Anda di halaman 1dari 91

PERENCANAAN WELL COMPLETION PADA SUMUR

PSK P-O1 LAPANGAN PUSAKA DI


BOB PT. BUMI SIAK PUSAKO – PERTAMINA HULU

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Profesional Sarjana Terapan pada Diploma IV
Program Studi Teknik Produksi Minyak dan Gas

Oleh:

Nama Mahasiswa : Ersatria Gerald Hilmy Prakasa


NIM : 171410019
Program Studi : Teknik Produksi Minyak dan Gas
Bidang Minat : Pemboran
Tingkat : IV

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS
PEM AKAMIGAS

Cepu, Juni 2021


PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Ersatria Gerald Hilmy Prakasa


NIM : 171410019
Program Studi : Teknik Produksi Minyak dan Gas Bumi
Tingkat : Ⅳ (empat)
Perguruan Tinggi : Politeknik Energi dan Mineral Akamigas

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “Perencanaan Well Completion Pada
Sumur STR Lapangan Pusaka” adalah benar-benar karya saya sendiri dan bukan plagiat
dari karya yang lain. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat pada Skripsi ini,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.

Cepu, Mei 2021

Ersatria Gerald Hilmy P.


NIM. 171410019

i
LEMBAR PENGESAHAN

PERENCANAAN WELL COMPLETION PADA SUMUR PSK P-O1


LAPANGAN PUSAKA DI BOB PT. BUMI SIAK PUSAKO –
PERTAMINA HULU

SKRIPSI

Oleh:
Ersatria Gerald Hilmy Prakasa
NIM. 171410019
Program Studi Teknik Produksi Minyak dan Gas Bumi
Tingkat Ⅳ

Menyetujui

Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II

Purnomosidi, S.T., M.T., P.Hd. Ir. Bambang Yudho Suranta, M.T.


NIP. 19780514 200312 1 001 NIP. 19640514 199303 1 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi: Teknik Produksi Minyak dan Gas Bumi

Akhmad Sofyan, S.T., M.T.


NIP. 19810119 201503 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadiran Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan
bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Perencanaan Well Completion Pada Sumur JAS-022 Lapangan JAS-I2 Di PT. Pertamina
EP Asset 3 Cirebon” dapat dilaksanakan dengan baik.
Penyusunan Skripsi diajukan sebagai syarat kelulusan Program Diploma IV pada
Program Studi Teknik Produksi Minyak dan Gas PEM Akamigas Cepu.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan berkat dorongan, saran, serta bantuan
pemikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:
1. Orang tua, dan saudara saudara, seluruh keluarga yang selalu mensupport saya
dalam pembuatan kertas kerja wajib ini.
2. Bapak Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan, M.Sc, selaku direktur PEM Akamigas
3. Bapak Akhmad Sofyan, S.T., M.T. selaku ketua program studi Teknik Produksi
Minyak dan Gas.
4. Bapak Purnomosidi, S.T., M.T., PhD. dan Ir. Bambang Yudho Suranta, M.T.
selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
5. Bapak dan Ibu Dosen PEM Akamigas.
6. Bapak Prastowo Kurniawan selaku pembimbing lapangan di PT. Pertamina EP
Asset 3 Cirebon.
7. Seluruh Karyawan lapangan PT. Pertamina EP Asset 3 Cirebon.
8. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Teknik Produksi Minyak dan Gas.
9. Teman- teman seperjuangan mahasiswa PEM Akamigas.

Penulis juga mengharapkan saran dan masukan kepada setiap pembaca Skripsi ini,
sehingga setiap masukan dan saran dapat melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada
pada Skripsi penulis.

Cepu, Juni 2021


Penulis,

Ersatria Gerald Hilmy Prakasa


171410019

iii
ABSTRAK

Aktivitas pengeboran adalah suatu kegiatan awal dalam industri minyak dan gas.
Aktivitas ini penting dilakukan untuk membuat jalur antara permukaan dan reservoir.
Pengeboran merupakan kegiatan yang sangat beresiko dan berbahaya bagi lingkungan,
peralatan maupun personal pekerja. Pada saat proses pemboran telah selesai dilaksanakan
maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah well completion.
Well Completion adalah kelanjutan dari proses pemboran sumur agar sumur dapat
berproduksi. Tujuan utama well completion adalah untuk menyiapkan sumur agar dapat
memproduksikan minyak / gas seoptimal mungkin, murah, aman, mudah dalam perawatan
dan tidak memberikan efek kerusakan formasi. Well completion sendiri dapat dilakukan
dengan tahapan, yakni formation completion, tubing completion, dan well head
completion. Well completion harus dilakukan dengan baik, benar dan tepat sehingga dapat
menghemat biaya, aman dan untuk menghindari permasalahan pada saat pengangkatan
fluida hidrokarbon pada tahap produksi nanti.
Pada sumur ini terdapat 2 payzone yang terletak pada reservoir yang sama yaitu pada
formasi bekasap, formation completion pada sumur ini menggunakan perforated casing
completion karena mengingat formasi bekasap merupakan formasi sandstone dan slightly
cemented jadi memakai metode perforated casing completion yang fungsi dari casing ini
adalah mencegah runtuhnya formasi. Dikarenakan sumur ini memiliki 2 payzone maka
dilakukan commingle completion, yaitu dengan memproduksikan 2 zona dengan
menggunakan 1 tubing string, untuk memproduksikannya diperlukan peralatan sub surface
tambahan seperti packer, sliding sleeve door, dan blast joint. Wellhead completion yang
digunakan pada sumur ini menggunakan tipe wellhead conventional spool, karena
memiliki system yang sederhana dan lebih murah daripada wellhead compact spool. Untuk
menggantikan lumpur pemboran pada saat selesai dilaksanakannya pemboran dibutuhkan
completion fluid yang berfungsi untuk mengganti lumpur pemboran yang berada di dalam
sumur, karena completion fluid merupakan fluida yang tidak memiliki padatan sehingga
tidak menyebabkan rusaknya formasi pada saat sumur di produksikan, completion fluid
yang digunakan pada sumur ini berupa brine NaCl dengan density sebesar 8,42 ppg.

Kata Kunci: Completion, brine, wellhead, formation, tubing

iv
ABSTRACT

Drilling activities are the initial activities in the oil and gas industry. This activity is
important to make a path between the surface and the reservoir. Drilling is an activity that
is very dangerous and dangerous for the environment, equipment and private workers.
When the drilling process has been completed, the next step is to complete it properly.
Well Completion is a continuation of the well drilling process so that the well can
produce. The main purpose of completing the well is to prepare the well so that it can
produce oil / gas as optimal as possible, cheap, safe, easy to maintain and does not cause
formation damage. Completion of the well itself can be carried out in stages, namely
completion of formation, completion of tubing, and completion of well heads. Well
completion must be done properly, correctly and precisely so that it can guarantee costs, is
safe and to avoid problems when lifting hydrocarbon fluids at the later production stage.
In this well there are 2 payzones which are located in the same reservoir, namely in the
scar formation, the completion of the formation in this well uses the completion of the
perforated casing because considering that the formation of the former is a sandstone
formation and is slightly cemented so it uses the method of finishing the perforated casing
which functions from this casing to prevent collapse formation. Because this well has 2
payzones, commingle settlement is carried out, namely by producing 2 zones using 1
tubing string, to produce it requires additional sub surface equipment such as packers,
sliding sleeve doors, and blast joints. The wellhead solution used in this well uses a
conventional wellhead spool, because it has a simpler and cheaper system with a compact
wellhead coil. To replace drilling, when the drilling is completed, a fluid solution is needed
which functions to replace the drilling mud that is in the well, because the finishing fluid is
a fluid that has no solids so that it does not cause formation damage when the well is
produced, the finishing fluid used in this well in the form of brine NaCl with a density of
8.42 ppg.

Kata Kunci: Completion, brine, wellhead, formation, tubing

v
DAFTAR ISI

Hal
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME..................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
ABSTRAK..................................................................................................................iv
ABSTRACT.................................................................................................................v
DAFTAR ISI...............................................................................................................vi
DAFTAR TABEL....................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................ix
I. PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Batasan Masalah........................................................................................2
1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian.....................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................4
2.1 Pengertian Well Completion.....................................................................4
2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Well Completion..........5
2.3 Formation Completion..............................................................................8
2.3.1 Open Hole Completion.....................................................................8
2.3.2 Perforated Casing Completion.......................................................10
2.3.3 Sand Exclution Completion............................................................35
2.4 Tubing Completion..................................................................................38
2.5 Wellhead Completions............................................................................44
2.6 Metode Lifting.........................................................................................45
2.6.1.Natural Flow...................................................................................46
2.6.2.Artificial Lift..................................................................................47
2.7 Peralatan Produksi Bawah Permukaan....................................................49
2.7.1.Tubing............................................................................................49
2.7.2.Packer.............................................................................................52
2.7.3.Circulating Device..........................................................................55

vi
2.7.4.Sub Surface Safety Valve...............................................................56
2.8 Completion Fluid.....................................................................................56
2.8.1 Jenis Completion Fluid...................................................................57
III. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................62
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................62
3.2. Metodologi Penelitian.............................................................................62
3.3. Pengumpulan Data..................................................................................64
3.4. Pengolahan Data dan Analisa Data........................................................64
3.4.1 Perencanaan Completion Fluid......................................................65
3.4.2 Perencanaan Formation Completion..............................................65
3.4.3 Penentuan Tubing Completion.......................................................66
3.4.4 Perencanaan Wellhead Completion................................................66
3.5. Penyajian Data........................................................................................67
3.6. Sistematika Penulisan.............................................................................67
IV. PEMBAHASAN..............................................................................................69
4.1. Data Sumur.............................................................................................69
4.1.1.Data Sumur STR............................................................................69
4.1.2.Data Geologi...................................................................................70
4.1.3.Data Reservoir................................................................................70
4.1.4.Data Drilling...................................................................................70
4.2. Formation Completion............................................................................73
4.2.1.Penentuan Production Casing.........................................................74
4.2.2.Perencanaan Perforasi....................................................................77
4.3. Completion Fluid....................................................................................80
4.4. Tubing Completion.................................................................................85
4.5. Wellhead Completion.............................................................................89
4.6. Prosedur Pelaksanaan Well Completion Sumur STR.............................90
V. PENUTUP.......................................................................................................92
5.1. Kesimpulan.............................................................................................92
5.2. Saran.......................................................................................................92
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................94

vii
DAFTAR TABEL

Tabel.........................................................................................................................Halaman
Tabel 2.1 Lithologi dan Faktor Sementasi............................................................................6
Tabel 2.2 Various Bullet Types and Applications..............................................................13
Tabel 2.3 Pasangan Harga X dan Y....................................................................................31
Tabel 2.4 Pembagian Ukuran Casing..................................................................................33
Tabel 2.5 Spesifikasi Casing Sesuai Grade.........................................................................33
Tabel 2.6 Nominal Diameter...............................................................................................50
Tabel 2.7 Data Tubing.........................................................................................................50
Tabel 2.8 NaCl Properties...................................................................................................60
Tabel 2.9 Solids-Enhance Fluids Formulation....................................................................61
Tabel 4.1 Data Geologi.......................................................................................................70
Tabel 4.2 Data Lumpur.......................................................................................................71
Tabel 4.3 Data Bit...............................................................................................................71
Tabel 4.4 Data Production Casing.......................................................................................77
Tabel 4.5 Densitas Range Brine..........................................................................................82
Tabel 4.6 Spesifikasi Tubing...............................................................................................88
Tabel 4.7 Perforation Job....................................................................................................90
Tabel 4.8 Swabbing Job......................................................................................................91

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 2.1 Well Completion...................................................................................5
Gambar 2.2 Casing Gun..........................................................................................16
Gambar 2.3 Expendable Gun..................................................................................17
Gambar 2.4 Retrieveable Gun.................................................................................17
Gambar 2.5 High Shot Density Gun.......................................................................18
Gambar 2.6 Effect of perforation density and depth of penetration........................19
Gambar 2.7 Beban Burst Pada Production Casing..................................................22
Gambar 2.8 Beban Collapse Production Casing.....................................................25
Gambar 2.9 Beban Tension.....................................................................................27
Gambar 2.10 Kurva Elips Beban Biaxial................................................................30
Gambar 2.11 Regular Thread & Coupling (ST&C, LT&C)...................................35
Gambar 2.12 Buttress Thread & Coupling..............................................................35
Gambar 2.13 Perforated Liner.................................................................................36
Gambar 2.14 Screen and Liner................................................................................37
Gambar 2.15 Gravel Pack Completion....................................................................37
Gambar 2.16 Single Zone Completions..................................................................39
Gambar 2.17 Single Tubing with Single Packer.....................................................40
Gambar 2.18 Single Tubing with Double Packer....................................................42
Gambar 2.19 Commingle without Packers..............................................................43
Gambar 2.20 Multiple Completions........................................................................44
Gambar 2.21 Wellhead............................................................................................45
Gambar 2.22 Type of Connection Tubing...............................................................51
Gambar 2.23 Sliding Sleeve, Side Pocket Mandrel, Ported Landing Nipple..........55
Gambar 2.24 Sub Surface Safety Valve..................................................................56
Gambar 2.25 Comparative Densities of Completion Fluid.....................................58
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Skripsi.........................................................64
Gambar 4.1 Pore and Fracture Pressure..................................................................72
Gambar 4.2 Hasil Plot Densitas Perforasi ..............................................................79
ix
Gambar 4.3 Well Schematic Sumur STR................................................................86
Gambar 4.6 Wellhead Sumur STR..........................................................................89

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pore and Fracture Pressure..................................................................72


Lampiran 2 Hasil Plot Densitas Perforasi ..............................................................79
Lampiran 3 Well Schematic Sumur STR................................................................86
Lampiran 4 Wellhead Sumur STR..........................................................................89

xi
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini kebutuhan bahan bakar fossil masih terus melunjak naik, meskipun

sudah banyak bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Dengan seiring naiknya

permintaan konsumen terhadap bahan bakar berbahan dasar fossil, maka harus

dilakukan penggencaran eksplorasi dan eksploitasi bahan bakar fossil seperti minyak

dan gas bumi.

Aktivitas pengeboran adalah suatu kegiatan awal dalam industri minyak dan gas.

Aktivitas ini penting dilakukan untuk membuat jalur antara permukaan dan reservoir.

Pengeboran merupakan kegiatan yang sangat beresiko dan berbahaya bagi lingkungan,

peralatan maupun personal pekerja. Oleh karena itu pelaksanaan pengeboran yang baik

sangatlah penting dan harus memperhatikan aspek safety.

Dalam merencanakan sumur-sumur baru banyak aspek yang diperhatikan, mulai

dari geologi dari formasi yang diperkirakan ada cadangan minyak dan gas yang

nantinya akan ekonomis bila di produksikan, selain memperhatikan geologi dari suatu

formasi, pembuatan sumur juga harus memperhatikan, desain lubang pengeboran,

meliputi jenis sumur, arah sumur, kedalaman sumur hingga penentuan lubang. setelah

sumur selesai dibor, maka ada kegiatan yang disebut well completion.

1
Well Completion sendiri merupakan suatu kegiatan penyelesaian sumur dan

penyempurnaan dari proses pemboran supaya fluida hidrokarbon dapat diangkat dari

reservoir menuju permukaan. Well Completion sendiri dapat dilakukan dengan cara,

yakni formation completion, tubing completion, dan well head completion. Tujuan

utama well completion adalah untuk menyiapkan sumur agar dapat memproduksikan

minyak / gas seoptimal mungkin, murah, aman, mudah dalam perawatan dan tidak

memberikan efek kerusakan formasi.

Pada bahasan kali ini penulis mengkaji lebih lanjut tentang perencanaan well

completion pada sumur STR lapangan AGS.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Perencanaan dan tahapan pelaksanaan well completion pada suatu sumur

2. Merencanakan formation completion, tubing completion, well head completion

yang sesuai dengan kondisi formasi batuan, fluida reservoir.

1.3 Batasan Masalah

Pada penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi masalah pada perencanaan well

completion pada sumur STR lapangan AGS.

2
1.4 Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis mempunyai maksud untuk memenuhi tugas dan

kewajiban sebagai mahasiswa Diploma IV pada Program Studi Teknik Produksi

Minyak & Gas Konsentrasi Pemboran di PEM Akamigas. Penulisan skripsi ini antara

lain bertujuan untuk:

 Mengetahui tahapan dan perencanaan well completion pada sumur PSK-01

 Mengetahui metode dan peralatan yang akan digunakan pada saat komplesi

sumur

 Melakukan perencanaan well completion dengan baik, efektif, safety sesuai

dengan formasi sumur dan fluida reservoir.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Menambah ilmu pengetahuan tentang pelaksanaan dan perencanaan dari well

completion.

2. Menjadi salah satu referensi perencanaan well completion untuk para akademisi.

3
1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Skripsi ini terdiri dari:

1. PENDAHULUAN

Mencakup latar belakang, rumusan masalah, Batasan masalah,

tujuan, dan manfaat penulisan dari skripsi ini.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Mencakup tentang dasar teori mengenai definisi, jenis dan prosedur

perencanaan Well Completion, pelaksanaan berdasarkan ketentuan yang

berlaku dan ke-ekonomiaan biaya serta kesesuaian terhadap keselataman

lingkungan.

3. METODE PENELITIAN

Berisi tentang tempat dan waktu penelitian, cara pengumpulan data,

pengolahan dan analisis data, penyajian data.

4. PEMBAHASAN

Membahas tentang perencanaan well completion pada sebuah sumur

meliputi pemilihan metode yang akan digunakan berdasarkan formasi,

dan safety kegiatan komplesi terhadap pekerja dan lingkungan, sehingga

didapatkan rancangan dari well completion yang sesuai dengan SOP.

4
5. PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran yang diambil dari pembahasan

perencanaan well completion pada sumur STR.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Well Completion

Well Completion adalah kelanjutan dari proses pemboran sumur agar sumur dapat

berproduksi. Tujuan utama well completion adalah untuk menyiapkan sumur agar dapat

memproduksikan minyak / gas seoptimal mungkin, murah, aman, mudah dalam perawatan

dan tidak memberikan efek kerusakan formasi.

Well Completion dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, kekompakan batuan formasi,

jumlah lapisan produktif, PI, sifat fluida formasi, dan pemakaian artificial lift.

Well Completion terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:

 Formation Completion

 Tubing Completion

 Well Head Completion

6
Gambar 2.1 Well Completion

2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Well Completion

Pemilihan jenis well completion dipengaruhi oleh beberapa faktor, berikut faktor- faktor

yang mempengaruhi pemilihan well completion, yaitu:

 Kekompakan batuan

 Jumlah lapisan produksi

 Productivity Indeks

 Sifat fluida formasi

1. Kekompakan Batuan

Kekompakan batuan merupakan salah satu dasar dari pemilihan well completion

khususnya “formation completion” sehubungan dengan pencegahan keguguran dari

7
formasi produktifnya. Kekompakan batuan berkaitan dengan kestabilan formasi yang

meliputi sementasi batuan, kandungan lempung dan kekuatan formasi. Untuk

menganalisa kestabilan formasi diperlukan data Loging dan Coring dari lapisan

produktifnya.

Kekompakan batuan dapat diperkirakan dari factor sementasi yang diberikan dari

persamaan Archie, yaitu:

F= ∅ −m ……………………………………………. (1)

Sementara Humble memberikan persamaan:

F= 0,62 ∅−0.25 ……………………………………. (2)

Dimana: F = Kekompakan batuan, yaitu perbandingan antara Ro (resistivitas

minyak pada saturasi air 100%) dan Rw (resistivitas air formasi).

∅ = porositas batuan.

m = faktor sementasi.

8
Tabel 2.1 Lithologi dan Faktor Sementasi

2. Jumlah Lapisan Produktif

Reservoir yang mempunyai jumlah lapisan produktif lebih dari satu dan

mempunyai kondisi yang berbeda-beda sehingga menpunyai produktifitas dan tekanan

formasi yang berbeda.

Untuk satu lapisan produktif dipergunakan satu tubing (single completion),

sedangkan untuk lebih dari satu lapisan dengan kondisi yg berbeda-beda maka

dipergunakan lebih dari satu tubing (multiple completion). Agar diperoleh laju

produksi yang optimum dari tiap-tiap lapisan diperlukan data tekanan alir dasar sumur,

ukuran choke yg dipakai dan letak dari kedalaman lapisan dari masing-masing lapisan

produktifnya sehingga akan menyebabkan ukuran tubing yangg berbeda.

Perbedaan tekanan formasi ini akan mempengaruhi kemampuan produksi dari

masing-masing lapisan.

9
3. Productivity Indeks

Produktivity Indeks berhubungan dengan pemilihan dari well completion. Aliran

fluida formasi dari formasi menuju lubang sumur atau inflow performance dan diikuti

aliran fluida dari dasar sumur ke permukaan melalui tubing atau yg disebut dengan

vertical lift performance.

Dengan mengetahui produktivity indeks dan dinyatakan dalam bentuk IPR dan

memplot tubing performance maka akan diperoleh laju produksi dan apabila dikaitkan

dengan maximum effisien rate (MER) maka dapat ditentukan laju produksi optimum

dan ukuran tubing yg dipergunakan. Jadi dalam menentukan laju produksi optimum

tidak boleh melebihi MER.

4. Sifat Fluida Formasi

Fluida formasi mengandung banyak komponen penyusunnya, adanya sifat korosi,

pembentuk scale dan parafin maka perlu dilakukan tindakan pencegahan disebabkan

dapat merusak peralatan produksi.

Setiap lapisan produktif pada umumnya mempunyai sifat yg berbeda sehingga dapat

menyebabkan persoalan yg berbeda juga dan juga treatment untuk penanganannya

berbeda juga. Pemilihan well completion mempertimbangkan hal tersebut.

10
2.3 Formation Completion

Formation Completion adalah salah satu jenis well completion dimana bertujuan untuk

melakukan komplesi sesuai dengan zona produksi yang ada. Formation Completion juga

dibagi menjadi tiga jenis.

2.3.1 Open Hole Completion


Open hole completion Merupakan jenis komplesi yang sangat sederhana dengan

casing dipasang sampai puncak formasi produktif yang tidak tertutup secara mekanis,

sehingga aliran fluida reservoir dapat langsung masuk ke dalam lubang sumur tanpa

halangan.

Metode ini merupakan metode komplesi yang paling murah dan paling sederhana

untuk mekanisme pengerjaannya. Metode open hole ini cocok untuk digunakan pada

formasi yang batuannya kompak, keras, dan tidak mudah runtuh. Bila laju produksi besar

maka akan dilakukan produksi melalui casing, sedangkan bia lajunya kecil maka

produksi akan dilakukan melalui tubing.

Metode open hole completion ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan,

yaitu:

 Kelebihan:

1. Skin faktor akibat perforasi dapat dieleminir.

11
2. Sumur mudah diperdalam.

3. Didapatkan diameter lubang bor secara maksimum.

4. Mudah dipasang screen liner/ gravel pack.

5. Tidak ada biaya formasi.

 Kekurangan:

1. Sulit menempatkan casing produksi pada horizon yang tepat di atas zona

produktif.

2. Sulit mengontrol produksi air/ gas yang berlebihan.

3. Sulit untuk selective acidizing atau fracturing.

2.3.2 Perforated Casing Completion


Merupakan metode completion dimana casing produksi dipasang menembus

formasi produktif, disemen kemudian di perforasi di inverval yang diinginkan. Formasi

yang mudah gugur akan ditahan oleh casing. Casing yang telah disemen dengan formasi

kemudian akan dilubangi dengan gun atau bullet perforator ataupun jet perforator.

Metode ini umumnya dilakukan pada formasi yang kurang kompak, dan dengan

dipasangnya casing berfungsi untuk mencegah formasi tersebut runtuh.

Metode perforated casing completion ini mempunyai beberapa kelebihan dan

12
kekurangan, yaitu:

 Keuntungan:

1. Pengontrolan terhadap gas atau air lebih mudah

2. Memungkinkan multiple completion

3. Full diameter untuk lapisan produktif

4. Memungkinkan pengontrolan pasir

5. Memungkinkan memproduksi beberapa zona secara bersama melalui tubing

terpisah

 Kekurangan

1. Memerlukan biaya perforasi

2. Memungkinkan terjadinya formation damage

2.3.2.1. Tipe Perforator

Untuk melakukan perforasi, digunakan perforator yang dibedakan atas dua tipe

perforator, yaitu:

a. Bullet/Gun perforator

13
Komponen utama dari bullet perforator meliputi :

 Fluid seal disk: pengaman agar fluida sumur tidak masuk ke dalam alat.

 Gun barrel

 Badan gun dimana barrel disekrupkan dan untuk menempatkan sumbu

(ignitor) dan propellant (peluru) dengan shear disk didasamya, untuk

memegang bullet ditempatnya sampai tekanan maksimum dicapai karena

terbakarnya powder.

 Electric wire: Kawat listrik yang meneruskan arus untuk pengontrolan

pembakaran powder charge.

Gun body terdiri silinder panjang terbuat dari besi yang dilengkapi dengan

suatu alat kontrol untuk penembakan. Sejumlah gun/susunan gun ditempalkan

dengan interval tertentu dan diturunkan kedalam sumur dengan menggunakan kawat

(electric wire-line cable) dimana kerja gun dikontrol dan permukaan melalui wire

line untuk melepaskan peluru (penembakan) baik secara sendiri-sendiri maupun

serentak.

Berikut terdapat beberapa keuntungan dan kerugian menggunakan bullet

perforator yaitu:

1) Bullet lebih murah dan mudah dari pada jet perforator

2) Bullet menyebabkan perekahan formasi yang dapat dipakai pada

14
formasi yang tebal.

3) Perforasi yang dihasilkan bersifat burrless (rata pada bagian

dalam) serta lubang berbentuk bulat. Dengan kondisi ini maka

sebagian perforasi dapat ditutup dengan klep – klep atau ball

sealer sementara waktu.

4) Bullet cocok untuk perforasi lunak, dimana bullet dapat menembus

lebih dalam dibanding jet perforator.

Adapun kekurangan bullet perforator adalah:

1) Efek fracturing dapat merugikan bila lapisan produktif tipis – tipis

dan air atau fluida formasi ikut terproduksi pula

2) Bullet tidak dapat digunakan pada temperature tinggi (>250⁰F)

3) Bullet sukar menembus formasi yang keras, dan untuk casing yang

terlalu tebal/berlapis – lapis

4) Bullet dengan ukuran kecil tidak memberikan hasil yang baik.

Prinsip kerja bullet perforator yaitu aliran listrik dialirkan melalui

wireline menimbulkan pembakaran pada propellant dalam

centrifuge- tube sehingga terjadi ledakan yang melontarkan bullet

perforator dengan kecepatan yang sangat tinggi.

15
Tabel 2.2 Various Bullet Types and Applications

b. Shape charge/ Jet perforator


Prinsip perforasi menggunakan jet perforator yaitu detonator elektris

memulai reaksi berantai dengan berturut – turut meledakan primacord.

Booster berkecepatan tinggi didalam charge dan akhirnya peledak utama.

Tekanan tinggi yang dihasilkan bahan peledak menyebabkan logam didalam

charge liner mengalir, memisahkan inner dan outer liner. Pembentukan

tekanan lebih lanjut pada liner menyebabkan suatu dorongan jet

berkecepatan tinggi dan partikel – partikel yang dimuntahkan dari cine pada

kecepatan sekitar 20.000 ft/sec dan tekanan pada ujung titiknya kira – kira 5

juta psi.

Selubung terluar liner rusak untuk membentuk suatu gerakan metal

16
yang rendah dengan kecepatan 1500 dan 3000 psi. sisa outer liner ini

mungkin dapat membentuk slug tunggal yang disebut sebagai carrot atau

aliran partikel – partikel logam. Keuntungan menggunakan jet perforator

adalah :

1) Dapat digunakan sampi temperature 400⁰F

2) Rekahan yang terjadi tidak terlalu besar sehingga cocok untuk

formasi yang tipis.

3) Lebih banyak yang dapat dilakukan untuk sekali penurunan gun

ke dalam sumur, sehingga untuk formasi dengan interval yang

panjang akan lebih baik dan murah.

4) Jet perforator menembus formasi keras tapi penembusan baik.

5) Untuk operasi dalam tubing hanya jet yang cocok karena alat

untuk bullet memerlukan diameter yang lebih besar.

Adapun kekurangan dari jet perforator adalah:

1) Rekahan yang terbentuk tidak terlalu lebar sehingga tidak

banyak membantu meningkatkan permeabilitas pada lapisan

yang tebal

2) Penggunaan ball sealer tidak dapat digunakan karena hasil

pelubangan yang runcing dibagian dalam dan tidak bulat

dibagian luar.

17
3) Jet lebih mahal jikaa dibandingkan dengan bullet bila dipakai

pada interval perforasi yang pendek atau sedikit jumlah

penembakannya.

2.3.2.2. Jenis Perforating Gun

Berikut jenis jenis perforating gun yang digunakan pada metode perforated

casing completion:

1. Casing Gun

Casing Gun merupakan gun yang dipasang satu rangkaian dengan casing.

Biasanya ukuran diameter casing gun berkisar antara 3 – 5 inci dengan

jumlah tembakan per foot lebih dari 4 spf (shoot per foot). Memungkinkan

perforasi melalui production casing dengan menggunakan perlatan yang

berukuran lebih besar, atau biasanya digunakan sebagai selubung dari gun.

Gambar 2.2 Casing Gun

18
2. Expandable Gun

Expandable Gun merupakan jenis perforating gun yang hancur saat

ditembakan, sehingga membentuk puing – puing yang lebih halus. Gun ini

digunakan pada saat pembatasan lubang bor yang hanya mengizinkan

pengaplikasian melalui tubing.

Gambar 2.3 Expendable Gun

3. Retrievable Gun

Retrievable Gun akan diambil dari dalam sumur setelah selesai kegiatan

perforasi, sehingga meminimalkan serpihan atau puing – puing yang tersisa.

Pada saat mengangkat badan gun diusahakan untuk mengurangi putaran balik

(distorsi).

19
Gambar 2.4 Retrievable Gun

4. High Shot Density Gun

High Shot Density Gun merupakan jenis gun dengan mempunyai lebih

dari 4 shots per foot dan membuat penetrasi yang dalam. Memungkinkan

penyaluran yang lebih baik disekitar casing atau liner. HSD dapat

dioperasikan dengan menggunakan wireline atau tubing, baik pada sumur

vertical maupun horizontal.

charge

Shot phasing

Gambar 2.5 High Shot Density Gun

2.3.2.3. Penentuan Variabel Perforasi

20
Penentuan variabel perforasi terdiri atas penentuan densitas perforasi, phasing

angel dan shot density perforasi, kedalaman penetrasi.

A. Penentuan Densitas Perforasi

Densitas perforasi adalah jumlah lubang dalam casing per satuan

panjang (feet) atau sering juga disebut dengan Shot per Feet (SPF). Untuk

menentukan densitas perforasi dapat menggunakan penelitian yang dibuat

oleh Muskat, dimana dihasilkan hubungan antara produktivitas rasio

(Qp/Qo) densitas perforasi untuk berbagai jarak penetrasi radial, diameter

lubang perforasi dan diameter casing.

………………………………. (3)

Dimana :

Qp : laju produksi maksimum sumur perforasi (bpd), Qo : laju

produksi sumur open hole (bpd),

Sp : faktor skin perforasi yang tergantung pada diameter perforasi,

diameter sumur dalam penembusan dan sudut penembakan.

21
Setelah nilai Qp/Qo ditentukan dapat dilanjutkan dengan memplot

kurva pada Gambar 2.6 untuk menentukan nilai Shot per Feet (SPF).

Gambar 2.6 Effect of perforation density and depth of penetration on relative well
productivity

B. Penentuan Phasing Angel

Phasing angel merupakan penahapan, pola sudut pengambilan

gambar di sekitar sumur bor yang berpengaruh terhadap produktivitas

minyak sumur tersebut. Biasanya phasing angel dihitung menggunakan

rumus lapangan yaitu:

360°
Phasing angle =
spf
……………… (4)

C. Penentuan Depth of Penetration

22
Penetration depth sangat berpengaruh terhadap produktivitas suatu

sumur, semakin dalam penetrasi semakin baik produktivitas suatu sumur.

Namun hal ini masih berkaitan dengan skin factor yang dihasilkan untuk

itu, pemilihan gun harus sangat hati – hati. Adapun perhitungan

penetration depth dapat menggunakan persamaan berikut (reference:

Temicel Xenk, Tuna Tayfun, Oskay Mehmet Melih, Saputelli Luigi A,

“Formula and Calculation for Petroleum Engineer, page :229):

Lp = (Lpc) – 0,5 (dwb – dci) …………………… (5)

Dimana:

Lp : depth of penetration from the formation face (in.) (total core

penetration = PTC)

Lpc : total target penetration = TTP, dwb : diameter wellbore (in)

dci : ID casing (in)

23
2.3.3 Sand Exclution Completion

Metode ini dipakai untuk mencegah terproduksinya pasir dari formasi

produktif yang kurang kompak. Metode dari sand exclution untuk menanggulangi

masalah kepasiran adalah liner completion dan gravel-pack completion.

1. Liner Completion

Metode ini cara komplesinya menggunakan liner, Liner completion dapat

dibedakan berdasarkan cara pemasangan linernya, yaitu:

 Perforated Liner Completion

Dalam metode ini casing dipasang diatas zona produktif, kemudian zona

produktifnya dibor dan dipasang casing-liner dan disemen. Selanjutnya liner

diperforasi untuk diproduksi.

Gambar 2.7 Perforated Liner

24
 Screen and Liner Completion

Dalam metode ini casing dipasang sampai puncak dari lapisan/zona

produktif, kemudian liner dipasang pada formasi produktif yang

dikombinasikan dengan screen, sehingga pasir yang ikut aliran produksi

tertahan screen. Dapat dilihat pada gambar 2.8 screen and liner completion

pada gambar pertama adalah kondisi dimana screen and liner belum

dipasang kemudian pasir ikut masuk kedalam aliran produksi, kemudian

setelah screen and liner terpasang maka pasir kemudian akan tertahan oleh

screen sehingga pasir tidak masuk ke dalam aliran produksi.

Gambar 2.8 Screen and Liner

2. Gravel Pack Completion

25
Metode ini dilakukan bila screen liner masih tidak mampu menahan

terproduksinya pasir. Cara kerja dari gravel pack completion adalah dengan

menginjeksikan sejumlah gravel pada formasi produktif di sekeliling casing hingga

fluida akan tertahan oleh pasir yang membentuk barrier dibelakang gravel dan

gravel akan ditahan oleh screen.

Gambar 2.9 Gravel Pack Completion


2.4 Tubing Completion

Pada tubing completion penentuan jenisnya dibedakan berdasarkan jumlah tubing, jenis

tubing, packer, yang akan digunakan berdasarkan jumlah zona produktif, produktivitas

formasi.

Tubing completion dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

1. Single Completion

Pada single zone completion relative mudah untuk diproduksi dan

mengontrol dari zona yang akan diproduksikan dengan peralatan permukaan

26
yang minimum dan tidak memerlukan sumur bor khusus. Karena biasanya

dengan single tubing string, persyaratan keamanan, instalasi dan produksi dapat

dengan mudah dipenuhi.

Di sebagian besar single zone completions, mengunakan packer/ alat untuk

mengisolasi dan tubing string. Ini memberikan perlindungan untuk casing atau

liner strings dan memungkinkan untuk penggunaan alat pengontrol aliran untuk

mengontrol produksi Kompleksitas completion ditentukan oleh persyaratan

fungsional dan faktor ekonomis.

27
Gambar 2.10 Single Zone Completions

2. Commingle Completion

Metode ini digunakan untuk sumur mempunyai lebih dari satu lapisan

produktif dan diproduksikan dengan menggunakan satu tubing. metode ini dapat

diterapkan dengan syarat jika tidak menimbulkan interflow antara lapisan

produktif.

Commingle completion dibedakan menjadi beberapa jenis:

a. Single tubing with single packer

Jenis ini digunakan pada sumur yang mempunyai dua lapisan

produktif, dimana diantaranya dibatasi oleh packer. Jenis ini juga

digunakan untuk sumur dengan produktivitas rendah. Pada bagian

bawah fluida akan diproduksi melalui tubing, sedangkan untuk

lapisan atasnya melalui annulus antara tubing dan casing.

Untuk keuntungan pada metode ini adalah biaya yang cenderung

murah karena menggunakan satu tubing. Sedangkan untuk

kelemahannya adalah hanya bagian bawah saja yang bisa

28
menggunakan artificial lift bila diperlukan, production casing tidak

terlindungi dari fluida yang korosif, dan juga endapan- endapan solid

dari lapisan bagian bawah dapat merusak tubing string, dan juga

perlu untuk kill lapisan bawah bila melakukan workover.

Gambar 2.11 Single Tubing with Single Packer

b. Single tubing with double packer

Dengan menggunakan double packer, jenis ini digunakan untuk

sumur yang mempunyai dua zona produktif, dimana kedua aliran

akan dialirkan melalui satu tubing. Pada komplesi ini diinginkan

untuk memproduksikan fluida formasi bagian atas melalui dalam

tubing dengan bantuan cross over atau dengan regulator flow choke.

Sedangkan untuk fluida formasi dari bawah diproduksikan malalui

tubing itu juga, dan kemudian melalui annulus tubing dan

casing. Keuntungan pada jenis ini juga biaya tidak mahal, tetapi

mempunyai kelemahan jika terjadi suatu gangguan pada salah satu

lapisan, maka harus kill lapisan yang lain juga saat ingin melakukan

workover.

29
Gambar 2.12 Single Tubing with Double Packer

c. Commingle without packers

Merupakan metode commingle yang tidak menggunakan

packer, metode ini pada umumnya digunakan untuk sumur dengan

fluida produksi yang bersifat korosif atau mengandung bahan

penyebab terbentuknya scale.

Disini tubing dipakai untuk menginjeksikan corrosion inhibitor

atau parafin solvent. Pada metode ini tubing akan diset pada

kedalaman yang berbeda , dan langsung dilakukan penyemenan.

30
Gambar 2.13 Commingle without Packers

3. Multiple Completions

Komplesi ini digunakan bila beberapa zona produktif yang ingin diproduksi

secara bersamaan melalui tubing yang berbeda, lapisan produktif tersebut

diproduksikan secara sendiri-sendiri secara masing- masing. Komplesi ini

memerlukan beberapa packer.

Gambar 2.14 Multiple Completions

31
2.5 Wellhead Completions

Wellhead atau kepala sumur adalah peralatan yang berada pada bagian atas dari

rangkaian pipa di dalam suatu sumur. Wellhead digunakan untuk menahan dan menopang

rangkaian pipa, menyekat dari masing-masing casing dan tubing serta untuk mengontrol

produksi sumur. Untuk menggantungkan dan menahan rangkaian casing atau tubing serta

mengontrol sumur di permukaan tanah. Wellhead terbuat dari besi baja, membentuk suatu

seal untuk menahan semburan atau kebocoran cairan dari dasar sumur ke permukaan.

Untuk pemilihan peralatan akan diatur oleh American Petroleum Institute (API). Working

pressure daripada peralatan wellhead diklarifikasikan oleh API dari rentang 960 psi sampai

15.000 psi. Komponen wellhead sendiri terdiri dari casing head, tubing head, dan

christmas tree. Ada beberapa tipe dasar dari wellhead:

 Wellhead system konvensional spool

 Wellhead system compact spool

 Subsea wellhead

32
Gambar 2.15 Wellhead

2.6 Metode Lifting

Sumur produksi merupakan sumur yang berfungsi untuk memproduksi fluida formasi

(minyak, air, dan gas). Berdasarkan hasil observasi selama melaksanakan Tugas Akhir di

BOB BSP-Pertamina Hulu Energi Production/Exploitation terdapat dua metode yang

digunakan yaitu metode sembur alam (natural flow) dan metode pengangkat buatan

(artificial lift).

33
2.6.1. Natural Flow
Metode sembur alam digunakan apabila tekanan formasi sumur masih tinggi

sehingga mampu mengangkat fluida formasi ke permukaan secara aman. Apabila tekanan

formasi sumur telah mengalami penurunan maka akan dibutuhkan peralatan antificial lift

untuk mengangkat fluida formasi ke permukaan. Metode natural flow memiliki beberapa

jenis tenaga pendorong, yaitu:

1. Water Drive Mechanism

2. Gas Cap Drive Mechanism

3. Solution Gas Drive Mechanism

4. Gravity Drive Mechanism

5. Combination Drive Mechanism

2.6.2. Artificial Lift


Apabila sumur tersebut tidak lagi memiliki kemampuan untuk mengalirkan fluida

reservoir sampai ke permukaan, atau yang disebut dengan natural flow maka hal ini akan

menyebabkan adanya penurunan produksi dari sumur tersebut dan sumur tersebut harus

menggunakan pengangkat buatan (artificial lift) agar bisa tetap berproduksi dengan

jumlah memadai. Banyak terdapat jenis pengangkat buatan yang digunakan oleh BOB

34
BSP Pertamina Hulu Energy, diantaranya adalah, Electric Submersible Pump (ESP),

Sucker rod pump (SRP), Gas lift, Hydraulic Pumping Unit.

a. Gas Lift

Merupakan proses penginjeksian gas bertekanan tinggi kedalam annulus

(antara tubing dan casing) melalui valve bawah permukaan di kedalaman

tertentu. Konsep utama dari gas lift adalah dengan memampatkan gas yang ada

di permukaan lalu menginjeksikannya sedalam mungkin ke dalam sumur,

maka berat jenis fluida akan turun dikarenakan gas injeksi akan bercampur

dengan fluida yang akan meringankan fluida hidrokarbon.

Metode ini bagus untuk digunakan untuk lapangan offshore karena lebih

fleksibel, cocok untuk fluida yng korosif, dan juga cocok untuk fluida

bertemperatur tinggi. Gas yang digunakan pada umumnya adalah gas alam,

nitrogen, karbon dioksida, ataupun gas lainnya yang dapat terlarut dalam

minyak.

b. Sucker Rod Pump (SRP)

Pompa angguk atau SRP merupakan teknik pengangkatan yang

menggunakan pompa angguk untuk mengubah gerak rotasi dari prime mover

menjadi gerak naik turun. Lalu gerakan akan melewati walking beam dan

diteruskan ke horse head, sehingga akan menggerakkan plunger pompa

35
melalui rod string.

c. Electric Submersible Pump (ESP)

ESP adalah sebuah metode yang menggunakan pompa sentrifugal

bertingkat yang digerakkan oleh motor listrik dan dipasang jauh di dalam

sumur. ESP juga bisa untuk mengangkat fluida berwujud sludge, dan minyak

mentah pada saat pengeboran. Keuntungan menggunakan ESP adalah cocok

digunakan pada sumur dengan productivity indeks yang tinggi, panas yang

ditimbulkan oleh motor akan dapat mengatasi masalah paraffin, perawatannya

murah dibandingkan dengan laju produksi yang diperoleh.

d. Jet/Hydraulic Pump

Pada sistem ini fluida dipompakan ke dalam sumur bertekanan tinggi lalu

disemprotkan lewat nozzle ke dalam kolom minyak. Melewati lubang nozzle,

fluida ini akan bertambah kecepatan dan energi kinetiknya sehingga mampu

mendorong minyak sampai ke permukaan. atau menginjeksikan fluida pada

kedalaman tertentu dimana ada venturi yang merubah tekanan menjadi

kecepatan sehingga terbentuk tekanan lebih rendah dan membuat minyak

masuk ke sumur dari reservoir. peralatan yang harus disediakan adalah

separator, surface pump dan peralatan dalam sumur (Nozzle, difuser dan check

valve)

36
2.7 Peralatan Produksi Bawah Permukaan

Peralatan produksi bawah permukaan adalah peralatan-peralatan yang berfungsi untuk

membantu proses produksi fluida dan berada di bawah permukaan. Berikut adalah alat-alat

produksi bawah permukaan yaitu:

 Tubing

 Packer

 Circulating devices

 Landing nipple

 Sub surface safety valve

2.7.1. Tubing
Tubing disebut juga dengan production string, pipa produksi yang membawa fluida

produksi dari reservoir ke permukaan (sumur produksi) atau dari permukaan ke reservoir

(sumur injeksi). Parameter tubing yang penting berdasarkan pada pedoman API: nominal

diameter, nominal weight, grade of steel, type of connection, length range.

1. Nominal Diameter

Merupakan outside diameter badan pipa, atau OD. Berikut standar

ukuran OD:

Tabel 2.3 Nominal Diameter

37
Tabel 2.4 Data Tubing

2. Drift diameter

Menyatakan kisaran peralatan yang dapat dilewatkan melalui tubing,

seperti peralatan wireline, perforator, logging, atau macaroni tubing

3. Pipe length

Panjang tubing terbagi atas dua jenis, yaitu R1 dan R2, dimana:

Range 1: 20 s/d 24 ft

Range 2: 28 s/d 32 ft

38
Untuk penyambungan dibutuhkan pup joint atau tubing pendek.

4. Type of connection

Ada 2 jenis standar sambungan API, yaitu external upset end (EUE)

dan NU (non upset). External upset merupakan jenis sambungan

yang sering digunakan di oil field, EUE mempunyai ketebalan lebih

diujungnya dibandingkan body.

Gambar 2.16 Type of Connection Tubing

5. Grade Tubing

Tipe grade disesuaikan dengan standar API, grade tubing API: H-40,

F-25, J-55, N-80, P-105. Secara urutan alfabet, semakin disarankan

untuk sumur dalam. Angka dibelakang huruf menyatakan kekuatan

minimum body yield stress tubing, misal tubing J-55 mempunyai

minimum body yield stress 55.000 psi.

39
2.7.2. Packer

Packer adalah suatu alat mekanis yang dipergunakan dalam suatu sumur untuk

memisahkan suatu ruang, kolom atau interval dari ruangan atau interval- interval lain

dalam sumur tersebut. Packer dipasang ke dalam sumur dari permukaan dan diset pada

kedalaman yang telah ditentukan. Pemilihan packer yang akan digunakan tergantung dari

penggunaannya dalam produksi yang pemilihannya berdasarkan design tertentu sehingga

diperoleh performansi yang paling baik pada suatu sistem komplesi sumur tertentu.

Berikut adalah tipe dasar dari packer:

 Mechanical Set Packer


Packer ini diset/dipasang melalui sistem mekanik yang ditransmisikan lewat
pergerakan tubing, yang dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

 Weight set
 Tension set
 Rotational set

 Hydraulic Set Packer


Pemasangan packer ini menggunakan metoda mengisolasi suatu tekanan atau
dengan mechanic lock

40
 Permanent Packer

Permanent packer dipasang dengan menggunakan wireline, drll pipe, atau

tubing. Opposed slip dipasang diatas dan dibawah packing elemen untuk mengunci.

Sekali pemasangan packer ini tahan terhadap pergerakan ke semua arah.

2.7.3. Circulating Device


 Sliding sleeve circulating valve

Peralatan bawah sumur yang berfungsi untuk menghubungkan aliran

antara tubing dengan casing dilakukan dengan buka tutup sliding sleeve

menggunakan slicksline unit.

 Ported landing nipple

Jenis landing nipple yang mempunyai lubang dibodynya, yang terletak


di antara dua sealing section.

Beberapa flow control yang dapat dipasang pada ported nipple adalah:

 Side Door Choke: berguna memblok horizontal flow dan aliran


bawah tetap mengalir, atau memblok aliran dari bawah, dan aliran dari
samping tetap mengalir.
 Separation tool: berguna menutup aliran dari bawah dan
memproduksi zone atas.
 Cross over choke: mengalirkan zone atas melalui tubing, dan zone
bawah melalui annulus.

41
 Regulator flow choke: kebalikan dari cross over choke, alat ini
mengalirkan zone bawah melalui tubing dan zone atas melalui annulus.
 Dual flow choke: alat yang berfungsi mengalirkan dua productive
zone melalui satu tubing dengan mengatur besarnya masing-masing
choke.

Gambar 2.17 Sliding Sleeve, Ported Landing Nipple

2.7.4. Sub Surface Safety Valve


Sub surface safety valve merupakan perangkat pengaman yang dipasang di sumur

untuk melakukan penutupan darurat dari saluran produksi jika terjadi keadaan darurat.

Terdapat 2 jenis sub surface safety valve, yaitu: surface controlled dan subsurface

controlled. Pada setiap kasus, system katup pengaman dirancang agar tidak rusak,

42
sehingga lubang sumur dapat diisolasi Ketika terjadi kegagalan system atau kerusakan

pada fasilitas control produksi permukaan.

Gambar 2.18 Sub Surface Safety Valve

2.8 Completion Fluid

Completion fluid adalah fluida yang digunakan dalam melakukan suatu komplesi yang

tidak mengandung padatan. Fluida tersebut digunakan untuk menstabilkan atau

menyeimbangkan antara tekanan formasi dan tekanan hidrostatis supaya tidak terjadi

adanya formation damage. Pada umumnya komposisi daripada fluida komplesi adalah air

tawar, brine, material tambahan. Completion Fluid harus secara kimiawi kompatibel dengan

formasi reservoir dan fluida, dan biasanya disaring sampai tingkat yang tinggi untuk

menghindari masuknya padatan ke area dekat lubang sumur.

Terdapat 3 jenis dasar dari completion fluid, yaitu:

a) Oil Base Completion Fluid

43
Completion fluid dengan bahan dasar minyak memiliki sifat yang tidak merugikan

jika dilihat dari sudut pandang clay problem daripada completion fluid dengan bahan

dasar air dan oil base juga memberikan efek filtrate loss yang rendah sehingga potensi

formation damage akibat intrusi filtratt dapat diminimalkan. Selain itu, densitas minyak

yang rendah (6 - 8 lb/gal) dapat dimanfaatkan untuk pekerjaan komplesi maupun

workover & wellservice pada sumur yang memiliki tekanan rendah.

Dalam penggunaan minyak ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu bahwa

minyak dapat membawa material berbahaya seperti pasir halus, paraffin, dan aspal

sehingga sebelum digunakan minyak perlu dilakukan penyaringan terlebih dahulu.

Selain hal diatas, ada hal lain yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan minyak

sebagai bahan dasar completion fluid yaitu kecocokan minyak dengan crude oil yang

ada di dalam sumur. Minyak dapat menimbulkan pengendapan dan aspal terpisah

apabila tidak cocok dengan minyak mentah yang ada di dalam sumur. Hal ini tentunya

sangat merugikan karena akan menyebabkan penyumbatan pada pori – pori batuan.

Tidak dianjurkan menggunakan minyak sebagai completion fluid apabila clay yang

dihadapi tidak terlalu reaktif karena akan menimbulkan biaya yang besar.

b) Brine Water

Merupakan larutan garam anorganik berbasis air yang digunakan sebagai fluida

Well control selama operasi penyelesaian sumur maupun operasi perawatan sumur.

44
Brine dipilih sebagai completion fluid karena bebas dari zat padat sehingga tidak

mengandung partikel – partikel yang mungkin dapat menyebabkan sumbatan pada

lubang perforasi maupun pori – pori batuan sehingga kerusakan formasi dapat

dihindari. Selain itu, garam dalam brine dapat menghambat reaksi formasi yang tidak

diinginkan seperti clay swelling. Brine biasanya diformulasikan dan disiapkan untuk

kondisi tertentu, dengan berbagai garam tersedia untuk mencapai berat jenis mulai dari

8.4 sampai 20 lb/gal.

c) Foam

Ketika tekanan di dalam sumur terlalu rendah dimana oil base fluid atau brine water

tidak mungkin digunakan, maka foam adalah fluida yang paling tepat untuk digunakan

pada berbagai pekerjaan workover seperti washing out sand, Drilling in atau deepening

well. Tergantung pada rasio udara dan foam water yang disirkulasikan, flow gradient

dari foam adalah sebesar 0.1 sampai 0.2 psi/ft (1.9 –3.8 lb/gal)

Foam merupakan campuran mekanis yang sederhana antara udara atau gas yang

terdispersi di dalam air. Jenis surfactant dan jumlahnya perlu diperhatikan dengan baik

untuk menciptakan foam yang stabil. Penggunaan foam sangat menguntungkan karena

foam adalah kombinasi antara berat jenis yang rendah dengan kapasitas pengangkatan

yang baik pada kecepatan aliran sedang.

Pembuatan foam membutuhkan berbagai peralatan yang meliputi kompresor udara

45
atau sumber gas yang terukur, tanki mixing untuk foamer solution, pompa cairan,

fasilitas pengukuran udara dan volume cairan, dan juga generator foam guna

menyediakan dispersi yang baik untuk udara ke dalam foam solution.

46
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di BOB PT. Bumi Siak Pusako- Pertamina

Hulu yang terletak di Gedung Surya Dumail, Jl. Sudirman, Pekan Baru, Riau. Dan untuk

waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari 1 Februari 2021

sampai dengan bulan 30 April 2021. Namum akibat dampak pandemic COVID-19

pelaksanaan penelitian dilaksanakan secara online/ work from home (WFH).

3.2. Metodologi Penelitian

Penelitian pada penulisan ini dilakukan dengan mengambil satu sampel sumur pada

Lapangan minyak dan gas Pusaka, yaitu STR. Menggunakan metode analisis data data

formasi (litologi batuan, dan deskripsi per- litologi), data reservoir (tekanan fluida,

temperature fluida, laju alir fluida, dll), data drilling (casing, data logging, drilling

program, densitas semen dan lumpur, gradien tekanan, pore dan fracture pressure).

Konsep dari perencanaan well completion ini adalah merencanakan well completion yang safe,

economist, reliable yang sesuai dengan data sumur STR.

Proses kajian dalam menyusun skripsi berjudul “Perencanaan Well Completion Pada

Sumur STR Lapangan Pusaka di BOB PT. Bumi Siak Pusako – Pertamina Hulu” disajikan

dalam bentuk flow chart yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.

47
Rumusan Masalah

Pengumpulan Data (Data


formasi, data reservoir, data
drilling)

Menganalisa dan mengolah data

Tahapan perencanaan formation


completion (Perforation casing),
perencanaan completion fluid.

Tahapan pemompaan
completion fluid, perforasi

Tahapan perencanaan dan


pemasangan tubing completion

48
Tahapan Perencanaan
wellhead completion

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Skripsi

3.3. Pengumpulan Data

Persiapan data dilakukan dengan mengumpulkan data yang dilakukan saat penelitian

dan diperolah dari pembimbing lapangan. Data-data yang diperlukan untuk melakukan

penelitian meliputi:

a. Pengambilan data formasi (litologi batuan, dan deskripsi per- litologi)

b. Pengambilan data reservoir (tekanan fluida, temperature fluida, laju alir fluida.)

c. Pengambilan data drilling (casing, data logging, drilling program, densitas

semen dan lumpur, gradien tekanan, pore dan fracture pressure.)

3.4. Pengolahan Data dan Analisa Data

Untuk mendapatkan hasil penelitian mengenai perencanaan well completion yang baik

49
dan tepat untuk sumur dibutuhkan kegiatan analisis data secara sistematis, teliti, dan akurat.

Data akan dianalisis dan diolah dalam bentuk tabel maupun grafik dengan menggunakan

Microsoft excel. Hal ini bertujuan untuk mengetahui antara parameter dalam perencanaan

well completion dengan karakteristik formasi batuan serta untuk memudahkan dalam proses

analisis data. Data yang telah didapatkan kemudian diolah untuk dilakukannya perencaan

well completion pada sumur terkait. Perencaan well completion yang penulis rancang

berdasarkan arahan dan bimbingan dari pembimbing lapangan dan pembimbing kampus.

3.5. Penyajian Data

Data hasil dari pengolahan dan analisis akan disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan

paragraph untuk mempermudah pembaca dalam memahami hasil dari perencanaan well

completion pada sumur STR.

50
IV. PEMBAHASAN

4.1. Data Sumur

Sebelum melakukan well completion pada suatu sumur, hal yang perlu dilakukan

adalah mengumpulkan data-data sumur tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk

merencanakan well completion yang safe, economist, reliable. Berikut adalah data-data

Sumur STR Lapangan Pusaka.

4.1.1. Data Geologi


Data geologi adalah data yang menjelaskan tentang formasi dan tipe batuan yang

berada di bawah permukaan, berikut adalah data geologi dari Sumur STR:

Tabel 4.1 Data Geologi

Depth
Formation Lithology
ft TVD ft MD
Petani 422 422 Shale
Telisa 495 495 Shale
Bekasap 1437 1437 Sandstone

4.1.2. Data Sumur STR


Data Sumur STR yang akan dilakukan well completion adalah sebagai berikut:
 Data Umum

Data umum berisi data yang menggambarkan tentang sumur tersebut:

1) Well Type : Development

2) Hole Type : Vertical

51
3) Field : Pusaka

4) True Vertical Depth : 1.940 ft

5) Measured Depth : 1.940 ft

6) Target Zone : 1.680’A sd (Bekasap Formation)

1.560’D sd (Bekasap Formation)

7) Vertical Angle : 0 deg

4.1.3. Data Reservoir


Data reservoir adalah data yang berisi tentang sifat fisik dari batuan reservoir,

berikut adalah data reservoir dari Lapisan Bekasap:

1) Jenis Batuan : Sandstone

2) Porositas : 25%

3) Permeabilitas : 260 mD

4) Temperature : 167 0 F

4.1.4. Data Drilling


Data drilling terdiri atas data hole, data lumpur, pore and fracture pressure, data

bit. Berikut adalah data drilling dari Sumur STR:

1) Data Hole:

 16” 0- 110 ft TVD Conductor Casing

 12-1/4” hole dari 0 – 1070 ft TVD untuk 9-5/8” Surface Casing

 8-1/2” hole dari 1070-1940 ft TVD untuk 7” Production Casing

52
2) Data Lumpur:

Tabel 4.2 Data Lumpur

Properties 12-1/4" Hole 8-1/2" Hole


Depth 0-1070 ft 1070-1940 ft
Mud Type KCL-Polymer KCL-Polymer
Mud Weight 9.0-9.3 8.9-9.4

3) Data Bit:

Tabel 4.3 Data Bit

Total
Size
IADC Code Used Remark
(inch)
(ea)
12-1/4" 126 1 To drill surface hole
To drill formation, drill out cement, FC,
8-1/2" 347 1 FS

53
4) Data Pore and Fracture Pressure

Gambar 4.1 Pore and Fracture Pressure

54
4.2. Formation Completion

Dalam perencanaan formation completion hal yang perlu diperhatikan adalah

kekompakan batuan dan jumlah lapisan produksi. Kekompakan batuan merupakan salah

satu dasar dari pemilihan formation completion sehubungan dengan pencegahan keguguran

dari formasi produktifnya. Kekompakan batuan berkaitan dengan kestabilan formasi yang

meliputi sementasi batuan, dan kekuatan formasi.

Dengan melihat faktor sementasi dan porositas dari batuan dapat disimpulkan bahwa

formasi Bekasap merupakan slightly cemented formation berdasarkan tabel 2.1. Maka dari itu

jenis formation completion yang direncanakan untuk sumur STR adalah perforated casing

completion. Perforated casing completion berfungsi untuk mencegah terjadinya formasi yang

gugur karena formasi bekasap merupakan slightly cemented formation, dan perforated casing

completion juga memudahkan untuk pengontrolan terhadap gas atau air dan juga dapat

melakukan multiple completion, perforated casing completion juga mendapatkan full

diameter untuk lapisan produktif karena melakukan perforasi pada lapisan produktif yang

telah ditentukan.

4.2.1. Perencanaan Perforasi


Pada perforated casing completion casing yang telah disemen dengan formasi

kemudian akan dilubangi dengan bullet perforator. Pada sumur STR direncanakan

55
menggunakan bullet perforator karena bullet perforator lebih murah dari segi biaya,

formasi bekasap dari sumur STR merupakan formasi yang tergolong formasi lunak,

Bullet perforator cocok untuk perforasi lunak, dimana bullet perforator dapat

menembus lebih dalam dibanding jet perforator, dan temperature dari formasi sumur

STR adalah 1670F dimana bullet perforator dapat dipakai hingga temperature 2500F.

Untuk perforation gun yang direncanakan pada sumur STR menggunakan casing

gun dengan ukuran 4 5/8” karena ukuran production casingnya 7”, casing gun mampu

menembakkan jumlah tembakan per foot lebih dari 4 spf (shoot per foot)., dan casing

gun dapat melakukan perforasi pada production casing.

Berdasarkan data logging dan coring sumur STR reservoir yang berpotensi terdapat

cadangan terletak pada interval 1.695 ft – 1.700 ft dan interval 1790 ft – 1795 ft. Pada

saat akan melaksanakan perforasi perlu ditentukan variable perforasi. Penentuan

variabel perforasi terdiri atas penentuan densitas perforasi, phasing angel dan shot

density perforasi, kedalaman penetrasi.

a) Penentuan Densitas Perforasi

Densitas perforasi adalah jumlah lubang dalam casing per satuan panjang (feet) atau

sering juga disebut dengan Shot per Feet (SPF).


ln ⁡(
)
Qp rw
=
Qo Sf + ln ¿ ¿

56
750
ln ⁡( )
Qp 4.25
=
Qo 0+ ln ¿ ¿

Qp
=1
Qo

Setelah diketahui nilai Qp/Qo, lakukan plot densitas perforasi pada kurva

“Effect of penetration density and depth of penetration on relative well

productivity” dibawah:

Gambar 4.2 Hasil Plot Densitas Perforasi pada Kurva “Effect of penetration

density and depth of penetration on relative well productivity”

Hasil plot menunjukan angka 5 holes/ft sehingga dapat dihitung densitas

perforasi sebagai berikut:

Shot Density = 5 x 5
= 25 shots

57
b) Phasing Angle

360°
Phasing Angle = =72°
5 spf

c) Penentuan Depth of Penetration

Lp = (Lpc) – 0,5 (dwb – dci)

Lp = 12 – 0,5 (8,5 – 6,336)


Lp = 10,918 inch

Dimana:

Lp : depth of penetration from the formation face (in.) (total core

penetration = PTC)

Lpc : total target penetration = TTP,

dwb : diameter wellbore (in)

dci : ID casing (in)

4.3. Completion Fluid

Completion fluid digunakan untuk menstabilkan atau menyeimbangkan antara tekanan

formasi dan tekanan hidrostatis supaya tidak terjadi adanya formation damage. Pada

umumnya komposisi daripada fluida komplesi adalah air asin (klorida, bromide, dan

58
format) format sendiri berasal dari format garam. Fluida harus secara kimiawi kompatibel

dengan formasi reservoir dan fluida, dan biasanya disaring sampai tingkat yang tinggi

untuk menghindari masuknya padatan ke area dekat lubang sumur.

a) Perhitungan Densitas Completion Fluid

Pada sumur STR memiliki tekanan formasi sebesar 750 Psi pada kedalaman

1.940 ft, maka density completion fluid yang dibutuhkan dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

BHP = Pf

BHP = 750 Psi

Overbalance= PH – PF

= 850 – 750

= 100 Psi

BHP+ Overbalance
Completion Fluid Density =
0,052 x TVD

750+100
Completion Fluid Density =
0,052 x 1940

= 8,42 ppg

59
Dari perhitungan diatas didapatkan density completion fluid adalah

sebesar 8,42 ppg hal ini didapatkan karena sumur STR memiliki Bottom Hole

Pressure sebesar 750 Psi pada kedalaman 1.940 ft TVD. Tekanan tersebut relatif

normal yang membuat desain completion fluid harus tepat serta cukup untuk

menahan tekanan sumur tetapi dengan safe dan economist.

Ketika menggunakan completion fluid pada sumur kita perlu

memperhatikan overbalance pressure untuk Pada sumur STR overbalance

pressure 100 psi Hal ini dikarenakan differential pressure tidak terlalu besar

Dengan kebutuhan berat jenis completion fluid di lubang sumur sebesar 8,42

ppg kita bisa menggunakan completion fluid berbahan dasar brine sebagai

completion fluidnya.

b) Pemilihan Completion Fluid

Berdasarkan data sumur STR batuan formasi sumur STR pada kedalaman

1940 ft MD adalah formasi sandstone (batu pasir). Sumur STR termasuk formasi

bekasap. Sumur ini memiliki tekanan 750 Psi membutuhkan completion fluid

yang bisa menahan tekanan tersebut.

60
Tabel 4.4 Densitas Range Brine

Density range
Brine Type Formula Fluid Cost ($USD/bbl)
(ppg)
Sodium Chlorida
NaCl 8.4-10.0 3.00-9.00
Potassium Cloride
KCL 8.4-9.7 3.00-31.00

Ammonium Chloride NH4Cl 8.4-8.9 10.00-19.00

Sodium Bromide NaBr 8.4-12.7 67.00-180.00

Sodium Chloride/
NaCl/ NaBr 8.4-12.5 10.00-170.00
Bromide
Sodium Formate
NaCOOH 8.4-11.1 35.00-165.00

Potassium Formate
KCOOH 8.4-13.3 335.00-356.00

Cesium Formate C5COOH 13.0-20.0 157.00-338.00

Potassium/ Cesium KCOOH/


13.0-20.0 335.00-356.00
Formate C5COOH

Sodium/ Potassium NaCOOH/


8.4-13.1 335.00-356.00
Formate KHCO2

Calcium Cloride CaCl2 8.4-11.3 4.00-25.00

61
Calcium Bromide CaBr2 8.4-15.3 30.00-191.00

Calcium Chloride/
CaCl2/ CaBr2 8.4-15.1 22.00-160.00
Bromide

Zinc Bromide ZnBr2 12.0-21.0 30.00-538.00

Dengan kebutuhan densitas completion fluid sumur STR sebesar 8,42 ppg

maka system completion yang dipilih adalah NaCl karena dilihat dari tabel 4.5

NaCl merupakan jenis brine yang paling murah serta mudah untuk

mendapatkan bahan tersebut

c) Perhitungan volume completion fluid yang dibutuhkan

 Kapasitas Tubing 3 ½”

2
ID Drill Pipe
Tubing Capacity =
1029,4

2,9922
Tubing Capacity =
1029,4

= 0,00869 bbl/ft

 Volume Tubing 3 ½”

bbl
Volume Tubing = Tubing Capacity ( ) x Length (ft)
ft

62
bbl
= 0,00869 x 1850 ft
ft

= 16,07 bbl

 Kapasitas Annulus Tubing – Casing

2
( ID Casing¿ ¿2)−(OD Tubing )
Annulus Capacity = ¿
1029,4
2
(6,366¿ ¿2)−(3,5 )
= ¿
1029,4

= 0,0274 bbl/ft

 Volume Annulus Tubing – Casing

bbl
Volume Annulus = Annulus Capacity x Length (ft)
ft

bbl
= 0,0274 x 1850 ft
ft

= 50,7 bbl

 Kapasitas Open Hole


2
ID Casing
Kapasitas Open Hole =
1029,4
2
6,366
=
1029,4

= 0,39 bbl/ft

 Volume Open Hole

bbl
Volume Open Hole = Open Hole Capacity x Length (ft)
ft

63
bbl
= 0,39 x 50 ft
ft

= 1,96 bbl

 Total Volume

Total Volume = Volume Tubing 3 ½” + Volume Annulus + Volume

Open Hole + Excess

= 16,07 bbl + 50,7 bbl + 1,96 bbl + 7 bbl

= 76 bbl

Kebutuhan volume total Completion fluid untuk pekerjaan Well

Completion adalah sebesar 76 bbl. Volume ini sudah termasuk excess

untuk memberikan kelebihan apabila terjadi loss pada completion fluid

yang disebabkan oleh differential pressure.

Tabel 4.5 NaCl Requirements to Make 1 bbl

64
Dari tabel 4.5 dapat diketahui untuk membuat 1 bbl brine NaCl yang

memiliki density sebesar 8,4 ppg dibutuhkan fresh water sebanyak 0,998 bbl

dan NaCl 100% sebesar 4 lb, sehingga untuk membuat 76 bbl brine NaCl

dibutuhkan 304 lb NaCl 100% dan 75,8 bbl fresh water

4.4. Tubing Completion

Pada tubing completion penentuan jenisnya dibedakan berdasarkan jumlah tubing yang

digunakan, jenis tubing, packer, downhole equipment yang akan digunakan berdasarkan

jumlah zona produktif, produktivitas formasi, data formasi batuan, hal ini sangat penting

dilakukan karena pada proses ini aliran dari fluida produksi dapat ditentukan

Dari data geologi sumur STR bahwa pada payzone Interval kedalaman 1.695 ft. –

1.700 ft terletak pada formasi bekasap yang memiliki karakteristik formasi sandstone dan

65
payzone interval kedalam 1.790 ft – 1.795 ft terletak pada formasi bekasap dengan formasi

sandstone. Berikut adalah tubing completion pada sumur STR:

Gambar 4.3 Tubing Completion Sumur STR

66
Pada sumur STR menggunakan tubing completion berupa commingle single double

packer hal ini bertujuan untuk memproduksikan 2 payzone yang terletak pada interval

1.695 ft-1.700 ft, dan 1.790 ft – 1.795 ft. Pemilihan tubing completion tersebut

dikarenakan pada 2 payzone yang hendak diproduksikan merupakan satu formasi yang

sama sehingga memungkinkan untuk dipasang single tubing completion, berdasarkan

pertimbangan tersebut maka diprogramkan untuk diproduksikan secara bersamaan

(commingle). Akan tetapi dikarenakan terdapat perbedaan tekanan antara 2 payzone

tersebut, maka tubing string yang akan dipasang menggunakan double packer untuk

menghindari terjadinya crossflow antara payzone satu dengan payzone yang lain. Dengan

digunakannya double packer maka diantara interval payzone 1695 – 1700 ft dengan

interval payzone 1790 – 1795 ft di set AS1 packer pada kedalaman 1.740 ft untuk

menghindari crossflow sedangkan packer kedua di set pada kedalaman 1.630 ft untuk

menghindari terjadinya aliran menuju annulus pada interval 1.695 – 1.700 ft, Sehingga

untuk interval tersebut digunakanlah SSD untuk menciptakan koneksi / komunikasi antara

annulus dengan tubing string sehingga fluida dari payzone tersebut dapat mengalir menuju

tubing string.. Pada interval 1.695 -1.700 ft dipasang blast joint tepat di kedalaman

perforasi untuk melindungin tubing string dari fluida zona yang bertekanan yang dapat

menyebabkan korosi. Sedangkan untuk payzone interval 1790 – 1795 dipasang Open End

pada ujung tubing string agar pada interval tersebut dapat mengalir menuju tubing.

67
Karena pada tubing completion ini menggunakan SSD pada rangkainnya, yang mana

dalam aktivasi maupun deactivasinya menggunakan wireline melalui tubing sehingga

timbul potensi permasalahan berupa jatuhnya peralatan wireline di dalam tubing. Maka

dari itu sebelum Open End di pasang No Go Nipple untuk menghindari potensi

terjatuhnya peralatan menuju payzone / interval I agar tidak mengurangi performa laju alir

pada payzone tersebut.

Pada sumur STR Tubing yang dipilih merupakan jenis tubing yang memiliki tipe

sambungan External Upset End (EUE) karena lebih kuat untuk menahan beban untuk

rangkaian yang panjang dibanding dengan menggunakan tipe sambungan Non-Upset

External (NUE). Spesifikasi tubing pada sumur STR menggunakan grade tubing H-40

dengan outside diameter 3 ½”, berat tubing 9,30 lb/ft collapse resistance 5.380 Psi, burst

resistance 5.080 Psi, tension resistance 103.810 Lbm dikarenakan tekanan formasi pada

interval I dan II zona produktif pada sumur STR sebesar 800 Psi untuk mengantisipasi

terjadinya collapse maka dari itu digunakan tubing dengan grade H-40 yang memiliki

collapse resistance 5.380 Psi

Tabel 4.6 Spesifikasi Tubing

Tubing Specification
Grade H-40  
Outside Diameter 3½ In
Inside Diameter 2,992 In
Weight 9,30 lb/ft
Collapse Resistance 5.380 Psi
Burst Resistance 5.080 Psi

68
Tension Resistance 103.810 Lbm

4.5. Wellhead Completion

Wellhead adalah peralatan yang berada pada bagian atas dari rangkaian pipa di dalam

suatu sumur. Wellhead digunakan untuk menahan dan menopang rangkaian pipa, serta

untuk mengontrol produksi sumur. Wellhead terbuat dari besi baja, membentuk suatu seal

untuk menahan semburan atau kebocoran cairan dari dasar sumur ke permukaan. Untuk

pemilihan peralatan akan diatur oleh American Petroleum Institute (API). Working pressure

daripada peralatan wellhead diklarifikasikan oleh API dari rentang 960 psi sampai 15.000

psi. Komponen wellhead sendiri terdiri dari casing head, tubing head, dan Master Valve.

Wellhead pada sumur STR menggunakan system wellhead conventional spool karena

system wellhead model ini lebih economist daripada model compact spool, karena pada

wellhead system compact spool, casing head spool dan tubing head spool menjadi satu

kesatuan, maka dari itu system convetional spool lebih economist. Spesifikasi wellhead

yang direncanakan pada sumur STR adalah Section A 9 5/8” X 11” -3 M Welded, Section B

11” X 7 1/16”- 3 M Welded.

69
Gambar 4.4 Wellhead Sumur STR

70
4.6. Prosedur Pelaksanaan Well Completion Sumur STR

1. N/U 7-1/16" or 11"-3M BOPE. Function Test .

2. RIH 7" Casing Scrapper. Reverse out well fluid w/ completion water. Casing

Pressure Test w/ 1000 psi. POOH 7" Csg Scrapper to Surface.

3. R/U Logging Unit. Run Advanced CBL-VDL. Please fill up well before CBL-

VDL Job.

4. R/D Logging Unit if job completed.

5. RIH OE 3-1/2" tubing to bottom.

6. N/U Swab Tool. Swab unload for underbalance perforation. (< 100 psi from

formation pressure).

7. N/D Swab Tool.

8. POOH OE 3-1/2" tubing to surface.

9. R/U Logging Unit and Perforation tools. Please do Perforation Job with Casing

Gun 4 5/8” bullet perforator:

Tabel 4.7 Perforation Job


No. Interval Length (ft) SPF Hole
1 I (1.790 - 1.795 ft) 5 ft 5 5
2 II (1.695 - 1.700 ft) 5 ft 5 5

10. R/D Logging Unit and Perforation tools

11. RIH 7" Csg Scrapper to bottom.

12. POOH 7" Csg Scrapper to Surface.

71
13. RIH & set tandempacker (RBP + RTTS) w/ 3-1/2" tubing.

14. N/U swab tool, performed swab job & SBHP for interval below :

Tabel 4.8 Swabbing Job


No
Interval Sand Res. Remark
.
Individually,
1 I (1.790 - 1.795 ft) 1680’A sd SBHP
Individually,
2 II (1.695 - 1.700 ft) 1560'D sd SBHP
3 I, II   Commingle

-Obtain stable Swab Rate, WFL & Watercut.


-Report the swab result
15. N/D Swab Tool.

16. POOH tandem packer (RBP + RTTS) to Surface.

17. RIH 3-1/2" tubing.

18. Take SFL & monitoring WFL until stable.

19. N/D 7-1/16" or 11"-3M BOPE.

20. N/U 3-1/8" 3M MASTER VALVE.

72
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan pada sumur STR yang berupa

perencanaan well completion, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:

1. Formation Completion yang tepat digunakan untuk sumur STR adalah perforated

casing completion, dengan menggunakan casing gun 4 5/8” 5 spf, pada interval 1.695-

1.700 ft dan 1.790-1.795 ft.

2. Tubing Completion pada sumur STR menggunakan commingle zone completion, yaitu

dengan menggunakan satu tubing string berukuran 3 ½” dengan dua packer, packer 7”

satu di set pada kedalaman 1.630 ft dan packer kedua di set pada kedalaman 1.740 ft

untuk dapat memproduksikan fluida maka digunakan SSD (Sliding Sleeve Door) yang

di set pada kedalaman 1.660 ft.

3. Wellhead Completion yang direncanakan pada sumur STR adalah menggunakan

wellhead Section A 9 5/8” X 11” -3 M SOW, Section B 11” X 7 1/16”- 3 M SOW.

4. Completion Fluid yang digunakan pada sumur STR adalah brine water dengan NaCl

yang memiliki densitas sebesar 8,42 ppg.

73
5.2. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan dari penulis, berdasarkan pengamatan melalui

penelitian skripsi ini yaitu:

1. Agar setiap kegiatan di industri perminyakan selalu melakukan pemilahan dan

pemilihan guna tercapai tujuan yang efektif dan efisien serta

mempertimbangkan faktor safety.

2. Tidak mengabaikan faktor safety dalam setiap pemilihan dan selalu

mempertimbangkan segala kemungkinan yang ada.

74
DAFTAR PUSTAKA

1. Bellarby, Jonathan. 2009. “Well Completion Design”. Abeerden : Elsevier B.V.

2. Gatlin, Carl. 1960. “Drilling and Well Completion”. The University of Texas.

3. “Completion Fluids”. Baroid, The Complete Fluids Company.

4. Tim Drilling. “Pelatihan Advanced Drilling, Program PDSI, Well Completion”.

5. Rubiandini, Rudi. 2009. “Bab 15 : Komplesi, Workover, dan Stimulasi. Bandung :

ITB.

6. Neil J, Adams. (1985). Drilling Engineering, A Complete Well Planning Approach.

Tulsa, Oklahoma: PennWell Publishing Company.

7. Rabia, Hussain. (2001). Well Engineering and Construction.

8. American Petroleum Institute. 1999. "Bulletin on Performance Properties of Casing,

Tubing, and Drill Pipe." API Bulletin 5C2. Washington D.C., Washington: API

Publishing Services, October.

9. —. 2001. "Specification for Casing and Tubing." API 5 CT. Washington: API

Publishing Services, April.

75
LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Logging Sumur STR

76
Lampiran 2: Sumur STR

77
Lampiran 3: Production Casing Design

78
Lampiran 4: Data Formasi Sumur STR

79

Anda mungkin juga menyukai