Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Industri merupakan seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah
bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya
industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah
atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Indonesia 2010, jumlah pendapatan industri makanan, minuman, dan
tembakau pada tahun 2008 sebesar 139.921,9 milyar rupiah. Jumlah nominal yang
dapat dihasilkan dari sektor ini merupakan yang menyumbangkan pendapatan
terbesar kedua setelah industri peralatan, mesin, dan perlengkapan pada industri
pengolahan non-migas.
Makanan adalah salah satu bahan pokok dalam rangka pertumbuhan dan
kehidupan bangsa serta mempunyai peranan penting dalam pembangunan
nasional oleh karena itu, masyarakat perlu dilindungi keselamatan dan
kesehatannya terhadap produksi dan peredaran makanan yang tidak memenuhi
syarat. Oleh karena itu perlu ditetapkan suatu pedoman tentang cara produksi
yang baik untuk makanan.
Minuman merupakan segala sesuatu yang dikonsumsi yang dapat
menghilangkan rasa haus dan dahaga juga mempunyai efek menguntungkan
terhadap efek kesehatan. Minuman salah satu bahan yang sangat dibutuhkan oleh
makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidup. Oleh karena itu, kualitas
minuman harus terjamin agar konsumen sebagai pemakaian produk minuman
yang mengandung bahan tambahan makanan, seperti bahan pengawet makanan.
Satu hal yang kerap dilupakan para pengusaha makanan dan minuman
rumahan adalah masalah perizinan, terutama terkait komposisi bahan pembuat
makanan dan minuman. Memproduksi makanan, minuman, dan obat-obatan,
wajib memiliki izin dari kementerian kesehatan. Berdasarkan keputusan dari
kepala badan pengawas obat dan makanan (BPOM) dan perda setempat, untuk
seluruh produksi makanan dan minuman yang diedarkan secara luas harus
memiliki izin produksi, jika tidak akan dikenakan sanksi, seperti di bawah ini.
1. Penutupan industri.
2. Penarikan semua barang hasil industri yang beredar di pasaran.
3. Pelarangan izin beredar.

1
4. Bahkan dalam beberapa perda, ada sanksi yang paling berat, yaitu sanksi
pidana berupa kurungan paling lama tiga (3) bulan dan atau denda yang
besarnya variatif.
Berdasarkan catatan GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan
Minuman Seluruh Indonesia) industri makanan, minuman dan tembakau pada
tahun 2007 volume penjualannya mencapai 383 triliun dan terus meningkat tiap
tahunnya yaitu tahun 2008 volume penjualannya naik menjadi 505 triliun, tahun
2009 naik menjadi 555 triliun dan tahun 2010 naik menjadi 605 triliun. Pola hidup
masyarakat saat ini yang mementingkan kepraktisan dalam mengkonsumsi
produk-produk yang sifatnya siap saji seperti produk minuman ringan dalam
kemasaan mulai banyak diminati pasar. Sehingga industri ini masih sangat
potensial untuk dikembangkan.
Berdasarkan latar belakang diatas ingin dibuat makalah yang berjudul
Perizinan Pendirian Industri Makanan dan Minuman.

I.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1 Apakah yang dimaksud dengan industri makanan dan minuman ?
2 Apakah syarat dan perizinan pendirian indutsri makanan dan
minuman?
3 Bagaimanakah alur pengajuan perizinan pendirian indutsri makanan
dan minuman ?

I.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang industri minuman.
2. Untuk mengetahui syarat dan perizinan pendirian indutsri minuman.
3. Untuk mengetahui alur pengajuan perizinan pendirian indutsri
minuman.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Industri


Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan
mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga
menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi
barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekatkepada pemakai akhir.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa industri/makloon dan pekerjaan
perakitan (assembling).
Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan yaitu :
a.Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih)
b. Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang)
c.Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang)
d. Industri Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang)
Penggolongan perusahaan industri pengolahan ini semata-mata hanya
didasarkan kepada banyaknya tenaga kerja yang bekerja, tanpa memperhatikan
apakah perusahaan itu menggunakan mesin tenaga atau tidak, serta tanpa
memperhatikan besarnya modal perusahaan itu.

II.2 Industri Farmasi


Menurut definisi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri
Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Adapun
obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Sedangkan
bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang
digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan baku
farmasi.
Industri farmasi memiliki fungsi pembuatan obat dan atau bahan obat,
pendidikan dan pelatihan,serta penelitian dan pengembangan.Industri farmasi
yang memproduksi obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil
produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek, instalasi farmasi
rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri
farmasi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan no. 1799/ MenKes/Per/XII/2010
tentang Ketentuaan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi, untuk memperoleh izin usaha farmasi diperlukan tahap persetujuan
prinsip. Persetujuan prinssip diberikan kepada pemohon untuk dapat langsung
melakukan persiapan-persiapan, usaha pembangunan, pengadaan pemasangan
instalasi, dan produksi percobaan. Izin usaha industri farmasi makanan diberikan
kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPMB.

II.3 Ruang Lingkup Industri Farmasi


Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan perizinan Industri Farmasi,
perlu pengaturan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Adapun ruang lingkup
ini meliputi :

II.3.1 Persetujuan Prinsip


Persetujuan Prinsip yang diberikan kepada pelaku usaha yang
telah memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari
Kepala Badan, sebelum pelaku usaha melakukan persiapan,
pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan,
termasuk produksi percobaan.

II.3.2 Izin Industri Farmasi


Izin yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah selesai
melaksanakan tahap persetujuan prinsip, sebelum industri farmasi
melakukan kegiatan produksi.
II.3.3 Perubahan Izin Industri Farmasi
Perubahan izin industri farmasi harus dilakukan apabila:
• Perubahan kapasitas produksi
• Perubahan fasilitas produksi
• Perubahan alamat/lokasi
• Perubahan penanggung jawab
• Perubahan nama industri
II.3.4 Perpanjangan
Perpanjangan persetujuan prinsip dikarenakan pemohon
mengalami kendala yang berkaitan dengan pembangunan sarana
produksi, diperpanjang selama 1 (satu) tahun.

II.4 Alur Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi

Gambar II.1 Alur Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi

Tata cara permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi:


a. Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan
provinsi dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 1 terlampir.
b. Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemohon wajib mengajukan permohonan
persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan
dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 2
terlampir.
c. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh Kepala
Badan dalam bentuk rekomendasi hasil analisis Rencana Induk
Pembangunan (RIP) paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diterima dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 3 terlampir.
d. Permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan dengan kelengkapannya.
e. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam
waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterima dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam 6 Formulir 4 terlampir atau menolaknya
dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 5
terlampir.
f. Pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing
atau Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah mendapatkan Surat
Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan
urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan
prinsip sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini.

II.4.1 Persyaratan dan Evaluasi Persetujuan Prinsip


a. Persyaratan Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi bahwa
pengaturan yang komprehensif sangat diperlukan dalam
mengantisipasi penerapan perdagangan internasional di bidang
farmasi, yang artinya dalam memproduksi obat dilakukan sesuai
dengan ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Tabel II.1 Persyaratan Permohonan Persetujuan Prinsip


Industri Farmasi
b. Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Evaluasi Persetujuan
Prinsip Industri Farmasi
1. Surat permohonan
• Ditujukan kepada Menteri Kesehatan RI di Jakarta
• Lokasi / alamat harus jelas
• Ditandatangani oleh Direktur atau Direktur yang ditunjuk
atau dikuasakan menangani urusan-urusan perizinan dari
perusahaan tersebut
• Dibuat sesuai dengan lampiran pada Permenkes
1799/2010
2. Fotokopi akte pendirian badan hukum
• Perseroan Terbatas disahkan oleh Kementrian Hukum dan
HAM
• Koperasi disahkan oleh Kementrian Koperasi
• Maksud dan tujuan dalam Akte tercantum Bidang Farmasi
(PBF/Obat-obatan)
3. Fotokopi KTP/identitas direksi dan komisaris perusahaan
Semua yang tercantum dalam akte, sesuai akte PT. (asli)
4. Susunan direksi dan komisaris
Sesuai yang tercantum dalam Akte Pendirian PT / Koperasi,
bila ada perubahan-perubahan yang dilampirkan adalah
susunan yang terakhir (oleh notaris).
5. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
farmasi
Dibuat oleh semua yang tercantum dalam akte/ masing-
masing di atas materai (asli) dan jelas.
6. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah
Harus jelas, sesuai lokasi.
7. Fotokopi surat izin tempat usaha berdasarkan UU Gangguan
(HO)
• Dari tiap-tiap provinsi berbeda untuk penerbitan Undang-
Undang gangguan : ada UUG atau ada SITU (Surat Izin
Tempat Usaha) yang dikeluarkan Bupati
• Dikeluarkan sesuai izin yang berlaku setempat, alamat
sesuai dan masih berlaku.
8. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan
Jelas/sesuai alamat.
Diterbitkan oleh Kepala Dinas Koperasi dan Perdagangan
untuk DKI, mencantumkan nama PT dan alamat jelas, masa
berlaku 5 tahun.
Untuk propinsi lain diterbitkan oleh Kepala Dinas Kantor
Pendaftaran Perusahaan (Kop Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi), berlaku 5 tahun.
9. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan
• Untuk DKI, Pemerintah Provinsi DKI, Dinas Koperasi dan
Perdagangan nomor harus jelas.
• Diterbitkan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Koperasi untuk Kabupaten. Mencantumkan nama PT dan
alamat yang sama dengan domisili perusahaan.
• Jenis usaha sesuai : farmasi/ obat-obatan.
• Berlaku selama 5 tahun (diperpanjang)
10. Fotokopi NPWP
Harus jelas penulisan nomornya dan sesuai alamat
perusahaan tersebut.
11. Persetujuan lokasi dari Pemerintah Daerah Provinsi
Disyahkan oleh Pemda setempat / Provinsi, Kab/Kota
dengan stempel
12. Rencana Induk Pembangunan (RIP)
Dikeluarkan oleh BPOM
13. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
14. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-
masing Apoteker Penanggung Jawab Produksi, Apoteker
Penanggung Jawab Pengawasan Mutu, Apoteker
Penanggung Jawab Pemastian Mutu.
15. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing Apoteker
Penanggung Jawab Produksi, Apoteker Penanggung Jawab
Pengawasan Mutu, Apoteker Penanggung Jawab Pemastian
Mutu dari pimpinan perusahaan.

II.5 Alur Permohonan Izin Industri Farmasi

Gambar II.2 Alur Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi

Tata Cara Permohonan Izin Industri Farmasi


a. Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip
dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi.
b. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh
Direktur Utama dan Apoteker penanggung jawab pemastian mutu
diajukan ke Kementerian Kesehatan beserta kelengkapannya.
c. Pemohon mengajukan surat permohonan ke Kementerian Kesehatan
RI cq Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.
d. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan
persyaratan CPOB.
e. Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan
verifikasi kelengkapan persyaratan administratif.
f. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
pemohon.
g. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak dinyatakan
memenuhi kelengkapan persyaratan administratif, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
persyaratan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan dan pemohon.
h. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima
rekomendasi serta persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan
izin industri farmasi.

II.5.1 Persyaratan dan Evaluasi Izin Industri Farmasi


Tabel II.2 Persyaratan Permohonan Persetujuan Prinsip
Industri Farmasi

Anda mungkin juga menyukai