Anda di halaman 1dari 8

Nama : VERIN DWI PRISKA

Sambuk : 6160505160378

UAS M.Kuliah : STUDIUM GENERAL

KESIAPAN MAHASISWA SEBAGAI GENERASI

BANGSA MEMASUKI ERA NEW NORMAL

New normal adalah istilah yang digunakan dalam berbagai keadaan lain untuk menyiratkan
bahwa sesuatu yang tidak biasa atau belum pernah dilakukan sebelumnya. telah menjadi biasa.
New normal bukanlah istilah baru, Istilah new normal muncul lebih dari dua dekade yang lalu,
saat setelah krisis keuangan tahun 2007-2008 dan kemudian setelah resesi global pada tahun
2008-2012.

New Normal dalam Dunia Pendidikan


Belakangan ini, disebabkan pandemi Covid-19, istilah new normal kembali muncul dalam
konteks yang lebih luas, seperti; ekonomi, politik, kehidupan sosial, pendidikan dan kebiasaan
sehari-hari di masyarakat awam. Mulai dari hal yang paling sederhana, seperti pemakaian
masker, membersihkan tangan setiap kali setelah menyentuh pegangan pintu atau tombol
ATM, menempatkan petugas pengukur suhu tubuh di pintu-pintu masuk pusat perbelanjaan
dan kantor-kantor, hingga hal-hal yang kompleks seperti bekerja dari rumah dan seminar
online.

Dalam konteks pendidikan, disadari atau tidak, “new normal” telah mulai terjadi secara
global sejak pandemi Covid-19. Kegiatan belajar mengajar yang bisanya dilaksanakan secara
tatap muka secara langsung, dimana pendidik dan peserta didik hadir secara fisik di ruang-
ruang kelas dan tempat-tempat belajar, kini digantikan dengan kegiatan pembelajaran melalui
media elektronik (e-learning) baik secara singkron ataupun secara nir-sinkron. E-learning nir-
sinkron dapat dilakukan secara dalam jaringan (daring) maupun secara luar jaringan (luring).

Pada pembelajaran daring, pendidik dan peserta didik pada waktu yang sama berada dalam
aplikasi atau platform internet yang sama dan dapat berinteraksi satu sama lain layaknya
pembelajaran konvensional yang dilakukan selama ini. Sedangkan pada pembelajaran luring,
pendidik melakukan pengunggahan materi melalui web, mengirim lewat surat elektronik (e-
mail) ataupun mengunggahnya melalui media sosial untuk kemudian dapat diunduh oleh
peserta didik.

Dalam cara luring, peserta didik melakukan pembelajaran secara mandiri tanpa terikat
waktu dan tempat. Di sisi lain, e-learning secara singron hanya dapat terjadi secara daring.
Meskipun pada kenyataannya, kegiatan belajar mengajar secara e-learning telah dilakukan oleh
beberapa perguruan tinggi dari sejak lama, namun cara pembelajaran seperti ini adalah
kesadaran (awareness) terhadap era Industrial Revolution 4.0, era yang membawa perubahan
pada cara manusia dalam bekerja, berinteraksi dan bertransaksi.

Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0 di Tengah Covid-19


Dalam perspektif pendidikan, istilah umum yang digunakan oleh para ahli teori pendidikan
sebagai implikasi dari Industrial Revolution 4.0 adalah Education 4.0, untuk menggambarkan
berbagai cara untuk mengintegrasikan teknologi di era Industrial Revolution 4.0 baik secara fisik
maupun tidak ke dalam pembelajaran. Education 4.0 merupakan inovasi dunia pendidikan di
era Industrial Revolution 4.0, dianya merupakan sebuah jawaban dari pertanyaan “bisakah kita
melakukan?”.

Education 4.0 dapat dilihat sebagai sebuah respons kreatif di mana manusia memanfaatkan
teknologi digital, open sources contents dan global classroom dalam penerapan pembelajaran
sepanjang hayat (lifelong learning), flexible education system, dan personalized learning, untuk
memainkan peran yang lebih baik di tengah-tengah masyarakat. Di sisi lain, new normal
pembelajaran secara e-learning bukanlah jawaban dari sebuah pertanyaan, tetapi adaptasi dari
sebuah kondisi yang semua orang “terpaksa” melakukannya.

Sejak dikeluarkannya Surat Edaran Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tertanggal 17 Maret 2020


oleh Mendikbud dan diberlakukan beberapa hari kemudian, seluruh kegiatan belajar mengajar
baik di sekolah-sekolah maupun kampus-kampus dilaksanakan secara daring sebagai upaya
pencegahan terhadap perkembangan dan penyebaran pandemi Covid-19. Tidak ada yang bisa
menjangka kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.

Namun demikian, pascapandemi Covid-19 nantinya, new normal pendidikan yang telah
dimulai seharusnya diteruskan dan disempurnakan hingga memenuhi konsep blended learning,
yakni sebuah konsep pendidikan yang mengkobinasikan metode kuliah tatap muka di ruang
kelas dengan e-learning, dan pada gilirannya, dunia pendidikan akan benar-benar berada dalam
era education 4.0. Terkait e-learning di perguruan tinggi, jika yang menjadi ukuran adalah
“dapat dilakukan”, maka tidak bisa dipungkiri bahwa semua kampus dapat melakukannya.

Namun, apakah kualitas e-learning tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan yang diingini?
Tentu saja akan sulit dijawab karena dalam hal ini melibatkan banyak faktor, memerlukan
keterlibatan berbagai pihak, dan harus dipersiapkan sebaik mungkin. Pada titik ini, penulis
berpendapat, paling tidak ada enam hal penting yang patut menjadi perhatian sebuah
perguruan tinggi dalam mempersiapkan e-learning.

6 Hal Penting dalam Menerapkan E-leraning 

1. Dosen dan mahasiswa harus meningkatkan keterampilan internet dan literasi


komputer
Paling tidak, dosen harus mampu memanfatkan kanal-kanal yang tersedia, seperti Learning
Management System, media komunikasi berbasis audio-video, media sosial serta media
penyimpan data yang dapat digunakan membantu terjadinya kegiatan belajar mengajar yang
berkualitas.

Secara umum, keterampilan internet dan literasi komputer mahasiswa lebih baik daripada
dosen, sehingga yang menjadi pertimbangan dari sisi mahasiswa adalah koneksi internet,
terutama di daerah-daerah terpencil, terdepan dan tertinggal, dan beberapa mahasiswa
mungkin akan terbebani jika menggunakan paket data.

2. Menentukan kembali capaian pembelajaran


Dosen harus melakukan penjajaran konstruktif (constructive aligment) ulang terhadap
keselarasan tiga komponen Outcome Based Education (OBE), yakni (1) capaian pembelajaran,
(2) aktivitas pembelajaran, dan (3) metode asesmen yang telah disusun dalam Rencana
Pembelajaran Semester (RPS).

RPS tidak perlu dirubah secara total, namun cukup dengan menentukan kembali capaian
pembelajaran mana yang dapat disampaikan secara e-learning dan mana yang tidak, karna
tidak semua capaian pembelajaran dapat terpenuhi dengan pelaksanaan e-learning, seperti
keterampilan yang bersifat hands on, terutama pada program-program studi vokasi.

Selanjutnya lakukan pemetaan ulang capaian pembelajaran terhadap aktifitas


pembelajaran, termasuk penentuan metode asesmen yang sesuai bagi setiap capaian
pembelajaran.

3. Dosen harus menjamin kesiapan (readiness) materi kuliah dengan perspektif


Belajar mandir” dalam format digital sedemikian rupa sehingga mahasiswa mudah memahami
materi kuliah, terutama jika diberikan secara luring.

Untuk matakuliah umum, dasar keahlian dan pengetahuan terapan, penyampaian materi kuliah
dalam bentuk ringkasan kuliah sebaiknya dihindari, akan lebih tepat jikalau dosen memberikan
catatan kuliah, penggunaan software simulasi yang open source, ataupun rekaman audio-video.
Materi kuliah praktik yang menggunakan toolbox, dosen diharapkan menyiapkan rekaman
tutorial, untuk dipelajari mahasisa secara mandiri.

4. Tentukan durasi setiap unit pembelajaran


Durasi pembelajaran erat kaitannya dengan beban belajar mahasiswa (Sudent Learning
Time/SLT) yang ditentukan dengan jumlah satuan kredit yang diambil mahasiswa. Untuk
pembelajaran daring, perhatikan waktu yang koheren sesuai dengan tingkat pengaturan diri
dan kemampuan metakognitif mahasiswa. Penentuan durasi setiap unit pembelajaran
sangatlah penting, terutama dalam memberikan tugas kepada mahasiswa.

Tugas yang menyita waktu dapat membuat beban belajar mahasiswa menjadi jauh lebih
tinggi dari beban kredit yang dambilnya.

5. Asesmen dalam bentuk kuis dan tugas mandiri harus siap


Asesmen dalam bentuk kuis dan tugas mandiri lainnya harus direncanakan sedemikian rupa,
sehingga kualitas soal tetap memenuhi taxonomy level yang sesuai dengan jenjang program
studi.
Ujian formatif dan sumatif sebaiknya tetap dilakukan secara langsung dan terjadwal
sebagaimana cara konvensional yang dipraktekan selama ini.

6. Kampus harus mempersiapkan infrastruktur dan bandwidth yang cukup


Kampus harus mempersiapkan infrastruktur dan bandwidth yang cukup jika menggunakan
jaringan kampus. Lonjakan pengguna secara tiba -tiba dan pemakaian yang simultan akan
menyebabkan server mengalami bottleneck, hang, hingga down.

Selain itu, kampus harus menetapkan aplikasi atau platform yang dipakai guna menghindari
mahasiswa mengunduh dan mencoba terlalu banyak aplikasi atau platform. Tentu saja
perguruan tinggi tidak semata-mata menumpukan perhatian kepada enam hal yang diuraikan di
atas.

Namun, setidaknya bisa menjadi langkah awal bagi perguruan tinggi saat menyusun e-
learning dalam menerapkan Blended Learning guna mewujudkan Education 4.0 yang akan
menjadi New Normal di era Industrial Revolution 4.0 pasca pandemi Covid-19 nantinya dengan
aplikasi Edlink.id.
New normal sendiri adalah skenario untuk mempercepat penanganan Covid-19 dalam
bentuk perubahan perilaku untuk menjalankan aktivitas secara normal dengan mengikuti
protokol kesehatan, tujuannya adalah agar perekonomian masyarakat bisa tetap berjalan
namun penyebaran covid-19 dapat ditekan.

Skema ini dapat diterapkan di tempat kerja, sektor pelayanan publik, industri dan sekolah.
Beberapa daerah akan menerapkan skema new normal ini yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat,
Sumatera Barat, Gorontalo dan ada 25 Kabupaten/Kota lainnya.

Skema new normal harus mempertimbangkan banyak hal apalagi jika diterapkan di bidang
pendidikan. Hal tersebut terkait dengan anak-anak sebagai penerus bangsa harus dilindungi
dari penyebaran Covid-19.

Menurut data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) jumlah kasus Covid-19 terhadap anak
terdeteksi 3.324 pasien dalam pengawasan (PDP), pasien positif 584 dan korban meninggal 14
anak, di Padang sendiri ditemukan kasus 46 Anak positif Covid-19. Jangan sampai kasus ini
bertambah dan menimbulkan masalah baru yaitu meningkatnya kasus Covid-19 dari klaster
pendidikan.

Anak-anak rentan terkena Covid-19, proses kegiatan belajar mengajar dapat menjadi sebab
banyaknya kasus penularan virus ini. Hal ini bisa kita lihat dengan intensnya interaksi sosial di
sekolah, guru tidak dapat memantau semua muridnya agar mematuhi protokol kesehatan.

Apalagi di sekolah itu dunia main bagi anak-anak, kontak langsung antar anak tidak dapat
dihindari dengan mudah. Tidak hanya kontak dengan teman sekelas, anak-anak juga dapat
tertular dari kegiatan selama bersekolah, seperti ketika berangkat dan pulang sekolah dengan
kendaraan umum, penularan virus juga dapat terjadi ketika ia membeli jajan.

Kesiapan protokol kesehatan di lingkungan sekolah masih jauh dari kata aman, tidak semua
tingkatan usia pelajar dapat mengerti dan mengikuti protokol kesehatan jika new normal
diterapkan di sekolah.

Sebaiknya new normal diterapkan di tingkat SMA dan perguruan tinggi karena mereka
sudah bisa mengerti dan menjalankan skema ini. Untuk tingkat pendidikan TK, SD dan SMP
diharapkan masih menerapkan proses belajar dari rumah.

Penerapan new normal di bidang pendidikan tidak boleh terburu-buru karena daerah yang
rencananya menerapkan skema ini merupakan daerah yang pada gelombang pertama
menyebabkan kasus Covid-19 menyebar dengan sangat cepat di Indonesia seperti DKI Jakarta
dan Sumatera Barat.
Perlunya evaluasi dari kebijakan sebelumnya yaitu PSBB harus menjadi dasar sebelum
diterapkannya new normal.

Banyak pelanggaran yang dilakukan masyarakat di masa PSBB padahal kebijakan ini
diperuntukan bagi orang dewasa. Bagaimana nanti jika new normal diterapkan di bidang
pendidikan melihat anak-anak lebih rentan melakukan pelanggaran.

Saat ini terdapat 7,5 juta mahasiswa dan hampir 45 juta pelajar di Indonesia yang harus
belajar di rumah sesuai dengan arahan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.

Kemendikbud juga menghadirkan program “Belajar dari rumah” melalui media televisi
Nasional yaitu TVRI. Namun, media televisi merupakan media satu arah dirasa belum dapat
menjawab kualitas capaian pembelajaran yang diinginkan. Banyak guru, mahasiswa, pelajar dan
orangtua mengalami “cultural lag” dalam bidang pendidikan ditengah pandemi Covid-19 ini.

Cultural lag sendiri merupakan teori yang dikemukakan oleh Wiliam F.Ogburn, dalam teori
ini disebutkan bahwa pertumbuhan kebudayaan tidak selalu sama cepatnya secara
keseluruhan, ada bagian yang tumbuh dengan lambat.

Metode belajar yang tidak modern merupakan salah satu bentuk cultural lag, banyak
kalangan yang tidak tahu bagaimana cara melaksanakan proses belajar dengan efektif ditengah
pandemi Covid-19, padahal sekarang ini sudah bisa diterapkan e-learning.

E-Learning sendiri terbagi 2 yaitu synchronus dan anynchronus. Synchronus merupakan


proses belajar dengan waktu yang bersamaan atau real time, yaitu pengajar bisa saling
berinteraksi secara online dengan pelajar, belajar seperti ini bisa dilakukan dengan aplikasi
zoom, google meet dan yang lain. Sedangkan anynchronus adalah proses belajar dengan
melihat materi yang sudah disiapkan sebelumnya dalam bentuk video pembelajaran.

Disini pelajar bisa mengaksesnya kapan saja dengan mudah, contoh platform yang paling
dikenal adalah Ruangguru, Quipper dan Zenius. Peningkatan jumlah pengguna startup teknologi
pendidikan di Indonesia juga melonjak, ini dikarenakan anak-anak lebih tertarik dengan konten
dan materi yang tersedia di startup tersebut.

Startup di bidang teknologi pendidikan seharusnya sudah menjadi fokus pemerintah untuk
memajukan pendidikan di Indonesia. Banyak negara maju yang memanfaatkan edtech agar
proses belajar generasi penerus bangsanya dapat tetap berjalan pada saat pandemi.

Pemerintah harus mendukung startup teknologi pendidikan dengan terus bekerja sama
memaksimalkan proses belajar siswa, bukan berarti di situasi normal nanti segala kegiatan
sekolah dialihkan ke daring dan fungsi ruang kelas hilang, namun butuh upaya untuk
mengkolaborasikan antara sistem pendidikan konvensional dan digital.
Startup teknologi pendidikan juga harus memiliki inovasi agar konten belajarnya dapat
dicintai oleh siswa/i yang melihat, seperti inovasi memberikan karakter animasi yang lucu untuk
jenjang pendidikan SD sampai SMP dan karakter serta alur cerita korea untuk siswa/i SMA,
inovasi diperlukan untuk mengikuti trend di setiap tingkat pendidikan yang ada, karena dasar
anak mencintai konten belajar itu tergantung konten yang menjadi kebutuhannya.

Hambatan-hambatan proses belajar secara daring seperti fasilitas teknologi, jaringan


internet, kesiapan guru dan konten belajar yang baik harus segera dicarikan solusinya. Sebelum
pemerintah mengorbankan anak-anak yang rentan terkena virus jika diterapkan skema new
normal di semua tingkat pendidikan, lebih baik pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan
terus bekerja memperbaiki sistem pendidikan ke arah yang lebih maju.

Berbagai cara dilakukan Indonesia untuk melawan pandemi Covid-19. Edukasi dan ajakan
untuk stay at home, work from home, social distancing, physical distancing, penerapan PSBB,
hingga lockdown lokal oleh masyarakat mewarnai kehidupan negara selama pandemi. Keadaan
ini dilalui dengan masih banyaknya masalah yang menghambat penurunan laju infeksi Covid-19
di Tanah Air. Data yang kurang mencerminkan kondisi lapangan, tenaga medis yang kekurangan
alat pelindung diri (APD), bantuan sosial yang berbelit-belit dan tidak tepat sasaran, serta masih
banyak lagi isu-isu yang tampaknya dijadikan kesempatan untuk melanggengkan suatu
kepentingan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa selama dua bulan lebih usaha jaga jarak (physical distancing) ini
berdampak pada keuangan negara. Kondisi ekonomi yang terpuruk membuat pemerintah
memutar otak, merumuskan kebijakan yang sekiranya ideal bagi pemulihan ekonomi dan
penekanan laju penularan. Hingga akhirnya beredar suatu statement dari Presiden bahwa kita
harus hidup berdampingan, berdamai dengan Covid-19. Bahkan WHO juga sempat men-
declare bahwa virus ini kemungkinan tidak bisa benar-benar hilang dari dunia.

Pemerintah Indonesia berupaya untuk secara bertahap membuka kembali toko, UMKM,
kantor, sekolah, dan lain sebagainya dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Hal
inilah yang kemudian dikenal dengan new normal. Bagi mahasiswa, penerapan new normal bisa
jadi angin segar atau sebaliknya harapan yang menakutkan.

Angin segar, berarti mahasiswa yang selama ini tidak nyaman dengan
perkuliahan online dapat kembali merasakan kehidupan kampus seperti biasa walau harus
mematuhi protokol kesehatan. Sedangkan new normal bisa menjadi harapan yang menakutkan
sebab keinginan mereka untuk kembali ke kampus tidak didukung dengan kondisi di lapangan.
Faktanya, kondisi di lapangan membuat mereka takut akan keselamatan diri sendiri karena data
masih menunjukkan jumlah kasus positif yang terus meningkat.
Sehingga dengan dibukanya kembali sekolah ataupun kampus berisiko meningkatkan
penularan secara drastis, artinya kondisi ini belum aman bagi siswa maupun mahasiswa. Banyak
terjadi penambahan kasus baru di beberapa negara setelah mereka memberlakukan new
normal, salah satunya dengan membuka kembali sekolah seperti di Korea Selatan dan Swedia.

Berdasarkan hasil survei yang saya lakukan pada 28 Mei 2020, dari 53 mahasiswa yang
mengisi kuesioner dapat diketahui bahwa mereka memiliki pemahaman yang baik tentang new
normal. Terkait kesiapan mahasiswa dalam menghadapinya, didapatkan 49% mengaku bimbang
atas diberlakukannya new normal. Sedangkan, 32,1% siap dan sisanya 18,9% tidak siap
dengan new normal.

Kebimbangan yang dihadapi mahasiswa tersebut karena minimnya kajian atau riset tentang
dampak new normal jika diterapkan di Indonesia. Selain itu, kurangnya sosialisasi dari
pemerintah atas kebijakan yang ditetapkan membuat masyarakat bingung, sehingga
pelaksanaannya menjadi tidak sesuai.

Mereka yang siap dengan new normal sadar betapa pentingnya roda ekonomi untuk terus
bergerak. Melakukan pemulihan ekonomi menjadi jalan yang dipilih pemerintah supaya
meminimalisasi utang negara dan risiko lainnya. Selain itu, rasa bosan dan tekanan psikologis
saat di rumah saja membuat mereka bersiap dalam menghadapi new normal. Hal ini diperkuat
dengan publikasi thelancet.com yang berjudul Mental health effects of school closures during
COVID-19 oleh Joycee Lee (2020). Dalam publikasi tersebut dituliskan bahwa sekolah
merupakan rutinitas yang penting bagi kaum muda untuk mengurangi masalah kesehatan
mental. Ketika sekolah ditutup atau diganti dengan online, maka kaum muda yang bersekolah
ini kehilangan kebahagiaan dalam hidup yang mereka lalui. "Pergi ke sekolah merupakan
perjuangan bagi anak-anak yang memiliki kerapuhan mental, sehingga dengan bersekolah
mereka memiliki rutinitas yang perlu diikuti," kata Zanonia Chiu, seorang psikolog klinis anak
dan orang dewasa di Hong Kong.

Anda mungkin juga menyukai