Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENIMBUNAN BAHAN BAKAR MINYAK SOLAR SUBSIDI

Disusun Oleh:
Nama : Dimas Nugroho
NPM : 2174201060
Dosen Pengampu : Dr. Rangga Jayanuarto,SH.MH

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kharunianya
sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah saya dengan tepat waktu. Makalah ini
berjudul “Penimbunan Bahan Bakar Minyak Solar Subsidi” yang dibuat sebagai pemenuhan
tugas mata kuliah Kriminologi yang di di ampu oleh bapak Dr. Rangga Jayanuarto,SH.MH.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada bapak Dr. Rangga Jayanuarto,SH.MH
selaku dosen pengampu yang telah membimbing saya dalam menulis makalah ini. Makalah
ini jauh dari kata sempurna, terdapat kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat
diharapkan agar makalah ini bisa menjadi lebih baik..

Akhir kata semoga makalah ini bisa menambah wawasan bagi pembacanya dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bengkulu, 11 Oktober 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................5
1.3 Tujuan.............................................................................................................................6
BAB II.......................................................................................................................................7
2.1 Penimbunan Solar Bersubsidi.......................................................................................7
2.2 Teori Pertimbangan Putusan Hakim............................................................................7
2.3 Teori Pertanggungjawaban Pidana..............................................................................8
2.4 Teori Pemindaan............................................................................................................8
2.5 Tindak Pidana Penimbunan..........................................................................................9
2.6 BBM Bersubsidi Jenis Solar..........................................................................................9
BAB III....................................................................................................................................11
3.1 Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Yang Melakukan
Penyalahgunaan BBM Bersubsidi Jenis Solar.................................................................11
3.1.1 Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi...................................................................11
3.1.2 Izin usaha niaga..................................................................................................12
3.1.3 Penyimpanan BBM............................................................................................12
3.1.4 Pengangkutan BBM...........................................................................................12
3.2 Kasus Yang Terjadi Di Bengkulu Terkait Tindak Pidana BBM Bersubsidi
Jenis Solar...........................................................................................................................13
3.2.1 Kasus Penimbun Solar Subsidi di Bengkulu......................................................13
BAB IV....................................................................................................................................14
4.1 Kesimpulan..............................................................................................................14
4.2 Saran.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Istilah minyak bumi berasl dari bahasa Inggris, yaitu crude oil, dan istilah gas bumi
berasal dari bahasa Inggris, yaitu natural gas . Pengertian minyak bumi ditemukan dalam
pasal 3 huruf (i) The Petroleum Tax code, tahun 1997, India. Pasal 3 huruf (i) dalam
terjemahan bahasa Indonesia berbunyi sebagai berikut:

“petroleum berarti minyak mentah yang keberadaannya dalam bentuk kondisi alami, seperti
semua jenis hidro karbon, bitumen, keduanya baik dalam bentuk padat dan cair, yang
diperoleh dengan cara kondensasi (pengembunan) atau digali, termasuk didalamnya dengan
cara destilasi (sulingan/saringan) atau kondensasi (pengembunan) bilamana brkaitan dengan
hidro karbon yang sangat berat yang direktori sebagai bentuk campuran, tetapi tidak termasuk
gas alam” .

Minyak bumi di ambil dari dalam perut bumi terutama di area lepas pantai, setelah
diambil minyak bumi kemudian akan diolah menjadi berbagai macam jenis bahan bakar
seperti bensin, minyak tanah, residu, LPG, Termasuk solar. Berbicara tentang Solar
merupakan bahan bakar yang memiliki nilai cetana sebesar 48 dan meiliki titik didih 105
sampai 135°C. Solar banyak digunakan pada mesin Diesel dan pada bahan bakar industry
dan mempunyai nama lain yaitu Diesel. Tapi saat ini masyarakat mulai kesulitan dalam
mendapatkan bahan bakar solar dan mulai beralih ke bahan bakar alternatif selain solar
yaitu Biosolar.

Dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
dijelaskan bahwa pengertian dari Minyak bumi adalah: “hasil proses alami berupa
hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat,
termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses
penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk
padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi”.

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 4 UU Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Bumi dan
Gas dijelaskan bahwa pengertian Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dan
atau diolah dari minyak bumi. Minyak dan Gas Bumi (Migas) sebagai sumber daya alam
yang strategis dan tidak dapat diperbaharui merupakan komditas vital yang menguasai hajat
hidup orang banyak dan mempunyai arti penting dalam kegiatan perekonomian nasional.
Oleh karena itu, pengolahanya harus dilakukan secara professional dan berkelanjutan, agar
dapat memberikan manfaat secara maksimal berupa kesejahteraan bagi rakyat secara
keseluruhan .

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
1 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Penggunaan BBM yang menjelaskan wilayah serta
jumlah BBM bersubsidi yang diberikan. Subsidi BBM diberikan oleh pemerintah kepada
perusahaan Tambang Minyak Negara (Pertamina) sebagai konsekuensi dari penetapan harga
BBM yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Pertamina
melaksanakan tugas penyediaan dan pelayanan Bahan Bakar Minyak untuk keperluan dalam
negeri diperintahkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 Tentang Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara sebagai Tugas Pelayanan Masyarakat.

Pelaksanaan penyalahgunaan BBM secara ilegal memiliki maksud dan tujuan tertentu
untuk menguntungkan diri sendiri dengan memanfaatkan atau mengambil keuntungan dari
kondisi suatu tempat atau daerah yang sedang mengalami kelangkaan BBM. Penyalahgunaan
BBM secara ilegal tanpa izin merupakan kegiatan mengolah, membeli, memindahkan
dan/atau menampung BBM dengan cara membeli BBM ketika BBM masih dalam keadaan
normal. BBM tersebut disimpan untuk kemudian dijual kembali dengan harga yang sudah
dinaikkan dari harga normal semula, ketika suatu tempat atau daerah sedang mengalami
kelangkaan BBM.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang perlu dibahas, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap pelaku yang melakukan


penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis solar?
2. Kasus seperti apakah yang terjadi di Bengkulu terkait tindak pidana BBM bersubsidi
jenis solar?
I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana terhadap pelaku yang melakukan
penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis solar.
2. Untuk mengetahui kasus seperti apakah yang terjadi di Bengkulu terkait tindak pidana
BBM bersubsidi jenis solar.
BAB II
TINDAK PUSTAKA

2.1 Penimbunan Solar Bersubsidi


Kegiatan penimbunan adalah bagian dari monopoli, terdapat juga ciri-ciri monopoli
misalnya penetapan nilai, yang dimaksud dengan penetapan nilai adalah persetujuan untuk
menetapkan harga antara satu perkumpulan pengusaha dengan satu perkumpulan pengusaha
yang menimbulkan persaingan yang tidak wajar, dan juga terdapat kegiatan monopoli..

2.2 Teori Pertimbangan Putusan Hakim


Putusan hakim adalah puncak dari suatu perkara yang sedang diperiksa dan diadili oleh
pejabat yang ditunjuk. Hakim memberikan putusannya mengenai hal-hal sebagai berikut :

a. Keputusan mengenai peristiwanya, terlepas dari apakah terdakwa telah melakukan


perbuatan yang dipersalahkan kepadanya.

b. Keputusan mengenai hukumnya, terlepas dari apakah perbuatan yang dilakukan


terdakwa itu merupakan suatu tindakan pidana dan apakah terdakwa bersalah dan
dapat di pidana.

c. Keputusan mengenai pidananya, jika terdakwa memang dapat dipidana. Hakim dalam
membuat putusan harus didasarkan atau dikendalikan oleh Undang-Undang.

Hakim tidak boleh memaksakan hukuman yang lebih rendah dari batas minimal dan
selanjutnya hakim tidak boleh memaksakan hukuman yang lebih tinggi dari batas maksimal
hukuman yang ditentukan oleh Undang-Undang. Dalam membuat putusan ada beberapa teori
yang bisa di manfaatkan oleh hakim. Menurut Van Apeldoorn berpendapat mengenai
pemutusan perkara yang dilakukan hakim setidaknya memenuhi karateristik hakim itu
haruslah:

1. Menyesuaikan Undang-Undang dengan faktor-faktor konkrit, kejadiankejadian


konkrit dalam masyaraka

2. Menambah Undang-undang apabila tidak perlu


2.3 Teori Pertanggungjawaban Pidana
Konsep pertanggungjawaban pidana benar-benar merupakan masalah hukum serta
menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan umum yang dianut oleh masyarakat umum
atau perkumpulan-perkumpulan di dalam masyarakat sehingga pertanggungjawaban pidana
dapat diselesaikan dengan adanya keadilan.29 Menurut Roeslan Saleh pertanggungjawaban
pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada perbuatan pidana
dan secara subjektif memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak menyebutkan secara jelas


mengenai sistem pertanggungjawaban pidana yang dianut. Mengingat pengaturan dan
penilaian para ahli yang sah mengenai pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP dapat
simpulkan bahwa pasal-pasal ini mengandung unsur kesalahan yang disengaja atau
kecerobohan yang harus ditunjukkan oleh pengadilan, sehingga untuk memidanakan pelaku
yang melakukan perbuatan pidana, selain telah terbukti telah melakukan tindak pidana maka
mengenai unsur kesalahan yang disengaja ataupun atau kecerobohan juga harus ditunjukkan.

2.4 Teori Pemindaan


1. Teori absolut atau teori pembalasan (retributif)

Teori ini juga dikenal dengan teori mutlak atau teori imbalan, teori ini bertujuan untuk
memuaskan pihak yang dirugikan atau menjadi korban dan bermanfaat untuk
melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Menurut teori-teori absolut ini, setiap
kejahatan harus diiringi dengan pidana, tidak boleh tidak tanpa tawar menawar.
Seseorang tanpa pidana karena telah melakukan kejahatan. Tujuan pemidanaan
sebagai pembalasan pada umumnya dapat menimbulkan rasa puas bagi orang, yang
dengan jalan menjatuhkan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang telah
dilakukan.

2. Teori relatif atau teori tujuan (deterrence)

Teori ini dapat dikenal dengan nama teori nisbi yang menjadikan dasar penjatuhan
hukuman dan pelaksanaannya setidaknya harus berorientasi pada upaya mencegah
terpidana dari kemungkinan mengulangi kejahatan lagi di masa mendatang. Tujuan
hukuman harus dipandang secara ideal, selain dari itu tujuan hukuman adalah untuk
mencegah kejahatan. Teori ini berprinsip penjatuhan pidana guna menyelenggarakan
tertib masyarakat yang bertujuan membentuk suatu (prevensi) kejahatan.
3. Teori Gabungan

Teori ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas tertib pertahanan tata
tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan
pidana. 37 Pada dasarnya teori gabungan adalah gabungan teori absolut dan teori
relatif. Menurut Satochid Kartanegara bahwasanya teori gabungan sebagai berikut :
“Teori ini sebagai reaksi dari teori sebelumnya yang kurang dapat memuaskan
menjawab mengenai hakikat dari tujuan pemidanaan. Menurut ajaran teori ini dasar
hukum dari pemidanaan adalah terletak pada kejahatan itu sendiri, yaitu pembalasan
atau siksaan, akan tetapi di samping itu diakuinya pula sebagai dasar pemidanaan itu
adalah tujuan dari pada hukum.”

2.5 Tindak Pidana Penimbunan


Penimbunan yaitu pengumpulan atau penyimpanan uang tunai atau produk dalam
jumlah besar, karena takut tidak akan diperoleh lagi jika terjadi kekurangan atau kenaikan
harga, atau penyimpanan adalah perbuatan mengumpulkan barang-barang, sehingga barang
tersebut menjadi sedikit di pasaran kemudian menjualnya dengan harga yang sangat tertentu,
sehingga sulit bagi warga setempat untuk membelinya.

Tindak pidana penimbunan di bidang Minyak dan Gas Bumi telah dirumuskan pada
Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi, namun mengenai apa yang disebut tindak
pidana penimbunan BBM bersubsidi tidak dirumuskan secara tegas sehingga memungkinkan
timbulnya multi penafsiran dibeberapa kalangan. Rumusan unsur-unsur tindak pidana seperti
dirumuskan pasal Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi hanya untuk diterapkan
kepada pelaku terutama masyarakat yang melakukan kegiatan usaha di bidang minyak dan
gas bumi tanpa ijin yang sah.

2.6 BBM Bersubsidi Jenis Solar


BBM subsidi adalah BBM yang ditawarkan kepada rakyat dengan harga di bawah
harga bahan bakar dunia. Ini karena rakyat telah mendapatkan bantuan keuangan dengan
jenis harga terbatas sebelum bahan bakar sampai ke pembeli. Penurunan harga tersebut
mencakup dalam proses pengolahan minyak mentah dengan metode yang terkait dengan
pemberian bahan bakar minyak kepada pembeli.
Pemerintah memberikan subsidi untuk setiap liter BBM premium dan solar yang
beredar di pasaran. Awalnya, tidak ada masalah dengan dana pemerintah karena masih
mampu membiayai subsidi BBM. Meskipun demikian, harga minyak dunia terus meningkat
sehingga keuangan pemerintah tidak dapat mengatasi kebutuhan subsidi BBM ini.

Pemerintah juga mulai melakukan berbagai program yang dinilai bisa menghemat
penggunaan BBM bersubsidi. Langkah yang dilakukan adalah pengembangan pembatasan
BBM bersubsidi dengan memindahkan konsumsi BBM bersubsidi ke BBM nonsubsidi
(pertamax dan pertamax plus). Gerakan ini kurang membuahkan hasil, mengingat biaya yang
mahal antara BBM yang disubsidi dan yang nonsubsidi.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Yang Melakukan Penyalahgunaan


BBM Bersubsidi Jenis Solar
Bahan Bakar MinyakMenurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi (“UU Migas”), Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah bahan bakar yang berasal
dan/atau diolah dari Minyak Bumi. Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam
strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia
merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara. Penguasaan oleh negara
diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan.

3.1.1 Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi


Guna menjawab pertanyaan Anda, kita perlu ketahui dulu kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi. Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas:

1. Kegiatan Usaha Hulu yang mencakup:


a. Eksplorasi;
b.  Eksploitasi. 

2. Kegiatan Usaha Hilir yang mencakup:

a. Pengolahan;
b. Pengangkutan;
c. Penyimpanan;
d.  Niaga.

Kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja


sama. kegiatan usaha hulu dilaksanakan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap
berdasarkan kontrak kerja sama dengan badan pelaksana.

Sedangkan kegiatan usaha hilir dilaksanakan oleh badan usaha setelah mendapat izin


usaha dari pemerintah. izin usaha yang diperlukan untuk kegiatan usaha minyak bumi
dan/atau kegiatan usaha gas bumi dibedakan atas:

1. Izin usaha pengolahan;


2.  Izin usaha pengangkutan;
3.  Izin usaha penyimpanan;

3.1.2 Izin usaha niaga


Setiap badan usaha dapat diberi lebih dari 1 (satu) izin usaha sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.1.3 Penyimpanan BBM
Terhadap perbuatan yang melakukan penyimpanan BBM dilakukan dengan izin usaha
penyimpanan. yang dimaksud dengan izin usaha adalah izin yang diberikan kepada badan
usaha untuk melaksanakan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau niaga dengan
tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.

Berdasakan pernyataan , ada yang melakukan penimbunan BBM.


Penimbunan menurut Kamus Besar Bahasa  Indonesia sebagaimana yang kami akses dari
laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia adalah kegiatan ilegal dalam mengumpulkan barang-barang
yang dibatasi kepemilikannya oleh undang-undang.

Dari definisi ini disimpulkan bahwa penimbunan merupakan bentuk penyimpanan


BBM dengan cara ilegal, yaitu tidak sesuai dengan apa yang ditentukan undang-undang.
Setiap orang yang melakukan penyimpanan BBM tanpa memiliki Izin Usaha Penyimpanan
dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf c UU Migas:

Setiap orang yang melakukan penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23


tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah)

3.1.4 Pengangkutan BBM


Sama halnya dengan penyimpanan, untuk melakukan pengangkutan juga harus
memiliki Izin Usaha Pengangkutan. Setiap orang yang melakukan pengangkutan tanpa Izin
Usaha Pengangkutan dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf b UU
Migas:

Setiap orang yang melakukan Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23


tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah).
Adanya pihak yang mengangkut BBM bersubsidi tidak sesuai pada tujuan. Perbuatan
tersebut dapat diartikan sebagai penyalahgunaan pengangkutan BBM yang diatur dalam Pasal
55 UU Migas:

Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar


Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Dalam ketentuan ini, yang dimaksudkan dengan menyalahgunakan adalah kegiatan


yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara
yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan negara seperti antara lain kegiatan
pengoplosan BBM, penyimpangan alokasi BBM, Pengangkutan dan Penjualan BBM ke luar
negeri.

3.2 Kasus Yang Terjadi Di Bengkulu Terkait Tindak Pidana BBM Bersubsidi Jenis
Solar
3.2.1 Kasus Penimbun Solar Subsidi di Bengkulu
Seorang pria berinisial EW (32) ditangkap Subdit Gakkum Direktorat Polair Polda
Bengkulu karena kedapatan membawa 1 ton solar bersubsidi. Pria itu diduga kuat sebagai
penimbun solar subsidi untuk dijual kepada kendaraan industri.

"Pelaku ditangkap di di Jalan Ir Rustandi, Pulau Baai Kecamatan Kampung Melayu,


Kota Bengkulu. Saat dicek ditemukan BBM solar dalam jeriken, " Kabid Humas Polda
Bengkulu, Kombes Sudarno Kamis (18/8/2022).

EW ditangkap pada Selasa (16/8) lalu sekitar pukul 15.00 WIB. Saat itu, petugas
mencurigai pelaku yang membawa jeriken cukup banyak dalam mobil pick up. Dia kemudian
dihentikan dan diperiksa. Petugas kemudian menemukan satu ton solar dalam jeriken di
mobil pikap itu.

"Pengakuan EW minyak solar subsidi tersebut diambil dari SPDN Bina Laut di Jalan
Al Barokah Pulau Baai Kota Bengkulu dan akan dibawa ke Tugu Hiu untuk mengisi BBM
alat berat," jelas Sudarno.

Atas perbuatan tersebut, EW di jerat Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang


minyak dan gas bumi yang telah diubah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adanya pihak yang mengangkut BBM bersubsidi tidak sesuai pada tujuan. Perbuatan
tersebut dapat diartikan sebagai penyalahgunaan pengangkutan BBM yang diatur dalam Pasal
55 UU Migas:

Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar


Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Dalam ketentuan ini, yang dimaksudkan dengan menyalahgunakan adalah kegiatan


yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara
yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan negara seperti antara lain kegiatan
pengoplosan BBM, penyimpangan alokasi BBM, Pengangkutan dan Penjualan BBM ke luar
negeri.

4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dapat bisa
memahami isi makalah dengan baik dan dapat menjadikan makalah ini sebagai acuan untuk
belajar dan menambah wawasan. Semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan
semestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2005 Tentang Penyediaan dan Pendistribusian
Jneis Bahan Bakar mInyak Tertentu.

Undang-Undang Nomor 22. Tahun 2001. Tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136).

Undang-Undang Nomor 8. Tahun 1981. Tentang Hukum Acara Pidana.

Anda mungkin juga menyukai