Disusun oleh
Wisye souisa
Cremona attiruhu
TAHUN 2022/2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Klasifikasi yang paling populer digunakan orang adalah klasifikasi gangguan yang
dikemukakan oleh American Psychiatric association (APA) pada tahun 1952 yang akhirnya
pada tahun 1992 telah berhasil melahirkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder IV (DSM-IV), setelah mengalami tiga kali revisi sejak tahun 1979. Di Indonesia,
pemerintah telah berhasil melahirkan klasifikasi gangguan kejiwaan yang memuat gangguan
kejiwaan yang disebut PPDGJ atau Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa,
yang saat ini telah secara resmi digunakan adalah PPDGJ.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari PPDGJ-III
1.3.2 Untuk mengetahui tujuan adanya PPDGJ
1.3.3 Untuk mengetahui perkembangan PPDGJ
1.3.4 Untuk mengetahui perbandingan diagnosis gangguan jiwa
1.3.5 Untuk mengetahui konsep gangguan jiwa
1.3.6 Untuk mengetahui penggolongan gangguan jiwa
1.3.7 Untuk mengetahui proses diagnosis gangguan jiwa
1.3.8 Untuk mengetahui urutan hierarki blok diagnosis
Secara teoretis, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai
sumber informasi dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
proses pembelajaran terutama dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Selain itu
makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan referensi dalam merancang desain
pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran.
PEMBAHASAN
Istilah yang digunakan dalam PPDGJ adalah gangguan Jiwa atau gangguan mental
(mental disorder), tidak mengenal istilah penyakit Jiwa (mental illness/mental desease).
Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk
akal, berlebihan, berlangsung lama dan menyebabkan kendala terhadap individu tersebut
atau orang lain. ( Suliswati, 2005)
1. PPDGJ I
Terbit tahun 1973
Nomor kode dan diagnosis mengacu pada ICD 8 ( International Clasification
of Desease -8 ) yang diterbitkan oleh WHO chapter V, nomor 290-315 (sitem
numerik)
Diagnosis : mono-aksial
2. PPDGJ II
Diterbitkan pada tahun 1983
Diagnosis multi aksial menurut DSM-III
Nomor kode dan diagnosis :mengacu pada ICD-9 (sistem numerik )
Konsep klasifikasi dengan kelas diagnosis memakai kriteria diagnosis DSM (
The Diagnosis statistical manual of mental disorder)
3. PPDGJ III
Diterbitkan pada tahun 1993
Diagnosis multi-aksial
Nomor kode dan diagnosis merujuk pada ICD-10
Konsep klasifikasi dengan hirarki blok memakai pedoman diagnosis ICD-10
Diagnosis multi aksial menurut DSM-IV (APA,1994)
DSM-I telah selesai disusun pada tahun 1952 oleh APA (American Psychiatric
Association). Edisi kedua keluar pada tahun 1968, kemudaian disusul setelahnya edisi ke-13
pada tahun 1980, yang akhirnya dilakukan revisi kembali pada tahun1987(DSM-III R), dan
pada tahun 1994 APA mengeluarkan lagi DSM-IV, yang akhirnya di revisi kembali manjadi
DSM-IV TR(text revision) pada tahun 2000. DSM-IV dan DSM-IV TR dikeluarkan setelah
melalui persetujuan dengan ICD-9 CM (clinical modification).
ICD sudah digunakan lebih lama, dan pada saat ini infrastruktur ICD telah
menginvestasikan dalam pengembangan sistem pengkodean komputer, “case-mix”, dan
sistem diagnosis. Dari sumber lain berbahasa Indonesia dikatakan “DSM-IV didesain untuk
mendampingi ICD-10, disusun pada tahun 1992. Pada waktu itu terdapat konsensus yang
kuat bahwa sistem diagnosis di USA harus sesuai dgn klasifikasi penyakit internasional
(ICD-10) sedangkan ICD-10 merupakan sistem klasifikasi tertinggi yg digunakan di Eropa
& negara-negara lain di dunia.
Klasifikasi yang paling populer digunakan orang adalah klasifikasi gangguan yang
dikemukakan oleh American Psychiatric association (APA) pada tahun 1952 yang akhirnya
pada tahun 1992 telah berhasil melahirkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder IV (DSM-IV), setelah mengalami tiga kali revisi sejak tahun 1979. Di Indonesia,
pemerintah telah berhasil melahirkan klasifikasi gangguan kejiwaan yang memuat gangguan
kejiwaan yang disebut PPDGJ atau Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa,
yang saat ini telah secara resmi digunakan adalah PPDGJ.
F10-F19
F30-F39
Gg. Suasana
perasaan (“mood”
atau afektif )
III 300-309 300-316 F40-F48
Gg. Kepribadian
dan perilaku masa
dewasa .
IV 310-315 317-319 F70-F79
Konsep Gangguan Jiwa dari DSM-IV (yang merupakan rujukan dari PPDGJ-III): Mental
disorder is conceptualized as clinically significant behavioural or psychological syndrome or
pattern that occurs in an individual and that is associated with present distress or disability or
with a significant increased risk of suffering death, pain, disability, or an important loss of
freedom.
Dari konsep tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa di dalam Konsep Gangguan Jiwa
didapatkan butir-butir :
1. Adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom atau pola prilaku dan sindrom atau
pola psikologik.
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress), antara lain dapat berupa rasa
nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll.
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup
(mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, dll)
PPDGJ-III menganut pendekatan aerotik, yaitu tidak mengacu pada teori tertentu
berkenaan dengan etiologic atau proses patofisiologik, kecuali untuk gangguan-gangguan yang
sudah jelas dan disepakati penyebabnya, misalnya Gangguan Mental Organik, dimana factor
organic merupakan factor yang penting. Pendekatan ateoretik itu dilaksanakan dengan cara
mendeskripsikan (menguraikan dan melukiskan) secara menyeluruh apa manifestasi gangguan
jiwa (deskripsi gambaran klinis) dan jarang mengusahakan penjelasan bagaimana timbulnya
gangguan itu. Pengelompokkan diagnosis gangguan jiwa berdasarkan persamaan dalam
gambaran klinisnya.
PPDGJ-III tidak menganggap bahwa setiap gangguan jiwa adalah suatu kesatuan yang
tegas dengan batas-batas yang jelas antara gangguan jiwa tertentu dengan gangguan jiwa lainnya,
sebagaimana juga antara adanya gangguan jiwa dan tidak ada gangguan jiwa. Suatu anggapan
yang salah bahwa ppenggolongan gangguan jiwa menggolongkan orang-orang. Yang
digolongkan adalah gangguan-gangguan yang diderita oleh seseorang. Sehingga harus
dihindarkan pemakaian istilah seperti “seorang skizifrenik”, “seorang neurotic”, atau “seorang
pecandu”. Hendaklah dipakai istilah : seorang dengan skizofrenia, seorang dengan neurotic, atau
seorang dengan ketergantungan obat.
Pada beberapa jenis gangguan jiwa (misalnya gangguan mental organic) terdapat
berbagai tanda dan gejala yang sangat luas. Pada beberapa jenis gangguan jiwa lainnya ( seperti
gangguan cemas) hanya terdapat beberapa tanda dan gejla yang sangat terbatas. Atas dasar ini,
dilakukan suatu penyusunan urutan blok-blok diagnosis yang berdasarkan suatu hierarki, dimana
suatu gangguan yang mempunyai cri-ciri dari gangguan yang terletak dalam hierarki lebih
rendah, tetapi tidak sebaliknya. Terdapat hubungan hierarki ini memungkinkan untuk penyajian
diagnosis bamding dari berbagai jenis gejala utama.
Suatu diagnosis atau kategori diagnosis baru dapat dipastikan setelah kemungkinan
kepastian diagnosis/diagnosis banding dalam blok diatasnya dapat ditiadakan secara pasti.
IX : gangguan prilaku dan emosional dengan onset masa kanak remaja (F90-98)
3.1 Kesimpulan
Istilah yang digunakan dalam PPDGJ adalah gangguan Jiwa atau gangguan
mental (mental disorder), tidak mengenal istilah penyakit Jiwa (mental illness/mental
desease).
Menurut PPDGJ II: Gangguan jiwa adalah sindrom atau perilaku tertentu atau
kondisi psikologis seseorang yang secara klinis cukup bermakna, dan secara khusus
berkaitan dengan distress (gejala penderitaan) dan disability (keterbatasan kemampuan
normal pada aktivitas normal pada tingkat personal).
Konsep gangguan jiwa dari DSM IV: Gangguan jiwa itu adalah perilaku penting
yang signifikan secara klinis atau sindrom psikologis atau pola acuan tertentu yang terjadi
pada individu yang dihubungkan dengan kondisi distress dan disability atau dihubungkan
dengan peningkatan resiko untuk menderita nyeri, disability, hilangnya kemampuan
bergerak bebas, bahkan kematian.
3.2 Saran
Adapun saran penulis sebagai mahasiswa yang berada dijenjang pendidikan, yaitu
menyarankan kepada pembaca agar makalah ini dapat dimengerti dan dipahami dengan baik,
sehingga kita dapat mengetahui tentang pengggolongan gangguan jiwa. Agar dapat menjadi
pedoman buat kita sebagai perawat serta dapat kita aplikasikan di dunia kerja nanti.
DAFTAR PUSTAKA
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta: PT. Nuh Jaya