DISUSUN OLEH :
DOSEN PENGAMPU
Nagoklan Simbolon,SST.,M,Kes
2022/2023
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur atas rahmat dan berkat Tuhan Yang
Mahakuasa, karena tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, kami tidak dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Nagoklan Simbolon selaku dosen
pengampu mata kuliah Biologi Manusia, yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah ini.
Kami jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkahyang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran
yang membangun, senantiasa kami harapkan.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kami pada khususnya dan pihak lain yang
berkepentingan pada umumnya.
Tertanda,
Penulis
Filipa Hewina
Sr.M.Gianna FSE
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………….................................
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………..
BAB III.PENUTUP………………………………………………………………………...
3.1. Kesimpulan…………………………………………………………………..
3.2. Saran…………………………………………………………….....................
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Genetika disebut juga ilmu keturunan, berasal dari kata genos( bahasa latin), suku
bangsa atau asal-usul. Secara ‘’Etimologis’’ genetika adalah asal mula kejadian.Namun,
genetika bukanlah ilmu tentang asal mula kejadian meskipun pada batas-batas tertentu
memang ada kaitannya dengan hal itu juga. Genetika adalah ilmu yang mempelajari seluk
beluk alih informasi hayati dari generasi ke generasi.
Perkembangan Bioteknologi secara drastis terjadi sejak ditemukannya struktur
helik ganda DNA dan teknologi DNA rekombinan di awal tahun 1950-an. Ilmu
pengetahuan telah sampai pada suatu titik yang memungkinkan orang untuk
memanipulasi suatu organisme di taraf seluler dan molekuler. Bioteknologi mampu
memperbaiki galr dengan cepat dan dapat diprediksi, juga dapat merancang galur dengan
bahan genetika tambahan yang tidak pernah ada pada galur asalnya. Bioteknologi
molekuler menawarkan cara baru untuk memanipulasi organism hidup.Perkembangan
teknologi muktahir dengan diiringi dengan perkembangnan dibidang biokimia dan iologi
molekuler.
Beberapa kalangan bersepakat bahwa rekayasa genetika dapat menjadi solusi bagi
krisis pangan melalui tanaman transgenik atau lebih dikenal dengan GMO(Genetically
Modified Organism). Tanaman transgenic mulai dikembangkan pada tahun 1973 oleh
Hurbert Boyer dan Stanley Cohen (BPPT, 2000 dalam Karmana 2009). Sejak saat itu,
semakin banyak jumlah tanaman transgenic yang dibuat dan disebarluaskan ke seluruh
dunia. Enam belas tahun sejak diperkenalkan (1988), sudah terdapat sekitar 23 tanaman
transgenik. Jumlah tersebut meningkat pada 1989 menjadi 30 tanaman dan pada tahun
1990 meningkat lagi menjadi 40 tanaman. Perakitan tanaman transgenic ini diikuti pula
oleh bidang industry dengan perluasan lahan tanam transgenic.
1.2 Tujuan
Tujuan yang disampaikan oleh penulis dalam pembuatan makalah tentang” Rekayasa
Genetika Bidang Kesehatan Dan Pangan’’ ini adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji dan menjelaskan tentang rekayasa genetika dalam kesehatan dan pangan
rekayasa genetika
2. Dapat memperkenalkan tentang rekayasa genetika dalam bidang diagnosis penyakit,
dalam bidang forensik, dalam bidang produksi, dalam bidang genetic modifie food
3. Dapat memperkenalkan tentang apa saja produk-produk pangan rekayasa genetika.
4. Dapat memperoleh penjelasan tentang dari keamanan pangan rekayasa genetika
5. Memperoleh penjelasan tentang apa saja keunggulan yang ada pada pangan hasil
rekayasa genetika.
1.3 Sistematika Penulisan
A. Bagian Pembuka :
• Halaman Judul
• Kata Pengantar
• Daftar Isi
B. Bagian Isi :
Bab I Pendahuluan
• Latar Belakang
• Tujuan Penulisan
• Sistematika Penulisan
Bab II Isi
• Pemahaman Teori
• Kesimpulan
• Saran
BAB II
ISI
Rekayasa genetika yang sering disebut juga dengan modifikasi genetika adalah
tindakan memanipulasi langsung gen suatu organisme dengan menggunakan bioteknologi .
Proses ini dilakukan dengan mengubah susunan genetik dari sel, termasuk mentransfer gen-
gen yang lebih bagus kualitasnya untuk menghasilkan organisme baru yang lebih sehat,
kuat, atau lebih berguna (Dictionary Cambridge ).
Saat ini dalam bidang kesehatan rekayasa genetika digunakan dalam memerangi
penyakit seperti cystic fibrosis (Alton et al., 2015 ), diabetes (Li, 2015 ), penyakit paru
obstruktif (Kim, 2016), kanker (Leisegang, 2016 ) dan beberapa penyakit lainnya. Penyakit
mematikan lainnya yang sekarang sedang dirawat dengan rekayasa genetika adalah penyakit
gangguan sistim kekebalan tubuh serius (Severe Combined Immunodeficiency) (Ravin et al.,
2016).
Meskipun dampak positif dari bidang rekayasa gentik bisa sangat besar namun,
organisme baru yang diciptakan oleh rekayasa genetika diyakini dapat menghadirkan
masalah ekologis. Seseorang tidak dapat memprediksi dengan mudah setiap perubahan yang
akan terjadi pada spesies yang direkayasa secara genetis terhadap lingkungannya .
Pelepasan spesies baru yang direkayasa secara genetika akan memiliki kemungkinan
untuk menyebabkan ketidakseimbangan dalam ekologi suatu wilayah. Kecelakaan dalam
rekayasa genetika virus atau bakteri misalnya dapat menghasilkanvirus atau bakteri jenis
baru yang lebih kuat dan dapat menyebabkan masalah epidemi serius (Mercer et al.,
1999; Paoletti & Pimentel, 2000 ).
Fakta bahwa rekayasa genetika menggunakan vektor virus yang membawa gen
fungsional di dalam tubuh manusia sampai saat ini dampaknya masih terus diperdebatkan.
Tidak ada petunjuk pasti di mana gen fungsional ini mampu menjadi pengganti .
Gen hasil rekayasa dicurigai justru dapat menggantikan gen penting, bukan gen yang
bermasalah dalam tubuh manusia. Dengan demikian, hal ini dapat menyebabkan kondisi
kesehatan atau penyakit lain pada manusia. Juga, karena gen yang cacat diganti dengan gen
fungsional, maka kemungkinan akan terjadi pengurangan keragaman genetic. Hal ini jelas
berbahaya karena, jika manusia memiliki genom yang identik, populasi secara keseluruhan
akan rentan terhadap virus atau segala bentuk penyakit (Fleischmann, 1996 ).
Selain itu, rekayasa genetika juga dapat menciptakan efek samping yang tidak
diketahui. Perubahan tertentu pada tanaman atau hewan dapat menyebabkan reaksi alergi
dan toksisitas suatu organisme terhadap manusia yang mengkonsumsinya (Pusztai,
2001; Verma et al., 2011 ).
3. Resistensi antibiotic
Rekayasa genetika sering menggunakan gen yang resisten antibiotik sebagai penanda
yang membantu mengidentifikasi sel hasil rekayasa. Masalahnya, meskipun tidak lagi
digunakan, gen yang resisten akan terus berada dalam jaringan tanaman sehingga sebagian
besar makanan nabati yang direkayasa secara genetika membawa gen yang resisten terhadap
antibiotik.
Kehadiran gen resistensi antibiotik dalam makanan bisa memiliki efek mematikan.
Karena makanan ini bisa mengurangi efektivitas antibiotik untuk melawan penyakit, ketika
antibiotik dikonsumsi oleh manusia bersamaan dengan makanan yang telah resisten
antibiotik.
Lebih dari itu, gen resisten antibiotik dapat ditransfer ke dalam tubuh manusia yang
membuat manusia kebal terhadap antibiotik. Jika pemindahan itu terjadi, maka dapat
menghasilkan masalah kesehatan yang lebih serius (Mepham, 2000 ).
NB:
Terlepas dari semua dampak yang timbul, potensi rekayasa genetika sungguh luar
biasa. Namun, pengujian dan penelitian lebih lanjut harus terus dilakukan untuk mendidik
masyarakat tentang keuntungan maupun kerugian dari upaya rekaya genetika.
Seorang penjahat tanpa disadari pasti akan meninggalkan sesuatu (jejak), sehingga ketika
polisi dipanggil ke tempat kejadian serius, tempat kejadian perkara (TKP) segera ditutup dengan
pita kuning police line untuk mencegah pencemaran bukti- bukti penting. Ahli forensik harus
bergegas ke tempat kejadian sebelum bukti penting yang mungkin membantu mengungkap
kejadian hilang/dirusak.
Barang bukti forensik yang ditemukan harus diambil sampelnya untuk diperiksa di
laboratorium demi mendapatkan data pelengkap dan pendukung. Salah satu pemeriksaan yang
penting dan hasilnya bisa didapat dengan cepat adalah tes sidik DNA.
Tes sidik DNA dalam kasus Pita DNA terdiri dari gula pentose dan fosfat Nukleotida
yang saling berpasangan forensik utamanya dilakukan untuk tujuan identifikasi korban walaupun
sekarang tes sidik DNA juga bisa dilakukan untuk melacak pelaku kejahatan.
Pelacakan identitas forensik akan dilakukan dengan mencocokkan antara DNA korban
dengan terduga keluarga korban. Hampir semua sampel biologis tubuh dapat digunakan untuk
sampel tes siik DNA, tetapi yang sering digunakan adalah darah, rambut, usapan mulut pada pipi
bagian dalam (buccal swab), dan kuku. Untuk kasus- kasus forensik, sperma, daging, tulang,
kulit, air liur atau sampel biologis apa saja yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP)
dapat dijadikan sampel tes sidik DNA (Lutfig and Richey, 2000).
Identifikasi Forensik dengan Tes Sidik DNA
Sidik DNA merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap individu. Seperti halnya
sidik jari (fingerprint) yang telah lama digunakan oleh detektif dan laboratorium kepolisian sejak
tahun 1930 (Kartika Ratna Pertiwi dan Evy Yulianti, 2011).
Pada tahun 1980, Alec Jeffreys dengan teknologi DNA berhasil mendemonstrasikan
bahwa DNA memiliki bagian-bagian pengulangan (sekuen) yang bervariasi. Hal ini dinamakan
polimorfisme, yang dapat digunakan sebagai sarana identifikasi spesifik (individual) dari
seseorang. Perbedaan sidik DNA setiap orang atau individu layaknya sidik jari, sidik DNA ini
juga bisa dibaca. Tidak seperti sidik jari pada ujung jari seseorang yang dapat diubah dengan
operasi, sidik DNA tidak dapat dirubah oleh siapapun dan dengan alat apapun. Bahkan, sidik
DNA mempunyai kesamaan pada setiap sel, jaringan dan organ pada setiap individu. Oleh
karena itu sidik DNA menjadi suatu metode identifikasi yang sangat akurat (Lutfig and Richey,
2000).
Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Selain itu sampel yang bisanya diperoleh juga biasanya sudah terdegradasi oleh faktor
lingkungan, seperti kotoran atau jamur, tidak dapat digunakan untuk RFLP.
. RFLP merupakan teknik sidik DNA berdasarkan deteksi fragmen DNA dengan panjang
yang bervariasi. Awalnya DNA diisolasi dari sampel yang kemudian dipotong dengan enzim
khusus restriction endonuclease. Enzim ini memotong DNA pada pola sekuen tertentu yang
disebut restriction endonuclease recognition site (sisi yang dikenali oleh enzim restriksi). Ada
atau tidaknya sisi yang dikenali ini di dalam sampel DNA menghasilkan fragmen DNA dengan
panjang yang bervariasi. Selanjutnya potongan fragmen tersebut akan dipisahkan dengan
elektroforesis pada gel agarose 0,5%. Fragmen DNA kemudian dipindahkan dan difiksasi pada
pada membran nilon dan dihibridisasi spesifik dengan pelacak (probe) DNA berlabel radioaktif
yang akan berikatan dengan sekuen DNA komplementernya pada sampel. Metode ini akhirnya
muncullah pita-pita yang unik untuk setiap individu (Marks dkk., 1996).
Analisis DNA mitokondria (mtDNA) dapat digunakan untuk menentukan DNA di sampel
yang tidak dapat dianalisa dengan menggunakan RFLP atau STR. Jika DNA pada inti sel
(nukleus) harus diekstrak dari sampel untuk dianalisis dengan menggunakan RFLP, PCR, dan
STR; maka tes sidik DNA dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak DNA dari organela sel
yang lain, yaitu mitokondria. Contohnya pada sampel biologis yang sudah berumur tua sehingga
tidak memiliki materi nukleus, seperti rambut, tulang dan gigi, maka karena sampel tersebut
tidak dapat dianalisa dengan STR dan RFLP, sampel tersebut dapat dianalisa dengan
menggunakan mtDNA. Pada investigasi kasus yang sudah sangat lama tidak terselesaikan
penggunaan mtDNA sangatlah dibutuhkan (Marks dkk., 1996). DNA mitokondria sangat baik
untuk digunakan sebagai alat untuk analisis DNA, karena mempunyai 3 sifat penting, yaitu:
• DNA ini mempunyai copy number yang tinggi sekitar 1000-10.000 dan berada di dalam
sel yang tidak mempunyai inti seperti sel darah merah atau eritrosit. DNA mitokondria
dapat digunakan untuk analisa meskipun jumlah sampel yang ditemukan terbatas, mudah
terdegradasi dan pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan analisa
terhadap DNA inti.
• DNA mitokondria manusia diturunkan secara maternal, sehingga setiap individu pada
garis keturunan ibu yang sama memiliki tipe DNA mitokondria yang identik.
Karakteristik DNA mitokondria ini dapat digunakan untuk penyelidikan kasus orang
hilang atau menentukan identitas seseorang dengan membandingkan DNA mitokondria
korban terhadap DNA mitokondria saudaranya yang segaris keturunan ibu.
• DNA mitokondria mempunyai laju polimorfisme yang tinggi dengan laju evolusinya
sekitar 5-10 kali lebih cepat dari DNA inti.
• D-loop merupakan daerah yang mempunyai tingkat polimorfisme tertinggi dalam DNA
mitokondria dimana terdapat dua daerah hipervariabel dengan tingkat variasi terbesar
antara individu-individu yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan. Karena itu,
dalam penentuan identitas seseorang atau studi forensik dapat dilakukan hanya dengan
menggunakan daerah D-loop DNA mitokondria saja (Yeni Hartati dan Maksum, 2004).
C. Rekayasa Genetik Pada Produksi
Pengertian
Sama halnya dengan pangan lainnya, pangan produk rekayasa genetika harus melalui
tahapan pengkajian / penilaian keamanan pangan (pre-market food safety assesment), seperti
tertuang pada UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan dan PP No. 28 tahun 2004 tentang
Keamanan,Mutu dan Gizi Pangan. Jika pangan PRG sudah dinyatakan aman untuk dikonsumsi
dan dijual dalam kemasan, maka label pangan wajib mengikuti PP No. 69 tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan.
Untuk menyatakan atau menyetujui pangan produk rekayasa genetika aman dikonsumsi,
disusun Pedoman pengkajian keamanan pangan PRG, sebagai acuan dalam pengkajian
keamanan pangan PRG, dan sebagai bukti bahwa telah diterapkan pendekatan kehati-hatian.
Pengkajian keamanan pangan PRG meliputi informasi genetik (deskripsi umum pangan PRG,
deskripsi inang dan penggunaannya sebagai pangan), deskripsi organisme donor, deskripsi
modifikasi genetik, dan karakterisasi modifikasi genetik) dan informasi keamanan pangan
(kesepadanan substansial, perubahan nilai gizi, alergenisitas, toksisitas, dan pertimbangan lain-
lain).
Keamanan Pangan PRG
Pangan produk rekayasa genetika telah memberikan manfaat antara lain menurunkan
harga produk dan/atau manfaat yang lebih besar (dalam hal daya tahan/simpan atau nilai gizi),
namun tetap ada kekhawatiran, disamping memberikan manfaat, juga memiliki resiko yang
menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia. Oleh karena itu, perlu diambil langkah-
langkah, baik secara hukum, administratif, maupun teknis untuk menjamin tingkat keamanan
pangan. Atas dasar ini perlu adanya kajian keamanan hayati dan keamanan pangan yang
merupakan langkah kehati-hatian (precautionary approach).
Kekhawatiran terhadap pangan produk rekayasa genetika mencakup berbagai aspek, 3 isu yang
sering dipermasalahkan adalah :
Sesuai dengan pernyataan WHO, pangan produk rekayasa genetika yang tersedia di
pasaran internasional saat ini telah melewati kajian risiko dan kemungkinan besar tidak mungkin
menimbulkan risiko terhadap kesehatan manusia. Disamping itu, belum ditemukan efek terhadap
kesehatan manusia yang terjadi pada masyarakat yang mengkonsumsi pangan tersebut di negara-
negara dimana pangan tersebut telah diizinkan. Pelaksanaan Pengggunaan prinsip kajian risiko
berdasarkan pada prinsip-prinsip Codex yang tepat dan berkesinambungan.
D. Rekayasa Genetika Dalam Bidang Genetic Modifie
Adapun produk rekayasa genetika pada tanaman di Indonesia di antaranya adalah padi,
tomat, tebu, singkong, dan kentang (Prianto dan Yudhasasmita, 2017).
Dalam SNI 6729:2016 tentang Sistem Pertanian Organik disebutkan bahwa benih dari
hasil GMO tidak diperkenankan untuk digunakan. Selain benih, GMO tidak diperbolehkan untuk
digunakan sebagai bahan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), tidak
diperbolehkan untuk pakna hewan ternak yang kotorannya digunakan untuk bahan pembuatan
pupuk, tidak diperbolehkan menggunakan mikroorganisme yang berasal dari GMO, dan bakteri
pengurai/dekomposer bukan merupakan GMO.
Teknologi GMO dapat menjadi strategi dalam peningkatan produksi pangan dengan
keunggulan-keunggulan sebagai berikut :
Berbagai keunggulan lain dari tanaman yang diperoleh dengan teknik rekayasa genetika adalah
sebagai berikut :
• Menghasilkan jenis tanaman baru yang tahan terhadap kondisi pertumbuhan yang keras
seperti lahan kering, lahan yang berkadar garam tinggi dan suhu lingkungan yang
ekstrim.
• Toleran terhadap herbisida yang ramah lingkungan yang dapat mengganggu gulma, tetapi
tidak mengganggu tanaman itu sendiri.
• Meningkatkan sifat-sifat fungsional yang dikehendaki, seperti mereduksi sifat atau daya
alergi (toksisitas), menghambat pematangan buah, kadar pati yang lebih tinggi serta daya
simpan yang lebih panjang.
• Sifat-sifat yang lebih dikehendaki, misalnya kadar protein atau lemak dan meningkatnya
kadar fitokimia dan kandungan gizi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Rekayasa genetika adalah upaya pencangkokan gen dengan teknik rekombinasi DNA
pada mikroorganisme tertentu. Dengan rekayasa genetika, manusia dapat membuat
organisme yang tidak dapat menghasilkan bahan tertentu menjadi mampu
menghasilkan bahan tertentu yang dibutuhkan manusia.
Terlepas dari semua dampak yang timbul, potensi rekayasa genetika sungguh luar
biasa. Namun, pengujian dan penelitian lebih lanjut harus terus dilakukan untuk
mendidik masyarakat tentang keuntungan maupun kerugian dari upaya rekaya
genetika.
3.2 SARAN
Dengan penyusunan makalah ini, kami berharap pada pembaca khususnya para
mahasiswa dan teman-teman dan kami juga dapat mengembangkan makalah ini supaya lebih
sederhana dan lebih mudah di mengerti serta semoga pengetahuan mengenai system pencernaan
manusia dapat diaplikasikan dalam kehidupan atau dapat digunakan dalam banyak aspek
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Rekayasa_genetika
2. https://www.qureta.com/post/rekayasa-genetika-dan-kesehatan-manusia
3. https://www.academia.edu/31678991/Bioteknologi_Forensik ovysta Darsono
4. Kartika Ratna Pertiwi Staf Pengajar pada Jurdik Biologi FMIPA UNY
Email: doktertiwi@gmail.com
5. http://bbppmbtph.tanamanpangan.pertanian.go.id/index.php/informasi/267
6. https://dpkp.jogjaprov.go.id/baca/GMO+%28Genetically
+Modified+Organism%29+dalam+Pertanian+Organik/
7. Rao, V. S. (2014-12-19). Transgenic Herbicide Resistance in Plants (dalam bahasa Inggris).
CRC Press. hlm. 150. ISBN 978-1-4665-8738-0.