Oleh :
NIM : 2213141011
Kelas : B 2021
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat,rahmat dan karunia sehingga saya dapat menyusun tugas
Critical Book Review ini dengan baik dan benar,serta tepat pada waktunya. Di
dalam tugas ini saya membahas mengenai dua buku yang telah saya baca yang
bersangkutan dengan Kebudayaan masyarakat Batak Toba.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Buku I......................................................................................................................3
B. Buku II.....................................................................................................................5
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................10
B. Saran........................................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
D. Identitas Buku
Buku I (Utama)
Tempat : Jakarta
Tahun : 2003
Halaman : 334
ISBN : 978-602-433-412-3
Buku II ( Pembanding)
Tempat : Yogyakarta
Tahun : 2004
Halaman : 642
ISBN : 979-3381-42-6
2
BAB II
BUKU I
Masyarakat pluralistik dengan latar belakang etnik, ras, agama, dan kelas
yang berbeda ditandai oleh adanya berbagai institusi (pranata) hukum yang
saling tumpang-tindih. Oleh karena itu bila terjadi konflik maka terjadi
peluang bagi munculnya konflik institusional. Fenomena tersebut dapat
dicerminkan terutama melalui kasus-kasus sengketa, baik yang diseesaikan
melalui pengadilan negara maupun institusi sosial yang lain yang ada dalam
masyarakat, termasuk lembaga adat. Dengan demikian upaya penyelesaian
sengketa menghadapkan pihak-pihak yang bertikai pada acuan hukum.
Penelitian ini secara garis besar akan menjelaskan bagaimanakah masyarakat
dengan institusi pluralistik, mengadopsi secara rasional institusi-institusi
tetentu untuk memenuhi kepentingan (sub-legal culture) dalam rangka
memenangkan sengketa.
Perempuan Batak Toba sebagai salah satu pihak yang bersengketa dalam
perkara waris, mendapat perhatian dalam penelitian ini karena beberapa hal.
Pertama, nilai-nilai dan konsep budaya mengenai perempuan dan laki-laki
pada masyarakat Batak Toba, yang mencerminkan hubungan kekuasaan yang
timpang antara laki-laki dan perempuan, menempatkan perempuan pada posisi
yang lemah, khususnya dalam hal waris. Kedua, ketiadaan faktor teritorial di
3
kota tidak menyebabkan berkurangnya nilai-nilai budaya yang berdampak
pada lemahnya kedudukan perempuan dalam hal waris. Ketiga, migrasi orang
Batak Toba ke kota justru memperkokoh keberadaan aturan-aturan adat waris
dalam segi-segi tertentu. Nilai-nilai mengenai harta pusaka yang tidak boleh
dimiliki oleh anak perempuan di tanah asal, diadopsi sedemikian rupa
sehingga harta perkawinan (matrimonial property) pun dianggap tidak berhak
dimiliki oleh anak perempuan di kalangan masyarakat Batak Toba masa kini.
4
Selain itu sistem hukum negara yang berkaitan dengan masalah perempuan
nampak bersifat ambigu dan kontradiktif. Di satu sisi terdapat berbagai
ketentuan hukum yang bersifat emansipatif, namun di pihak lain juga terdapat
berbagai ketentuan hukum yang berdampak terhadap terjadinya subordinasi
terhadap perempuan.
BUKU II
A. Kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Batak adalah patrilinear-menurut garis
keturunan ayah. Memang benar, seorang Batak menyebut anggota marga-nya
dengan sebutan dongan-sabutuha-(mereka yang berasal dari rahim yang sama),
tetapi sekarang ini, dari dari sejarah yang dikenal atau dari legenda, kita tidak
mengenal keturunan dari garis matrilinear-(menurut garis krturunan ibu). Garis
keturunan laki-laki diteruskan oleh anak laki-laki dan menjadi punah kalau tidak
aa lagi anak laki-laki yang dilahirkannya.
Sistem kekerabatan patrilinear itulah yang menjadi tulang punggung
masyarakat Batak, yang terdiri dari turunan-turunan, marga, dan kelompok-
kelompok suku, semuanya saling dihubungkan menurut garis laki-laki. Laki-laki
itulah yang membentuk kelompok kekerabatan: perempuan menciptakan
hubungan besan (affinal relationship) karena ia harus kawin dengan laki-laki dari
kelompok patrilinear yang lain.
5
atau lebih tentang garis keturunan nenek moyangnya. Di dalam kelompok
kekerabatan yang lebih kecil (sasuhu = termasuk ke dalam satu kelompok,
saompu = berasal dari satu leluhur), setiap orang tahu persis bagaimana
hubungannya dengan para anggota. Hubungan yang terjalin di antara marga-
marga pada umumnya diketahui dengan baik oleh semua orang, kecuali
menyangkut hal-hal lain yang sifatnya khusus. Tak seorang pun yang tidak tahu
dimana kedudukan dirinya di dalam marga atau cabang-marga. Setiap anak tahu
persis masuk dalam marga apa, dari marga mana ibunya berasal, dan bahwa
saudara perempuannya akan pergi ke marga lain bila saat perkawinannya tiba.
6
penggolongan suku tidak hanya jelas dan kukuh, tetapi detil historisnya juga dapat
kita ketahui. Namun dari semua kelompok yang masuk ke dalamnya,
Silalahisabungan-lah yang paling lemah posisinya jika sampai pasa persoalan
membanggakan fakta kekerabatan di antara cabang dan rantingnya.
Menurut orang Batak, mereka semua berasal dari Si Radja Batak. Menurut
legenda ia merupakan keturunan dewata. Ibu anak itu Si Borudeakparudjar ,
diperintahkan Dewata Tinggi (Debata Muladjadi Nabolon), untuk menciptakan
bumi. Setelah melakukannya ia pergi ke Siandjurmulamula untuk bermukim.
Kampung inilah yang kemudian menjadi tempat tinggal si Radja Batak, terletak di
lerang Gunung Pusuk Buhit. Orang Batak Toba memandangnya sebagai tempat
dimana seluruh bangsa Batak berasal, termasuk Batak Karo.
Cerita yang paling tua berkisah tentang roh hutan, raksasa mata satu,
perjumpaan dengan para puteri Dewata dan pelbagai makhluk adikodrati tentang
kejadian-kejadian kodrati, tentang kejadian-kejadian ajaib, dan juga tentang
7
peristowa dan episode yang bisa terjadi di zaman sekarang ini. Banyak di antara
cerita itu yang mengandung inti kebenaran sejarah, sedang yang lainnya hanyalah
versi lokal dari cerita-cerita Indonesia. Semakin baru cerita itu, semakin besar
pula kebenaran yang dikandungnya.
Di dalam banyak cerita, tidak sedikit peristiwa yang disebabkan oleh atau
berasal dari, individu-individu yang mestinya melewati suatu zaman panjang,
terutama jika cerita itu menyangkut sebuah sejarah purba. Penelusuran kembali
alur marga ‘induk’ dan kelompok-kelompok suku pada satu pribadi pada
umumnya didasarkan pada kecenderungan yang bersahaja, yaitu memberikan
dasar yang konkret bagi apa yang dikisahkan.
8
BAB III
1. Kelebihan :
Buku ini merangkum segala informasi tentang pandangan terhadap
perempuan Batak Toba dengan jelas dan ringkas.
Penyusunan materi dibuat dengan rapi sesuai dengan alur, yaitu
dengan memberikan pengertian, dan contoh kasus yang pernah
dialami perempuan Batak Toba mengenai hak waris.
Buku ini menyimpulkan isi bab dengan baik. Dalam bab kedua
dituliskan telah ada statemen pemberian harta waris untuk Perempuan
Batak Toba berupa uang, perhiasan atau pendidikan. Namun
disimpulkan lagi bahwa upaya pemberian tersebut tetap tidak dapat
disebut sebagai hak waris.
2. Kekurangan : Dalam buku ini terdapat banyak tanda baca yang tidak
sesuai sehingga membingungkan pembaca
1) Kelebihan :
Secara keseluruhan, tata bahasa dalam buku ini mampu dimengerti
oleh pembaca.
Pemberian tanda baca pada buku kedua ini tidak membingungkan
pembaca.
2) Kekurangan :
Buku ini menyampaikan penjelasan mengenai “sistem
kekerabatan” dengan susunan yang kurang terkontrol sehingga
pembaca harus membolak-balik halaman
Buku ini tidak menyimpulkan isi bab dengan baik.
9
BAB IV
A.Kesimpulan
Critical Book Review ini membandingkan dua jenis buku yang membahas segala
hal yang terkait dengan Kebudayaan masyarakat Batak Toba, khususnya mengenai
perempuan dan sistem kekerabatannya. Kedua buku memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing yang sudah dijelaskan pada bab III. Dalam penyajian
pengertian dan hukum adat telah dikemas dengan baik. Kedua buku sangat
direkomendasikan untuk dibaca dan menjadi acuan dalam mengenal hukum adat
dan kebudayaan masyarakat Batak Toba.
B.Saran
Dalam mengkritik buku, para pembaca harus menganalisis terlebih dahulu isi dari
buku baru kemudian mengetahui kelebihan dan kekurangan buku.
10
DAFTAR PUSTAKA
11