Anda di halaman 1dari 139

RUU Omnibus Kesehatan – benarkah utk Rakyat?

Dr. dr. Beni Satria, M.Kes., S.H., M.H., CPMed., CPArb., CPCLE
Ketua BHP2A Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Curriculum Vitae
Experience
Dr. dr. Beni Satria, M.Kes, S.H, M.H.,
CPMed., CPArb., CPCLE., C.M.C
Akademisi | Dosen Hukum Kesehatan
n Dosen Pascasarjana Magister Hukum UNPAB | 2016 – Skrg
Praktisi & Pengalaman Perumahsakitan
n Dosen Pascasarjana Magister Hukum NTU Academy Nomensen
1. Direktur PT. Sri Pamela Medika Nusantara | 2021 - Skrg n Dosen IKKES Helvetia – Prodi Administrasi Rumah Sakit dan AKK
2. Direktur RSU Bunda Thamrin | 2020 – 2021 n Dosen Pascasarjana Magister Hukum Univ. Prima Indonesia
3. Direktur Utama PT. RMH (Regina Maris Hospital)
4. Direktur RSU Sarah | 2015 – 2019 Organisasi Perumahsakitan
5. Kepala Pelayanan Medis RS Sarah | 2014 – 2015 n Kompartemen Hukum Adv Mediasi Organisasi PERSI Pusat | 2021 - skrg
6. Kepala Bag. Legal & Umum RS Khusus Mata SMEC n Sekretaris PERSI Daerah SUMUT | 2018 – 2021
n Pengurus PERSI Daerah SUMUT | 2016 – 2021
n Pengurus ARSSI SUMUT | 2016 – Skrg
Anggota TKMKB BPJS Kesehatan Divre I SUMUT | 2014 – Skrg Organisasi Profesi Dokter
Anggota Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provsu | 2021 – skrg n Sekretaris MKEK IDI Wilayah SUMUT | 2016 – 2021
n Pengurus IDI Wilayah SUMUT | 2009 – 2016
Konsultan JICA KPPIP-SF (Japan) | 2016 - 2019 n Pengurus PB IDI Jakarta | 2016 – 2018
Konsultan Hukum Perumahsakitan RSU MITRA MEDIKA GROUP n Dewan Penasehat IDI Cabang Sergei – PDUI SUMUT

Konsultan Hukum Perumahsakitan RSU BUNDA THAMRIN Medan Organisasi Hukum Kesehatan
n Ketua DPW MHKI SUMUT | 2021 – Skrg
Konsultan Hukum Perumahsakitan RSU GRANMEDISTRA Lubuk Pakam n Pengurus ADHKI (Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia) | 2016 – Skrg
n Ketua DPP MHKI Bid. Kajian Hukum Perumahsakitan | 2018 – Skrg
Konsultan Hukum Perumahsakitan RSU INANTA P. Sidimpuan
n Pengurus LAFAI (Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia) | 2019 - Skrg
Konsultan Hukum Perumahsakitan RSU SEMBIRING Deli Serdang n Ketua MHKI SUMUT Bid. Hukum Rumah Sakit | 2015 – Skrg
n Direktur LPKM MHKI SUMUT | 2016 – 2019

Ketua BHP2A PB IDI | email : benisatria.bhp2a@gmail.com | IG : @benisatria_dr


Omnibus Law
Rancangan Undang Undang Kesehatan

K E S E H ATA N
OMNIBUS law
Konsep hukum baru di Indonesia
Omnibus law ialah sebuah konsep hukum
baru bagi Indonesia yang diperkenalkan
Epistemologi oleh Presiden Joko Widodo sebagai upaya
peningkatan laju investasi.
Omnibus Law, secara epistimologi berasal
dari Bahasa latin yang berarti “for everything”,
bertujuan untuk menyederhanakan berbagai
produk hukum antara Pemerintah Pusat dan DPR focus satu bidang dimasing-masing KOMISI
daerah
• Sistem omnibus law yang meringkas beberapa
Undang-Undang menjadi satu paket perundang -
Digunakan di Sistem Common Law undangan tentunya memerlukan perubahan
Telah digunakan luas oleh negara- negara anglo perumusan di DPR.
saxon yang menganut system common law • Padahal, DPR memiliki fokus utama pada satu
seperti Amerika Serikat, Kanada, Irlandia, Selandia bidang pembahasan UU di setiap komisinya
Baru, Filipina dll. Irlandia merupakan salah satu sehingga perlu kesiapan DPR untuk berkolaborasi
negara yang mencapai rekor dunia dalam hal ini dalam tahap penyusunan sampai pembahasan
karena ia mampu menghapus 3.225 Undang- melibatkan lembaga – lembaga lain terkait dengan
Undang melalui omnibus law. perubahan yang akan diadakan seperti Kementerian
Koperasi dan UMKM, dan Kementerian Perindustrian
Dianggap berbahaya di CIVIL LAW
sangat berbahaya apabila diterapkan di
Indonesia yang menganut system civil law
yang justru akan memperpanjang sistem
hukum yang sudah saling tumpang-tindih.
Pembentukan peraturan perundang-undangan dengan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan merupakan metode penyusunan peraturan perundang-undangan yang;

Materi Muatan Baru

Mengubah Materi Muatan

Mencabut Peraturan yang sejenis

MEMUAT MENCABUT
memuat materi muatan MENGUBAH mencabut peraturan
baru; perundang-undangan
mengubah materi muatan yang
memiliki keterkaitan dan/atau yang jenis dan hierarki
kebutuhan hukum yang diatur dalam nya sama
berbagai peraturan perundang-
undangan yang jenis dan hierarkinya
sama; dan/atau

dengan menggabungkan ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.
Omnibus Law - UU 11/2020
UU No 40 Tahun 2007
UU No 40 Tahun 2004 Tentang Perseroan Terbatas UU No 24 Tahun 2011
Tentang SJSN Tentang BPJS

UU No 36 Tahun 2009 UU No 10 tahun 1997


UU No 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang Kesehatan Tentang Ketenaganukliran

UU No 32 Tahun 2009 UU No 22 Tahun 2009


Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Tentang Angkutan Jalan
Lingkungan Hidup
UU
11/2022
UU No 28 tahun 2002 UU No 5 Tahun 1997
Tentang Bangunan Gedung Tentang Psikotropika

UU No 30 Tahun 2009 UU No 35 Tahun 2009


Tentang Ketenagalistrikan Tentang Narkotika
UU No 44 Tahun 2009
UU No 18 Tahun 2012 | UU No 5 Tahun 1999
Rumah Sakit UU No 13 Tahun 2013 | UU No 2 Tahun 2004
Tentang Pangan | Praktik Monopoli &
Persaingan Usaha Tentang Ketenagakerjaan | Penyelesaian Hub
Perindustrial
Omnibus (health) Law (2022)
UU No 40 Tahun 2004 UU No 24 Tahun 2011
Tentang SJSN UU No 36 Tahun 2009 Tentang BPJS
Kesehatan
UU No 20 Tahun 2003 UU No 36 tahun 2014
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tentang Tenaga Kesehatan

UU No 12 Tahun 2012 UU No 38 Tahun 2014


Tentang Pendidikan Tinggi Tentang Keperawatan

RUU
KESEHATAN
UU No 20 tahun 2013 UU No 4 Tahun 2019
Tentang Pendidikan Kedokteran Tentang Kebidanan

UU No 6 Tahun 2018 UU No 35 Tahun 2009


Tentang Kekarantinaan Tentang Rumah Sakit

UU No 29 Tahun 2004
UU No 8 Tahun 1984 PRADOK UU No 18 Tahun 2014
Tentang Wabah Penyakit Menular Tentang Kesehatan Jiwa
Kajian diskusi
UU No 36/2009 ttg Kesehatan Secara Yuridis
Keberadaan RUU ini dimaksudkan
Hanya ada 8 PP dari 28 PP yang harus
ada pada tahun 2010 seperti yang untuk mengatasi overregulated and
overlapping peraturan-perundang
diamanatkan.
undangan. RUU ini mensyaratkan
adanya sekitar 500 aturan turunan
UU No 44/2009 ttg Rumah Sakit yang menjadikannya hyper-regulated
dan semakin menambah kompleksitas
Baru ada 3 PP dari 55 PP yang harus permasalahan di tataran normatif.
ada pada tahun 2011 seperti yang
diamanatkan
Kewenangan POLRI
Kewenangan Polri sebagai penyidik
dalam 79 undang-undang yang
tercakup RUU Cipta kerja dihapus dan
v RUU ini tidak memberikan penjelasan
tentang Perlindungan Bagi Tenaga Medis diserahkan kepada Penyidik Pegawai
dan Tenaga Kesehatan serta Rumah Negeri Sipil atau PPNS. Perlu diingat
Sakit sebagai Pemberi Jasa Pelayanan bahwa tidak semua kementerian
Kesehatan memiliki PPNS. Pembentukan PPNS
pada suatu kementerian bukanlah hal
yang mudah, terlebih jika tindakan
tersebut bersifat projustisia
Kritisi & diskusi
KEWENANGAN MASYARAKAT MELALUI ORGANISASI ( ORGANISASI PROFESI
DAN ORGANISASI PERUMAHSAKITAN, DLL) DI HILANGKAN

Partisipasi masyarakat atau kelompok sosial lainnya dalam perencanaan


pembangunankesehatan dianggap sebagai penghambat investasi, contohnya
dalam proses Penerbitan SIP. Semestinya, partisipasi masyarakat harus dilihat
sebagai proses penting untuk memperoleh lisensi sosial (social lisence) dari
masyarakat terkena dampak, masyarakat terkena pengaruh, dan juga organisasi
profesi, yang justru berperan vital bagi keberlanjutan investasinya.

Investor dan biaya transaksi sosial dan lingkungan akan


membuat para pihak mengadopsi solusi yang paling
efisien dalam mengatasi risiko, yaitu apabila terjadi
pencemaran maka akan diselesaikan antara perusahaan
pencemar dan masyarakat korban pencemaran melalui
solusi yang paling murah. Dengan demikian RUU ini
secara nafasnya adalah untuk penyediaan kemudahan
berivestasi dengan mengorbankan risiko-risiko yang
bersifat jangka panjang.
Kritisi & diskusi
KEMUDAHAN MASUKNYA TENAGA KESEHATAN ASING DAN HILANGNYA
PEMBINAAN SANKSI ETIK BAGI TENAKES DAN FASYANKES
Dengan dihilangkannya peran organisasi profesi dalam melakukan Pembinaan dan pemberian
sanksi etik bagi anggota yang melanggar etik dengan tiadanya rekomendasi akan berdampak
pada tercederainya hak masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan
yang memiliki etik dan moral yang tinggi.

KESEHATAN merupakan HAK ASASI MANUSIA. Negara mengakui HAK setiap orang untuk
memperoleh STANDAR TERTINGGI yang dapat dicapai atas KESEHATAN FISIK dan
MENTAL (pasal 28 H ayat (1) : “Hak untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan”)

Profesi Kedokteran adalah inti penyelenggaraan pelayanan di


rumah sakit, yang merupakan Suatu Pekerjaan kedokteran
atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu
keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui Pendidikan
yang berjenjang, dan KODE ETIK yang bersifat melayani
masyarakat ” (Pasal 1 UU No 29/2004)

Praktik kedokteran harus didasarkan pada ilmu


pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik dalam
Pendidikan termasuk Pendidikan berkelanjutan maupun
pengalaman serta ETIKA PROFESI;
Pokok Permasalahan (DPR)
Upaya Kesehatan
Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat,
khususnya terkait promotif, preventif, dan kuratif, serta
peran tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada.
Telehealth dan Telemedisine
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui
telekesehatan atau telemedisin dan bagaimana
sebaiknya regulasi mengatur hal ini. Pembuatan/Peredaran Obat
Pembuatan dan peredaran obat generik serta
mewujudkan obat yang murah dan berkualitas
Donor Darah/Organ untuk rakyat.
Kesiapan masyarakat dan hal-hal yang harus
diperhatikan terkait donor organ bagi seseorang
yang mengalami mati batang otak dan orang Tata Kelola Obat dan Makanan
tersebut layak untuk menjadi donor organ.
Tata kelola dan pengawasan obat dan makanan di
Kefarmasian dan ALkes Indonesia.

Kemandirian sediaan farmasi dan alat


kesehatan, khususnya terkait penemuan serta
pengembangan sediaan farmasi dan alat
kesehatan, hilirisasi riset kefarmasian dan alat
kesehatan, pengutamaan produk dalam negeri,
dan insentif serta dukungan pemerintah untuk
mewujudkan kemandirian sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
Pokok Permasalahan (DPR)
Tata Kelola Sistem Informasi Kesehatan
Tata Kelola sistem informasi kesehatan dan satu data
kesehatan.

JKN dan BPJS Kesehatan


Peningkatan penyelenggaraan jaminan kesehatan
nasional dan BPJS Kesehatan.
Kerjasama BPJS Kesehatan
Kerjasama BPJS Kesehatan dengan fasilitas
kesehatan.
Pemerataan / Distribusi Dokter
Upaya pemerataan dan distribusi dokter/dokter gigi
(umum dan spesialis).
Sistem Pembayaran BPJS
Sistem pembayaran BPJS kepada fasilitas pelayanan
kesehatan dan tenaga kesehatan dengan mekanisme
Regulasi Biobank/Biorepository kapitasi dan INA CBGs.
Upaya pembentukan regulasi untuk penguatan dan
pengembangan teknologi biomedis, khususnya
penyelenggaraan biobank atau biorepository
sebagai sarana menyimpan sampel biologis
(khususnya sampel dari manusia) untuk digunakan
dalam penelitian medis. Serta penggunaan
spesimen, data, dan informasi biomedis yang ideal
menurut standar dan etika medik.
Pokok
Permasalahan (DPR)
Pendidikan Dokter Spesialis/Subspesialis
Hal yang perlu diperhatikan dalam kesiapan
dan upaya penyelenggaraan
pendidikan dokter/dokter gigi spesialis dan
subspesialis yang dilaksanakan oleh rumah
sakit pendidikan atau rumah sakit umum yang
ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan
(pendidikan spesialis dan subspesialis berbasis
hospital based).

Pengabdian/Penempatan Dokter Spesialis


Mekanisme kewajiban pengabdian dan
penempatan berjangka waktu bagi
lulusan pendidikan dokter spesialis.

Penanggulangan Wabah dan Kekarantinaan


Evaluasi terhadap pelaksanaan
penanggulangan wabah dan kekarantinaan
kesehatan selama pandemi covid dan
tantangan pandemi berikutnya.
Pembentukan UU harus melibatkan Masyarakat
Sejak Perencanaan
Untuk mewujudkan Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan
dibutuhkan penataan dan perbaikan mekanisme
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sejak
perencanaan, penJrusunan, pembahasan, pengesahan 01 UU No 13/2022
atau penetapan hingga pengundangan.
UU No bahwa untuk mewujudkan Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang
12/2011 terencana, terpadu, dan berkelanjutan
UU No 13 Tahun 2022
dibutuhkan penataan dan perbaikan
Penataan dan perbaikan dalam Undang-Undang ini selain mekanisme Pembentukan Peraturan
merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
91/PUU-XVII[(2O2O, juga sebagai penyempurnaan terhadap
02 Perundang- undangan sejak perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan
beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 20ll UU No atau penetapan hingga pengundangan
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dengan menambahkan antara lain
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang 15/2019 pengaturan mengenai metode omnibus
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2O11 tentang dalam Pembentukan Peraturan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal yang perlu Perundang-undangan *serta memperkuat
disempurnakan antara lain: 03 keterlibatan dan partisipasi masyarakat
yang bermakna;*
a. menambahkan metode omnibus;
b. memperbaiki kesalahan teknis setelah persetujuan bersama UU No
antara DPR dan Presiden dalam rapat paripurna dan sebelum 13/2022
pengesahan dan
c. memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang
bermakna (meaningful participation);
d. membentuk Peraturan Perundang-undangan secara elektronik;
mengubah sistem pendukung dari peneliti menjadi pejabat
fungsional lain yang ruang lingkup tugasnya terkait Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan;
e. mengubah teknik penyusunan Naskah Akademik; dan
f. mengubah teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Penguatan Partisipasi Masyarakat
Penguatan Partisipasi
Penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna dilakukan secara tertib dan
bertanggung jawab dengan memenuhi tiga prasyarat; yaitu

1. HAK UNTUK DI DENGAR PENDAPATNYA 01


Hak untuk didengarkan pendapatnya DENGAR Partisipasi
(right to be heard) Penguatan
Keterlibatan dan
2. HAK UNTUK DIPERTIMBANGKAN Partisipasi
PENDAPATNYA 02 04 Masyarakat yang
bermakna dilakukan
Hak untuk dipertimbangkan PERTIMB
secara tertib dan
ANGKAN
pendapatnya (right to be bertanggungjawab
dengan memenuhi 3
considered); prasyarat;
03
3. HAK UNTUK MENDAPATKAN PENJELASAN PENJELA
SAN
Hak untuk mendapatkan penjelasan atau
jawaban atas pendapat yang diberikan
(right to be explained).
Tentang STR
Berlaku seumur Hidup
STR
UU No 29/2004
Draft RUU Kesehatan

UU 36/2014
STR berlaku seumur Hidup (?)
Draft RUU Kesehatan
Tentang SIP
Rekomendasi Organisasi dihilangkan
“SIP Virtual”
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS

RUU KESEHATAN No …..


Draft RUU Kesehatan
Untuk mendapatkan
SIP/ Perpanjangan SIP

a. STR
b. Tempat Praktik
c. Bukti Pemenuhan
Kompetensi
d. Pemenuhan
kecukupan SKP

Tidak dibutuhkan Rekomendasi ?


Dimana Pengawasan ETIK dan
MORAL bagi Dokter yang Melayani
Masyarakat?
Tentang REKOMENDASI DARI ORGANISASI PROFESI
RUU KESEHATAN No …. Hlm 75. UU No 29 Tahun 2004 tentang PRADOK
Tentang REKOMENDASI DARI ORGANISASI PROFESI
RUU KESEHATAN No …. Hlm 75. UU No 36 Tahun 2014 tentang TENAKES
Tentang REKOMENDASI DARI ORGANISASI PROFESI
RUU KESEHATAN No …. Hlm 75. UU No 38 Tahun 2014 tentang KEPERAWATAN
Tentang REKOMENDASI DARI ORGANISASI PROFESI
RUU KESEHATAN No …. Hlm 75. PMK No 28 Tahun 2017 ttg Izin Praktik Bidan
Rekomendasi
organisasi Profesi
kenapa dihilangkan? Pasal 38
UU Praktik Kedokteran 29/2004

Pasal 46
UU Tenaga Kesehatan 36/2014
Rekomendasi Izin Praktik (IDI)
Anggota biasa memperoleh rekomendasi dari IDI
Cabang dengan persyaratan sebagai berikut:

1. Ijazah legalisir asli;


2. Surat Tanda Registrasi (STR);
3. Lunas iuran anggota;
4. Membayar biaya rekomendasi;
5. Tidak sedang menjalani sanksi berat
Organisasi/Etik/Disiplin/ Hukum;
6. Mengikuti pembekalan dan pemeriksaan oleh Komite
Rekomendasi Izin Praktik (KRIP) berupa materi organisasi,
regulasi bidang kesehatan, dan aspek etik-disiplin-
hukum kedokteran, sesuai masa berlaku STR; dan
7. Bagi anggota yang menjadi pengurus PB IDI, IDI Wilayah,
dan IDI Cabang tidak diwajibkan mengikuti pembekalan
oleh KRIP.

Sumber : ORTALA IDI


Dr. dr. Beni Satria., M.Kes., S.H., M.H., CPMed., CPArb., CPCLE | Ketua BHP2A PB IDI| email : beni.unpab@gmail.com
Organisasi Profesi
Kebingungan dalam defenisi - Berpotensi Multibar
Tenaga Kesehatan (baru)
RUU Kesehatan

Draft RUU Kesehatan


Defenisi ORGANISASI PROFESI”
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS

RUU KESEHATAN No ….. UU No 29 Tahun 2004 tentang PRADOK

RUU Kesehatan
“Omnibus Health”
IDI/PDGI sebagai Putusan MK Nomor
10/PUU-XIII/2017
satu-satunya IDI Sebagai rumah besar profesi kedokteran diisi

Organisasi Profesi berbagai bidang keahlian kedokteran yang di


dalamnya juga meliputi Perhimpunan Dokter
Spesialis sebagai salah satu unsur yang menyatu
dan tidak terpisah dari IDI. Justur apabila logika
permohonan para pemohona diikuti akan timbul
ketidakpastian hukum karena dalam praktik
menjadi tidak jelas pada saat bagaimana atau
Putusan MK Nomor kapan organisasi profesi dimaksud dimaknai
88/PUU-XIII/2015 sebagai IDI dan pada saat bagaimana atau kapan
organisasi profesi dokter dimaknai sebagai
dalam pertimbangan angka 3.11.1 dalam Putusan MK aquo
perhimpunan dokter spesialis
antara lain menyatakan “Dengan hanya satu wadah
Organisasi Profesi untuk satu jenis tenaga kesehatan, akan
lebih memudahkan Pemerintah untuk melaksanakan
pegawasan terhadap profesi tenaga Kesehatan dimaksud”.
“Organisasi Profesi”
Peran/Hak/Kewenangan Organisasi PROFESI dalam UU No 29/2004;
1. Menetapkan etika profesi (pasal 8)
2. Membuat STANDAR PROFESI (penjelasan pasal 50)
3. Memberikan Sanksi bagi Anggota karena Melanggar Ketentuan Etika
Profesi (pasal 8)
4. Mengusulkan untuk menjadi Anggota Konsil Kedokteran Indonesia (pasal
14)
5. Menyusun Standar Pendidikan Profesi Bersama Asosiasi Institusi
Pendidikan, Kolegium, Asosiasi RS Pendidikan, Depdiknas dan Depkes
(pasal 4)
6. Memberikan Rekomendasi untuk mendapatkan SIP (pasal 38)
7. Melakukan Pembinaan dan Pengawasan KENDALI MUTU dan KENDALI
BIAYA (pasal 49)
8. Melakukan Pembinaan praktik kedokteran yang bermutu dan melindungi
masyarakat (pasal 54)
9. Mengusulkan untuk menjadi anggota MKDKI (pasal 60)
10. Memeriksa Pengaduan Dugaan Pelanggaran ETIK (68)
11. Membina serta mengawasi praktik kedokteran bersama Pemerintah Pusat,
KKI, Pemda sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing (pasal 71)
Pasal 1 angka (12) UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi
Peran Krusial Organisasi Profesi
Membentuk Kolegium (pasal 1 angka 13) Mengadakan P2KB (pasal 28 ayat 1)

Membina dan Mengawasi Kendali Mutu dan


Menetapkan dan menegakkan Kendali Biaya (pasal 49 ayat 3)
ETIKA Profesi (pasal 8 huruf f, g)

Melakukan pembinaan dan Pengawasan


Menyusun standar Pendidikan (pasal 26 ayat 3) Praktik Kedokteran (pasal 71)

Pasal 28D ayat 1


UUD 1945

Untuk menjamin kepastian


hukum yang seadil –
adilnya

Dr. dr. Beni Satria., M.Kes., S.H., M.H., CPMed., CPArb., CPCLE | Ketua BHP2A PB IDI| email : beni.unpab@gmail.com
Bahwa Penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan INTI dari berbagai

Konsideran kegiatan dalam penyelenggaraan upaya Kesehatan harus dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi yang memiliki ETIK dan MORAL yang tinggi, keahlian dan
kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui
UU No 29/2004 pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta
pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik
Praktik Kedokteran kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tenakes WNA
Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing
“Tenaga Kesehatan ASING”
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS

RUU KESEHATAN No …..


Tentang Tenaga Asing
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS

RUU KESEHATAN UU PRADOK 36/2014


Tentang Tenaga Asing
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS UU TENAKES 36/2014

RUU KESEHATAN
Tentang DIKLAT
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS UU PRADOK 29/2004

RUU KESEHATAN
Tentang Transplantasi/Donor
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS

RUU KESEHATAN UU KESEHATAN 36/2009


KKI
Konsil Kedokteran Indonesia
KKI dibawah Menteri
Draft RUU Kesehatan UU 36/2014
anggota KKI dibawah Menteri?
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS UU PRADOK 29/2004

RUU KESEHATAN
Batasan usia anggota KKI dihilangkan?
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS

RUU KESEHATAN UU PRADOK 29/2004


Sertifikat Profesi
Dalam RUU KESEHATAN

UU No 36 Tahun 2014 KESEHATAN


Ketiadaan dokter / apoteker?
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS

RUU KESEHATAN
ANCAMAN PIDANA
DENDA NAIK 3X LIPAT
“Setiap Tenaga Kesehatan DILARANG
Menjalankan Praktik tanpa STR dan SIP”

Pasal 84, 85 UU 36/2014 jo Pasal 75,76 UU 29/2004 Pasal 440 jo 441 RUU Kesehatan Pasal 444 RUU Kesehatan
Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan Setiap orang yang dengan sengaja
sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki mempekerjakan Tenaga Kesehatan yang tidak
STR dan SIP dipidana dengan pidana denda STR dan SIP dipidana dengan pidana denda mempunyai SIP dipidana dengan pidana penjara
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
juta rupiah). juta rupiah) banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pidana praktik tanpa STR
Pasal 440 RUU Kesehatan
Berubah
Pasal 85 UU No 36/2014 ttg Tenaga Kesehatan
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan
praktik tanpa memiliki STR sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan
sengaja memberikan Pelayanan Kesehatan tanpa memiliki STR
Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 75 UU No 29/2004 ttg Praktik Kedokteran


1. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
menjalankan praktik tanpa memiliki STR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan
sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR
Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pidana praktik tanpa SIP
Pasal 441 RUU Kesehatan
Berubah
Pasal 86 UU No 36/2014 ttg Tenaga Kesehatan
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan
praktik tanpa memiliki SIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan
sengaja memberikan Pelayanan Kesehatan tanpa memiliki SIP
Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 76 UU No 29/2004 ttg Praktik Kedokteran


Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja menjalankan
praktik kedokteran tanpa memiliki SIP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pidana praktik menggunakan gelar seolah tenaga kesehatan

Pasal 442 RUU Kesehatan


Berubah
Pasal 86 UU No 36/2014 ttg Tenaga Kesehatan
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan
praktik tanpa memiliki SIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan
sengaja memberikan Pelayanan Kesehatan tanpa memiliki SIP
Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 77 UU No 29/2004 ttg Praktik Kedokteran


Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas
berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi
masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter
atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat
izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
Pasal 292 RUU Kesehatan ayat (1)

Tenaga Kesehatan wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum


jika dalam pemberian Pelayanan Kesehatan mengetahui atau
menemukan dugaan tindak pidana.

Pasal 292 RUU Kesehatan ayat (2)

Wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari


rahasia Kesehatan.

Pasal 309 RUU Kesehatan


Pengaduan kepada Majelis dalam rangka penegakan disiplin Tenaga Kesehatan dan
penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 297 sampai dengan Pasal 308 tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana
kepada pihak yg berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Melaporkan Dugaan Tindak Pidana

Kewajiban Tenakes
Ketidakpastian
HUKUM bagi Tenaga
Kesehatan

Pasal 309 RUU Kesehatan


Pengaduan kepada Majelis dalam rangka
penegakan disiplin Tenaga Kesehatan dan
penyelesaian sengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 297 sampai
dengan Pasal 308 tidak menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak
pidana kepada pihak yg berwenang dan/atau
menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Pidana Aborsi & ASI
Pasal 426, 427 RUU KESEHATAN
Tidak berubah
Pasal 194 UU No 36/2009 ttg Kesehatan
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 200 UU No 36/2009 ttg Kesehatan


Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi
program pemberian air susu ibu eksklusif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2)
dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah)

Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah Pusat,


Pemerintah Daerah, dan masyarakat wajib mendukung ibu bayi secara
penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. (ps 60 ayat 2)
Pidana Jualbeli Organ & Bedah Plastik
Pasal 428, 429 RUU Kesehatan Tidak berubah
Pasal 129 UU No 36/2009 ttg Kesehatan
Setiap orang yang dengan sengaja
memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh
dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

Pasal 193 UU No 36/2009 ttg Kesehatan

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan


bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan
mengubah identitas seseorang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)
Pidana Kefarmasian
Tidak berubah
Pasal 431, 432 RUU Kesehatan
Pasal 196 UU No 36/2009 ttg Kesehatan
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan,
dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal 197 UU No 36/2009 ttg Kesehatan
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan,
dan mengedarkan Obat dan bahan yang berkhasiat Obat. (ps 146 mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
(2)
yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
Pidana Kefarmasian
Pasal 433 RUU Kesehatan
Tidak berubah
Pasal 198 UU No 36/2009 ttg Kesehatan

Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan


kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 108 dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pidana Kawasan Tanpa Rokok
Pasal 434 RUU Kesehatan Tidak berubah
Pasal 199 UU No 36/2009 ttg Kesehatan
Pidana Praktik YankesTrad
Pasal 435 RUU Kesehatan Tidak berubah
Pasal 191 UU No 36/2009 ttg Kesehatan
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik
Pelayanan Kesehatan tradisional yang
menggunakan alat dan teknologi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga
mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat
atau kematian dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Ancaman ini berbeda untuk Tenaga kesehatan;


• Tanpa Izin : Pidana Rp 300 juta
• Luka berat : Pidana 3 Tahun Penjara
• Meninggal : Pidana 5 Tahun Penjara
Pidana Pertolongan Pertama Gawat Darurat
Pasal 436 RUU Kesehatan Tidak berubah
Pasal 190 UU No 36/2009 ttg Kesehatan

1. Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dengan


sengaja tidak memberikan pertolongan pertama
terhadap Pasien yang dalam keadaan gawat darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau
Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau
kematian, pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pidana seolah tenaga Kesehatan
Pasal 438 RUU Kesehatan

Tidak berubah
Pasal 83 UU No 36/2014 ttg Tenaga Kesehatan

Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan


melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga
Kesehatan yang telah memiliki SIP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Setiap orang dilarang:


1. menggunakan identitas berupa gelar
atau bentuk lain yang menimbulkan
kesan bagi masyarakat seolah-olah
yang bersangkutan adalah Tenaga
Kesehatan yang telah memiliki STR
dan/atau SIP;
2. menggunakan alat, metode atau cara
lain dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat yang
menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah Tenaga
Kesehatan yang telah memiliki STR
dan/atau SIP; dan
3. melakukan praktik seolah-olah sebagai
Pidana akibat kelalaian
Pasal 439 RUU Kesehatan
Tidak berubah
Pasal 84 UU No 36/2014 ttg Tenaga Kesehatan
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan
kelalaian berat yang mengakibatkan
Penerima pelayanan kesehatan luka berat
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun.
2. Jika kelalaian berat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian, setiap Tenaga Kesehatan
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun
Kelalaian menyebabkan Mati?
Dalam RUU KESEHATAN OMNIBUS

RUU KESEHATAN
UU TENAKES 36/2014
YANKESTRAD

TENAKES
Pidana praktik menggunakan ALAT seolah tenaga kesehatan

Pasal 443 RUU Kesehatan


Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
alat, metode atau cara lain dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan
kesan seolah-olah yang bersangkutan merupakan
Tenaga Kesehatan yang telah memiliki STR atau SIP
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pidana mempekerjakan Nakes tanpa SIP dalam RUU

Pasal 444 RUU Kesehatan


1. Setiap orang yang dengan sengaja
mempekerjakan Tenaga Kesehatan yang tidak
mempunyai SIP dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah
pidana denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi
hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
Pidana terkait WABAH

Pasal 445 RUU Kesehatan


Nakhoda kapal atau kapten penerbang yang
menurunkan atau menaikkan orang dan/atau
barang sebelum mendapat surat persetujuan dari
Otoritas Karantina Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 357 ayat (3) dengan maksud
menyebarkan penyakit dan/atau faktor risiko
penyakit yang dapat menimbulkan Wabah dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun atau denda paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pidana terkait WABAH

Pasal 446 RUU Kesehatan


Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kegiatan menyebarluaskan agen biologi penyebab
penyakit yang berpotensi menimbulkan Wabah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 394 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun atau pidana denda paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pidana terkait WABAH
Pasal 448 RUU Kesehatan
1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
445 dan Pasal 446 dilakukan oleh korporasi
pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap korporasi
dan/atau pengurusnya.
2. Korporasi dikenai pertanggungjawaban secara pidana terhadap
suatu perbuatan yang dilakukan untuk dan/atau atas nama
korporasi jika perbuatan tersebut termasuk dalam lingkup
usahanya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau
ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan.
3. Pidana dijatuhkan kepada korporasi jika tindak pidana:
3. dilakukan atau diperintahkan oleh personel
4. pengendali korporasi;
5. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan
6. tujuan korporasi;
7. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku
8. atau pemberi perintah; dan/atau
9. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi
10. korporasi.
4. Dalam hal tindak pidana dilakukan atau diperintahkan oleh
personel pengendali korporasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a atau pengurus korporasi, pidana pokok yang
dijatuhkan adalah pidana penjara maksimum dan pidana denda
maksimum yang masing- masing ditambah dengan pidana
pemberatan 2/3 (dua pertiga).
5. Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah
pidana denda maksimum ditambah dengan pidana pemberatan
2/3 (dua pertiga).
TELEHEALTH – TELEMEDICINE (?)
“Omnibus Health”
RUU KESEHATAN No …..
UU No 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN
RUU KESEHATAN No …..
Diantara Pasal 19 dan Pasal 20 disisipkan 1 (satu) pasal yakni
Pasal 19A berbunyi sebagai berikut:

RUU Kesehatan
“Omnibus Health”
RUU KESEHATAN No …..
UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN

RUU Kesehatan
“Omnibus Health”
RUU KESEHATAN No ….. UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN
Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai
berikut: berikut:

RUU Kesehatan
“Omnibus Health”
UU No 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS

RUU KESEHATAN No ….. Ketentuan huruf d ayat (3) Pasal 24 dihapus, sehingga Pasal 24 berbunyi
Ketentuan huruf d ayat (3) Pasal 24 dihapus, sehingga Pasal 24 sebagai berikut:
berbunyi sebagai berikut:

“Omnibus Health”
RUU Kesehatan
RUU KESEHATAN No ….. UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
Ketentuan huruf f ayat (1) Pasal 25 dihapus, sehingga Pasal 25 Ketentuan huruf f ayat (1) Pasal 25 dihapus, sehingga Pasal 25
berbunyi sebagai berikut: berbunyi sebagai berikut:

“Omnibus Health”
RUU Kesehatan
RUU KESEHATAN No ….. UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
Ketentuan huruf f ayat (1) Pasal 25 dihapus, sehingga Pasal 25 Ketentuan huruf f ayat (1) Pasal 25 dihapus, sehingga Pasal 25
berbunyi sebagai berikut: berbunyi sebagai berikut:

RUU Kesehatan
“Omnibus Health”
RUU KESEHATAN No ….. UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
Ketentuan huruf d ayat (3) Pasal 24 dihapus, sehingga Pasal 24 Ketentuan huruf d ayat (3) Pasal 24 dihapus, sehingga Pasal 24
berbunyi sebagai berikut: berbunyi sebagai berikut:

RUU Kesehatan
“Omnibus Health”
RUU KESEHATAN No ….. UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
Ketentuan Pasal 34 diubah, sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai Ketentuan Pasal 34 diubah, sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai
berikut: berikut:

RUU Kesehatan
“Omnibus Health”
UU No 20 Tahun 2003
Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Regulasi yang
diubah
Ketentuan yang
diubah
Bentuk
Perguruan
Tinggi
Pendidikan
Profesi
Pendidikan
Profesi
Gelar Akademik
Otonomi
Perguruan
Tinggi
Badan Hukum
Pendidikan
Sisipan pasal 8a
Sisipan pasal
Gelar Profesi
Hospital base?
Sertifikat Profesi
UU DIKDOK
Jenis RS
Pendidikan
RS Pendidikan
RS Pendidikan
Khusus
Pendanaan
Pendidikan
Pendanaan
Sistem
Kesehatan
Akademik
Gelar
subspesialis dari
Menteri
Organisasi
Profesi ?
Sisipan pasal
Sisipan pasal
Akselerasi
Defenisi
Defenisi
Tenaga
Kesehatan
“dokter”?

Bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi;


1. MK No
2. MK No
Pembiayaan
Penyelenggara
Pendidikan
Pemenuhan
SDM
Pengadaan
Tenakes
Pengadaan
Tenakes
Pengadaan
Tenakes
Pengadaan
Tenakes
Pengadaan
Tenakes
Quota Tenakes
Quota Tenakes
Tenaga
Cadangan
Tenakes WNA
Tenakes WNA
Tenakes WNA
Tenakes WNA
Fellowship
diselenggarakan
Menteri ?
Syarat STR
Calon KKI
kewenangan
Pendelegasian
wewenang
Ketiadaan
tenaga medis
RUU KESEHATAN No …. UU No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS
RUU KESEHATAN No …. UU No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS
Amanat Konstitusi
UUD 1945

Sebagai salah satu upaya mewujudkan


amanat konsitusi, pemerintah harus
menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang merata, adil dan terjangkau bagi
seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu
pemerintah perlu melakukan upaya
untuk menjamin akses kesehatan yang
merata bagi semua penduduk dalam
memperoleh pelayanan kesehatan.
Omnibus (health) Law (2022)
UU No 40 Tahun 2004 UU No 24 Tahun 2011
Tentang SJSN
UU No 36 Tahun 2009 Tentang BPJS
Kesehatan
UU No 20 Tahun 2003 UU No 36 tahun 2014
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tentang Tenaga Kesehatan

UU No 12 Tahun 2012 UU No 38 Tahun 2014


Tentang Pendidikan Tinggi Tentang Keperawatan
OMNIBUS
HEALTH
UU No 20 tahun 2013 LAW UU No 4 Tahun 2019
Tentang Pendidikan Kedokteran Tentang Kebidanan

UU No 6 Tahun 2018 UU No 35 Tahun 2009


Tentang Kekarantinaan Tentang Rumah Sakit
UU No 29 Tahun 2004
UU No 8 Tahun 1984
PRADOK UU No 18 Tahun 2014
Tentang Wabah Penyakit Menular Tentang Kesehatan Jiwa
KESEHATAN merupakan HAK ASASI MANUSIA.
Negara mengakui HAK setiap orang untuk
memperoleh STANDAR TERTINGGI yang dapat
dicapai atas KESEHATAN FISIK dan MENTAL
(pasal 28 H ayat (1) : “Hak untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan”)

Dr. dr. Beni Satria., M.Kes., S.H., M.H., CPMed., CPArb., CPCLE | Ketua BHP2A PB IDI| email : beni.unpab@gmail.com
Praktik Kedokteran dilaksanakan berasaskan PANCASILA dan di dasarkan pada;
(Pasal 2 UU Praktik Kedokteran No 29/2004)

Penyelenggaraan praktik kedokteran tidak Perlindungan & Praktik kedokteran harus didasarkan pada
hanya memberikan pelayanan Kesehatan Nilai ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semata, tetapi harus mampu memberikan keselamatan diperoleh baik dalam Pendidikan termasuk
ILMIAH
peningkatan derajat kesehatan dengan pasien Pendidikan berkelanjutan maupun
tetap memperhatikan perlindungan dan pengalaman serta ETIKA PROFESI;
keselamatan pasien.

Kemanusiaan : Dalam penyelenggaraan


praktik kedokteran memberikan perlakuan
Penyelenggaraan praktik kedokteran
yang sama dengan tidak membedakan
Kemanusiaan, memberikan manfaat yang sebesar –
suku, bangsa, agama, status sosial dan Manfaat besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka
ras; Keseimbangan mempertahankan dan meningkatkan
derajat Kesehatan masyarakat;
Keseimbangan : dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran tetap menjaga
keserasian serta keselarasan antara
kepentingfan individu dan masyarakat
Keadilan

Penyelenggaraan Praktik Kedokteran harus mampu memberikan


pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya
terjangkau oleh masyarakat serta pelayanan yang bermutu;

Dr. dr. Beni Satria., M.Kes., S.H., M.H., CPMed., CPArb., CPCLE | Ketua BHP2A PB IDI| email : beni.unpab@gmail.com
Organisasi Profesi

Karena inti dari upaya peningkatan


pelayanan Kesehatan adalah
Pelayanan Dokter/Dokter Gigi dan
Tenaga Kesehatan, maka peran
organisasi Profesi perlu ditingkatkan
dan diturutsertakan demi tercapainya
derajat Kesehatan masyarakat yang
setinggi tingginya.

Peran Organisasi
Profesi Ditingkatkan
RUU Omnibus Kesehatan

Thank You
Dr. dr. Beni Satria, M.Kes., S.H., M.H

Anda mungkin juga menyukai