Essy Yunita Windari - Makalah Strategi Bertutur
Essy Yunita Windari - Makalah Strategi Bertutur
PROGRAM STUDI
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan hidayah-Nya
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam
proses pembuatan makalah ini.
Penulis telah mengutip materi dan teori dari berbagai sumber buku dan jurnal. Namun
penulis menyadari bahwa di dalam makalah yang telah disusun ini masih terdapat banyak
kesalahan serta kekurangan. Sehingga penulis meminta saran serta masukan dari para pembaca
agar makalah ini tersusun dengan lebih baik. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak tutur termasuk kedalam unsur pragmatik yang melibatkan pembicara dan pendengar.
Dalam tindak tutur, penutur harus memiliki strategi bertutur yang tepat. Bertutur berarti
berkomunikasi antara pelaku tutur, yaitu penutur dan petutur. Penutur adalah orang yang bertutur
dan petutur adalah orang yang diajak bertutur dan sering juga disebut dengan mitra tutur/lawan
tutur. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tak pernah lepas dari aktivitas bertutur.
Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa, bertutur memiliki makna mencapai
tindak sosial tertentu seperti memberi nasehat, meminta sesuatu, dan lain-lain adakalanya lawan
Di dalam kegiatan bertutur, penutur tidak sekedar menyampaikan pesan, tetapi ia juga
membangun hubungan sosial dengan petutur (mitra tutur). Penutur perlu memilih strategi
bertutur yang dapat mengungkapkan pesan secara tepat dan tuturan itu dapat membangun
hubungan sosial. Dengan kata lain, penutur tidak ‘asal buka mulut dalam bicara’ tetapi ia harus
memikirkan terlebih dahulu tuturan yang akan dituturkannya. Strategi sangat perlu dalam suatu
tindak tutur, karena dalam suatu ujaran yang penyampaiannya baik akan menggunakan strategi
bertutur yang tepat sehingga maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur tersampaikan
dengan baik.
1
B. Rumusan Masalah
berikut.
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan kajian teori strategi bertutur ini, akan dibahasa empat hal berikut. a)
karakteristik strategi bertutur, b) strategi bertutur menurut Brown dan Levinson, c) strategi
bertutur menurut Blum-Kulka, d) strategi bertutur menurut Yule, e) strategi menurut Searle, f)
Strategi bertutur adalah cara atau teknik penyampaian tuturan secara spesifik yang dipilih
oleh penutur dengan maksud dan tujuan yang berbeda dengan mempertimbangkan situasi atau
peristiwa tutur. Strategi penggunaan tindak tutur juga merupakan cara atau siasat partisipan tutur
dalam memilih tuturan sesuai dengan fungsi dan konteks. Setiap cara atau teknik yang digunakan
untuk menyampaikan tuturan tersebut mengandung unsur kesantunan yang bertujuan untuk
menjaga citra diri seseorang bertutur. Kesantunan inilah yang menjadi ciri khas tersendiri atau
Strategi bertutur adalah cara-cara yang digunakan partisipan tutur dalam mengekspresikan
tindak atau fungsi tindak tutur menggunakan tuturan tertentu. Keterbatasan mitra tutur dalam
bertindak akan semakin jelas bila bentuk tuturan yang dipilih tidak tepat, apalagi bila ditujukan
terhadap mitra tutur yang berlatar belakang budaya berbeda. Hal ini dapat menimbulkan
tejadinya konflik karena bisa jadi dalam suatu budaya sebuah permintaan dianggap lazim,
sementara budaya lain menilainya sangat tidak diperbolehkan. Misalnya, pada saat mail
menyerahkan ketupat kepada Upin dan Ipin ketika kita menilainya terdapat ketidakikhlasan
dalam diri Mail saat memberikan ketupatnya. Padahal karakteristik Mail memang menampakkan
3
muka cemberut. Kemudian pada saat nenek meminta Kak Ros mengambilkan uang di laci, anak-
Untuk meminimalisir kehilangan muka mitra tutur dalam tindak tutur permintaan,
diperlukan strategi yang tepat. Strategi itu dapat dilihat dari cara yang digunakan atau pun
langkah-langkah yang dipilih sehingga maksud permintaan ditangkap oleh mitra tutur.
Strategi bertutur menurut Brown dan Levinson (dalam Syahrul 2008:18) ada lima macam,
yaitu: (1) bertutur terus terang tanpa basa-basi, (2) bertutur terus terang dengan basa-basi
kesantunan positif, (3) bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif, (4) bertutur secara samar-
Strategi bertutur tanpa basa basi mencakup bentuk-bentuk tuturan yang dilakukan untuk
melarang suatu tindakan secara langsung tanpa basa-basi. Strategi ini biasanya sedikit
dilunakkan. Alasannya karena bertutur dengan strategi ini tidak ada basa-basi untuk membuat
tuturan tersebut lembut dan manis. Jadi untuk menjaga kesopanan bertuturnya dilakukan dengan
melunakkannya.
Kalimat di atas merupakan kalimat larangan yang dilunakkan dengan menggunakan kata
Konteks: dituturkan oleh seorang wanita kepada temannya saat akan pergi ke pesta.
4
Kalimat tersebut merupakan kalimat larangan yang disampaikan oleh seorang wanita kepada
temannya, kalimat tersebut dituturkan tanpa basa-basi agar teman wanita mengetahui bahwa
Strategi ini menyatakan bentuk-bentuk tuturan yang melarang suatu tindakan, dilakukan
dengan kesantunan positif. Kesantunan positif ini maksudnya si penutur memasukkan dirinya
sebagai kelompok yang sama dengan mitra tutur, misalnya dengan menggunakan kata saudara,
bagi saya, atau saya juga. Artinya, strategi ini mengarahkan penutur sebagai pemohon untuk
Dalam strategi bertutur dengan basa-basi dengan kesantunan positif ada 15 substrategi yang
Melipatgandakan persetujuan kepada petutur. Contohnya “Saya setuju dengan usul Anda,
dan akan lebih setuju lagi apabila kita menambah peserta.” Kalimat ini dituturkan oleh
seorang panitia lomba kepada temannya yang mengusulkan untuk mengubah konsep acara.
lawan tutur. Contohnya, ”Saya akan memperhatikan pekerjaan Anda.” Kalimat ini
Lawan Tutur
5
Mempererat minat, memperhatikan kesukaan,keinginan,dan kebutuhan lawan tutur.
Contohnya ”Ibu suka baju yang ini, Bu?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang penjaga toko
pakaian kepada seorang wanita yang sedang melihat-lihat baju yang ia jual.
sama-sama dari kampung yang sama, jadi tidak seharusnya kita bertengkar seperti ini,
Wahyu.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang mengajak
bertengkar.
Mencari persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang sebagian atau seluruh
ujaran penutur (lawan tutur). contohnya ”Saya setuju dengan usulmu, dan lebih setuju lagi
jika kita menambah peserta talk show.” Kalimat ini dituturkan oleh panitia talk show saat
Yang Semu (Psedo Agreement), Menipu Untuk Kebaikan (White Lies), Atau
agreement), menipu untuk kebaikan (white lies), atau pemagaran opini (hedging opinion).
Contohnya ”Bagaimana jika kita satukan pendapat untuk mengambil tawaran dari
perusahaan itu?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lainnya
6
7) Tuturan Menyatakan Syarat Umum
Menyatakan syarat umum, ”Kita tidak boleh melanggar perintah yang ada di AD/ART
organisasi ini.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang akan
Bergurau dengan lelucon, kelakar atau humor. Contohnya ” Motormu yang sudah butut
itu sebaiknya untukku saja,ya!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa dengan cara
bergurau kepada temannya yang memakai motor butut dengan tujuan untuk mengganti
motornya.
Menyatakan paham atau mengerti dengan keinginan lawan tutur dengan menyatukan
pengetahuan dan keinginan penutur dengan mitra tutur. Contohnya ”Apa yang kamu katakan
sama dengan pendapatku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya
pembahasan masalah ini besok saja?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang forum diskusi
Menunjukan keoptimisan. Contohnya ”Saya yakin, kamu pasti akan menang.” Kalimat
ini dituturkan oleh seorang teman kepada temannya yang akan ikut berlomba.
12) Tuturan Melibatkan Penutur Dan Mitra Tutur Dalam Suatu Kegiatan
7
Melibatkan penutur dalan suatu kegiatan. Contohnya “Maukah kamu ikut memancing
bersamaku Minggu besok?”. Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya
Memberikan pertanyaan atau memberi alasan. Contohnya “Bukannya saya menolak, akan
tetapi anak saya sakit. Sehingga saya harus membawanya ke dokter.” Kalimat ini dituturkan
Menyatakan hubungan secara timbal balik (resiprokal). Contohnya “Apabila kamu mau
Kalimat ini dituturkan oleh Fikri kepada temannya untuk membantunya menyelesaikan tugas.
Contohnya, “Ini ada sedikit bingkisan kecil untukmu.” Kalimat ini dituturkan oleh pria yang
seperti meminta izin untuk menyatakan suatu pertanyaan. Strategi ini direalisasikan dalam
bentuk sepuluh substrategi sebagai berikut. Pertama, tuturan berpagar, contohnya ”Saya
sebenarnya ingin meminta bantuanmu mengerjakan tugas ini.” Kalimat ini dituturkan oleh
8
tuturan tidak langsung secara konvensional, contohnya ”Kata Naya, Ibu mencari saya?”
Kalimat ini dituturkan oleh ketua kelas kepada gurunya. Ketiga, tuturan meminta maaf,
contohnya ”Maafkan saya terlambat, Pak.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa yang
Keempat, tuturan meminimalkan beban atau paksaan kepada penutur, contohnya ”Boleh
saya mengganggu bapak barang sebentar?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa
kepada dosennya. Kelima, tuturan permintaan dalam bentuk pertanyaan, ”Bisakah saya melihat
korannya?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria di dalam bus kepada orang yang duduk di
bangku sebelahnya. Keenam, tuturan impersonal (hindari kata saya atau kamu), contohnya
”Anda yakin ingin melakukannya?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya
ketika temannya ingin bolos kerja. Ketujuh, tuturan yang menyatakan kepesimisan usaha
(keseganan) kepada mitra tutur, contohnya ”Saya tidak yakin program acara kita bakal berjalan
sesuai rencana.” Kalimat ni dituturkan oleh seorang pria kepada temannya sesama anggota
organisasi.
Kedelapan, tuturan yang mengungkapkan pernyataan sebagai aturan umum atau yang
berlaku secara umum, contohnya “Biasanya semua orang saling bergotong royong
menyukseskan acara ini.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang panitia acara kepada temannya
sesama panitia. Kesembilan, tuturan yang menyatakan rasa hormat, contohnya ”Silakan Ibu yang
berjalan di depan.” Kalimat ini dituturkan oleh mahasiswa kepada dosennya saat berjalan keluar
dari kelas. Kesembilan, tuturan menyatakan penutur berhutang budi kepada mitra tutur,
contohnya “Bingkisan ini belum seberapa dibandingkan dengan pertolongan Bapak kepada
saya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pengusaha kepada temannya yang telah
9
contohnya “Kelakuanmu harus di meja hijaukan.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang bos
Strategi ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tuturan yang mengandung isyarat kuat dan
tuturan yang mengandung isyarat lunak. Tuturan yang mengandung isyarat kuat mengacu pada
tuturan yang mempunyai daya ilokusi kuat. Sebaliknya, tuturan yang mengandung isyarat lunak
mengacu pada tuturan yang daya ilokusinya lemah. Dalam strategi ini, ada 15 substrategi yang
dipakai, yaitu sebagai berikut. Pertama, menggunakan isyarat, contohnya ”Kamu harus ke
sana!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang wanita kepada temannya dengan menunjuk arah
dengan tikus berdasi!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya yang
pelaku sebenarnya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan yang dituduh mencuri kepada
temannya. Keempat, menjadikan tuturan tidak lengkap atau ellipsis, contohnya “Apabila kamu
memang menginginkanku, maka buktikan … padaku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang
wanita kepada kekasihnya untuk meminta keseriusannya. Kelima, menyatakan diri kurang dari
kenyataan yang sebenarnya atau merendahkan diri, contohnya “Anda terlalu berlebihan, saya
tidak seperti yang mereka katakan.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada kenalannya
Keenam, menyatakan keadaan mitra tutur lebih dari kenyataan yang sebenarnya, contohnya
“Orang bilang, anda pintar. Menurut saya, anda bukan saja pintar, tetapi juga cakap dalam
bekerja.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada rekan kerjanya yang baru.
10
Ketujuh, menggunakan tautology, contohnya “Saya melihat apa yang anda lakukan dengan mata
kepala saya sendiri.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada temannya yang
kedapatan mencuri alat-alat kantor. Kedelapan, menggunakan kontradiksi, contoh “Abang saya
adalah anak tunggal.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang bocah kepada temannya. Kesembilan,
menjadikan ironi, contoh “Tugasmu rapi sekali, sampai-sampai saya tidak bisa membacanya.”
Kalimat ini dituturkan oleh seorang dosen kepada mahasiswanya yang tulisannya jelek sekali.
menerangi malamku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria yang merayu kekasihnya.
harus dengan uang. Lagipula, siapa di dunia ini yang tidak butuh uang?” Kalimat ini dituturkan
oleh seorang pria kepada pria lain yang meminta pertolongannya. Keduabelas, menjadikan pesan
ambigu, contohnya “Jangan lewat situ, orang malas lewat Gang Senggol!” Kalimat ini
dituturkan oleh seorang anak kepada temannya yang baru pertama kali mengunjungi rumahnya.
Ketigabelas, menjadikan pesan kabur, contohnya “Anda ingin apa?” Kalimat ini dituturkan oleh
berlebihan, contohnya “Apa yang Anda lakukan seharusnya dilakukan berpuluh-puluh orang!”
Kalimat ini dituturkan oleh seorang bos kepada karyawannya yang marah karena karyawannya
mengerjakan tugasnya sendirian. Kelimabelas, alihkan posisi petutur, contohnya “Andai saya
rajin bekerja, pasti saya yang menjadi bos Anda.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan
11
e. Bertutur di dalam Hati atau Diam
Strategi bertutur di dalam hati (diam saja) tidak melakukan tindak ujaran merupakan tindak
penutur menahan diri untuk tidak mengatakan secara verbal perkataan kepada mitra tutur.
Strategi bertutur dalam hati adalah strategi yang paling tidak langsung jika dibandingkan dengan
strategi bertutur lainnya karena tidak ada satu katapun yang menandai pesan penutur kepada
Contoh: “Andai saja aku menyatakan cintaku kepadanya sdari dulu,” bisiknya dalam hati.
Kalimat diatas dituturkan oleh seorang wanita dalam hati yang merasa kecewa pria yang ia
Pada intinya teori yang disampaikan Brown dan Levinson, lebih menitik beratkan pada
kesenangan lawan tutur.Bagaimana lawan tutur kita merasa dirinya sedang tidak dibawah
paksaan atau perintah.Terkadang demi kebaikan, kita berbohong senantiasa mendukungnya juga
diperbolehkan, selama itu tidak berlebihan. Karena dengan begitu, kebaikan juga akan berbalik
pada kita, kita akan dengan mudah mendapat bantuan dari lawan tutur kita. Oleh Karena itu,
menjaga perasaan lawan tutur sangatlah penting menurut Brown dan Levinson ini.
mewujudkan penafsiran budaya tentang interaksi di antara empat parameter penting, yaitu
motivasi sosial, cara pengungkapan, perbedaan sosial, dan makna sosial. Blum-Kulka menguji
kesantunan dalam konteks bahasa Yahudi Israel dengan menginterpretasikan kembali teori-teori
kesantunan dengan cara kultur-relativistik. Istilah 'norma-norma budaya' atau 'skrip budaya'
12
perbedaan antara pilihan-pilihan linguistik strategi dan obligatori, tetapi berargumen bahwa
ruang lingkup dan kedalaman kesantunan tersebut berbeda antara satu budaya dengan budaya
yang lain. Posisi teoritisnya adalah bahwa kesantunan memanifestasi interpretasi yang secara
kultur tersaring terhadap interaksi antara empat paremeter penting tersebut. Menurutnya, konsep-
konsep budaya saling terkait dalam menentukan sifat masing-masing parameter tersebut,
dunia.
Motivasi sosial merujuk kepada alasan-alasan mengapa orang santun, yakni alasan-alasan
bentuk linguistik yang berbeda yang digunakan untuk memperlihatkan kesantunan; perbedaan
sosial merujuk kepada parameter penilaian situasi yang berperan dalam kesantunan; dan makna
sosial merujuk kepada nilai kesantunan dari ungkapan linguistik khusus dalam konteks situasi
yang khusus.
Selanjutnya, strategi bertutur dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) bertutur secara
langsung, (2) bertutur secara tidak langsung, dan (3) bertutur dengan menggunakan isyarat.
1) Tuturan Langsung
Tuturan langsung ialah tuturan yang menggunakan modus kalimat yang secara konvensional
sesuai dengan fungsinya. Misalnya, meminta dilakukan dengan modus kalimat imperatif, ”Pergi
belikan obat Ayah di warung Siti!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya saat
menyuruh anaknya membelikan obat untuk ayahnya. Bertanya dilakukan dengan modus kalimat
interogatif, misalnya ”Kenapa kalian tidak mengumpulkan tugas?” Kalimat ini dituturkan oleh
13
2) Tuturan Tidak Langsung
Tuturan tidak langsung ialah tuturan yang menggunakan modus kalimat yang telah
tanya atau deklaratif contohnya, ”Ibu masih lama di Padang, kan? Saya mau berdiskusi dengan
Ibu soal skripsi saya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa yang meminta dosennya
untuk berdiskusi mengenai skripsinya. Maksud tuturan tersebut adalah permintaan yang
dilakukan dengan kalimat interogatif dan deklaratif yang membuat tuturan ini terdengar sopan.
Bertanya menggunakan kalimat deklaratif misalnya ”Lina, aku tidak dapat menjawab soal
nomor tujuh.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang siswa kepada temannya saat mengerjakan
latihan dari guru mereka di kelas. Tuturan ini adalah tuturan deklaratif dengan maksud bertanya
Tuturan dengan isyarat ialah tuturan yang isinya tidak ada relevansi dengan maksud tuturan
tersebut. Contoh tuturan isyarat adalah, ”Aduh, cantiknya bunga yang satu itu, Buk. Bagaimana
kalau dipindahkan saja ke rumah saya, Buk?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pemuda yang
menginginkan sebatang bunga yang tumbuh di pekarangan seorang ibu dan kini berbunga
dengan cantik milik orang tua teman perempuan pemuda itu. Secara literal, tuturan tersebut
bermakna pujian yang diiringi keinginan penutur untuk memiliki bunga milik mitra tutur. Secara
kontekstual, penutur seorang pemuda dan petutur seorang ibu yang memiliki anak gadis terlibat
dalam tuturan yang bermaksud permintaan dari penutur. Permintaan tersebut adalah penutur
14
meminta agar petutur memberikan anak gadisnya sebagai calon istri dan menjadikannya
menantu.
Yule (1996:111) menjelaskan bahawa strategi bertutur terbagi atas dua bagian yaitu strategi
kesopanan pesitif dan strategi kesopanan negatif. Strategi kesopanan positif mengarahkan
pemohon untuk menarik tujuan umum dan bahakan persahabatan dengan menggunakan
ungkapan-ungkapan yang menggambarkan suatu resiko yang lebih besar bagi penutur dari
penderitaan terhdap penolakan dan mungkin didahului dengan sedikit basa-basi. Sedangkan
strategi kesopanan negatif adalah sebagian besar konteks pembicaraan lebih umum kepada
penyelamatan wajah. Bentuk yang paling khusus digunakan ialah pertanyaan yang mengandung
Bagi Searle, semua komunikasi bahasa melibatkan suatu tindakan. Unit berkomunikasi bahasa
bukan hanya didukung oleh simbol, kata, atau kalimat, tetapi produksi simbol, kata, atau kalimat
dalam mewujudkan tindak tutur. Dalam perkembangannya, Searle mengembangkan teori tindak
tuturnya berdasarkan pada tujuan dari tindakan yang tersirat dalam ujaran penutur. Secara garis
1. Asertif (Assertives)
Asertif yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang
dikatakannya. Pada ilokusi ini (penutur) terikat pada kebenaran proposisi yang diungkap,
15
misalnya, menyatakan, mengusulkan, membuat, mengeluh, mengemukakan pendapat,
melaporkan.
2. Direktif (Directives)
Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek yang berupa tindakan yang dilakukan oleh
3. Komisif (Commissives)
Pada ilokusi ini (penutur) sedikit banyak terikat pada suatu tindakan di masa depan,
dan kurang bersifat kompetitif, karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada
4. Ekspresif (Expressives)
Fungsi ilokusi ini ialah mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur
terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya, mengucapkan terima kasih,
sebagainya.
5. Deklarasi (Deklaration)
Ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dan realitas,
Menurut Leech Seperti halnya Searle, Leech juga mengkritisi tindak tutur yang disampaikan
Austin. Namun dalam pengklasifikasian jenis tindak tutur, Leech lebih menitikberatkan kajian
16
tindak tutur pada upaya penerapan prinsip sopan santun dalam sebuah ujaran. Berdasarkan
bentuk dan keberadaan prinsip sopan santun, Leech mengklasifikasikan jenis tindak tutur
sebagai berikut.
Tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial, misalnya memerintah, meminta, menuntut,
mengemis. Pada ilokusi yang berfungsi kompetitif sopan santun mempunyai sifat negatif
dan tujuannya ialah mengurangi ketidakharmonisan yang tersirat dalam kompetisi apa
yang ingin dicapai oleh penutur dan apa yang dituntut oleh sopan santun. Yang disebut
tujuan-tujuan kompetitif ialah tujuan-tujuan yang pada dasarnya tidak bertata krama
Tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial, misalnya menawarkan atau mengajak atau
jenis fungsi ilokusi yang kedua, yaitu fungsi menyenangkan (b), pada dasarnya bertata
krama pada posisi sopan santun lebih positif bentuknya dan bertujuan untuk mencari
kesempatan beramah tamah. Jadi, dalam sopan santun yang positif, berarti menaati
prinsip sopan santun, misalnya bahwa bila ada kesempatan mengucapkan selamat ulang
tahun.
mengumumkan, mengajarkan. Jenis fungsi yang ketiga, yaitu fungsi ilokusi bekerja
sama (c) tidak melibatkan sopan santun, karena pada fungsi ini sopan santun tidak
relevan diterapkan. Hal ini karena yang diutamakan dalam tindak ujar ini adalah
17
kebenaran dan ketepatan informasi yang disampaikan. Penggunaan prinsip sopan santun
dalam tindakan ini justru akan mempengaruhi makna sebuah ujaran nantinya.
menyumpahi, memarahi. Fungsi ilokusi yang keempat, yaitu fungsi bertentangan, unsur
sopan santun tidak ada sama sekali, karena fungsi ini bertujuan untuk menimbulkan
Dalam tindak tutur diperlukan strategi bertutur yang tepat agar komunikasi antar penutur dan
lawan tutur terjalin dengan baik strategi bertutur adalah bagaimana cara seseorang untuk
menghasilkan tuturan yang menarik dan dimengerti oleh lawan tutur. Idealnya strategi yang
digunakan penutur adalah strategi bertutur yang membentuk kesantunan berbahasa. Dalam
proses berlangsungnya peristiwa tutur di kalangan masyarakat, kesantunan menjadi aspek yang
sangat penting, karena kesantunan berhubungan erat dengan konsep muka face atau citra diri
emotional dan social. Menurut Leech, terdapat empat pembentuk kesantunan berbahasa, yaitu
(1) menerapkan prinsip kesopanan; (2) menghindari kata tabu; (3) menggunakan kata atau
kalimat yang mengandung eufemisme atau penghalusan; dan (4) pemilihan kata honorifik atau
Strategi tindak tutur adalah cara-cara yang digunakan partisipan tutur dalam
mengekspresikan tindak atau fungsi tindak tutur menggunakan tuturan tertentu. Dalam kaitan
ini. Wijana, (1986) mengisyaratkan bahwa strategi penyampaian tindak atau fungsi tindak tutur
18
dapat diwujudkan dengan tuturan bermodus deklaratif, interogatif, dan imperatif (bermakna
literal atau nonliteral dan langsung atau tidak langsung). Sejalan dengan hal tersebut. Brown dan
Levinson (1978) mengatakan bahwa tuturan yang mengekspresikan tindak tutur pada umumnya
Para ahli umumnya membedakan strategi penyampaian tindak tutur atas dua jenis, yaitu
strategi langsung dan tidak langsung. Blum-Kulka (1989) mengatakan bahwa strategi langsung
dan tidak langsung yang digunakan dalam penyampaian tindak tutur berkaitan dengan dua
dimensi, yaitu dimensi pilihan pada bentuk dan dimensi pilihan pada isi. Dimensi bentuk
berkaitan dengan bagaimana suatu tuturan diformulasikan atau bagaimana ciri formal (berupa
pilihan bahasa dan variasi linguistik) suatu tuturan dipakai untuk mewujudkan suatu ilokusi.
Dimensi isi berkaitan maksud yang terkandung pada tuturan tersebut. Jika isi tuturan
mengandung maksud yang sama dengan makna performasinya, maka tuturan tersebut dituturkan
dengan strategi langsung. Sebaliknya, jika maksud suatu tuturan berbeda dengan makna
Selanjutnya, Searle (dalam Murtinich, 2001) menyatakan bahwa strategi langsung yang
digunakan dalam menyampaikan fungsi tindak tutur oleh penutur terhadap mitra tutur
menggunakan tuturan dengan makna yang jelas atau yang merealisasikan makna dengan
memfungsikan tuturan secara konvensional, baik yang bersifat linguistik maupun nonlinguistik.
Hal itu dilakukan dengan mengandalkan dan untuk mencapai pengetahuan bersama.
Selanjutnya, dalam penggunaan strategi tidak langsung. Penutur mengekspresikan tindak tutur
dengan cara memfungsikan tuturan secara tidak konvensional dan umumnya motivasi serta
19
BAB III
PENUTUP
kesalahpahaman antara pembicara dengan lawan bicara, sehingga hal tersebut bisa berdampak
pada perseturuan yang tidak berujung,dan tidak sedikit yang harus masuk jalur hukum untuk
penyelesaiannya. Oleh sebab itu diperlukan strategi bertutur untuk mengatasi hal tersebut. Dari
pemaparan materi di atas, dapat disimpulkan beberapa strategi bertutur menurut para ahli
linguistik. Pertama, Strategi bertutur menurut Brown dan Levinson (dalam Shahrul 2008:18) ada
lima macam, yaitu: (1) bertutur terus terang tanpa basa-basi, (2) bertutur terus terang dengan
basa-basi kesantunan positif, (3) bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif, (4) bertutur
secara samar-samar, dan (5) bertutur di dalam hati atau diam, Kedua, strategi bertutur menurut
blum-kulka dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) bertutur secara langsung, (2) bertutur
secara tidak langsung, dan (3) bertutur dengan menggunakan isyarat. Ketiga, Yule (1996:111)
menjelaskan bahawa strategi bertutur terbagi atas dua bagian yaitu strategi kesopanan pesitif dan
strategi kesopanan negatif. Keempat, pembagian tindak tutur menurut Searle adalah asertif,
direktif, komisif, deklaratif. Kelima, Leech mengklasifikasikan jenis tindak tutur menjadi empat
yaitu tindak kompetitif, tindak menyenangkan, tindak bekerja sama, tindak bertentangan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Manaf, Ngusman Abdul. (2011). ”Kesopanan Tindak Tutur Menyuruh dalam Bahasa Indonesia”,
Litera. Oktober Vol. 2 No. 2, hlm 213.
Maujud, Fathul, dan M.A Sultan. (2019).Pragmatik: Teori dan Analisis Makna Konteks dalam
Bahasa. Mataram.
21