(1)
(2)
Gambar (1) dan (2): Pengangkutan sampah secara SCS
Sumber : Setiyono dan Wahyono, 2001
Pada sistem ini, pengolahan sampah yang direncanakan untuk mengurangi volume sampah
sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh minimnya ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan
sampah seperti TPS 3R, PLTSa, dan fasilitas lain. Adapun pengurangan dari sumber dengan
pemanfaatan komposting skala kecil maupun bank sampah tidak berjalan dengan menyeluruh
sehingga dampak yang dihasilkan tidak signifikan. Penerapan konsep reduce, reuse, dan recycle
(3R) pada pengolahan sampah di Kabupaten Bekasi sangat bergantung pada kegiatan sektor
informal seperti pengepul dan pelapak.
Menurut data dari Pemerintah Kabupaten Bekasi, jumlah sampah yang mampu dikelola
hanya 47,62% dari jumlah timbulan sampah yang dihasilkan oleh wilayah pelayanan
persampahan Kabupaten Bekasi pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan bahwa kuantitas sampah
yang belum terkelola oleh sistem pengelolaan sampah Kabupaten Bekasi masih cukup besar.
Sampah yang tak terkelola ini umumnya berakhir pada tempat pembuangan sampah liar di
bantaran kali. Praktik pembuangan sampah secara liar ini dipicu terutama oleh jauhnya jarak
pengangkutan sampah dari sumber menuju TPA. Salah satu tempat pembuangan liar yang disebut
masyarakat lokal dengan nama TPS Cikarang-Bekasi-Laut (CBL) baru saja ditertibkan oleh
pemerintah daerah. Sekitar 3,6 hektar wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang
dijadikan TPS liar ini kini sudah penuh dengan sampah [3]. Pada tempat pembuangan liar seperti
CBL, pengelolaan dilakukan secara mandiri oleh warga sekitar. Akibatnya, kerap terjadi salah
kelola dalam bentuk pembakaran sampah secara terbuka dan pencemaran sampah ke badan air
maupun tanah terdekat.
Lahan parkir tidak tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga antrian truk
terkadang berada pada jalan akses tersebut, memperparah kemacetan. Saat aktivitas
TPA padat, antrian menjadi sangat panjang bahkan keluar dari pintu TPA dan
menuju jalan utama. TPA juga tidak dilengkapi dengan drainase yang memadai
karena pengelolaannya yang masih menggunakan sistem open dumping. Ketika
hujan terjadi, wilayah di sekitar akan tergenang air lindi karena tidak adanya
drainase tersebut. Fasilitas air bersih dan listrik di TPA hanya tersedia pada wilayah
kantor pengelola TPA serta gudang dan bengkel. Untuk pencucian kendaraan
pengangkut, tersedia jasa pencucian kendaraan yang dikelola secara mandiri oleh
masyarakat dan menggunakan air tanah. Fasilitas penunjang yang tersedia yaitu
gudang, garasi dan bengkel. Garasi berukuran sekitar 150 m2 dan dapat menampung
3-4 alat berat. Wilayah gudang dan bengkel menjadi satu bagian dengan luas sekitar
400 m2. Keseluruhan luas dari fasilitas penunjang tidak sebanding dengan jumlah
armada alat berat yang dikelola oleh TPA. Pos jaga tersedia di wilayah fasilitas
penunjang, namun fungsi pos jaga dilakukan pada kantor TPA bersama dengan
jembatan timbang dan administrasi truk yang masuk. Kantor berada dalam kondisi
yang baik, dengan lahan parkir yang hanya mencukupi untuk kendaraan roda dua.
Gapura papan nama sekaligus pintu masuk terbuat dari beton dan kondisinya cukup
baik. Zona penyangga terdiri dari tanaman atau pohon yang berada pada perbatasan
antara TPA dan zona pemukiman serta pertanian di sekitar TPA. Tempat istirahat
juga tersedia dan diisi oleh pedagang makanan dan minuman. Beberapa pedagang
makanan dan minuman berada pada lokasi yang sangat dekat dengan timbunan
sampah sehingga sanitasinya cenderung tidak layak.
• Fasilitas utama
Saat ini tidak ada pemetaan sel yang baku di TPA Burangkeng. Sampah yang
dibongkar langsung dipindahkan tanpa perencanaan yang jelas. Sampah juga tidak
dipadatkan sehingga efisiensi penggunaan lahan menjadi minim. Hal ini
menyebabkan tingginya timbunan sampah pada beberapa zona. Fasilitas alat berat
yang kurang memadai menjadi salah satu pemicu masalah ini. Terdapat paling tidak
14 unit excavator dan 6 unit buldoser di TPA Burangkeng. Namun, hanya 8 unit
excavator yang operasional sedangkan tidak ada buldoser yang operasional.
Beberapa alat ini rusak ringan dan rusak berat sehingga tidak dapat digunakan.
Beberapa bahkan sempat disita karena dijadikan objek korupsi pengadaan fasilitas
persampahan. Kendaraan pengangkut yang masuk ke TPA umumnya adalah milik
Dinas Lingkungan Hidup atau milik swasta. Jumlah kendaraan yang dimiliki oleh
pemerintah yaitu 50 unit gerobak, 143 unit motor sampah, dan 109 unit dump truck,
73 unit armroll truck, dan 17 unit mobil pickup. Pada kantor TPA terdapat jembatan
penimbangan yang digunakan untuk menimbang berat sampah yang masuk. Jalan
operasional yang sempit dan minim area maneuver membuat wilayah sekitar
jembatan seringkali macet.
Sejak awal berdirinya TPA Burangkeng, belum pernah terjadi pengelolaan
dengan sanitary landfill sehingga tidak terdapat lapisan geomembran dan lapisan
kerikil yang mencegah air lindi menuju permukaan tanah. Begitu pula dengan
fasilitas lain yang terkait dengan pengelolaan menggunakan sanitary landfill seperti
pengumpul lindi, pelindung tanggul, tanggul, drainase lingkungan dan juga pipa gas.
Tanah penutup tidak tersedia di lokasi TPA sehingga tanah umumnya diambil dari
pihak ketiga.
Fasilitas pengolahan seperti instalasi pengolahan lindi, pemilahan dan
komposting tersedia. Namun karena pengelolaan yang buruk dan kelebihan
kapasitas, fasilitas tersebut tidak berfungsi optimal. Instalasi pengolahan lindi (IPL)
saat ini sudah tidak operasional karena timbunan sampah sudah mencapai bagian
IPL.
Sebesar 11,6 hektar lahan yang dikelola oleh TPA Burangkeng merupakan
lahan milik Kabupaten Bekasi. Bagian barat dari TPA Burangkeng berbatasan
dengan wilayah Kota Bekasi. TPA Burangkeng dibangun pada daerah yang tidak
rawan banjir, sehingga banjir tidak pernah menjadi masalah yang berarti. Jarak TPA
dari badan air sangat dekat, begitu pula dengan perumahan dan pertanian. Hal ini
dikarenakan tidak dialokasikannya subzona penyangga pada tata ruang TPA
Burangkeng.
Gambar 9. Letak lokasi TPA Burangkeng
Gambar 13. Perbandingan Hauling Cost terhadap ada tidaknya stasiun transfer
d. Pengolahan sampah
Kuantitas sampah yang terus meningkat serta ketersediaan lahan penimbunan yang
semakin terbatas terutama pada daerah padat penduduk menjadi sebab pentingnya
pengolahan sampah. Pengolahan awalnya hanya dilihat sebagai cara untuk mengurangi
sampah yang masuk atau berada di TPA. Saat ini, pengolahan lebih banyak dilihat dari
segi keberlanjutan lingkungan dan ekonomi dimana sampah dapat dipulihkan menjadi
energi ataupun material yang dapat digunakan kembali. Dalam hirarki pengelolaan
sampah, pengolahan menjadi prioritas setelah pencegahan dan pengurangan sampah.
Desain reaktor ini disebut Chinese Dome Digester (CDC), CDC digunakan karena
memiliki cost yang cukup rendah dalam hal perancangan dan juga maintenance, selain itu
juga memiliki long life span. Prinsip kerja digester ini yaitu dengan mengubur atau
menutup slurry dari material organik yang telah dicampur dengan kotoran sapi kedalam
ruangan tertutup berupa dome melalui inlet tank. Sistem ini bersifat semi-kontinyu slurry
yang berada didalam dome akan terdorong keluar menuju effluent tank ketika produksi
gas didalam reaktor meningkat. Kemudian ketika gas yang mengalir menuju pipa telah
digunakan maka slurry yang berada pada effluent tank akan kembali lagi menuju reaktor.
2. Evaluasi Pengelolaan TPA Burangkeng
TPA Burangkeng mengalami berbagai masalah dalam pengelolaannya. Hal ini dikaitkan
pada kapasitas institusional, rendahnya sumber daya, dan faktor lain. Sejak awal terdapat
kecurigaan terkait pelibatan masyarakat dalam penyusunan dokumen AMDAL yang tidak
berjalan sesuai prosedur pada awal pembangunan TPA. Sistem pembuangan terbuka yang
diterapkan selama bertahun-tahun menyebabkan kontaminasi serius terhadap lingkungan dan
berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Pada bagian ini dilakukan identifikasi masalah
terkait pengelolaan TPA Burangkeng berikut solusi yang dapat diterapkan untuk
memperbaikinya.
A. Perbaikan kondisi sarana dan prasarana
Perbaikan sarana dan prasarana dimaksudkan untuk memastikan operasi TPA yang baik
sehingga dapat meminimalisir dampak buruk terhadap lingkungan dan manusia serta
menjamin keberlanjutan operasi TPA. Komponen fasilitas yang perlu diperbaik yaitu:
▪ Akses Jalan
Saat ini, kondisi jalan baik itu jalan akses, operasional maupun penghubung tidak
memadai. Jalan operasional yang saat ini digunakan merupakan bagian dari jalan umum
yang digunakan masyarakat untuk keluar masuk pemukiman yang ada di sekitar TPA.
Beberapa jalan penghubung juga sudah tertutup dengan sampah akibat kelebihan
kapasitas. Tindakan yang dapat diambil meliputi :
o Melakukan penataan kembali pada sampah yang menutupi jalan
o Menyediakan jalan alternatif bagi warga sehingga tidak perlu melewati jalan
operasional TPA
o Memperlebar jalan untuk mengakomodasi truk yang datang sehingga tidak
menimbulkan antrean yang panjang
▪ Drainase
Drainase di TPA Burangkeng dalam kondisi tidak memadai atau tidak terkelola
sehingga air lindi dari timbunan sampah meluap ke berbagai lokasi. Bila terjadi hujan,
genangan air lindi dapat mencapai lokasi yang lebih jauh, bahkan ke badan air terdekat.
Tindakan yang perlu diambil yaitu:
o Pembangunan infrastruktur drainase serta pengumpulan lindi yang memadai
o Pemeliharaan infrastruktur tersebut dengan pemantauan dan pembersihan berkala
▪ Gudang dan Alat berat
Fasilitas penunjang seperti gudang dan tempat parkir alat berat tidak sesuai dengan
jumlah alat berat yang dikelola. Selain itu, beberapa alat berat tidak atau belum
direparasi akibat rusak berat dan tidak dapat difungsikan. Maka dari itu, tindakan yang
dapat diambil yaitu :
o Perluasan prasarana penunjang dan penyediaan alat-alat bengkel untuk
memperbaiki kerusakan pada alat berat
o Perbaikan alat berat yang mengalami kerusakan sehingga dapat difungsikan kembali
▪ Tempat istirahat dan pencucian
Tempat istirahat tersedia namun sangat dekat dengan timbunan sampah. Hal ini
membuat sanitasi dalam penyediaan makanan dan minuman layak dipertanyakan.
Selain itu, tempat untuk pencucian alat berat juga belum tersedia secara memadai.
Untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pengelola TPA, baiknya dilakukan:
o Penyediaan tempat yang didesain untuk istirahat dan makan dengan aman
o Penyediaan tempat cuci alat berat
▪ Sistem penimbunan
Saat ini, sistem penimbunan sampah masih menggunakan open dumping. Untuk
menjaga kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat serta memanfaatkan potensi
LFG di TPA Burangkeng, maka diperlukan sistem sanitary landfill. Berikut adalah
panduan untuk menerapkan sistem sanitary landfill:
o Perhitungan volume
Untuk dapat mengetahui volume yang timbunan, perlu pemahaman atas laju
timbulan sampah yang masuk serta kapasitas lahan yang diusulkan. Rasio sampah
dan material untuk menutup sampah umumnya sekitar 4:1 sampai 3:1. Hal ini
dipengaruhi pula atas desain material penutup dan konfigurasi sel TPA (Brunner
dan Keller, 1972)
o Pengendalian air limpasan
Pengendalian air limpasan berupa drainase diperlukan untuk mencegah air
limpasan berkontak langsung dengan sampah dan menimbulkan air lindi.
Drainase biasanya berbentuk parit yang berada di bagian atas atau luar dari sel
sampah. Untuk bagian dalam sel sampah, material penutup dapat didesain dengan
kemiringan tertentu agar air hujan dapat terlimpas dengan cepat ke bagian luar dari
sel sampah tersebut.
Gambar 15. Desain pengendalian air limpasan (Sumber : Brunner dan
Keller, 1972)
o Pencegahan kontaminasi air tanah
Untuk mencegah kontaminasi air tanah, dilakukan penambahan lapisan
impermeabel yang mampu mencegah infiltrasi air lindi menuju muka air tanah.
Secara tradisional, tanah lempung yang dibasahkan digunakan sebagai salah satu
media untuk lapisan impermeabel ini. Saat ini, penggunaan geomembran berbahan
HDPE lebih umum digunakan karena lebih efisien dan efektif. Pemasangan
geomembran dilakukan pada bagian dasar sel.
Alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu penurunan muka air tanah dibawah sel
sampah dengan pembentukan kanal/drainase. Proses ini memerlukan pemahaman
yang menyeluruh terhadap kondisi geo-hidrologi dari tempat yang akan dibangun.
o Penangkapan/kontrol terhadap gas
Gas yang dihasilkan oleh dekomposisi bahan organik seperti metana dapat
terakumulasi dalam kadar yang dapat meledak dan membahayakan. Maka dari itu
dilakukan kontrol terhadap gas yang dihasilkan. Gas ini juga dapat ditangkap
untuk dimanfaatkan sebagai energi. Umumnya ada dua pendekatan dalam kontrol
gas yaitu metode permeabel dan impermeabel. Metode permeabel yaitu
menyediakan bagian yang lebih permeabel dibanding bagian lain sebagai jalur
untuk mengelola gas. Hal ini meliputi penggalian parit atau pemasangan pipa
ventilasi untuk penangkapan gas. Sedangkan untuk metode impermeabel yaitu
penggunaan lapisan impermeabel untuk mengarahkan gas ke tempat-tempat
dimana gas tersebut tidak terakumulasi.
1. Kurang terlihat sistem pengelolaan sampah yang berkesinambungan, seperti kegiatan komposting
yang memerlukan proses pemilahan terlebih dahulu sebelum diproses menjadi kompos. Penerapan
pemilahan sampah dapat diterapkan dengan menyediakan wadah terpilah, menjadwalkan pengangkutan
sampah terpilah, dan pengadaan insentif untuk petugas. Pengankutan sampah dapat dilakukan dengan
menggunakan dua cara yakni Hauled Container System dan Stationary Container System. Pengolahan
sampah memiliki beberapa opsi diantaranya pembuatan biodigester untuk sampah organik dengan
diiringi sistem pemilahan sampah yang efektif dan efisien. Opsi lainnya yakni melakukan pemulihan
energi dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah.
2. TPA Burangkeng perlu memperbaiki kondisi sarana dan prasarana antara lain Akses jalan yang
tertutup akibat overload sampah, Drainase yang tidak terkelola sehingga menyebabkan lindi meluap ke
berbagai lokasi, alat berat yang sudah telah rusak parah, serta lahan untuk parkir alat berat sempit,
sistem penimbunan yang masih menggunakan open dumping dapat diubah menjadi sanitary landfill
yang dapat dipasang gas capture untuk memanfaatkam LFG. Memperbaiki Instalasi Pengolahan Air
Lindi (IPAL) dengan membuat Kolam Anaerobik, Kolam Aerobik, Kolam Fakultatif, Kolam Maturasi,
Wetland, Bak Kontrol, dan Sumur Pantau. Serta terdapat potensi untuk mengubah air lindi menjadi
pupuk cair.
Saran
Untuk mencapai pengelolaan sampah yang baik, maka diperlukan keterlibatan baik dari
pemerintah, masyarakat, serta mahasiswa. Berikut merupakan beberapa saran yang dapat diterapkan di
TPA Burangkeng Kabupaten Bekasi, antara lain:
a. Pemerintah
• Perlu merancang regulasi mengenai pemilahan sampah kepada masyarakat Kabupaten
Bekasi dan juga sistem pengangkutan sesuai sampah yang telah dipilah. Sehingga Ketika
sampah masuk TPA telah dalam kondisi terpilah dapat mengoptimalkan proses pengolahan
sampah.
• Bekerja sama dengan sebuah institusi untuk melakukan pengolahan sampah.
• Memperbaiki Kembali fasilitas yang diperlukan TPA, seperti Gudang, lahan parkir alat
berat, IPAL, serta akses jalan.
b. Masyarakat
• Menaati peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah mengenai pemilahan sampah.
c. Mahasiswa
• Melakukan kegiatan sosialisasi untuk pencerdasan kepada masyarakat terkait pengelolaan
sampah yang baik.
• Mengawal isu untuk mendorong pemerintah untuk menyediakan layanan yang optimum
terhadap TPA Burangkeng melalui publikasi kajian agar kondisi ini lebih diperhatikan.
Sumber :
[1] M. T. D. Rimantho, "Usulan Strategi Pengelolaan Sampah Padat di TPA Burangkeng Bekasi
dengan Pendekatan SWOT dan AHP," Jurnal Ilmu Lingkungan, vol. 19, no. 2, pp. 383-391,
2021.
[2] S. W. Setiyono, "Sistem Pengelolaan Sampah Kota di Kabupaten Bekasi," Jurnal Teknologi
Lingkungan., vol. 2, no. 2, pp. 194-198, 2001.
[3] Republika, "Eksplora Republika," Republika.co.id, Sabtu Februari 2022. [Online]. Available:
https://eksplora.republika.co.id/posts/59414/klhk-tindak-tps-ilegal-di-bekasi-yang-cemari-kali-
cbl. [Accessed 27 Juli 2022].
[4] S. E. B. W. Manurung D, "Penentuan Lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah yang
Ramah Lingkungan di Kabupaten Bekasi," Jurnal Teknik ITS, vol. 8, no. 2, pp. 123-130, 2019.
[6] T. K. Jati, "Peran Pemerintah Boyolali dalam Pengelolaan Sampah Lingkungan Permukiman
Perkotaan (Studi Kasus: Perumahan Bumi Singkil Permai)," Jurnal Wilayah dan Lingkungan,
vol. 1, no. 1, pp. 1-16, 2013.
[9] I. G. R. A. A. Kristanto G., "The Performance of Municipal Solid Waste Recycling Program in
Depok," International Journal of Technology, no. 2, pp. 264-272, 2015.
[13] W. Wulandari, “Pemanfaatan Air LindiSampah Dapursebagai Pupuk Organik Cair terhadap
Pertumbuhan Tanaman Padi (Oryza sativa),” Lentera Bio, vol. 11, no. 4, pp. 423-429, 2022.
[16] M. Morozesk, “Landfill leachate sludge use as soil additive prior and after electrocoagulation
treatment: A cytological assessment using CHO-k1cells,” Chemosphere, pp. 66-71, 2016.
[17] M. Tamrat, “Biological treatment of leachate from solid wastes: kinetic study and simulation.,”
Biochemical Engineering journal, pp. 46-51, 2012.
[18] Muhammad Jatmoko, “Perencanaan Proses Pengolahan Lindi di TPA Nusa Lembongan dengan
Menggunakan Kolam Stabilisasi,” Jurnal Teknik Pengairan, vol. 12, no. 2, pp. 165-173, 2021.