Anda di halaman 1dari 3

Nama : Annisa Zaenab Nur Fitria

NRP : 150116057

RESUME

Paradigma Riset Kualitatif

1. Apa arti “posisi epistomologi peneliti” ?


Posisi epistemologi peneliti dicirikan sebagai seperangkat asumsi mengenai pengetahuan dan
keingintahuan. Hal tersebut dapat diketahui dengan jawaban terkait “apa dan bagaimana, hal
tersebut bisa kita ketahui”.

2. Apa yang paling anda pahami dari orientasi epostomology


A. Realist
Dalam epistemologi realist, peneliti berupaya menghasilkan pengetahuan yang
merefleksikan kebenaran sebagai sesuatu yang memang terjadi di dunia nyata. Peneliti
yang berusaha untuk menghasilkan pengetahuan jenis ini biasanya belajar mengenai
proses sosial atau proses psikologis. Contohnya pada proses sosial, mempelajari
tentang apa yang terjadi ketika anggota baru bergabung pada sebuah kelompok. Atau
pada proses psikologis mempelajari tentang bagaimana seseorang yang telah
kehilangan orang tua pada usia awal menjalani sebuah pendekatan yang intin dalam
sebuah hubungan. Pendekatan realis mengandaikan bahwa dunia dan apa yang terjadi
di dalamnya, bagaimana dan mengapa, dapat dipahami asalkan peneliti cukup terampil
untuk mengungkap pola, keteraturan dan struktur pengalaman serta perilaku yang
menjadi ciri keberadaan manusia. Sebuah pendekatan realis “critical” berbeda dengan
versi “naïve”, dalam versi ini berasumsi bahwa walaupun data kita dapat memberitahu
apa yang terjadi pada dunia nyata, hal tersebut tidak terbukti sendiri. Pendekatan realis
”critical” tidak menganggap bahwa data kita merupakan cerminan langsung dari apa
yang sedang terjadi di dunia (seperti gambar cermin). Sebaliknya, data perlu ditafsirkan
lebih lanjut untuk memahami tentang struktur dasar yang menghasilkan fenomena yang
sedang kita coba untuk ketahui. Contohnya, ketika kita ingin mengetahu mengapa
seseorang merekok, kita tidak hanya melakukan wawancara saja. Perlu data-data lebih
dalam mengenai faktor apa yang mengakibatkan orang tersebut merokok.

B. Phenomenologis
Phenomenological berfokus pada kualitas dan bentuk sebuah pengalaman
(seperti apa rasanya memiliki pengalaman itu). Hal ini bertujuan untuk memahami
pengalaman tersebut dibanding mengetahui apa yang sebenarnya terjadi atau apa yang
menyebabkan hal tersebut terjadi. Tidak masalah tentang apa yang dikatakan partisipan
adalah cerminan akurat dari apa yang terjadi sebenarnya karena dalam pendekatan ini
peneliti berfokus pada kualitas dan bentuk pengalaman itu sendiri. Misalnya, peneliti
ingin mengetahui pengalaman seseorang terkait proses perceraian. Seseorang tersebut
menganggap dirinya 'ditolak oleh seluruh dunia', terlepas dari apakah orang tersebut
benar-benar ditolak oleh setiap orang yang ditemuinya atau tidak. Tujuan dari jenis
penelitian ini adalah untuk bisa sedekat mungkin dengan pengalaman seseorang, dan
masuk ke dalam dunia pengalaman mereka dengan melangkah ke posisi mereka dan
melihat dunia melalui mata mereka. Penelitian phenomenological berasumsi bahwa ada
lebih dari satu ‘dunia’ yang dapat dipelajari karena dari sudut pandang phenomenological
, apa yang nampanya terjadi pada peristiwa yang “sama” dapat dialami dengan berbagai
cara, sehingga terdapat banyak (pengalaman) di dunia sesuai dnegan banyaknya
individu.
Pendekatan phenomenological berkisar pada variasi “descriptive” sampai
“interpretive”. Descriptive phenomenological berfokus pada penangkapan pengalaman
“persis seperti apa yang dialamani, tidak ditambah atau dikurangi”. Contohnya, ketika
peneliti ingin mengetahui pengalaman seseorang ketika “menjadi terkejut”. Peneliti akan
mencari bagaimana karakteristik orang yang terkejut dan bagaimana rasanya ketika
“menjadi terkejut”. Hal itu dianalisis melalui data-data yang telah diperoleh. Interpretive
phenomenological berbeda dari descriptive karena tidak hanya memperhitungkan
pengalaman sepenuhnya sesuai dengan “nilai nominal”, sebagai gantinya juga berusaha
untuk memahami makna dari pengalaman tersebut dengan cara melangkah keluar dan
melihat makna yang lebih luas (sosial, budaya, psikologis).

C. Social Constructionist
Jenis pengetahuan ini bukanlah pengetahuan tentang dunia atau pengetahuan
tentang keadaan yang sebenarnya, atau bahkan bagaimana hal tersebut terjadi pada
individu, melainkan pengetahuan tentang proses dimana “pengetahuan” tersebut
pertama kali dibangun pada suatu tempat. Contohnya, peneliti ingin menganalisis
tentang bahasa yang digunakan dalam sebuah dokumen kebijakan untuk memahami
bagaimana sesuatu seperti “perilaku anti sosial” dibangun dalam dokumen-dokumen
tersebut. Melalui sudut pandang social constructionist ketika seseorang mengatakan
tentang pengalaman mereka, mereka tidak hanya mendeskripsikan kenyataan yang ada
(seperti yang diasumsikan pendekatan fenomenologis) atau memberikan informasi
tentang proses sosial atau psikologis (seperti pendekatan realis), sebaliknya pendekatan
ini memberikan informasi tentang bagaimana proses sosial itu terjadi dengan
membicarakan mengenai “sesuatu” tersebut yang disebarkan oleh seseorang yang
bersangkutan dan dengan konsekuensi bagi mereka yang terpengaruh. Perspektif social
constructionist sering digambarkan sebagai relativist karena menolak gagasan bahwa
objek, peristiwa, bahkan pengalaman mendahului dan menginformasikan deskripsi kita
tentang hal tersebut. Perspektif social constructionist menggantikan gagasan “deskripsi”
dengan “konstruksi” karena berpendapat bahwa bahasa adalah bentuk aksi sosial yang
mana membangun versi realitas untuk tujuan tertentu. Dengan kata lain, bahasa lah yang
membangun realitas bukan realitas yang menentukan bagaimana kita membahas atau
membicarakannya.

PUSTAKA ACUAN
Willig, C. (2013). Introducing Qualitative Research In Psychology. New York, USA: MC Graw Hill
Education.

Anda mungkin juga menyukai