Anda di halaman 1dari 12

STUDI KASUS

PANDANGAN ISLAM TERHADAP MUSIK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang diampu oleh
Ustadz Nur Faizin

Oleh : Kelompok 2
Afiyatus Sa'adah 220121600942
Aslahiyah Arini Agustin 220111610859
Aulya Putri Fauzia Rohma 220111610817
Brilian Destina Dewi Diva 220111611351
Davina Farah Livia Zahrani 220111611615
Dimas Kusuma Putra 220111610728
Fitri Akmalia Tunnisa 220121600314
Kevin Chandra Febrian 220231600076
Nabila Shafa Antonia 220121601083
Nur Amelia Safitri 220121601026
Rayhan Dwi Darmawan 220231609780
Salsabila Fauziah Ramadhani 220231604695

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banyak orang meyakini bahwa musik dapat membangun kesadaran masyarakat atas
keadaan sosial di sekitarnya. Lalu, bagaimanakah pandangan Islam terhadap musik dalam
kaitannya dengan pembangunan sosial dan budaya suatu masyarakat? Dalam Islam,
ulama besar juga memiliki pendapat yang berbeda mengenai musik. Ada yang
memperbolehkan dan ada yang melarang penggunaan musik.

Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar menyatakan, para ulama berselisih
pendapat tentang hukum menyanyi dan alat musik. Menurut jumhur ulama, hukumnya
haram. Sedangkan mahzhab Ahl al-Madinah, Azh-Zhahiriyah, dan jamaah Sufiyah
memperbolehkannya. Abu Mansyur al-Baghdadi (dari Mazhab Syafi’i) menyatakan,
Abdullah bin Ja’far berpendapat bahwa menyanyi dan mendengarkan musik itu tidak
menjadi masalah.

Sebenarnya, dalam kehidupan umat islam lekat dengan alunan musik. Salah satunya
adalah alunan adzan. Bukan hanya itu, ilmu qira’ah pun juga mengandung musik. Jadi
kehidupan masyarakat ini sebenarnya beriringan dengan musik. Musik ini juga bisa
menjadi salah satu alat penyebar agama islam, seperti lagu-lagu religi.

Penyanyi Indonesia seperti Rhoma Irama, Ustadz Opick, Almarhum Ustadz Jefri Al
Bachori, dan masih banyak lagi. Mereka menciptakan lagu-lagu yang mengandung unsur
religi. Lagu reiligi tersebut bukan hanya diciptakan untuk bersenang-senang, namun
dalam lagu tersebut tersirat pelajaran-pelajaran atau kisah-kisah para nabi zaman dahulu.

Dalam hal ini musik juga dapat menjadi ilmu belajar bagi kita, masyarakat dapat
mengetahui cerita dan sejarah islam dari lagu tersebut. Musik yang baik pasti di
dalamnya mengandung hal-hal yang baik dan positif. Kita bisa memilih mendengarkan
musik yang baik dan mana yang tidak pantas untuk di dengarkan.

1.2. Tujuan

Untuk mengetahui larangan musik yang bagaimana atau tidak pantas di dengar oleh
masyarakat umum. Dan pandangan para ulama mengenai musik religius.
1.3. Manfaat

1. Pemikiran masyarakat dapat terbuka musik apa yang harus mereka dengar.

2. Kita dapat mengetahui jenis musik apa yg baik atau yg buruk.


BAB II
PERMASALAHAN

Kemunculan semua jenis genre musik sudah menjadi hal yang lumrah, yang menjadi
suatu kontroversi, baik yang setuju maupun yang tidak pada para kalangan penikmatnya.
Seperti dalam Political Economy of Rock Music karya Abdullah Sumrahadi: Critical
Reflections on Lifestyles (2017), Abdullah mengatakan bahwa sejak awal hingga sekarang,
pertunjukan musik rock dikaitkan dengan simbol seksualitas dan hiburan berisik dengan
penuh kegaduhan.

Demikian juga penjelasan tentang asal usul musik religi "musik sufi" di kalangan umat
Islam. Jauh sebelum muncul argumentasi pro dan kontra musik rock dan dangdut, musik sufi
sudah lebih dulu menjadi perdebatan klasik antara dua ulama dalam sejarah intelektualisme
Islam. Di satu sisi adalah ulama sufi dan di sisi lain adalah ulama fikih. Dimana keduanya
memiliki otoritas masing-masing dalam keilmuan Islam.

Berbagai literatur menjelaskan bahwa konflik antara kedua kubu ulama tentang lahirnya
musik sufi merupakan akibat dari perbedaan cara berpikir dan cara pandang dari keduanya.
Sebagai contoh, para ulama fikih dalam memandang sebuah musik dengan menggunakan
landasan teologis Hadits Nabi dan pernyataan para sahabat yang secara umum dapat
dikatakan sangat keras menolak tentang keberadaan jenis musik apa pun, terutama musik sufi.

Misalnya, Jika kita ingin mengkaji pandangan dan pernyataan para ulama empat ulama
fikih khususnya mazhab Imam Syafi’i, bisa dikatakan hampir semuanya menganggap musik
dan lagu adalah sesuatu yang tidak baik. Imam Syafi'i yang merupakan ulama fikih yang
paling banyak diikuti khususnya di Indonesia, mengatakan bahwa musik cenderung lebih
negatif sehingga membuat umat Islam lupa terhadap Al-Quran.

Berbeda dengan filsuf dan ulama sufi dalam memandang sebuah musik. Keduanya
memiliki pandangan yang sangat filosofis dan lunak, bisa dikatakan sangat bersahabat
terhadap keberadaan musik. Misalnya filsuf muslim seperti Ibnu Sina (980-1037 M) atau
Avieccena mengatakan bahwa mendengarkan musik dapat mensucikan hati dan pikiran. Al-
Farabi (870-1037 M) dia merupakan seorang filsuf muslim yang senang mendengarkan musik
dan merupakan pemain alat musik yang sangat terkenal pada masanya.

Di kalangan para ulama sufi setidaknya ada dua tokoh sufi penting, yaitu Abu Hamid al-
Ghazali (1111 M) merupakan seorang sufi yang dikenal sebagai pembela terhadap pandangan
musik yang sangat moderat, dan Maulana Jalaluddin ar-Rumi.
Melalui Ihya 'Ulumuddin al-Ghazali sangat mendukung adanya musik religi, bahkan al-
Ghazali secara tegas tidak melarang atau memberi kiasan terhadap alat musik yang secara
tekstual disebut dan tidak disebutkan oleh Nabi, seperti Mizmar (seruling), autar (gitar). ) dan
kaubah (gendang).

Maulana Jalaluddin ar-Rumi melalui Thariqah Maulawiyah yang dikenal sebagai


kelompok (thariqah) sufi dan beberapa kelompok thariqah alawiyah dan thariqah Sanusiyah
yang menggunakan alat musik untuk dzauq (perasaan hati yang terdalam) lewat zikir kepada
Allah. Dalam konteks keindonesiaan beberapa decade thariq Sufiyah yang memainkan alat
musik telah menjadi populer di kalangan Muslim kosmopolitan dan muslim urbab selama
beberapa dekade.

Demikian,di antara kalangan ulama sufi yang sangat ekstrim hingga mereka
mengharamkan atas musik. Ambil contoh Imam Fudhail bin Iyadh yang mengatakan bahwa
“Nyanyian merupakan perisai zina”, bahkan Abdullah bin Mas’ud mengatakan bahwa
“Nyanyian dapat menimbulkan dan menumbuhkan sifat munafik”.

Bahkan lebih dari itu, ada juga sebagian ulama sufi yang berpendapat bahwa ajaran
tasawuf memang tidak pantas dikotori oleh sesuatu yang tidak berbau keseriusan. Karena
dalam ajaran tasawuf selama ini lebih ditekankan pada kesungguhan dan keseriusan.
Misalnya, Imam al-Dhahhak mengatakan, “Nyanyian bisa merusak hati dan membuat Tuhan
murka”, sedangkan Imam al-Junaid juga menyatakan: “Bila ada seorang pesuluk melakukan
aktivitas sama (mendengarkan musik), maka ketahuilah bahwa ia sesungguhnya telah
melakukan aktivitas yang sangat sia-sia”.

Disadari atau tidak, perdebatan tentang musik sufi antara ulama fikih dan ulama tasawuf
cukup kompleks dan rumit, dalam satu sesi musik sufi dapat dipandang negatif dan dapat
mempengaruhi kelompok sufi itu sendiri. Oleh karena itu, sebagian ulama sangat berhati-hati
dalam menyikapi perkembangan musik sufi yang digunakan oleh kalangan sufi tertentu,
karena sebagian ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai penggunaan musik sufi.

Kehati-hatian para ulama untuk menyikapi perkembangan musik sufi yang begitu
familiar di telinga bukan tanpa alasan dan tanpa dasar. Musik dan sufi adalah dua hal yang
tidak bisa disatukan dalam satu wadah. Jika musik dapat dikatakan sebagai wadah yang
mencerminkan kekuatan dan kedalaman spiritualitas kelompok sufi tertentu, secara tidak
sengaja telah mengaitkan kelompok sufi dengan musik.

Sebab musik sampai saat ini dikenal berbau hiburan dan kesenangan dan lebih mengarah
kepada suatu hal yang bersifat negatif. Istilah ini lebih terkait dengan literatur, seperti kamus
atau bahasa Arab yang memang, alat musik ini dikonsepsikan sebagai alatul malahi yang
memiliki arti alat-alat yang bisa melalaikan diri pada Allah.1

1
Syahuri, Arsyi, Musik Sufi Perspektif Ulama Fikih dan Ulama Tasawuf
BAB III
ANALISIS DAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF SOLUSI

3.1 Analisis Pendapat Ulama dan Dalil Terhadap Musik

3.1.1 Pendapat Ulama Hukum Musik

a. Ulama yang membolehkan : Imam al-Ghazali, Abu Mansour al-Baghdadi, Ibnu


Taimiyah, Imam As-Syaukani. Karena dengan
musik dapat membuat kita menjadi semangat
beribadah asalkan kandungan musik berisi nilai
keagamaan.

b. Ulama yang mengharamkan : Imam Malik, beliau berpendapat seperti itu karena
musik kebanyakan mengandung kemaksiatan dan
fitnah.

c. Ulama yang memakruhkan : Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i. Beliau berdua
memakruhkan karena perbuatannya sia-sia atau
tidak ada manfaatnya. 23

3.1.2 Sumber Hukum Islam Tentang Musik

Allah SWT berfirman dalam Alquran surah Luqman (31):6 :

‫ض َّل ع َْن َسب ْي ِل هللاِ بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم َّويَتَّخش َذهَا هُ ُز ًوا ُأولئكَ لَهُ ْم َع َذابٌ ُّم ِهي ٌْن‬ ِ ‫اس َم ْن يَّ ْشت َِري لَ ْه َو ْال َح ِد ْي‬
ِ ُ‫ث لِي‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang


tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah ini olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan.”

Ayat tersebut dijadikan para ulama untuk mengharamkan dan memakruhkan


musik atau nyanyian. Makna “Lahwal Hadist” pada ayat tersebut adalah segala
obrolan, nyanyian, dan sejenisnya yang mampu memalingkan untuk beribadah
kepada Allah.

Cabang seni tarian, nyanyian, dan musik adalah suatu hal yang penting dalam
kehidupan modern saat ini. Namun ketiganya dapat merusak akhlak dan nilai-nilai

2
Cholif, Rahma, Bagaimana Hukum Mendengarkan Musik dalam Islam? Berikut Penjelasan Para Ulama
3
Amir, Mahmud, Musik; antara Halal dan Haram (Kajian Ma’ani al-Hadis)
keislaman. Tetapi juga tidak semua musik digunakan untuk merusak keagamaan,
contohnya para wali songo banyak yang berdakwah islam menggunakan musik dan
nyanyian seperti gamelan, wayang, dsb.

ٍ ‫َطيَّةُ ابنُ قَ ْي‬


‫س‬ ِ ‫صدَقةُ ابْنُ خَالِ ٍد َح َّدثَنَا عَب ُد الرَّحْ َم ِن ابنُ يَ ِزي َد اب ِن َجبِ ٍر َح َّدثَنَا ع‬
َ ‫ار َح َّدثَنَا‬
ٍ ‫َوقَا َل ِه َشا ُم ابْنُ َع َّم‬
‫َنم االَش َع ِريُّ قال حدثني أبو عامر أو أبو مالك األشعري وهللاِ ما كذبني سمع‬ ٍ ‫ال ِكاَل بِ ُّي َح َّدثَنَا عبد الرحمن ابن غ‬
َّ ‫نز‬
‫لن‬ ِ َ‫ازفَ ولي‬ ِ ‫ليكونن ِمن أ َّمتي أقوام يست ِحلُّون ال ِح َر وال َح ِري َر والخمر وال َم َع‬
َّ ‫النبي صلى هللا عليه وسلم يقول‬
‫ير لِ َحا َج ٍة فَيقولون ار ِجع إلينا غدا فَيُبَيِّتُهم هللا‬َ ِ‫ب َعلَ ٍم يَرُو ُح عليهم بسار َح ٍة لهم يأتِيهم يَعنِي الفَق‬
ِ ‫أقوام إلى َجن‬
ِ ‫ويضع ال َعلَ َم َويَم َس ُخ اَ َخ ِرينَ قِ َر َدةً َو َخن‬
)‫َازي َر إلى يَوم القيامة (رواه البخارى‬

”... Nabi Muhammad SAW bersabda: Niscaya akan ada beberapa kaum dari
umatku yang menghalalkan zina, sutera, khamar, dan alat musik dan sungguh
beberapa kaum akan mendatangi tempat di dekat gunung tinggi, lalu mereka
didatangi orang yang berjalan kaki untuk suatu keperluan. Lantas mereka berkata,
‘Kembalilah kepada kami esok hari!’ sehingga pada malam harinya, Allah
menimpakan gunung tersebut kepada mereka dan sebagian yang lain berubah
bentuk menjadi kera dan babi sampai hari kiamat.” (Hadis Riyawat Bukhori)

Hadis tersebut digunakan sebagai dalil untuk mengharamkan nyanyian / alat-


alat musik. ‫ المعازف‬bentuk jamak dari ‫ معزف‬yang berarti (bermain) alat musik atau
hiburan. Hadis tersebut bersambung sanadnya dan para perawinya siqoh, sehingga
hadis ini statusnya sahih.

‫حدثنا الفضل ابن يعقوب حدثنا محمد ابن سابق حدثنا إسرائيل عن هشام ابن عروة عن ابيه عن عائشة‬
‫انها زفت امراة الى رجل من األنصار فقال نبي هللا صلى هللا عليه وسلم يا عائشة ما كان معكم لهو فان‬
)‫األنصار يعجبهم اللهو (رواه البخارى‬

“ Al-Fadl bin Ya’qub menceritakan kepada kami, menceritakan kepada kami


Muhammad bin Sabiq, Israil menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah,
dari ayahnya, dari Aisyah ra, bahwa ia pernah mengawinkan seorang perempuan
dengan seorang laki-laki Anshor. Kemudian Nabi bersabda : “Wahai Aisyah,
apakah kamu tidak bisa melakukan permainan (nyanyian)? Karena sesungguhnya
kaum Anshor itu suka permainan.” (HR. Bukhori)

Hadis tersebut menyampaikan kebolehan nyanyian atau musik yang bersifat


anjuran dengan syarat dibatasi dalam kondisi dan keadaan tertentu. Pada hadis ini
Rasulullah membolehkannya pada acara pernikahan. Musik halal jika bersih dari
unsur kemaksiatan dan kemungkaran. Misalnya nyanyian berisi syair memuji
Allah, meneladani akhlak Rasulullah, mengajak bertaubat, menuntut ilmu,
menceritakan alam semesta agar lebih memikir dan merenungi keagungan Allah
dan lain sebagainya. Status hadis di atas sahih (sambung sanadnya dan siqoh
perawinya).

Terdapat kaidah dalam ilmu ushul fikih, “Sesungguhnya asal dalam setiap
perkara adalah dibolehkan kecuali diharamkan syariat.” Dalam Alquran dan hadis
tidak ada pernyataan secara tegas bahwa musik merupakan perkara yang
diharamkan secara mutlak. Sehingga musik adalah sesuatu yang dibolehkan dalam
agama islam Telah dipahami bahwa terjadi perbedaan hukum pada kedua hadis di
atas, berikut syarat dan faktor terjadinya.4

3.1.3 Syarat dan Faktor Penyebab Terjadi Pertentangan Hadis

a. Syarat
1. Hadis tersebut sama-sama berkualitas maqbul (diterima)
2. Membicarakan objek yang sama, satu hadis menyatakan larangan dan yang
lain menyatakan kebolehan dalam objek yang sama
3. Pertentangan hanya bersifat zahir atau tampak (eksplisit), sehingga bisa
dimungkinkan untuk diselesaikan.

b. Faktor Penyebab
1. Penghapusan hukum
2. Perbedaan situasi
3. Internal (adanya kecacatan misalnya) sehingga hadist ditolak ketika
berlawanan dengan hadis sahih lainnya
4. Eksternal (konteks penyampaian dari Nabi Muhammad) misalnya perbedaan
waktu dan tempat
5. Metodologi, yaitu proses pemahaman hadis
6. Ideologi mazhab

3.2 Solusi

Melihat adanya perbedaan cara para ulama mentafsirkan hadist, membuat hal
mengenai pertentangan hadist tidak dapat teralihkan. Ada 4 cara penyelesaian adanya
pertentangan hadis:
1. Al-Jam’u wa al-Taufiq
Yaitu dengan cara menyesuaikan dan menggabungkan antara hadis satu dengan
hadis lainnya, meletakkan masing-masing hadis sesuai tempatnya sehingga menjadi
4
Hadana, Nyanyian dalam Perspektif Hadis (Pendekatan ‘Ikhtilaf al-Hadist
satu kesatuan yang melengkapi, tidak saling bertentangan. Dengan cara menemukan
titik temu kandungan makna masing-masing sehingga dapat dikompromikan.
2. Nasakh mansukh
Yaitu penghapusan suatu hukum syariat dan digantikan dengan hukum syariat yang
baru. Ada beberapa syaratnya, di antaranya hukum bersifat syariat amaliyah bukan
akidah dan hukum yang menghapus datang setelah hukum yang dihapus.
3. Tarjih
Tarjih yaitu menilai terhadap dalil syariat yang tampak bertentangan untuk
menentukan mana yang lebih kuat. Tarjih dapat dilakukan berdasarkan sanad, matan,
kandungan hukum.
4. Tawaffuq
Yaitu mendiamkan dan tidak mengamalkan hadis-hadis tersebut sampai ada dalil-
dalil yang menunjukkan keabsahan hadis tersebut.

Oleh karena itu, untuk menyikapi kontradiksi antara perbedaan pendapat ulama, dalil
Alquran dan kedua hadis di atas, diperlukan metode penyelesaiannya, dan metode yang
tepat ialah (al-jam’u wattaufiq). Dengan cara menggabungkan semua pendapat hukum
dan meletakkan dengan kesesuaian agar saling melengkapi. Dilihat dari kontekstual
kedua hadis tersebut tidak bertentangan.

Hadis yang melarang musik tidak bersifat mutlak tetapi bersifat khusus. Adapun
hadis yang membolehkan itu berdasarkan kondisi dan situasi tertentu. Asal hukum musik
ialah makruh, karena tidak ada manfaatnya, kemudian berkembang menjadi haram, atau
halal/berpahala sesuai niat dan tujuan bermain musik.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hukum mendengarkan musik dalam Islam ditafsirkan oleh para ulama sebagai
mubah. Sebagian ulama menganggapnya haram dan sebagian ulama lainnya
membolehkan atau membenarkannya. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh adanya
ayat dan hadits yang memungkinkan umat Islam untuk mengekspresikan diri secara
bebas.

Terjadi perbedaan pendapat dan dalil dalam menghukumi musik, nyanyian, dan
sejenisnya, ada yang menghalalkan karena ada maslahat/kebaikan seperti musik sholawat
untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah SAW, dan ada yang mengharamkan
karena ada mudarat/bahaya seperti nyanyian konser dangdut terkandung banyak maksiat.
Perbedaan ini merupakan rahmat Allah. Untuk menyelesaikan permasalahan ini
diperlukan sebuah metode, dan metode yang tepat ialah jam’u wattaufiq, bahwa hukum
asli musik adalah makruh, namun bisa menjadi haram apabila di dalamnya terdapat unsur
yang haram.

Maka dapat disimpulkan, musik dihukumi haram apabila bertentangan dengan ajaran
islam seperti mengandung unsur kemaksiatan, membangkitkan syahwat. Musik dihukumi
halal apabila tidak bertentangan dengan ajaran islam, tidak membuat lalai dalam
beribadah. Selain itu musik dihukumi halal bila mampu membuat kita semakin dekat
dengan Allah dan meningkatkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah dan Rasulullah.

4.1 Saran

Pembahasan dalam makalah studi kasus ini bukanlah pembahasan yang sempurna,
oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan untuk makalah ini agar
menjadi pembahasan yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan yang luas kepada kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyi, Syahuri. 2020. Musik Sufi Perspektif Ulama Fikih dan Ulama Tasawuf. Yogyakarta

Hadana. 2017. Nyanyian dalam Perspektif Hadis (Pendekatan ‘Ikhtilaf al-Hadist’). Banda
Aceh

Mahmud, Amir. 2017. Musik; antara Halal dan Haram (Kajian Ma’ani al-Hadis).
http://yudharta.ac.id/jurnal/index.php/mafhum

Rahma, Cholif. 2021. Bagaimana Hukum Mendengarkan Musik dalam Islam? Berikut
Penjelasan Para Ulama. https://www-orami-co-id.cdn.ampproject.org

Anda mungkin juga menyukai