Anda di halaman 1dari 2

TANGGAPAN / KESIMPULAN

ORASI ILMIAH
“Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Tantangannya bagi Indonesia:
Dalam Persepektif Hukum Perdagangan Internasional”
Yang disampaikan oleh:
Prof. Hikmahanto Juwana, S.H.,LL.M.,Ph.D.

Tanggapan diberikan oleh Muhammad Sabil Bakti Mahasiswa Program S2


Universitas Pelita Harapan Surabaya

Terhadap orasi ilmiah yang disampaikan oleh Prof. Hikmahanto Juwana, S.H.,LL.M.,Ph.D.
pada Acara Dies Natalies dan Wisuda Program Profesi, Spesialis, Magister dan Doktor
Universitas Indonesia tanggal 6 Februari 2016, saya sependapat dengan apa yang
disampaikan oleh Prof. Hikmahanto dalam orasi tersebut.

Bahwa dalam menghadapi yang namanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ada beberapa
aspek yang perlu diperhatikan karena akan memberikan dampak dan perubahan bagi negara-
negara anggota ASEAN khususnya Indonesia, aspek tersebut antara lain: 1) adanya Integrasi
Ekonomi, 2) Konsekuensi Hukum MEA, 3) Bagaimana Indonesia menjawab tantangan di era
MEA.

Adanya Integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan memberikan peluang pasar
yang sama bagi seluruh negara-negara anggota ASEAN bahkan menghilangkan pelbagai
hambatan serta memberi jaminan dan perlindungan bagi pelaku usaha dalam menjalankan
usahanya, dalam integrasi ekonomi, kegiatan sejumlah negara yang berkaitan dengan pasar
dan tempat berproduksi menjadi tunggal

Pasar dan tempat berproduksi sejumlah negara menjadi tunggal karena adanya lembaga
supranasional yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan dari waktu ke waktu agar setiap
negara yang turut dalam integrasi ekonomi memberlakukakan sebagai kebijakan nasionalnya.
Adanya wadah tunggal bagi negara-negara ASEAN akan mampu meningkatkan kekuatan dan
daya saing menghadapi kekuatan-kekuatan ekonomi dari kawasan lain dalam merebut
pangsa pasar dan tempat berproduksi.

Konsekuensi Hukum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), bahwa salah satu tujuan
pendirian ASEAN adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan
pengembangan budaya di kawasan melalui usaha bersama dalam semangat kesetaraan dan
kemitraan untuk memperkuat fondasi masyarakat negara-negara Asia Tenggara yang
sejahtera dan damai, para Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan negara-negara ASEAN
menyepakati agar MEA terbentuk pada tahun 2015.
MEA ditujukan bagi investor dari berbagai tempat di dunia yang hendak berinvestasi di negara
ASEAN. Investor akan diperlakukan sama ketika hendak melakukan investasi di salah satu
negara ASEAN. Setiap negara ASEAN wajib memberi insentif yang sama bagi para investor.
Oleh karenanya, karena alasan ini negara-negara ASEAN tidak diperbolehkan untuk saling
bersaing untuk menarik investor.
Intinya, meski kedaulatan ada di masing-masing negara ASEAN, namun secara pasar dan
tempat berproduksi maka negara-negara ASEAN adalah ‘provinsi’ yang harus mengikuti
arahan dari ‘pemerintah pusat’.
Adapun pemerintah pusat yang dimaksud adalah forum pengambilan keputusan di tataran
para pejabat ASEAN, termasuk Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Lembaga ini akan
menjadi lembaga supranasional.
Indonesia menjawab tantangan di era MEA, bahwa bagi Indonesia keuntungannya dalam
menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ada dua hal yaitu Pertama, Indonesia
dapat memanfaatkan MEA untuk memperbesar pasar bagi produk-produk dan jasa dari
pelaku usaha Indonesia. Kedua, keikutsertaan Indonesia dalam MEA diharapkan dapat
memperluas pasar kerja yang lebih luas bagi angkatan kerja Indonesia.
Ketika ASEAN 2020 divisikan pada tahun 1997, kawasan Asia khususnya Asia Tenggara
sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi. Indonesia pada saat itu
memiliki keyakinan bahwa agar kemajuan tercapai di kawasan Asia Tenggara, maka
ekonominya harus terintegrasi, namun sejak tahun 1997 Indonesia mengalami sejumlah
krisis, termasuk pelambatan ekonomi yang beberapa kali terjadi. Krisis ekonomi telah
memorak-porandakan kemajuan ekonomi yang selama ini telah dicapai.
Dalam konteks hukum perdagangan internasional, banyak tantangan yang membayangi
keberlakuan MEA bagi Indonesia meski telah dilakukan diseminasi secara masif oleh para
pejabatnya bahwa Indonesia siap dan akan menuai keuntungan.
Tantangan pertama yaitu mengenai apakah Indonesia dapat memberi warna dalam
pembuatan kebijakan dalam lembaga supranasional di ASEAN terkait keberadaan MEA.
Tantangan kedua yakni dalam hukum perdagangan internasional, integrasi ekonomi
memberikan dampak yang signifikan kepada barang atau jasa masuk ke suatu negara maka
barang dan jasa tersebut wajib diterima oleh negara lain yang menjadi anggota dari integrasi
ekonomi.
Tantangan ketiga, berbagai keadaan yang memicu keengganan para pelaku usaha
mancanegara untuk memilih Indonesia sebagai tempat berproduksi. Misalnya iklim investasi
yang kurang kondusif, akan berdampak pada ketersediaan lapangan kerja di Indonesia.
Artinya, tidak ada korelasi antara pasar yang besar dengan pembukaan lapangan kerja.
Tantangan kelima, dalam integrasi ekonomi, pemerintah dari negara-negara anggota tidak
boleh memiliki keberpihakan kepada pelaku usahanya sendiri. Pemerintah suatu negara yang
tergabung dalam integrasi ekonomi harus memperlakukan pelaku usaha dari negara lain yang
juga merupakan anggota dari integrasi ekonomi secara sama. Hal ini terjadi karena prinsip
integrasi ekonomi adalah pemerintah dari negara yang tergabung dalam integrasi ekonomi
hanya ‘melaksanakan’ apa yang menjadi keputusan dari lembaga supranasional yang
menjadi pemerintah pusat.
Tantangan keenam, dalam hukum perdagangan internasional, integrasi ekonomi berarti pada
saat keputusan telah diambil oleh lembaga supranasionalnya maka negara-negara yang
menjadi anggota integrasi ekonomi harus menindak-lanjuti keputusan tersebut ke dalam
kebijakan dan legislasi nasionalnya.
Terakhir, dalam hukum perdagangan internasional, integrasi ekonomi memberikan
kewenangan kepada lembaga supranasional untuk membuat keputusan. Keputusan ini tidak
dapat diajukan keberatan oleh komponen masyarakat di negara anggota integrasi ekonomi
dengan tujuan untuk menyatakan tidak sah keputusan yang diambil di tingkat lembaga
supranasional.

Anda mungkin juga menyukai