OLEH :
SURTI
NIDN 1114078903
Abstrak …………………………………………………………………………………..1
I. Pendahuluan ……………………………………………………………………….. 2
II. Analisis dan Pembahasan ………………………………………………………… 7
2.1 Peranan Faktor Produksi dan Teknologi ……………………………………. 7
2.1.1 Faktor Produksi Tanah atau Lahan …………………………..…….. 8
2.1.2 Faktor Produksi Tenaga Kerja …..…………………………………. 11
2.1.3 Faktor Produksi Teknologi ………...……………………………….. 13
2.1.4 Faktor Produksi Kewirausahaan …………...……………………… 19
2.2 Pengembangan Wilayah Berbasis Faktor Produksi dan Teknologi ……. 22
2.3 Konsep Pengembangan Wilayah Berdasarkan Keunggulan Kompetitif .. 23
2.4 Pendekatan Berbasis Potensi Lokal Sebagai Paradigma
Baru Pembangunan ……………………………………………………...….. 25
III. Penutup ……………………………………………………………………………. 29
Kesimpulan ………………………………………………………………………… 29
Saran ……………………………………………………………………………….. 30
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………… 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3 Tenaga Kerja Berdasarkan Level Skill dan Provinsi Tahun 2020 .. 12
Gambar 2.8 Sebaran STP Berdasarkan Area di Indonesia Tahun 2016 ……… 18
Gambar 2.9 Daya Saing Antar Provinsi di Indonesia Tahun 2020 …………..… 20
dengan mengedepankan potensi wilayah itu sendiri adalah suatu sinergitas antara
pemerintah di wilayah tersebut dengan para stakeholders dari jenjang paling bawah
dalam bentuk kemitraan agar mampu mengelola potensi wilayah secara optimal dan
kepada wilayah-wilayah dengan ketersediaan faktor produksi yang cukup besar dan
mendapat transfer teknologi yang mudah. Perbedaan dalam hal ketersediaan dan
distribusi faktor produksi dan teknologi ini kerap membuat tingkat kesejahteraan
masing-masing wilayah menjadi berbeda. Faktor produksi sendiri terdiri atas empat
memproduksi barang atau jasa. Sumber daya alam yang berasal dari tanah ini
juga termasuk yang terkandung di dalamnya seperti batubara, minyak, gas, dan
komoditas lain seperti tembaga dan perak atau bahan baku yang digunakan dalam
berproduksi.
b) Tenaga kerja, yakni manusia atau setiap orang yang memiliki tanggungjawab
untuk melakukan produksi baik barang maupun jasa, seperti buruh pabrik,
1
c) Modal, yakni apa saja yang dibutuhkan dalam berproduksi termasuk diantaranya
teknologi.
membuat konsep dan kemudian menghasilkan produk atau jasa dengan standar
Sementara itu Masyhuri (2007) juga membagi faktor produksi menjadi empat
hal yakni lahan atau tanah, modal, tenaga kerja serta manajemen. Lahan dan tenaga
kerja kerap disebut input utama (mather is input) sementara itu modal dan manajemen
merupakan hasil turunan dari input utama atau disebut faktor kedua (father is input).
sebagai berikut :
a) Bahan Baku, biasanya dibeli atau dicari dari suatu tempat atau perusahaan lain
yang menyediakannya untuk melakukan proses produksi. Istilah bahan baku disini
dibatasi pada bahan fisik sebagai input produksi secara langsung (direct
materials). Sementara bahan baku yang sifatnya tidak langsung namun penting
dalam proses produksi misalnya bahan bakar untuk pabrik, alat kebersihan pabrik
dan sebagainya yang tidak langsung digunakan untuk proses produksi (Skousen,
2009).
b) Modal disini memiliki peranan yang sangat penting sebagai faktor produksi jika
penyediaan lahan, bahan baku dan teknologi. Menurut Bakker dalam Riyanto
dalam perusahaan dan dalam laporan neraca berada di posisi debit, modal juga
merupakan daya beli maupun nilai tukar akan barang-barang yang disebutkan
2
tersebut. Sementara itu, ahli ekonomi menyatakan bahwa modal adalah asset
perusahaan yang mempunyai kegunaan pada proses produksi saat ini dan
kedepannya. Modal juga diartikan sebagai asset yang dimiliki perusahaan dan
sebagai keuntungan tadi dapat digunakan untuk meraih tujuan dilakukan usaha
yakni :
c) Tenaga Kerja disini juga terkait keterampilan, kemampuan dan keahlian yang
dimiliki tenaga kerja itu sendiri. Berdasarkan keahlian dan pendidikan, maka
tenaga kerja dibedakan menjadi : a) Tenaga kerja dengan pendidikan rendah dan
atau tidak mempunyai keahlian apapun disebut sebagai tenaga kerja kasar; b)
Tenaga kerja dengan keahlian pada bidang atau sektor tertentu yang dia peroleh
dari hasil pelatihan disebut tenaga kerja terampil; c) Tenaga kerja denagan
kualifikasi pendidikan di jenjang yang tinggi dan memiliki keahlian pada bidang
ilmu tertentu seperti dokter, banker, atau arsitek disebut sebagai tenaga kerja
terdidik (Sukirno, 2005). Tenaga kerja (Labor) perlu mendapat perhatian dalam
pelaksanaan kegiatan produksi karena tidak hanya terkait jumlah tenaga kerja
yang memadai namun juga kualitas tenaga kerja itu sendiri termasuk jenis kelamin
tenaga kerja karena jenis pekerjaan yang dapat dilakukan perempuan berbeda
dengan laki-laki. Istilah yang luas mengenai tenaga kerja adalah terkait mengenao
setiap manusia yang mampu bekerja dalam menghasilkan barang maupun jasa
untuk kebutuhan pribadi atau masyarakat secara umum seperti yang termaktub
dalam UU No. 13 yang dikeluarkan pada tahun 2013 lalu dan membahas terkait
3
Ketenagakerjaan. Dalam undang-undang tersebut disebutkan salah satu ukuran
kerja. Dalam hal ini perlu adanya pengoptimalan tenaga kerja dalam berbagai
dalam Handoko (2011) bahwa istilah satisficing atau kepuasan saat dimana
d) Teknologi (Mesin) adalah faktor yang dominan dalam suatu produktivitas dan
yang dialami manusia. Teknologi dalam arti sempit dimaknai sebagai proses, alat,
suatu produk baik barang/jasa; b) Teknologi pabrik, memiliki tiga level yakni level
dasar atau home-made dimana manusia sebagai sumber tenaga dan yang
manusia masih diperlukan untuk memberi kendali akan mesin tersebut. Level
secara otomatis. Input tenaga kerja dan teknologi bersifat subtitusi dimana
berproduksi. Demikian lahan dan modal juga bersifat subtitusi lahan yang terbatas
faktor-faktor produksi sebagai sumber daya yang digunakan setiap orang untuk
menghasilkan barang dan jasa. Jika efisiensi faktor produksi dpaat ditingkatkan maka
perusahaan mampu menghasilkan lebih banyak output yang lebih berkualitas dengan
4
harga pasaran lebih terjangkau. Peningkatan produksi ini menurut Federal Reserve
bank of St. Louis dapat diukur dari Produk Domestik Bruto atau PDB atau PDRB di
tingkat daerah yang menggambarkan jumlah keseluruhan dari produksi baik barang
di wilayah tersebut juga meningkat. Peningkatan living of live ini akan mendorong
biaya produksi yang semakin rendah dan upah meningkat. Di Indonesia, PDRB
provinsi di pulau Jawa yang memiliki PDRB lebih tinggi dbandingkan provinsi lain.
Dapat dikatakan standart of live di provinsi dengan PDRB lebih tinggi tersebut lebih
tinggi dbanding provinsi lain, dengan kata lain kesejahteraan masyarakat belum
5
Gambar 1.2 mengambarkan bahwa PDRB terbesar dihasilkan oleh DKI
Jakarta, disusul oleh Jawa Timur kemudian Jawa Barat di posisi tertinggi ketiga dan
Jawa Tengah di posisi keempat dalam hal PDRB. Sementara provinsi dengan PDRB
terendah berada di Provinsi Maluku Utara kemudian Gorontalo dan Maluku. Merujuk
pada teori Federal Reserve Bank of St Louis, Kondisi PDRB Indonesia bagian barat
khusunya Pulau Jawa yang lebih baik mengindikasikan bahwa faktor produksi
termasuk teknologi sebagai faktor penting dalam menghasilkan barang dan jasa
pemerintah dalam hal meningkatkan kuantitas dan kualitas faktor produksi di wilayah
lain agar masalah kesenjangan pertumbuhan ekonomi ini dapat segera teratasi.
Selain itu, dalam melakukan investasi pemerintah harus memahami potensi lokal
wilayah objek, sehingga investasi tersebut tepat guna. Sumberdaya alam merupakan
kuantitas dan kualitas faktor produksi yang akan mendorong pengembangan potensi
lokal yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Kondisi ini harus menjadi perhatian bagi
seluruh stakeholder baik ditingkat pusat maupun daerah dalam melakukan kebijakan
maupun jasa dalam suatu perekonomian disebut faktor produksi. Harahap (2009)
6
perusahaan atau entitas untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi dikemudian
hari. Peranan faktor produksi dan teknologi sendiri dijelaskan sebagai berikut :
kesuburan lahan yang tinggi kemudian kandungan yang ada di dalam lahan tersebut
seperti bahan mentah atau bahan baku dengan nilai ekonomis tinggi, maupun kualitas
dan jumlah mineral atau bahan tambang yang berharga di dalamnya. Dalam
ketersediaan faktor produksi yang satu ini yang diyakini sebagai potensi yang dimiliki
bervariasi antar wilayah. Pesebarannya dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan 2.2
berikut.
7
Gambar 2.1 menjelaskan bahwa sumberdaya alam berupa hasil tambang
memang paling besar tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Hampir semua jenis
bahan tambang dapat ditemukan wilayah ini. Berbeda dengan Pulau Kalimantan,
Sulawesi dan papua yang memiliki jenis bahan tambang yang kurang variatif. Meski
batubara di pulau Kalimantan yang memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB
Kalimantan masih memiliki cadangan potensial batubara sebesar 62,1 persen dari
total di Indonesia atau sebesar 88,3 miliar ton bahan tambang dan 25,84 miliar ton
cadangan batubara. Kemudian menurut BPS, 2019 bahwa pertambangan emas oleh
PT. Freeport di Papua yang mampu memproduksi kurang lebih 3 juta ton emas
pertahunnya. Contoh lain adalah hasil tambang emas dari yang dihasilkan
pertambangan batu hijau di Nusa Tenggara Barat yang mampu memproduksi emas
hingga sebesar 100 kilo Oz dan hasil tembaga mencapai 197 juta pon pertahun
(CNBC Indonesia, 2019). Terkait hal ini perlu adanya reformasi sistem pengelolaan
potensi wilayah agar hasilnya dapat dirasakan masyarakat dan daerah dimana
lebih mudah terealisasi. Namun perlu menjadi perhatian pengembangan wilayah dan
saatnya transformasi komoditi unggulan yang berbahan baku atau bersumber dari
hasil alam yang tidak dapat diperbaharui menjadi komoditi yang dapat diperbaharui
dan ramah lingkungan. Selain kekayaan bahan tambang yang melimpah, Indonesia
juga dilimpahkan kekayaan hasil-hasil pertanian yang besar dan beragam seperti
8
Gambar 1.2. Pesebaran Hasil Bumi Pertanian di Indonesia
memperlihatkan bahwa hasil bumi pertanian Indonesia tersebar lebih variatif jenisnya
di Pulau Jawa yang terkenal dengan tanahnya yang subur. Pulau Jawa di anugerahi
dengan potensi kelapa sawit, cokelat, karet, jagung, hasil hutan, padi, kina, dan jenis
palawija lainnya. Kondisi ini disebabkan tingkat kesuburan tanah dipulau Jawa
memang tinggi karena dikelilingi gunung-gunung yang masih produktif yang diakui
tanaman cokelat, sawit, karet, teh, kelapa dan hasil hutan. Berbeda dengan Pulau
Jawa dan Sumatera yang lebih beragam jenis pertaniannya, di Pulau Kalimantan lebih
di dominasi dengan hasil hutan dan sawit. Adapun pulau Sulawesi mayoritas pertanian
di dominasi oleh tanaman jagung, rotan dan kelapa. Sementara untuk Pulau Papua
seperti yang kita ketahui komoditas pertanian yang besar adalah sagu. Melihat potensi
9
alam potensial ini agar lebih meningkat produktivitasnya. Percepatan pembangunan
pertanian yang mampu meningkatkan nilai tambah produk pertanian harus di dukung
dengan iklim usaha tani yang menguntungkan petani dan pelaku usaha tani lainnya.
Teknologi tepat guna di sektor pertanian juga dapat menjadi solusi peningkatan
khatuliswa, terletak di antara benua Asia dan Australia, kemudia diantara Samudera
Hindia hingga Pasifik. Indonesia terdiri dari 16.056 pulau dengan lima pulau besar
yang kemudian terbagi ke dalam 34 provinsi yang kemudian dibagi lagi menjadi 98
kota dan 416 kabupaten. Berdasarkan data BPS (2020) menyatakan penduduk
Indonesia mencapai lebih dari 270 juta jiwa dan membuat negara Indonesia
menduduki posisi keempat di dunia dalam hal jumlah penduduk. Sebesar 56 persen
dari total penduduk yang ada Indonesia berada di Pulau Jawa. Provinsi dengan jumlah
penduduk terbanyak berada di Jawa Barat dengan 49.565,2 jiwa, kemudian Jawa
Timur dengan 39.955,9 jiwa dan Jawa Tengah dengan 34.738,2 jiwa. Adapun Provinsi
Papua Barat memiliki penduduk terkecil dengan 986 jiwa. Sedangkan diukur dari
kepadatan jumlah penduduk, maka Provinsi DKI Jakarta menjadi wilayah terpadat
dengan kepadatan penduduk sebesar 15.478 penduduk per km2. Sementara Papua
Barat dan Kalimantan Utara merupakan provinsi yang paling jarang penduduk, hanya
Selain sumberdaya alam berupa tanah atau lahan, tenaga kerja atau SDM juga
10
potensi wilayah yang dimilikinya. Barometer efektifitas suatu proses produksi dalam
Sehingga dalam pengembangan potensi wilayah tidak cukup dengan jumlah tenaga
kerja yang besar saja, namun juga terkait tenaga kerja yang terampil dan terdidik.
Keterampilan dan keahlian yang dimiliki oleh seseorang seperti yang dijelaskan oleh
Sukirno, 2005 pada bab sebelumnya sangat berpengaruh dalam pengelolaan potensi
wilayah yang dimiliki termasuk efisiensi dan efektifitas proses produksi. Gambar 2.3
Gambar 2.3 Tenaga Kerja Berdasarkan Level Skill dan Provinsi Tahun 2020
memiliki keahlian yang bersifat semi-skill atau dengan keahlian level sedang. Tenaga
kerja yang berkeahlian ini paling banyak tersebar di provinsi Jawa Barat, kemudian
Jawa Timur di posisi kedua dan Jawa Tengah di posisi ketiga. Jawa Barat menjadi
provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja kategori skilled terbanyak yakni sebanyak
2.552.494 orang atau sekitar 18,54 persen dari total tenaga kerja skilled. Untuk
11
kategori Semi-skilled paling banyak tersebar di jawa Timur dengan jumlah sebanyak
14.482.168 orang atau 16,16 persen dari total tenaga kerja di Indonesia kategori semi-
Jawa Barat sebanyak 4.716,.967 orang atau sekitar 19,23 persen dari total tenaga
terkonsentrasinya tenaga kerja dengan keahlian di Pulau Jawa, maka perlu adanya
transfer Ilmu pengetahuan dan rotasi tenaga ahli ke wilayah-wilayah lain di Indonesia
berdasarkan potensi wilayah masing-masing. Agar keahlian yang dimiliki tenaga kerja
masing.
mikro, perubahan struktur industri misalnya dari pertanian menuju industri pengolahan
serta peningkatan daya saing suatu negara tidak lepas dari pemanfaatan teknologi
yang tepat guna. Kemudian di level makro, peningkatan pembangunan ekonomi yang
sendiri bagi suatu negara secara global (Sharif dalam Radhi, 2010).
inputnya yakni lahan atau tanah, tenaga kerja dan modal serta manajemen usahanya.
Terdapat fungsi yang berbeda dari input-input tersebut namun memiliki keterkaitan
12
keterkaitan antar input tersebut. Contohnya jika seseorang ingin memproduksi
tanaman pangan dan menginginkan jumlah produksi tertentu maka dengan teknologi
yang digunakan dia dapat menenntukan jumlah tenaga kerja dan modal yang akan
dia gunakan untuk memproduksi tanaman pangan pada luasan lahan yang dia miliki.
Jika dia menginginkan teknologi yang canggih tentu modal yang dia gunakan untuk
menggunakan teknologi lebih sederhana, namun disisi lain dia dapat melakukan
peranan teknologi dalam proses produksi memang layak di apresiasi namun setiap
wilayah perlu mengenali teknologi tepat guna disesuaikan dengan potensi dan
karakteristik wilayah yang tentu memiliki ciri khas tersendiri, sehingga penggunaan
teknologi yang tepat harus perlu di cermati dengan baik. Dalam tulisan ini, Gambar
industri besar dan menengah di setiap provinsi. Industri besar pada umumnya
13
Gambar 2.4 menjelaskan bahwa provinsi yang memiliki jumlah industri besar
tertinggi di Indonesia adalah Provinsi DKI Jakarta, kemudian disusul Jawa Barat
diposisi kedua dan di posisi ketiga adalah Jawa Timur. Sementara Provinsi Maluku
Utara dan Sulawesi Barat memiliki jumlah industri besar paling sedikit. Setiap Wilayah
Pertama, melalui Invention and Innovation, dan Kedua, melalui transfer atau alih
teknologi. Setiap wilayah atau negara sekalipun akan mengalami dilema dalam
kedua jenis pilihan. Meskipun ada beberapa negara maju yang dapat melakukan
memiliki strategi penerapan teknologi melalui R&D dengan membeli sejumlah strategi
negara lain untuk dikembangkan di dalam negeri atau menggunakan teknologi yang
telah dikembangkan oleh nagara lain (Ramanathan dalam Radhi, 2010). Indonesia
sebagai negara berkembang selain menerapkan proses alih teknologi, juga berupaya
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh negara. Gambar 2.4 merupakan jumlah
Indonesia ada yang sudah di komersialisasikan pada kalangan masyarakat luas ada
masyarakat luas.
14
Gambar 2.5 Jumlah produk teknologi yang dihasilkan lembaga tahun 2013-2015
tinggi ini bersama dengan lembaga IPTEK lainnya sangat vital dalam penelitian dan
15
Kekuatan lembaga Iptek memang masih besar di Pulau Jawa khususnya Jawa
Barat yang memang dikenal sebagai pusat teknologi di Indonesia dengan 712
lembaga atau institusi IPTEK disusul Jawa Timur dengan 575 lembaga IPTEK.
Sementara itu di Provinsi Gorontalo, lembaga IPTEK merupakan yang terkecil yakni
hanya sebesar 19 institusi. Kemudian, data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal
lembaga riset yang dibina dalam kurun waktu 2012 hingga 2019 dan cenderung
meningkat setiap tahunnya. Tahun antara 2012 hingga 2014 terdapat 4 institusi riset
yang dibina, dan meningkat menjadi 23 institusi di periode tahun 2017 hingga 2019.
27 dari 72 institusi riset yang dibina dalam kurun waktu lima tahun terakhir berhasil
dijadikan Pusat Unggulan Iptek (PUI) yang tersebar pada 8 provinsi di Indonesia
dengan afiliasi pada sejumlah institusi induk seperti kementerian, LPNK, Perguruan
Tinggi maupun badan usaha. Dari 27 PUI ini, sebanyak 55% berlokasi di Provinsi
Jawa Barat. Berikut sebaran PUI tahun 2016 yang dapat dilihat pada Gambar 2.5
berikut.
Gambar 2.7 Sebaran PUI di Indonesia Berdasarkan Provinsi dan Koridor Tahun
2016
16
Gambar 2.5 menjelaskan ada ketimpangan yang cukup signifikan dalam
pesebaran PUI perkoridor antara yang berada di Pulau Jawa dengan PUI yang
terdapat diluar Pulau Jawa. Sebesar 79 persen PUI tersebar di sejumlah provinsi
Pulau Jawa. 28 PUI terbanyak tersebar di sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Barat,
kemudian Jawa Timur dan Banten menyusul setelahnya, dengan jumlah PUI masing-
masing sebanyak 10 dan 8 PUI. Sementara selain DKI Jakarta dengan 6 PUI, DI.
Yogyakarta dengan 4 PUI, Sulawesi Selatan dengan 3 PUI dan bali dengan 2 PUI.
Provinsi lain hanya memiliki 1 PUI, dan khusus pulau Kalimantan dan Papua hanya
Association of Science Parks, juga membuat kawasan sains dan teknologi (Science
and Techno Park/STP) yang merupakan kawasan yang dikelola secara professional.
STP sendiri berfungsi sebagai media kolaborasi riset dan pengembangan teknologi
yang berkelanjutan oleh berbagai pihak baik akademisi, litbang maupun dari industri.
17
Gambar 2.6 menjelaskan bahwa sebagian besar STP berada di Pulau Jawa,
tepatnya 26 STP atau 39% dari jumlah STP nasional. Jawa Barat menjadi provinsi
dengan STP terbanyak yaitu 10 STP, disusul Jawa Tengah dengan 9 STP dan
Sulawesi Selatan dengan 6 STP. Sementara itu, proporsi STP di Pulau Kalimantan,
Sulawesi dan Papua masih minim ditemukan. Hadirnya STP ini menjadi penting
karena tertuang pada Nawa Cita Presiden Joko Widodo. Dimana disana tertulis bahwa
Program ini juga akan didukung dengan penyediaan sarana prasarana dan fasilitas
menggunakan teknologi terkini. Kondisi ini memungkinkan akan muncul STP lain di
masing dalam meningkatkan peran institusi Iptek nya dalam pengembangan teknologi
terjebak pada posisi Middle Income Trap (Obisi dan Anyim, 2014). Dalam konteks
dan himpunan sumberdaya menggunakan jejaring sosial dan bisnis yang dimiliki.
Wirausaha juga kerap melakukan inovasi seperti menghasilkan ide, produk maupun
layanan dengan kreatifitas yang tinggi dan berdaya saing tinggi sehingga pada
baru (Clement dalam Obisi dan Anyim, 2012). Berdasarkan pemaparan ini, maka
18
dapat dikatakan daerah dengan daya saing yang tinggi memiliki intensitas kegiatan
menunjukkan bahwa ada 3 provinsi dengan kategori indeks “Sangat Tinggi” yakni
indeks dengan skor 3,76 – 5, kemudian 12 provinsi memiliki kategori indeks “Tinggi”
dengan skor indeks 2,51 - 3,75, dilanjutkan 10 provinsi dengan kategori indeks
“Sedang” dengan skor indeks 1,26 - 2,5 serta dengan kategori indeks “Rendah”
dengan skor indeks 0 - 1,25. Terdapat 6 provinsi. Tiga provinsi dengan kategori indeks
“Sangat Tinggi” adalah Jawa Tengah dengan skor indeks 4,5268, Jawa Barat dengan
skor indeks 4,1829 dan Jawa Timur dengan skor indeks 3,9753. Sementara daya
saing dengan kategori indeks rendah adalah Sumatera Barat, DI. Yogyakarta, Nusa
Tenggara Barat, Gorontalo, Maluku dan Bali. Selain dari indeks daya saing, tingginya
kewirausahaan suatu wilayah juga dapat diukur melalui jumlah UMKM yang terdapat
di suatu wilayah. Semakin banyak UMKM maka semakin tinggi peran wirausahawan,
dan sebaliknya.
19
Gambar 2.10 Provinsi dengan UMKM Terbanyak Tahun 2020
UMKM dimana Jawa Tengah memiliki jumlah UMKM paling banyak di Indonesia dan
memiliki daya saing dengan indeks paling tinggi. Sehingga dapat dikatakan
daya saing wilayah itu sendiri. Dampak Pandemi Covid-19 sempat memberikan
Masalah pertama yakni kondisi keuangan yang semakin melemah dan minimnya
permintaan akan produk dan jasa yang mereka tawarkan akibat minimnya waktu
operasional yang dibatasi, sumber daya yang dibutuhkan untuk proses produksi, dan
pendanaan yang sulit diperoleh akibat sepinya pasar. Masalah kedua adalah
terpaku secara langsung atau offline dan di masa pandemi dengan segala
20
pembatasan kegiatan ekonomi dan sosial membuat ini menjadi kekhawatiran utama
Survei yang dilakukan Bank Indonesia menemukan fakta bahwa pada tahun
2020, UMKM yang tidak terdampak pandemi hanya sebesar 12,5 persen. Sebesar
27,6 persen dari UMKM terdampak pandemi tadi mampu meningkatkan penjualan.
pembatasan mobilitas dan aktifitas masyarakat. UMKM harus di dorong menuju sektor
generasi tua untuk memahami dengan tuntas mengenai e-commerce dan fitur-fitur
yang mendukungnya.
dibarengi dengan perbaikan sistem pengelolaan sosial, hukum, politik dan lingkungan
21
hidup secara lebih signifikan. Pendekatan ini konsepnya mengacu pada wilayah itu
wilayah tersebut sehingga perlu diteliti dan di fahami dengan benar karakteristik
menjurus kepada perbaikan dan pembangunan kondisi fisik seperti infrastruktur dan
infrastruktur pendukung dan tersedianya faktor produksi yang lain juga mempengaruhi
yang paling utama dalam hal ini. Komoditas unggulan yang merupakan potensi
wilayah harus memiliki keterkaitan baik kedepan maupun kebelakang yang kuat
dengan komoditas lainnya baik dalam sektor sama maupun sektor yang berbeda.
Dalam hal daya saing, setiap komoditi yang menjadi unggulan harus mampu berdaya
saing dalam hal harga, mutu pelayanan maupun biaya produksi dengan komoditi
lainnya yang memiliki jenis yang sama dari daerah lain baik dalam pasar domestik
22
maupun global. Keunggulan bersaing ini meliputi harga komoditas, biaya yang
teknologi harus mutakhir dan terus berinovasi dalam hal penggunaannya pada setiap
kegiatan produksi. Melalui pendekatan ini juga diharapkan ada peningkatan dalam
potensi wilayah sebagai objek kebijakan sehingga diharapkan banyak tenaga kerja
setempat yang memiliki keahlian terkait produksi komoditas unggulan ini sehingga
skala produksi dapat optimal. Penyerapan tenaga kerja dengan kualitas tinggi atau
dengan kata lain memiliki keahlian yang mumpuni akan tercipta dalam proses
produksi komoditas yang menjadi sesuai dengan skala produksi dalam perusahaan
atau wilayah.
komoditi yang menjadi unggulan akan mampu bersaing dalam pasar dalam jangka
waktu panjang. Bertahannya komoditas unggulan di dalam pasar dimulai pada tahap
terciptanya, pertumbuhan hingga mengalami titik jenuh dan pada akhirnya mencapai
bahan baku mulai berkurang, persaingan di pasar mulai ramai dengan produk-produk
yang lebih murah atau kualitas lebih baik. Saat terjadi penurunan, maka komoditi baru
sudah harus siap untuk menggantikannya. Disinilah fungsi kolaborasi inovasi dan
teknologi untuk menciptakan komoditi baru yang masih langka di pasaran dengan
kualitas dan harga lebih murah tentunya biaya produksi harus seefisien mungkin.
Produk baru ini bisa hasil diversifikasi komoditi sebelumnya, atau komoditi yang
23
benar-benar baru. Komoditas unggulan pada umumnya tidak rentan akan perubahan
yang terjadi baik eksternal maupun internal dan semestinya menuju pada kelestarian
kabupaten/kota tentu akan sulit jika dilakukan secara terpusat karena tidak bisa
dipungkiri negara Indonesia secara geografis terdiri dari banyak pulau kecil tentu
memerlukan biaya, waktu dan tenaga ekstra untuk melakukan pengelolaan secara
UU No 22 yang dikeluarkan pada tahun 1999 yang membahas otonomi daerah dan
daerah hingga level terendah dari pemerintah pusat, diharapkan pendekatan wilayah
ketersediaan sumberdaya dan potensi lokal yang dimiliki sehingga muncul sebuah
pola persaingan yang kuat dan sehat. Namun, desentralisasi belum sepenuhnya
perumusan visi dan misi pembangunan wilayah berbasis potensi lokal membuat
pemerintah di daerah kesulitan memperoleh strategi dan kebijakan daya saing yang
sesuai dengan daerah. Menurut Mukhtar (2012) masih banyak pula pemerintah
perumusan kebijakan mereka masih tergantung dengan pemerintah pusat. Kondisi ini
tentu tidak dapat dibiarkan, harus ada konsep terukur dan terarah untuk
24
menyelesaikan permasalahan di daerah. Sinergi pemerintah dari level terbawah
mengetahui permasalahan mendasar di daerah dan langkah apa yang dapat diambil
daya saing tinggi di pasar dalam negeri maupun global. Pendekatan yang popular di
atas tahun 2015 ini menjadi salah satu state-of-the-art yang mengarahkan
pengembangan suatu wilayah. Untuk lebih jelasnya maka dalam Tabel 2.1
teknologi dan konsep yang masih bersifat tradisional atau konvensional dan pada
pendekatan hanya menggunakan satu konsep akan sulit mencapai tujuan utama
25
Tabel 2.1 Pengembangan Wilayah Berbasis Teknologi dan Konvensional
Teknologi Konvensional
Level Perusahaan
Aspek transformasi sebagai bahan Aspek produksi sebagai bahan kajian
kajian Indikator :
Indikator : • Lahan/Tanah
• Tersedianya SDA • Tenaga Kerja
• Kualitas SDM • Modal
• Pengelolaan organisasi
• Tersedianya Infrastruktur fisik
• Sistem informasi
Kontribusi : Ukuran produktivitas :
• Fisik Teknologi/Mesin • Tenaga kerja
(Technoware) • Modal
• Tenaga Kerja Manusia
(Humanware)
• Aplikasi Teknologi (Infoware)
• Pengelolaan Teknologi
(Orgaware)
Kekuatan : Kekuatan :
• Teknologi yang mutakhir • Modal
• Inovasi teknologi • Suku bunga
• Kinerja Perusahaan • Inflasi
• Penyusutan lainnya
Matematis: Analisis kontribusi teknologi Matematis: Analisis kelayakan ekonomi
• Teknoware, Humanware, • Internal rate of return
Infoware, dan Orgaware (THIO) • Net present value
• Technology contribution • Benefit cost ratio
coefficient
• Technology concent added
Level Industri
Aspek kandungan teknologi sebagai Aspek output ekonomi sebagai bahan
bahan kajian kajian
Indikator : Indikator :
• Status teknologi • Rasio output terhadap kapasitas
• Potensi THIO produksi
• Peluang THIO • Rasio kapital terhadap output
• Kondisi THIO • Produksi dan konsumsi
• Sebaran produksi dan inovasi • Kapasitas ekspor dan impor
• Impor akan input dan teknologi
• Ekspor akan output dan
teknologi
Pertumbuhan : peningkatan kapasitas Pertumbuhan : peningkatan output
teknologi • Value added
• Nilai tambah kandungan • Jumlah produksi
teknologi • Diversifikasi
26
• Jumlah produksi • Jumlah pekerja
• Diversifikasi
• Intensitas Inovasi
Level Wilayah
Struktur teknologi sebagai bahan kajian Struktur ekonomi sebagai bahan kajian
Indikator : Indikator :
• Peran proses cocok tanam • Peran sektor pertanian
• Transformasi kandungan • Peran sektor industri
teknologi • Peran sektor lainnya
• Transformasi angkatan kerja • Perubahan kontribusi relatif
dalam PDB
• Transformasi struktur tenaga
kerja
Level Nasional
Dimensi teknologi sebagai bahan kajian Dimensi ekonomi sebagai bahan kajian
Indikator : Indikator :
• Kapasitas teknologi: TCA, PCT • Besaran ekonomi: GNP, GDP
• Perkembangan kemampuan • Pertumbuhan pendapatan per
teknologi kapita
• Matrik alir tekonologi • Input-Output
• Perkembangan kandungan • Pertumbuhan dalam
teknologi perekonomian
• Distribusi teknologi • Distribusi dalam pendapatan
• Faktor iklim • Biaya opportunity
• Neraca pembayaran teknologi • Neraca perdagangan
• Sumberdaya dan infrastruktur
• Perencanaan komponen
teknologi
Strategi Pengembangan
• Create or Buy technology • Subtitusi barang impor
• Mengimpor/mengekspor • Promosi Ekspor (jika
teknologi berorientasi pada ekspor)
Sumber : Mukhtar (2012)
konsep diatas bukan untuk dipilih salah satunya, namun untuk dikombinasikan agar
dinamisnya proses dari pengembangan wilayah itu sendiri. Kajian tentang pendekatan
pengembangan wilayah harus memiliki dimensi luas dan multiaspek. Integrasi dua
27
konsep diatas akan menjadi alternatif terbaik bagi pengembangan wilayah berbasis
potensi wilayah yang ada di Indonesia agar tujuan kesejahteraan masyarakat lebih
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
yang terdiri atas banyak sekali pulau terutama pulau kecil yang membentuk kepulauan
tentu memiliki karakteristik yang berbeda antar wilayahnya. Karakteristik ini membuat
adanya potensi yang beragam antar wilayah dan tentu pengelolaannya tidak bisa di
wilayah juga berbeda, sehingga perlu pendekatan yang berbeda antar wilayah. Faktor
produksi SDA, tenaga kerja, teknologi dan kewirausahaan sejauh ini masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa. Daerah lain sebenarnya juga memiliki potensi besar
terkait sumberdaya alam hanya saja belum didukung oleh kemudahan dalam
tersedianya faktor produksi lain. Meski demikian, pemerintah daerah harus mampu
regional development akan menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan
pemerintah daerah dalam menentukan visi misi daerahnya. Selain itu kolaborasi
pemerintah dari level terbawah hingga pusat menjadi faktor pendorong suksesnya
wilayah tersebut.
28
3.2 Saran
produksi dan teknologi diatas, maka saran yang dapat dipertimbangkan pemangku
kebijakan dan pelaku ekonomi baik ditingkat nasional maupun regional adalah dengan
berdaya saing rendah. Tujuannya agar tercipta iklim investasi yang baik. Dengan
membaiknya iklim investasi diharapkan faktor produksi berupa modal dan teknologi
juga akan berkembang dengan pesat di wilayah tersebut yang pada akhirnya
diharapkan akan membuka peluang kerja dan usaha baru bagi masyarakat. Iklim
investasi yang meningkat akan menjadi daya Tarik tersendiri bagi pelaku usaha baik
memadati Pulau Jawa lambat laun akan teratasi sehingga masyarakat pada umumnya
pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk menambah pusat kajian dan IPTEK
di wilayah-wilayah timur khususnya agar para ahli dapat melakukan riset langsung di
pengembangan wilayah konvensional akan menjadi salah satu alternatif yang dapat
29
DAFTAR PUSTAKA
Asmarini, Wilda. (2021). RI Ada Harta Karun Energi Terbesar ke-2 Dunia, Tapi
Diabaikan. CNBC Indonesia.
https://www.cnbcindonesia.com/news/202112301 03748-4-303209/ri-ada-
harta-karun-energi-terbesar-ke-2-dunia-tapi-diabaikan
Ati Widiati. (2000). Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Kota Pontianak
Berorientasi Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia, Vol.2 No.4.
Badan Geospasial Indonesia. (2019). Landskap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di
Indonesia.
Badan Geospasial Indonesia (2019). Pesebaran Sumberdaya Tambang di Indonesia.
Badan Geospasial Indonesia (2019). Pesebaran Hasil Bumi Pertanian di Indonesia.
Bank Indonesia. (2020). Laporan Perekonomian Indonesia.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2020). Dampak Pandemi Covid-19
Terhadap UMKM.
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2015-2020). Produk Domestik Regional Bruto
Berdasarkan Provinsi.
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2020). Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan
Provinsi.
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2020). Sebaran Industri Menengah dan Besar di
Indonesia
Badan Riset dan Inovasi Nasional. (2020). Daya Saing Provinsi di Indonesia
Daniel & Worthingham. (2004). Muscle testing: Technique of manual examination 7th
ed. Philadelpia: W.B. Saunders.
Handoko, T. Hani (2011). Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia.
Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Harahap, Sofyan Syafri. (2009). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Kementerian Koperasi dan UMKM. (2015). Provinsi dengan Usaha Mikro Kecil
Menengah Terbanyak di Indonesia.
Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi. (2013-2015). Jumlah Produk
Teknologi Yang Dihasilkan Lembaga.
Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi. (2019). Pemetaan Kekuatan
Institusi IPTEK Setiap Provinsi.
Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi. (2016). Sebaran PUI di
Indonesia Berdasarkan Provinsi Dan Koridor.
Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi. (2016). Sebaran STP
Berdasarkan Area di Indonesia
30
Kusdiana, Didik dan Candra Wulan. (2007). Analisis Daya Saing Ekspor Sektor
Unggulan di Jawa Barat. Junal Trikonomika Fakultas Ekonomi UNPAS,
Volume 6 Nomor 1.
Masyhuri, Machfudh. 2007. Dasar-Dasar Ekonomi Mikro. Jakarta : Prestasi
Pustakaraya.
Mukhtar, Syukrianti. (2012). Menciptakan Keunggulan Daya Saing Wilayah Melalui
Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Sosial Humaniora, Vol 5 No.2.
Obisi, C dan Anyim. (2012). Developing of The Human Capital For Enterprenuership
Challenges and Successes “. International Journal of Academic Research and
Bussines and Social Sciences. Vol.2 No.3.
Pusat Data dan Informasi Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan Dalam Angka Tahun 2020
Radhi, Fahmy. (2010). Pengembangan Appropriate Technology Sebagai Upaya
Membangun Perekonomian Indonesia Secara Mandiri. Jurnal Ilmiah Ekonomi
Bisnis, Volume 15 Nomor 1.
Riyanto, Bambang. 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
Skousen, C. J., K. R. Smith, dan C. J. Wright. 2009. ”Detecting and Predecting
Financial Statement Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS
No. 99.” Corporate Governance and Firm Performance Advances in Financial
Economis, Vol. 13, h. 53-81.
Sharif, N. (1993). Rationale and The Framework for a Technology Management
Information System. School of Management Asian Institute of Technology,
Bangkok, Thailand.
Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi, Teori Pengantar. Penerbit PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013 Tentang
Ketenagakerjaan
31