Anda di halaman 1dari 15

Senyawa Bioaktif dari Buah dan Biji Kurma (Phoenix

dactylifera L.) – Potensi Pangan Fungsional


Tsani Adiyanti1*(240120180501)
1
Magister Teknologi Agroindustri, Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas
Padjadjaran

Abstrak

Buah kurma salah satu makanan yang banyak manfaatnya bagi kesehatan.
Kandungan senyawa-senyawa yang ada didalam buah maupun biji kurma
memberikan efek yang baik untuk tubuh. Buah kurma memiliki tiga tahapan
kematangan yaitu khalal atau besser, ruthab, dan tamr. Dari setiap tahapan
tersebut memiliki sifat dan kandungan senyawa yang berbeda-beda. Kandungan
glukosa yang tinggi dengan kadar air rendah ada pada buah kurma pada tahapan
tamr. Kandungan senyawa kimia yang ada pada kurma diantaranya karbohidrat,
protein, lipid, dan mineral. Buah kurma memiliki sifat nuraceutical, yaitu sebagai
atioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antidiabetes dan antikanker.

Keyword: Kurma, Komponen Kimia, Sifat Nuraceutical, Pangan Fungsional

Pendahuluan

Buah kurma adalah salah satu makanan tersehat. Buah ini menjadi bagian
terpenting dari kehidupan masyarakat di padang pasir dan cara untuk bertahan
hidup dalam kondisi gersang. Meskipun sekitar tiga perempat atau lebih buahnya
terdiri dari gula, ada banyak komponen nutrisi lainnya seperti mineral, vitamin,
antioksidan, dan serat pangan (Farag 2015). Buah kurma memiliki tahapan
tahapan kematangan dalam pertumbuhannya. Tiga tahap kematangan kurma yang
sudah bisa dikonsumsi adalah khalal/besser, ruthab, dan tamr.

Pada fase khalal, buah kurma sudah matang secara fisiologis. Buah mulai
berubah warnanya dari hijau menjadi kuning kehijauan, kuning, merah muda,
merah atau merah tua tergantung varietas dari buah kurma, kenaikan bobot kurma
melambat, tetapi kandungan sukrosa meningkat sementara kelembaban turun
menjadi 50-55%. Fase ini berlangsung selama 3-5 minggu. Kurma pada tahap
kematangan ini harus segera dikonsumsi setelah di panen karena kandungan gula
dan airnya yang tinggi akan menyebabkan rawan terjadinya fermentasi. Tetapi
tahap khalal ini dapat diperpanjang dengan menerapkan formulasi kalsium setelah
panen dan modifikasi metode pengemasan.

Untuk fase ruthab sering disebut juga kurma segar atau kurma setengah
matang dengan tekstur lebih lunak dan warna buah berbah menjadi coklat muda.
Pada fase ini, kelembaban buah sekitar 35-40% dan rasa astringennya hilang. Fase
ini berlangsung 2-4 minggu. Pada fase ini buah kurma akan sangat terasa manis
tetapi cepat juga berubah menjadi masam.

Pada fase terakhir yaitu fase tamr, sering disebut sebagai kurma kering,
kurma manisan atau kurma masak. Pada fase ini kurma benar-benar matang dan
warnanya berubah menjadi coklat atau hampir hitam dengan tekstur daging buah
yang lembut. Pada fase ini kurma kehilangan kandungan air dan naiknya kadar
gula berupa sukrosa sebesar 50% (atau lebih tinggi jika suhu tinggi dan kadar air
rendah) Kandungan gula yang banyak terakumulasi ada pada kurma lunak adalah
glukosa dan fruktosa. Biasanya memiliki kelembaban buah berkisar antara 20 %
dan 25% sehingga kurma ini tahan terhadap reaksi yang dapat merusak kualitas
produk seperti fermentasi. (Farag 2015).

Buah kurma yang sering kita konsumsi memiliki umur simpan yang lama
karena telah dilakukan pengeringan terlebih dahulu untuk mengurangi bobot dari
kadar airnya. Pada suatu penelitian dilakukan perbandingan metode pengeringan
untuk menemukan metode yang paling baik untuk buah kurma, yaitu metode
metode pengeringan dengan pengering surya konvektitif, metode pengering dalam
rumah kaca, dan pengeringan matahari langsung. Dari hasil penelitian, ditemukan
bahwa pengering surya konvektif memiliki deformasi structural paling sedikit
pada tiga tahap kematangan kurma yang secara umum, metode pengeringan inilah
yang menghasilkan kurma kering berkualitas terbaik (Seerangurayar et al. 2019).

Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang memberikan efek fisiologis


terhadap tubuh dan berpengaruh positif terhadap kesehatan. Adanya senyawa ini
didalam kurma membuat buah ini menjadi buah yang sangat baik dan
menjadikannya sebagai makanan yang memiliki fungsi lebih atau pangan
fungsional (Maqsood et al. 2020). Oleh karena itu artikel ini dibuat untuk
mengetahui kandungan apa saja yang ada dalam kurma yang berpotensi untuk
meningkatkan kesehatan tubuh manusia.

Komposisi Kimia

Pada penelitian yang dilakukan terhadap buah kurma, Amira dkk, 2011
melakukan penelitian pada buah kurma dengan tiga varietas yang berbeda, yaitu
varietas sukkari, barni, dan ruthana. Pada tiga varietas buah kurma yang berbeda
tersebut, diuji Aktivitas kimia dan diperoleh hasil bahwa dalam kurma memiliki
(1) kelembaban untuk tiga varietas (sukri, barhi, dan rothana) adalah 16 %;
15.7%; 9.7 %.,
(2) kadar abu 2.22 %; 3.33 %; 6.67 %.
(3) kandungan karbohidrat 80.65 mg/g; 70.76 mg/g; 24.34 mg/g.,
(4) phenol 1.24 mg GAE/100 g; 1.07 mg GAE/100 g; 0.75 mg GAE/100 g.

Tabel 1. Sifat kimia dari beberapa varietas kurma


Sampel kurma Kelembaban Kadar Abu (%) Referensi
(%)

Ajwa 22.8 ± 0.1 3.43 ± 0.01 (Assirey 2015)

Sukkari 16 ± 0.58 2.22 ± 0.0 (Perveen & Bokahri 2019)

Burni 15.7 ± 0.00 3.33 ± 0.58 (Perveen & Bokahri 2019)

Ruthana 9.7 ± 0.58 6.67 ± 0.77 (Perveen & Bokahri 2019)

Alig 37.32 ± 0.21 2.63 ± 0.80 (Amira et al. 2011)

Degla 40.58 ± 0.82 2.56 (Amira et al. 2011)

Deglet Nour 40.82 ± 1.47 1.95 ± 0.02 (Amira et al. 2011)

Gosbi 46.08 ± 1.40 2.67 (Amira et al. 2011)

Horra 35.56 ± 0.24 1.87 (Amira et al. 2011)


Kadar abu yang ada pada buah kurma memiliki korelasi terhadap tingkat
kematangan. Kandungan abu tertinggi pada buah kurma ada pada tahap tamr
(Amira et al. 2011). Sebaliknya, untuk kadar air akan semakin rendah pada tahap
tamr.

Kadar mineral pada sampel kurma diuji menggunakan ICP dan OES
didapat komponen mineral yang ada pada kurma adalah kalsium (Ca); Magnesium
(Mg); Natrium (Na); kalium (K); Posfor (P); tembaga (Cu); zat besi (Fe);
Mangan (Mn); Zink (Zn); dan Selenium (Se) (Perveen & Bokahri 2019). Kurma
adalah sumber potassium/kalium yang membantu dalam menjaga sistem saraf
yang sehat dan meyeimbangkan sistem saraf tubuh. Fungsi fosfor dengan kalsium
untuk membantu kekuatan dan pertumbuhan tulang. Selain itu, selenium penting
untuk pertumbuhan dan perbaikan sel. Zat besi sangat penting untuk produksi sel
darah merah, yang membawa semua nutrisi ke sel di seluruh tubuh (Farag 2015).

Jumlah natrium dalam kurma terbilang rendah, tetapi sesuai dengan


jumlah yang disarankan perhari untuk individu (lebih dari 2.4-2.0 mg/hari) karena
jika terlalu banyak mengkonsumsi natrium bisa meningkatkan risiko penyakit
jantung dan hipertensi. Jadi kurma sangat cocok untuk gaya hidup sehat karena
mengandung gula pereduksi, natrium rendah, tanpa lemak atau kolesterol, tinggi
kalium dan kalsium disamping kandungan serat makanan. Kandungan fluorin
dalam kurma sangat penting untuk melindungi kerusakan gigi, sedangkan
selenium memiliki peran penting dalam mencegah kanker dan merangsang sistem
kekebalan tubuh (Farag 2015).

Komposisi Nutrisi

Buah kurma mengandung gula (71.2-81.4 %) (Assirey 2015), yang tersebar dalam
bentuk glukosa sebesar 10.90 – 29.77%, sukrosa antara 17.86 – 38.66 %, fruktosa
berkisar antara 11.01 – 27.80 %, dan gula pereduksi (glukosa dan fruktosa)
sebesar 21.41 – 57.56 %. Kandungan sukrosa pada buah kurma ini mempengaruhi
rasa manis. Sedangkan pada gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) sangat penting
sebagai sumber energi. Pembentukan gula ini terjadi pada tahap ruthab dan tamr
sedangkan pada tahp khalal atau besser gula masih baru mulai terbentuk dan total
kandungan gula terbanyak ada pada tahap tamr sehingga rasanya sangat manis
(Hamza et al. 2016). Dari total kandungan gula ini menunjukan bawa kurma bisa
dijadikan sumber karbohidrat (Amira et al. 2011; Farag 2015). Selain itu, kadar
glukosa dan fruktosa yang tinggi bisa dijadikan sebagai makanan untuk diet.
Dalam satu pon buah kurma (453 g) bisa memberikan 5.33 kJ energy fisologis
pada tubuh manusia (Farag 2015).

Sukrosa merupakan komponen penting yang ada pada buah kurma. Untuk
melakukan uji kandungan sukrosa bisa menggunakan beberapa cara, salah satunya
menggunakan instrument NIR (Near Infra Red). Pengukuran ini dilakukan pada
panjang gelombang 700 sampai 2500 nm menggunakan larutan standar sukrosa
dengan konsentrasi bervariasi dari 0.01% sampai 50% (b/v) (Mabood et al. 2015).

Pada suatu penelitian juga disebutkan bahwa buah kurma memiliki


kandungan protein. Kandungan protein ini memiliki korelasi yang tinggi dengan
tahap pematangan. Peningkatan kadar protein selama proses pematangan
disebabkan oleh aktivitas enzim, seperti selulase dan polygalacturonase yang
meningkat dengan cepat. Enzim ini memiliki peranan penting dalam melunakkan
buah. Perbedaan kandungan protein antara varietas bisa terjadi karena disebabkan
oleh asal kultivar dan juga kondisi lingkungannya yang berbeda (Amira et al.
2011). Pengurutan asam amino penyusun protein juga memberikan efek nutrisi
terhdap tubuh. Diketahui ada asam amino berbeda pada kurma yang tidak
ditemukan pada buah-buah lainnya. Asam asam amino tersebut antara lain
glutamat, asparagin, arginine, prolin, glisin, dan alanine sebagai asam amino
esensial dominan. Sedangkan kandungan triptofan paling rendah (Assirey 2015)

Berbeda dengan kandungan protein yang semakin tinggi kadarnya seiring


dengan tahapan pematangan pada kurma, kandungan lemak pada buah kurma
justru mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya tahapan pematangan.
Pada buah kurma juga memiliki kandungan asam lemak yang berbeda beda
jenisnya. Dalam suatu penelitian mengatakan bahwa komposisi asam lemak bisa
berubah selama pematangan buah. Kandungan lemak yang ada pada kurma
selama proses pematangan sangat rendah. Sebanyak 15 asam lemak yang berbeda
telah teridentifikasi dari minyak buah kurma dengan persentase yang berbeda,
yaitu 50% asam lemak jenuh (SFA), 40 % asam lemak tak jenuh tunggal (MFA),
dan 10% asam lemak tak jenuh ganda (PUFA).

Asam lemak jenuh utama / Saturated Fatty Acid (SFA) yang ada pada
kurma adalah asam palmitat. Asam palmitate ini paling banyak kandungannya
pada saat tahapan khalal/besser yaitu sebesar 53.29 ± 1.37 % dari total asam
lemak dengan asam palmitate sebanyak 22.10 ± 0.82 % dari total asam lemak
(TFA). Asam lemak kedua yang tinggi kandungannya dalam buah kurma adalah
asam stearate. Sementara asam asam lain hanya menyumbang sebagian kecil dari
asam lemak jenuh seperti asam miristat, asam arakidat / asam eikosanoat, asam
pentadekanoat, asam heneikosanoat, dan asam trikosanoat (Amira et al. 2011).

Monounsaturated fatty acid (MUFA) atau asam lemak tak jenuh tunggal
utama yang ada pada kurma adalah asam oleat yang meningkat pada tahap rutab
tapi menurun kembali pada tahap tamr. Peningkatan kandunga asam oleat
merupakan hasil dari biosintesis aktif TFA yang terjadi selama proses pematangan
buah yang melibatkan penurunan persentase relative dari kandungan asam
palmitate minyak. Kandungan MUFA lainnya adalah vaksinat, palmitoleat, asam
gadoleat, dan asam miristoleat.

Untuk Poliunsaturated fate Acid (PUFA) atau asam lemak tak jenuh
ganda, kandungan tertingginya adalah asam linoleate. PUFA kedua yang banyak
terkandung dalam kurma adalah asam α-linoleat. Kandungan PUFA lainnya
adalah asam eikosadienoat. Selama pematangan buah kurma, terutama dari tahap
rutab ke tahap tamr, kandungan PUFA khususnya asam linoleat semakin
meningkat. Hal ini terjadi karena adanya konversi asam oleat menjadi asam
linoleate oleh enzim D12-desaturase, enzim yang terikat membrane. Hal ini juga
bisa dikaitkan dengan aktivitas enzim phosphatidyl choline oloyl desatrase, yang
mmengkatalisis desaturase asam oleat menjadi asam linoleate (Amira et al. 2011).

Selain pada buahnya, biji kurma tenyata juga memiliki kandungan


senyawa yang bermanfaat dan bisa digunakan sebagai pakan ternak. Biji kurma
memiliki kandungan karbohidrat (62.5%), serat (16.2%), minyak (8.5%), protein
(5.2%), abu (1.1%) dan kelembaban (6.5%). Biji kurma juga merupakan sumber
sterol dan polisakarida yang larut dalam alkali. Selain itu, kandungan minyak dari
biji kurma juga sangat bermanfaat dan banyak mengandung asam lemak esensial
seperti laurat (8%), miristik (4%), palmitat (25%), stearate (10%), oleat (45%),
dan linoleat (10%)

Senyawa Volatil Buah Kurma

Komposisi dan variasi komposisi kimia sangat dipengaruhi oleh kultivar.


Sekitar 80 senyawa volatile (mudah menguap) diidentifikasi selama tiga tahap
pematangan, yaitu tahap khalal / besser, tahap ruthab, dan tahap tamr. 43
diantaranya baru diidentifikasi dalam buah kurma Tunisia (Amira et al. 2011).
Secara umum, setiap senyawa volatile ditandai oleh aroma yang bervariasi dari
beberapa ppb sampai ppm, sehingga meskipun komposisi kualitatif buah-buahan
yang berbeda hamper sama, aromanya dapat bervariasi ketika proporsi
konsentrasinya relatif berbeda.

Dalam suatu penelitian melaporkan bahwa telah ditemukan 80 senyawa


volatile yang ada pada buah kurma, yaitu 20 ester, 19 alkohol, 10 terpen, 13
aldehida, 6 keton, 12 hidrokarbon, dan 1 lakton. Komponen senyawa volatile ini
memberikan 90.7 – 99.6% aroma khas pada buah kurma. Jumlah senyawa
aromatic ini berbeda sesuai dengan tahap pematangan dan jenis dari buahnya
(Amira et al. 2011). Alkohol, aldehid, keton, dan terpen yang berperan penting
atas karakteristik dari aroma kurma.

Secara kuantitatif, alkohol ditemukan sebagai kelompok volatile yang


paling penting selama proses pematangan buah kurma. Yang paling banyak
ditemukan di semua varietas selama tahap pematangan adalah 2-propanol dan
alkohol isoamil. Selain alkohol, ester juga memiliki peran penting dalam pemberi
aroma. Persentase total senyawa-senyawa ester tersebut bervariasi, untuk tahap
besser/khalal antara 37–84 %, tahap ruthab 13-34.6%, dan tahap tamr 14.8-39.9%.
yang berpengaruh dari senyawa ester diantaranya ada etil asetat, etil oktanoat, dan
etil dekanoat, yang diidentifikasi di semua kultivar selama proses pematangan.
Ester-eser etil asam lemak lain yang berkaitan dengan metabolism lipid, seperti
etil nonanoat, etil dodekanoat, dan etil heksadekanoat, diidentifikasi dalam
sebagian kelompok yang mudah menguap (Amira et al. 2011).
Komposisi Fenolik dan Serat Pangan

 Komponen Fenolik

Komponen fenolik berperan untuk kesehatan. Kurma merupakan salah satu


sumber polifenol yang baik, dimana komponen polifenol yang ada pada kurma
diantaranya adalah asam p-hidroksibenzoat, asam galat, asam protocatechuic
(PCA), asam vanilat, asam o-kumarat, asam cafeat, asam siringat, asam ferulat,
asam p-kumarat, asam 3-cafeoylquinat, dan asam 3-cafeoylshikimat. Senyawa
fenolik terlarut, seperti hidroksibenzoat, hidroksisinamat, dan 9 flavonol juga
telah diidentifikasi ada dalam kurma (Hammouda et al. 2013). Buah kurma juga
mengandung tannin terlarut yang berperan dalam pemberi rasa astringen dari
kurma mentah (Hammouda et al. 2013). Tetapi konsentrasi tannin terlarut akan
berkurang saat kurma matang. Tidak seperti proantosinidin, tannin terlarut tidak
bekerja bersama senyawa fenolik lainnya, sehingga pengaruhnya terhadap
kesehatan manusia tampaknya terbatas (Pompella et al. 2014).

 Kandungan Serat Pangan

Serat pangan biasanya terdiri dari polisakarida, seperti β-glukan, arabinoksilan,


dan selulosa. Kandungan serat pangan memiliki efek terapeutik yang penting,
termasuk antidiabetic, anti-obesitas, penyerapan kolesterol, serta untuk kesehatan
usus melalui efek bulking dan pembentukan asam lemak rantai pendek (Ötles &
Ozgoz 2014). Buah kurma memiliki serat pangan dengan jumlah sekitar 4.4%
dengan pembagian 3.2% tidak larut dan 1.2% larut, tetapi ada juga kandungan
serat pangan yang berbeda tergantung pada tahap kematang buah kurma. (Perveen
& Bokahri 2019). Kandungan serat yang sangat sedikit adalah lignin. Dari serat
ini penelitian menemukan kandungan asam uronat dalam ekstrak serat pangan
darri kurma dengan varietas Deglet Nour (Hamza et al. 2016). Buah-buahan yang
dapat dimakan baik memiliki kadar lignin dan pectin yang rendah. Jumlah glukosa
sesuai dengan selulosa antara 0.9-2.0 g/100g FW. dimana isi selulosa dari
beberapa varietas kurma dipelajari dan didapatkan hasil sekitar 1.62/100g FW.
Sisa gula khususnya dari hemiselulosa dan pectin, dalam jumlah yang lebih
rendah menjadi jumlah yang relative sesua (Hamza et al. 2016). Selain itu, serat
pangan memiliki sifat fungsional yang penting dan bisa digunakan untuk
mengembangkan produk makanan baru, efek pengemulsi, dan pembentukan gel
(Maqsood et al. 2020).

Pada penelitian lain, antimikroba dan antioksidan telah dikaitkan dengan


adanya serat pangan pada buah kurma krena memiliki komposisi lignin dan
tanninnya yang spesifik (Shafiei et al. 2010). Polisakarida lain seperti β-glukan
memiliki banyak manfaat, termasuk antiinflamasi dan peningkatan kesehatan pada
usus (Ahmad et al. 2012).

Kurma sebagai Pangan Fungsional dan Sifat nutraceutical

Kurma memiliki beberapa senyawa bioaktif kimia yang memiliki efek


untuk kesehatan, komponen ini di uji menggunakan instrument GC-MS, dan
didapat hasil bahwa kurma mengandung senyawa bioaktif berupa Mannoic dan
Lacton(Perveen & Bokahri 2019).

Manfaat kesehatan dari buah kurma adalah aspek yang relative baru.
Perubahan ini disebabkan oleh iskemia serebral (berkurangnya pasokan alirah
darah yang membawa oksigen ke otak) bisa dilemahkan dengan 15 hari
pretreatment dengan ekstrak methanol buah kurma. Ekstrak kurma bisa
mengembalikan kerusakan hari yang disebabkan oleh dimetoat. Selain itu, aspek
penting lain yang bermanfaat untuk kesehatan dari ekstrak kurma ditemukan
dengan percobaan tikus dimana ekstrak tersebut dapat mengurangi frekuensi
buang air besar dan mengurangi gastrointestinal. Sehingga bisa disebutkan bahwa
ekstrak kurma dapat mengandung beberapa zat yang aktif secara farmakologis
dengan sifat antidiare (Farag 2015).

Studi terbaru menunjukan bahwa buah kurma berpengaruh terhadap hasil


dari kehamilan selama kehamilan dan juga periode postpartum. Mengkonsumsi
buah kurma secara signifikan bisa mengurangi durasi kehamilan dan durasi tahap
pertama persalinan, dan juga meningkatkan dilatasi serviks saat masuk (Nasiri et
al. 2019)

 Antioksidan

Asam fenolat terkadung dalam buah kurma termasuk turunan asam


benzoate (asam vanilat, asam galat, asam p-hidroksibenzoat, asam syringat, dan
asam protocateuchuic) dan turunan dari asam sinamat (termasuk asam p-kumarat,
asam o-kumarat, asam ferulat, dan asam caffeat) (Al-Farsi et al. 2005). Secara
keseluruhan, komposisi fenolik kurma umumnya merupakan campuran dari asam
kumarat, asam ferulat, asam sinapat, flavonoid, dan prosianidin yang memberikan
efek antioksidan pada tubuh (Mrabet et al. 2016).

Hasil ekstrak buah kurma dari air dan methanol dilakukan untuk pengujian
antioksidan menggunakan uji MTT dan LPO. Untuk hasil dari pengujian MTT
didapatkan bahwa ekstrak methanol lebih baik daripada ekstrak air dalam aktivitas
antioksidanm ditandai dengan absorbansinya yang lebih tinggi yaitu ada diantara
0.14 sampai 0.41. sedangkan untuk pengujian dengan LPO, ekstrak air maupun
methanol sama-sama memiliki aktivitas antioksidan tinggi denan kisaran antara
50-82 % (Zhang et al. 2017).

 Antiinflamasi

Aktivitas antiinflamasi dari kurma ditentukan oleh proses penghambatan enzim


siklooksigenase (COX-1 dan -2) oleh air dan ekstrak kurma menggunakan
methanol. Enzim siklooksigenase tertama COX-2 menghasilkan zat antara dan
mengambil bagian dalam regulasi gen yang menyebabkan beberapa penyakit.
Oleh karena itu, penghambatan oleh enzim tersebut sangat bermanfaat bagi
kesehatan. Penghambatan yang terjadi oleh enzim siklooksigenase menunjukan
bahwa COX-2 lebih tinggi penghambatannya dibandingkan dengan COX-1
dengan ekstrak methanol yang lebih unggul dibandingkan dengan ekstrak air
sehingga enzim COX-2 lebih baik dalam menghambat penyakit (Zhang et al.
2017).

 Antimikroba

Dilakukan uji antibakteri terhadap 6 bakteri yaitu E. coli, B. subtilis, S. pyogenes,


P. aeruginosa, S. flexeneri, dan S. aureus yang dilakukan pada ekstrak kurma
dengan berbagai pelarut yaitu air, methanol , aseton, etanol, dan control untuk
perbandingan (Perveen & Bokahri 2019; Zhang et al. 2017). Didapat hasil yang
menunjukan aktivitas antibakteri yang kuat ada pada varietas sukri dengan ekstrak
methanol, sehingga varietas kurma ini memiliki potensi besar untuk digunakan
sebagai agen terapi untuk menyembuhkan kekurangan mineral, dan bisa
dikembangkan menjadi agen antibakteri (Perveen & Bokahri 2019)

 Antikanker

Berdasarkan hasil dari aktivitas penghambatan pleh enzim COX-2 yag terdeteksi,
dilakukan ekstrak untuk pengujian penghambatan polifersi sel terhadap AGS
(lambung), DU-145 dan LNCaP (Prostat), HCT-116 (usus besar), MCF-7
(payudara), dan garis sel tumor manusia NCl-H460 (paru-paru). Hasil
menunjukan bahwa ekstrak buah kurma dari air tidak terjadi penghambatan
apapun, tetapi ekstra methanol menunjukan reaksi penghambatan sekitar 20-25%
pada garis sel tumor payudara, usus, paru-paru, dan lambung yang diujikan pada
manusia. Penghambatan ini tidak terlallu signifikan jika dibandingkan dengan
aktivitas anti-inflamasi dan antioksidan (Zhang et al. 2017).

 Antidiabetes

Penggunaan ekstrak tumbuhan alami dapat meningkatkan produksi insulin dan


menghambat penyerapan glukosa usus, sehingga memberikan peran penting
dalam mencegah diabetes (Malviya et al. 2010). Senyawa yang berperan sebagai
antidiabetes adalah flavonoid, steroid, fenol, dan saponin. Semua senyawa ini
merupakan agen antidiabetes baik di ekstrak dari kurma atau sumber lain.
Senyawa antidiabet ini memiliki kemampuan untuk menangkal radikal bebas
(Hasan & Mohieldein 2016; Nair 2013). Senyawa fenolik dalam kurma dan
sumber lain memiliki kemampuan untuk menghambat α-glucosidase, sehingga
mempengaruhi penyerapan glukosa di usus kecil dan ginjal (Khalid et al. 2017).

Komposisi Fitokimia

Senyawa fitokimia atau senyawa metabolit sekunder adalah produk samping yang
masih kaya akan senyawa non-nutrisi bioaktif. Fitokimia ini memberikan
perlindungan terhadap berbagai penyakit seperti kanker, dibetes, penyakit
kardiovaskular dan lainnya. Senyawa ini dihasilkan dari produk samping sehingga
banyak yang menganggap sebagai limbah (Vayalil 2012).

Karena fitokimia dihasilkan dari produk samping, dalam buah kurma yang
dianggap limbah adalah biji kurma, sehingga dalam penelitian dilakukan
kandungan fitokimia dalam biji kurma, didapatkan hasil senyawa kimia yang
terkandung dalam biji kurma adalah sebagai berikut (Maqsood et al. 2020):

⁻ Karotenoid
⁻ Tokoferol
⁻ Fitosterol
⁻ Asam fenolat
⁻ Flavonoid

Kesimpulan

Buah kurma memiliki tiga tahapan dalam proses kematangannya, yaitu tahap
khalal/basser, tahap ruthab, dan tahap tamr. Kurma terbukti memiliki efek
fisiologis yang baik dalam tubuh. Komponen senyawa-senyawa kimia yang ada
pada kurma adalah gula dalam bentuk glukosa, sukrosa, fruktosa, dan gula
pereduksi. Selain gula, ada senyawa kimia lain, yaitu karbohidrat, protein, lipid,
dan mineral. Efek kesehatan yang diberikan untu tubuh diantaranya sebagai
antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antidiabetes, dan antikanker. Selain pada
buahnya, hasil samping berupa biji kurma juga memiliki kandungan senyawa
metabolit sekunder atau fitokimia yang baik untuk tubuh, yaitu karotenoid,
tokoferol, fitosterol, asam fenolat dan flavonoid.
Daftar Pustaka

Ahmad, A., Munir, B. & Abrar, M., 2012. Perspective of β-Glucan as Functional
Ingredient for Food Industry. Journal of Nutrition & Food Sciences, 02(02).

Al-Farsi, M. et al., 2005. Comparison of antioxidant activity, anthocyanins,


carotenoids, and phenolics of three native fresh and sun-dried date (Phoenix
dactylifera L.) varieties grown in Oman. Journal of Agricultural and Food
Chemistry, 53(19), pp.7592–7599.

Amira, E.A. et al., 2011. Chemical and aroma volatile compositions of date palm
(Phoenix dactylifera L.) fruits at three maturation stages. Food Chemistry,
127(4), pp.1744–1754. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.foodchem.2011.02.051.

Assirey, E.A.R., 2015. Nutritional composition of fruit of 10 date palm ( Phoenix


dactylifera L.) cultivars grown in Saudi Arabia . Journal of Taibah
University for Science, 9(1), pp.75–79. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jtusci.2014.07.002.

Farag, K.M., 2015. Date Palm: A Wealth of Healthy Food 1st ed., Elsevier Ltd.
Available at: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-384947-2.00215-4.

Hammouda, H. et al., 2013. Detailed polyphenol and tannin composition and its
variability in Tunisian dates (Phoenix dactylifera L.) at different maturity
stages. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 61(13), pp.3252–3263.

Hamza, H., Mrabet, A. & Jiménez-Araujo, A., 2016. Date palm parthenocarpic
fruits (Phoenix dactylifera L.) cv. Deglet Nour: chemical characterization,
functional properties and antioxidant capacity in comparison with seeded
fruits. Scientia Horticulturae, 211, pp.352–357. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.scienta.2016.09.031.

Hasan, M. & Mohieldein, A., 2016. In vivo evaluation of anti diabetic,


hypolipidemic, antioxidative activities of saudi date seed extract on
streptozotocin induced diabetic rats. Journal of Clinical and Diagnostic
Research, 10(3), pp.FF06–FF12.

Khalid, S. et al., 2017. A review on chemistry and pharmacology of Ajwa date


fruit and pit. Trends in Food Science and Technology, 63(March), pp.60–69.
Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.tifs.2017.02.009.

Mabood, F. et al., 2015. Determination of sucrose in date fruits (Phoenix


dactylifera L.) growing in the Sultanate of Oman by NIR spectroscopy and
multivariate calibration. Spectrochimica Acta - Part A: Molecular and
Biomolecular Spectroscopy, 150, pp.170–174. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.saa.2015.05.040.

Malviya, N., Jain, S. & Malviya, S., 2010. Antidiabetic potential of medicinal
plants. Acta Poloniae Pharmaceutica - Drug Research, 67(2), pp.113–118.

Maqsood, S. et al., 2020. Bioactive compounds from date fruit and seed as
potential nutraceutical and functional food ingredients. Food Chemistry, 308,
p.125522. Available at: https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2019.125522.

Mrabet, A. et al., 2016. Antioxidant phenolic extracts obtained from secondary


Tunisian date varieties (Phoenix dactylifera L.) by hydrothermal treatments.
Food Chemistry, 196, pp.917–924. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.foodchem.2015.10.026.

Nair, M.G., 2013. Antioxidant and Anti-in fl ammatory Assays Con fi rm


Bioactive Compounds in Ajwa Date Fruit.

Nasiri, M. et al., 2019. Effects of consuming date fruits (Phoenix dactylifera Linn)
on gestation, labor, and delivery: An updated systematic review and meta-
analysis of clinical trials. Complementary Therapies in Medicine, 45(May),
pp.71–84. Available at: https://doi.org/10.1016/j.ctim.2019.05.017.

Ötles, S. & Ozgoz, S., 2014. Health effects of dietary fiber. Acta Scientiarum
Polonorum, Technologia Alimentaria, 13(2), pp.191–202.

Perveen, K. & Bokahri, N.A., 2019. Comparative analysis of chemical, mineral


and in-vitro antibacterial activity of different varieties of date fruits from
Saudi Arabia. Saudi Journal of Biological Sciences, (xxxx), pp.0–5.
Available at: https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2019.11.029.

Pompella, A. et al., 2014. The use of total antioxidant capacity as surrogate


marker for food quality and its effect on health is to be discouraged.
Nutrition, 30(7-8), pp.791–793. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.nut.2013.12.002.

Seerangurayar, T. et al., 2019. Experimental investigation of shrinkage and


microstructural properties of date fruits at three solar drying methods. Solar
Energy, 180(January), pp.445–455. Available at:
https://doi.org/10.1016/j.solener.2019.01.047.

Shafiei, M., Karimi, K. & Taherzadeh, M.J., 2010. Palm date fibers: Analysis and
enzymatic hydrolysis. International Journal of Molecular Sciences, 11(11),
pp.4285–4296.

Vayalil, P.K., 2012. Date fruits (phoenix dactylifera Linn): An emerging


medicinal food. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 52(3),
pp.249–271.

Zhang, C.R. et al., 2017. Health-benefits of date fruits produced in Saudi Arabia
based on in vitro antioxidant, anti-inflammatory and human tumor cell
proliferation inhibitory assays. Journal of the Saudi Society of Agricultural
Sciences, 16(3), pp.287–293. Available at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jssas.2015.09.004.

Anda mungkin juga menyukai