Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PENEGAKAN HUKUM YANG TIDAK ADIL


(Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan)

Disusun Oleh:
1. Andvendi Galeh Lenan (220810201110)
2. Devia Amanda (220210301014)
3. Helmina An Najwa. Q. (220210205024)
4. Ayu Anjani Nur. R. (220810201054)
5. Ahsan Akhmad Widyatama (220810301081)

KELOMPOK 07
KELAS 23

Dosen Pengampu:
Dr. Niken Widya Palupi, S.TP., M.Sc

MATA KULIAH UMUM


PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan 1945makalah yang berjudul “Penegakan Hukum yang
Tidak Adil” ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak, Dr. Niken Widya Palupi, S.TP., M.Sc
selaku dosen mata kuliah umum Pendidikan kewarganegaraan yang telah membimbing
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tersebut. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya karena sepenuhnya kami
menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 30 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................1
1.3 Tujuan Penilitian............................................................................................................1
1.4 Manfaat Penilitian..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................2
2.1 Kasus yang Diangkat.....................................................................................................2
2.2 Sumber Informasi..........................................................................................................2
2.3 Pasal yang Dikenakan....................................................................................................2
2.4 Mengapa Kasus Itu Tidak Adil......................................................................................2
2.5 Jenis Hukuman..............................................................................................................3
BAB III PENUTUP ..........................................................................................................4
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................5
3.2 Saran..............................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut UUD Negara Republik Indonesia bahwa Indonesia merupakan negara
hukum. Negara hukum yang dimaksud disini adalah negara yang menegakkan kebenaran
dan keadilan. Penegakan hukum di Indonesia saat ini dimaknai sebagai proses dan upaya
pelaksanaan kesepakatan hukum yang mengarah pada penyelesaian kasus dan penuntutan
yang selalu dilakukan secara demokratis dan terbuka serta menjunjung tinggi hak asasi
manusia. Hal ini menjadi sangat penting mengingat banyaknya pihak yang terlibat mulai
dari masyarakat hingga instansi pemerintah ikut dalam proses penegakan hukum. Proses
penuntutan itu sendiri tidak terlepas dari jaminan sistem hukum nasional yang visioner
untuk menangkal atau menjadi benteng pertahanan terhadap kejahatan yang terus
meningkat. Selain sistem hukum dalam negeri yang baik, lembaga penegak hukum juga
erat kaitannya dengan aparat penegak hukum yang dapat menegakkan hukum secara
profesional. Aparat penegak hukum Indonesia terdiri dari beberapa lembaga independen:
kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Kehakiman. Selain diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, fungsi dan
kewenangan masing-masing negara juga diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang khusus mengatur badan-badan tersebut.

Lembaga penegak hukum bertujuan untuk meningkatkan ketertiban sosial dan


kepastian hukum. Hal ini antara lain didasarkan pada sistem kerjasama yang baik, yang
mengatur fungsi, tugas dan wewenang badan-badan yang diserahi tugas penegakan
hukum sesuai dengan ruang lingkupnya masing-masing dan mendukung tujuan yang
ingin dicapai. Organisasi penegak hukum juga menjadi semakin kompleks dan sangat
birokratis dalam masyarakat rasional modern, dengan tingkat spesialisasi dan diferensiasi
yang tinggi, sehingga kecanggihan masyarakat penegak hukum mempengaruhi pola
penegakan hukum.

1.2 RUMUSAN MAKALAH


1. Apa kasus yang diangkat?
2. Darimana asal sumber informasi tersebut?
3. Apakah pasal yang dikenakan pada kasus tersebut?
4. Mengapa menurut saudara kasus itu tidak adil?
5. Apa jenis hukuman yang tepat untuk kasus tersebut?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengetahui kasus apa yang diangkat.
2. Untuk mengetahui asal sumber infomasi.
3. Untuk mengetahui pasal apa yang dikenakan kasus tersebut.
4. Untuk mengetahui mengapa kasus itu tidal adil.
5. Untuk mengetahui jenis hukuman yang tepat untuk kasus tersebut.

1.4 MANFAAT PENELETIAN


Memberikan pemahaman bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu hukum pada khususnya terutama hukum pidana serta dapat memberikan informasi
kepada pembaca mengenai adanya perlindungan hukum terhadap korban dan pelaku
tindak pidana kasus pembegalan.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KASUS YANG DIANGKAT


Kembali terjadi kasus kriminalisasi atas pembelaan diri yang menyebabkan hilangnya
nyawa seseorang. ZA (17) Yang merupakan seorang pelajar di Malang telah divonis
bersalah dan di tuduh melakukan penganiayaan yang berdampak kematian (Pasal 351
ayat 3 KUHP) dan oleh Pengadilan Tinggi Negeri Kepanjen dijatuhi hukuman pidana
pembinaan 1 tahun penjara sesuai UU Peradilan Anak. Menurut hakim ZA telah terbukti
menusuk yang menyebabkan hilangnya nyawa seorang begal yang bernama Misnan(35).

Penusukan berawal ketika komplotan Misnan menghadang ZA yang berboncengan


dengan teman perempuanya (8/9/2019). Mereka kemudian meminta paksa barang
berharga dan memperkosa teman ZA. Demi membela diri dan menyelamatkan temanya,
ZA terlibat perkelahian berbekal pisau yang diambil dari jok motornya, hingga akhirnya
bagian dada Misnan tertusuk. Anggota komplotan lainya kemudian kabur dan Misnas
ditemukan tewas esok harinya.

2.2 SUMBER INFORMASI


Dilansir oleh detik.com, 30 Januari 2020. Seorang pelajar malang membela diri dari
begal dipidana selama 1 tahun.

2.3 PASAL YANG DIKENAKAN


Hakim menyatakan bahwa ZA menjadi tersangka atas penusukan kepada seorang
begal hingga membuat begal tersebut meninggal. Pengadilan Negeri Kepanjen akan
memberikan hukuman pidana pembinaan dalam kurun waktu satu tahun kepada ZA
sesuai dengan UU Peradilan Anak dan Pasal 351 ayat 3 KUHP.

Akan tetapi, pada Pasal 20 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak menjelaskan bahwa jika tindak pidana dilakukan oleh anak yang
belum genap 18 tahun maka akan diajukan terlebih dahulu ke sidang anak, baru jika
umurnya sudah lebih dari 18 dan belum sampai berumur 21 tahun, maka bisa diajukan ke
sidang pengadilan.

2.4 MENGAPA KASUS ITU TIDAK ADIL


Dikatakan tidak adil bahwasanya KUHP yang digunakan itu tidak relevan dengan
KUHP yang tercantum. Dapat kita lihat di dalam pasal 49 KUHP ayat 1 dan 2 tentang
pembelaan terpaksa yang berbunyi barang siapa melakukan perbuatan yang terpaksa
dilakukannya untuk mempertahankan dirinya atau diri orang lain mempertahankan
kehormatan atau harta benda sendiri atau kepunyaan orang lain dari kepada seseorang
yang melawan hak dan merancang dengan segera pada saat itu juga tidak boleh dihukum
bahkan jika perbuatan itu dengan sekelompok dilakukan karena perasaan terguncang
dengan segera pada saat itu juga tidak boleh dihukum. Padahal pandangan ini telah diakui
oleh hukum pidana bahwa seseorang itu memang dianggap berhak untuk melakukan
sesuatu perbuatan tertentu sebagai bentuk pembelaan terpaksa.

iv
2.5 JENIS HUKUMAN
Kejahatan adalah suatu perbuatan yang terjadi atau sangat tidak diinginkan terjadi
dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa tindak pidana masih terjadi dan dilakukan
secara terorganisasi dalam diri individu, kelompok atau masyarakat. P. A. F. Lamintang  juga
menyatakan dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Pidana Indonesia bahwa kejahatan yang
terdapat dalam hukum pidana secara umum dapat diubah menjadi unsur-unsur yang pada
dasarnya dapat dibedakan menjadi dua jenis: unsur subjektif dan unsur objektif.
Unsur subjektif berarti yang melekat, berkaitan, atau terkandung dalam diri pelaku, yaitu
terkandung dalam pikirannya (hal. 193). Dengan unsur obyektif kejahatan seseorang
memahami keadaan di mana unsur kejahatan itu, perbuatan pelaku harus dilakukan.
Unsur subjektif dari kejahatan adalah disengaja atau tidak disengaja dalam arti pasal
53 ayat (1) KUHP, eksperimen atau pose yang disengaja, pencurian, penipuan, pemerasan
dengan berbagai maksud atau penipuan yang didefinisikan dalam Undang-undang kejahatan,
pemalsuan, dll., perencanaan awal atau voorbedachte raad termasuk dalam delik pembunuhan
berencana menurut pasal 340 KUHP, ketakutan atau delusi termasuk dalam rumusan
kejahatan menurut pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur obyektif dari suatu tindak pidana adalah sifat pelanggaran, atau karakter
pelaku, yang bukan keduanya, misalnya, "negara sebagai pejabat publik" dalam layanan
publik atau "negara sebagai manajer atau agen perseroan terbatas" dalam pelanggaran
menurut pasal 398 KUHP.; Hukum Pidana, kausalitas, yaitu hubungan antara tindakan
sebagai sebab dan kenyataan sebagai akibat. Hal ini memudahkan untuk mengidentifikasi
pelaku kejahatan, yang dapat dihukum dan dimintai pertanggung jawaban atas tindakan
mereka. Tapi bagaimana jika korban kejahatan menjadi penjahat, seperti siswa SMA
berinisial ZA yang membunuh begal yang mencoba merampok sepeda motornya dan
mengancam akan memperkosa pacarnya? Bepergian dengan ZA. Berdasarkan informasi ZA
sendiri, dia membunuh Misnan, penyerang perampokan, dengan pisau yang dia simpan di jok
sepeda motornya, karena saya membutuhkannya untuk mata pelajaran kerajinan di sekolah.
Kasus ini ditindak lanjuti oleh Pengadilan Negeri Kepangjen Provinsi Jawa Timur, dan
kontroversi publik dihindari oleh keputusan jaksa dari proses pengadilan terbuka ZA. ZA
dinyatakan bersalah berdasarkan KUHP berdasarkan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Darurat No. 12 tahun 1951 dan pasal351 ayat (3) KUHP karena memiliki senjata tajam yang
tidak dimaksudkan untuk digunakan tanpa izin. Berdasarkan pertimbangan di atas, Hakim
Pengadilan Negeri Kepanjen dengan Putusan No. 1/Pid.Sus-Anak/2020/PN Kpn.

v
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tindak pidana yang dilakukan seseorang yang sedang dalam bahaya dengan cara
melakukan Pembelaan diri atau pembelaan wajib menurut ketentuan Pasal 49 KUHP.
Korban perampokan terlibat dalam hukum pidana, pembelaan diri Pelaku perampokan tidak
dihukum, penentang dihukum Seseorang yang melakukan kejahatan dengan alasan
penghapusan kejahatan yang dapat mengurangi hukuman Pembelaan wajib harus memenuhi
unsur-unsur pertahanan wajib, yaitu (1). memiliki Tindakan (2). adanya ilegalitas, (3).
Kemampuan untuk bertanggung jawab (4). diancam dengan tuntutan pidana atau hukuman
pidana. Perlindungan hukum bagi pelaku pembelaan paksa Dikandung dalam Pasal 49 KUHP
dan melalui penyidikan di sidang pengadilan dengan alat bukti dan keterangan sesuai dengan
Pasal 184 KUHAP. seseorang yang dapat mengurangi hukuman atau membela penyebab
penghapusan kejahatan bersalah dengan paksa. Untuk anak-anak yang bersalah atas
perampokan, mereka akan diadili Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Anak. Hukuman berada di tangan hakim, hakim dengan kekuatan
untuk memberikan putusan Identifikasi pelaku menurut pertimbangan dalam proses
penyelidikan, evaluasi, dan pengambilan keputusan.

3.2 SARAN
Pertama, hakim sebagai penegak hukum perlu lebih memperhatikan pihak-pihak
yang menawarkan pembelaan wajib. Selain itu, ketika menyaksikan tindak pidana
perampokan, masyarakat harus berani membela diri dengan membela diri untuk
mempertahankan hak-hak yang harus mereka bela. Terakhir, dalam kasus tindak pidana,
pengacara pembela wajib menyampaikan kasus sebenarnya dari kejahatan yang dilakukan
kepada aparat penegak hukum.

vi
DAFTAR PUSTAKA
https://hukum.ubaya.ac.id/membunuh-begal-dan-pembelaan-darurat/ (Di akses pada tanggal
27 September 2022, 11.31)
https://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/363-sekilas-tentang-sistem-peradilan-
pidana-ana ( Di akses pada tanggal 30 September 2022, 22.11)
https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/juwarta/article/view/349/342# (Di akses pada
tanggal 20 Oktober 2022, 08.34)
http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/view/74/226 ( Di akses pada
tanggal 20 Oktober 2022, 08.38)

vii

Anda mungkin juga menyukai