Lukman Eka Arifandhi - LTI Proposal Tesis
Lukman Eka Arifandhi - LTI Proposal Tesis
PROPOSAL TESIS
Oleh
LUKMAN EKA ARIFANDHI
NIM: 23222075
(Program Studi Magister Teknik Elektro)
Oleh
LUKMAN EKA ARIFANDHI
NIM: 23222075
(Program Studi Magister Teknik Elektro)
Oleh
Lukman Eka Arifandhi
NIM: 23222075
(Program Studi Magister Teknik Elektro)
Periode golden age merupakan periode yang sangat penting bagi tumbuh kembang
anak. Pada masa ini perkembangan kecerdasan anak akan berkembang pesat.
Penelitian menyebutkan bahwa 50% perkembangan kecerdasan anak terjadi pada
usia 0-4 tahun. Dalam prosesnya, faktor lingkungan memiliki peran yang signifikan
untuk mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak. Lembaga pendidikan anak
usia dini merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat membantu
mengoptimalkan perkembangan kecerdasan anak. Namun sayangnya masih banyak
lembaga pendidikan anak usia dini yang belum bisa mencapai tujuan pendidikan
secara optimal. Pembelajaran yang masih terpusat kepada guru dan model
pembelajaran yang monoton menjadi salah satu penyebabnya. Media pembelajaran
yang minim, membuat motivasi belajar anak menjadi menurun seiring dengan
berjalannya waktu. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya inovasi dalam
pendidikan usia dini sehingga proses belajar bisa lebih efektif dan efisien. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi bisa menjadi salah satu jalan untuk
melakukan inovasi dalam dunia pendidikan. Salah satu produk teknologi yang
sangat populer di semua kalangan, baik dewasa maupun anak-anak, adalah gim.
Game-Based Learning (GBL) merupakan salah satu inovasi pendidikan yang
memanfaatan teknologi gim. Penelitian GBL di dunia pendidikan sudah pernah
dilakukan sebelumnya. Hasil dari penelitian menyebutkan terjadi peningkatan
motivasi dan kemampuan anak setelah menerapkan metode GBL sebagai media
pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dirancang sebuah aplikasi yang dapat
membantu anak usia dini dalam menjalani proses pembelajaran. Aplikasi yang
dibuat berbasis Android dan IOS yang dapat dipasang dengan mudah pada gawai.
Dengan adanya aplikasi ini diharapkan dapat membantu anak-anak dalam
memahami setiap proses pembelajaran, sekaligus memperoleh pengalaman baru
yang menyenangkan dan interaktif dalam menjalani pendidikannya.
i
ABSTRACT
By
Lukman Eka Arifandhi
NIM: 23222075
(Master’s Program in Electrical Engineering)
The golden age period is a very important period for the growth and development
of children. At this time the development of children's intelligence will develop
rapidly. Research says that 50% of children's intelligence development occurs at
the age of 0-4 years. In the process, environmental factors have a significant role
in influencing the development of children's intelligence. Early childhood education
institutions are one of the environmental factors that can help optimize the
development of children's intelligence. But unfortunately there are still many early
childhood education institutions that have not been able to achieve educational
goals optimally. Learning that is still centered on the teacher and a monotonous
learning model is one of the causes. Minimal learning media, making children's
learning motivation decreases over time. Based on this, there is a need for
innovation in early childhood education so that the learning process can be more
effective and efficient. With the development of science, technology can be one way
to innovate in the world of education. One of the technology products that is very
popular in all circles, both adults and children, is a game. Game-Based Learning
(GBL) is an educational innovation that utilizes game technology. GBL research in
education has been done before. The results of the study stated that there was an
increase in children's motivation and ability after applying the GBL method as a
learning medium. Therefore, it is necessary to design an application that can help
early childhood in the learning process. Applications made based on Android and
IOS that can be installed easily on devices. With this application, it is hoped that it
can help children understand each learning process, as well as gain new
experiences that are fun and interactive in their education.
ii
RANCANG BANGUN MOBILE GAME-BASED LEARNING
UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN
KEMAMPUAN DASAR ANAK PRASEKOLAH
USIA 3-6 TAHUN
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh
Lukman Eka Arifandhi
NIM: 23222075
(Program Studi Magister Teknik Elektro)
Menyetujui
Tim Pembimbing
Tanggal ………………………..
Ketua
______________________
Anggota Anggota
______________________ ______________________
iii
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Sitasi hasil penelitian Tesis ini dapat di tulis dalam bahasa Indonesia sebagai
berikut:
Arifandhi, L. E. (2022): Rancang Bangun Mobile Game-Based Learning untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar dan Kemampuan Dasar Anak Prasekolah
Usia 3-6 Tahun, Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Dekan
Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
HALAMAN PERUNTUKAN
iv
Dipersembahkan kepada orang tua, istri, anak, adik, mertua dan keluarga
besarku tercinta serta teman-teman yang senantiasa mendukung lahir dan batin.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala, yang atas limpahan
rahmat dan rizki-Nya proposal tesis ini dapat diselesaikan. Selama pengerjaan
penelitian, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, nasehat, masukan, dan
bantuan. Maka dari itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
1. Kementrian Komunikasi dan Informatika yang telah memberikan beasiswa
kepada penulis untuk menempuh pendidikan S2 Teknik Elektro, opsi LTI,
STEI ITB,
2. Prof. Yusep Rosmansyah, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku dosen pembimbing,
yang mendampingi dan memberikan arahan kepada penulis dalam
pengerjaan proposal tesis,
3. Dr. Yoanes Bandung, S.T., M.T. sebagai dosen pembimbing akademik dan
dosen pengampu matakuliah metode penelitian yang telah mendukung dan
memberikan bimbingannya dalam penyusunan proposal tesis ini,
4. dosen dan staf STEI ITB yang telah memberikan ilmu dan bantuannya
selama proses perkuliahan,
5. rekan-rekan STEI ITB Opsi LTI 2022 yang berjuang bersama penulis, dan
6. semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu
per satu.
Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi sebanyak mungkin pihak, terutama
secara akademik. Kritik dan saran sangat penulis harapkan agar penelitian ini dapat
terus diperbaiki dan menjadi lebih bermanfaat.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS ................................................................... iv
HALAMAN PERUNTUKAN ............................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI .............................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ........................................................ xi
vii
III.3.1 Model Dampak ............................................................... 39
III.3.2 Pendukung ...................................................................... 40
III.3.3 Gambaran Rencana Evaluasi .......................................... 40
III.4 Studi Deskriptif II ........................................................................ 49
III.4.1 Evaluasi Aplikasi ............................................................ 50
III.4.2 Evaluasi Keberhasilan .................................................... 53
III.5 Justifikasi pemilihan DRM .......................................................... 55
viii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI
ix
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Kondisi Saat Ini dan Kondisi yang Diinginkan. ........................... 32
Tabel III.2 Rencana Penelitian Secara Keseluruhan. ...................................... 35
Tabel III.3 Skala Linkert 5-Poin. .................................................................... 42
x
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
LAMBANG
xi
𝑠22 varian sampel kedua 44
𝑁1 jumlah sampel pertama 44
𝑁2 jumlah sampel kedua 44
δ rata-rata deviasi antara sampel data pertama 44
dan kedua
𝑆𝐷𝛿 simpangan baku dari nilai rata-rata deviasi 44
𝑛 banyaknya sampel penelitian 44
𝑥𝑖 data nilai pretest ke-i 45
𝑦𝑖 data nilai posttest ke-i 45
xii
Bab I Pendahuluan
Bab ini akan menjelaskan mengenai pentingnya golden age di masa pertumbuhan
anak dan pemanfaatan Game-Based Learning (GBL) untuk membantu proses
pembelajaran. Lebih lanjut, bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, kebaruan dan kontribusi
penelitian, serta sistematika penulisan.
Sementara itu disisi lain, penelitian di bidang psikologi, fisiologi, dan gizi juga
menunjukkan hasil temuan yang memperkuat penelitian di atas. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa 50% perkembangan kognitif anak berlangsung
mulai dari masa konsepsi sampai umur 4 tahun, kemudian sekitar 30% pada saat
umur 4-8 tahun, dan 20% pada saat umur 8-14 tahun. Dalam periode ini,
pemenuhan gizi anak wajib diperhatikan dengan baik. Pemenuhan gizi anak sangat
berpengaruh pada kapasitas otak yang terbentuk. Jika gizi anak tidak terpenuhi
dengan baik, maka kapasitas otak yang terbentuk menjadi tidak maksimal. Hal ini
perlu dihindari karena akan mengakibatkan lemahnya kecerdasan intelektual anak
di masa mendatang.
1
Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa perkembangan anak yang terjadi
dalam kurun waktu 4 tahun pertama memiliki proporsi yang sama besar dengan
perkembangan anak yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun berikutnya sampai
anak berusia 14 tahun. Kemudian setelah anak berusia lebih dari 14 tahun,
perkembangan otak anak mengalami stagnasi. Hal inilah yang menjadi alasan
kenapa pada saat periode tersebut dikatakan sebagai periode golden age karena
setelah melewati periode ini, kemampuan kecerdasan yang dicapai oleh anak tidak
akan mengalami pengingkatan lagi.
Seorang tokoh pendidikan anak usia dini terkenal, Maria Montessori, menyatakan
bahwa anak yang berada pada rentang usia lahir sampai 6 tahun berada pada masa
keemasannya. Pada masa ini anak mulai peka atau sensitif dalam menerima
berbagai rangsangan yang ada. Anak akan sangat mudah menerima stimulus yang
berasal dari lingkungan sekitarnya. Upaya pendidikan yang diberikan kepada anak
pada masa ini, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, sangat baik dilakukan
untuk memberikan stimulus tambahan dalam perkembangan kemampuan
kecerdasan anak. Selain itu, periode golden age merupakan periode dimana
pematangan fungsi fisik dan psikis anak sudah mulai terbentuk. Dengan
terbentuknya fungsi tersebut, anak akan siap untuk menanggapi dan mewujudkan
seluruh tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya
sehari-hari.
Pada tahun 1995, seorang ahli pendidikan bernama Barnet menyatakan bahwa
program pendidikan anak usia dini yang berkualitas dan sesuai dengan masa
perkembangan anak akan menghasilkan efek positif secara jangka panjang maupun
jangka pendek untuk kemampuan kognitif dan sosial anak. Lebih lanjut dalam
berbagai penelitian dikatakan bahwa program pendidikan anak usia dini yang
berkualitas juga akan memberikan pengaruh yang kuat dalam kesuksesan anak pada
jenjang pendidikan selanjutnya.
Sejalan dengan pendapat ahli sebelumnya, seorang ahli pendidikan bernama Bloom
menyebutkan bahwa perkembangan intelegensi, kepribadian dan tingkah laku
2
sosial anak sangat pesat perkembangannya saat berada pada masa usia dini.
Setengah dari perkembangan intelektual anak terjadi saat anak berusia 0-4 tahun.
Landshears didukung oleh Mary Eming Young, dikutip dalam Uce (2017) merinci
tingkat perkembangan kognitif anak kedalam tiga tingkatan, yaitu pada usia 1-3
tahun dengan proporsi perkembangan sebesar 50%, 4-8 tahun sebesar 30% dan 9-
17 tahun sebesar 20%. Pernyataan ini ternyata juga didukung dengan hasil dari
penelitian medis yang mengemukakan bahwa otak anak berkembang sangat pesat
pada saat usia dini dimana lingkungan mengambil peranan sangat besar dalam
proses perkembangannya. Fakta ini memberikan keyakinan yang tinggi bahwa
pendidikan yang optimal sangat penting untuk anak usia dini karena masa ini
merupakan masa keemasan perkembangan anak. Dengan terciptanya pendidikan
yang optimal, diharapkan dapat memperbaiki kekurangan anak yang muncul karena
faktor bawaan yang ada dalam diri anak masing-masing.
Pendidikan bagi anak usia dini berfungsi tidak hanya sebagai sarana untuk
mendapatkan pengalaman belajar seperti yang dilakukan oleh orang dewasa pada
umumnya, namun juga berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan
kemampusan kecerdasan anak secara optimal. Pendidikan disini memiliki arti yang
luas, tidak hanya terbatas pada proses pembelajaran klasik, tetapi juga mencakup
proses stimulasi psikososial pada anak. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan
tidak hanya berlangsung di lembaga pendidikan, namun juga bisa dilakukan sendiri
di lingkungan keluarga. Dengan kata lain, pendidikan bisa berlangsung dimana saja
dan kapan saja.
Metode pembelajaran untuk anak usia dini dianjurkan untuk dapat dilakukan secara
menyenangkan. Bermain sambil belajar merupakan salah satu cara yang dapat
diterapkan dalam proses pendidikan anak usia dini. Suasana yang menyenangkan
memungkinkan anak belajar tanpa tekanan sehingga perkembangan motorik,
kognitif, sosial emosional, spiritual, dan kecerdasan lainnya akan dapat dilakukan
secara optimal. Dalam metode ini, pembelajaran dilakukan secara terpusat kepada
anak dimana anak nantinya akan mendapatkan pengalaman nyata yang bermakna
dan berguna bagi kehidupan anak selanjutnya. Penerapan metode ini diharapkan
3
akan membentuk pendidikan anak usia dini yang optimal sehingga pada akhirnya
dapat membentuk manusia yang siap menghadapi berbagai tantangan dalam
kehidupannya.
Sampai saat ini, terdapat banyak lembaga pendidikan anak usia dini yang belum
mampu mencapai tujuan pendidikan secara optimal. Hal ini dikarenakan adanya
berbagai masalah yang dihadapi oleh lembaga tersebut. Beberapa permasalahan
yang dihadapi adalah masalah metode pembelajaran, media pembelajaran, serta
sarana dan prasarana pembelajaran anak.
Metode pembelajaran anak pada pendidikan anak usia dini yang diterapkan masih
terpusat pada guru dan monoton. Hal ini menyebabkan proses pembelajaran
menjadi kurang optimal. Anak-anak sebagai peserta didik akan menjadi cepat bosan
dan kurang termotivasi mengikuti dalam pembelajaran. Kegiatan yang monoton
akan berdampak pada suasana pembelajaran yang kurang menarik dan tidak
menyenangkan dan terkesan besifat kontekstual. Kondisi ini sangat bertentangan
dengan karakter anak-anak yang menginginkan suasana yang menyenangkan dan
cenderung menyukai permainan dan hal-hal kreatif lainnya.
Penggunaan media pembelajaran bagi pendidikan anak usia dini berperan sangat
penting untuk meningkatkan motivasi belajar anak. Namun pada kenyataannya
masih banyak lembaga pendidikan anak usia dini yang belum memanfaatkan
berbagai media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Pengadaan media
pembelajaran yang kurang optimal, kurangnya kreatifitas guru dalam membuat dan
mempraktikkan media pembelajaran membuat proses pembelajaran anak terkesan
monoton dan membosankan. Apabila hal ini terus berlanjut, maka tidak menutup
kemungkinan motivasi anak untuk belajar akan menurun seiring dengan
berjalannya waktu.
4
prasarananya. Hal ini tentunya mengakibatkan pelaksanaan dan pembelajaran di
lembaga pendidikan anak usia dini menjadi kurang optimal.
Pembelajaran anak usia dini dan gim memiliki relevansi yang baik karena memiliki
kaitan erat dengan perkembangan psikomotorik, dan sosial emosional anak. Gim,
dengan kontrol dan pengawasasn yang tepat, dapat dimanfaatkan dalam proses
pendidikan anak usia dini sebagai alat bantu media pembelajaran yang sangat baik.
Pengembangan gim yang tepat dan konsisten untuk setiap tahap perkembangan
umur dan aktivitas belajar anak akan meningkatkan efektivitas serta memberikan
pengalaman yang berarti bagi perkembangan kognitif, psikomotorik, dan sosial
emosionalnya (Prensky, 2003).
5
Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa penerapan gim dalam proses
pembelajaran memiliki banyak sekali keuntungan (Wastiau dkk., 2009 dan Peirce,
2013). Beberapa keuntungan dari pemanfaatan gim adalah dapat meningkatkan
motivasi belajar anak, meningkatkan imajinasi dan kreatifitas anak, serta dapat
menghadirkan suasana yang menyenangkan dan menggembirakan bagi anak
selama mengikuti proses pembelajaran.
Di era kemajuan teknologi sekarang ini, gadget menjadi primadona bagi seluruh
umat manusia. Gadget tidak hanya populer dan menarik di kalangan orang dewasa,
tetapi juga di kalangan anak-anak. Kepopuleran gadget di kalangan anak-anak
disebabkan karena gadget dapat menyediakan berbagai dimensi gerak, warna,
suara, dan lagu sekaligus secara simultan. Penggunaan gadget yang serbaguna,
seperti bermain gim, menonton video, mendengarkan musik, mengobrol dan
bahkan bisa mengakses situs web, menjadi alasan kuat kenapa gadget sangat
menarik dan diminati oleh anak-anak (Zaini dan Soenarto, 2019).
Fakta di atas menunjukkan bahwa gadget dan gim menjadi sangat dekat dengan
anak-anak. Pemanfaatan gadget dan gim untuk mendukung pendidikan anak usia
dini sangat mungkin dilakukan sebagai salah satu media pembelajaran yang efektif
dan efisien. Menurut Sundus (2017), penggunaan gadget pada anak-anak dapat
memberikan dampak positif terhadap perkembangan kemampuan motorik dan
kognitif anak serta melatih jiwa kompetitif pada anak-anak. Sejalan dengan hasil
penelitian sebelumnya, American Academy of Pediatric (AAP) mengungkapkan
bahwa penggunaan gadget yang dikontrol dengan baik dapat mendukung tumbuh
kembang anak secara optimal. Beberapa manfaat gadget antara lain dapat
merangsang keterampilan motorik anak, melatih cara dan sistematis berpikir anak,
dan dapat merangsang anak untuk berpikir kreatif.
Selain dari hasil penelitian yang sudah disampaikan di atas, terdapat beberapa
publikasi literatur menunjukkan bukti empiris yang sejalan dengan pembahasan
sebelumnya. Pemanfaatan gim sebagai media pembelajaran terbukti memberikan
manfaat positif dalam proses pembelajaran. Beberapa manfaat yang dihasilkan
6
antara lain meningkatkan motivasi anak dalam mengikuti proses pembelajaran,
membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dan tidak monoton, serta
memberikan pengalaman baru yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional.
Penelitian ini mengevaluasi dinamika afektif dan kognisi yang terjadi pada siswa
selama berlangsungnya pembelajaran berbasis gim. Pada penelitian ini, digunakan
gim Crystal Island sebagai aplikasi pendukungnya. Gim ini membantu siswa untuk
mempelajari topik mikrobiologi dengan kegiatan mengidentifikasi: patogen,
sumber penyebaran, dan rencana penanganannya. Gim ini terintegrasi dengan buku,
artikel penelitian, dan poster yang bisa digunakan untuk mendapatkan informasi
mengenai patogen (Cloude dkk., 2022).
Sebuah inovasi gamifikasi kerangka kerja N-EGM yang didesain sebagai bagian
dari European Horizon 2020 untuk memberikan pengalaman belajar di bidang
sains, teknologi, rekayasa dan matematika. Kerangka kerja ini diajukan untuk
digunakan pada suatu mesin gamifikasi Learning Management System (LMS) yang
bisa mempermudah dalam penyediaan komunikasi dan konfigurasi gamifikasi yang
efisien dalam pengumpulan data serta pengolahannya. Penggunaan kerangka kerja
N-EGM ternyata dapat meningkatkan efektivitas pengalaman belajar, interaksi dan
pengetahuan siswa. Secara umum, gamifikasi yang dirilis oleh NEWTELP
mendapatkan respon yang positif. Lebih dari 88% murid menyatakan setuju bahwa
gamifikasi sangat menarik untuk diterapkan. Kemudian sekitar 80% murid yang
menerima pembelajaran dengan gamifikasi merasa senang dengan pencapaian poin
yang diperolehnya. Fakta lain mengatakan bahwa gamifikasi bisa meningkatkan
interaksi murid dalam proses pembelajaran (Zhao dkk., 2022).
7
pembelajaran. Para murid merasakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan,
menarik, dan berguna untuk menambah pengetahuan (Francisco dkk., 2022).
8
Penelitian ini mengelompokkan jenis permainan edukasi kedalam 13 kelas dengan
karakteristik design principal tertentu yang bisa dijadikan acuan dalam pembuatan
permainan di tiap kelasnya. Pengelompokan bertujuan agar pembuatan gim bisa
memenuhi target dalam meningkatkan motivasi belajar siswa dengan baik melalui
konsep permainan yang tepat sasaran. Pembuatan permainan yang tepat akan
memberikan motivasi ketertarikan belajar siswa yang baik dalam jangka panjang.
(Laine and Lindberg, 2020).
Penelitian ini dilakukan kepada anak-anak usia 11-13 tahun dengan menggunakan
gamifikasi untuk mendukung pembelajaran supaya lebih efektif dan efisien.
Metode gamifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah narative-focused
role-playing games. Penelitian dilakukan dengan melibatkan partisipan sebanyak
33 anak. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa anak-anak lebih tertarik dan
termotivasi dalam proses pembelajaran dengan menggunakan gamifikasi sebagai
metode penyampaiannya (Huynh dkk., 2021).
Penerapan game-based dalam kuis digital sebagai alat bantu dalam meningkatkan
interaksi dan motivasi pembelajaran online terbukti menghasilkan dampak yang
sangat baik dimana dari hasil penelitian didapatkan bahwa kurva pembelajaran
meningkat menjadi 73% sementara kelas yang tidak menerapkan game-based pada
kuis digital hanya berkisar 57,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan gamifikasi dapat mendukung dan meningkatkan motivasi
belajar siswa pada suatu pembelajaran (Nuci dkk., 2021).
9
Berdasarkan informasi dan penelitian di atas, dirasa perlu untuk melakukan
penelitian lanjutan terkait dengan pengembangan aplikasi gim untuk pendidikan
anak usia dini. Dari sisi fakta yang terjadi dalam dunia pendidikan anak usia dini,
masih banyak lembaga pendidikan anak usia dini yang minim dengan media
pembelajaran. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran konvensional yang terkesan
monoton membuat suasana belajar menjadi membosankan dan akhirnya akan
berdampak pada turunnya motivasi belajar anak seiring dengan berjalannya waktu.
Kemudian dari sisi teknologi yang digunakan, pengembangan aplikasi gim untuk
pendidikan anak usia dini masih belum banyak dikembangkan dan bahkan minim
ditemukan dalam beberapa publikasi literatur. Adapun beberapa pengembangan
aplikasi yang sudah ada mengindikasikan perlunya peningkatan fitur dan konten
supaya menjadi lebih baik lagi di masa depan. Dari hasil penelitian Prasetya dkk.
(2013) aplikasi yang dikembangkan masih berbasis web. Kemudian Soeheri (2016)
dengan penelitian permainan gim edukasi sampah untuk anak SD, menghasilkan
persentase heuristik yang masih berada dibawah tingkat kriteria kualitas baik, yaitu
secara rata-rata bernilai 51,20% dimana menurut Gonzales tingkat kriteria kualitas
baik berada pada nilai 80%-100%.
Dengan dilakukannya pengembangan aplikasi gim untuk pendidikan anak usia dini
diharapkan dapat memberikan solusi media pembelajaran efektif dan efisien bagi
dunia pendidikan. Hal ini bertujuan untuk dapat lebih mengoptimalkan proses
pembelajaran anak menjadi lebih menyenangkan dan interaktif. Selain itu,
penelitian ini juga merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan fungsionalitas
fitur dan konten gim yang sudah pernah dikembangkan sebelumnya untuk bisa
menjadi lebih baik lagi sesuai dengan tingkat kriteria kualitas yang diharapkan.
10
telah melakukan pengembangan aplikasi gim untuk pendidikan namun masih
terdapat beberapa hal yang masih perlu dikembangkan untuk bisa menjadi lebih
baik lagi. Oleh karena itu, dirumuskan suatu masalah penelitian sebagai pertanyaan
yang akan dijawab pada penelitian ini, yaitu “Bagaimana mengembangkan Mobile
Game-Based Learning (MGBL) berbasis Android dan IOS untuk membantu proses
pembelajaran anak usia dini dengan cara yang menyenangkan dan interaktif
sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar dan pengetahuan anak?”
Dari penjelasan di atas, terdapat tiga pertanyaan penelitian yang akan diajukan
untuk membantu dalam menjawab rumusan masalah yang sudah disampaikan
sebelumnya.
a. Bagaimana mengembangkan gim pembelajaran dengan pendekatan MGBL
berbasis Android dan IOS untuk meningkatkan pemahaman anak usia dini?
b. Bagaimana dampak penerapan MGBL terhadap motivasi belajar anak usia dini?
c. Apakah penerapan MGBL dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan sosial
emosional anak usia dini?
11
I.4 Batasan Penelitian
Adanya keterbatasan dalam hal waktu, tenaga dan biaya, dirasa perlu untuk
menetapkan suatu batasan dalam penelitian ini. Hal ini penting untuk dilakukan
agar penelitian tetap fokus pada permasalahan diangkat. Berikut adalah batasan-
batasan yang ditetapkan untuk penelitian ini.
a. Objek penelitian adalah orang tua dan anak didik kelas A dan B dari RA. Asy
Syuhada, Jakarta.
b. Konten pembelajaran disusun berdasarkan kurikulum dan bahan ajar yang
digunakan oleh TK/ RA/ PAUD untuk kelas A dan B.
c. Kemampuan dasar anak yang dimaksud pada penelitian ini mencakup
kemampuan kognitif dan sosial emosional anak usia dini.
Bab I Pendahuluan
Memberikan penjelasan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian. Dari
latar belakang yang telah dijabarkan, selanjutnya disusun suatu rumusan masalah,
12
tujuan penelitian, batasan penelitian, kebaruan dan kontribusi penelitian serta
sistematika penulisan.
Bab IV Pembahasan
Menjelaskan dan menjabarkan hasil dari perancangan pendukung yang berupa
suatu aplikasi usulan dan implementasi purwarupa yang telah dibuat. Kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan hasil evaluasi pengujian lapangan dan analisis
yang menyertainya. Perencanaan mengenai evaluasi dan pembahasan analisisnya
terlebih dahulu telah dijabarkan pada Bab III.
13
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini akan menjabarkan landasan teori mengenai konsep dari gamifikasi dan
GBL. Selain itu, juga akan dijelaskan mengenai klasifikasi taksonomi desain gim
yang terbagi kedalam beberapa kelas berdasarkan motivator dan Design Principle
(DP). Klasifikasi ini bisa dijadikan sebagai panduan untuk pengembangan gim
supaya lebih tepat sasaran. Pada bab ini juga akan dibahas mengenai tinjauan
terhadap penelitian terkait dan menggambarkan peta litreratur.
II.1 Gamifikasi
Istilah gamifikasi pertama kali digunakan pada tahun 2002 oleh Nick Pelling pada
presentasinya dalam acara TED (Technology, Entertainment, Design). Gamifikasi
merupakan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan eleman yang ada di
dalam gim. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk meningkatkan motivasi
mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Gamifikasi memberikan
pengalaman baru sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan
menarik untuk diikuti. Selain itu, gamifikasi juga dapat menarik minat dan
memberikan inspirasi kepada mahasiswa untuk terus melakukan pembelajaran.
Menurut Vianna dkk. (2014), gamifikasi memanfaatkan unsur dan mekanisme gim
untuk memberikan solusi praktikal dengan cara membangun ketertarikan pada
suatu kelompok tertentu. Lebih lanjut Kapp and Coné (2012) mendefinisikan
bahwa gamifikasi adalah konsep yang menggunakan mekanisme gim, estetika dan
permainan berfikir untuk meningkatkan motivasi peserta didik dalam proses
pembelajaran dan penyelesaian masalah. Sejalan dengan definisi sebelumnya,
Glover (2013) menjelaskan bahwa gamifikasi dapat memberikan tambahan
motivasi kepada peserta didik untuk terus mengikuti kegiatan pembelajaran secara
konsisten dan lengkap. Secara umum, ketertarikan dapat didefinisikan sebagai
bentuk kesediaan untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan tertentu. Dalam proses
pembelajaran, ketertarikan berarti suatu tindakan yang meliputi keterlibatan
perilaku, emosi dan kognitif peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar (Fredricks and McColskey, 2012).
14
Seperti halnya gim pada umumnya, gamifikasi mengizinkan para pemainnya untuk
dapat bermain ulang dan memperbaiki kesalahan yang terjadi di dalam gim. Dengan
adanya fitur ini, secara tidak langsung dapat meningkatkan keterikatan pemain
terhadap gim karena mereka tidak perlu takut mengalami kegagalan di dalam suatu
permainan. Menurut Takahashi (2010), gamifikasi beroperasi dengan menciptakan
suatu teknologi yang lebih menarik. Gamifikasi dapat melibatkan pengguna ke
dalam suatu perilaku yang sudah ditetapkan sebelumnya (Stuart, 2010 dalam Henni,
2016). Selain itu, gamifikasi juga dapat membantu memberikan informasi dalam
hal penguasaan, pemecahan masalah, dan pengambilan keuntungan dari suatu
kecenderungan keterlibatan psikologis manusia di dalam gim (Radoff, dikutip
dalam Henni, 2016).
Gim adalah bidang pertama yang merangkul human focused design. Gim menjadi
menarik karena tidak memaksakan penggunanya. Banyak orang yang
menghabiskan waktunya untuk bermain gim hanya untuk merasakan
“pengalaman”.
Berikut ini dijabarkan mengenai beberapa elemen gamifikasi yang bisa diterapkan
dalam dunia pendidikan.
1. Konteks belajar (contoh kasus di dunia nyata).
2. Jalan cerita yang terstruktur sehingga informasi terbuka sedikit demi sedikit
seiring proses belajar. Hal ini bisa dilakukan dengan konsep level.
3. Dadu untuk memberikan pengalaman pengambilan peluang sehingga membuat
variasi jalan cerita, unpredictability, dan misteri.
4. Rewards berupa points maupun digital badges untuk menunjukkan capaian.
15
5. Avatar untuk representasi diri.
6. Challenge untuk membangkitkan tantangan.
7. Miniquest untuk mendorong keingintahuan.
8. Karakter untuk menunjukkan kepribadian.
Metode permainan adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran melalui berbagai
bentuk permainan. Segala potensi yang dimiliki gim sebagai media sangat
memungkinkan dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang motivatif bagi
siswa. Kemampuannya mempengaruhi aspek kognitif dan emosional pengguna
secara bersamaan dapat menjadi sebuah kekuatan sebagai media pembelajaran.
Dalam gim, siswa belajar untuk mempertimbangkan dan menghubungkan sebab
akibat, juga belajar untuk fokus dan menyadari masalah yang terlihat dalam gim
dan menemukan solusi dari permasalahan di dalam gim.
16
diperoleh dari faktor kegagalan yang telah dialami sang pemain, sehingga
mendorong untuk tidak mengulangi kegagalan di tahapan selanjutnya. Gim
mempunyai potensi yang sangat besar dalam membangun motivasi pada proses
pembelajaran. Pada penerapan metode konvensional untuk menciptakan motivasi
belajar sebesar motivasi dalam gim dibutuhkan seorang guru atau instruktur yang
cakap dan piawai dalam pengelolaan proses pembelajaran. Di samping
pembangkitan motivasi, gim juga mempunyai beberapa aspek yang lebih unggul
dibandingkan metode pembelajaran konvensional. Siswa yang belajar dengan
menggunakan gim akan lebih sukses dibandingkan siswa yang yang diajar
menggunakan metode tradisional.
Selain itu, gim memiliki sejumlah kemampuan yang kurang dimiliki oleh metode
pembelajaran lain, di antaranya adanya aspek interaktif, penyediaan umpan balik
yang bisa dilakukan secara langsung, representasi maya atas suatu realitas, dan
pengulang aturan dan kejadian dalam sebuah pembelajaran. Metode GBL memiliki
nilai pembelajaran yang tinggi dimana mengasah keterampilan seperti berpikir
kritis, komunikasi kelompok, dan pengambilan keputusan secara dan tepat.
17
Massachusetts Institute of Technology (MIT), sebuah institusi pendidikan terbaik
di dunia yang berada di Amerika Serikat, tepatnya di kota Cambridge telah
melakukan riset penelitian dan pengembangan berbagai gim dan metode
pembelajaran yang interaktif. Berawal pada tahun 2001, MIT Education Arcade
telah berperan di banyak pemberdayaan guru, pengembangan gim berbasis edukasi,
serta berbagai pengembangan teknologi edukasi, baik di Amerika Serikat maupun
di berbagai negara lainnya.
Berikut ini penjabaran kelebihan dari metode GBL yang telah didapatkan dari hasil
penelitian.
1. GBL merupakan suatu media yang interaktif, menyenangkan dan melatih kerja
sama serta pemikiran baru.
2. GBL Memudahkan dalam setiap tahap proses pembelajaran karena bisa
menghilangkan stres.
3. GBL memiliki daya tarik tersendiri untuk meningkatkan minat belajar serta
mendapat umpan balik yang menyenangkan dan bermanfaat.
4. GBL dapat mengukur tingkat pemahaman, melatih daya ingat, merilekskan diri
setelah melewati proses pembelajaran, dan memicu semangat belajar.
Sejalan dengan hasil penelitian yang telah dijabarkan di atas, beberapa manfaat
lainnya dari GBL dijelaskan melalui poin-poin yang ada di bawah ini.
1. GBL merupakan media pembelajaran baru yang tidak monoton, asyik dan
menyenangkan.
2. GBL dapat meningkatkan kinerja otak kiri dan otak kanan manusia.
3. Pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.
18
II.2.1 Learning (Pembelajaran/Pedagogi)
Dimensi Pembelajaran/pedagogi dalam kerangka kerja ini adalah karakteristik dari
gim pembelajaran untuk mendukung dan memfasilitasi pembelajaran yang terdiri
dari empat faktor (Tahir and Wang, 2019).
1. Learning Objective (Tujuan Pembelajaran).
Maksud dan tujuan dari gim pembelajaran untuk transfer pengetahuan dan
keterampilan kepada pengguna.
2. Learning Strategics (Strategi Pembelajaran).
Teori pedagogi, model pembelajaran, dan pendekatan yang digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
3. Learning Content (Konten Pembelajaran).
Materi edukasi bisa berupa fakta, data, dan informasi yang tersedia dalam gim
pembelajaran yang digunaakn untuk belajar.
4. Learning Outcome (Hasil Pembelajaran).
Hasil yang diharapkan (capaian pembelajar) dari gim pembelajaran.
19
2. Engagement (Keterlibatan).
Minat dalam melakukan aktivitas atau tugas, dan penerimaan pengguna
terhadap realitas permainan dikombinasikan dengan tingkat fokusnya.
3. Motivation (Motivasi).
Tingkat keterlibatan pengguna untuk berpartisipasi dan menggunakan gim
pembelajaran dengan mendedikasikan waktu dan usaha.
4. Flow (Aliran).
Suatu konidisi saat pengguna sepenuhnya hanyut dalam keasyikan suatu
aktivitas yang menunjukkan suatu pengalaman yang optimal
20
II.2.5 Usability
Usability mengacu kepada sejauh mana suatu gim pembelajaran dapat digunakan
oleh penggunan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk kemudahan untuk
dipelajari, dipahami, dikontrol, dan kepuasan penggunan yang terdiri dari tiga
faktor (Tahir and Wang, 2019).
1. Interface (Antramuka).
Komponen atau elemen antarmuka yang digunakan oleh pengguna di dalam
gim.
2. Learnability (Bisa Dipelajari).
Kemampuan yang dimiliki oleh gim pembelajaran yang memungkinkan
penggunan untuk mempelajari suatu fungsi tertentu dengan mudah.
3. Satisfaction (Kepuasan).
Kenyamanan dan tingkat penerimaan suatu gim pembelajaran oleh
penggunanya.
21
memiliki potensi dalam meningkatkan dan mempertahankan motivasi belajar anak
apabila didesain dengan baik dan benar. Laine and Lindberg (2020) dalam
penelitiannya berhasil membangun dua hal penting (motivator dan DP) yang bisa
menjadi acuan dalam mendesain dan membuat gim yang bisa memenuhi target
dalam meningkatkan motivasi belajar siswa dengan baik melalui konsep permainan
yang tepat sasaran. Pembuatan permainan yang tepat akan memberikan motivasi
ketertarikan belajar siswa yang baik dalam jangka panjang. Berikut akan dijelaskan
secara rinci mengenai detail dari motivator dan DP yang telah disampaikan
sebelumya.
22
Motivators: Umpan Balik.
9. Kelas Immersive.
Motivators: Konsentrasi, Pelarian, Kesenangan, Immersion, Keterlibatan,
Hiburan, Kehadiran, Relaksasi, Keingintahuan Sensorik.
10. Kelas Kebaruan.
Motivators: Penampilan, Kebaruan, Teknologi.
11. Kelas Aturan dan Tujuan.
Motivators: Tujuan yang Jelas, Orientasi Tujuan, Mekanisme, Aturan/Tujuan.
12. Kelas Hubungan Dunia Nyata.
Motivators: Navigasi, Nostalgia, Gerakan Fisik.
13. Kelas Interaksi Sosial.
Motivators: Kerjasama, Keterkaitan, Relasi, Hubungan, Pengakuan,
Sosiabilitas, Sosialisasi, Interaksi Sosial, Status, Kerja Sama Tim.
14. Kelas Kegunaan.
Motivators: Peningkatan Pengetahuan, Kegunaan.
23
2. Kelas Kontrol (Kontrol, Kustomisasi, Umpan Balik, Kebaruan, Hubungan
Dunia Nyata, Keingintahuan Sensorik).
• DP6: Menggunakan modalitas input yang sesuai untuk pemain dan konteks
target.
• DP7: Menggunakan kontrol yang sensitif dan akurat.
• DP8: Menggunakan kontrol yang konsisten.
• DP9: Menggunakan kontrol yang familiar, aman, dan nyaman.
• DP10: Mendukung interaksi sederhana.
• DP11: Pemain dapat menyesuaikan dan melakukan personalisasi kontrol
di dalam permaianan.
• DP12: Kebebasan memilih dan mengontrol alur permainan.
3. Kelas Kreatifitas (Kompetensi, Kontrol, Keingintahuan, Kustomisasi, Fantasi,
Pengakuan).
• DP13: Pemain dapat membuat konten permainannya sendiri.
• DP14: Memberikan cara yang kreatif untuk memecahkan tantangan.
• DP15: Pemain dapat memperluas sistem permainan.
4. Kelas Eksplorasi (Kontrol, Keingintahuan, Penemuan, Navigasi, Gerakan Fisik,
Hubungan Dunia Nyata).
• DP16: Kebebasan bereksplorasi dan bereksperimen.
• DP17: Menyediakan beberapa susunan jalur/pilihan yang dinamis.
• DP18: Menyediakan peta interaktif yang cukup detail di dalam permainan.
5. Kelas Keadilan (Tantangan, Kompetensi, Rasa Moral, Aturan).
• DP19: Menerapkan mekanisme untuk mencegah atau mendeteksi
kecurangan.
• DP20: Memastikan peluang sukses yang sama untuk semua pemain
terlepas dari pengalaman pemain itu sendiri.
6. Kelas Umpan Balik (Kontrol, Kompetensi, Emosi, Umpan Balik, Tujuan,
Kebaruan, Aturan, Keingintahuan Sensorik/Kognitif, Kegunaan).
• DP21: Menyediakan instruksi dan tutorial kepada pemain.
• DP22: Memberikan umpan balik yang cepat, positif, dan bermanfaat.
• Dp23: Memberikan umpan balik yang jelas melalui berbagai saluran yang
berbeda.
24
• DP24: Meyediakan akses data kinerja pemain.
7. Kelas Tujuan (Tantangan, Kompetensi, Fantasi, Umpan Balik, Tujuan, Aturan,
Status, Kegunaan).
• DP25: Membuat tujuan yang jelas, bermakna, dan dapat dicapai oleh
pemain.
• DP26: Memberikan makna cerita yang mengesankan.
• DP27: Menciptakan tujuan yang berkesinambungan dan saling
membangun satu sama lain.
8. Kelas Pembelajaran (Keingintahuan Kognitif, Kompetensi, Umpan Balik,
Immersion, Hubungan Dunia Nyata, Kegunaan).
• DP28: Menyediakan konten dan aktivitas pembelajaran yang relevan dan
berlandaskan pedagogis.
• DP29: Memberikan tantangan kognitif.
• DP30: Menyematkan fitur penilaian.
• DP31: Pemain dapat memilih dan menyesuaikan tingkat permainan yang
sesuai dengan konten pembelajaran.
• DP32: Menyediakan waktu kepada pemain untuk dapat berpikir kritis di
tengah momen permainan yang intens.
9. Kelas Profil dan Kepemilikan (Kompetensi, Kontrol, Umpan Balik, Tujuan,
Pengakuan, Status).
• DP33: Menggunakan profil/avatar yang dapat dimiliki dan dihubungkan
oleh pemain.
• DP34: Berikan status keberlangsungan gim dan tindakan selanjutnya yang
tersedia.
• DP35: Menawarkan perspektif masa lalu, sekarang, dan masa depan.
10. Kelas Relevansi dan Keterkaitan (Kontrol, Hubungan Dunia Nyata).
• DP36: Mengaitkan permainan gim dengan konteks dunia nyata.
• DP37: Mengaitkan dengan aktivitas yang sudah dikenal.
• DP38: Berhubungan dengan pengalaman masa lalu.
11. Kelas Sumber Daya dan Ekonomi (Keingintahuan Kognitif, Kompetisi,
Kontrol, Pengakuan, Aturan, Interaksi Sosial, Ketegangan).
25
• DP39: Mengembangkan ekonomi virtual untuk memungkinkan
perdagangan dan pemanfaatan sumber daya.
• DP40: Memungkinkan pemain untuk mengumpukan barang yang ada di
dunia virtual.
• DP41: Membuat beberapa sumber daya menjadi langka.
• DP42: Memperkenalkan kepada pemain mengenai kemungkinan sumber
daya yang bisa hilang.
12. Kelas Permainan Sosial (Kontrol, Kolaborasi, Kompetensi, Kompetisi,
Pengakuan, Keterkaitan, Interaksi Sosial, Status).
• DP43: Menyediakan sarana untuk komunikasi dan interaksi sosial.
• DP44: Memberikan kesempatan untuk berkompetisi.
• DP45: Memberikan kesempatan untuk berkolaborasi.
• DP46: Menyediakan sarana untuk mengekspresikan status dan pengakuan
di antara para pemain.
• DP47: Pemain dapat membentuk dan mengelola kelompok.
• DP48: Pemain dapat membedakan diri mereka sendiri meskipun berada di
dalam kelompoknya.
13. Kelas Cerita dan Fantasi (Kontrol, Kustomisasi, Emosi, Pelarian, Fantasi,
Immersion, Relevansi Dunia Nyata).
• DP49: Membuat sebuah cerita yang bermakna sehingga dapat
dihubungkan dengan pemain.
• DP50: Memberikan sebuah konteks permainan fantasi.
• DP51: Menawarkan pengalaman bermain peran.
• DP52: Menciptakan kemungkinan bagi pemain untuk berinteraksi dengan
cerita.
• DP53: Pemain bisa membuat alur cerita sendiri.
• DP54: Pembuatan skenario yang menggugah pikiran pemain.
26
II.4 Tinjauan Penelitian Terkait
Bagian ini menjelaskan tinjauan literatur yang telah dipelajari oleh penulis.
Literatur yang akan dijabarkan terkait dengan gamifikasi, GBL, dan klasifikasi gim
edukasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam perancangan gim.
27
dalam jejaring sosial yang digamifikasi. Selain itu, ada juga perbedaan yang
signifikan dalam keterlibatan peserta laki-laki dalam pembelajaran gamifikasi.
Secara umum, peserta yang terlibat dalam gamifikasi lebih bisa mengatur dan
memilah data pribadi mana yang dibuka secara umum atau tidak (Alemany dkk.,
2020).
Penelitian ini dilakukan kepada anak-anak usia 11-13 tahun dengan menggunakan
gamifikasi untuk mendukung pembelajaran supaya lebih efektif dan efisien.
Metode gamifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah narative-focused
role-playing games. Penelitian dilakukan dengan melibatkan partisipan sebanyak
33 anak. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa anak-anak lebih tertarik dan
termotivasi dalam proses pembelajaran dengan menggunakan gamifikasi sebagai
metode penyampaiannya (Huynh dkk., 2021).
28
Penelitian untuk melihat efektifitas penerapan GBL dibandingkan dengan
pengajaran tradisional dalam dalam proses pembelajaran pada siswa jurusan
komputer sains. Eksperimen dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membagi
dua kelompok siswa untuk menghadiri pembelajaran konvensional dan GBL. Dari
hasil eksprimen, pembelajaran secara konvensional dan GBL dapat memberikan
pembelajaran yang efektif dalam memberikan pemahaman pengetahuan kepada
siswa. Namun jika dilihat dari peningkatan motivasi belajarnya, GBL lebih unggul
dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional. Siswa mendapatkan
pengalaman baru yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional (Fernández dkk., 2021).
Penerapan game-based dalam kuis digital sebagai alat bantu dalam meningkatkan
interaksi dan motivasi pembelajaran online terbukti menghasilkan dampak yang
sangat baik dimana dari hasil penelitian didapatkan bahwa kurva pembelajaran
meningkat menjadi 73% sementara kelas yang tidak menerapkan game-based pada
kuis digital hanya berkisar 57,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan gamifikasi dapat mendukung dan meningkatkan motivasi
belajar siswa pada suatu pembelajaran (Nuci dkk., 2021).
29
yang tepat sasaran. Pembuatan permainan yang tepat akan memberikan motivasi
ketertarikan belajar siswa yang baik dalam jangka panjang (Laine and Lindberg,
2020).
30
Bab III Metodologi Penelitian
Metodologi yang akan digunakan sebagai kerangka kerja pada penelitian ini adalah
DRM. DRM merupakan suatu metode pendekatan yang biasa digunakan oleh
peneliti sebagai suatu kerangka kerja atau acuan dalam merancang desain
penelitian. Secara umum, metode ini terdiri dari empat tahapan utama, yaitu
Klarifikasi Penelitian, Studi Deskriptif I, Studi Preskriptif dan Studi Deskriptif II.
Gambar III.1 menunjukkan hubungan untuk setiap tahapan yang ada dalam DRM
dimana setiap tahapannya memilki basic means yang menjadi masukan dasar dan
main outcome sebagai hasil dari setiap tahapan yang dilalui (Blessing dan
Chakrabarti, 2009).
31
Pada gambar di atas terlihat bahwa ada dua tanda panah hitam dan putih yang
menghubungkan antara tahapan satu dengan tahapan lainnya. Tanda panah hitam
merupakan alur proses utama dari kerangka kerja DRM yang dilakukan secara
linear, sementara tanda panah putih merupakan hubungan iterasi yang terjadi antar
tahapan satu dengan tahapan lainnya (Blessing dan Chakrabarti, 2009).
Berdasarkan kerangka kerja tersebut, pada bab ini akan dijabarkan setiap tahapan
utama DRM beserta basic means yang menjadi sumber informasi dasar dan main
outcome sebagai hasil keluarannya.
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, dapat dibentuk tabel yang menjelaskan
kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan dalam penelitian.
32
2. Pembelajaran matematika dan ilmu 3. Penerapan metode MGBL dapat
alam yang sering kali meningkatkan motivasi belajar
membosankan untuk diikuti oleh anak.
anak (Setiawan dan Soeharto, 4. Penerapan metode MGBL dapat
2020). meningkatkan interaksi anak
3. Kurangnya motivasi belajar dapat sehingga pembelajran menjadi
disebabkan oleh kurangnya lebih interaktif.
efektivitas pembelajaran yang
dilakukan (Sutiman dan Wiyarsi,
2014).
Dari penjelasan kondisi saat ini yang ada pada tabel di atas, dapat dikembangkan
model referensi awal sebagai berikut.
33
Kemudian berdasarkan deskripsi kondisi yang diinginkan pada Tabel III.1, dapat
digambarkan model dampak awal seperti pada Gambar III.3.
Penentuan kriteria awal sebagai tolak ukur keberhasilan dari pendukung yang
diajukan akan dijelaskan pada tahap klarifikasi penelitian. Adapun kriteria awal
dari penelitian ini adalah meningkatkan motivasi belajar dan mengasah kemampuan
kognitif anak pada masa golden age.
34
Tabel III.2 Rencana Penelitian Secara Keseluruhan.
35
2. MGBL mampu meningkatkan
kemampuan kognitif anak usia dini.
Harapan Penelitian ini memberikan kontribusi
diantaranya sebagai berikut.
1. Menghasilkan media pembelajaran
untuk anak pra-sekolah pada
perangkat bergerak yang dirancang
dengan menggunakan metode
MGBL.
2. Menghasilkan temuan ilmiah
bahwa MGBL memiliki dampak
positif terhadap pembelajaran anak
usia dini.
36
usia dini di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya beberapa masalah yang dihadapi
oleh lembaga pendidikan anak usia dini, diantaranya adalah metode pembelajaran
konvesional yang masih terpusat pada guru, kurangnya pemanfaatan media
pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar, serta minimnya sarana dan
prasarana pendidikan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran anak usia dini.
37
III.2.2 Faktor Kunci, Kriteria Keberhasilan, dan Kriteria Keberhasilan
Terukur
Faktor kunci merupakan faktor-faktor yang paling berpengaruh dan berguna untuk
diatasi guna memperbaiki situasi saat ini. Kriteria keberhasilan adalah efek yang
dihasilkan dalam jangka panjang dan hanya bisa diukur setelah rancangan
diproduksi dan diperkenalkan ke pasaran. Sedangkan kriteria keberhasilan terukur
merupakan kriteria yang berhubungan langsung dengan kriteria keberhasilan yang
memungkinkan untuk diukur dan dapat digunakan untuk menilai hasil penelitian
dengan sumber daya yang tersedia dalam penelitian. Adapun faktor kunci, kriteria
keberhasilan, dan kriteria keberhasilan terukur pada penelitian ini akan dijelaskan
sebagai berikut.
1. Faktor kunci.
Studi literatur dilakukan untuk membantu peneliti dalam memperoleh atau
menentukan faktor kunci yaitu efektifitas pembelajaran anak usia dini.
2. Kriteria keberhasilan.
Dari hasil studi literatur yang telah dilakukan maka kriteria keberhasilan
merupakan efek yang dihasilkan dalam jangka panjang yaitu semakin
meningkatnya pengetahuan dan kreatifitas anak usia dini.
3. Kriteria keberhasilan terukur.
Dari hasil studi literatur yang telah dilakukan maka motivasi belajar dan
pengetahuan merupakan kriteria keberhasilan yang dapat diukur dalam
penelitian.
38
III.3.1 Model Dampak
Pendekatan mobile microlearning merupakan pendekatan yang banyak diterapkan
untuk pembelajaran pada perangkat bergerak, yaitu dengan menyusun konten
belajar menjadi unit-unit kecil yang dapat dipelajari oleh pengguna dalam waktu
yang singkat (Skalka dan Drlik, 2018) antara 30 sampai 90 detik (Jahne dkk., 2020)
untuk setiap unitnya. Mobile microlearning telah terbukti meningkatkan motivasi
dan pengetahuan dari mahasiswa (Lee dkk., 2021; Nikou dan Economides, 2018).
39
III.3.2 Pendukung
Dari model dampak yang telah dikembangkan, dapat diusulkan sebuah pendukung
untuk menyelesaikan atau memperbaiki kondisi saat ini yaitu berupa MGBL yang
akan dikemas menjadi sebuah gim pembelajaran yang dapat dipasang dan diakses
pada perangkat bergerak untuk mendukung pembelajaran anak usia dini.
40
a. Pengujian lapangan dilakukan saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
di kelas sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
b. Ada dua kelas yang terlibat dalam proses pengujian lapangan ini, yaitu kelas
A dan kelas B.
c. Pada pertemuan pertama semua anak diminta untuk mengerjakan soal
pretest yang berisi materi pemahaman dasar anak usia dini seperti
mencocokkan bentuk, warna, menyusun deret angka, dsb. Sementara untuk
orang tua akan diberikan kuesioner precourse.
d. Pada pertemuan kedua semua anak diberikan media pembelajaran MGBL
yang telah disediakan untuk mendukung proses pembelajaran.
e. Pada pertemuan ketiga semua anak pada kelas A dan kelas B diberikan soal
posttest yang berisi materi pemahaman dasar anak usia dini seperti
mencocokkan bentuk, warna, menyusun deret angka, dsb. Sementara untuk
orang tua akan diberikan kuesioner postcourse
Soal pretest dan posttest dibuat oleh peneliti kemudian divalidasi oleh ahli
pedagogi. Bentuk soal yang dibuat untuk pretest dan posttest merupakan soal
pilihan ganda dengan satu jawaban benar. Kuesioner precourse dan postcourse
akan dibuat menggunakan skala linkert 5-poin seperti yang dilakukan oleh
Leavy (2017). Tabel III.3 menunjukkan skala linkert 5-poin yang akan
digunakan.
41
Tabel III.3 Skala Linkert 5-Poin.
Nilai Jawaban
1 Sangat tidak setuju
2 Tidak setuju
3 Netral
4 Setuju
5 Sangat setuju
a. Uji validitas.
Uji validitas digunakan untuk melihat ketepatan atau kecermatan suatu
instrument dalam melakukan suatu pengukuran. Terdapat dua jenis validitas
yang digunakan dalam mengukur suatu instrumen, yaitu validitas faktor dan
validitas item. Validitas faktor diukur apabila instrument yang digunakan
memiliki item yang tersusun lebih dari satu faktor dimana antara faktor yang
satu dengan yang lain memiliki suatu kesamaan. Pengukuran validitas
faktor dilakukan dengan cara menghitung nilai korelasi antar faktor yang
digunakan. Sedangkan validitas item dilakukan dengan cara menghitung
korelasi nilai item dengan nilai total item. Nilai korelasi tersebut selanjutnya
digunakan untuk mengukur tingkat validitas item dan menentukan apakah
item tersebut layak digunakan dalam melakukan suatu pengukuran. Selain
dilihat dari nilai korelasinya, penentuan kelayakan suatu item biasanya juga
dapat ditentukan dengan melihat nilai signifkansi tiap item terhadap total
item yang digunakan dalam suatu instrumen (Dewi, 2018).
42
𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − (∑ 𝑥)(∑ 𝑦)
𝑟𝑥𝑦 = (III.1)
√{𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2 }{𝑛 ∑ 𝑦 2 − (∑ 𝑦)2 }
dengan:
𝑟𝑥𝑦 = koefisien korelasi antara variabel x dan y,
𝑛 = jumlah responden,
∑𝑥 = jumlah nilai butir soal,
∑𝑦 = jumlah nilai total soal,
∑ 𝑥 2 = jumlah nilai kuadrat butir soal
∑ 𝑦 2 = jumlah nilai total kuadrat butir soal
b. Uji realibilitas.
Pengujian ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui reliabilitas sebuah
kuesioner, yaitu memastikan konsistensi dari hasil pengukuran (Leavy,
2017). Cronbach’s alpha merupakan metode yang bisa digunakan untuk
melakukkan uji reliabilitas. Metode tersebut ditunjukkan oleh persamaan
III.3.
𝑘 ∑ 𝑠𝑖2
𝑟11 =[ ] [1 − 2 ] (III.3)
𝑘−1 𝑠𝑡
dengan:
𝑟11 = koefisiensi realibilitas dari instrumen penelitian
𝑘 = jumlah atau total pertanyaan
∑ 𝑠𝑖2 = jumlah atau total varian pertanyaan
𝑠𝑡2 = jumlah varian atau total varian pertanyaan
43
Untuk menentukan kriteria reliabilitas dengan Cronbach’s alpha dapat
menggunakan kriteria sebagai berikut.
• Jika 𝛼 ≥ 0,9 maka reliabilitas dapat dikatakan sangat tinggi.
• Jika 0,7 ≤ 𝛼 < 0,9 maka reliabilitas dapat dikatakan tinggi.
• Jika 0,5 ≤ 𝛼 < 0,7 maka reliabilitas dapat dikatakan sedang.
• Jika 𝛼 < 0,5 maka reliabilitas dapat dikatakan rendah.
c. Uji normalitas.
Distribusi normal memilki bentuk data yang simetris. Saat digambar dalam
bentuk grafik, data yang berdistribusi normal akan berbentuk seperti
lonceng dengan sebagian besar datanya berkumpul pada area tengah
(Bhandari, 2022). Terdapat tiga karakteristik utama dari data yang
berdistribusi normal.
1. Data memiliki nilai rata-rata, nilai tengah, dan modus yang sama.
2. Data terbagi sama dinatara nilai tengahnya.
3. Distribusi data dapat dijelaskan dengan menggunakan dua nilai, yaitu
nilai rata-rata dan standar deviasi.
44
Keterangan:
𝐹(𝑥𝑖 ) = peluang distribusi kumulatif
𝑛 = jumlah sampel
∑(𝑥 − 𝑥̅ )2
s=√ (III.7)
𝑛−1
Keterangan:
𝑠 : nilai standar deviasi
𝑥 : nilai individu sampel
𝑥̅ : nilai rata-rata sampel
n : jumlah sampel
45
Persamaan variance (Bhandari, 2022).
∑(𝑥 − 𝑥̅ )2
s2 = (III.8)
𝑛−1
dengan:
𝑠2 = nilai variance
𝑥 = nilai individu sampel
𝑥̅ = nilai rata-rata sampel
n = jumlah sampel
Hipotesis yang dapat dibentuk dari uji ini adalah sebagai berikut.
• 𝐻0 : Data mengikuti sebaran distribusi normal.
• 𝐻𝑎 : Data tidak mengikuti sebaran distribusi normal.
d. Uji homogenitas.
Pengujian homogenitas ini bertujuan untuk menemukan homogen atau
tidaknya data penelitian yang digunakan. Pengujian homogenitas dilakukan
dengan menggunakan metode Levene (1960) dengan signifikansi 5%
seperti yang ditunjukkan pada persamaan III.9.
(𝑛 − 𝑘) ∑𝑘𝑖=1 𝑛𝑖 (𝑍𝑡̅ − 𝑍̅)2
W= 𝑛𝑖 (III.9)
(𝑘 − 1) ∑𝑘𝑖=1 ∑𝑗=1 (𝑍𝑖𝑗 − 𝑍𝑡̅ )2
dengan:
n = rata-rata deviasi antara sampel data pertama dan kedua
𝑘 = simpangan baku dari nilai rata-rata deviasi
𝑍𝑡̅ = rata-rata grup 𝑍𝑖
𝑍̅ = semua rata-rata atau keseluruhan rata-rata dari 𝑍𝑖𝑗
𝑍𝑖𝑗 = |𝑌𝑖𝑗 − 𝑌̅𝑡 |
46
Untuk menentukan apakah data homogen atau tidak dapat menggunakan
kriteria sebagai berikut.
• Jika 𝑊 ≥ 0,05 maka data dapat dikatakan homogen.
• Jika 𝑊 < 0,05 maka data dapat dikatakan tidak homogen.
dengan:
U = nilai pengujian Mann Whitney-U
𝑛1 = sampel pertama
𝑛2 = sampel kedua
𝑅𝑖 = peringkat berdasarkan ukuran sampel
f. Uji-t berpasangan.
Uji-t hanya dapat digunakan untuk membandingkan rata-rata dua kelompok
yang akan diteliti. Uji ini dikenal juga dengan sebutan uji perbandingan
berpasangan. Uji-t merupakan salah satu uji parametrik yang digunakan
untuk melihat perbedaan antar dua kelompok. Terdapat tiga asumsi yang
perlu dipenuhi sebelum melakukan pengujian ini.
47
1. Data harus independen.
2. Data harus memiliki sebaran distribusi normal.
3. Memiliki varians sama untuk setiap kelompok yang akan dibandingkan.
Jika data tidak dapat memenuhi asumsi di atas, maka pengujian non-
parametrik bisa digunakan sebagai alternatif pengganti uji-t, misalnya uji
Wilcoxon Signed-Rank untuk data yang memilki permasalahan varians tidak
sama (Bevans, 2022). Formula dari uji-t ditunjukkan pada persamaan III.11.
𝑥̅1 − 𝑥̅2
t=
1 1 (III.11)
√(𝑠 2 ( + ))
𝑛1 𝑛2
dengan:
𝑡 = nilai uji-t
𝑥̅1 = rata-rata kelompok pertama
𝑥̅2 = rata-rata kelompol kedua
𝑠2 = standard error dari dua kelompok yang diteliti
𝑛1 = jumlah sampel kelompok pertama
𝑛2 = jumlah sampel kelompok kedua
48
dengan:
𝑥𝑖 = data nilai pretest ke-i
𝑦𝑖 = data nilai posttest ke-i
49
Gambar III.6 Model Evaluasi Penelitian.
50
Mengadopsi dan memodifikasi dari Nuci dkk., (2021), pada tahap ini, enam
dimensi kerangka kerja LEAGUÊ akan diinterpretasikan dalam variabel penelitian
sebagai berikut.
1. Usability.
a. Simplicity, desain dari platform, penyajian permainan, memudahkan
pengguna untuk mencapai tujuannya dalam interaksi optimal.
b. Accessibility, langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengakses suatu
halaman/layar/fitur dalam aplikasi (mengakses halaman permainan).
c. Ease, kemudahan pengguna untuk berinteraksi dengan aplikasi (mudah
dipelajari).
d. Efficiency, langkah-langkah yang optimal atau efisien untuk mengakses
suatu halaman/layar/fitur dalam aplikasi.
2. Game Experience.
a. Engagement, keterlibatan peserta dalam pembelajaran.
b. Timeliness, permainan memiliki batasan waktu.
c. Competition, suatu pendekatan untuk memberikan poin saat peserta
berhasil menyelesaikan tiap level permainan sehingga tercipta suasana
kompetisi.
d. Interactivity, interaksi yang baik antara peserta dengan aplikasi.
3. Interactive teaching and learning.
a. Interactivity, interaksi terjadi baik antara peserta dengan peserta.
b. Teaching and learning, proses permainan memfasilitasi perolehan
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan mendapatkan pengalaman
baru.
c. Assessment and evaluation, proses permainan berkaitan dengan penilaian
pembelajaran dan evaluasi instan dari aplikasi.
Evaluasi dilakukan dengan melakukan analisis terhadap data hasil survei. Alur
evaluasi yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar III.7, dimulai dengan
menentukan variabel yang diadaptasi dari kerangka kerja (framework) LEAGUÊ
dalam Tahir and Wang (2019) dan Nuci dkk. (2021), menentukan item pertanyaan,
51
menyusun kuesioner dengan menggunakan skala linkert, melakukan uji validitas
untuk memastikan bahwa kuesioner layak digunakan untuk mengukur variabel
yang telah ditentukan (Sugiyono, 2013), melakukan uji realibilitas untuk melihat
konsistensi kuesioner dalam menghasilkan data (Sugiyono, 2013), dan membuat
analisis deskriptif.
52
III.4.2 Evaluasi Keberhasilan
Pada evaluasi ini akan dilihat apakah pendukung, yaitu pembelajaran dengan
MGBL memberikan dampak terhadap hasil pembelajaran, yaitu berupa
peningkatan pengetahuan anak. Dampak tersebut dapat diketahui dengan
menggunakan hasil atau nilai dari pretest yang dilakukan sebelum implementasi
aplikasi pendukung dan posttest yang dilakukan setelah implementasi aplikasi
pendukung.
Setelah distibusi dari data sudah diketahui, selanjutnya bisa ditentukan apakah akan
menggunakan analisis data dengan statistik parametrik atau non-parametrik. Jika
distribusi tidak normal, maka pengujian dilakukan dengan menggunakan uji
statistik non-parametrik Mann Witney, sedangkan jika data berdistriubsi normal,
maka selanjutnya dilakukan pengujian homogenitas untuk menentukan apakah data
memiliki varian yang serupa atau tidak sebelum dapat dilakukan pengujian dengan
metode t berpasangan.
Jika ditemukan distribusi data adalah homogen, maka dapat dilakukan pengujian t
berpasangan, sedangkan jika ditemukan data tidak homogen maka pengujian akan
menggunakan metode t welch. Selanjutnya, pengujian N Gain dilakukan untuk
melihat perbedaan antara hasil nilai dari pretest yang dilakukan sebelum
implementasi aplikasi pendukung dan posttest yang dilakukan setelah implementasi
aplikasi pendukung dengan membagi skor tinggi, sedang dan rendah.
Setelah semua uji dilakukan dengan baik dan benar, selanjutnya dilakukan analisis
hasil untuk menginterpretasikan hasil dari seluruh langkah yang sudah dilalui.
Analisis akan dilakukan secara komprehensif dan mendetail pada bab IV.
53
Gambar III.8 Alur Evaluasi Keberhasilan
54
III.5 Justifikasi pemilihan DRM
DRM dipilih sebagai metode yang digunakan di dalam penelitian ini karena bisa
mendukung jalannya penelitian dengan baik. DRM menyediakan sekumpulan
metode dan petunjuk yang bisa digunakan dalam melakukan desain penelitian.
Sejalan dengan hal tersebut, Calderon (2010) menjelaskan bahwa perancangan
teknologi pendidikan memiliki berbagai macam tantangan yang harus dihadapi.
Integrasi antara unsur pendidikan dan pengetahuan teknologi yang melibatkan
unsur psikologi kognitif serta strategi pendidikan menjadi salah satu tantangan
utama dalam penelitian ini. DRM dapat menjadi panduan yang baik dalam
melakukan penelitian dengan menyediakan tahapan di setiap pekerjaan yang
sedang dilakukan. Luaran DRM yang dihasilkan di setiap tahapan dapat membantu
untuk memberikan landasan yang kokoh dari awal hingga akhir kegiatan. Selain
itu, penekanan kegiatan dokumentasi dan analisa ilmiah di setiap tahapan akan
menghasilkan evaluasi yang valid dan baik pada penelitian yang sedang dilakukan.
55
DAFTAR PUSTAKA
56
Glover, Ian. (2013). Play As You Learn: Gamification as a Technique for
Motivating Learners. World Conference on Educational Multimedia,
Hypermedia and Telecommunications (2013). 1999-2008.
Gordillo, A., D. López-Fernández and E. Tovar, "Comparing the Effectiveness of
Video-Based Learning and Game-Based Learning Using Teacher-Authored
Video Games for Online Software Engineering Education," in IEEE
Transactions on Education, doi: 10.1109/TE.2022.3142688.
Henni, Jusuf. “Penggunaan Gamifikasi dalam Proses Pembelajaran.” Jurnal
TICOM Vol. 5 No.1 September, pp. 1-6, 2016.
Huynh, E., A. Nyhout, P. Ganea and F. Chevalier, "Designing Narrative-Focused
Role-Playing Games for Visualization Literacy in Young Children," in
IEEE Transactions on Visualization and Computer Graphics, vol. 27, no. 2,
pp. 924-934, Feb. 2021, doi: 10.1109/TVCG.2020.3030464.
Kapp, K. M. and J. Coné, "What Every Chief Learning Officer Needs to Know
about Games and Gamification for Learning," 2012. [Online]. Available:
https://www.yumpu.com/en/document/view/40434161/what-every-chief-
learning-officer-needs-to-know-about-karl-kapp. [Accessed 06-11-2022].
Laine, T. H. and R. S. N. Lindberg, "Designing Engaging Games for Education: A
Systematic Literature Review on Game Motivators and Design Principles,"
in IEEE Transactions on Learning Technologies, vol. 13, no. 4, pp. 804-
821, 1 Oct.-Dec. 2020, doi: 10.1109/TLT.2020.3018503.
Leavy, P. (2017). Research Design: Quantitative, Qualitative, Mixed Methods,
Arts-Based, and Community-Based Participatory Research Approaches.
New York, NY: The Guilford Press. ISBN 9781462514380. 300 pp.
(Paperback).
Nuci, K. P., R. Tahir, A. I. Wang and A. S. Imran, "Game-Based Digital Quiz as a
Tool for Improving Students’ Engagement and Learning in Online
Lectures," in IEEE Access, vol. 9, pp. 91220-91234, 2021, doi:
10.1109/ACCESS.2021.3088583.
Peirce, N. (2013). Digital Game-based Learning for Early Childhood.
Prensky, M. (2003). Digital game-based learning. Comput. Entertain. 1, 1 (October
2003), 21. https://doi.org/10.1145/950566.950596.
Selwyn, Neil. (2011): Education and Technology Key Issues and Debates, India:
Replika Press Pvt Ltd.
Sugiyono, (2013): Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta,
CV, Bandung, 334.
Sukmana, Y. (2022): Gamified Mobile Microlearning Berbasis Kuis untuk Belajar
Ejaan Bahasa Indonesia, Tesis Program Magister, Institut Teknologi
Bandung.
Tahir, R., and Inge Wang, A., (2019): Codifying Game-Based Learning:
Development and Application of LEAGUÊ Framework for Learning
Games. The Electronic Journal of e-Learning, 18(1), pp. 69-87,
https://doi.org/10.34190/EJEL.20.18.1.006.
Uce, Loeziana, (2017): The Golden Age : Masa Efektif Merancang Kualitas Anak,
Bunayya : Jurnal Pendidikan Anak, pp. 77-92, DOI:
http://dx.doi.org/10.22373/bunayya.v1i2.1322
Vianna, Y., M. Vianna, B. Medina and S. Tanaka, Gamification, Inc. Recreating
companies through games, Rio de Janeiro: MJV Tecnologia Ltda, 2014.
57
Wastiau, Patricia dan Kearney, C.. (2009). How are digital games used in schools.
Evaluation.
Zhao, D. dkk., "An Innovative Multi-Layer Gamification Framework for Improved
STEM Learning Experience," in IEEE Access, vol. 10, pp. 3879-3889,
2022, doi: 10.1109/ACCESS.2021.3139729.
Zhao, D., C. H. Muntean, A. E. Chis, G. Rozinaj and G. -M. Muntean, "Game-
Based Learning: Enhancing Student Experience, Knowledge Gain, and
Usability in Higher Education Programming Courses," in IEEE
Transactions on Education, doi: 10.1109/TE.2021.3136914.
Zichermann, Gabe and Christopher Cunningham. 2011. Gamification by Design:
Implementing Game Mechanics in Web and Mobile Apps (1st. ed.).
O'Reilly Media, Inc.
58