Anda di halaman 1dari 8

DEMOKRASI

MEMBANDINGKAN KEHIDUPAN DEMOKRASI

Andre Revanusa /03 Frendy Elnardo / 13 Gibran Dwi / 16 Vinsensius Gilang / 32


ORDE LAMA MASA DEMOKRASI LIBERAL

Masa orde diawali dengan diberlakukannya sistem parlementer setelah


proklamasi kemerdekaan 1945 - 1949. Pada orde lama demokrasi yang
dipakai adalah demokrasi parlementer atau demokrasi liberal, yang pada
masa itu sudah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik.

Ketidak stabilan demokrasi liberal disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:


1. Dominannya politik aliran
2. Landasan ekonomi rakyat yang masih rendah
3. Tidak mampunya para anggota konstituante bersidang dalam
menentukan dasar negara. Yang dilanjutkan dengan dikeluarkannya
dekrit presiden 5 juli 1959 yang membubarkan konstituante.

nah pada masa inilah merosotnya dari prinsip prinsip demokrasi, tanda
tanda penurunan tersebut sangat terlihat dari keibjakan untuk mengangkat
presiden seumur hidup yang menghilangkan pemilu presiden pada masa itu.

Pada masa ini kekuatan demokrasi belum tampak karena demokrasi dan pemerintahan masih berpusat pada bangsawan dan kaum
terpelajar, sehingga rakyat kebanyakan tidak mengerti apa itu demokrasi, mengingat usia kemerdekaan Indonesia yang masih muda
saat itu dan keadaan sosial politik yang belum stabil setelah penggantian konstitusi, maka tak ayal banyak rakyat Indonesia yang
terutama berada di bawah garis kemiskinan lebih memikirkan kelangsungan hidupnya daripada harus memikirkan tentang demokrasi
dan pemerintahan.
ORDE LAMA

KELEBIHAN DEMOKRASI ORDE LAMA


Persatuan dan kesatuan bangsa masih sangat kuat, karena
semuanya menginginkan negara Indonesia tetap berdiri.
Berhasil merebut kemerdekaan,serta mempertahankan keutuhan
wilayah NKRI.
Berhasil merebut wilayah Irian jaya dari Belanda.
Indonesia berhasil menjadi pelopor organisasi internasional, seperti
gerakan non blok, konferensi asia afrika

KEKURANGAN DEMOKRASI ORDE LAMA

Kondisi politik negara masih belum stabil, banyak tantangan dari luar seperti agresi militer Belanda, dan gerakan pemberontakan.
Penerapan sistem demokrasi yg masih try and error, dibuktikan dengan berganti ganti sistem demokrasi.
Adanya Ideologi yg saling bertentangan, Islam, nasionalis, dan komunis
ORDE BARU
Pemerintahan “Orde Lama” berakhir setelah keluar Surat Perintah
Sebelas Maret 1966 yang dikuatkan dengan ketetapan Pendidikan
Kewarganegaraan 11 MPRS No. IX/MPRS/1996. Sebagai penggantinya
maka muncul pemerintahan “Orde Baru” dengan dukungan kekuatan
TNI-AD sebagai kekuatan utama.

Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas


pemerintahan, Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah
mengeluarkan kebijakan: Membubarkan Partai Komunis Indonesi (12
Maret 1966) dan menyatakan PKI sebagai partai terlarang di Indonesia

Pada tahun 1973 pemerintah melakukan penyederhanaan dan


Selama pemerintahan orde baru terjadi pengekangan
penggabungan (fusi) partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik.
kebebasan pers. Beberapa media massa seperti
Tiga kekuatan sosial politik itu adalah : Partai Persatuan Pembangunan
Tempo, Detik, dan Editor dicabut surat izin penerbitnya
(PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya.

Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali Kekuasaan “Orde Baru” sampai tahun 1998 dalam
pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. ketatanegaraan Indonesia tidak mengamalkan nilai –
Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan nilai demokrasi. Praktik kenegaraan “Orde Baru”
Orde Baru, Golkar selalu memenangkan Pemilu. dijangkiti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
ERA REFORMASI
Kepemimpinan Indonesia yang beralih dari Soeharto ke BJ Habibie merupakan jalan baru
terbukanya proses demokratisasi di Indonesia karena terciptalah era reformasi semenjak
BJ. Habibie menggantikan Soeharto. Demokrasi yang diciptakan pada era reformasi ini
adalah demokrasi pancasila. Presiden BJ Habibie meletakkan fondasi yang kuat bagi
pelaksanaan demokrasi Indonesia pada masa reformasi. Habibie juga menghapus
berbagai kekangan demokrasi yang berlaku di era Soeharto. Contoh dari karakteristik
demokrasi periode era reformasi yaitu :

Pola Rekrutmen Hak Hak Dasar Warga Negara


Pemilu Lebih Demokratis
Politik Terbuka Terjamin
Pemilu yang dilaksanakan jauh lebih Rekrutmen politik untuk pengisian jabatan Sebagian besar hak dasar rakyat bisa
demokratis dari sebelumnya. Sistem politik dilakukan secara terbuka. Setiap terjamin seperti adanya kebebasan
Pemilu terus berkembang memberikan warga negara yang mampu dan memenuhi menyatakan pendapat, berserikat,
jalan bagi rakyat untuk menggunakan syarat dapat menduduki jabatan politik kebebasan pers, dan sebagainya
hak politik dalam Pemilu. tanpa diskriminasi.
PASCA REFORMASI
TANTANGAN & PERUBAHAN BARU UNTUK INDONESIA

Waktu Presiden Suharto turun dari jabatannya (Mei 1998), peristiwa ini menandai awal dari sebuah era baru dalam sejarah Indonesia. Setelah
dikuasai oleh rezim otoriter Orde Baru Suharto selama lebih dari tiga dekade, Indonesia memulai fase baru yang dikenal sebagai Reformasi. Era ini
dipandang sebagai awal periode demokrasi dengan perpolitikan yang terbuka dan liberal. Dalam era baru ini, otonomi yang luas kemudian
diberikan kepada daerah dan tidak lagi dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat (desentralisasi). Dasar dari transisi ini dirumuskan dalam UU
yang disetujui parlemen dan disahkan Presiden Indonesia di tahun 1999 yang menyerukan transfer kekuasaan pemerintahan dari Pemerintah
Pusat ke pemerintah daerah.

Perkembangan Konstitusi

Kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (2004–2014)

Pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun


2004.Pemilihan umum Presiden Indonesia 2004 merupakan pemilu
pertama yang memilih pasangan presiden dan wakil presiden secara
langsung. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf
Kalla memenangi pemilu setelah melewati dua putaran pemilihan.

Perkembangan konstitusi meluas pada era modern ini. Sistem


ketatanegaraan mengalami perubahan besar-besaran. Berubah dari
supremasi institusi yang tidak lagi tertinggi karena semua institusi
telah setara yang kemudian menjadi supremasi konstitusi.
“Konstitusi harus dijadikan sebagai pegangan tertinggi sekalipun
Presiden harus di bawah konstitusi. Konstitusi adalah kesepakatan
tertinggi dan pegangan tertinggi untuk semua masyarakat”
PASCA REFORMASI
Politik Luar Negeri Pasca Reformasi
Presiden SBY berusaha menggunakan karisma pribadinya dalam melaksanakan
politik luar negeri Indonesia. Indonesia sukses menyelesaikan beberapa masalah
internasional seperti kasus Ilegal logging, kekerasan terhadap Tenaga Kerja
Indonesia dan masalah perbatasan di kepulauan Ambalat. Selain itu, politik luar
negeri Indonesia masa SBY juga berusaha untuk meningkatkan aktivitas
perdagangan dan investasi tingkat internasional.

Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, Siswanto menjelaskan bahwa pelaksanaan


politik luar negeri Indonesia di era Reformasi dibagi ke dalam dua era, yaitu Kekurangan Reformasi
transisi dan stabil. Pada era transisi, menurut Siswanto, kepala negara masih
memfokuskan perhatian pada penyelesaian isu domestik, yaitu keamanan, Dalam catatan Habibie, secara keseluruhan reformasi telah
integrasi, dan ekonomi. Politik luar negeri cenderung bersifat inward looking dan menghadirkan kebebasan, proses demokratisasi dan
condong pada diplomasi bilateral. Kemudian pada era stabil yang dimulai sejak perbaikan serta pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, masih
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yuhoyono dan berlanjut di bawah banyak kekurangan dan penyimpangan yang terjadi
Presiden Joko Widodo, politik luar negeri lebih mengarah pada outward looking sehingga tidak membawa kesejahteraan pada rakyat.
policy.
Kelebihan Pasca Reformasi

"Saya melihat, kekurangannya, pertama tiadanya kesinambungan pembangunan bangsa 1. Kebebasan berbicara dan berpendapat
karena GBHN sudah tidak ada lagi. Kedua, kepentingan rakyat dan umum terabaikan, 2. Pemberantasan korupsi
sementara kepentingan pribadi, kelompok dan partai lebih diutamakan. Ketiga, proses 3. Menjamin stabilitas politik
pengembangan, pemanfaatan dan pengendalian iptek ditinggalkan, bahkan sebagian
4. Demokrasi lebih terbuka
dihentikan. Dan keempat, jiwa dan semangat patriotisme terdesak oleh nilai-nilai
materialisme yang rakus, seiring dengan melemahnya etika dan moral," jelas Habibie.
5. Jumlah partai politik tidak dibatasi
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai