DISUSUN OLEH :
NIM : 4183321005
PENDAHULUAN
Keterampilan membuat CBR dapat menguji kemampuan dalam meringkas buku dan
menganalisis buku dan membandingkan yang dianalisis dengan buku lain, mengenal dan
memberi nilai serta mengkritik buku yang akan dianalisis.
Sering kali kita bingung memilih buku referensi yang akan kita baca dan pahami.
Biasanya kita memilih satu buku, namun kurang memuaskan hati kita. Misalnya dari segi
analisis bahasa dan pembahasan tentang Ilmu Sosial Budaya Dasar. Oleh karena itu
penulis membuat Critical Book Report ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih
buku referensi, terkhusus pada pokok bahasan tentang Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Tujuan CBR ini untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan isi dari kedua buku,
menambah wawasan baik bagi penulis maupun pembaca, menguji kualitas buku dengan
membandingkan hasil karya dari penulis dengan yang lainnya.
Sub-suku Batak Toba menempati suatu wilayah yang luas di tanah Batak,
Provinsi Sumatera Utara. Sekarang ini yang dimaksud dengan tanah Batak ialah
Kabupaten Tapanuli Utara, Tengah dan selatan (sebelum pemekaran). Tanah Batak
adalah daerah Pegunungan dan dataran rendah yang sempit saja, hasil hutan seperti
kemenyan, kulit manis, rotan serta beras adalah hasil utama dari tanah Batak. Mata
pencaharian yang paling umum suku Batak Toba adalah petani dan beternak.
Orang Batak tergolong Melayu Tua yang juga berasal dari Indocina. Menurut
dokumen tua yang ada, katanya orang Batak telah melakukan hubungan dagang hasil
hutan dan ternak dengan dunia luar sejak berabad-abad yang lalu melalui bandar
barus. Menurut peninggalan-peninggalan yang ditemukan di tanah Batak yang asli,
terlihat adanya pengaruh budaya India, seperti Candi Portibi di Padang Lawas serta
adanya persamaan bahasa antara bahasa sanskrit, Batak Toba, dan Batak Karo.
Zaman kolonial pada abad ke-14 orang-orang Barat mulai sangat aktif
menyelidiki pusat sumber kapur barus, Joustra mencacat berita-berita penyelidikan itu
sebagai berikut : Tahun 1690 diberitakan ada seorang Cina yang tinggal tetap selama
sekitar 10 tahun di tanah Batak (1690-1700),berita ini diterbitkan di dalam
“daghregister”, 1 Maret 1701 (Tijds.Bat.Gen,XXXIX:647) dan tahun 1772, Giles
Holloway dan Charles Miller melakukan perjalanan penyelidikan dari teluk Tapanuli
melalui Lumut dan Huta Rimbaru (Angkola) ke Batang Onang (Padang Bolak), masih
banyak lagi penelitian-penelitian yang dilakukan, sehingga semakin intensif lagi
Belanda menguasai Tanah Batak ketika zaman kolonial.
Organisasi pemerintahan Batak adalah Pemerintahan Adat dari yang tertinggi
sampai yang terendah, seperti kampung terdiri dari beberapa huta dipimpin oleh
seorang kepala kampung. Hundulan dipimpin seorang jaihutan dan raja pandua,
yang terdiri dari beberapa kampung.
Orang Batak mengenal marga dengan arti satu asal keturunan, satu nenek
moyang, sabutuha, artinya satu perut asal. Jadi marga menunjukkan keturunan, Marga
merupakan suatu kesatuan kelompok yang mempunyai garis keturunan yang sama
berdasarkan nenek moyang yang sama. Fungsi lain dari marga yaitu menentukan kedudukan
seseorang di dalam pergaulan masyarakat yang teratur menurut pola dasar pergaulan yang
dinamakan dalihan na tolu. Dengan mengetahui marga seseorang, maka setiap orang Batak
otomatis lebih mudah untuk mengetahui hubungan sosial diantara mereka. Dasarnya yaitu
dengan mengingat marga ibu, nenek, istri, atau istri kakak maupun adiknya, maupun adik
atau kakak ayah. Demikian pula marga dari semua istri dari neneknya maupun keluarga
dekatnya. Juga para suami dari saudara perempuan, atau saudara perempuan ayahnya,
saudara perempuan neneknya laki-laki, dan sebagainya.
Marga menentukan kedudukan sosialnya, dan kedudukan sosial orang lain di dalam
jaringan hubungan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendasaran penentuan status
dan hubungan sosial ini adalah sistem analogi . Artinya setiap orang tidak hanya melihat
hubungan itu dari marganya saja, tetapi kalau hubungan itu tidak ada atau kurang dekat dari
marganya, maka orang Batak akan mencari analogi dari marga orang lain anggota
keluarganya. Dengan landasan ini maka tercipta hubungan sosial yang lebih erat dan mesra.
Wilayah huta bagi orang Batak secara umum berarti kampung. Dikenal dengan
beberapa huta. Huta parserahan, yaitu induk huta yang menjadi sumber warga huta lain yang
berdiri kemudian. Dari induk huta orang berpencar ke tempat lain mendirikan huta sendiri.
Huta baru dinamakan sosorni huta atau hutapagaran. Huta merupakan tempat tinggal mereka
yang berasal dari satu ompu, satu nenek moyang dengan atau tanpa boru. Huta dipimpin oleh
raja huta atau yang punya tanah tempat tingal tersebut.
Kepemimpinan huta diwariskan dari nenek moyang kepada anak cucu turun-
temurun. Kalau moyangnya Raja Huta maka seseorang akan menjadi Raja Huta. Setiap huta
memiliki pemimpin atau Raja Huta masing-masing. Kesimpulan dari fakta di atas yaitu
adanya sifat otonomi luas dalam huta.
BAB III
PEMBAHASAN
4.1 Kesimpulan
Buku ini memiliki penggunaan bahasa dan kata yang mudah dimengerti pembaca
untuk memahami tentang Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945, baik
pembaca sebagai seorang suku Batak Toba maupun tidak. Tetapi buku ini masih memiliki
kekurangan yaitu tidak adanya gambar atau foto.
4.2 Saran
Dengan tugas Critical Book Review ini diharapkan pembaca akan lebih mudah
mendapatkan informasi dan wawasan yang ada didalam buku diatas. Dalam penulisan
Critical Book Review ini, penulis menyadari bahwa penyusunan Critical Book Review ini
tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun senantiasa diharapkan dalam upaya evaluasi. Penulis berharap bahwa dibalik
ketidaksempurnaannya penulisan dalam penyusunan Critical Book Review ini mudah-
mudahan ada ditemukan sesuatu yang bermanfaat atau bahkan hikmah dari penulis dan
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA