Anda di halaman 1dari 10

BIGNESS :

or the problem of
large
Afra Mustika
3212100031
Putri Andiny D
3212100070

Mata Kuliah Teori Arsitektur


Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya
2015  
Bigness dalam arsitektur muncul dari sensasi pendaki gunung tertinggi di dunia, yaitu
Gunung Everest. Bigness adalah ultimate architecture, yaitu wujud dari ideologi program
dan kehendak sang arsitek yang independen. Bigness pun sebagai regime of
architecture, yang mengerahkan kecerdasan penuh dari arsitektur dan bidang-bidang
yang terkait.

Seratus tahun yang lalu, munculah generasi terobosan konseptual dan teknologi
pendukung yang memunculkan arsitektur Big Bang. Arsitektur Big Bang adalah
arsitektur yang mengacak sirkulasi, memutus jarak, memalsukan interior, mengurangi
massa, meregangkan ukuran, dan segala kekacauan lainnya. Dari hal-hal tersebut,
lahirlah arsitektur yang lebih tinggi, lebih dalam, dan lebih besar.

Bigness telah menjadi revolsi tanpa program. Hal itu terlihat dalam buku Delirious New
York : Theory of Bigness yang memuat beberapa poin sebagai berikut:

1. Bagian massanya tidak dapat lagi dikontrol oleh gesture arsitekturnya. Hal ini
memicu otonomi bagian-bagian massanya. Bagian-bagian dari massanya
berjalan sendiri-sendiri tetapi masih tetap dalam satu kesatuan
2. Elevator yang biasanya adalah bagian dari architectural connection menjadi suatu
mesin utilitas belaka. Komposisi, skala, proporsi, detail, diperdebatkan dalam
Bigness. Seni berarsitektur menjadi tak berguna
3. Dalam bigness, jarak antara core dan selubung menjadi sangat jauh. Interior dan
eksterior mejadi proyek terpisah. Jadi Architecture = reveal, Bigness = perplexes
karena apa yang terlihat belum tentu sama dalamnya.
4. Bangunan memberi pengaruh yang kuat dari ukurannya yang gigantic
5. Dengan poin-poin di atas, Bigness bukan lagi menjadi bagian dari urban tissues

Dengan teori Bigness, kita dapat membuat kesalahan yang sama besarnya pula. Di luar
risiko tersebut, mendesain dengan prinsip Bigness dapat merekonstruksi secara
keseluruhan, membangkitkan hal yang nyata, membuat kemungkinan yang maksimum.

Bigness merusak, tapi hasil perusakan itulah muncul hal baru. Desain Bigness tidak bisa
diprediksi. Biasanya mengutamakan kontaminasi dan kuantitas suatu desain tetapi
masih tetap mengutamakan fungsi dan program antar elemennya, dan ukurannya yang
besar dapat mengatur intensitas keberadaan program dengan baik.

Transformasi arsitektur yang dihasilkan pada arsitektur Bigness adalah sebuah tatanan
kota yang baru. Sehingga dengan adanya hal tersebut, arsitektur Bigness dapat memberi
wajah baru pada perkotaan dan mengendalikan kehidupan urban.
Studi Kasus

Tokyo International Exhibition Center (Tokyo Big Sight): AXS Satow


Build: October 1992 - October 1995
Open for public: April 1996

Terletak di distrik Ariake pinggir teluk Tokyo, Big Sight adalah tempat konvensi
internasional terbesar di Jepang. Bangunan ini menggunakan rangka baja dengan
konstruksi beton bertulang dengan total luas lantai 230.873 m². Bangunan ini terkenal
khususnya di antara pecinta anime-manga Jepang karena biasanya ada acara dua-
tahunan yang berhubungan dengan hal tersebut.

Gubernur Tokyo Shunichi Suzuki hadir di tahun 1994 untuk meningkatkan struktur
utama menara seberat 6500 ton, proses yang memakan waktu tiga hari untuk
menyelesaikannya, menggunakan sistem dipandu komputer yang justru mendongkrak
struktur. Sebuah eskalator udara 250 ton dipasang menghubungkan struktur lantai
dasar.

Convention center ini terbagi menjadi tiga bagian: The East Exhibition Hall, West
Exhibition Hall, dan Conference Tower. Unsur arsitektur yang paling menonjol adalah
empat piramida terbalik yang terbuat dari kaca dan panel titanium.
Terdiri dari 8 lantai. Lantai pertama terdiri dari aula dan empat ruang konferensi dengan
ukuran berbeda. Lantai kedua terdiri dari pintu masuk plaza yang merupakan akses
utama, Entrance Hall yang mengarah ke aula pameran. Lantai tiga sampai lima ada
struktur yang menopang piramida terbalik. Lantai enam dan tujuh dapat langsung
diakses melalui eskalator dari Entrance Hall, yang berisikan ruang pertemuan dan ruang
konferensi.
Dee and Charles Wyly Theatre
REX | OMA (Dallas, USA)

The Dallas Theater Center (DTC) dikenal karena pengerjaannya yang inovatif dan sebuah
hasil eksperimen tumpukan besi besi tua. Hasilnya adalah konfigurasi yang merusak
kesan formal di lingkungan perumahan sekitarnya.

Kulit luar alumunium dari teater ini mengingatkan kita pada sebuah tirai teater yang
terlipat, mengubah bangunan menjadi sebuah sculpture minimalis pada sebuah dataran
rendah dan berumput.
Tapi rain-screen adalah satu bagian dari lantainya. Dilengkapi dengan sistem derek,
katrol, lift, strukturnya dapat dikonfigurasi ulang dari sebuah proscenium stage menjadi
sebuah lantai datar dalam beberapa jam.

Balkon nya bisa naik keatas hingga ke ceiling dengan sekali klik pada tombol; kabin bisa
disetel antara tiap kegitan; penonton bisa duduk di lantai pada awal pertunjukan dan
pada panggung di akhir pertunjukan.
Desain The Dee and Charles Wyly Theatre memiliki fasad aluminium dan bentuk kubus.
Sudutnya dikupas untuk mengekspos sebuat kawat x besar; memunculkan kantilever
lantai pada sudut pandang yang melawan gravitasi.

Berbeda dengan teater kebanyakan, bangunan ini menekan ke atas, 9 lantai dengan
lobby yang berada di basement, panggung dan studio untuk latihan, toko kostum,
perkantoran, dan ruang kelas disatukan bersama seperti sebuah transformer.
Konsepnya seperti vertical city bertemu dengan padang rumput Texas

Dibandingkan dengan bangunan AT&T Performing Arts Center dan bangunan


sekitarnya, teater ini termasuk bangunan kecil, sekitar 90.000 sqft. Mengetahui bahwa
bangunan mereka akan tertutup daerah sekitarnya, Joshua Prince Ramus dan Rem
Koolhaas mengatakan : “Verticality helped us acquire an identity,”; “The building
belongs both to the cultural complex and to the rest of the city.”
Kesimpulan
Teori Bigness yang dikemukakan oleh Rem Koolhaas dalam penjelasan-penjelasan di
atas yang disertai studi kasus, maka teori ini termasuk dalam theory of architecture.

Daftar Pustaka
Jencks, Charles dkk (2006): Theories and Manifestoes of Contemporary Architecture

http://en.wikipedia.org/wiki/Tokyo_Big_Sight

http://www.oma.eu/projects/2009/dee-and-charles-wyly-theater/

Anda mungkin juga menyukai