Anda di halaman 1dari 3

Taufiqur rahman

18020201101
“DAMPAK PANDEMI COVID 19 TERHADAP INDUSTRI
FARMASI”
Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha
yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi, sebagai industri
penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang harus
memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu
(quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan kesehatan (Priyambodo,
2007).
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan,
dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang
dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh
serta terpadu (Anonim, 2006). Sanitasi dan higiene yang diatur dalam
pedoman CPOB terbaru ‘’Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
43/Menkes/SK/II/1998tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik’’
adalah terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi
dan higienedivalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan
efektivitas prosedur agar selalu memenuhi persyaratan (Anonim, 2006).

Seiring dengan pandemi Covid-19 yang mengacaukan rantai pasokan


internasional dan mengekspos kerentanan dalam sistem layanan kesehatan
di berbagai negara berkembang, Indonesia kini berupaya untuk
memperkuat industri farmasi melalui reformasi dan mengandalkan investor
luar negeri.

Pada awal April, tak lama sebelum ibu kota Jakarta memberlakukan PSBB),
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan akan
mempercepat proses perizinan obat-obatan yang digunakan untuk merawat
pasien Covid-19.

Dalam keadaan normal, proses perizinan obat-obatan biasanya memakan


waktu yang cukup lama hingga berbulan-bulan atau bahkan bertahun-
tahun karena proses birokrasi yang berlapis. Namun sejak adanya pandemi,
berbagai badan pemerintah dinilai perlu bekerja lebih terkoordinasi dan
efisien agar mampu memberikan bantuan kesehatan dengan baik ditengah
pandemi ini.

Selain mempercepat proses perizinan obat-obatan melalui platform otorisasi


darurat, BPOM juga akan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proses impor bahan baku obat-obatan yang digunakan
untuk merawat pasien Covid-19 dari satu hari kerja menjadi hanya dua jam
saja. Demikian pula, proses pemberian sertifkat Good Manufacturing
Practice (GMP) dari BPOM untuk perusahaan farmasi yang telah memenuhi
syarat akan dipercepat dari 10 hari kerja menjadi lima hari kerja saja.

Sebelum terjadinya wabah Covid-19, Indonesia merupakan pasar farmasi


terbesar di Asia Tenggara. Menurut Fitch Solutions, Indonesia diperkirakan
akan menjadi negara dengan pertumbuhan sektor farmasi tercepat di
kawasan Asia Tenggara selama beberapa dekade ke depan.

Namun, akibat pandemi yang telah menjangkit 23.165 orang dan


menyebabkan 1.418 kematian di Indonesia (per 26 Mei 2020), perlu adanya
peningkatan kapasitas dan diversifikasi produksi farmasi untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri yang mendesak serta mampu melindungi negara
dari keadaan darurat kesehatan yang mungkin terjadi ke depannya

Sejak wabah Covid-19 menjadi pandemi global, masalah ketersediaan


APD (Alat pelindung Diri) bagi tenaga medis untuk menangani pasien
terjangkit virus turut menjadi sorotan. Kondisi ini pula yang dihadapi
industri Farmasi dan alat kesehatan (alkes) dalam memenuhi kebutuhan
APD bagi tenaga medis. Tak hanya kelangkaan dan sulit didapat, harga
alkes dan APD pun sempat melambung tinggi.
pentingnya mempertimbangkan kualitas produk bagi pelaku usaha
yang menjual antiseptik, desinfektan khususnya hand sanitizer. Meskipun
adanya regulasi khusus selama pandemi Covid-19 yang memperbolehkan
pembuatan handsinitizer dengan mengikuti formula yang dirilis oleh World
Health Organization (WHO), namun kenyataannya orang berlomba-lomba
membuat handsinitizer sendiri dengan bahan-bahan seadanya. Kemudian
mengambil kesempatan dengan menjual produk tersebut tanpa melewati
proses pemeriksaan quality dan safety sehingga dapat menimbulkan suatu
masalah jika penggunaannya tidak sesuai aturan.
DAFTAR PUSTAKA
“Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010”.
“Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 43/Menkes/SK/II/1998
tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik”.
“Anonim, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas
terbatas, Direktorat Bina Farmasis Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI”.
“Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan
Pengaturan, Pembinaan danPengembangan Industri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3330)”.
“Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3596)”.
https://www.industry.co.id/read/67689/bagaimana-perkembangan-
industri-farmasi-saat-pandemi-covid-19.
https://www.uii.ac.id/peran-industri-farmasi-di-masa-pandemi-
covid-19/.

Anda mungkin juga menyukai