Anda di halaman 1dari 7

OUT OF BODY EXPERIENCE PADA DEWASA AWAL: SEBUAH

INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS

Shafa Dhiya Azzahra1, Zaenal Abidin2

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro


Jl.Prof.Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang Indonesia 50275

shafadhiya29@gmail.com

Abstrak

Penelitian parapsikologi cenderung terbatas di Indonesia karena adanya tumpang tindih dengan
kepercayaan masyarakat Indonesia. Pengalaman yang tidak dapat terlihat atau dibuktikan bukan berarti
tidak ada bukti. Out of body experience adalah sebuah pengalaman seseorang yang dapat merasakan
jiwanya diluar dari tubuh fisik serta dapat merasakan alam bawah sadar dengan kesadaran penuh.
Pengalaman tersebut bersifat subjektif. Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan memahami pengalaman
seorang yang mengalami out of body experience. Pemilihan partisipan dilakukan dengan teknik purposive
untuk memperoleh tiga partisipan penelitian, yaitu seorang yang mengalami pengalaman melihat dan
mengamati “tubuh” diluar dari “jiwa” akibat peristiwa tertentu saat usia 18 hingga 40 tahun. Pengumpulan
data dilakukan dengan indepth interview. Analisis data penelitian menggunakan metode Interpretative
Phenomenological Analysis (IPA). Hasil penelitian menemukan tiga tema induk, yaitu (1) Gambaran out
of body experience, (2) Dampak setelah mengalami out of body experience, dan (3) Perolehan eksistensi
diri. Ditemukan dalam penelitian ini setiap subjek dapat memproyeksikan pengalaman out of body serta
adanya perbedaan pemaknaan OBE dipengaruhi oleh latar belakang terjadinya OBE. Faktor penyebab serta
jalan cerita yang dialami setiap subjek pun berbeda. Namun setiap subjek sepakat bahwa dalam dimensi
lain atau alam bawah sadar terdapat waktu yang cepat atau terjadi di now moment. Ketiga subjek bersyukur
karena dapat diberikan kesempatan untuk hidup kembali dan diberikan kesempatan untuk memperbaiki
diri. Terlihat setiap subjek dapat memaknai pengalamannya dan menemukan eksistensi dalam kehidupan.

Kata Kunci: Out of body experience, jiwa, Interpretative Phenomenological Analysis

Abstract

The psychologists’ researches tend to be limited due to the overlapping issues between the psychological
research and Indonesian beliefs. Invisible or unprovable experiences are not lack of evidence. Out of body
experience is an experience which allows someone to feel his soul out of his physical body and to feel the
subconscious with his full awareness. This is a subjective experience. The objective of this research is to
understand and discover someone’s out of body experience. The participants were chosen by purposive
technique to gain three research participants, involving those who saw and watched his “body” out of his
“soul” due to the certain circumstances between the ages of 18 and 40. The data collection technique used
was in-depth interview. The method of data analysis used was Interpretative Phenomenological Analysis
(IPA). Three main themes were found, involving (1) the illustration of OBE (out of body experience), (2)
the effect after experiencing OBE, and (3) self-existence gained. The result of this research showed that
each subject could project their out of body experience. Moreover, there was a difference between the sense
of OBE affected by the reason of OBE itself. The factors caused OBE as well as the storyline of each subject
were also varied. However, every subject agreed that in another dimension or subconscious, there was a
fast time or happen in now moment. Those three subjects were grateful since they had the chance to get
back to their life and improve themselves. It seemed that the subjects were able to sense their experiences
and found their life-existences.

Keywords: Out of body experience, soul, Interpretative Phenomenological Analysis


PENDAHULUAN
Kehadiran aliran psikologi transpersonal memberikan makna penting dalam mengatasi
permasalahan perilaku manusia pada era tahun ini. Psikologi transpersonal merupakan aliran yang
muncul dari berbagai ilmu seperti agama, psikologi, neurobiologi, dan filsafat. Menurut Saphiro
(dalam Saliyo, 2018), psikologi transpersonal mengkaji tema-tema terkait potensi manusia yang
paling tinggi, kesadaran manusia, spiritualitas, dan transendental. Teori tersebut muncul dari
ketidakpuasan Abraham Maslow pencipta aliran psikologi humanistik yang mengkaji psikis
manusia dari pandangan luar saja. Sedangkan Psikologi Transpersonal mempunyai unsur yang
mengkaji tentang potensi-potensi luhur (the highest potentials) dan fenomena kesadaran (the
states of consciousnees) manusia (Saliyo, 2018).
The states of consciousness adalah pengalaman seseorang melewati batas-batas kesadaran biasa,
seperti pengalaman alih dimensi, memasuki alam-alam kebatinan, komunikasi batiniah,
pengalaman meditasi dan sebagainya. Begitupula mengenai the higher consciousness yang
menelaah seperti transendensi diri, pengalaman takut mati, pengalaman puncak, pengalaman
menyatunya manusia dengan Tuhan-Nya, serta tahapan-tahapan yang membawa atau mencapai
alam baka (Saliyo, 2018). Untuk mencapai high consciousness, perjalanan diri manusia melewati
ekstraperonal yang mengacu pada kondisi diluar kesadaran normal yang tidak selalu terintegrasi.
Seperti kondisi supranatural yang termasuk dalam ekstrapersonal bukan transpersonal.
Indonesia dalam keilmuan spiritual jawa kuno yang biasa disebut kejawèn merupakan sebuah
pandangan hidup, yang mana melainkan aturan dari tradisi bukan terikat oleh keagamaan,
biasanya berhubungan dengan kabatinan yang didalamnya terdapat dengan simbol-simbol makna
serta terdapat tradisi turun-temurun dan selalu mengarah kepada Tuhan (Endraswara, 2012). Para
spiritualitas Jawa dalam Peterson (2013), mengatakan bahwa rogo sukmo bisa dipelajari oleh
orang yang bersih, jujur, dan suci, jika yang mempelajari tidak kuat batinnya maka bisa menjadi
gila. Namun bagi orang Barat, rogo sukmo dikenal sebagai out of body experience yang sangat
“disakralkan” oleh orang Jawa menjadi lebih praktis dan pragmatis karena sangat dihormati dan
dirahasiakan (Peterson, 2013). Sedangkan orang Barat yang lebih rasionalitas menganggap
fenomena out of body experience sebagai kemampuan yang boleh dipelajari serta dialami oleh
siapa saja dan tidak ada batasan normatif (Peterson, 2013).
Fenomena out of body experience atau OBE dapat digambarkan melalui perjalanan astral atau
astral projection yang dapat didefinisikan dengan perjalanan jiwa yang keluar atau terpisah dari
tubuh fisik. Bob Peterson dalam artikel nya yang berjudul “Journey of the astral world”
mendeskripsikan pengalaman selama melakukan proyeksi astral, pengalaman pertama terjadi
dengan sikap sadar ketika tertidur. Perjalanan astral atau bisa disebut dengan out of body
experience (OBE), adalah pengalaman multi-segi, karakteristik intinya adalah perspektif pribadi
yang mana "diri", "dirinya", atau "pusat kesadaran" dialami sebagai terpisah secara spasial dari
tubuh fisik (Metzinger, 2005). Pengalaman tersebut biasanya disebabkan dari peristiwa yang
menyebabkan traumatis, peristiwa spontan yang tidak terkontrol dan atau bisa disebabkan oleh
persepsi tubuh sendiri. Kesadaran saat out of body experience berada pada tingkat ekstrapersonal yang
harus melewati diri personal (body and mind). Seperti hal nya pengalaman supranatural dan pengalaman
metafisik terjadi dalam kesadaran ekstrapersonal yang belum mencapai pada batas kesadaran transpersonal.
Pada penelitian out of body experience terdahulu, banyak yang berfokus pada psychosis-related,
neuroticism, dan riwayat psikiatri serta peneliti melakukan experimen untuk mengetahui secara
langsung penyebab terjadinya out of body experience. Melalui pemahaman tentang out of body
experience (OBE), peneliti mencoba memahami dan menggali pengalaman yang mengalami OBE
serta sisi positif dari pengalaman tersebut. Beberapa penelitian di atas, memberikan gambaran
bahwa pengalaman out of body experience (OBE) disebabkan adanya sebab kejadian
meninggalkan tubuh fisik atau terjadi secara spontan dan tidak spontan. Beberapa individu yang
pernah mengalami out of body experience seperti Bob Peterson, memaknai pengalaman dunia
astral sebagai pemaknaan spiritualitas yang lebih tinggi dalam kehidupan. Seperti yang
dicantumkan dalam buku Bob Peterson mengenai kata-kata bijak menyatakan bahwa “Anda tidak
akan pernah menghargai kehidupan sebelum anda mati”. Sehingga dari pengalaman perjalanan
astral mungkin akan mampu menjadikan pengalaman yang berharga bagi nilai-nilai kehidupan
(Peterson, 2013).
METODE
Dalam penelitian ini, fokus peneliti adalah untuk mengetahui gambaran pengalaman, eksplorasi
dan memahami latar belakang seorang individu yang mengalami fenomena out of body experience
(OBE) serta memahami perspektif individu dalam memandang fenomena tersebut. Penelitian ini
menggunnakan pendekatan fenomenologis interpretatif yang mana bertujuan untuk memahami pengalaman hidup
manusia terkait indikasi kesadaran pengalaman manusia. Melalui pendekatan fenomenologis interpretatif, peneliti
bertujuan memberikan gambaran dan eksplorasi pengalaman menurut partisipan. Eksplorasi yang dijalankan
peneliti tersebut kemudian akan terarah pada penemuan eksistensi diri dari pengalaman partisipan. Dalam
menemukan eksistensi dari setiap pengalaman, partisipan dapat mampu memahami pengalamannya. Edmund
Husserl (dalam Raco, 2010), menjelaskan bahwa pemahaman manusia tentang sesuatu hal terjadi
karena adanya kesadaran (consciousness) akan indikasi tersebut, kesadaran akan sesuatu hanya
mungkin terjadi karena adanya keterarahan (intentionality) yang dapat membentuk kesadaran.
Penelitian ini melibatkan tiga orang partisipan yang dipilih berdasarkan teknik perposeful
sampling dengan kriteria sebagai berikut:
1. Warga Negara Indonesia
2. Individu yang telah mengalami out of body experience, seperti melihat “tubuh” di luar dari
“jiwa” nya karena kejadian peristiwa tertentu saat usia 18 hingga 40 tahun.
3. Bersedia menjadi partisipan penelitian dengan menandatangani informed concent yang telah
disepakati oleh partisipan.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam (indepth interview). Metode
analisis data yang digunakan adalah interpretative phenomenological analysis (IPA). Dalam
metode ini, menjalani proses analisis data menggunakan menurut Kahija (2007) yang diawali
dengan membaca transkrip berulang kali dan memahami pengalaman partisipan, membuat catatan
khusus atau memberikan komentar dari setiap dialog partisipan, membuat tema emergen yang
berasal dari transkrip yang sudah diberikan komentar eksploratoris. Selanjutnya ketika sudah
selesai menentukan tema emergen, peneliti membuat tema superordinat yang mana kumpulan
tema emergen, umumnya berjumlah banyak.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tema Induk Tema Superordinat


Interpretasi tentang out of body experience
Gambaran out of body Faktor penyebab sebelum terjadi out of body experience
experience Kesadaran saat out of body experience
Gambaran perbedaan waktu
Motif terbangun dari out of body
Dampak setelah mengalami Dampak negatif yang dialami
out of body experience Kondisi setelah mengalami kejadian
Cara mencari jawaban atas pengalaman yang dialami
Perolehan ekistensi diri Motif menenangkan diri setelah pengalaman yang dialami
Pemaknaan terhadap kehidupan
Pada penelitian ini, fenomena out of body experience menjadi bukti bahwa beberapa orang
mengalami sensasi kesadaran pada ambang batas. Kesadaran jiwa lebih tinggi tingkatnya daripada
kesadaran fisik karena kesadaran jiwa tidak mempergunakan sarana fisik yang terbatas
kemampuan serta usia (Tumanggor & Suharyanto, 2017). Pengalaman out of body sebagai
peristiwa spontan yang tak terkendali (Braithwaite dkk, 2011; Cardeña, 2005).

Out of body experience dapat dikaji dalam ilmu parapsikologi serta neuroscince. Faktor
pendorong mengalami out of body experience bisa melalui pengalaman lucid dream dan near
death experience. Pendorong mengalami out of body experience pada partisipan satu dan dua
termasuk dalam lucid dream, mengalami out of body sedang tertidur. Sedangkan pada partisipan
ketiga mengalami out of body termasuk dalam pengalaman near death yaitu disebabkan oleh
koma. Sebagian besar individu yang mengalami pengalaman out of body sering kali membuat
pernyataan yang sama dan menggambarkan out of body experience sebagai kenyataan yang sama
(Buhlman, 2001). Menurut ketiga partisipan memiliki pemahaman yang serupa dengan
merasakan keluarnya jiwa yang meninggalkan tubuh fisik dan berada pada dimensi lain. Hal ini
sejalan dengan definisi out of body experience menurut Green, 1968 yaitu sebagai perasaan
terpisah jiwa dari tubuh dan melihatnya dari luar.

Ketiga partisipan dapat memiliki kemampuan memproyeksikan dan menafsirkan sensorik yang
diperoleh selama out of body serta A, I, dan L dapat merasakan lingkungan luar tubuh dengan
sangat jelas bukan hanya visualisasi. Persepsi sensorik out of body experience dapat bergantung
pada kemampuan penerimaan sensorik yang dipelajari oleh otak, bukan kemampuan berfungsi
atau tidak berfungsi organ indra fisiki (Bruce, 1999). Tentunya untuk mencapai pemaknaan
kehidupan, ketiga pertisipan melalui lika-liku untuk menemukan makna dari setiap jawaban dan
proses menenangkan diri untuk menuju eksistensi diri. Untuk menuju eksistensi diri, manusia
melewati beberapa tahapan seperti emosi, imajinasi, dan kognisi (Alfaris, 2018). Penerimaan diri
pun sebagai kemampuan menerima semua hal kelebihan serta kekurangan yang dimiliki, sehingga
ketika mengalami sebuah peristiwa dapat mengambil sebuah pelajaran dengan berpikir logis,
makna dalam setiap kejadian tanpa menimbulkan perasaaan negatif (Hurlock, 2013).

Subjek #1 (A)

A meyakini bahwa out of body experience berkaitan dengan hal mistis dan pengaruh psikis.
Namun A lebih sangat meyakini pada hal mistis dengan kejadian yang dialami nya daripada
pengaruh psikis individu. A mempelajari ilmu kebatinan yang meyakini bahwa ada hal ghaib yang
tidak dapat di ukur oleh logika manusia. A mengalami out of body karena di jahili oleh seorang
dukun. Kesadaran akan perjalanan out of body A dirasakan hingga tiga hari berturut saat A tertidur
siang hari. Ketika tubuh A sudah lelah pulang kerja, jiwa A keluar dari tubuh fisiknya. A mulai
menyadari peristiwa tersebut ketika ia dapat melihat tubuhnya berbaring di tempat tidur,
sedangkan A berpikir bahwa hal tersebut sebuah mimpi. Namun ketika hari kedua mengalami
peristiwa yang sama, A menyadari bahwa bukan mimpi biasa dan jiwa A susah untuk kembali
pada tubuh fisik. Atas izin yang maha kuasa, pada hari pertama dan kedua, A dapat kembali
dengan perantara bayi penolong setelah A memanjatkan doa. Dan di hari ketiga, A dapat kembali
pada tubuh fisik dengan memerangi dukun yang menjahili jiwa nya dengan cara memanjatkan
doa dan meminta pertolongan dengan yang maha kuasa.

Kondisi A setelah mengalami peristiwa out of body adalah terkurasnya energi pada tubuh A yang
menyebabkan kelelahan jiwa dan sakit pada tubuh fisik. A memperoleh dampak negatif yang
dirasakan setelah mengalami out of body experience berupa rasa takut akan jiwanya tidak dapat
kembali pada tubuh fisik, merasa terganggu kehidupannya, serta merasakan tidak nyaman.
Dengan kejadian yang dialami A, hikmah yang dapat dipetik adalah jika membantu orang lain
harus melihat kapasitas diri, kemampuan diri. Jangan sampai ketika membantu orang lain justru
mencelakakan diri sendiri. A menyadari bahwa apapun keputusan yang diambil mendapatkan
resiko yang dialami. Maka dari itu, apapun resikonya A sudah siap dan mengetahui cara
meminimalisir resiko yang terjadi dalam setiap kejadian atau keputusan yang diambil.

Subjek #2 (I)

I meyakini bahwa out of body experience adalah perjalanan rasa yang dilewati secara sadar. Rasa
adalah pengalaman estetis yang beberda dengan emosi, dimana rasa dapat diperoleh dari
pengalaman-pengalamn rohani atau spiritual (Wiryomartono, 1993). Menurut I ketika sudah
mengalami fenomena out of body, individu yang sudah menyatu dengan sumber-Nya serta
keberadaan Tuhan ada pada dalam diri manusia. Pengalaman yang dirasakan oleh I seperti
perjalanan yang diperlihatkan bumi dan seisinya, diperlihatkan terbentuknya alam semesta dan
kisah yang belum diketahui oleh I. Kemampuan penglihatan dimensi lain memugkinkan untuk
melihat protektor lain, bentuk pikiran, makhluk astral, satwa liar, dan bahkan makhluk roh (Bruce,
1999).

Faktor penyebab out of body pada partisipan I dikarenakan autoscopy atau faktor psikologis yang
dirasakan. Di suatu moment I tertidur, ia merasakan jiwanya hidup di dunia mimpi, jiwa I dapat
melihat tubuh fisiknya. I menyadari bahwa jiwanya berada di luar tubuh fisiknya dan sedang
melakukan perjalanan. Kejadian yang I rasakan tidak hanya sekali duakali, namun I merasakan
cukup sering. Tidak ada motif mimpi yang berulang, cerita yang dialami oleh I random seperti
dapat masuk ke alam bawah sadar serta dunia spiritual.

Kondisi yang dirasakan oleh partisipan I mengalami ketakutan di judge dengan pikiran orang-
orang yang awam dengan peristiwa metafisik, merasakan kesepian karena tidak adanya teman
untuk bercerita terkait yang dialami. Peristiwa out of body berdampak pada kehidupan I, seperti
sulit tidur, mudah lelah, lemas nya tubuh karena telah ditinggalkan oleh jiwa, serta sulit
konsentrasi pada kehidupan yang mengakibatkan sering melamun dan tidak nyambung untuk
berinteraksi. Sehingga kehidupan I banyak penurunan dari kehidupan sebelum nya, malas untuk
bekerja dan hanya ingin istirahat saja.

Melalui kejadian yang dialami, I dapat mengambil sisi positif dari kejadian yang dialaminya
dengan mensyukuri hidup dapat merasakan nikmat yang diberikan oleh sang kuasa, menjalani
kehidupan, dan merasakan banyak hal pada dunia. I sudah dapat mengelola energi yang dirasakan
serta nyaman dengan hidupnya, I dapat memaknai kehidupan dengan merefleksikan diri. I dapat
belajar bijaksana dan tidak egois dengan dirinya. Seperti yang dinyatakan oleh Sartre bahwa
manusia bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. I pun menjadi pribadi yang bermanfaat bagi
masyrakat sekitar dengan belajar mencoba menjadi media penyerap energi negatif dan rasa sakit
yang dialami oleh orang-orang.

Subjek #3 (L)

Faktor yang menyebabkan partisipan L mengalamai out of body experience adalah karena
kecelakaan tunggal yang membuat L mengalami koma selama 3 hari. Ketika koma, L menyadari
bahwa jiwanya hidup dalam dunia lain dan tidak merakan perasaan apapun. L menyadari jiwanya
berada pada tempat luas, di padang pasir dan dapat mendengar suara orang berbincang dengan
jarak jauh yang tidak bisa L lihat sosoknya. L mencari jalan keluar dan mementa tolong tetapi
tidak dapat terdengar oleh orang-orang di luar sana. L hanya bisa memanjatkan doa agar selamat
dan dapat kembali. Saat di padang pasir, L dilihatkan reka adegan kecelakaan yang baru
dialaminya. Saat di alam bawah sadar, tubuh L kaku tidak bisa digerakan namun pikiran L masih
dapat berfungsi dengan baik dan membatin bahwa tidak seharunya L berada di ruang ICU. Setelah
3 hari L dapat terbangun dari koma nya, L merasakan ada yang menarik nya ketika berada di
padang pasir, L berpikir bahwa kerabatnya sedang menarik tubuh berusaha membangunkan L.
Namun tidak ada satupun kerabatnya yang menarik tubuh dan L dapat terbangun atas izin yang
kuasa yaitu Allah.

Kondisi yang didapatkan oleh L adalah merasakan trauma dari kejadian yang dialaminya serta
penyesalan dengan keputusan yang diambil saat remaja dan penyesalan karena telah
mengecewakan orang tuanya. Namun setelah kejadian yang dialami, L dapat bersyukur diberikan
kesempatan untuk hidup kembali setelah melalui koma dan masih diberikan kesehatan. L
berpendapat bahwa sebagai manusia suatu saat akan dipanggil oleh yang kuasa dan sebagai
makhluk harus menjadi pribadi yang baik. Sejalan dengan pendapat Sartre bahwa kematian adalah
batasan kebebasan manusia yang berada di luar eksistensi dan akan menjadi esensi (Hassan,
2000).

L meyakini bahwa Allah ingin menaikan derajat L dan melihat hamba lebih dekat dengan-Nya. L
merasakan bahwa pertolongan Allah begitu dekat. L berusaha untuk menjalani kehidupan dengan
keteguhan hati yang sabar, ikhlas dalam menjalani kehidupan, ingin lebih mendekatkan diri
kepada Allah serta memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti gagasan psikologi
trasnspersonal yang melihat manusia sebagai makhluk yang memiliki spiritual. Hikmah yang
dapat dipetik oleh L adalah bersabar dalam menjalani kehidupan, ketika mendapatkan musibah
bersabar dan ambil sisi positif nya, karena yang baik menurut manusia belum tentu baik bagi sang
kuasa.

KESIMPULAN
Dalam penelitian ini, fenomena out of body experience tentunya menjadi topik yang tidak umum
untuk masyarakat. Topik out of body tentunya memunculkan pro dan kontra persepsi yang
dimiliki masyarakat. Ketiga partisipan yakni A, I, dan L meyakini bahwa adanya pengalaman
metafisik seperti out of body serta ketiganya mengalami pengalaman tersebut. A pun memberikan
persepsi secara spesifik bahwasanya out of body berkaitan dengan hal mistis dan psikis seseorang.
Hal tersebut diyakini A dengan latar belakang A mempunyai ilmu kebatinan dan keluarga yang
memiliki ilmu tersebut. Berbeda dengan partisipan I yang meyakini bahsannya out of body
experience adalah perjalanan rasa yang diperoleh dari mimpi. Namun A dan I sama-sama
memahami bahwa out of body experience sebagai keluar nya jiwa dari tubuh fisik dan dapat
melihat lingkungan sekitar tubuhnya atau pada dimensi alam bawah sadar. dapat diketahui bahwa
out of body experience bisa dialami oleh beberapa faktor penyebab. Untuk dapat survive karena
telah mengalami pengalaman out of body tentunya tidak mudah. Ketiga partisipan mampu survive
dan menemukan eksistensi pemaknaan hidup.

A I L
Interpretasi Hal mistis 80%, Psikis
Perjalanan rasa. -
OBE 20%.
Penyebab Pengalaman emosioanal
Pengalaman mistis yang Koma dan
sebelum yang ter repress dan
didapatkan saat tertidur. pengalaman psikiatri.
OBE didapatkan saat tertidur.
Kesadaran
Mampu memproyeksikan peristiwa.
saat OBE
Waktu Di dunia nyata lebih lama dibandingkan dengan waktu pada dimensi lain.
Terbangun Melalui perantara bayi Jalan cerita selesai = Jiwa seperti ditarik
dari OBE penolong dan Bangun kembali. atau dibangunkan dan
memanjatkan doa. memanjatkan doa.
Dampak Tergangu dan tidak Merasa takut di judge, Mengalami trauma.
mengalami nyaman, serta kesepian, kurang fokus dan
OBE mengalami tidak enak sering melamun, merasakan
badan. kelelahan, cemas, dan sulit
untuk tidur.
Perolehan Melalui ilmu kebatinan Melalui journaling, validasi Melalui berceritta
Eksistensi dan validasi dari orangtua, dan research di pada kerabatnya, L
orangtua, A dapat berbagai bidang, I dapat dapat intropeksi dan
memperoleh makna belajar spiritualitas untuk muhasabah diri.
atau hikmah dari menenangkan diri, bisa Dapat melihat sisi
pengalamnya dengan lebih bijaksana dalam positif dari setiap
bersyukur masih memahami hidup, dapat kejadian, dan belajar
diberikan kesempatan bermanfaat bagi lebih kesabaran.
merasakan kehidupan masyarakat, self-aware,
kembali, dan lebih hati- serta bersyukur masih
hati dalam bertindak. diberikan nikmat
kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA
Alfaris, Ramadhana. (2018). Eksistensi diri waria dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat
kota. Widya Yurdika: Jurnal Hukum. Vol 1 (1). http://publishing
widyagama.ac.id/ejournalv2/index.php/yuridika/article/view/528/509
Braithwaite, J. J., Samson, D., Apperly, I., Broglia, E., & Hulleman, J. (2011). Cognitive
correlates of the spontaneous out-of-body experience (OBE) in the psychologically
normal population: Evidence for an increased role of temporal-lobe instability, body-
distortion processing, and impairments in own-body transformations. Cortex, 47(7),
839-853. https://doi.org/10.1016/j.cortex.2010.05.002
Braithwaite, J. J., Samson, D., Apperly, I., Broglia, E., & Hulleman, J. (2011). Cognitive
correlates of the spontaneous out-of-body experience (OBE) in the psychologically
normal population: Evidence for an increased role of temporal-lobe instability, body-
distortion processing, and impairments in own-body transformations. Cortex, 47(7),
839-853. https://doi.org/10.1016/j.cortex.2010.05.002
Bruce, Robert. (1999). Astral dynamics: a new approach to out of body experience. Hampton
Roads. https://issuu.com/johncc/docs/astral_dynamics_-_a_new_approach_to
Buhlmann, William. (2001). The secret of the soul. HarperCollins Publishers. ISBN: 0-06-
251671-X.
Cardeña, E. (2005). The phenomenology of deep hypnosis: quiescent and physically active.
International Journal of Clinical and Experimental Hypnosis, 53, 37–59.
https://doi.org/10.1080/00207140490914234
Endraswara, S. (2012). Filsafat ilmu: konsep, sejarah, dan pengembangan metode ilmiah. Buku
Seru.
Green, C. (1968). Out‑of‑the‑body experiences. Hamish Hamilton.
Hassan, Fuad. (1989). Berkenalan dengan eksistensialisme. Pustaka Jaya.
Hurlock, EB. (2013). Psikologi perkembangan, suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan
(terjemahan). Erlangga.
Metzinger, T. (2005). Out-of-body experiences as the origin of the concept of a ‘Soul’. Mind and
Matter,3(1), 57 – 84.
Peterson, Bob. (2013). Ilmu rogo sukmo: Out of body experience (Suparyakir: Penerjemah).
Kreasi Wacana.
Raco, J. R. (2010). Metode penelitian kualitatif. Grasindo.
Saliyo. (2018). Beragama rahmatan lilálamin: bersama mazhab psikologi transpersonal. PT.
LkiS.
Tumanggor dan Suharyanto. (2017). Pengantar filsafat untuk psikologi. PT Kanisius.
https://id1lib.org/book/5764943/fb0461
Wiryomartono, I.K. (1993). Usaha refleksi dalam alam pemikiran Jawa. PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai