Anda di halaman 1dari 4

Wilayah Sub-DAS Logawa terletak di Kabupaten Banyumas yang meliputi Kecamatan

yaitu Kecamatan Kedungbanteng, Kecamatan Cilongok, dan Kecamatan Karanglewas. Luas


keseluruhan Sub-DAS Logawa adalah 11.628,82 ha. Batas hidrologi dari Sub-Das Logawa
sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Igir Puncak Gunung Slamet, sebelah selatan
berbatasan dengan Hilir Sungai Logawa, sebelah timur berbatasan dengan DAS Banjaran,
sebelah barat berbatasan dengan DAS Tajum. Secara Asrtonomis Sub-DAS Logawa terletak
antara 109° 07’ 58,11’’ - 109° 13’ 23,52’’ BT dan 7° 27’ 08,53’’ - 7° 27’ 08,53’’ LS.

Metode penelitian yang digunakan adalah survei lapangan dan laboratorium. Alat
yang digunakan dalam penelitian yaitu perangkat lunak (software) QGIS 3.28.0, GPS (Global
Positioning System), kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu Peta Rupa
Bumi Indonesia skala 1 : 25.000, peta kelas kemiringan lereng, peta curah hujan, peta jenis
tanah, dan peta penggunaan lahan skala 1 : 100.000. Variabel dalam penelitian ini terdiri atas
variabel bebas dan terikat. Variabel bebas terdiri atas kelas kemiringan lereng, curah hujan,
jenis tanah dan penggunaan lahan, sedang variabel terikat adalah bahaya erosi. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data lereng, curah hujan tahuanan, jenis tanah, dan
penggunaan lahan. Pengolahan data dilakukan dengan cara penskoran terhadap ke empat
variabel tersebut. Penskoran dilakukan untuk memperoleh nilai berapa besar sumbangan dari
masing-masing variabel terhadap bahaya erosi. Besaran sumbangan dinilai apabila
sumbangan terhadap erosi rendah maka diberi skor rendah, sedang apabila sumbangan
terhadap erosi tinggi maka diberi skor besar.
Air adalah kebutuhan sangat dalam kehidupan, air tidak ada kehidupan akan punah.
Penduduk bertambah maka kebutuhan air meningkat, dimana ketersediaan terbatas. Untuk
memenuhi kebutuhn air pada musim kemarau dibutuhkan sumber air dari air tanah dalam
bentuk mata air.
Pertumbuhan penduduk semakin meningkat, sehingga kebutuhan air semakin
meningkat pula, keberadaan air di bumi tetap, karena hanya mengalami siklus atau peredaran.
Untuk memenuhi kebutuhan air pada musim kemarau dibutuhkan sumber air dari air tanah.
Air tanah merupakan bagian dari alam yang terdapat di dalam tanah. Pembentukan air tanah
mengikuti siklus air di bumi yang disebut dengan istilah daur hidrologi, yaitu proses alamiah
yang secara berurutan secara terus berlanjut (Kodoatie, 2012).
Analisis data dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)

dengan perangkat lunak QGIS 3.28.0 dengan teknik overlay atau tumpangsusun peta yang

mendasarkan pada besaran skor masing-masing parameter. Hasil ahkir dari proses

tumpangsusun peta tersebut berupa peta pemetaan potensi mata air Sub-DAS Logawa.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengambilan data sekunder. Alat

yang digunakan dalam penelitian yaitu perangkat lunak (software) ArcView 3.3, GPS

(Global Positioning System), kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu Peta

Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000, peta kelas kemiringan lereng, peta curah hujan, peta

jenis tanah, dan peta penggunaan lahan skala 1 : 100.000. Variabel dalam penelitian ini terdiri

atas variabel bebas dan terikat. Variabel bebas terdiri atas kelas kemiringan lereng, curah

hujan, jenis tanah dan penggunaan lahan, sedang variabel terikat adalah bahaya erosi. Data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lereng, curah hujan tahuanan, jenis tanah,

dan penggunaan lahan. Pengolahan data dilakukan dengan cara penskoran terhadap ke empat

variabel tersebut. Penskoran dilakukan untuk memperoleh nilai berapa besar sumbangan dari

masing-masing variabel terhadap bahaya erosi. Besaran sumbangan dinilai apabila

sumbangan terhadap erosi rendah maka diberi skor rendah, sedang apabila sumbangan

terhadap erosi tinggi maka diberi skor besar. Nilai skor masing-masing variabel disajikan

pada Tabel 1- 4 berikut ini.

Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem informasi yang digunakan untuk

memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisa, dan menghasilkan

data yang mempunyai referensi geografis atau lazim disebut data geospatial (Mustopa, 2009).

Sistem Informasi Geografi merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai

sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan

bumi. Salah satu komponen dalam Sistem Informasi Geografis adalah perangkat lunak yang
dapat digunakan untuk pemasukan, penyimanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran

informasi geografis beserta atribut-atributnya (Prahasta, 2005).

Mustopa, A. 2009. Sistem Informasi Geografis STO99. Modul. STMIK Amikom.


Yogyakarta.
Prahasta, E. 2005. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. CV. informatika.
Bandung.

Menurut laman publikasi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 12 November 2018,


kondisi DAS di Indonesia menunjukkan peningkatan kerusakan setiap tahunnya. Pada tahun
1984 terdapat 22 DAS dalam keadaan kritis dengan luas 9.699.000 ha. Tahun 1994
meningkat menjadi 39 DAS kritis dengan luas lahan kritis mencapai 12.517.632 ha. Pada
tahun 2000 DAS kritis di Indonesia berjumlah 42, dengan luas lahan kritis mencapai
23.714.000 ha. Pada akhir tahun 2018 sejumlah 108 DAS dalam status kritis, dari total
sejumlah 2.145 DAS yang statusnya harus dipulihkan.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS memberi
kesempatan untuk mengatur pengelolaan DAS melalui peraturan daerah (Pemerintah
Republik Indonesia, 2012). Setiap kabupaten maupun provinsi dapat membuat peraturan
daerah yang mengatur pengelolaan DAS. Peran pemerintah provinsi adalah memberikan
pertimbangan teknis bagi rencana pengelolaan dan penyelenggaraan pengelolaan DAS dalam
lingkup provinsi. Pemerintah daerah kabupaten atau kota berperan dalam memberikan
pertimbangan-pertimbangan teknis tentang penyusunan rencana pengelolaan dan
penyelenggaraan pengelolaan DAS yang berada dalam wilayah kabupaten atau kota yang
bersangkutan.
Provinsi Jawa Tengah mengatur pengelolaan DAS dengan Perda Nomor 15 tahun
2014 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 2014).
Dalam peraturan daerah tersebut menyatakan bahwa 12 DAS berstatus dipertahankan daya
dukungnya, 18 DAS lainnya berada dalam kondisi kritis dan harus dipulihkan daya
dukungnya. DAS Serayu merupakan salah satu DAS di Jawa Tengah yang berstatus harus
dipulihkan daya dukungnya. Sub-DAS Logawa berhilir pada DAS Serayu, dalam arti lain
Sub-DAS Logawa adalah aliran tributary dari DAS Serayu. Sub-Das Logawa sejak hulu
hingga hilir berada dalam wilayah Kabupaten Banyumas. Status Sub-DAS Logawa tidak
termasuk dalam DAS yang harus dipulihkan daya dukungnya, namun dalam dokumen Status
Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas tahun 2009 (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Banyumas, 2009), disebutkan bahwa Sungai Logawa (Sub-DAS Logawa) sudah masuk
dalam daftar sungai yang mengalami penurunan mutu kualitas airnya (Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Banyumas, 2009).
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas. 2009. Status lingkungan hidup
daerah Kabupaten Banyumas tahun 2009. Kabupaten Banyumas: Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Banyumas.

Pemerintah Kabupaten Banyumas. (2011). Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor


10 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Banyumas 2011-2031.
Banyumas: Pemerintah Kabupaten Banyumas.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. (2014). Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor
15 Tahun 2014 tentang daerah aliran sungai di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Semarang: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang


Sumber Daya Air. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang
pengelolaan DAS (2012). Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai