Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KARAKTERISTIK STRATEGI BERTUTUR DAN IMPLEMENTASI DALAM


BERTINDAK TUTUR

Tugas Mata Kuliah Kajian Tindak Tutur


yang Dibina oleh Dr. Novia Juita, M.Hum.

Essy Yunita Windari


NIM. 22174018

PROGRAM STUDI
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan hidayah-Nya
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam
proses pembuatan makalah ini.
Penulis telah mengutip materi dan teori dari berbagai sumber buku dan jurnal. Namun
penulis menyadari bahwa di dalam makalah yang telah disusun ini masih terdapat banyak
kesalahan serta kekurangan. Sehingga penulis meminta saran serta masukan dari para pembaca
agar makalah ini tersusun dengan lebih baik. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat.

Padang, Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3

A. Karakteristik Strategi Bertutur .......................................................................................................... 3


B. Strategi Bertutur Menurut Brown dan Levinson ............................................................................... 4
C. Strategi Bertutur Menurut Blum-Kulka .......................................................................................... 12
D. Strategi Bertutur Menurut Yule ...................................................................................................... 15
E. Tindak Tutur Menurut Searle.......................................................................................................... 15
F. Tindak Tutur Menurut Leech .......................................................................................................... 16
G. Implementasi Strategi Bertutur Dalam Tindak Tutur ..................................................................... 18
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak tutur termasuk kedalam unsur pragmatik yang melibatkan pembicara dan pendengar.

Dalam tindak tutur, penutur harus memiliki strategi bertutur yang tepat. Bertutur berarti

berkomunikasi antara pelaku tutur, yaitu penutur dan petutur. Penutur adalah orang yang bertutur

dan petutur adalah orang yang diajak bertutur dan sering juga disebut dengan mitra tutur/lawan

tutur. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tak pernah lepas dari aktivitas bertutur.

Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa, bertutur memiliki makna mencapai

tindak sosial tertentu seperti memberi nasehat, meminta sesuatu, dan lain-lain adakalanya lawan

tutur merasa tersinggung atau merasa tak enak hati.

Di dalam kegiatan bertutur, penutur tidak sekedar menyampaikan pesan, tetapi ia juga

membangun hubungan sosial dengan petutur (mitra tutur). Penutur perlu memilih strategi

bertutur yang dapat mengungkapkan pesan secara tepat dan tuturan itu dapat membangun

hubungan sosial. Dengan kata lain, penutur tidak ‘asal buka mulut dalam bicara’ tetapi ia harus

memikirkan terlebih dahulu tuturan yang akan dituturkannya. Strategi sangat perlu dalam suatu

tindak tutur, karena dalam suatu ujaran yang penyampaiannya baik akan menggunakan strategi

bertutur yang tepat sehingga maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur tersampaikan

dengan baik.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dikemukan beberapa permasalahan sebagai

berikut.

1. Bagaimana karakteristik dalam strategi bertutur?

2. Bagaimana strategi bertutur menurut Brow dan Levinson?

3. Bagaimana strategi bertutur menurut Blum-kulka?

4. Bagaimana strategi bertutur menurut Yule?

5. Bagaimana tindak tuturr menurut Searle?

6. Bagaimana tindak tuturr menurut Leech?

7. Bagaimana implementasi strategi bertutur dalam tindak tutur?

C. Tujuan

1. Mendeskripsikan karakteristik dalam strategi bertutur?

2. Mendeskripsikan strategi bertutur menurut Brow dan Levinson?

3. Mendeskripsikan strategi bertutur menurut Blum-kulka?

4. Mendeskripsikan strategi bertutur menurut Yule?

5. Mendeskripsikan tindak tuturr menurut Searle?

6. Mendeskripsikan tindak tuturr menurut Leech?

7. Mendeskripsikan implementasi strategi bertutur dalam tindak tutur?

2
BAB II

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan kajian teori strategi bertutur ini, akan dibahasa empat hal berikut. a)

karakteristik strategi bertutur, b) strategi bertutur menurut Brown dan Levinson, c) strategi

bertutur menurut Blum-Kulka, d) strategi bertutur menurut Yule, e) strategi menurut Searle, f)

strategi menurut Leech, g) implementasi strategi bertutur dalam tindak tutur.

A. Karakteristik Strategi Bertutur

Strategi bertutur adalah cara atau teknik penyampaian tuturan secara spesifik yang dipilih

oleh penutur dengan maksud dan tujuan yang berbeda dengan mempertimbangkan situasi atau

peristiwa tutur. Strategi penggunaan tindak tutur juga merupakan cara atau siasat partisipan tutur

dalam memilih tuturan sesuai dengan fungsi dan konteks. Setiap cara atau teknik yang digunakan

untuk menyampaikan tuturan tersebut mengandung unsur kesantunan yang bertujuan untuk

menjaga citra diri seseorang bertutur. Kesantunan inilah yang menjadi ciri khas tersendiri atau

karakteristik dari strategi bertutur.

Strategi bertutur adalah cara-cara yang digunakan partisipan tutur dalam mengekspresikan

tindak atau fungsi tindak tutur menggunakan tuturan tertentu. Keterbatasan mitra tutur dalam

bertindak akan semakin jelas bila bentuk tuturan yang dipilih tidak tepat, apalagi bila ditujukan

terhadap mitra tutur yang berlatar belakang budaya berbeda. Hal ini dapat menimbulkan

tejadinya konflik karena bisa jadi dalam suatu budaya sebuah permintaan dianggap lazim,

sementara budaya lain menilainya sangat tidak diperbolehkan. Misalnya, pada saat mail

menyerahkan ketupat kepada Upin dan Ipin ketika kita menilainya terdapat ketidakikhlasan

dalam diri Mail saat memberikan ketupatnya. Padahal karakteristik Mail memang menampakkan

3
muka cemberut. Kemudian pada saat nenek meminta Kak Ros mengambilkan uang di laci, anak-

anak langsung berjejer di hadapan oppa menanti kedatangan uang raya.

Untuk meminimalisir kehilangan muka mitra tutur dalam tindak tutur permintaan,

diperlukan strategi yang tepat. Strategi itu dapat dilihat dari cara yang digunakan atau pun

langkah-langkah yang dipilih sehingga maksud permintaan ditangkap oleh mitra tutur.

B. Strategi Bertutur Menurut Brown dan Levinson

Strategi bertutur menurut Brown dan Levinson (dalam Syahrul 2008:18) ada lima macam,

yaitu: (1) bertutur terus terang tanpa basa-basi, (2) bertutur terus terang dengan basa-basi

kesantunan positif, (3) bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif, (4) bertutur secara samar-

samar, dan (5) bertutur di dalam hati atau diam.

a. Bertutur Terus Terang Tanpa Basa-Basi (bald on record)

Strategi bertutur tanpa basa basi mencakup bentuk-bentuk tuturan yang dilakukan untuk

melarang suatu tindakan secara langsung tanpa basa-basi. Strategi ini biasanya sedikit

dilunakkan. Alasannya karena bertutur dengan strategi ini tidak ada basa-basi untuk membuat

tuturan tersebut lembut dan manis. Jadi untuk menjaga kesopanan bertuturnya dilakukan dengan

melunakkannya.

Contoh: ”Dik, tolong piringnya jangan dibiarkan kotor begitu, ya!”

Kalimat di atas merupakan kalimat larangan yang dilunakkan dengan menggunakan kata

‘tolong’ dan kata sapaan ‘Dik’.

Contoh lainnya: “Pakaianmu terlalu mencolok.”

Konteks: dituturkan oleh seorang wanita kepada temannya saat akan pergi ke pesta.

4
Kalimat tersebut merupakan kalimat larangan yang disampaikan oleh seorang wanita kepada

temannya, kalimat tersebut dituturkan tanpa basa-basi agar teman wanita mengetahui bahwa

pakaian yang dipakainya tidak cocok atau terlalu berlebihan.

b. Bertutur dengan Basa-Basi Kesantunan Posistif (BBKP)

Strategi ini menyatakan bentuk-bentuk tuturan yang melarang suatu tindakan, dilakukan

dengan kesantunan positif. Kesantunan positif ini maksudnya si penutur memasukkan dirinya

sebagai kelompok yang sama dengan mitra tutur, misalnya dengan menggunakan kata saudara,

bagi saya, atau saya juga. Artinya, strategi ini mengarahkan penutur sebagai pemohon untuk

menarik tujuannya dengan basa-basi.

Dalam strategi bertutur dengan basa-basi dengan kesantunan positif ada 15 substrategi yang

dapat dipakai yaitu sebagai berikut.

1) Tuturan Melipatgandakan Persetujuan Kepada Petutur

Melipatgandakan persetujuan kepada petutur. Contohnya “Saya setuju dengan usul Anda,

dan akan lebih setuju lagi apabila kita menambah peserta.” Kalimat ini dituturkan oleh

seorang panitia lomba kepada temannya yang mengusulkan untuk mengubah konsep acara.

2) Tuturan Mengintensifkan Atau Membesar-Besarkan Perhatian, Persetujuan, Dan

Simpati Kepada Lawan Tutur

Mengintensifkan atau membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada

lawan tutur. Contohnya, ”Saya akan memperhatikan pekerjaan Anda.” Kalimat ini

dituturkan oleh seorang menejer kepada karyawan bawahannya yang pemalas.

3) Tuturan Mempererat Minat, Memperhatikan Kesukaan,Keinginan,Dan Kebutuhan

Lawan Tutur

5
Mempererat minat, memperhatikan kesukaan,keinginan,dan kebutuhan lawan tutur.

Contohnya ”Ibu suka baju yang ini, Bu?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang penjaga toko

pakaian kepada seorang wanita yang sedang melihat-lihat baju yang ia jual.

4) Tuturan Menggunakan Pemarkahan Identitas Kesamaan Kelompok

Menggunakan pemarkahan identitas kesamaan kelompok, contohnya ”Aku dan kamu

sama-sama dari kampung yang sama, jadi tidak seharusnya kita bertengkar seperti ini,

Wahyu.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang mengajak

bertengkar.

5) Tuturan Mencari Persetujuan Dengan Topik Yang Umum Atau Mengulang

Sebagian Atau Seluruh Ujaran Penutur (Lawan Tutur)

Mencari persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang sebagian atau seluruh

ujaran penutur (lawan tutur). contohnya ”Saya setuju dengan usulmu, dan lebih setuju lagi

jika kita menambah peserta talk show.” Kalimat ini dituturkan oleh panitia talk show saat

rapat kepada temannya yang mengusulkan untuk mengubah konsep acara.

6) Tuturan Menghindari Ketidaksetujuan Dengan Pura-Pura Setuju,Persetujuan

Yang Semu (Psedo Agreement), Menipu Untuk Kebaikan (White Lies), Atau

Pemagaran Opini (Hedging Opinion)

Menghindari ketidaksetujuan dengan pura-pura setuju,persetujuan yang semu (psedo

agreement), menipu untuk kebaikan (white lies), atau pemagaran opini (hedging opinion).

Contohnya ”Bagaimana jika kita satukan pendapat untuk mengambil tawaran dari

perusahaan itu?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lainnya

ketika terjadi perbedaan ide.

6
7) Tuturan Menyatakan Syarat Umum

Menyatakan syarat umum, ”Kita tidak boleh melanggar perintah yang ada di AD/ART

organisasi ini.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya yang akan

melakukan sebuah pelanggaran dengan maksud melarangnya.

8) Tuturan Bergurau Dengan Lelucon, Kelakar Atau Humor

Bergurau dengan lelucon, kelakar atau humor. Contohnya ” Motormu yang sudah butut

itu sebaiknya untukku saja,ya!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa dengan cara

bergurau kepada temannya yang memakai motor butut dengan tujuan untuk mengganti

motornya.

9) Tuturan Menyatakan Paham Atau Mengerti Dengan Keinginan Lawan Tutur

Dengan Menyatukan Pengetahuan Dan Keinginan Penutur Dengan Mitra Tutur

Menyatakan paham atau mengerti dengan keinginan lawan tutur dengan menyatukan

pengetahuan dan keinginan penutur dengan mitra tutur. Contohnya ”Apa yang kamu katakan

sama dengan pendapatku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada temannya

yang sedang mengemukakan pendapat dalam suatu diskusi.

10) Tuturan Memberikan Tawaran Atau Menjanjikan

Memberikan tawaran atau menjanjikan, contohnya ”Bagaimana kalau kita lanjutkan

pembahasan masalah ini besok saja?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang forum diskusi

kepada anggota diskusi lainnya.

11) Tuturan Menunjukan Keoptimisan

Menunjukan keoptimisan. Contohnya ”Saya yakin, kamu pasti akan menang.” Kalimat

ini dituturkan oleh seorang teman kepada temannya yang akan ikut berlomba.

12) Tuturan Melibatkan Penutur Dan Mitra Tutur Dalam Suatu Kegiatan

7
Melibatkan penutur dalan suatu kegiatan. Contohnya “Maukah kamu ikut memancing

bersamaku Minggu besok?”. Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya

untuk mengajaknya memancing.

13) Tuturan Memberikan Pertanyaan Atau Memberi Alasan

Memberikan pertanyaan atau memberi alasan. Contohnya “Bukannya saya menolak, akan

tetapi anak saya sakit. Sehingga saya harus membawanya ke dokter.” Kalimat ini dituturkan

oleh seorang pria kepada temannya yang mengajaknya main golf.

14) Tuturan Menyatakan Hubungan Secara Timbal Balik (Resiprokal)

Menyatakan hubungan secara timbal balik (resiprokal). Contohnya “Apabila kamu mau

membantuku menyelesaikan tugas ini, aku akan membantumu menyelesaikan proposal .”

Kalimat ini dituturkan oleh Fikri kepada temannya untuk membantunya menyelesaikan tugas.

15) Tuturan Menyatakan Saling Membantu. Memberikan Hadiah

(Barang,Simpati,Perhatian,Kerjasama) Kepada Lawan Tutur.

Memberikan hadiah (barang,simpati,perhatian,kerjasama) kepada lawan tutur.

Contohnya, “Ini ada sedikit bingkisan kecil untukmu.” Kalimat ini dituturkan oleh pria yang

baru saja pulang dari luar negeri kepada temannya.

c. Bertutur dengan Basa-Basi Kesantunan Negatif (BBKN)

Kesantunan negatif khusus diungkapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang kelihatan

seperti meminta izin untuk menyatakan suatu pertanyaan. Strategi ini direalisasikan dalam

bentuk sepuluh substrategi sebagai berikut. Pertama, tuturan berpagar, contohnya ”Saya

sebenarnya ingin meminta bantuanmu mengerjakan tugas ini.” Kalimat ini dituturkan oleh

seorang mahasiswa kepada temannya untuk membantunya mengerjakan tugasnya. Kedua,

8
tuturan tidak langsung secara konvensional, contohnya ”Kata Naya, Ibu mencari saya?”

Kalimat ini dituturkan oleh ketua kelas kepada gurunya. Ketiga, tuturan meminta maaf,

contohnya ”Maafkan saya terlambat, Pak.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa yang

terlambat kepada dosennya.

Keempat, tuturan meminimalkan beban atau paksaan kepada penutur, contohnya ”Boleh

saya mengganggu bapak barang sebentar?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa

kepada dosennya. Kelima, tuturan permintaan dalam bentuk pertanyaan, ”Bisakah saya melihat

korannya?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria di dalam bus kepada orang yang duduk di

bangku sebelahnya. Keenam, tuturan impersonal (hindari kata saya atau kamu), contohnya

”Anda yakin ingin melakukannya?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya

ketika temannya ingin bolos kerja. Ketujuh, tuturan yang menyatakan kepesimisan usaha

(keseganan) kepada mitra tutur, contohnya ”Saya tidak yakin program acara kita bakal berjalan

sesuai rencana.” Kalimat ni dituturkan oleh seorang pria kepada temannya sesama anggota

organisasi.

Kedelapan, tuturan yang mengungkapkan pernyataan sebagai aturan umum atau yang

berlaku secara umum, contohnya “Biasanya semua orang saling bergotong royong

menyukseskan acara ini.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang panitia acara kepada temannya

sesama panitia. Kesembilan, tuturan yang menyatakan rasa hormat, contohnya ”Silakan Ibu yang

berjalan di depan.” Kalimat ini dituturkan oleh mahasiswa kepada dosennya saat berjalan keluar

dari kelas. Kesembilan, tuturan menyatakan penutur berhutang budi kepada mitra tutur,

contohnya “Bingkisan ini belum seberapa dibandingkan dengan pertolongan Bapak kepada

saya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pengusaha kepada temannya yang telah

menolongnya saat perusahaanya akan bangkrut. Kesepuluh, tuturan penominaan tindakan,

9
contohnya “Kelakuanmu harus di meja hijaukan.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang bos

kepada karyawannya yang berbuat kesalahan.

d. Bertutur Secara Samar-samar (BSs)

Strategi ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tuturan yang mengandung isyarat kuat dan

tuturan yang mengandung isyarat lunak. Tuturan yang mengandung isyarat kuat mengacu pada

tuturan yang mempunyai daya ilokusi kuat. Sebaliknya, tuturan yang mengandung isyarat lunak

mengacu pada tuturan yang daya ilokusinya lemah. Dalam strategi ini, ada 15 substrategi yang

dipakai, yaitu sebagai berikut. Pertama, menggunakan isyarat, contohnya ”Kamu harus ke

sana!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang wanita kepada temannya dengan menunjuk arah

tempatnya. Kedua, menggunakan petunjuk-petunjuk asosiasi, contoh ”Jangan samakan aku

dengan tikus berdasi!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada temannya yang

menuduhnya korupsi. Ketiga, menggunakan praanggapan, contohnya “Menurut saya, dialah

pelaku sebenarnya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan yang dituduh mencuri kepada

temannya. Keempat, menjadikan tuturan tidak lengkap atau ellipsis, contohnya “Apabila kamu

memang menginginkanku, maka buktikan … padaku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang

wanita kepada kekasihnya untuk meminta keseriusannya. Kelima, menyatakan diri kurang dari

kenyataan yang sebenarnya atau merendahkan diri, contohnya “Anda terlalu berlebihan, saya

tidak seperti yang mereka katakan.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada kenalannya

yang memuji kinerjanya di kantor.

Keenam, menyatakan keadaan mitra tutur lebih dari kenyataan yang sebenarnya, contohnya

“Orang bilang, anda pintar. Menurut saya, anda bukan saja pintar, tetapi juga cakap dalam

bekerja.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada rekan kerjanya yang baru.

10
Ketujuh, menggunakan tautology, contohnya “Saya melihat apa yang anda lakukan dengan mata

kepala saya sendiri.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada temannya yang

kedapatan mencuri alat-alat kantor. Kedelapan, menggunakan kontradiksi, contoh “Abang saya

adalah anak tunggal.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang bocah kepada temannya. Kesembilan,

menjadikan ironi, contoh “Tugasmu rapi sekali, sampai-sampai saya tidak bisa membacanya.”

Kalimat ini dituturkan oleh seorang dosen kepada mahasiswanya yang tulisannya jelek sekali.

Kesepuluh, menggunakan metaphora, contohnya “Kasihku, engkau bagaikan rembulan yang

menerangi malamku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria yang merayu kekasihnya.

Kesebelas, menggunakan pertanyaan retoris, contohnya “Zaman sekarang ini, semuanya

harus dengan uang. Lagipula, siapa di dunia ini yang tidak butuh uang?” Kalimat ini dituturkan

oleh seorang pria kepada pria lain yang meminta pertolongannya. Keduabelas, menjadikan pesan

ambigu, contohnya “Jangan lewat situ, orang malas lewat Gang Senggol!” Kalimat ini

dituturkan oleh seorang anak kepada temannya yang baru pertama kali mengunjungi rumahnya.

Ketigabelas, menjadikan pesan kabur, contohnya “Anda ingin apa?” Kalimat ini dituturkan oleh

seorang pramusaji kepada tamu tempatnya bekerja. Keempatbelas, menggeneralisasikan secara

berlebihan, contohnya “Apa yang Anda lakukan seharusnya dilakukan berpuluh-puluh orang!”

Kalimat ini dituturkan oleh seorang bos kepada karyawannya yang marah karena karyawannya

mengerjakan tugasnya sendirian. Kelimabelas, alihkan posisi petutur, contohnya “Andai saya

rajin bekerja, pasti saya yang menjadi bos Anda.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan

kepada temannya yang naik pangkat.

11
e. Bertutur di dalam Hati atau Diam

Strategi bertutur di dalam hati (diam saja) tidak melakukan tindak ujaran merupakan tindak

penutur menahan diri untuk tidak mengatakan secara verbal perkataan kepada mitra tutur.

Strategi bertutur dalam hati adalah strategi yang paling tidak langsung jika dibandingkan dengan

strategi bertutur lainnya karena tidak ada satu katapun yang menandai pesan penutur kepada

mitra tutur melalui tuturan.

Contoh: “Andai saja aku menyatakan cintaku kepadanya sdari dulu,” bisiknya dalam hati.

Kalimat diatas dituturkan oleh seorang wanita dalam hati yang merasa kecewa pria yang ia

cinta memilih wanita lain.

Pada intinya teori yang disampaikan Brown dan Levinson, lebih menitik beratkan pada

kesenangan lawan tutur.Bagaimana lawan tutur kita merasa dirinya sedang tidak dibawah

paksaan atau perintah.Terkadang demi kebaikan, kita berbohong senantiasa mendukungnya juga

diperbolehkan, selama itu tidak berlebihan. Karena dengan begitu, kebaikan juga akan berbalik

pada kita, kita akan dengan mudah mendapat bantuan dari lawan tutur kita. Oleh Karena itu,

menjaga perasaan lawan tutur sangatlah penting menurut Brown dan Levinson ini.

C. Strategi Bertutur Menurut Blum-Kulka

Blum-Kulka (dalam Syahrul 2008:24) mengemukakan bahwa sistem kesantunan

mewujudkan penafsiran budaya tentang interaksi di antara empat parameter penting, yaitu

motivasi sosial, cara pengungkapan, perbedaan sosial, dan makna sosial. Blum-Kulka menguji

kesantunan dalam konteks bahasa Yahudi Israel dengan menginterpretasikan kembali teori-teori

kesantunan dengan cara kultur-relativistik. Istilah 'norma-norma budaya' atau 'skrip budaya'

merupakan istilah terpenting pada pendekatan teori yang diterapkannya. Ia memperkenalkan

12
perbedaan antara pilihan-pilihan linguistik strategi dan obligatori, tetapi berargumen bahwa

ruang lingkup dan kedalaman kesantunan tersebut berbeda antara satu budaya dengan budaya

yang lain. Posisi teoritisnya adalah bahwa kesantunan memanifestasi interpretasi yang secara

kultur tersaring terhadap interaksi antara empat paremeter penting tersebut. Menurutnya, konsep-

konsep budaya saling terkait dalam menentukan sifat masing-masing parameter tersebut,

sehingga memengaruhi pemahaman sosial tentang kesantunan pada berbagai masyarakat di

dunia.

Motivasi sosial merujuk kepada alasan-alasan mengapa orang santun, yakni alasan-alasan

keberfungsian kesantunan; mode-mode ekspresif (cara pengungkapan) merujuk kepada bentuk-

bentuk linguistik yang berbeda yang digunakan untuk memperlihatkan kesantunan; perbedaan

sosial merujuk kepada parameter penilaian situasi yang berperan dalam kesantunan; dan makna

sosial merujuk kepada nilai kesantunan dari ungkapan linguistik khusus dalam konteks situasi

yang khusus.

Selanjutnya, strategi bertutur dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) bertutur secara

langsung, (2) bertutur secara tidak langsung, dan (3) bertutur dengan menggunakan isyarat.

1) Tuturan Langsung

Tuturan langsung ialah tuturan yang menggunakan modus kalimat yang secara konvensional

sesuai dengan fungsinya. Misalnya, meminta dilakukan dengan modus kalimat imperatif, ”Pergi

belikan obat Ayah di warung Siti!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya saat

menyuruh anaknya membelikan obat untuk ayahnya. Bertanya dilakukan dengan modus kalimat

interogatif, misalnya ”Kenapa kalian tidak mengumpulkan tugas?” Kalimat ini dituturkan oleh

seorang guru kepada siswanya yang tidak mengumpulkan tugas.

13
2) Tuturan Tidak Langsung

Tuturan tidak langsung ialah tuturan yang menggunakan modus kalimat yang telah

mengalami peralihan fungsi konvensioanalnya. Misalnya, meminta dilakukan dengan kalimat

tanya atau deklaratif contohnya, ”Ibu masih lama di Padang, kan? Saya mau berdiskusi dengan

Ibu soal skripsi saya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa yang meminta dosennya

untuk berdiskusi mengenai skripsinya. Maksud tuturan tersebut adalah permintaan yang

dilakukan dengan kalimat interogatif dan deklaratif yang membuat tuturan ini terdengar sopan.

Bertanya menggunakan kalimat deklaratif misalnya ”Lina, aku tidak dapat menjawab soal

nomor tujuh.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang siswa kepada temannya saat mengerjakan

latihan dari guru mereka di kelas. Tuturan ini adalah tuturan deklaratif dengan maksud bertanya

jawaban soal nomor tujuh apa? dan sebagainya.

3) Tuturan dengan Isyarat

Tuturan dengan isyarat ialah tuturan yang isinya tidak ada relevansi dengan maksud tuturan

tersebut. Contoh tuturan isyarat adalah, ”Aduh, cantiknya bunga yang satu itu, Buk. Bagaimana

kalau dipindahkan saja ke rumah saya, Buk?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pemuda yang

menginginkan sebatang bunga yang tumbuh di pekarangan seorang ibu dan kini berbunga

dengan cantik milik orang tua teman perempuan pemuda itu. Secara literal, tuturan tersebut

bermakna pujian yang diiringi keinginan penutur untuk memiliki bunga milik mitra tutur. Secara

kontekstual, penutur seorang pemuda dan petutur seorang ibu yang memiliki anak gadis terlibat

dalam tuturan yang bermaksud permintaan dari penutur. Permintaan tersebut adalah penutur

14
meminta agar petutur memberikan anak gadisnya sebagai calon istri dan menjadikannya

menantu.

D. Strategi Bertutur Menurut Yule

Yule (1996:111) menjelaskan bahawa strategi bertutur terbagi atas dua bagian yaitu strategi

kesopanan pesitif dan strategi kesopanan negatif. Strategi kesopanan positif mengarahkan

pemohon untuk menarik tujuan umum dan bahakan persahabatan dengan menggunakan

ungkapan-ungkapan yang menggambarkan suatu resiko yang lebih besar bagi penutur dari

penderitaan terhdap penolakan dan mungkin didahului dengan sedikit basa-basi. Sedangkan

strategi kesopanan negatif adalah sebagian besar konteks pembicaraan lebih umum kepada

penyelamatan wajah. Bentuk yang paling khusus digunakan ialah pertanyaan yang mengandung

kata kerja bantu yang berhubungan dengan perasaan.

E. Tindak Tutur Menurut Searle

Bagi Searle, semua komunikasi bahasa melibatkan suatu tindakan. Unit berkomunikasi bahasa

bukan hanya didukung oleh simbol, kata, atau kalimat, tetapi produksi simbol, kata, atau kalimat

dalam mewujudkan tindak tutur. Dalam perkembangannya, Searle mengembangkan teori tindak

tuturnya berdasarkan pada tujuan dari tindakan yang tersirat dalam ujaran penutur. Secara garis

besar pembagian tindak tutur menurut Searle adalah sebagai berikut.

1. Asertif (Assertives)

Asertif yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang

dikatakannya. Pada ilokusi ini (penutur) terikat pada kebenaran proposisi yang diungkap,

15
misalnya, menyatakan, mengusulkan, membuat, mengeluh, mengemukakan pendapat,

melaporkan.

2. Direktif (Directives)

Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek yang berupa tindakan yang dilakukan oleh

penutur, misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasehat.

3. Komisif (Commissives)

Pada ilokusi ini (penutur) sedikit banyak terikat pada suatu tindakan di masa depan,

misalnya, menjanjikan, menawarkan. Jenis ilokusi ini cenderung berfungsi menyenangkan

dan kurang bersifat kompetitif, karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada

kepentingan penutur (lawan tutur).

4. Ekspresif (Expressives)

Fungsi ilokusi ini ialah mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur

terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya, mengucapkan terima kasih,

mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa dan

sebagainya.

5. Deklarasi (Deklaration)

Ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dan realitas,

misalnya, mengundurkan diri, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman,

mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

F. Tindak Tutur Menurut Leech

Menurut Leech Seperti halnya Searle, Leech juga mengkritisi tindak tutur yang disampaikan

Austin. Namun dalam pengklasifikasian jenis tindak tutur, Leech lebih menitikberatkan kajian

16
tindak tutur pada upaya penerapan prinsip sopan santun dalam sebuah ujaran. Berdasarkan

bentuk dan keberadaan prinsip sopan santun, Leech mengklasifikasikan jenis tindak tutur

sebagai berikut.

1. Tindak Kompetitif (Competitive)

Tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial, misalnya memerintah, meminta, menuntut,

mengemis. Pada ilokusi yang berfungsi kompetitif sopan santun mempunyai sifat negatif

dan tujuannya ialah mengurangi ketidakharmonisan yang tersirat dalam kompetisi apa

yang ingin dicapai oleh penutur dan apa yang dituntut oleh sopan santun. Yang disebut

tujuan-tujuan kompetitif ialah tujuan-tujuan yang pada dasarnya tidak bertata krama

(discorteous), misalnya meminta pinjaman uang dengan nada memaksa.

2. Tindak Menyenangkan (Convivial)

Tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial, misalnya menawarkan atau mengajak atau

mengundang, menyapa mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat. Sebaliknya,

jenis fungsi ilokusi yang kedua, yaitu fungsi menyenangkan (b), pada dasarnya bertata

krama pada posisi sopan santun lebih positif bentuknya dan bertujuan untuk mencari

kesempatan beramah tamah. Jadi, dalam sopan santun yang positif, berarti menaati

prinsip sopan santun, misalnya bahwa bila ada kesempatan mengucapkan selamat ulang

tahun.

3. Tindak Bekerja Sama (Collaborative)

Tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial, misalnya menyatakan, melapor,

mengumumkan, mengajarkan. Jenis fungsi yang ketiga, yaitu fungsi ilokusi bekerja

sama (c) tidak melibatkan sopan santun, karena pada fungsi ini sopan santun tidak

relevan diterapkan. Hal ini karena yang diutamakan dalam tindak ujar ini adalah

17
kebenaran dan ketepatan informasi yang disampaikan. Penggunaan prinsip sopan santun

dalam tindakan ini justru akan mempengaruhi makna sebuah ujaran nantinya.

4. Tindak Bertentangan (Conflicitive)

Tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh,

menyumpahi, memarahi. Fungsi ilokusi yang keempat, yaitu fungsi bertentangan, unsur

sopan santun tidak ada sama sekali, karena fungsi ini bertujuan untuk menimbulkan

kemarahan. Mengancam atau menyumpahi orang (misalnya), tidak mungkin dilakukan

dengan sopan, kecuali penutur menggunakan ironi.

G. Implementasi Strategi Bertutur Dalam Tindak Tutur

Dalam tindak tutur diperlukan strategi bertutur yang tepat agar komunikasi antar penutur dan

lawan tutur terjalin dengan baik strategi bertutur adalah bagaimana cara seseorang untuk

menghasilkan tuturan yang menarik dan dimengerti oleh lawan tutur. Idealnya strategi yang

digunakan penutur adalah strategi bertutur yang membentuk kesantunan berbahasa. Dalam

proses berlangsungnya peristiwa tutur di kalangan masyarakat, kesantunan menjadi aspek yang

sangat penting, karena kesantunan berhubungan erat dengan konsep muka face atau citra diri

emotional dan social. Menurut Leech, terdapat empat pembentuk kesantunan berbahasa, yaitu

(1) menerapkan prinsip kesopanan; (2) menghindari kata tabu; (3) menggunakan kata atau

kalimat yang mengandung eufemisme atau penghalusan; dan (4) pemilihan kata honorifik atau

ungkapan hormat untuk menyapa orang lain.

Strategi tindak tutur adalah cara-cara yang digunakan partisipan tutur dalam

mengekspresikan tindak atau fungsi tindak tutur menggunakan tuturan tertentu. Dalam kaitan

ini. Wijana, (1986) mengisyaratkan bahwa strategi penyampaian tindak atau fungsi tindak tutur

18
dapat diwujudkan dengan tuturan bermodus deklaratif, interogatif, dan imperatif (bermakna

literal atau nonliteral dan langsung atau tidak langsung). Sejalan dengan hal tersebut. Brown dan

Levinson (1978) mengatakan bahwa tuturan yang mengekspresikan tindak tutur pada umumnya

menggambarkan strategi penyampaian tindak tutur tersebut.

Para ahli umumnya membedakan strategi penyampaian tindak tutur atas dua jenis, yaitu

strategi langsung dan tidak langsung. Blum-Kulka (1989) mengatakan bahwa strategi langsung

dan tidak langsung yang digunakan dalam penyampaian tindak tutur berkaitan dengan dua

dimensi, yaitu dimensi pilihan pada bentuk dan dimensi pilihan pada isi. Dimensi bentuk

berkaitan dengan bagaimana suatu tuturan diformulasikan atau bagaimana ciri formal (berupa

pilihan bahasa dan variasi linguistik) suatu tuturan dipakai untuk mewujudkan suatu ilokusi.

Dimensi isi berkaitan maksud yang terkandung pada tuturan tersebut. Jika isi tuturan

mengandung maksud yang sama dengan makna performasinya, maka tuturan tersebut dituturkan

dengan strategi langsung. Sebaliknya, jika maksud suatu tuturan berbeda dengan makna

performasinya maka tuturan tersebut dituturkan dengan strategi tidak langsung.

Selanjutnya, Searle (dalam Murtinich, 2001) menyatakan bahwa strategi langsung yang

digunakan dalam menyampaikan fungsi tindak tutur oleh penutur terhadap mitra tutur

menggunakan tuturan dengan makna yang jelas atau yang merealisasikan makna dengan

memfungsikan tuturan secara konvensional, baik yang bersifat linguistik maupun nonlinguistik.

Hal itu dilakukan dengan mengandalkan dan untuk mencapai pengetahuan bersama.

Selanjutnya, dalam penggunaan strategi tidak langsung. Penutur mengekspresikan tindak tutur

dengan cara memfungsikan tuturan secara tidak konvensional dan umumnya motivasi serta

tujuan pengutaraannya adalah kesopanan, walaupun tidak sepenuhnya demikian.

19
BAB III

PENUTUP

Dalam penggunaan bahasa pada kehidupan sehari-hari, tidak jarang terjadi

kesalahpahaman antara pembicara dengan lawan bicara, sehingga hal tersebut bisa berdampak

pada perseturuan yang tidak berujung,dan tidak sedikit yang harus masuk jalur hukum untuk

penyelesaiannya. Oleh sebab itu diperlukan strategi bertutur untuk mengatasi hal tersebut. Dari

pemaparan materi di atas, dapat disimpulkan beberapa strategi bertutur menurut para ahli

linguistik. Pertama, Strategi bertutur menurut Brown dan Levinson (dalam Shahrul 2008:18) ada

lima macam, yaitu: (1) bertutur terus terang tanpa basa-basi, (2) bertutur terus terang dengan

basa-basi kesantunan positif, (3) bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif, (4) bertutur

secara samar-samar, dan (5) bertutur di dalam hati atau diam, Kedua, strategi bertutur menurut

blum-kulka dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) bertutur secara langsung, (2) bertutur

secara tidak langsung, dan (3) bertutur dengan menggunakan isyarat. Ketiga, Yule (1996:111)

menjelaskan bahawa strategi bertutur terbagi atas dua bagian yaitu strategi kesopanan pesitif dan

strategi kesopanan negatif. Keempat, pembagian tindak tutur menurut Searle adalah asertif,

direktif, komisif, deklaratif. Kelima, Leech mengklasifikasikan jenis tindak tutur menjadi empat

yaitu tindak kompetitif, tindak menyenangkan, tindak bekerja sama, tindak bertentangan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Manaf, Ngusman Abdul. (2011). ”Kesopanan Tindak Tutur Menyuruh dalam Bahasa Indonesia”,
Litera. Oktober Vol. 2 No. 2, hlm 213.

Maujud, Fathul, dan M.A Sultan. (2019).Pragmatik: Teori dan Analisis Makna Konteks dalam
Bahasa. Mataram.

Syahrul. (2008). Pragmatik Kesantunan Berbahasa: Menyibak Fenomena Berbahasa Indonesia


Guru dan Siswa. Padang: UNP Press.

Wijana, Putu. (1996). Dasar-dasar Pragmatik . Yogyakarta: ANDI.

21

Anda mungkin juga menyukai