Anda di halaman 1dari 9

Menyiapkan Pembelajaran dalam Memasuki “New Normal” dengan Blended

Learning
Oleh: Heri Dwiyanto, S.S., M.Pd. (Pengembang Teknologi Pembelajaran LPMP Lampung)

Beberapa bulan sudah kita hidup dalam masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang
mengharuskan kita untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Sekarang ini kita akan memasuki
tatanan kehidupan babak baru dalam masa pendemi COVID-19, yaitu “New Normal.”
Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmita, “New
Normal” adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal namun dengan
ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan COVID-19 (Bramasta,
2020).
Jadi “New Normal” adalah kehidupan normal yang baru, artinya kehidupan yang kita jalani secara
normal tetapi dengan pola hidup yang baru. Pola hidup baru itu terkait dengan penerapan protokol
kesehatan seperti physical distancing, rajin cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, memakai
masker, dan pola makan bergizi. Ini akan terjadi dalam semua aspek kehidupan masyarakat di
Indonesia.
Pendidikanpun tidak bisa lepas dari “New Normal” ini. Lalu bagaimana proses pembelajaran dilakukan
pada “New Normal” ini? Pembelajaran seperti apa yang tepat diterapkan pada “New Normal”?
Marilah kita melihat realitas saat ini, pembelajaran yang terjadi pada masa pandemi COVID-19 adalah
distance learning atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). PJJ ini dilakukan baik melalui pembelajaran dalam
jaringan (daring) atau pembelajaran di luar jaringan (luring). Bahkan sebagian besar menggunakan
kombinasi daring dan luring (LPMP Lampung, 2020).
Pandemi COVID-19 telah “memaksa” seluruh komponen pendidikan di Indonesia melaksanakan PJJ.
Implementasi PJJ telah mengenalkan pembelajaran daring dan luring. Pembelajaran daring adalah
pembelajaran dimana siswa dan guru terkoneksi dalam jaringan internet (online). Sedangkan luring
pembelajaran tidak memanfaatkan jaringan internet (offline).
Sistem pembelajaran kita telah berubah. Pembelajaran di dalam kelas semula dengan tatap muka
menjadi tatap maya dengan menggunakan teknologi seperti video conference atau web conference.
Begitu juga pembelajaran di luar kelas juga manfaatkan berbagai teknologi. Siswa secara mandiri
mencari informasi dengan melihat di televisi atau video, membaca di media cetak maupun online, dan
mendengarkan radio atau podcast.
Namun sayang dalam belajar dari rumah ini kegiatan belajar mandiri secara kolaboratif antar siswa
minim terjadi. Hal ini karena keterbatasan media pembelajaran kolaboratif secara online. Disamping

1
juga keterbatasan kemampuan guru dalam memanfaatkan media pembelajaran kolaboratif secara
online.
Yang terjadi kemudian adalah kolaborasi antara siswa dengan keluarga, bisa dengan ayah, ibu, adik, atau
kakak. Kondisi seperti ini kadangkala menimbulkan permasalahan karena belum tentu terdapat
kesepadanan antar kolaborator. Dampak buruknya terjadi pada siswa seperti banyak keluhan dan
kebosanan belajar dari rumah.
Kondisi psikologis anak yang terjadi dalam pelaksanaan belajar dari rumah inilah yang mendorong
siswa ingin segera kembali belajar secara normal di sekolah. Keinginan sebagian besar siswa ini selaras
dengan kebijakan pemerintah dengan menerapkan kebijakan “New Normal” pada masa pandemi
COVID-19.

Pembelajaran pada masa “New Normal”


Memasuki “New Normal” pembelajaran pastinya juga kembali ke pembelajaran normal, pembelajaran
yang berlangsung di sekolah. Tentunya diperlukan penerapan sistem pembelajaran yang bisa
memadukan pembelajaran tatap muka langsung, pembelajaran daring, pembelajaran luring, dan
menjalankan protokol kesehatan
Ada beberapa aspek pendidikan yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menerapkan
kebijakan “New Normal” ini. Sistem pembelajaran, kurikulum, kompetensi guru, dan infrastruktur
sekolah harus disiapkan. Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah akan berbeda dengan sebelum
masa pandemi.

• Sistem pembelajaran
Pembelajaran yang dilakukan harus memperhatikan protokol kesehatan dalam upaya mencegah
penyebaran COVID-19. Proses pembelajaran yang berlangsung harus menerapkan physical
distancing, menggunakan masker, dan rutin mencuci tangan dengan sabun.
Penerapan physical distancing dengan menjaga jarak tempat duduk siswa akan berdampak pada
kapasitas ruang kelas. Kalau sebelumnya ruang kelas bisa diisi siswa dengan jumlah maksimal sesuai
standar maka sekarang hanya dapat diisi setengah atau sepertiga jumlah siswa. Dengan demikian
perlu dirumuskan pola masuk siswa ke kelas, apakah diatur dengan model shift (siswa masuk kelas
dibagi dalam beberapa shift) atau model lain yang disepakati.
Juga sistem pembelajaran daring dan luring yang selama masa pendemi diterapkan perlu
dipertimbangkan untuk tetap dilanjutkan dalam proses pembelajaran. Siswa dan guru sudah
mengenal bahkan terbiasa dengan pembelajaran daring dan luring tersebut.

2
• Kurikulum
Kurikulum yang ada juga harus disesuaikan dengan memodifikasi materi pembelajaran. Materi
pembelajaran sangat perlu memuat kecakapan hidup (life skill) yang harus dimiliki siswa. Beban
ketuntasan materi dalam kurikulum juga perlu dikaji ulang sebagai dampak perubahan sistem
pembelajaran.
Sebagai akibat dari penyesuaian kurikulum ini tentunya akan terjadi pengurangan materi. Materi
pembelajaran akan lebih simpel dan lebih menekankan pada pencapaian kompetensi dasar
keterampilan siswa.
• Kompetensi guru
Perubahan sistem pembalajaran dan penyesuaian kurikulum menuntut guru untuk siap dan mampu
menerapkannya dalam proses pembelajaran di kelas. Belajar dari sistem pembelajaran pada masa
pandemi COVID-19 banyak guru yang merasa kesulitan dalam menerapkan pembelajaran daring
dengan berbasis kecakapan hidup (life skill).
Menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk melakukan fasilitasi
peningkatkan kompetensi guru. Juga menjadi wahana bagi pejabat fungsional tertentu Pengembang
Teknologi Pembelajaran (PTP), Widyaiswara (WI), dan Widyaprada (WP) untuk melakukan
fasilitasi, pembimbingan, dan layanan konsultasi bagi guru.
• Infrastruktur sekolah
Perubahan sistem pembelajaran menuntut setiap sekolah untuk menyiapkan infrastruktur
pembelajaran yang lebih dari pada sebelumnya. Dari infrastruktur yang ada perlu ditambah dengan
sarana prasarana terkait dengan protokol kesehatan, pembelajaran secara shift, dan pembelajaran
daring jika diperlukan.
Penyiapan infrastruktur ini tentunya membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Belum tentu
semua sekolah mampu membiayai kebutuhan infrastruktur yang dibutuhkan. Pemerintah harus
menyiapkan skema pembiayaan bagi sekolah dalam menyediakan infrastruktur pembelajaran
apabila “New Normal” diterapkan.
Dengan ketiga aspek yang harus dipertimbangkan di atas, perlu didesain suatu pembelajaran yang
mudah dan bisa diterapkan. Pembelajaran yang bisa dilakukan siswa dan guru dengan mudah serta
memenuhi standar protokol kesehatan. Salah satu yang bisa diterapkan pada masa pandemi ini adalah
blended learning.

Pengertian Blended Learning


Blended learning juga dapat dipandang sebagai respon terhadap perkembangan teknologi. Ini tidak
hanya dilihat sebagai kombinasi online dengan pembelajaran tatap muka. Tetapi sebagai peluang untuk
mengintegrasikan kemajuan inovasi teknologi yang dapat diberikan secara online dan tatap muka. Juga
3
sebagai solusi menjawab tantangan dalam merangkai pembelajaran dan pengembangan individu
siswa (Thorne, 2003).
Selaras dengan Thorne, Dziubal dkk. (2018) menyatakan bahwa blended learning telah
mengkonfigurasikan dirinya dalam normal baru. Blended learning menawarkan potensi untuk
meningkatkan proses belajar mengajar dalam lingkungan pendidikan yang lebih responsif terhadap
gaya hidup siswa kontemporer.
Sedangkan Brian dan Volchenkova (2016) menyatakan bahwa inovasi teknologi memperluas
jangkauan solusi pembelajaran. Menciptakan pengalaman belajar yang lebih efektif, meningkatkan
akses dan fleksibilitas, atau mengurangi biaya belajar. Sistem pembelajaran blended learning akan
memungkinkan perpaduan antara pengalaman tatap muka dan yang dimediasi komputer.
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa blended learning adalah perpaduan antara
pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online yang dapat meningkatkan efektifitas, akses, dan
aksepbilitas dalam pengembangan potensi individu siswa.
Menurut Chaeruman dan Maudiarti (2018) terdapat empat ruang belajar dalam blended learning yaitu
sinkron langsung (live synchronous), sinkron virtual (virtual synchronous), asinkron mandiri (self-paced
asynchronous), dan asinkron kolaboratif (collaborative asynchronous).

Sumber: Chaeruman dan Maudiarti (2018)

Sinkron langsung (live synchronous) merupakan pembelajaran yang dilakukan secara langsung dengan
tatap muka dalam waktu (real time) dan tempat yang sama. Pembelajaran di kelas yang biasa dilakukan
di sekolah dengan adanya interaksi tatap muka antara guru dan siswa inilah sinkron langsung.
Sinkron virtual (virtual synchronous) merupakan pembelajaran yang dilakukan secara langsung dengan
tatap maya dalam waktu yang sama (real time) tetapi tempat berbeda. Pembelajaran secara tatap maya
dengan menggunakan berbagai macam teknologi video conference inilah sebagai sinkron virtual.

4
Asinkron mandiri (self-directed asynchronous) merupakan pembelajaran yang dilakukan secara
mandiri kapanpun dan dimanapun. Siswa dapat mengambil inisiatif sendiri untuk menentukan
kebutuhan dan tujuan belajar. Juga mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan menerapkan strategi
pembelajaran, serta mengevaluasi hasil pembelajaran. Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan
melihat, membaca, mendengar, dan memperhatikan learning object dalam berbagai jenis. Media yang
digunakan bisa melalui video, televisi, radio, atau podcast.
Asinkron kolaboratif (collaborative asynchronous) merupakan pembelajaran yang dilakukan secara
bersama dengan orang lain kapanpun dan dimanapun. Pembelajaran ini dilakukan dengan saling
mengkritisi, mendiskusikan, mengevaluasi, membandingkan, serta meneliti yang dimediasi oleh
teknologi kolaboratif. Misalnya berdiskusi atau bekerja bersama dalam forum diskusi online, blog, Lark
dan sebagainya.
Dalam masa pandemi ini dari empat ruang belajar yang ada hanya ruang belajar sinkron langsung (live
synchronous) yang tidak bisa diterapkan. Proses pembelajaran yang berlangsung bisa menggunakan
ketiga ruang belajar lainnya (Chaeruman, 2020).
Ketiga ruang belajar ini (sinkron virtual, asinkron mandiri, dan sinkron kolaboratif) telah menjadi habit
bagi guru, siswa, dan orang tua. Ketiganya telah menjadi roh dalam proses pembelajaran yang dilakukan
pada masa pandemi.

Mengapa memilih Blended Learning?


Penerapan Blended Learning dalam pembelajaran menurut Graham, Allen, dan Ure dalam Graham
(2006) dilakukan karena tiga alasan, yaitu pengembangan pedagogi, peningkatan akses dan
fleksibilitas, serta efektivitas biaya.
Ini sangat sesuai dengan kondisi pembelajaran pada masa “New Normal” yang membutuhkan
kreatifitas dan inovasi guru dalam mengelola pembelajaran. Juga pembelajaran yang dapat diakses
dengan mudah dan bersifat fleksibel. Tidak kalah pentingnya pula efektifitas pembiayaan pendidikan
yang dibutuhkan.
• Pengembangan pedagogi
Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih
menggunakan pedagogi (seni atau ilmu mengajar) tradisional. Pedagogi tradisional lebih fokus pada
pemebelajaran tatap muka di kelas. Dengan dilaksanakannya pembelajaran online yang
memanfaatkan teknologi informasi tentunya akan terjadi perubahan dalam pedagogi. Dari pedagogi
tradisional akan berkembang menjadi pedagogi digital (digital pedagogy).
Pedagogi digital akan mempengaruhi gaya dan startegi mengajar guru dengan memanfaatkan
teknologi informasi. Guru yang menguasai pedagogi digital akan tahu kapan mengajar menggunakan
teknologi informasi dan kapan tidak menggunakan. Guru akan dapat menarik perhatian siswa untuk
5
terlibat aktif dalam pembelajaran online. Guru juga dapat menanamkan etika penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi kepada siswa.
• Peningkatan akses dan fleksibilitas
Pembelajaran berbasis teknologi informasi sekarang ini sangat mudah diakses oleh semua guru dan
siswa. Disamping pembelajaran tatap muka langsung di sekolah, guru juga bisa menggunakan
platform digital. Sudah sangat banyak tersedia platform digital yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran bisa menggunakan media yang sederhana seperti WhatsApp (WA) atau
menggunakan sistem pembelajaran kelas digital seperti Kelas Maya di Rumah Belajar, Google
Classroom, Edmodo, dan sebagainya.
Pembelajaran berbasis teknologi informasi juga bersifat fleksibel, bisa dilakukan dimana saja, kapan
saja, dan dengan apa saja. Siswa tidak terikat oleh tempat, waktu, dan perangkat media
pembelajaran. Jadi benar-benar memberikan keleluasaan siswa untuk belajar.
• Efektifitas biaya
Pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah di era “New Normal” ini membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Sekolah harus menyiapkan pembiayaan pembelajaran yang lebih dari pembelajaran yang
dilakukan sebelum pandemi. Pembiayaan tambahan ini digunakan untuk memenuhi standar
protokol kesehatan.
Apabila pembelajaran menerapkan blended learning maka beban pembiayaan tidak bertumpu pada
sekolah, terjadi cost sharing dengan masyarakat (orang tua siswa). Dengan blended learning akan
bisa menjangkau seluruh kalangan dari berbagai tempat. Siswa tidak harus belajar di sekolah
sehingga bisa memangkas biaya untuk memenuhi standar protokol kesehatan.
Siswa dan guru bisa memanfaatkan buku digital untuk sumber belajar sehingga tidak perlu membeli
buku cetak yang harganya sekarang ini mahal. Begitu juga dengan kebutuhan laboratorium, bagi
sekolah yang belum mempunyai laboratorium bisa memanfaatkan laboratorium maya. Bisa
dibayangkan berapa biaya yang dibutuhkan seandainya sekolah harus membangun sebuah
laboratorium.

Unsur-unsur Blended Learning


Dalam blended learning terdapat enam unsur yang harus ada, yaitu tatap muka, belajar mandiri,
menggunakan aplikasi, kegiatan tutorial, adanya kerjasama, dan evaluasi (Soler dkk, 2017). Unsur -
unsur ini menjadi ciri yang ada dari blended learning.

6
• Tatap muka
Dalam blended learning tatap muka tetap dilakukan dalam proses pembelajaran. Di sinilah guru
menyampaikan materi dasar untuk lebih lanjut dipelajari siswa secara mandiri. Namun di samping
tatap muka juga dilakukan pembelajaran secara daring maupun luring.

• Belajar mandiri
Setelah mengikuti tatap muka di kelas, siswa memperdalam pemahaman materi dengan melakukan
belajar mandiri. Sumber belajar, waktu, dan tempat ditentukan oleh masing-masing siswa. Siswa
mencatat hal-hal baru dan permaslahan yang didapatkan untuk ditanyakan kepada guru atau
didiskusikan dengan teman.

• Menggunakan aplikasi
Dalam belajar mandiri siswa menggunakan aplikasi untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
tidak langsung dengan guru atau teman yang lain. Aplikasi ini biasa menggunakan yang sederhana
seperti WhatsApp (WA) atau menggunakan platform tertentu yang lebih terpadu seperti Kelas Maya,
Google Classroom, Edmodo, Trello, dan sebagainya.
Dalam mencari berbagai sumber belajar siswa dapat melakukan secara online, baik melalui browser
Google maupun melaui aplikasi seperti e-library dan e-book. Diharapkan siswa dan guru
memaksimalkan semua aplikasi yang ada sebagai media dan sumber belajar.

• Kegiatan tutorial
Kegiatan pembelajaran dalam blended learning merupakan kegiatan tutorial yang memberi
kesempatan yang luas untuk siswa belajar mandiri. Tutorial bisa dilakukan dengan tatap muka atau
jarak jauh menggunakan aplikasi.
Dalam blended learning peran guru lebih sebagai tutor untuk siswa. Tutor berperan memberikan
bantuan atau bimbingan belajar yang bersifat akademik kepada siswa. Tutor juga membantu
kelancaran proses belajar mandiri siswa baik perorangan maupun kelompok berkaitan dengan
materi.
• Kerjasama
Disamping belajar mandiri, blended learning juga merupakan salah satu model pembelajaran
kolaboratif. Siswa bisa melakukan kerjasama dengan siswa lainnya atau guru dalam menyelesaikan
suatu permasalahan pembelajaran.
Kerjasama ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dilakukan
di kelas, sedangkan tidak langsung melalui platform pembelajaran kolaboratif online, seperti Lark.

7
• Evaluasi
Sistem evaluasi pembelajaran dengan blended learning berbeda apabila dibandingkan dengan
evaluasi pada pembelajaran tatap muka biasa. Evaluasi blended learning didasarkan pada proses dan
hasil yang dapat dilakukan melalui penilaian kinerja siswa berdasarkan portofolio. Portopolio ini
dapat berupa hasil penyelesaian siswa dalam studi kasus, interpretasi bacaan, esai, kuesioner,
proyek, kerja kolaboratif maupun praktik.
Penilaian tidak dari guru saja, tetapi perlu ada penilaian diri. Penilaian diri ini dilakukan oleh siswa
sendiri maupun siswa yang lain. Hal ini melatih siswa tersebut untuk mandiri, bertanggungjawab,
dan bersikap jujur dalam sistem pembelajaran . Meskipun begitu penilaian dengan kuis, tugas,
maupun yang biasa diterapkan dalam pembelajaran konvensional masih tetap diperlukan, tetapi
tidak menjadi satu-satunya cara penilaian (Yuniarto, 2015).
Pembelajaran yang dilaksanakan pada masa “New Normal” ini akan berbeda dengan pembelajaran
yang dilakukan seperti biasa. Kebijakan terkait regulasi dan kurikulum perlu disiapkan oleh
pemerintah. Pemerintah juga harus mengkaji kesiapan sekolah dan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran yang akan dilakukan.
Sekolah harus siap dengan infrastruktur dan manajemen yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
Begitu juga guru harus meningkatkan kompetensi dalam penguasaan berbagai macam model, metode,
dan strategi pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Kepuasan dan keselamatan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran menjadi tujuan yang harus dicapai.
Demikan kajian singkat tentang penerapan blended learning dalam menghadapi pembelajaran yang
harus dilakukan pada masa “New Normal”. Semoga ke depan terdapat penelitian komprehensip
tentang efektifitas penerapan blended learning pada masa “New Normal” ini.

Daftar Pustaka
Bramasta, Dandy Bayu. (2020). "Mengenal Apa Itu New Normal di Tengah Pandemi Corona...". Diakses
tanggal 20 Mei 2020 dari
https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/20/063100865/mengenal-apa-itu-new-
normal-di-tengah-pandemi-corona-
Brian, A., and K.N. Volchenkova. (2016). Blended Learning: Definition, Models, Implication for Higher
Education. Bulletin of the South Ural State University. Ser. Education. Educational Sciences. vol. 8,
no. 2, pp. 24–30. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/303815166_BLENDED_LEARNING_DEFINITION_M
ODELS_IMPLICATIONS_FOR_HIGHER_EDUCATION
Chaeruman, Uwes A. (2020). Tips Implementasi Flipped Learning. Materi disajikan dalam Webinar
APSTPI 2020.
8
Chaeruman, Uwes A. dan Santi Maudiarti. (2018). Quadrant of Blended Learning: a Proposed
Conceptual Model for Designing Effective Blended Learning. Jurnal Pembelajaran
Inovatif1(1) (2018): 1-5. Diakses pada tanggal 24 Mei 2020 dari
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpi/article/view/5924/4373
Dziubal, Charles., et.al. (2018). Blended learning: the new normal and emerging technologies.
International Journal of Educational Technology in Higher Education volume 15, Article
number: 3. Diakses pada tanggal 24 Mei 2020 dari
https://educationaltechnologyjournal.springeropen.com/articles/10.1186/s41239-
017-0087-5
Graham, Charles R. (2006). “ Blended Learning Systems: Definition, Current Trends, and
Future Directions” dalam Bonk, J. Curtis dan Charles R. Graham (ed.). The Handbook of
Blended Learning: Global Perspectives, Local Designs (pp. 3-21). Diakses dari
https://books.google.co.id/books?id=2u2TxK06PwUC&printsec=frontcover&source=gb
s_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Lampung. (2020). Laporan Evaluasi Pelaksanaan Belajar dari
Rumah. Tidak diterbitkan.
Soler, Rebeca., Juan Ramon Soler, Isabel Araya. (2017). Subjects in The Blended Learning Model Design.
Theoretical Methodological Elements. Journal Social and Behavioral Sciences, 237, 2017, ( 771 –
777). Diakses dari https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042817301209
Thorne, K. (2003). Blended Learning: How to Integrate Online and Traditional Learning. London, UK:
Kogan Page Limited.
Yuniarto, Eko. (2015). Penerapan Evaluasi pada Blended Learning Berbasis Moodle dalam
Pembelajaran Kimia di Perguruan Tinggi. Jurnal Likhitaprajna, 17(2), 65-85. Diakses dari
http://likhitapradnya.wisnuwardhana.ac.id/index.php/likhitapradnya/article/view/17

Anda mungkin juga menyukai