Anda di halaman 1dari 15

Masyarakat Ekonomi ASEAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Bisnis & Perekonomian Indonesia


Dosen Pengampu : Arief Fitriyanto, S.E.Sy., M.Si

Disusun Oleh :

Syahril Amir 2002055041

EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan juga
karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah dengan judul “Masyarakat
Ekonomi Asean” dengan sebaik-baiknya. Walaupun beberapa hambatan yang kami alami
dalam proses penyusunan makalah ini, akan tetapi penulis bersyukur dapat berhasil
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Dalam penulisan makalah kali ini bertujuan untuk melaksanakan tugas pada mata
kuliah “Bisnis dan Perekonomian Indonesia” yang diampu oleh Bapak Arief Fitriyanto,
S.E.Sy., M.Si. tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang
juga bekerja keras untuk melengkapi bahan makalah dan juga memberi kontribusi sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Harapan kami kepada pembaca dari pembuatan makalah yang kami selesaikan
yakni makalah yang kami buat dapat berguna bagi kita bersama untuk tambahan ilmu
pengetahuan.
Kami juga menyadari bahwasannya dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman
pembaca yang bersifat membangun agar menyempurnakan makalah ini. Kami berharap
semoga makalah yang kami buat bisa bermanfaat bagi kami khususnya bagi pembaca pada
umumnya.

Jakarta, 19 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................2

DAFTAR ISI .....................................................................................................................3

BAB I ................................................................................................................................4

PENDAHULUAN .............................................................................................................4

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................5

1.3 Tujuan.....................................................................................................................5

BAB II...............................................................................................................................6

TIJAUAN TEORI..............................................................................................................6

2.1 Kebijakan Ketanakerjaan di Indonesia.................................................................6

2.2 Posisi Indonesia dalam Perdagangan dan Investasi ASEAN ................................7

2.3 Daya Saing dan Kinerja Indonesia ........................................................................9

2.4 Peluang dan Tantangan ....................................................................................... 10

BAB III ........................................................................................................................... 12

PENUTUP ....................................................................................................................... 12

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 12

3.2 Saran ..................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 15


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persatuan negara-negara Asia Tenggara atau yang dikenal dengan Association
of Southeast Asian Nations atau ASEAN dibentuk dalam rangka kerja sama di
bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik, pendidikan, dan kestabilan regional. Salah
satunya adalah membentuk pasar tunggal. Pasar tunggal adalah pasar bersama
dalam suatu kawasan di mana aturan dan kebijakannya dibentuk bersama. Para
pemimpin ASEAN sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia
Tenggara pada akhir 2015. Kesepakatan ini dilakukan agar daya saing ASEAN
meningkat serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing.
Pasar tunggal ini disebut dengan istilah Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA.
Di Indonesia, sejak awal periode Orde Baru (1966-1998) hingga sekarang ini
sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendukung perkembangan
dan pertumbuhan usaha UMKM di dalam negeri dalam berbagai macam program
dan kebijakan/peraturan, termasuk menerbitkan undang-undang (UU) UMKM
No.20 tahun 2008. Program-program yang telah/masih dilakukan mulai dari
berbagai skim kredit bersubsidi mulai dari KIK (Kredit Investasi Kecil) dan KMKP
(Kredit Modal Kerja Permanen) pada decade 1970-an hingga KUR (Kredit Usaha
Rakyat) yang diperkenalkan oleh Presiden SBY.
Namun banyak studi maupun data nasional yang ada menunjukkan bahwa
kinerja UMKM di Indonesia masih relatif buruk bukan saja dibandingkan dengan
usaha besar (UB), tetapi juga dibandingkan dengan UMKM di negara-negara maju
(NM). 1 Bahkan belakangan ini, muncul perdebatan terutama dikalangan akademis
dan pembuat kebijakan apakah UMKM Indonesia mampu bersaing di pasar ekspor
atau paling tidak bisa bertahan di pasar dalam negeri terhadap persaingan yang
semakin ketat dari barang-barang impor. Perdebatan ini semakin sengit dengan
diberlakukannya CAFTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEASEAN) pada
tahun 2015 nanti, yang pada intinya adalah tidak ada lagi hambatan terhadap arus
barang dan jasa, manusia dan modal antara negara-negara anggota ASEAN. Jadi,
permasalahan yang sedang dihadapi oleh UMKM Indonesia saat ini, yang menjadi
pembahasan utama dari tulisan ini, adalah menyangkut dua pertanyaan berikut.
Pertama, mampukah kelompok usaha tersebut bersaing atau bahkan bertahan
terhadap semakin gencarnya barang-barang impor yang masuk ke pasar domestik?
Kedua, mampukah UMKM Indonesia memanfaatkan peluang yang muncul dari
diberlakukannya CAFTA dan nanti pada tahun 2015 ME-ASEAN, yakni
kesempatan memperluas pasar ekspor?
Dengan latar belakangan dan dua pertanyaan tersebut di atas, dengan
menganalisis data sekunder dan melakukan studi literatur kunci mengenai dampak
dari liberalisasi perdagangan terhadap UMKM, penelitian yang sederhana ini
bertujuan mengkaji kinerja ekspor UMKM Indonesia dan membahas tantangan,
peluang dan ancaman yang dihadapi oleh kelompok usaha tersebut dengan
diberlakukannya pasar bebas ASEAN.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka yang akan menjadi
persoalan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Pengetauan tentang Pasar Tunggal ASEAN
2. Mengetauhi Posisi Indonesia Dalam Perdagangan dan Investas ASEAN
3. Mengetauihi Daya Saing dan Kinerja Indonesia pada Pasar Tunggal ASEAN
4. Mengetauhi Peluang dan Tantangan Pasar Tunggal ASEAN

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pasar Tunggal ASEAN
2. Untuk Mengetahui Posisi Indonesia dalam Perdagangan dan Investasi
3. Untuk Mengetahui Daya Saing dan kinerja indonesia di Pasar Tunggal ASEAN
4. Untuk Mengetahui Peluang dan Tantangan Pasar Tunggal ASEAN
BAB II
TIJAUAN TEORI

2.1 Kebijakan Ketanakerjaan di Indonesia


Indonesia merupakan Negara hokum pancasila yang bercirikan Negara
kesejahteraan sebagaimana dalam Alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945
menyatakan sebagai berikut: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial….”
Alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 di atas mengartikan bahwa, dengan
diembannya tugas negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan umum maka
pembentukan berbagai peraturan di Negara Republik Indonesia menjadi sangat
penting, peran negara dalam mengurusi kesejahteraan rakyat dalam bidang hukum,
sosial, politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, pertahanan keamanan serta
mewujudkan keadilan sosial diselenggarakan melalui pembentukan peraturan-
peraturan negara. Dalam negara kesejahteraan (welfare state/ verzorgingsstaat), tugas
pemerintah tidak hanya terbatas untuk melaksanakan undang-undang yang telah dibuat
oleh legislatif. Dalam persfektif welfare state, pemerintah dibebani kewajiban untuk
menyelenggarakan kepentingan umum (bestuurszorg) atau mengupayakan
kesejahteraan sosial, yang dalam menyelenggarakan kewajiban itu pemerintah diberi
kewenangan untuk campur tangan (staatsbemoeienis) dalam kehidupan masyarakat,
dalam batasbatas yang diperkenankan oleh hukum. Sehingga campur tangan
pemerintah tersebut dapat dilaksanakan melalui kewenangan yang diberikan oleh
undang-undang dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat dalam bidang hukum, sosial,
politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, pertahanan keamanan serta mewujudkan
keadilan sosial.

Sehubungan dengan tujuan bernegara bangsa Indonesia, sebagaimana tercantum


pada pembukaan UUD NRI 1945 tersebut, para pakar menyebutkan bahwa tujuan
negara seperti itu mencerminkan tipe negara hukum kesejahteraan (welfare state).
Teori negara hukum kesejahteraan merupakan perpaduan antara konsep negara hukum
dan negara kesejahteraan. Negara hukum (rechstaat) ialah negara yang menempatkan
hukum sebagai dasar kekuasaannya dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam
segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Sedangkap konsep negara
kesejahteraan adalah negara atau pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga
keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi pemikul utama tanggung jawab
mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.

2.2 Posisi Indonesia dalam Perdagangan dan Investasi ASEAN


Kerjasama internasional adalah hal yang penting dalam kebijakan dan politik luar
negeri suatu negara. Melalui kerjasama internasional negara bisa mendapatkan
manfaat dari peluang-peluang yang ditawarkan untuk mencapai kepentingan
nasionalnya. Dalam era globalisasi dan liberalisasi yang menjadi realita baru saat ini,
kerjasama internasional tidak dapat dihindari dan dilakukan demi mencapai
kepentingan nasional sebuah negara. Indonesia tergabung dalam kerjasama kawasan
ASEAN yaitu kerjasama regional antar negara-negara kawasan Asia Tenggara.
Pendirian ASEAN1 dilatar belakangi oleh ketidakstabilan ekonomi, persamaan nasib
yang hampir semuanya mengalami penjajahan (kecuali Thailand) dan meminimalisasi
konflik kepentingan yang terjadi antar negara dikawasan Asia Tenggara. ASEAN
sebagai organisasi regional bekerjasama di bidang politik,ekonomi, sosial budaya dan
bertujuan untuk menciptakan stabilitas dan kedamaian Asia Tenggara.
Pada ASEAN Summit ke 12 ditanda tangani Cebu Declaration pada 13 januari 2007
oleh para pemimpin ASEAN yang juga menyepakati percepatan pembentukan
ASEAN Economic Community (AEC) dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 guna
menghadapi kompetisi global terutama dari China dan India. Selanjutnya pada KTT
ASEAN ke-13 di Singapura, 20 November 2007 dilakukan penandatangan ASEAN
Charter5 yang merupakan kerangka hukum dan komitmen dalam meningkatkan dan
mendorong kerjasama negara-negara anggota ASEAN dan menyepakati ASEAN blue
print6 , sebagai pedoman bagi seluruh negara anggota dalam mengimplementasikan
komitmen AEC.7 Diawal ratifikasi ASEAN charter terjadi penolakan oleh DPR
dikarenakan ASEAN Charter tidak begitu kuat landasan hukumnya dalam melindungi
negara-negara anggotanya dan dikarenakan posisi ekonomi Indonesia yang lemah dan
terjadi ketakutan apabila Indonesia hanya akan menjadi pangsa pasar bagi negara-
negara ASEAN lainnya.
Jika dilihat dari kondisi seperti ini tantangan ada didepan mata bagi Indonesia.
Persaingan antar negara anggota ASEAN akan semakin ketat dan Indonesia perlu
mewaspadai hal ini. Seperti yang diketahui negara-negara ASEAN memiliki kesamaan
basis produksi sehingga diperlukan strategi dan koordinasi yang baik antara
pemerintah dan masyarakat. Singapura telah menunjukkan kesiapannya untuk
melakukan integrasi ekonomi AEC 2015 dengan melakukan perbaikan iklim investasi.
Indonesia, sebagai negara dengan potensi yang besar dari segi jumlah penduduk dan
jumlah pekerja produktif, sumber daya mineral, pertanian, perkebunan, kehutanan dan
perikanan-kelautan, teknologi dan industri serta wilayah yang dapat dimanfaatkan
secara maksimal, berada dalam posisi yang seharusnya menguntungkan untuk
mendapat manfaat yang sebesarbesarnya dari proses integrasi ekonomi kawasan ini.
Manfaat yang ditawarkan oleh Blue print tersebut dapat terwujud bila masing-masing
negara anggota ASEAN termasuk Indonesia dapat segera melakukan penyesuaian,
persiapan dan perbaikan, baik secara kolektif maupun individual. Namun seperti yang
diketahui Indonesia masih belum mampu dan belum melakukan perbaikan-perbaikan
mendasar dalam negeri.
Menurut Nugroho, saat ini, posisi Indonesia di antara negara ASEAN lainnya
berada di level menengah ke bawah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil
terlihat nyata di tengah krisis ekonomi yang bersumber dari negara maju dan
perlambatan ekonomi negara berkembang. “Tingkat pertumbuhan tahunan Indonesia
selama 20 kuartal terakhir adalah yang paling stabil di dunia,” menurut majalah British
Economist (10 November 2012, “Asia’s Great Moderation”).
2.3 Daya Saing dan Kinerja Indonesia
Peringkat daya saing Indonesia 2016-2017 berada di peringkat 63 atau turun 26
peringkat dibandingkan posisi tahun 2015-2016 yang berada di urutan 37, hal tersebut
seperti dimuat dalam Global Competitiveness Index, meski Indonesia telah banyak
melakukan reformasi di berbagai sektor, namun secara performansi empat negara lain
berhasil menggeser posisi Indonesia. Negara tersebut yakni Malta, India, Kuwait dan
Azerbaijan.
Perbaikan terhadap daya saing Indonesia perlu terus didorong terhadap sektor iklim
investasi, regulasi perdagangan maupun industri, kerjasama baik tingkat ASEAN
maupun kawasan Asia Pasifik dan mendorong peran sektor swasta dalam
meningkatkan kinerja logistik. Oleh karenanya, perlu dikaji kembali kebijakan yang
selama ini masih memiliki hambatan dalam rangka pertumbuhan investasi dan
kepastian berusaha dalam negeri. Dari sektor perindustrian, dibutuhkan adalah
ketersediaan energi dan sumber daya manusia sektor industri, dengan demikian produk
yang dihasilkan perlu pengawasan sehingga hasil dapat terjaga, meningkatkan dan
mengembangkan inovasi serta model dari turunan produk industri tersebut. Dari segi
transportasi, perlu didukung agar pengembangan dapat terealisasi dengan adanya
perencanaan yang matang dan didukung sumber daya manusia andal dalam
penyusunan rencana pembangunan infrastruktur, serta anggaran sehingga realisasi
terhadap target sesuai dengan harapan.
Daya saing Indonesia tahun 2016 berada pada peringkat 63 dan Performa Logistik
(peringkat 63) dan kualitas infrastruktur Indonesia (peringkat 60) dirasakan masih
perlu perbaikan. Halhal yang menjadi hambatan dalam sistem logistik adalah kualitas
infrastruktur Indonesia, tingginya biaya containter handling charge (CHC), kurangnya
kompetensi tenaga bidang logistik. Oleh karena itu, menurut hemat penulis dapat
disarankan hal-hal sebagai berikut : (1) perbaikan sektor logistik dimulai dengan
memperpendek rantai logistik nasional, (2) koordinasi lintas sektor dalam kegiatan
logsitik nasional, (3) Memperbaiki sektor transportasi antarmoda/multimoda dalam hal
jaringan dan simpul transportasi, (4) Memberikan insentif pajak untuk mendorong
sektor swasta, badan usaha untuk menciptakan iklim usaha sektor logistik yang sehat,
Berikut (5) Melakukan perbaikan dalam SOP dalam sistem bongkar muat di
pelabuhan, (6) Menerapkan sistem teknologi informatika dalam sistem pengurusan
dokumen, (7) Menurunkan biaya container handling charge (CHC) di pelabuhan, (8)
Menetapkan mata uang Rupiah pada biaya kegitan usaha di pelabuhan, (9) Mendorong
terbentuknya “pusat logistik” dan “rumah logistik”.

2.4 Peluang dan Tantangan


Secara umum setidak-tidaknya terdapat empat hal penting terkait pelaksanaan
MEA 2015. Pertama, ASEAN sebagai pasar dan produksi tunggal. Kedua,
pembangunan ekonomi bersama. Ketiga, pemerataan ekonomi. Dan, keempat,
perkuatan daya saing, termasuk pentingnya pekerja yang kompeten. Kesepakatan
pelaksanaan MEA ini diikuti oleh 10 negara anggota ASEAN yang memiliki total
penduduk 600 juta jiwa dan sekitar 43 persen jumlah penduduknya ada di Indonesia.
Artinya, pelaksanaan MEA akan menempatkan Indonesia sebagai pasar utama yang
besar, baik untuk arus barang maupun investasi.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para
pencari kerja karena akan tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan keahlian
yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi ke luar negeri dalam rangka
mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan kemungkinannya tanpa ada hambatan
tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk
mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Sebaliknya, situasi
seperti ini juga memunculkan risiko ketenagakerjaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi
pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja
yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Organisasi Buruh Internasional
(ILO), MEA dapat menciptakan 14 juta lapangan kerja tambahan atau mengalami
kenaikan 41 persen pada 2015 karena semakin bebasnya pergerakan tenaga kerja
terampil. Pertumbuhan ekonomi regional pun bisa terdongkrak menjadi 7 persen.
Namun demikian, Indonesia kemungkinan tidak banyak diuntungkan. Taksiran
lapangan kerja baru hanya mencapai 1,9 juta atau 1,3 persen dari total pekerja.
Sementara ILO memperkirakan permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan
meningkat 22 persen atau 38 juta dan tenaga kerja level rendah meningkat 24 persen
atau 12 juta. Menurut kajian tersebut, sekitar setengah dari tenaga kerja sangat terampil
diramalkan akan bekerja di Indonesia. Sayangnya, sebagian besar lapangan pekerjaan
itu justru akan diperebutkan oleh calon pekerja yang kurang terlatih dan minim
pendidikan. Akibatnya, kesenjangan kecakapan itu akan mengurangi produktivitas dan
daya saing Indonesia.
Adapun beberapa persoalan mendasar yang masih dihadapi Indonesia dalam rangka
menghadapi MEA 2015. Pertama, masih tingginya jumlah pengangguran terselubung
(disguised unemployment). Kedua, rendahnya jumlah wirausahawan baru untuk
mempercepat perluasan kesempatan kerja. Ketiga, pekerja Indonesia didominasi oleh
pekerja tidak terdidik sehingga produktivitas mereka rendah. Keempat, meningkatnya
jumlah pengangguran tenaga kerja terdidik, akibat ketidaksesuaian antara lulusan
perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kelima, ketimpangan
produktivitas tenaga kerja antarsektor ekonomi. Keenam, sektor informal
mendominasi lapangan pekerjaan, dimana sektor ini belum mendapat perhatian
optimal dari pemerintah. Ketujuh, pengangguran di Indonesia merupakan
pengangguran tertinggi dari 10 negara anggota ASEAN, termasuk ketidaksiapan
tenaga kerja terampil dalam menghadapi MEA 2015. Kedelapan, tuntutan pekerja
terhadap upah minimum, tenaga kontrak, dan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Kesembilan, masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang banyak tersebar di luar
negeri.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebijakan Ketanakerjaan di Indonesia Indonesia merupakan Negara hokum
pancasila yang bercirikan Negara kesejahteraan sebagaimana dalam Alinea ke-4
Pembukaan UUD NRI 1945 menyatakan sebagai berikut: “Kemudian daripada itu
untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial….” Alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 di atas mengartikan bahwa, dengan
diembannya tugas negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan umum maka
pembentukan berbagai peraturan di Negara Republik Indonesia menjadi sangat
penting, peran negara dalam mengurusi kesejahteraan rakyat dalam bidang hukum,
sosial, politik, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, pertahanan keamanan serta
mewujudkan keadilan sosial diselenggarakan melalui pembentukan peraturan-
peraturan negara.

Dalam persfektif welfare state, pemerintah dibebani kewajiban untuk


menyelenggarakan kepentingan umum (bestuurszorg) atau mengupayakan
kesejahteraan sosial, yang dalam menyelenggarakan kewajiban itu pemerintah diberi
kewenangan untuk campur tangan (staatsbemoeienis) dalam kehidupan masyarakat,
dalam batasbatas yang diperkenankan oleh hukum.

Negara hukum (rechstaat) ialah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar
kekuasaannya dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya
dilakukan di bawah kekuasaan hukum.

2.2 Posisi Indonesia dalam Perdagangan dan Investasi ASEAN Kerjasama


internasional adalah hal yang penting dalam kebijakan dan politik luar negeri suatu
negara. Dalam era globalisasi dan liberalisasi yang menjadi realita baru saat ini,
kerjasama internasional tidak dapat dihindari dan dilakukan demi mencapai
kepentingan nasional sebuah negara.

Selanjutnya pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura, 20 November 2007 dilakukan


penandatangan ASEAN Charter5 yang merupakan kerangka hukum dan komitmen
dalam meningkatkan dan mendorong kerjasama negara-negara anggota ASEAN dan
menyepakati ASEAN blue print6 , sebagai pedoman bagi seluruh negara anggota
dalam mengimplementasikan komitmen AEC.7 Diawal ratifikasi ASEAN charter
terjadi penolakan oleh DPR dikarenakan ASEAN Charter tidak begitu kuat landasan
hukumnya dalam melindungi negara-negara anggotanya dan dikarenakan posisi
ekonomi Indonesia yang lemah dan terjadi ketakutan apabila Indonesia hanya akan
menjadi pangsa pasar bagi negara-negara ASEAN lainnya.

Indonesia, sebagai negara dengan potensi yang besar dari segi jumlah penduduk
dan jumlah pekerja produktif, sumber daya mineral, pertanian, perkebunan, kehutanan
dan perikanan-kelautan, teknologi dan industri serta wilayah yang dapat dimanfaatkan
secara maksimal, berada dalam posisi yang seharusnya menguntungkan untuk
mendapat manfaat yang sebesarbesarnya dari proses integrasi ekonomi kawasan ini.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil terlihat nyata di tengah krisis ekonomi
yang bersumber dari negara maju dan perlambatan ekonomi negara berkembang.

2.3 Daya Saing dan Kinerja Indonesia Peringkat daya saing Indonesia 2016-2017
berada di peringkat 63 atau turun 26 peringkat dibandingkan posisi tahun 2015-2016
yang berada di urutan 37, hal tersebut seperti dimuat dalam Global Competitiveness
Index, meski Indonesia telah banyak melakukan reformasi di berbagai sektor, namun
secara performansi empat negara lain berhasil menggeser posisi Indonesia.

Dari sektor perindustrian, dibutuhkan adalah ketersediaan energi dan sumber daya
manusia sektor industri, dengan demikian produk yang dihasilkan perlu pengawasan
sehingga hasil dapat terjaga, meningkatkan dan mengembangkan inovasi serta model
dari turunan produk industri tersebut.

Oleh karena itu, menurut hemat penulis dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :
(1) perbaikan sektor logistik dimulai dengan memperpendek rantai logistik nasional,
(2) koordinasi lintas sektor dalam kegiatan logsitik nasional, (3) Memperbaiki sektor
transportasi antarmoda/multimoda dalam hal jaringan dan simpul transportasi, (4)
Memberikan insentif pajak untuk mendorong sektor swasta, badan usaha untuk
menciptakan iklim usaha sektor logistik yang sehat, Berikut (5) Melakukan perbaikan
dalam SOP dalam sistem bongkar muat di pelabuhan, (6) Menerapkan sistem teknologi
informatika dalam sistem pengurusan dokumen, (7) Menurunkan biaya container
handling charge (CHC) di pelabuhan, (8) Menetapkan mata uang Rupiah pada biaya
kegitan usaha di pelabuhan, (9) Mendorong terbentuknya “pusat logistik” dan “rumah
logistik”.

3.2 Saran
Perlu ada banyaknya studi kasus mengenai pasar tentang indosnesia di ASEAN
sehingga banyak pengetahuan yang dapat diimplementasikan kedalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Suhardi. 2010. Serba Tahu tentang Dunia. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Anggrek.
Tambunan, T. T. (2012). Peluang, Tantangan dan Ancaman bagi UMKM Indonesia dalam Era
CAFTA dan ME-ASEAN 015. In
Fadli, M. (2014). Optimalisasi kebijakan ketenagakerjaan dalam menghadapi masyarakat
ekonomi ASEAN 2015.
Departemen Perdagangan Republik Indonesia,” Menuju ASEAN ECONOMIC COMMUNITY
2015”
Mohtar Mos’ed, Ilmu Hubungan Internasional displin dan metodologi. 1990. LP3ES. Jakarta.
Hal.
Berkowitz, Eric N. Kerin, Roger A. Hartley, S. W., & Rudelius, W. 2000. Marketing . New
York: Irwin McGraw-Hill.
Blanchard, David. 2010.Supply Chain Management Best Practices. John Wiley & Sons, Inc

Anda mungkin juga menyukai