Anda di halaman 1dari 3

1.

MAMBOSURI / MANGALOP PARHORASAN

Mangalop parhorasan adalah salah satu budaya adat masyarakat simalungun . Mangalop
parhorasan adalah untuk meminta doa dari TONDONG ( orang tua pengantin wanita ) , supaya Tuhan
memberikan kesehatan kepada putri dan anak yang dikandung , dan juga menguatkan hati dan
pikirannya wanita yg hamil saat menuju kelahiran . Doa / keinginan tondong ( orang tua pengantin
wanita ) juganya putrinya hamil dan melahirkan di keluarganya , supaya ada untuk di gendong
putrinya yang sudah menikah . Oleh karena itulah saat doa mereka dikabulkan dan putri mereka hamil
, maka segeralah diberitahukan kepada tondong dan sekaligus meminta doa ( mangalop parhorasan ) .

EKSISTENSI MAMBOSURI / MANGALOP PARHORASAN PADA MASYARAKAT


SIMALUNGUN .

Yang kita ketahui adat 7 bulanan ini dari suku jawa yang , namun ternyata pada suku suku
tertentu hal hal seperti ini ada walaupun penamaan dan pemaknaan yang berbeda tentunya . Pada
masyarakat simalungun ritual mambosuri ini bukan merupakan suatu yang kewajiban yang harus itu
tergantung pada kesepakatan beberapa pihak . Dimana ketersediaan santun keluarga atau orangtua
memberikan makanan atau tidak , ada juga masyarakat yang memang tidak terlalu
mempermasalahkan hal ini , dan biasanya pun ritual ini sangat penting untuk keliharan anak pertama
walaupun tidak semua masyarakat simalungun menjalankannya . Bahkan , ada kekluarga yang jika
merasa mampu membuat acara nya setiap kehamilan melaksanakan upacara mambosuri ini .

2. UPACARA KELAHIRAN

Tujuan dari upacara kelahiran ini adalah untuk berdoa dan memohon panjang umur. kepada
Tuhan Naibata agar anak yang lahir selamat dalam kehidupannya dan Panjang umur.

3. PAABINGKON

Paabingkon pada mulanya adalah sebuah kebiasaan masyarakat Simalungun pada dahulu
kala, yaitu cucu pertama yang tidak memiliki adik harus dipaabingkon kepada kakek atau neneknya
sebagai tanda pertalian darah sah antara cucu pertama dengan kakek atau neneknya.Hingga kini
paabingkon menjadi upacara adat yang resmi pada budaya Simalungun yang selalu dilestarikan oleh
orang di Simalungun. Mereka menganggap suku Simalungun merupakan suku yang sangat kuat yang
disatukan oleh bahasa Simalungun.

Sehingga paabingkon ini sangatlah penting dilaksanakan. Suku Simalungun memiliki suatu
tradisi yaitu Paabingkon. Paabingkon merupakan satu salah kebiasaan masyarakat simalungun,
kebiasaan ini dianggap juga sebagai suatu upacara adat yang resmi pada budaya simalungun dimana
cucu pertama yang belum memiliki adik harus di Paabingkon kepada kakek/Neneknya. Upacara ini
dilakukan karena di adat simalungun harus Paabingkon untuk mensahkan kakek/nenek nya.
4. UPACARA MAMBOA HU BAH

Upacara Mamboa hu Bah 'mengambil ke sungai' atau disebut juga patuackkon bayi dibawa ke
sungai pada hari kelima setelah kelahiran bayi. Tujuan dari upacara ini adalah agar tubuh bayi kuat
sehingga spiritualitas dari upacara ini adalah pengaruh dari ajaran Hindu. itu dilindungi dari roh jahat
atau kekuatan gaib.

5. UPACARA KE LAPANGAN DAN MINGGU

Upacara ini dilakukan setelah bayi berumur satu minggu. Bayi akan dibawa ke minggu atau
ke ladang. Sebagai tanda syukur, hasil ladang dan akhir pekan (misalnya jagung, ubi jalar, pisang,
sayur-sayuran) akan di bagikan kepada tetangga dari keluarga yang melakukan upacara.

6. UPACARA PEMBERIAN NAMA

Bayi yang lahir di masyarakat Simalungun diberi nama secara otomatis: sitatop untuk bayi
perempuan dan lajang untuk bayi laki-laki. Di beberapa daerah di Simalungun bayi laki-laki disebut
siussok atau siucok dan bayi perempuan disebut si butet. Setelah bayi berumur satu bulan, diadakan
upacara pemberian nama. Dalam upacara ini oppung 'kakek, nenek' memberikan nama kepada
cucunya. Pesta tulang (saudara dari ibu bayi) dan amboru (saudara perempuan dari ayah bayi) harus
hadir. Pada upacara ini, keluarga menyediakan sajian ayam khas Simalungun. Perlengkapan yang
disiapkan keluarga untuk upacara ini juga meliputi nasi dalam bakul (bahul-bahul) dan sejumlah
nama.

7. UPACARA MEMOTONG RAMBUT

Khusus anak pertama bagi masyarakat Simalungun harus diadakan upacara memotong
rambut. Hari dan tanggal memotong rambut ini biasanya ditentukan oleh orang tuanya. Bahan dalam
upacara ini ialah gunting dan sebagai makanannya ialah nasi, nitak, ayam dan telur ayam rebus.
Gunting untuk memotong rambut bayi. Telur ayam dibungkus dengan pandan untuk main-mainan
anak itu, sedangkan ayam dan nitak untuk makanan tamu yang hadir. Nitak adalah beras yang
ditumbuk halus bersama dengan kelapa, kacang dan gula merah.

Nitak adalah makanan khas masyarakat Simalungun. Pada upacara ini diundang tulang
bersama atturung dan juga amboru bersama mangkela dan sanina yang dekat. Yang menentukan hari
dan tanggal upacara ini biasanya adalah orang tua si anak sendiri. Demikianlah pada hari yang sudah
ditentukan diundanglah kerabat-kerabat tersebut. Lalu setelah hadir semuanya dan peralatan yang lain
sudah lengkap, maka dihidangkanlah makanan dengan lauk-pauknya ayam dan juga nitak. Setelah
acara makan dimulai maka diberitahukan ayah si anaklah maksud upacara itu, lalu dilanjutkan acara
makan dengan memulai makan nitak. Telur rebus tadi yang telah dibungkus dengan pandan diberikan
kepada si anak untuk main-mainnya. Setelah selesai makan, maka si anak diberikanlah kepada
tulangnya untuk dipangku dan gunting pun juga diberikan. Lalu tulangnya pun memotong sedikit
rambut si anak itu, dan rambut itu diberikan kepada orang tuanya untuk disimpan. Setelah itu orang
tua si anak meminta anaknya dipangkas dengan rapi. Akhirnya upacara ini oleh orang tua si anak juga
memberi sejumlah uang di dalam piring kepada tulang si anak yang telah memotong rambutnya.
Adapun tujuan upacara ini hanyalah supaya anak itu sehat dan lekas besar. Catatan: Bagi sebagian
daerah kecamatan Raya yang memotong rambut itu adalah tulang si anak, kalau anak itu adalah laki-
laki. Jika anak itu adalah anak perempuan, maka yang memotongnya adalah amborunya.

8. UPACARA PEMOTONGAN / MENGIKIR GIGI

Gigi Anak-anak yang telah tumbuh menjadi remaja yang dikenal sebagai garama atau parana
(laki-laki) atau anak boru (remaja perempuan) menjalani upacara potong atau kikir gigi. Upacara ini
dilakukan untuk mempercantik penampilan para remaja. Selain untuk tujuan estetis atau estetika,
masyarakat Simalungun sebelum menganut agama samawi (Islam, Kristen) percaya bahwa ketika
seseorang meninggal dan tidak melakukan upacara ini arwahnya akan menjadi 'hantu begu' yang
jahat. Kepercayaan ini merupakan pengaruh dari kepercayaan Hindu. Ada kemiripan antara upacara
ini dengan upacara Passag Gigi atau Sisig di Bali.

Anda mungkin juga menyukai