Index (kg/m2) (kg/m2)
(F) (Mpa)
(Is)
1 B1 0.373 2.692 61.927
2 B2 0.376 1.160 26.678
3 B3 0.364 0.945 21.744
4 B4 0.370 0.958 22.024
5 B5 0.382 0.663 15.247 46.195 4.620
6 B6 0.317 3.727 85.713
7 B7 0.338 3.031 69.719
8 B8 0.370 3.126 71.900
9 B9 0.355 1.774 40.807
10 P1 0.376 0.607 13.964 88.353 8.835
71

11 P2 0.382 0.554 12.748


12 P3 0.385 0.419 9.635
13 P4 0.294 6.495 149.390
14 P5 0.298 3.785 87.056
15 P6 0.370 5.111 117.559
16 P7 0.370 5.910 135.936
17 P8 0.355 6.081 139.871
18 P9 0.355 5.609 129.018
19 L1 0.399 4.342 99.872
20 L2 0.397 2.734 62.888
21 L3 0.385 7.118 163.724
22 L4 0.382 3.393 78.035
23 L5 0.335 10.861 249.812 133.675 13.367
24 L6 0.370 6.964 160.170
25 L7 0.355 3.414 78.522
26 L8 0.367 8.126 186.891
27 L9 0.355 5.355 123.158

Dari nilai rata-rata yang didapatkan, dapat diketahui nilai UCS dari

batupasir sebesar 88.353 kg/cm2 atau 8.835 Mpa, batulanau 133.675 kg/cm2 atau

13.367 Mpa dan batubara sebesar 46.195 kg/cm2 atau 4.620 Mpa. Berdasarkan tabel

pembobotan RMR, nilai UCS untuk ketiga sampel batuan tersebut mempunyai

bobot 1 (satu) dengan deskripsi sangat lemah (very weak) untuk batubara dan

bobot 2 (dua) dengan deskripsi batuan lemah (weak) untuk batupasir dan

batulanau seperti ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.4
Kekuatan Material Batuan Utuh
Deskripsi Kualitatif UCS (MPa) PLI (MPa) Rating
Sangat kuat sekali
>250 >10 15
(exceptionallystrong)
Sangat kuat (very strong) 100-250 4-10 12
Kuat (strong) 50-100 2-4 7
Sedang (average) 25-50 1-2 4
Lemah (weak) 5-25 Penggunaan 2
Sangat lemah (very weak) 1-5 UCS lebih 1
Sangat lemah sekali (extremelyweak) <1 dilanjutkan 0
Sumber:Bieniawski,Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
72

4.6.1.2 Rock Quality Designation (RQD)

RQD adalah parameter yang dapat menunjukkan kualitas massa batuan

sebelum dilakukan penggalian. Parameter ini dikembangkan oleh Deree (1964),

yang mana datanya diperoleh dari pengeboran eksplorasi dalam bentuk inti bor

yang merupakan wakil massa batuan berbentuk silinder.

Bila inti bor tidak tersedia, RQD dapat dihitung secara tidak langsung

dengan melakukan pengukuran orientasi dan jarak antar diskontinuitas pada

singkapan batuan dengan membuat suatu garis bentangan (scanline). Untuk

menentukan nilai RQD dari suatu garis bentangan dapat digunakan persamaan

Priest & Hudson (1976) seperti pada rumus 3.10, untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada lampiran 6.

Garis bentangan (scanline) pada penelitian ini berukuran 20 m yang

dibentangkan di sekitar lubang penggalian tambang C1-G (sketsa dapat dilihat

pada lamp. 7). Data RQD untuk tiap scanline dapat dilihat pada tabel 4.4. Berikut

adalah dokumentasi pengambilan data kekar di lapangan:

Gambar 4.6
Proses Pengukuran Kekar
73

Tabel 4.5
Kualitas dan Bobot Batuan Berdasarkan Nilai RQD
No Batuan RQD
1 Batupasir (scanline I) 99.6202%
2 Batulanau (scanline II) 99.6844%
3 Batulpasir (scanline III) 88.851%

1. Scanline I (Pasir)

Untuk bobot RQD batupasir dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6
Kualitas dan Bobot Batupasir Berdasarkan Nilai RQD
RQD % Kualitas Batuan Bobot
< 25 Sangat Jelek (Very Poor) 3
25 - 50 Jelek (Poor) 8
50 - 75 Sedang (fair) 13
75 - 90 Baik (Good) 17
90 - 100 Sangat Baik (Excellent) 20
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)

2. Scanline II (Batulanau)

Untuk bobot RQD batulanau dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7
Kualitas dan Bobot Batulanau Berdasarkan Nilai RQD
RQD % Kualitas Batuan Bobot
< 25 Sangat Jelek (Very Poor) 3
25 - 50 Jelek (Poor) 8
50 - 75 Sedang (fair) 13
75 - 90 Baik (Good) 17
90 - 100 Sangat Baik (Excellent) 20
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
74

3. Scanline III (Batubara)

Untuk bobot RQD batubara dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8
Kualitas dan Bobot Batubara Berdasarkan Nilai RQD
RQD % Kualitas Batuan Bobot
< 25 Sangat Jelek (Very Poor) 3
25 - 50 Jelek (Poor) 8
50 - 75 Sedang (fair) 13
75 - 90 Baik (Good) 17
90 - 100 Sangat Baik (Excellent) 20
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)

Nilai RQD menentukan kualitas dari massa batuan yang dilihat dari

banyaknya diskontinuitas pada tiap satu meter scanline. Semakin tinggi niali

RQD maka semakin baik kualitas massa batuannya.

4.6.1.3 Jarak (spasi) Discontinue/Kekar

Spasi bidang diskontinuitas atau kekar adalah jarak tegak lurus antar

kekar yang dapat dihitung secara langsung di lapangan. Berdasarkan pengukuran

di lapangan menggunakan alat ukur berupa meteran, didapatkan data spasi kekar

seperti pada tabel 4.9.


75

1. Jarak Kekar Scanline Batupasir

Tabel 4.9
Jarak Kekar Scanline Batupasir
Jarak
No Kekar
(cm)
1 1 ke 2 110
2 2 ke 3 10
3 3 ke 4 341
4 4 ke 5 62
5 5 ke 6 75
6 6 ke 7 270
7 7 ke 8 53
8 8 ke 9 10
9 9 ke 10 140
RATA-RATA 119

Tabel 4.10

Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)

Spasi kekar Rata-Rata Jarak Antar


Deskripsi Bobot
(m) Spasi
Sangat lebar
>2 20
(very wide)
Lebar (wide) 0,6 – 2 15
Sedang
0,2 - 0,6 10
(moderate)
Rapat (close) 0,006 - 0,2 8
Sangat rapat
<0,006 5
(very close)
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011, hal. 433)
76

2. Jarak Kekar Scanline Batulanau

Tabel 4.11
Jarak Kekar Scanline Batulanau
Jarak
No Kekar
(cm)
1 1 ke 2 70
2 2 ke 3 55
3 3 ke 4 46
4 4 ke 5 55
5 5 ke 6 67
6 6 ke 7 50
7 7 ke 8 313
8 8 ke 9 283
9 9 ke 10 150
10 10 ke 11 900
Rata-rata 198.9

Tabel 4.12
Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)
Spasi kekar Rata-Rata Jarak Antar
Deskripsi Bobot
(m) Spasi
Sangat lebar
>2 20
(very wide)
Lebar (wide) 0,6 – 2 15
Sedang 1.989 m
0,2 - 0,6 10
(moderate)
Rapat (close) 0,006 - 0,2 8
Sangat rapat
<0,006 5
(very close)
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011, hal. 433)
77

3. Jarak Kekar Scanline Batubara

Tabel 4.13
Jarak Kekar Scanline Batubara
Jarak Jarak
No Kekar No Kekar
(cm) (cm)
1 1 ke 2 20 14 14 ke 15 130
2 2 ke 3 82 15 15 ke 16 70
3 3 ke 4 25 16 16 ke 17 15
4 4 ke 5 10 17 17 ke 18 95
5 5 ke 6 5 18 18 ke 19 88
6 6 ke 7 80 19 19 ke 20 50
7 7 ke 8 85 20 20 ke 21 100
8 8 ke 9 100 21 21 ke 22 35
9 9 ke 10 30 22 22 ke 23 47
10 10 ke 11 88 23 23 ke 24 370
11 11 ke 12 90 24 24 ke 25 50
12 12 ke 13 82 25 25 ke 26 30
13 13 ke 14 25 26 26 ke 27 28
Rata-rata 70.38

Tabel 4.14
Bobot Jarak/Spasi Antar Kekar (Bieniawski, 1989)
Spasi kekar Rata-Rata Jarak Antar
Deskripsi Bobot
(m) Spasi
Sangat lebar
>2 20
(very wide)
Lebar (wide) 0,6 – 2 15
Sedang
0,2 - 0,6 10 0.7038 m
(moderate)
Rapat (close) 0,006 - 0,2 8
Sangat rapat
<0,006 5
(very close)
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011, hal. 433)
78

4.6.1.4 Kondisi Discontinue/Kekar

Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam kondisi kekar, meliputi

kemenerusan (persistence), jarak antar permukaan kekar atau celah

(separation/aperture), kekasaran kekar (roughness), material pengisi

(infilling/gouge), dan tingkat kelapukan (weathering).

Berdasarkan penelitian di lapangan, didapatkan data kondisi kekar

sebagai berikut:

1. Kekar Batupasir

Tabel 4.15
Kondisi Kekar Lapangan Batupasir
persistensi/ aperture/
No kemenerus bukaan isian kekasaran kelapukan seepage
an (cm) (cm)
1 80 0.2 tidak ada kasar terurai kering
2 70 0.2 tidak ada kasar terurai kering
3 29 0.1 tidak ada kasar terurai kering
4 70 0.1 tidak ada kasar terurai kering
5 100 0.3 tidak ada kasar terurai kering
6 194 0.3 tidak ada kasar terurai kering
7 47 0.4 tidak ada kasar terurai kering
8 30 0.5 tidak ada kasar terurai kering
9 29 0.5 tidak ada kasar terurai kering
10 44 0.3 tidak ada kasar terurai kering
693 2.9 JUMLAH
69.3 0.29 RATA-RATA
79

2. Kekar Batulanau

Tabel 4.16
Kondisi Lapangan Kekar Batulanau
persistensi/ aperture/
No kemenerusan bukaan isian kekasaran kelapukan seepage
(cm) (cm)
1 119 0.1 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
2 70 0.2 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
3 76 0.2 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
4 118 0.5 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
5 114 0.1 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
6 47 1.0 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
7 79 0.3 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
8 70 0.2 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk lembab
9 95 0.3 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk basah
10 144 0.5 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk kering
11 200 0.6 tidak ada sedikit kasar tidak lapuk basah
1132 4 JUMLAH
102.909 0.363 RATA-RATA
80

3. Kekar Batubara

Tabel 4.17
Kondisi Kekar Lapangan Batubara
persistensi/ aperture/
No kemenerusan bukaan isian kekasaran kelapukan seepage
(cm) (cm)
1 50 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
2 70 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
3 30 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
4 50 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
5 55 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
6 45 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
7 46 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
8 40 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
9 60 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
10 80 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
11 55 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
12 60 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
13 57 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
14 70 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
15 100 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
16 38 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
17 47 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
18 72 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
19 40 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
20 50 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
21 80 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
22 67 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
23 100 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
24 26 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
25 48 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
26 60 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
27 95 0.1 tidak ada sedikit kasar lapuk kering
1591 2.7 JUMLAH
58.925 0.1 RATA-RATA
81

Berikut adalah tabel pembobotan untuk kondisi kekar batupasir

dilapangan:

Tabel 4.18
Total Bobot Kekar Lapangan Batupasir
Parameter Rating Hasil
Rating
Panjang <1m 1-3 m 3-10 m 10-20 m > 20 m
Discontinuitas
(Persistense) 6 4 2 1 0 6

Bukaan <0.1mm 0.1-1.0 1-5 mm > 5 mm


Diskoniutas - mm 1
6 5 4 1 0
Kekasaran Sangat Kasar Sedikit Halus Sliken-
Diskontinuitas Kasar Kasar side 5
(roughnes)
6 5 4 1 0
Material
Tidak Keras Lunak
Pengisi 6
Ada
(Infiling)
6 5 3 1 0
Kelapukan Tidak Sedikit Lapuk Sangat Hancur
(weathering) Lapuk Lapuk lapuk 0
6 5 3 1 0
Jumlah 18
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
82

Untuk bobot untuk kondisi diskontinuitas pada scanline batulanau dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.19
Total Bobot Kondisi Kekar Lapangan Batulanau
Parameter Rating Hasil
Rating
Panjang <1m 1-3 m 3-10 m 10-20 m > 20 m
Discontinuitas
(Persistense) 6 4 2 1 0 4

Bukaan <0.1mm 0.1-1.0 1-5 mm > 5 mm


Diskoniutas - mm 1
6 5 4 1 0
Kekasaran Sangat Kasar Sedikit Halus Sliken-
Diskontinuitas Kasar Kasar side 5
(roughnes)
6 5 4 1 0
Material
Tidak Keras Lunak
Pengisi 6
Ada
(Infiling)
6 5 3 1 0
Kelapukan Tidak Sedikit Lapuk Sangat Hancur
(weathering) Lapuk Lapuk lapuk 6
6 5 3 1 0
Jumlah 22
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
83

Sedangkan bobot untuk kondisi diskontinuitas pada scanline batubara

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.20
Total Bobot Kondisi Kekar Lapangan Batubara
Parameter Rating Hasil
Rating
Panjang <1m 1-3 m 3-10 m 10-20 m > 20 m
Discontinuitas
(Persistense) 6 4 2 1 0 6

Bukaan <0.1mm 0.1-1.0 1-5 mm > 5 mm


Diskoniutas - mm 4
6 5 4 1 0
Kekasaran Sangat Kasar Sedikit Halus Sliken-
Diskontinuitas Kasar Kasar side 4
(roughnes)
6 5 4 1 0
Material
Tidak Keras Lunak
Pengisi 6
Ada
(Infiling)
6 5 3 1 0
Kelapukan Tidak Sedikit Lapuk Sangat Hancur
(weathering) Lapuk Lapuk lapuk 3
6 5 3 1 0
Jumlah 23
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)

4.6.1.5 Kondisi Air Tanah

Berdasarkan penelitian di lapangan, tidak ditemukannya air tanah kecuali

pada tiga buah kekar yang ada pada scanline batulanau. Pada tiga buah kekar

tersebut ditemukan air tanah dengan kondisi lembab dan basah. Sehingga jika

dirata-ratakan, dari seluruh kekar yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa

kondisi rata-rata kekar termasuk kering. Maka dari itu didapatkanlah rating/bobot

untuk kondisi air tanah sebesar 15 untuk batupasir, batulanau dan batubara.
84

Untuk pembobotannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.21
Kondisi Umum Air Tanah di Lapangan
Batupasir Batulanau Batubara
No Kondisi No No No
seepage seepage seepage
kekar air tanah kekar kekar kekar
1 kering 1 kering 1 kering 15 kering
2 kering 2 kering 2 kering 16 kering
3 kering 3 kering 3 kering 17 kering
4 kering 4 kering 4 kering 18 kering
5 kering 5 kering 5 kering 19 kering
6 kering 6 kering 6 kering 20 kering
7 kering 7 kering 7 kering 21 kering
8 kering 8 lembab 8 kering 22 kering
9 kering 9 lembab 9 kering 23 kering
10 kering 10 kering 10 kering 24 kering
11 lembab 11 kering 25 kering
12 kering 26 kering
13 kering 27 kering
14 kering

Tabel 4.22
Total Bobot Kondisi Umum Air Tanah (Bieniawski, 1989).
Terdapat
Kondisi Kering Terdapat
Lembab Basah Aliran Air
Umum Tetesan Air
(Flowing)
Aliran/10 m
panjang Tidak
< 10 10 – 25 25 – 125 > 125
terowongan ada
(liter/menit)
Tekanan air
pada kekar 0 < 0,1 0,1-0,2 0,1-0,2 > 0,5
maks
Rating 15 10 7 4 0
Sumber:Bieniawski, Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 433)
85

4.6.1.6 Orientasi Diskontinuitas

Orientasi (arah dan kemiringan) kekar berdasarkan hasil pengukuran di

lapangan dapat dilihat pada tabel berikut:

1. Scanline batupasir

Tabel 4.23
Nilai Strike dan Dip Kekar Batupasir
Batupasir
No strike dip
1 344 90
2 270 42
3 332 42
4 311 72
5 345 66
6 310 38
7 333 90
8 348 21
9 350 11
10 349 16

Hasil pengukuran orientasi kekar kemudian dianalisa menggunakan

diagram Rosette pada software Dips 5.0, dengan hasil seperti pada gambar

berikut:

Gambar 4.7
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batupasir
86

Tabel 4.24
Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan dan Penggalian
(Fowell & Johnson, 1991)
Pengaruh jurus & kemiringan kekar untuk penerowongan
Jurus tegak lurus sumbu terowongan Tidak
Jurus paralel sumbu
tergantung
Galian//kemiringan Galian\\kemiringan terowongan
jurus
Dip Dip Dip Dip Dip Dip Dip
45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 0º-20º
Sangat Tidak Sangat tidak Tidak
menguntun
menguntu sedang menguntun menguntung sedang menguntun
gkan
ngkan gkan kan gkan
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 436)

Tabel 4.25
Peubah Bobot Orientasi Kekar
Sangat
Sangat Tidak
Orientasi jurus dan Mengun tindak
mengun menguntun
kemiringan kekar tungkan Sedang mengunt
tungkan gkan
ungkan
terowongan 0 -2 -5 -10 -12
pembobotan pondasi 0 -2 -2 -15 -25
lereng 0 -5 -25 -50 -60
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011 hal. 436)

Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada

persamaan dibawah ini.

Tabel 4.26
Total Bobot Batupasir Dari 6 Prameter RMR
No Parameter Bobot Hasil Bobot
1 UCS 1
2 RQD 20
3 Jarak Antar Kekar 15
64
4 Kondisi Kekar 18
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -5
87

Tabel 4.27
Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total
Rating 100 ← 81 80 ← 61 60 ← 41 40 ← 21 <20
No class I II III IV V
Very good Very poor
Description Good rock Fair rock Poor rock
rock rock
Sumber : Engineering Rock Mass Classification, Z.T Bieniaswki, 1989 hal 55

2. Scanline batulanau

Tabel 4.28
Nilai Strike dan Dip Kekar Batulanau
Batulanau
No strike dip
1 115 72
2 132 66
3 120 78
4 115 68
5 116 76
6 135 66
7 125 70
8 125 70
9 124 76
10 131 90
11 123 90

Untuk hasil pengolahan data dari orientasi kekar pada scanline batulanau,

dapat dilihat pada gambar berikut:


88

Gambar 4.8
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batulanau

Tabel 4.29
Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan dan Penggalian
(Fowell & Johnson, 1991)
Pengaruh jurus & kemiringan kekar untuk penerowongan
Jurus tegak lurus sumbu terowongan Tidak
Jurus paralel sumbu
tergantung
Galian//kemiringan Galian\\kemiringan terowongan
jurus
Dip Dip Dip Dip Dip Dip Dip
45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 0º-20º
Sangat Tidak Sangat tidak Tidak
menguntun
menguntu sedang menguntu menguntung sedang menguntun
gkan
ngkan ngkan kan gkan
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 436)

Tabel 4.30
Peubah Bobot Orientasi Kekar
Sangat
Sangat Tidak
Orientasi jurus dan Mengun tindak
mengun menguntun
kemiringan kekar tungkan Sedang mengunt
tungkan gkan
ungkan
terowongan 0 -2 -5 -10 -12
pembobotan pondasi 0 -2 -2 -15 -25
lereng 0 -5 -25 -50 -60
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011 hal. 436)

Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada

persamaan dibawah ini.


89

Tabel 4.31
Total Bobot Batulanau dari 6 Prameter RMR
No Parameter Bobot Hasil Bobot
1 UCS 2
2 RQD 20
3 Jarak Antar Kekar 15
62
4 Kondisi Kekar 22
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -10

Tabel 4.32
Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total
Rating 100 ← 81 80 ← 61 60 ← 41 40 ← 21 <20
No class I II III IV V
Very good Very poor
Description Good rock Fair rock Poor rock
rock rock
Sumber : Engineering Rock Mass Classification, Z.T Bieniaswki, 1989 hal 55

3. Scanline batubara

Tabel 4.33
Nilai Strike dan Dip Kekar Batubara
Batubara
No strike dip No strike dip
1 130 60 15 300 65
2 135 70 16 260 75
3 130 55 17 260 68
4 130 50 18 260 38
5 120 52 19 260 44
6 110 70 20 285 50
7 105 47 21 330 40
8 110 60 22 265 60
9 88 50 23 285 75
10 87 60 24 290 60
11 77 63 25 280 65
12 82 80 26 286 65
13 64 80 27 299 70
14 308 43
90

Gambar 4.9
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batubara

Dapat dilihat pada gambar bahwa jurus utama pada diagram rosette di

atas berada antara sedangkan arah dip utama terletak antara

Tabel 4.34
Pengaruh Orientasi Kekar Dalam Pembuatan Terowongan Dan Penggalian
(Fowell & Johnson, 1991)
Pengaruh jurus & kemiringan kekar untuk penerowongan
Jurus tegak lurus sumbu terowongan Tidak
Jurus paralel sumbu
tergantung
Galian//kemiringan Galian\\kemiringan terowongan
jurus
Dip Dip Dip Dip Dip Dip Dip
45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 45º-90º 20º-45º 0º-20º
Sangat Tidak Sangat tidak Tidak
menguntun
menguntu sedang menguntu menguntung sedang menguntun
gkan
ngkan ngkan kan gkan
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal. 436)
91

Tabel 4.35
Peubah Bobot Orientasi Kekar
Sangat
Sangat Tidak
Orientasi jurus dan Mengun tindak
mengun menguntun
kemiringan kekar tungkan Sedang mengunt
tungkan gkan
ungkan
terowongan 0 -2 -5 -10 -12
pembobotan pondasi 0 -2 -2 -15 -25
lereng 0 -5 -25 -50 -60
Sumber : Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk ( 2011 hal. 436)

Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada

persamaan dibawah ini.

Tabel 4.36
Total Bobot Dari 6 Prameter RMR
No Parameter Bobot Hasil Bobot
1 UCS 2
2 RQD 17
3 Jarak Antar Kekar 15
57
4 Kondisi Kekar 23
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -10

Dengan nilai bobot RMR 67, dapat diklasifikasikan kelas massa batuan

berada pada kelas II dengan predikat „Good rock’.

Tabel 4.37
Kelas Massa Batuan Menurut Bobot Total
Rating 100 ← 81 80 ← 61 60 ← 41 40 ← 21 <20
No class I II III IV V
Very good Very poor
Description Good rock Fair rock Poor rock
rock rock
Sumber : Engineering Rock Mass Classification, Z.T Bieniaswki, 1989 hal 55
92

4.6.2 Stand-up Time

Stand-up Time dan span didapatkan dengan memasukkan nilai RMR ke

dalam grafik stand-up time berikut:

Gambar 4.10
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batupasir

Gambar 4.11
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batulanau
93

Gambar 4.12
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batubara

Berikut adalah cara memasukkan nilai RMR yang telah didapat kedalam grafik
stand-up time:

k. Tentukan posisi nilai RMR pada grafik (bagian yang melengkung) baik

dari atas maupun bawah.

l. Tarik garis lurus terhadap bidang melengkung (jika plot dari bawah maka

tarik ke atas dan sebaliknya).

m. Tandai (buat titik) pada tengah-tengah garis yang telah ditarik

sebelumnya.

n. Tarik garis lurus dari titik yang telah ditandai ke arah bawah, maka

didapatkanlah nilai stand-up time nya.

o. Tarik dari titik ke sebelah kiri, maka didapatkanlah span nya.


94

4.6.3 Sifat Fisik Batuan

Berdasarkan persamaan 3.12 hingga 3.21 didapatkanlah nilai berat jenis,

kadar air asli, kandungan air saat jenuh, derajat kejenuhan hingga porositas dari

masing-masing batuan sebagai berikut:

Tabel 4.38
Hasil Pengolahan Sifat Fisik Batuan
Berat Jenis
Kadar Air Asli Kandungan Air Derajat
Sejati (true Porositas, n
Sampel (natural water Jenuh Kejenuhan
specific %
content) % (absorption) % %
gravity)
Batulanau 2.649 0.007 0.044 0.166 0.117
Batupasir 2.670 0.023 0.080 0.293 0.214
Batubara 1.191 0.040 0.052 0.778 0.061
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari pengumpulan dan pengolahan data berdasarkan 6 (enam)

parameter Rock Mass Rating System (RMR) sebagai berikut:

5.1 Rock Mass Rating System (RMR)

5.1.1 Nilai Kuat Tekan Batuan

Berikut adalah hasil uji kuat tekan batuan menggunakan PLI:

Tabel 5.1
Hasil Pengolahan Data UCS Sampel
UCS Rata-rata Rata-rata Bobot Deskripsi
No Sampel
(kg/m2) (kg/m2) (Mpa)
1 B1 61.927
2 B2 26.678
3 B3 21.744
4 B4 22.024 Sangat
5 B5 15.247 46.195 4.620 1 Lemah
6 B6 85.713 (Very Weak)
7 B7 69.719
8 B8 71.900
9 B9 40.807
10 P1 13.964
11 P2 12.748
12 P3 9.635
13 P4 149.390
Lemah
14 P5 87.056 88.353 8.835 2
(Weak)
15 P6 117.559
16 P7 135.936
17 P8 139.871
18 P9 129.018

95
96

19 L1 99.872
20 L2 62.888
21 L3 163.724
22 L4 78.035
Lemah
23 L5 249.812 133.675 13.367 2
(Weak)
4 L6 160.170
25 L7 78.522
26 L8 186.891
27 L9 123.158
Dari hasil uji kuat tekan yang telah dilakukan, didapatkan nilai rata-rata

kuat tekan 4.620 Mpa untuk batubara yang dikategorikan sebagai batuan sangat

lemah (very weak), untuk batupasir dan batulanau dikategorikan lemah (weak)

dengan nilai kuat tekan 8.835 Mpa dan 13.367 Mpa. Menurut jurnal teknologi

pertambangan volume 1 Nomor 1 Faisal Akbar dkk 2015 batuan yang termasuk

dalam kondisi sangat jelek (very weak) dengan kuat tekan < 5 Mpa dapat

mengakibatkan terjadinya potensi resiko keruntuhan atap pada area penambangan

yang lebih besar.

Dari hasil pengujian dan analisa data yang dilakukan, dapat dikatakan

bahwa batulanau merupakan batuan yang memiliki nilai kuat tekan paling tinggi

dibandingkan batupasir dan batubara, serta dapat dikatakan bahwa batulanau

memiliki kualitas lebih baik dibandingkan batupasir dan batubara dari segi kuat

tekannya.
97

5.3.1 Nilai RQD

Nilai yang diperlukan selanjutnya adalah nilai RQD yang telah diolah

sebelumnya, sehingga didapatkanlah hasil seperti ditunjukkan pada tabel 5.2 di

bawah ini:

Tabel 5.2
Nilai RQD
No Batuan RQD Bobot Deskripsi
1 Batupasir (scanline I) 99.6202% 20 Sangat Baik
2 Batulanau (scanline II) 99.6844% (Excellent)
3 Batubara (scanline III) 88.851% 17 Baik (Good)

Nilai RQD dihitung karena kehadiran bidang diskontinuitas/kekar di

dalam massa batuan sering memberi pengaruh buruk pada sifat mekanik batuan.

Berdasarkan nilai rata-rata RQD yang didapat, dapat ditentukan bobot dari nilai

RQD menggunakan tabel 4.5. Nilai RQD yang diperoleh menunjukkan bahwa

massa batupasir dan batulanau memiliki kualitas yang sangat baik (Excellent)

dikarenakan tidak banyaknya diskontinuitas/kekar yang terdapat pada massa

batuan tersebut. Sedangkan untuk nilai RQD massa batubara memiliki kualitas

dibawah batupasir dan batulanau yaitu baik (good) dikarenakan banyaknya

diskontinuitas/kekar yang terdapat pada massa batuannya. Seperti yang terdapat

pada jurnal teknologi pertambangan volume 1 nomor 1 Pandu Wibawa dkk 2016,

dikatakan bahwa nilai RQD untuk masing-masing batuan adalah konglomerat

56.26%, andesit 83.60%, dan basaltic andesit 86.45%. Secara berurutan

berdasarkan RQD kualitas batuan yang baik adalah basaltic andesit, andesit dan

konglomerat. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi nilai RQD maka semakin

baik kauliatas massa batuan.


98

5.3.2 Jarak Kekar

Jarak kekar yang digunkan adalah jarak kekar yang telah dirata-ratakan

dan didapatkan rata-ratanya seperti pada tabel 5.3, jarak rata-rata tersebut apabila

dilihat pada tabel 4.9 berada pada rentang antara 0.6-2.0 m, maka bobot untuk

jarak kekar sebesar 15. Nilai tersebut dikategorikan lebar oleh Bieniawski dan

dikatakan bahwa semakin lebar spasi kekar, maka semakin baik kualitas massa

batuan dikarenakan semakin sedikit jumlah kekar yang ada dalam massa batuan.

Berikut adalah data jarak kekar berdasarkan pengukuran dan perhitungan

yang telah dilakukan:

Tabel 5.3
Jarak Kekar
No Batuan Jarak Kekar Bobot Deskripsi
1 Batupasir (scanline I)
Lebar
2 Batulanau (scanline II) 15
(Wide)
3 Batupasir (scanline III)

Seperti dikutip dari jurnal eksplorium volume 37 no 2 Dhatu Kamajati

dkk 2016 dikatakan bahwa kekar pada massa batuan cenderung akan

memperburuk karakteristik mekanik massa batuan, bergantung pada frekuensi,

jarak, dan orientasi (jurus dan kemiringan) kekar.

5.3.3 Kondisi Discontinue/kekar

Kondisi discontinue/kekar di lapangan ditentukan dengan menggunakan

alat pengukur berupa meteran untuk panjang dan bukaan diskontinuitas/kekar,

sedangkan untuk kekasaran, material pengisi dan kelapukan ditentukan

menggunakan indera penglihatan (mata) dan perasa (kulit).


99

Bobot nilai dari kondisi diskontiniu/kekar yang didapatkan di lapangan

ditentukan bobotnya menggunakan tabel pembobotan dari Bieniawski seperti pada

tabel 4.17 sehingga didapatkanlah hasil sebagai berikut:

Tabel 5.4

Kondisi Kekar Lapangan Batupasir

Parameter Hasil Rating

Panjang
Discontinuitas <1m 6
(Persistense)

Bukaan
1-5 mm 1
Diskoniutas

Kekasaran
Diskontinuitas Kasar 5
(roughnes)

Material
Tidak
Pengisi 6
Ada
(Infiling)

Kelapukan
Hancur 0
(weathering)

Jumlah 18
100

Tabel 5.5
Kondisi Kekar Lapangan Batulanau
Parameter Hasil Rating

Panjang 1-3 m
Discontinuitas 4
(Persistense) 4

Bukaan 1-5 mm
1
Diskoniutas
1
Kekasaran Kasar
Diskontinuitas 5
(roughnes) 5
Material Tidak
Pengisi Ada 6
(Infiling) 6
Tidak
Kelapukan Lapuk 6
(weathering)
6
Jumlah 22

Tabel 5.6
Kondisi Kekar Lapangan Batubara
Parameter Rating Hasil
Rating
Panjang <1m
Discontinuitas
(Persistense) 6 6

Bukaan 0.1-1.0
Diskoniutas mm 4
4
Kekasaran Sedikit
Diskontinuitas Kasar 4
(roughnes)
4
Material
Tidak
Pengisi 6
Ada
(Infiling)
6
Kelapukan Lapuk
(weathering) 3
3
Jumlah 23
101

Kemenerusan (persistence) yang merupakan panjang dari kekar,

berdasarkan hasil dari perhitungan yang dilakukan didapatkan nilai panjang rata-

rata kekar kurang dari 1 (satu) meter dengan bobot 6 yang merupakan bobot

tertinggi dari tabel pembobotan panjang kekar. Semakin pendek kemenerusan dari

kekar, maka semakin baik kualitas dari massa batuan yang diukur.

Bukaan kekar diartikan sebagai lebar kekar yang ada. Dari pengukuran

dan perhitungan data yang ada, didapatkan nilai bukaan kekar berada pada rentang

1-5 mm untuk batupasir dan batulanau serta 0.1-1.0 mm untuk batubara, Semakin

besar bukaan kekar, maka semakin buruk kualitas massa batuan yang ada.

Untuk kekasaran pada kekar di lapangan mempunyai predikat kasar,

kekasaran bidang diskontinuitas sangat menentukan kekuatan geser massa batuan,

Dikarenakan kekasaran berfungsi sebagai pengunci permukaan bidang kekar,

yang mana semakin kasar bidang batuan maka semakin kecil kekuatan geser

bidang pada massa batuan, sehingga pergerakan bidang batuan akan berkurang

Selanjutnya yaitu isian (infilling) yang merupakan isian celah antar

permukaan bidang kekar, material pengisi akan mempengaruhi kuat geser bidang

kekar, yang mana tergantung ketebalannya, isian menghambat penguncian yang

diakibatkan kekerasan rekahan. Dari penelitian yang dilakukan, tidak ada isian

diseluruh kekar yang telah diukur dan setelah dicocokkan dengan tabel

pembobotan memiliki bobot 6 yang merupakan bobot tertinggi dari bobot isian

kekar. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa massa batuan dengan kekar tanpa

isian memiliki nilai yang baik.


102

Selain isian, hal lain yang mempengaruhi kuat geser bidang batuan

adalah kelapukan, yang mana semakin lapuk suatu bidang kekar, maka semakin

besar kuat geser pada bidang batuan. Berdasarkan data dilapangan, kondisi bidang

pada kekar terlihat sangat lapuk, lapuk dan tidak lapuk. Saat dicocokkan dengan

tabel pembobotan, didapatkanlah bobot untuk pelapukan sebesar 1, yang mana

merupakan nilai terendah ke dua dari pembobotan pelapukan kekar.

5.3.4 Kondisi Air Tanah

Parameter lain yang berpengaruh selanjutnya adalah kondisi air tanah.

Kondisi air tanah pada terowongan perhitungan besaran masuknya air tanah

dihitung dalam satuan liter per 10 m dari penggalian. Sebagai alternatif, kondisi

umum dapat dinyatakan dalam kering, lembab, basah, menetes dan mengalir

(Made Astawa Rai dkk 2011, hal. 409 dan Z. T Bieniawski 1989, hal. 23 serta

Jurnal eksplorium vol 37 no 2 Dhatu kamajati dkk 2016). Berdasarkan penelitian

di lapangan, kondisi air tanah relatif kering, yang mana untuk predikat air tanah

kering mempunyai bobot 15 yang merupakan bobot tertinggi dari pembobotan

kondisi air tanah. Dari pembobotan tersebut, dapat diketahui bahwa semakin

rendah kandungan air tanah, maka semakin baik kualitas massa batuan.
103

Kondisi air tanah yang ada pada masing-masing kekar sepanjang scanline

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.7
Kondisi Umum Air Tanah di Lapangan
Batupasir Batulanau Batubara
No No No No
seepage seepage seepage seepage
kekar kekar kekar kekar
1 kering 1 kering 1 kering 15 kering
2 kering 2 kering 2 kering 16 kering
3 kering 3 kering 3 kering 17 kering
4 kering 4 kering 4 kering 18 kering
5 kering 5 kering 5 kering 19 kering
6 kering 6 kering 6 kering 20 kering
7 kering 7 kering 7 kering 21 kering
8 kering 8 lembab 8 kering 22 kering
9 kering 9 lembab 9 kering 23 kering
10 kering 10 kering 10 kering 24 kering
11 lembab 11 kering 25 kering
12 kering 26 kering
13 kering 27 kering
14 kering
Kondisi umum Kering
Bobot 15

Dari kondisi air tanah masing-masing kekar yang ditunjukkan pada tabel

5.8 dapat disimpulkan bahwa rata-rata kekar memiliki kondisi air tanah yang

kering, sehingga apabila ditentukan bobotnya pada tabel pembobotan, akan

didapatkan bobot sebesar 15 (tabel 5.9). Berdasarkan pengamatan di lapangan,

hanya beberapa kekar yang menunjukkan adanya kandungan air, selebihnya

kering.
104

5.3.5 Orientasi Diskontinuitas

Data kekar yang diperlukan bukan hanya sekedar keadaan fisik saja, akan

tetapi juga diperlukan pengukuran terhadap jurus dan arah kemiringan dari kekar

(strike dan dip), yang mana posisi strike dan dip akan menentukan apakah

penggalian akan menguntungkan, tidak menguntungkan atau sedang. Dari hasil

pengolahan data dan analisa terhadap strike dan dip didapatkan strike bidang

kekar sejajar/paralel dengan sumbu terowongan dengan arah dip searah

penggalian sebesar (berdasarkan kaidah tangan kiri). Maka diperoleh pengaruh

orientasi kekar terhadap penerowongan dengan bobot tertentu.

Orientasi diskontinuitas yang didapatkan dari pengukuran di lapangan

dapat dilihat pada tabel 5.8. Dari data orientasi kekar yang telah didapatkan

berupa data strike dan dip, kemudian dianalisa menggunakan diagram Rosette

pada software Dips 5.0 dan didapatkanlah hasil orientasi kekar seperti pada

gambar 5.1, 5.2 dan 5.3. Terdapat beberapa aturan yang dikemukakan dalam buku

Mekanika Batuan, Made Astawa Rai dkk (2011, hal 434), yang mana ada 2 (dua)

kondisi orientasi kekar yaitu tegak lurus sumbu terowongan dan sejajar sumbu

terowongan. Semakin kekar sejajar dengan sumbu terowongan, maka semakin

tidak menguntungkan untuk keamanan terowongan tersebut.


105

Berikut adalah data orientasi kekar berdasarkan pengukuran di lapangan:

Tabel 5.8
Nilai Strike dan Dip Kekar
Kekar Batupasir Kekar Batulanau Kekar Batubara
No strike dip No strike dip No strike dip No strike dip
1 115 72 1 344 90 1 130 60 15 300 65
2 132 66 2 270 42 2 135 70 16 260 75
3 120 78 3 332 42 3 130 55 17 260 68
4 115 68 4 311 72 4 130 50 18 260 38
5 116 76 5 345 66 5 120 52 19 260 44
6 135 66 6 310 38 6 110 70 20 285 50
7 125 70 7 333 90 7 105 47 21 330 40
8 125 70 8 348 21 8 110 60 22 265 60
9 124 76 9 350 11 9 88 50 23 285 75
10 131 90 10 349 16 10 87 60 24 290 60
11 123 90 11 11 77 63 25 280 65
12 82 80 26 286 65
13 64 80 27 299 70
14 308 43

1. Batupasir

Berikut adalah hasil plot orientasi kekar pada batupasir menggunakan

diagram rossete:

Gambar 5.1
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batupasir
106

Dari diagram rosette di atas, dapat dikatakan bahwa orientasi kekar tegak

lurus terhadap terowongan, yang mana strike dominan berada pada rentang 340-

350 dan dip dominan berada pada rentang 70-80. Berdasarkan table 3.8 dan table

3.9, untuk orientasi kekar yang tegak lurus sumbu terowongan berada pada

rentang 45°-90° dan memiliki nilai peubah „sedang‟ dengan bobot penilaian -5

(min lima).

Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada tabel

dibawah ini:

Tabel 5.9
Bobot Keseluruhan Batupasir dari 6 Prameter RMR
No
No Parameter Bobot Hasil Bobot Rating Description
Class
1 UCS 1
2 RQD 20
3 Jarak Antar Kekar 15
64 80-60 II Good rock
4 Kondisi Kekar 18
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -5

Berdasarkan tabel 3.10, dengan nilai RMR 64 maka massa batupasir

berada pada rating 61-80 dengan deskripsi Good Rock dan berada pada kelas

batuan no II.
107

2. Batulanau

Untuk hasil pengolahan data dari orientasi kekar pada scanline batulanau,

dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.2
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batulanau

Pada diagram rosette di atas, dapat dikatakan bahwa orientasi kekar

batulanau „tidak menguntungkan‟ dengan strike dominan berada pada 300°-310°

dan dip dominan berada antara 30°-40°, apabila dilihat pada tabel 3.8 orientasi

kekar tegak lurus sumbu terowongan dan berada pada rentang 20°-35° dengan

nilai peubah „tidak menguntungkan‟ berdasarkan tabel 3.9 maka orientasi kekar

tersebut berbobot -10 (min sepuluh).


108

Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada tabel

dibawah ini:

Tabel 5.10
Bobot Keseluruhan Batulanau dari 6 Prameter RMR
No
No Parameter Bobot Hasil Bobot Rating Description
Class
1 UCS 2
2 RQD 20
3 Jarak Antar Kekar 15
62 80-60 II Good rock
4 Kondisi Kekar 22
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -10

3. Batubara

Untuk hasil pengolahan data dari orientasi kekar pada scanline batulanau,

dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber:Pengolahan Data
Gambar 5.3
Hasil Diagram Rosette Orientasi Kekar Batubara

Dapat dilihat pada gambar bahwa jurus utama pada diagram rosette di

atas berada antara 280°-290° sedangkan arah dip utama terletak antara 10°-20°.

Berdasarkan tabel 3.8 posisi stike parallel sumbu terowongan, sehingga


109

didapatkanlah nilai „sedang‟ dengan bobot berdasarkan tabel 3.9 sebesar -5 (min

lima).

Hubungan antara RMRbasic dengan Orientasi kekar ditunjukkan pada tabel

dibawah ini:

Tabel 5.11
Bobot Keseluruhan Batubara dari 6 Prameter RMR
No
No Parameter Bobot Hasil Bobot Rating Description
Class
1 UCS 2
2 RQD 17
3 Jarak Antar Kekar 15
67 80-60 II Good rock
4 Kondisi Kekar 23
5 kondisi Air Tanah 15
6 Orientasi Kekar -5

Berdasarkan tabel 3.10 dengan nilai bobot RMR 67, dapat

diklasifikasikan kelas massa batuan berada pada kelas II dengan deskripsi „Good

rock’.

5.4 Stand-up Time

Dari keseluruhan parameter yang berkaitan dengan RMR, didapatkanlah

bobot total dari penjumlahan RMRbasic dan bobot peubah orientasi kekar. Hasil

tersebut kemudian diplot pada grafik stand-up time, jika ditarik ke bawah maka

didapatkanlah perkiraan batuan lubang tambang C1-G dapat menyangga tekanan

yang diberikan oleh batuan penyusunnya, jika ditarik kesamping, maka

didapatkanlah jarak posisi pemasangan penyangga dari face.


110

Stand-up Time didapatkan dengan memasukkan nilai RMR ke dalam

grafik stand-up time berikut:

Gambar 5.4
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batupasir

Batupasir memiliki nilai RMR 64, setelah dilakukan plot pada grafik

stand-up time, didapatkan nilai sebesar ±2500 jam atau sekitar 3 bulan 12 hari

dengan span 8 m.
111

Gambar 4.20
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batulanau

Batulanau memiliki nilai RMR 62, setelah dilakukan plot pada grafik

stand-up time, didapatkan nilai sebesar ±2000 jam atau sekitar 2 bulan 21 hari

dengan span 7.5 m.


112

Gambar 4.20
Hasil Plot Grafik Stand-Up Time Batubara

Batubara memiliki nilai RMR 67, setelah dilakukan plot pada grafik

stand-up time, didapatkan nilai sebesar ±5000 jam atau sekitar 6 bulan 27 hari

dengan span 8 m.

Berikut adalah tabel rekapitulasi data RMR dan Stand-up Time:

Tabel 5.12
Rekapitulasi Pengolahan Data
No Batuan RMR Stand-up Time

1 Batupasir 64 ±2500 jam (3 bulan 12 hari) 8 m span

2 Batulanau 62 ±2000 jam (2 bulan 21 hari) 8 m span

3 Batubara 57 ±5000 jam (6 bulan 27 hari) 8 m span


113

Berdasarkan analisa data yang dilakukan dan dibandingkan dengan

keadaan di lapangan, dapat dipastikan bahwa kekuatan batuan penyusun lubang

tambang C1-G memang lemah, dikarenakan telah banyak terjadi ambrukan

sebelum waktu yang direncanakan, dan dikarenakan belum adanya analisa

mengenai RMR dan stand-up time, analisa pemasangan penyangga dan

penggalian di dalam lubang penambangan PT. NAL hanya memakai asumsi saja.

Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pembukaan lubang

penambangan maupun kemajuan penggalian PT. NAL, dapat disarankan

pemakaian nilai RMR terendah sebagai antisipasi keadaan terburuk yang mungkin

terjadi. Akan tetapi, nilai RMR yang didapat sangat dipengaruhi oleh orientasi

kekar yang terbentuk. Seperti halnya batulanau yang memiliki nilai kuat tekan

tertinggi diantara batupasir dan batubara akan tetapi memiliki nilai RMR lebih

rendah dari batupasir karena dipengaruhi oleh orientasi kekar yang yang ada.

Untuk petunjuk penggalian dan penyanggaan berdasarkan nilai RMR dapat diliat

pada tabel 3.11, yaitu dengan kemajuan full face 1-1.5 m dan support 20 m from

face.

Dalam jurnal teknologi informasi dan pendidikan volume 6 nomor 1

Yoszi Mingsi Anaperta 2013 didapatkan nilai RMR dari perhitungan yang

dilakukan sebesar 43 dengan span 20 jam, penyangga yang direkomendasikan

adalah systematic bolts 4 m long spaces 1.5 m, concentrate lining. Sedangkan

dalam jurnal eksplorium volume 37 nomor 2 Dhatu kamajati dkk 2016 didapatkan

analisis dari masing-masing parameter menghasilkan nilai RMR LP1 termasuk ke

dalam kelas IV atau batuan buruk sedangkan LP2 dan LP3 termasuk dalam
114

kategori batuan baik. Korelasi hasil perhitungan RMR dengan kondisi roof span

terowongan Eko-remaja disimpulkan bahwa kondisi batuan pada LP1 berada pada

zona yang membutuhkan penyangga sedangkan LP2 dan LP3 tidak membutuhkan

penyangga, posisi penyangga pada terowongan yang diwakili oleh lokasi

pengamatan pada kedalaman 38 m, 73 m dan 165 m.

5.5 Sifat Fisik Batuan

Sifat fisik batuan perlu diketahui karena sifat fisik batuan sangat

mempengaruhi kualitas dari massa batuan. Berikut adalah hasil perhitungan nilai

sifat fisik batuan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 9.

Tabel 5.13
Hasil Sifat Fisik Batuan
Berat Jenis
Kadar Air Asli Kandungan Air Derajat
Sejati (true Porositas, n
Sampel (natural water Jenuh Kejenuhan
specific %
content) % (absorption) % %
gravity)
Batulanau 2.649 0.007 0.044 0.166 0.117
Batupasir 2.670 0.023 0.080 0.293 0.214
Batubara 1.191 0.040 0.052 0.778 0.061

Semakin tinggi kadar air, menunjukkan bahwa nilai angka pori pada

batuan semakin tinggi, semakin tinggi pula kadar air menunjukkan bahwa tingkat

kejenuhan air pada massa batuan semakin tinggi. Jika nilai derajat kejenuhan

semakin tinggi, maka kuat geser batuan semakin rendah begitu juga sebaliknya.
115

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

1.7 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari pengolahan data yang didapatkan

dari lokasi penambangan PT. NAL tepatnya di sekitar lubang tambang C1-G

dapat disimpulkan bahwa:

1. Nilai kuat tekan batuan penyusun lubang tambang C1-G 4.620 Mpa

untuk batubara (sangat lemah), 8.835 Mpa untuk batupasir (lemah) dan

13.367 Mpa untuk batulanau (lemah). Nilai kuat tekan batuan yang

tergolong lemah akan menyebabkan terjadinya potensi resiko keruntuhan

atap lokasi penambangan yang lebih besar.

2. Berdasarkan analisa menggunakan grafik stand-up time, batupasir

memiliki nilai RMR 64 dengan stand-up time sebesar ±2500 jam atau

sekitar 3 bulan 12 hari, span 8 m. Batulanau memiliki nilai RMR 62,

stand-up time sebesar ±2000 jam atau sekitar 2 bulan 21 hari dengan

span 7.5 m. Batubara memiliki nilai RMR 67, stand-up time sebesar

±5000 jam atau sekitar 6 bulan 27 hari dengan span 8 m. Dengan asumsi

penggunaan nilai RMR terendah yaitu 62 untuk mengantisipasi keadaan

terburuk dari batuan penyususn lubang tambang bawah tanah C1-G PT.

NAL. Untuk petunjuk penggalian dan penyanggaan berdasarkan nilai

RMR menurut Bieniawski (1973) yaitu dengan kemajuan full face 1-1.5

m dan support 20 m from face.


116

1.8 Saran

1. Sebaiknya tidak melakukan penggalian terlalu dalam pada setiap

kemajuan lubang penambangan dengan kondisi batuan yang lemah,

karena akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan yang dapat

menyebabkan meningkatnya resiko keruntuhan atap lokasi penambangan.

2. Penelitian lanjutan pada lubang tambang PT. NAL sangat dianjurkan

karena masih banyak kekurangan-kekurangan dalam pengambilan dan

pengolahan data yang disebabkan oleh kurangnya kemampuan peneliti

dan kondisi lapangan.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Beemer, H. D, Worrells D. S. 2 0 1 7 . Conducting Rock Mass Rating for


tunnel construction on Mars. Astronautica, Juli 2017 : 176-180.
Bieniawski, Z.T, Engineering Rockmass Classification: A Complete Manual
For Engineers And Geologist In Mining, Civil And Petroleum
Engineering, A Wiley-Interscience Publication, Canada, 1989.
Ellisa Tirayoh Dan Arista Muhartanto, 2014. Analisis Struktur Geologi Dan
Penambangan Bawah Tanah Terhadap Propagasi Subsidence Di
Daerah Ertsberg Pt Freeport Indonesia, Papua. Mindagi, Juli 2014: 13-22
Faisal Akbar Tri Erto Putra, Singgih Saptono, Peter Eka Rosadi. 2015. Kajian
Geoteknik Terhadap Rancangan Penambangan Batubara Bawah
Tanah Metode Shortwall Di Cv. Artha Pratama Jaya, Kecamatan
Muara Jawa,Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan
Timur. Teknologi Pertambangan, Maret-Agustus 2015: 37-45.
Galvan, G, Preciado, J, Seron, J. 2014. Correlation Between The Point Load
Index, Is(50), And The Resistance To Unconfined Compression In
Limestone From The Comunidad Valenciana, Spain. Geotechnica,
Februari 2014: 25-35.
Heri Syaeful, Dhatu Kamajati. 2015. Analisis Karakteristik Massa Batuan di
Sektor Lemajung, Kalan, Kalimantan Barat. Eksplorium, Mei 2015:
17-30.
Irwandy Arif, Batubara Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014.

Laubscher, D.H, 1990. A Geomechanics Classification System For The Rating


Of Rock Mass In Mine Design. Mining And Metallurgy, Oktober 1990:
257-273.
Made Astawa Rai, Suseno Kramadibrata.Ridho Kresna Wattimena, Mekanika
Batuan, Laboratorium Geomekanika dan Peralatan Tambang, Institute
Teknologi Bandung, Bandung, 2011.
Moh. Nazir, Metode Penenlitian. Ghalia Indonesia, Bogor, 2017
Muhammad Dahlan B, Geologi Untuk Pertambangan Umum, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2015
Ocsen Gregorius Talinusa, Ruddy Tenda, Winny J. Tamboto. 2014. Pengaruh
Dimensi Benda Uji Terhadap Kuat Tekan Beton. Sipil, November
2014: 334-351.
Sukandarrumidi., Batubara dan Pemanfaatannya, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, 2005.
Yoszi Mingsi Anaperta, 2013. Studi Terowongan Jalan Raya Padang-Solok.
Teknologi Informasi dan Pendidikan, Maret 2013: 65-86
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
PETA WIUP PT. NAL
LAMPIRAN II
PETA LOKASI KEGIATAN PENAMBANGAN PT. NAL
LAMPIRAN III
INFO KEMAJUAN LUBANG SEAM C1
LAMPIRAN IV
PETA GEOLOGI PT. NAL SUMATERA BARAT
LAMPIRAN V
KEADAAN BATUAN DI DALAM DAN SEKITAR LUBANG
TAMBANG C1-G

a). rekahan batu disekitar lubang b). batuan di sekitar lubang


CI-G

h). penyangga ambruk dikedalaman 60 m e). keadaan roof di pintu


masuk
LAMPIRAN VI
HASIL PENGUKURAN KEKAR DI LAPANGAN
PERHITUNGAN ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD)

1. Scanline I (Pasir)

a. Meter ke 1

99.532%

b. Meter ke 2

c. Meter ke 3

100%

d. Meter ke 4

100%

e. Meter ke 5


f. Meter ke 6

98.248%

g. Meter ke 7

100%

h. Meter ke 8

100%

i. Meter ke 9

99.532%

j. Meter ke 10

k. Meter ke 11


99.532%

l. Meter ke 12

100%

m. Meter ke 13

100%

n. Meter ke 14

100%

o. Meter ke 15

100%

p. Meter ke 16

100%
q. Meter ke 17

100%

r. Meter ke 18

100%

s. Meter ke 19

100%

t. Meter ke 20

100%
2. Scanline II (Batulanau)

a. Meter ke 1

b. Meter ke 2

c. Meter ke 3


d. Meter ke 4

99.532%

e. Meter ke 5

100%

f. Meter ke 6

100%

g. Meter ke 7

99.532%

h. Meter ke 8

100%
i. Meter ke 9

100%

j. Meter ke 10

99.532%

k. Meter ke 11

99.532%

l. Meter ke 12

100%

m. Meter ke 13

100%
n. Meter ke 14

100%

o. Meter ke 15

100%

p. Meter ke 16

100%

q. Meter ke 17

100%

r. Meter ke 18

100%
s. Meter ke 19

100%

t. Meter ke 20

99.532%
3. Scanline III (Batubara)

a. Meter ke 1

b. Meter ke 2

c. Meter ke 3

d. Meter ke 4

e. Meter ke 5


f. Meter ke 6

99.532%

g. Meter ke 7

h. Meter ke 8

99.532%

i. Meter ke 9

j. Meter ke 10


k. Meter ke 11

l. Meter ke 12

m. Meter ke 13

n. Meter ke 14

o. Meter ke 15

100%
p. Meter ke 16

100%

q. Meter ke 17

100%

r. Meter ke 18

s. Meter ke 19

t. Meter ke 20

100%
LAMPIRAN VII
SKETSA KEKAR DI LAPANGAN
LAMPIRAN VIII
HASIL PENGUJIAN KUAT BATUAN
Senin/ 4 Des 2017
PERHITUNGAN KUAT TEKAN BATUAN UTUH (UCS)

1. Sampel 1 (B1)

Diameter sampel (d) = 5.6 cm

Jarak antar konus (D) = 5.6 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 226.14 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)


c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

2. Sampel 2 (B2)

Diameter sampel (d) = 5.7 cm

Jarak antar konus (D) = 5.7 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 100.13 kg/m2

a. Faktor koreksi

Penyelesaian:

( )

( )
b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

3. Sampel 3 (B3)

Sumber:Dokumentasi
Gambar 3
Hasil Uji Kuat Tekan Sampel 3

Diameter sampel (d) = 5.3 cm

Jarak antar konus (D) = 5.3 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 72.909 kg/m2


Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

4. Sampel 10 (B4)

Diameter sampel (d) = 5.5 cm


Jarak antar konus (D) = 5.5 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 78.210 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)


5. Sampel 11 (B5)

Diameter sampel (d) = 5.9 cm

Jarak antar konus (D) = 5.9 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 60.367 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)


c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

6. Sampel 12 (B6)

Diameter sampel (d) = 3.9 cm

Jarak antar konus (D) = 3.9 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 178.650 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)


c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

7. Sampel 13 (B7)

Diameter sampel (d) = 4.5 cm

Jarak antar konus (D) = 4.5 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 181.40 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )
( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

8. Sampel 14 (B8)

Diameter sampel (d) = 5.5 cm

Jarak antar konus (D) = 5.5 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 255.30 kg/m2

Penyelesaian:
a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

9. Sampel 15 (B9)

Diameter sampel (d) = 5.0 cm

Jarak antar konus (D) = 5.0 cm


Beban maksimum contoh pecah (P) = 125.01 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)


10. Sampel 4 (P1)

Diameter sampel (d) = 5.7 cm

Jarak antar konus (D) = 5.7 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 52.413 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)


11. Sampel 5 (P2)

Diameter sampel (d) = 5.9 cm

Jarak antar konus (D) = 5.9 cm

Beban maksimum contoh pecah(P) = 50.476 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)


c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

12. Sampel 6 (P3)

Diameter sampel (d) = 6.0 cm

Jarak antar konus (D) = 6.0 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 39.157 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)


c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

13. Sampel 16 (P4)

Diameter sampel (d) = 3.3 cm

Jarak antar konus (D) = 3.3 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 240.34 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )
b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

14. Sampel 17 (P5)

Diameter sampel (d) = 3.4 cm

Jarak antar konus (D) = 3.4 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 146.690 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )
( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

15. Sampel 18 (P6)

Diameter sampel (d) = 5.5 cm

Jarak antar konus (D) = 5.5 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 417.47 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi
( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

16. Sampel 19 (P7)

Diameter sampel (d) = 5.5 cm

Jarak antar konus (D) = 5.5 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 482.73 kg/m2


Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

17. Sampel 20 (P8)

Diameter sampel (d) = 5.0 cm


Jarak antar konus (D) = 5.0 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 428.49 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)


18. Sampel 21 (P9)

Diameter sampel (d) = 5.0 cm

Jarak antar konus (D) = 5.0 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 395.24 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)


19. Sampel 7 (L1)

Diameter sampel (d) = 5.1 cm

Jarak antar konus (D) = 5.1 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 459.48 kg/m2

Penyelesaian:

( )

( )

d. Point Load Index (PLI)


e. Unconfined Compressive Strength (UCS)

20. Sampel 8 (L2)

Diameter sampel (d) = 6.4 cm

Jarak antar konus (D) = 6.4 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 282.46 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

cm

b. Point Load Index (PLI)


c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

21. Sampel 9 (L3)

Diameter sampel (d) = 6.0 cm

Jarak antar konus (D) = 6.0 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 665.36 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )
b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

22. Sampel 22 (L4)

Diameter sampel (d) = 5.9 cm

Jarak antar konus (D) = 5.9 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 308.97 kg/m2


Penyelesaian:

d. Faktor koreksi

( )

( )

e. Point Load Index (PLI)

f. Unconfined Compressive Strength (UCS)

23. Sampel 23 (L5)

Diameter sampel (d) = 4.4 cm


Jarak antar konus (D) = 4.4 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 627.73 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)


24. Sampel 24 (L6)

Diameter sampel (d) = 5.5 cm

Jarak antar konus (D) = 5.5 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 568.79 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)


25. Sampel 25 (L7)

Diameter sampel (d) = 5.0 cm

Jarak antar konus (D) = 5.0 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 240.55 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)


c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

26. Sampel 26 (L8)

Diameter sampel (d) = 5.4 cm

Jarak antar konus (D) = 5.4 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 645.07 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )

b. Point Load Index (PLI)


c. Unconfined Compressive Strength (UCS)

27. Sampel 27 (L9)

Diameter sampel (d) = 5.0 cm

Jarak antar konus (D) = 5.0 cm

Beban maksimum contoh pecah (P) = 377.29 kg/m2

Penyelesaian:

a. Faktor koreksi

( )

( )
b. Point Load Index (PLI)

c. Unconfined Compressive Strength (UCS)


LAMPIRAN IX
HASIL PENGUJIAN SIFAT FISIK BATUAN
TABEL PERHITUNGAN SIFAT FISIK BATUAN

Berat jenis
berat jenis
Berat contoh bobot isi jenuh semu
Bobot isi asli Bobot isi kering sejati (true
No kering (Wo) (saturated (apparent
(natural density) (dry density) specific
(g) density) specific
gravity)
gravity)
1 Batulanau 203.7 2.668 2.649 2.766 2.649 2.649
2 Batupasir 123.6 2.732 2.670 2.883 2.670 2.670
3 Batubara 52.4 1.239 1.191 1.252 1.191 1.191

Kadar air asli Kandungan air jenuh


No Derajat kejenuhan Porositas, n void ratio, e
(natural water content) (absorption)

1 Batulanau 0.007 0.044 0.166 0.117 0.133


2 Batupasir 0.023 0.080 0.293 0.214 0.272
3 Batubara 0.040 0.052 0.778 0.061 0.065
LAMPIRAN 10
DOKUMENTASI
LEMBAR KONSULTASI

Nama : Indah Sulistia Ningsih


NPM : 1310024427056
Program Studi : S1 Teknik Pertambangan
Judul Skripsi : Analisa Kekuatan Batuan Terhadap Stand-Up Time
Lubang Tambang C1-G Pt. Nusa Alam Lestari (PT.NAL)
Sumatera Barat.

No Tanggal Catatan/ Saran/ Perbaikan Paraf


1 30 September 1. Perbaiki tata tulis, cara
2017 pengutipan dan penulisan
sumber.
2. Cek lagi jenis penelitian.
3. Perbaiki daftar pustaka.
4. Perlukah asumsi?
5. Hilangkan analisis sensitivitas
dalam sistematika penulisan.
6. Perbaiki sumber data
menggunakan data kualitatif dan
kuantitatif.
7. Sempurnakan latar belakang
masalah sesuai identifikasi
masalah.
8. Sempurnakan rumusan dan
tujuan penelitian.
9. Cek lagi rumus.
10. Sempurnakan kerangka
konseptual dan diagram alir
penelitian.
11. Lampirkan format pengambilan
data.

2 4 November 1. Sempurnakan secara


2017 keseluruhan.
2. Cek lagi hasil analisa data.
3. Data kondisi kekar pada lapisan
batubara ambil penelitian pada
karakteristik yang sama.
4. Sempurnakan kesimpulan dan
saran.
5. Tambahkan tabel rekapitulasi
hasil analisa data.
3 17 November 1. Keseragaman jenis font yang
2017 digunakan.
2. Penjelasan stand-up time minim,
perlu ditambah dengan beberapa
kutipan.
3. Setiap pernyataan yang dikutip,
sumbernya dimasukkan ke dalam
daftar pustaka.
4. Buat ringkasan penelitian
terlebih dahulu dan apa
kaitannya dengan permasalahan
yang akan diteliti.
5. Disarankan menambah sampel
pada beberapa titik pengukuran.
6. Jelaskan hasil plot pada grafik
stand-up time beberapa sampel.
7. Sempurnakan kesimpulan dan
saran.

4 5 Desember 1. Perbaiki abstrak dengan


2017 memasukkan tujuan penelitian,
proses dan hasil.
2. Perbaiki variabel penelitian
dengan memasukkan variable
bebas dan terikat.
3. Masukkan data sifat fisik batuan
dalam data primer.
4. Sumber data hanya kuantitatif.
5. Tambahkan teknik pengumpulan
data.
6. Hapus perhitungan rata-rata dan
masukkan kedalam tabel
pengolahan data.
7. Tidak ada rumus baru di bab 4.
8. Tidak ada teori di bab 5.

Padang, Desember 2017

Pembimbing I

(Drs. Murad, M.S, M.T)


BIODATA WISUDAWAN/TI

No. Urut : 12
Nama : Indah Sulistia Ningsih
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tgl Lahir : Lubuksanai / 28 Desember
1994
NPM : 1310024427056
Program Studi : S1 Teknik Pertambangan
Tanggal Lulus : 27 Desember 2017
IPK : 3.72
Predikat Lulus : Sangat Memuaskan
Judul Tugas Akhir : Analisa Kuat Tekan Batuan
Terhadap Stand-up Time
Lubang Tambang Bawah
Tanah C1-G PT. NAL
Sawahlunto Sumatera Barat
Dosen : 1. Dr. Murad M.S, M.T
Pembimbing 2. Eka Rahmatul Aidha,
M.Pd
Asal SMTA : SMAN 1 Mukomuko
Nama Orang Tua : Kasdi
Dami
Alamat / Tlp / Hp : Jl. Lintas Bengkulu, Desa
Lubuksanai2, Kec. XIV Koto,
Kab. Mukomuko, Prov.
Bengkulu / 085766148747
Email : Sulisningsih7376@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai