HAUSU
KERTAS KARYA
DIKERJAKAN :
NIM : 062203028
FAKULTAS SASTRA
2009
Wuri Handayani Simamora : Mandailing Natal Chiki No Kasutamu Hausu, 2009.
MANDAILING NATAL CHIKI NO KASUTAMU HAUSU
KERTAS KARYA
DIKERJAKAN :
O
L
E
H
WURI HANDAYANI SIMAMORA
NIM : 062203028
Kertas Karya Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas
Sastra USU Medan. Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Diploma III Dalam Bidang
FAKULTAS SASTRA
2010
puji bagi Allah SWT, yang telah memberi Anugerah dan Rahmat-nya kepada Penulis
sehingga dapat menyelesaikan studi dan kertas karya ini untuk melengkapi syarat mencapai
gelar Ahli Madya pada Universitas Sumatera Utara. Adapun judul kertas karya ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kertas karya ini tidak akan lepas dari
kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penyajian kalimat, penguraian materi dan
pembahasan masalah. Karenanya Penulis dengan tulus hati mengharapkan segala saran dan
kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan kertas karya ini.
Dalam kertas karya ini Penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak
yang cukup bernilai harganya. Untuk itu Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Syaifuddin, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum, selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa
5. Seluruh staf Pengajar Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara.
dukungan baik moral maupun materil sampai studi saya ini selesai.
8. Dan buat teman-teman saya Ana, Kharina, Suci serta teman-teman semua jurusan
Bahasa Jepang yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih atas
bantuannya.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih untuk semua bantuan dan
dukungannya selama ini. Mudah-mudahan kertas karya ini berguna dan bermanfaat
Penulis
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………….……………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………iii
BAB I : PENDAHULUAN
2.2 Kepercayaan…………………………………………..………….5
2.4 Penduduk…………………………………………….….………..7
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………17
4.2 Saran…………………………………………………………………..19
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam daerah, suku, seni,
budaya, adat istiadat, serta bangunan-bangunan rumah adat sebagai cirri khas daerah itu sendiri.
Salah satunya adalah daerah Mandailing Natal yang terdapat di Indonesia. Sama seperti daerah-
daerah lainnya Mandailing Natal juga memiliki ciri khas yaitu dalam bentuk bangunan-bangunan
adatnya.
Daerah Mandailing Natal juga mempunyai beberapa bentuk bangunan rumah adat
diantaranya Bagas Godang dan Sopo Godang. Karena itu Penulis sangat tertarik untuk
ini karena memiliki keunikan dan cirri khas daerah itu sendiri.
3. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dari Program Diploma III Jurusan
Dalam kertas karya ini Penulis hanya membahas tentang bangunan-bangunan daerah
Mandailing Natal. Jenis-jenis serta fungsi dari bangunan adat itu sendiri.
Untuk penulisan kertas karya ini Penulis menggunakan metode kepustakaan, yaitu metode
mengumpulkan data atau informasi dengan membaca dan mencari bahan-bahan referensi yang
berhubungan dengan tema kertas karya ini. Data-data tersebut di analisa dan diringkas ke setiap Bab
Sumatera Utara berbatasan dengan Sumatera Barat bagian paling Selatan. Kabupaten
Mandailing Natal ini terletak pada 10-50 LU dan 98-100 BT. Mempunyai ketinggian 0-
2.145 M diatas permukaan laut. Luas wilayah kabupaten Madina +/- 662.070 km atau
Sebelum Mandailing Natal ini jadi sebuah kabupaten wilayah ini masih termasuk wilayah
kabupaten Tapanuli Selatan. Tapi setelah terjadi pemekaran pada tahun 1999 maka
dibentuklah kabupaten Madina atau Mandailing Natal ini yang berpusat di Panyabungan.
Kabupaten Mandailing Natal juga terdiri dari 23 kecamatan dan 386 desa atau kelurahan
bermuara ke Samudera India diantaranya : Sungai Batang Gadis 137,5 km, yang sekarang
digunakan sebagai PLTA. Sungai Siulangaling 46,8 km, Parlampungan 38,72 km,
Tabuyung 33,46 km, Batahang 27,91 km, dan Sungai Kunkun 27,26 km. keberadaan
sungai-sungai itu membuktikan bahwa daerah kabupaten Mandailing Natal adalah daerah
2.2 Kepercayaan
Orang Mandailing Natal hampir 80% penganut agama islam dan 20% lainnya
penganut agama Kristen, Hindu, dan Budha. Oleh karena itu agama Islam sangat besar
pengaruhnya dalam pelaksaan upacara adat. Bahkan dalam upacara-upacara kematian dan
hokum waris sebahagian besar diantara mereka hanya memakai hukum islam.
ibadat) yang artinya adat dan ibadah tidak dapat dipisahkan, adat tidak boleh bertentangan
dengan agama islam. Jika dalam upacara adat ada hal-hal yang mengganggu dengan
Boleh dikatakan juga hukum adat Mandailing Natal adalah hukum adat yang telah
menyesuaikan diri dengan hukum islam. Karena itu ketika berjalan di jalan pinggir kota
Mandailing Natal ini kita akan menjumpai banyak bangunan-bangunan mesjid yang megah
dan berdiri kokoh yang terdapat di pinggir-pinggir jalan menuju Mandailing Natal ini.
pesantren terkenal yang ada di sana yaitu Pesantren Modern Jalan Lidang dan Purba Baru.
Kedua pesantren ini juga mempunya keunikan-keunikan tersendiri seperti Purba Baru, kita
akan menemukan beberapa pondok kecil yang digunakan sebagai tempat tinggal santri laki-
Sesuai dengan keadaan alamnya mata pencaharian masyarakat Mandailing Natal ini
adalah bertani dan berkebun sesuai dengan alamnya yang bergunung-gunung. Dan adanya
Perkebunan Rakyat, Perkebunan Karet, Perkebunan Kulit Manis dan di tambah dengan
Selain itu masyarakat Madina ini juga mempunyai mata pencaharian sebagai Pendulang
Emas yang berada di aliran Sungai Batang Gadis yang sekarang sudah dijadikan sebagai
Taman Nasional Batang Gadis ini merupakan salah satu sungai yang terkenal di
daerah ini. Karena adanya Taman Nasional ini mereka sangat tergantung dengan
ketersediaan air dan keseimbangan alam agar lahan pertanian mereka bisa menghasilkan
Madina adalah kota paling padat penduduknya Kabupaten Tapanuli Selatan dengan
jumlah penduduk 413.750 jiwa. Penduduk asli Kabupaten Madina terdiri dari dua etnis :
Kabupaten Mandailing Natal ini terdiri dari suku atau etnis sebagai berikut :
Mandailing Minang, Jawa, Batak, Nias, Melayu, dan Aceh. Namun etnis mayoritas adalah
etnis Mandailing 80,00%, etnis Melayu Pesisir 7,00%, dan etnis Jawa 6,00%. Etnis
Mandailing sebahagian besar mendiami daerah Mandailing Natal. Sedangkan etnis Melayu
dan Minang mendiami daerah Pantai Barat. Kabupaten Madina juga terdiri dari 23
kecamatan dan 386 desa atau kelurahan yang mempunyai jumlah penduduk laki-laki
203.565 jiwa atau 49,20% dan jumlah penduduk perempuan 210.185 jiwa atau 50,80% dan
Menurut penelitian sejarah maupun bidang Antropologi, manusia sejak awal telah
mengenal tempat tinggal berupa gua-gua ataupun bangunan yang sangat sederhana sebagai
tempat perlindungan. Sesuai dengan perkembangan zaman, bangunan rumah atau tempat
perlindungan yang sederhana itu lambat laun mengalami perubahan dalam segi bentuk,
ukuran, fungsinya, pemakaian bahan bangunan yang lebih baik dan tahan lama, serta
Bahan bangunan yang berkualitas dan tahan lama itu, serta di iringi bentuk
bangunan yang Nampak lebih anggun dan di sertau juga memiliki ciri-ciri daerah setempat,
membuat bangunan lebih indah serta berkepribadian cirri khas daerah. Bagi warga
setempat, menganggap bangunan yang memiliki cirri khas daerah itu harus di agungkan
terhadap kemajuan berfikir manusia, bangunan sebagai tempat hunian akan mengalami
perubahan dalam segi bentuk, pola, keindahan, pemakain bahan. Disamping pengaruh
bentuk bangunan tradisional tidak mengalami pengaruh dan tetap mempertahan identitas
sepanjang waktu.
merupakan warisan peninggalan lama yang dihuni secara turun temurun diman bangunan
tersebut dilengkapi lambing-lambang adat sebagai suatu lambing keagungan dan kebesaran
dari suatu tatanan adat istiadat dan kehidupan social di daerah itu sendiri yang masih terikat
kepada kebiasaan-kebiasaan lama yang secara turun temurun tidak pernah memngalami
perubahan.
Oleh Karena itu bangunan adat juga dinamakan sebagai bentuk bangunan
tradisional. Karena kata tradisi dapat di artikan sebagai pewarisan atau penerusan norma-
norma adat istiadat ataupun pewarisan budaya yang turun temurun dari generasi kegenerasi.
bangunan adat. Masalah bentuk atau corak bangunan adat tersebut, tergantung dari pola
Pada zaman dahulu di setiap daerah yang telah memiliki hukum adat dan tata
pemerintahan daerah, telah di atur siapa tokoh yang bertugas merancang dan membangun
rumah adat. Tokoh yang diberi wewenang sebagai perancang rumah adat ini, dapat
menentukan bagaimana bentuk dan pola banguan dengan segala unsur pendukungnya yang
sesuai dengan perilaku adat yang sudah ditetapkan di suatu daerah atau desa.
Para pimpinan adat dan pimpinan desa, tinggal mengawasi dan menyetujui apa yang
telah dirancang oleh ahli bangunan tersebut. Kepercayaan penuh telah dilimpahkan
kehidupan dan tatanan sosial dan adat istiadat dari masyarakat yang memiliki bangunan.
adat berupa gambar-gambar hiasan, baik yang bercorak gambar manusia, binatang maupun
lambang-lambang.
Lambang tersebut,mewakili satu jenis simbol adat. Sehingga berapa macam adat,
sebegitu pula banyaknya simbol yang diciptakan. Maka, tidak mengherankan apabila
sebuah bangunan rumah adat sarat pesan-pesan adat maupun perilaku kehidupan
masyarakatnya.
Dari penjelasan di atas pengertian rumah adat ini dapat disebutkan bahwa setiap
rumah adat adalah merupakan suatu bangunan tempat tinggal (biasanya tempat Raja adat
maupun pewarisnya), dimana bangunan adat ini merupakan suatu simbol adat dan hukum
adat yang dilandasi oleh falsafah hidup masyarakatnya (di daerah Batak disebut falsafah
Dalihan Na Tolu).
Jenis bangunan adat yang ditemukan di daerah Mandailing, pada umumnya terdiri dari
1. Bagas Godang
Bagas Godang adalah banguan yang memiliki bentuk empat persegi panjang yang
memiliki atap seperti atap pedati yang terbuat dari ijuk, itu disebabkan karena wilayah di
daerah Mandailing Natal ini khususnya daerah Sibinggor pada umumnya dekat dengan
kawah gunung Sorik Merapi yang banyak mengandung belerang. Sehingga jika
mereka memakai atap yang terbuat dari seng maka atanya akan cepat berkarat. Selain itu
Bagas Gdang adalah rmah tinggi yang memiliki kolong, dan memiliki 7-9 anak tangga.
2. Sopo Godang
Sopo Godang adalah sebuah bangunan yang bentuknya empat persegi panjang
menyerupai bentuk Bagas Godang tapi lebih kecil, terbuka dan tidak memilki dinding,
sedangkan tingginya lebih rendah dari Bagas Godang. Terletak di depan Bagas Godang.
Dari segi fungsi bangunan, masing-masing jenis bangunan memiliki fungsi sendiri-sendiri
tetapi saling berhubungan artinya tidak lepas dari makna simbolik sebagai rumah adat.
Rumah adat Mandailing Natal memiliki arsitektur yang sangat khas. Karena itu
dilihat dari fungsi bangunannya, memiliki fungsi masing-masing tetapi masih saling
berhubungan seperti :
yang berada/bertempat tinggal di satu kampung (marga). Yang artinya bahwa kampung
tersebut telah memiliki satu kesatuan adat istiadat yang dilengkapi oleh orang-orang yang
di tuakan (namora natoras), keluarga semarga (kahanggi), keluarga pihak menantu (anak
Disamping itu, bangunan adat juga berfungsi sebagai tempat berkumpul dalam kerja
adat, tempat perlindungan bagi setiap anggota masyarakat yang mendapat gangguan bahaya
dari luar. Bagas Godang memiliki struktur bangunan yang sangat khas yaitu memiliki
empat persegi panjang memakai atap seperti atap pedati yang disebut “tarup”. Rumah
tinggi pakai kolong dan memilki 7 atau 9 anak tangga, memiliki pintu depan yang sangat
lebar dan mengeluarkan bunyi yang sangat keren apabila dibuka seperti Gajah yang
mengaum.
Diatas pintu utama ada ornament matahari yang sedang bersinar. Ini merupakan symbol
perilaku alam lingkungan. Atap di atas tangga memiliki bentuk segitiga dengan hiasan
ornament yang mempunyai arti yang hanya dapat dibaca oleh orang arif. Tetapi badan
bangunan Bagas Godang tidak beda dengan bangunan biasanya yaitu memiliki ruang
alat kesenian seperti Gordang Sambilan, Gendang (ogung), tempat musyawarah adat, dan
tempat memutuskan suatu masalah dalam adat atau hukum. Dan di samping itu juga
berfungsi sebagai tempat tamu luar yang akan bermalam, tempat acara kesenian atau tortor.
Bangunan Sopo Godang ini biasanya berada di depan bangunan Bagas Godang.
Sopo Godang ini juga disebut “Sopo Siorancang Magodang” karena gedung ini
Mandailing Natal tumbuh menjadi penganut demokrasi sejati, karena semua yang
diputuskan raja harus melalui musyawarah mufakat. Hali ini digambarkan pada ornament
berbentuk segitiga yang disebut “bindu” yang merupakan lambing dari dalihan na tolu yang
Bila Sopo Godang telah berdiri, maka raja wajib memotong kerbau untuk
meresmikan yang disebut “Mambongkot Sopo Godang”. Sopo Godang adalah lambing
demokrasi yang perlu dipertahankan. Selama Sopo Godang berdiri kokoh dan keputusan-
keputusannya dipatuhi rakyat, masyarakat akan aman, tentram dan sejahtera karena tatanan
Jika Sopo Godang rubuh baik fisik maupun fungsinya maka sejak itulah masyarakat
bernegara yang telah tertuang dalam hukum adat daerah Mandailing Natal berangsung-
rumah adat tersebut Bagas Godang memiliki ukuran yang lebih besar dan indah, serta
Sedangkan bangunan Sopo Godang memiliki bentuk dan struktur bangunan yang
lenih kecil dan sederhana. Kadang-kadang tidak semua badan bangunan dittutupi oleh
dinding kecuali ruang penyimpanan alat-alat kesenian. Bukan hanya perbedaan yang dapat
kita temukan tetapi persamaan juga dapat kita temukan pada bangunan Bagas Godang dan
Sopo Godang. Persamaannya dapat kita temukan dibagian pola bentuk atapnya serta
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Umumnya bangunan rumah adat selalu ada dalam setiap daerah. Bangunan atau
disebut juga arsitektur, merupakan unsure budaya yang tumbuh dan berkembang bersamaan
dengan kehidupan manusia di ala mini. Wilayah Nusantara yang memiliki berbagai ragam
budaya dan seni, telah memberikan suatu perkembangan kebudayaan Nasional yang
memiliki cirri khas Indonesia. Salah satu bentuk cirri khas kebudayaan tersebut adalah
Panyabungan, kecamatan Kotanopan, dan Muara Sipongi. Dan disini Penulis hanya
mengambil ulasan dari bangunan rumah adat di daerah Mandailing Natal khususnya
Panyabungan.
Bangunan rumah adat daerah Mandailing Natal sangat bekaitan dengan masyarakat
yang mendiami satu daerah yang memiliki rumah adat tersebut. Karena masing-masing
fungsi bangunan memiliki fungsi sendiri dan tidak terlepas dari makna simbolik sebagai
rumah adat. Bangunan rumah adat daerah Mandailing Natal memiliki 2 jenis yaitu :
2. Sopo Godang
Bagas Godang memiliki fungsi sebagai bangunan yang diadatkan oleh masyarakat
yang mendiami satu desa/kampung, dan juga berfungsi sebagai tempat berkumpul dalam
kerja adat, dan tempat perlindungan bagi setiap anggota masyarakat yang mendapat
kesenian seperti : Godang Sambilan, Gendang (ogung), tempat musyawarah adat, dan juga
berfungsi sebagai tempat tamu luar yang akan bermalam dan tempat acara kesenian dan
tortor. Itulah sebabnya orang-orang Mandailing Natal tumbuh menjadi penganut demokrasi
sejati karena semua yang diputuskan Raja harus melalui musyawarah mufakat.
4.2 Saran
Mandailing Natal merupakan wilayah yang memiliki ciri khas daerah dan
masyarakat yang sangat menjunjung tinggi dan menghormati adat istiadat di daerahnya.
Daerah Mandailing Natal juga memiliki Bangunan rumah adat yaitu Bagas Godang dan
Sopo Godang. Bangunan ini sangatlah unik dilihat dari segi bentuk dan ornament.
Oleh karena itu kita sebagai kawula muda Mandailing Natal (MADINA) agar dapat
mengenal Jati dirinya sebagai orang Mandailing Natal dan dapat melestarikn dan
memelihara bangunan-bangunan adat yang ada di daerah kita, agar tidak punah oleh arus
cucu kita kelak karena masih memiliki cirri khas daerah terutama dalam hal Bangunan adat
daerah Mandailing Natal. Akhir kata semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca Mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesilapan dalam karya tulis ini.
Nasution, Pandapotan, SH, Adat Budaya Mandailing dalam tantangan zaman, 2005