Anda di halaman 1dari 25

1

PEDOMAN KEBAKARAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebakaran meruapakan kejadian yang tidak bisa kita perkirakan terjadinya, dapat
terjadi kapan saja dan dimana saja, tidak ada tempat yang dijamin bebas dari resiko
kebakaran. Kebakaran ditempat kerja dapat membawa konsekuensi yang berdampak
merugikan banyak pihak, baik dari pihak rumah sakit, pegawai maupun bagi masyarakat
banyak. Akibat yang ditimbulkan dari kebakaran yang terjadi di tempat kerja dapat
berupa korban terbakar maupun korban jiwa, kerugian material, hilangnya tempat kerja
dan kerugian lain yang tidak langsung, apalagi jika terjadi kebakaran di objek vital maka
dapat berdampak lebih luas.
Berdasarkan data kebakaran yang pernah terjadi ada dua faktor penyebab yaitu
api terbuka dan listrik. Untuk dapat menanggulangi kebakaran ditempat kerja diperlukan
adanya peralatan proteksi kebakaran yang memadai, petugas penanggulangan
kebakaran dan prosedur penanganan keadaan darurat.
B. Maksud
Maksud dari pedoman ini adalah sebagai petunjuk dalam menangani pencegahan
dan penanggulangan bahaya kebakaran di UPTD RSUD.
C. Tujuan
Tujuan dari pedoman ini adalah mengamankan dan menyelamatkan, jiwa, harta
benda serta kelangsungan fungsi pelayanan rumah sakit.
D. Ruang Lingkup
Pedoman ini mencakup ketentuan-ketentuan persyaratan umum untuk
pencegahan bahaya kebakaran dan penanggulangan kebakaran di UPTD RSUD.
E. Landasan Hukum
1. Undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1);
2. Undang-undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
sebagaimana diubah dengan Undang Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 5473);

3. Undang-undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


sebagaimana diubah dengan Undang Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 5473);
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan NO. 2036/MENKES/PER /XI/2011 tentang
Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi Elektrikal RS (Berita Negara Republik
2

Indonesia Tahun 2011 Nomor 771);


6. Peraturan Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188 / MENKES / PB / I
/ 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49);
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah Sakit
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 586);
9. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap nomor 5 Tahun 2018 tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap
Tahun 2018 Nomor 5);
10. Peraturan Bupati Kabupaten Cilacap No.183 tahun 2019 tentang Petunjuk
Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap nomor 5
Tahun 2018 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran (Berita
Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2019 Nomor 183);
3

BAB II
FAKTOR PENYEBAB KEBAKARAN

A. Api
Api adalah suatu reaksi kimia yang dikenal sebagai pembakaran. Nyala api yang
tampak pada hakekatnya adalah masa zat yang sedang berpijar yang dihasilkan
didalam proses kimia oksida yang berlangsung sangat cepat dan disertal pelepasan
sinar dan energi/panas.
1. Unsur-unsur terjadinya api.
Api atau kebakaran dapat terjadi karena adanya pertemuan unsur dalam
perbandingan yang tepat yaitu :
a. Unsur bakar atau setiap bahan yang beroksidasi baik padat, cair dan gas.
b. Oksigen/zat pembakaran (dari udara/ bahan oksidator).
c. Panas/sumber nyala yang cukup
d. Reaksi berantal radikal bebas setelah bahan bakar dipanaskan/terbakar.
2. Proses terjadinya api.
Bahan bakar setelah dipanaskan/terbakar akan mengalami :
a. Secara fisik menjadi gas.
b. Secara kimia akan menghasilkan atom-atom yang berdiri bebas (radikal).
3. Api padam
a. Semua bahan telah habis terbakar.
b. Konsentrasi oksigen tidak cukup untuk berlangsungnya kebakaran.
c. Temperatur material berada dihawah suhu nyalanya.
d. Reaksi berantal radikal bebas terputus.

B. Kebakaran
1. Sumber Potensial Penyebab Kebakaran
a. Ditempat kerja secara umum
1) Api terbuka.
Penggunaan api terbuka didaerah berbahaya/tempat bahan-bahan yang
mudah menyala sering menjadi sumber penyebab terjadinya kebakaran
antara lain : pengelasan, pemotongan dengan gas acetelin, dapur api, api
rokok dan sebagainya.
2) Permukaan panas
Pesawat/instalasi pemanas, pengering, oven apabila tidak
terkendali/kontak dengan bahan hingga mencapai suhu penyalaan dapat
menyebabkan kebakaran.
3) Peralatan listrik.
Peralatan lisirik juga mempunyai potensi bahaya kebakaran apabila tidak
memenuhi standar keamanan dalam pemakaiannya misalnya
pembebanan lebih, legangan melebihi kapasitas, bunga api pada motor
listrik.
4

4) Gesekan mekanis.
Akibat gerakan secara mekanis seperti pada peralatan yang bergerak bila
tidak diberi pelumasan secara teratur, dapat menimbulkan panas bunga
mekanis/brom dan bubutan atau penggerindaan (mesin gurinda) dapat
menjadi sumber nyala api bila kontak dengan bahan yang mudah terbakar.
5) Reaksi Exothermal.
Panas akibat reaksi bahan kimia terutama akibat reaksi yang terjadi dapat
mengeluarkan panas dan juga dapat menghasilkan gas yang mudah
terbakar seperti reaksi batu karbit dengan air, reaksi bahan kimia yang
peka terhadap asam.
6) Loncatan bunga api listrik statis.
Akibat pengaruh mekanis pada bahan non konduktor akan dapat terjadi
penimbunan elektron (akumulasi listrik stalls) pada keadaan tertentu
elektron-elektron dapat menimbulkan loncatan bunga api yang dapat
sebagai sumber penyebab kebakaran.
b. Khusus dirumah sakit
Sumber potensi penyebab kebakaran dirumah sakit sama halnya potensi
penyebab kebakaran pada tempat kerja yang lain. Disini dititik beratkan pada
penggunaan peralatan pada tempat-tempat atau bagian-bagian dirumah sakit
mengingat rumah sakit mempunyai ciri yang khusus antara lain:
1) Dalam memberikan pelayanan kepada pasien dipergunakan alat-alat yang
mempergunakan aliran listhk (alat elektro medis), gas/cairan berbahaya
dan mudah terbakar/meledak dan zat radio aktif.
2) Pada bagian penunjang rumah sakit seperti laboratorium/rotgent juga
banyak dipergunakan bahan - bahan yang dapat menimbulkan kebakaran
(bahan-bahan kimia).
3) Pada bagian dapur rumah sakit dipergunakan ketel uap/boiler serta banyak
mempergunakan listrik, gas dan minyak tanah sebagai sumber energi.
4) Bagian pusat sterilisasi mempergunakan autoclave dengan tekanan tinggi.
5) Pada bagian laundry juga dipergunakan listrik dan uap untuk mencuci
setrika dan pengeringan.
6) Faktor lingkungan di luar rumah sakit yang rawan terhadap kebakaran.
7) Faktor keterampilan dan pengetahuantenaga kerja dalam mempergunakan
peralatan yang berbahaya dan kebakaran.
8) Faktor pengunjung pasien pada jam-jam pengunjungan dan pada
umumnya awam terhadap bahaya kebakaran.
c. Daerah berbahaya ledakan Zone G : ialah daerah bahaya ledakan disebut juga
sistem gas medis tertutup, dimana secara terus menerus ataupun tidak
dialirkan dan dipergunakan campuran yang mudah meledak dalam jumlah
sedikit (tidak termasuk udara yang mudah meledak).
Pencegahan pada zone G dapat diusahakan dengan cara menjauhkan
peralatan listrik yang dapat menimbulkan percikan api dari alat yang
5

mengeluarkan gas, baik dalam keadaan biasa maupun bila ada gangguan
berlaku ketentuan-ketentuan pada PUIL Pasal 860.
Dianjurkan pada Zone G menggunakan Explusion proof untuk lampu
penerangan, Kotak Kontak atau Panel pada peralatan listrik. Jenis peralatan
elektro medik yang diijinkan.
d. Zone M ialah Daerah bahaya ledakan di sebut juga “APG” (jeralatan dengan
pengujian alat anestesi) sekitar kegiatan medis mencakup sebagian ruangan,
dimana dapat terbentuk udara mudah meledak sebagai akibat penggunaan
bahan analgetik/pembersih kulit, Ether Fluotliane, Nitrous Oxyde, Halothane
atauDesinfektan dalam jumlah sedikit dan waku yang singkat. Pada Zone M
cara pencegahan kebakaran tidak berbeda akan tetapi pada zone ini ada
sedikitkekhususan.
Untuk pencegahan kebakaran akibat dan ledakan, maka pemasukan daya
listrik pada semua per1atan lisirik yang dapat menimbulkan percikan api,
dianjurkan terpasang terlebih dahulu sebelum gas analgetik/desinfektor
memasuki ruangan zone M tersebut. Jenis peralatan elektro medik yang
diijinkan “AP - M” (peralatan dengan pengujian alat anesthesi)
e. Pada Instalasi listrik di luar Zone G dan Zone M. Pada Instalasi/daya di luar
Zone G dan Zone M haruslah dipatuhi persyaratan - persyaratan pada Puil 910
Al A3. Yang mempunyai syarat-syarat pencegahan kebakaran, terutama pada:
1) Tusuk Kontak.
Yang sering menyebabkan percikan bunga api perlama disebabkan oleh
beban alat-alat listrik yang cukup besar. Pada Tusuk Kontak : dianjurkan
disesuaikan besar beban yang dipikul atau paling sedikit satu tingkat dialas
kemampuan daya pikul tusuk kontaktersebut, dan diberikan penutup
kontak. Tusuk kontak pada zone G dan zone M diletakkan pada ketinggian
minimal 1,5 m dan lantai.
2) Sakelar (Kotak kontak).
Pada sakelar sering terjadi loncatan bungan api yang disebabkan oleh
pemasukan beban yang secara tiba-tiba dan beban yang cukup besar. dan
didaerah sekitar lembab, sangat panas atau mengandung bahan korosif.
Untuk penempatan kotak-kontak diusahakan penempatannya didaerah
yang kering/tidak lembab dan mudah terjangkau/tidak tertutup atau
terhalang daerah sekitarnya.
3) Instalasi daya/kabel Instalasi.
Dengan diameter yang terlalu kecil tidak seimbang dengan beban, maka
kabel Instalasi akan panas dan mudah terbakar.
Untuk mencegah mudah terbakarnya kabel Instalasi listrik maka harus
diadakan pengetesan tahanan isolasi minimal 1 tahun sekali dan harus
lebih teliti dalam mengawasi penyambungan atau penambahan daya listrik
padajaringan lisirik yang tidak sesuai rencana harus seijin dari IPS RS.
Untuk daerah tertentu seperti ruang operasi, ruang cobalt, ruang isolasi
6

dan lain-lain disarankan : dipasang detektor asap yang dihubungkan


dengan MCFA (Master Control Fire Alarm).
f. Pada Perlengkapan Hubungan Bagi (PHB). Pada PHB juga perlu diadakan
pemeriksaan pole-pole kabel ke Pengaman lebur dan percobaan secara
rnekanis (OFF/ON untuk membersihkan kerak-kerak besi yang ada dan
sebaiknya tidak dipergunakan jenis pengaman lebur yang terbuka, sebaiknya
MCCB atau MCB/ELCB.
Pada PHB harus diletakkan didaerah yang bebas dan lembab dan mudah
terlihat dari segi pengamanan disekitamya dan diberi tutup pengaman/pintu.
Dianjurkan dipasang detektor asap pada shaft listrik yang dihubungkan pada
MCFA agar dideteksi lebih awal.
g. Ruang Genset.
Pada ruang Genset sering terjadi banyak tumpahan bahan bakar dan barang-
barang yang diletakkan tidak pada tempatnya. Misalnya kursi-kursi bekas,
meja-meja rusak, dan 1ain-lain.
Pada ruang genset dianjurkan untuk penempatan daily tank/tangki bahan bakar
tidak berada didalam ruang Genset dan untuk ruangan harus bersih dan dijaga
sirkulasi udara ruang Genset tersebut.

2. Aspek- aspek sebab kebakaran.


Aspek-aspek sebab kebakaran secara rinci dapat ditinjau melalui hal-hal yang
menyangkut:
a. Sumber daerah
1) Daerah produksi.
2) Penimbunan.
3) Fasilitas Pelayanan.
4) Jalan keluar yang aman.
5) Daerah perjalanan kendaraan.
b. Sumber Pelayanan.
1) Perilaku unsur pelayanan (Merokok dll)
2) Perlengkapan listrik.
3) Perlengkapan Proses
4) Tempat masak/pemasangan.
5) Mengelas dan memotong.
c. Bahan-bahan yang mudah menyala
1) Gas.
2) Larutan.
3) Kimiawi.
4) Kayu atau papan.
5) Textile dan lain-lain.
d. Keadaan/ tindakan yang membahayakan.
1) Kesalahan mekanis.
7

2) Tidak bekerjanya sistem.


3) Prosedur yang tidak aman.
4) Salah penggunaan peralatan.
5) Tidak adanya latihan.
e. Kesalahan pemadaman
1) Keterlambatan deteksi
2) Tidak adanya sistem alarm
3) Tidak adanya a1at-a1atpemadam api
4) Kesalahan pemeliharaan alat-alat pemadam api
5) Keterlambatan datangnya dinas pemadam.

C. Sumber Potensial Penyebab Terjadinya Kebakaran Pada Peralatan Medik di


Rumah Sakit.
Peralatan medik adalah peralatan yang digunakan untuk keperluan diagnostik,
therapy maupun untuk keperluan riset dalam bidang kesehatan. Pada pengoperasian
peralatan tidak terlepas pada media lain yang terkait seperti pemakaian bahan habis
pakai/ reagensia, gas-gas medis bahan bakar, dan lain-lain. Oleh karena itu terkecuali
peralatan anaesthesia dan beberapa peralatan laboratorium, bahaya kebakaran dan
peralatan medik tidak memerlukan persyaratan khusus dalam hal penanggulangannya.
1. Ruang Perawatan dan ruang Emergency :
a. Penggunaan regulator compressed oxigen pada pemakaian ventilator
unit/respirator.
b. Terjadinya kegagalan isolasi/korsluiting listrik pada peralatan seperti lampu OK
Emergency, monitoring unit, Defibrillator, dan lain sebagainya.
2. Ruang Operasi :
a. Pemakaian zat-zat yang mudah terbakar seperti ether, fluthane, halothen,
nitrous oxyde (N2O) pada peralatan anesthesi.
b. Disamping itu juga perlu diperhatikan oxygen bertekanan tinggi yang mudah
terbakar.
c. Terjadinya percikan/loncatan bunga api terhadap bahan-bahan yang mudah
terbakar seperti ether, alkohol, pada saat dilakukan pembedahan dengan
elektro surgery unit.
d. Terjadinya kegagalan isolasi pada alat sterilisator kecil ataupun alat
elektromedis lainnya yang ada di ruang operasi.
3. CSSD/Ruang Sterilisasi :
a. Peralatan Sterilisasi seperti steam sterilizer, hot air sterilizer, sterilizer basah,
yang perlu diperhatikan adalah uap air panas yang bertekanan tinggi.
b. Terjadinya kegagalan isolasi pada alat.
4. Ruang Radiologi:
a. Terjadinya gerakan/gesekan mekanis pada alat rontgen sehingga menimbulkan
panas/bunga mekanis dan dapat mengakibatkan kebakaran.
8

b. Terjadinya kegagalan isolasi pada rangkaian listrik dan alat juga pada kabel
tegangan tinggi (high tension cable)
5. Ruang Laboratorium :
a. Untuk keperluan pemeriksaan laboratoris sering dipergunakan asam dan basa
yang dapat menimbulkan luka bakar.
b. Penggunaan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar seperti alkohol absolut.
Bahan-bahan kimia lain yang efeknya belum diketahui dengan pasti terutama
reagensia reagensia yang baru.
c. Pemakaian gas LPG pada pemakaian alat Flame Photometer.
6. Ruang Farmasi dan Apotik :
a. Didalam ruang farmasi atau apotik selain obat-obatan disimpan juga bahan-
bahan yang mudah terbakar.
7. Ruang Service/Dapur:
a. Pada umumnya didapur dipergunakan LPG sebagai bahan bakar untuk
keperluan memasak.
b. Di samping itu dalam proses memasak dipergunakan minyak goreng dan air
panas yang apabila tumpah dapat menimbulkan luka bakar.
8. Ruang Generator Set:
a. Umunya pembangkit tenaga listrik yang dihasilkan oleh mesin diesel/generator,
menggunakan minyak solar sebagai bahan bakarnya.
b. Minyak solar ini potensial dapat menimbulkan bahaya kebakaran apabila
terkena percikan api/ loncatan bunga api dan genset.
9. Ether, fluothane, halothane, nitrous oxyde dan alkohol:
a. Zat-zat tersebut diatas harus disimpan dengan ditutup secara rapat dalam
ruang yang sejuk dan berventilasi yang cukup dan sejauh mungkin harus
dihindari kebocoran dan tumpahan.
b. Khusus untuk ether dan alkohol didalam pemakaiannya agar diupayakan jauh
dari percikan api.
10. Uap panas bertekanan tinggi :
a. Perangkat yang berisi uap panas bertekanan tinggi tidak boleh bocor, secara
berkala saluran-saluran diperiksa terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran.
b. Manometer/skalameter pada alat sterilisasi perlu selalu pantau ketepatannya
walaupun alat telah dilengkapi dengan safety, hal ini untuk mencegah
terjadinya pergerakan (scaling) yang menyebabkan terjadinya ledakan dan
kebakaran.
11. Saluran perpipaan gas-gas yang mudah terbakar:
Bila bagian-bagian dari peralatan terdiri atas pipa-pipa berisikan gas yang mudah
terbakar misal zat asam atau N2O, maka tempat keluarnya gas harus berjarak 1.k.
25 cm dari bagian alat yang dapat menimbulkan percikan bunga api yang dapat
menyulut gas baik dalam keadaan biasa maupun bila ada gangguan. Bila
penghantar listrik dan pipa-pipa gas yang memudahkan terjadinya kebakaran (misal
zat asam) dipasang bersama-sama dalam satu saluran pipa atau kotak maka
9

haruslah penghantar listriknya paling kurang memenuhi persyaratan untuk kabel


NYM.
12. Pada ruang pesawat Rontgen
Pada ruang pesawat rontgen sebenarnya praktis kemungkinan untuk terjadinya
kebakaran kecil sekali atau dapat dikatakan tidak ada, hanya perlu selalu dilakukan
pemeliharaan berkala terhadap alat rontgen tersebut, seperti misalnya:
pergerakan-pergerakan alat, contactor, sambungan kabel termasuk kabel tegangan
tinggi, pentanahan/ arde dan lai-lain.
13. Ruang laboratorium
Asam dan basa harus disimpan dalam ruangan yang berventilasi baik dan sewaktu
pemakaian harus dijaga agar tidak terjadi tumpahan-tumpahan. Untuk pemakaian
LPG agar selalu diperiksa tabung-tabungnya dari kemungkinan korosif dan
hindarkan benturan-benturan yang mungkin terjadi.
14. Kerosene dan minyak goreng
Harus disimpan dalam kaleng atau drum yang ditempatkan jauh dari nyala api dan
pada penggunaannya harus dicegah terjadinya tumpahan-tumpahan.
10

BAB III
PEMADAM KEBAKARAN

A. Peralatan Pemadam Kebakaran


Ada beberapa alat pemadam api yang dibuat menurut standard yang berlaku
untuk memudahkan cara penggunaannya yang praktis.
Pada umumnya alat pemadam api dapat dipergunakan dengan mekanisme yang
sederhana, seperti dengan menekan pelatuk, membuka kran atau menjalankan pompa
tangan. Dalam hal ini diperlukan latihan agar pemakai mengetahui cara
penggunaannya.
1. Alat Pemadam Kebakaran Portable
a. Alat Pemadam Api sederhana
Antara lain Pasir, karung goni dan lain-lain.
b. Alat Pemadam Api Air
Alat pemadam api ini pada dasarnya adalah tabung yang berisi air dan
diberikan tekanan dengan pompa udara, gas CO2 atau gas N2 didalam cartridge
atau langsung didalam tabung itu sendiri. Tergantung dari model alat pemadam
api air, maka gas pendorong keluar dan cartridge dengan cara menekan
pelatuk yang akan memecahkan plat penutup cartridge, dengan memijat kran,
maka air yang bertekanan akan mengalir dan memancar keluar dan corong
pemadam.
c. Alat Pemadam Api Serbuk Kimia Kering
Alat pemadam api ringan serbuk kimia kering dibuat dalam bermacam-macam
ukuran mulai dari 2 Kg - 9 Kg dan dalam bentuk beroda dari ukuran 20 Kg
sampai dengan 90 Kg.
Bahan pemadam api yang dipergunakan adalah dari serbuk kimia kering yang
diisikan didalam tabung dan didorong keluar oleh tekanan gas CO 2 atau N2.
Cara bekerjanya adalah dengan memutuskan mata rantai reaksi oksidasi,
sehingga reaksi oksidasi terhenli dan api padam.
d. Alat pemadam Api BCF
Alat pemadam api ini berisi BCF atau halon 1211, dan bahan kimia terdiri dari
bromochliroci fluoro methane. Bahan ini tidak menghantar listrik sehingga baik
sekali untuk pemadam api kebakaran listrik. Karena tekanan penguapan gas
BCF sangat rendah, jadi harus didorong dengan tambahan tekanan gas
pendorong CO2 atau N2 yang disimpan dalam tabung alat pemadam api ini. Bila
pancaran BCF mengenai panas api kebakaran, maka BCF akan sccepatnya
menguap dan menyelimuli api dan memadamkannya.
e. Alat Pemadam Api CO2.
Alat pemadam api CO2 berisi cairan CO2 yang ditekan pada tekanan 800-900
kg/cm2 pada suhu udara biasa (30C) pada alat ini terdiri dari tabung yang
tahan terhadap tekanan tinggi, sebuah kran katup untuk mengatur pengeluaran
gas CO2 dan penyalur slang serta coronguntuk mengarahkan semprotan gas
11

CO2 pada dasar api. Penggunaan gas CO2 yang setelah memadamkan api,
akan menguap dengan sendirinya dan tidak meninggalkan bekas atau
kerusakan.
f. Alat Pemadam Api Busa
Alat pemadam api busa pada umumnya berukuran 10 liter, dan mengeluarkan
busa dengan isi gas CO2 yang dapat menutupi permukaan yang terbakar
terutama untuk permukaan minyak yang terbakar. Dalam hal ini dengan
menyelimuti permukaan cairan, sehingga zat asam tersingkir dari api, dan
terjadilah proses pemadaman. Bahkab bisa untuk pemadaman kebakaran
dibuat dari gelembung yang berisi antara carbon dioxide (busa kimia) atau
udara (busa udara).

Gambar 1. Tabung kimia bertekanan

Gambar 2. Tabung Kimia Bertekanan (serbuk kimia kering)


12

Gambar 3. Tabung Kimia Bertekanan (Gas CO2)

Gambar 4. Tabung Pemadam Api Bertekanan (busa)


B. Alat Pemadam Instalasi
Sistem pemadam kebakaran pada gedung bertingkat dan gedung bangunan yang
luas maka perlu dipasang alat pemadam yang terinstalasi unuk mempercepat
penanggulangan kebakaran pada alat pemadam yang terinstalasi tersebut terbagi dua
antara lain :
1. Alat Instalasi Manual
a. Hydrant System
Hydrant adalah sistem yang menyediakan semprotan air secara manual
yang dilaksanakan oleh petugas pemadam kebakaran untuk memadamkan api
kebakaran di dalam gedung. Peralatan ini selalu diperlukan bila peralatan-
peralatan pemadam automatis tidak dapat diandalkan untuk pemadaman
menyeluruh.
Kran hydrant 2 ½" adalah khusus disediakan untuk petugas-petugas pemadam
kebakaran, supaya mudah didalam mendapatkan sumber saluran air yang
cukup kapasitasnya untuk pemadaman kebakaran pada gedung-gedung.
Dalam klasifikasinya Hydrant System dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
Golongan 1
Sistem ini mempergunakan saluran ukuran 2 ½" dan disediakan khusus untuk
orang yang terlatih, seperti petugas-petugas pem adam kebakaran.
Untuk gedung-gedung yang tidak dipasang sprinkler, maka golongan 1 ini
dapat dipergunakan untuk pemadaman secara manual. Type-type ini adalah :
13

1) Hydrant Pillar.
Ini ada beberapa macam yaitu Hydrant pillar terbenam. Peralatan ini ada
dibawah permukaan tanah, dan typenya ada yang type satu-saluran, dan
ada yang dua saluran.
2) Hydrant Box.
Khusus disediakan kran hydrant ukuran 2 ½"
3) Kran Hydrant.
Khusus disediakan kran hydrant ukuran 2 ½".

Golongan 2
1) Sistem ini menggunakan saluran ukuran 1 ½" ø dan dapat dipergunakan
oleh penghuni gedung di dalam usaha pertama pemadam kebakaran,
sampai kemudian diambil alih ileh petugas pemadam kebakaran yang tiba
ditempat tersebut. Slang-slang 1 ½" dihubungkan pada nozzle dengan
lubang ujung ¾ "- ½" ø.
Biasanya dalam hydrant box yang terpasang ditembok di dalamnya sudah
dilengkapi dengan slang pemadam kebakaran 1 ½" ø dengan panjang 20
atau 30 meter, berikut kran hydrant 1 ½ " ø nozzle 1 ½ dan tempat gantinya
slang.
2) Sistem ini mempergunakan hoscreel yaitu slang karet keras ukuran 1" atau
¾" dengan panjang 30 meter. Karena kapasilas pancaran air kecil sekali,
peralatan ini hanya baik untuk lingkungan gedung-gedung yang sudah
dilengkapi dengan sprinkler system, dan sebagai sarana pembantu untuk
mcmadamkan api kebakaran yang diluar jangkauan siraman air sprinkler.
Karena jumlah pancaran hosareel ini kecil ¾" - 150 liter/menit dan 1 - 250
liter/menit, jadi hubungannya dapat digabungkan dengan pipa tegak dan
sprinkler.

Golongan 3
Sistem ini adalah gabungan dengan penyediaan saluran 1 ½ " dan 2 ½ " ø
yang dapat digunakan oleh penghuni gedung dan petugas-petugas terlatih atau
petugas dinas pemadam kebakaran. Standar ini biasanya disediakan pada
sebuah hydrant box yang besar dan sangat baik untuk dipasang digedung-
gedung bertingkat tinggi.
b. Sumber air.
Sumber air untuk hydrant sistem ukuran 2 ½" ø biasanya diukur sesuai dengan
besar kapasitas pompa kebakaran yang dipergunakan.
Untuk sistem hydrant golongan 1 dan 2, besar kapasitas pompa adalah 1800
liter/menit untuk jangka waktu selama 30 menit.
Bila didalam gedung terdapat 2 pipa tegak, maka untuk pipa tegak pertama
harus disuplay kapasitas air sebanyak 1800 liter/menit dan untuk pipa tegak
kedua disuplay kapasitas sebanyak 900 liter/menit untuk jangka waktu 30
14

menit. Disamping itu tekanan air pada titik hydrant terjauh atau tertinggi adalah
minimum 4,5 kg/cm2. Khusus untuk sistem hydrant golongan 2 (saluaran 1½",
1" dan ¾") adalah 400 liter/menu untuk jangka waktu 300 menit, disamping itu
juga tekanan air pada titik hydrant yang tertinggi adalah 4,5 kg/cm2. Untuk
hydrant golongan 1 dan 3, diperlukan tambahan peralatan, fire departement
connection, yang dipasang sedemikian rupa sehingga slang-slang saluran air
dapat dipasang dan dipompakan ke pipa tegak.

Gambar 5. Hydran Box

c. Hydrant Pillar.
Mengenai letak lokasi hydrant pillarjarak antara satu hydrant dan lainnya tidak
melebihi 150 meter, dan letak hydrant harus dipilih dekat dengan persimpangan
jalan dan hydrant-hydrant lainnya dipasang dipinggirjalan. Sebagai kebiasaan
hydrant-hydrant dipasang sekitar 25 meter dan bangunan gedung, dan bila ini
tidak mungkin harus dipikirkan kemungkinan akibat kejatuhan dinding gedung
atau terkena pancaran panas kebakaran. Hydrant yang diletakkan dekat lalu
lintas yang ramai harus diberi perisai berupa pagar disekitarnya supaya tidak
tertabrak kendaraan. Hydrant harus dipasang tegak lurus dan tingginya kira-kira
45 cm dari permukaan tanah disekitarnya.

Gambar 6. Hydrant Pillar


d. Monitor nozzles.
Dalam meletakkan monitor nozzles harus sedemikian rupa sehingga semua
tempat dapat dicapai dengan semprotan air.
15

Gambar 7. Monitor Nozzle

2. Alat pemadam Instalasi Otomatis


a. Sistem Sprinkler
Panas api akan memecahkan satu atau beberapa buah sprinkler, dan dengan
sendirinya air akan memancar keluar dari sprinkler.
Pancaran air jumlahnya/kapasitasnya harus cukup untuk memadamkan api
kebakaran, atau mencegah menjalarnya api bila asal mula api itu tidak
terjangkau atau tidak dapat dipadamkan dengan air. Air dialirkan ke sprinkler
melalul sistem perpipaan yang biasanya digantungkan pada atap-atap dan
sprinkler itu sendiri ditempatkan pada tiap jarak tertentu sepanjang pipa tadi.
Lubang sprinkler ditutup dengan gelas yang berisi cairan, atau dengan tutup
dan bahan logam yang dikencangkan oleh sambungan las yang peka terhadap
perubahan temperatur.

Gambar 8. Sprinkler
b. Sistem Pemadam Busa
Sistem ini terdiri dari sumber air, pompa kebakaran, cairan busa udara, tangki
busa dengan proportionernya, pembangkit busa, penyemprot busa, panel
pengontrol sistim pemipaan dan kabel-kabel listrik. Campuran busa udara
dibuat dengan mencampur dalam campuran yang tertentu antara busa udara
dengan air yang dialirkan melalui pipa dan secara mekanik campuran ini diaduk
dan dicampur dengan udara, didalam alat pembangkit busa. Busa-busa yang
terjadi dipergunakan untuk menutupi permukaan bahan yang terbakar, dan
terjadi proses pendinginan, dan menutupi sehingga sumber api padam.

c. Sistem Pemadam CO2


16

Tabung CO2 diisi dengan gas yang dicairkan dengan tekanan 73 kg/cm 2 pada
temperatur 30C yaitu temperatur kritis dari bahan CO 2. Bila CO2 disemprotkan
akan segera membuat kabut atau menguap dengan kecepatan penguapan 534
1/Kg gas air, dan uap dapat memadamkan kebakaran dengan cara mencekik
dan memisahkan udara dan bahan bakar, serta pendinginan.

d. Sistem Pemadaman Halon 1301


Sifat-sifat yang menonjol adalah pemadaman yang sangat cepat dengan
proses pemutusan mata rantai reaksi kebakaran, dan daya campur serta
mengalir yang cepat ke seluruh ruangan. Nomor dan halon adalah
menunjukkan beberapa jenis unsur kimia dan jumlah atom, untuk memudahkan
pengenalan, dibandingkan dengan rumus kimia yang sulit dihapal.
Halon 1301 atau (CF, Br) BTM
1. Jumlah atom Carbon (C)
3. Jumlah atom Fluorine (F)
0. Jumlah Atom Clorrne (EL)
1. Jumlah atom Bromine ( Br)
Halon 1301 diklasifikasikan sebagai gas yang paling kecil keracunanya dan
menurut UL (Under Writer Laboratory) diberi klasifikasi golongan 6, sama
dengan CO2.

e. Sistem Pemadaman Serbuk Kimia Kering.


Serbuk kimia kering adalah bahan yang balk sekali uniuk pemadaman benda
cair yang mudah terbakar dan juga untuk alat-alat listrik. Dengan sistem
pemadaman serbuk kimia kering dapatlah diharapkan bahwa pemadaman
dapat cepat sekali berlangsung dan dimana peristiwa pembakaran kembali
tidak ada.
Karena sifat dari serbuk kimia kering yang tidak menghantar listrik, maka sistem
ini juga baik sekali dipergunakan untuk pemadaman-pemadaman
ditransformer-transformer listrik yang berisi minyak, atau peralatan pemutus
aliran yang berisi minyak.

C. Peralatan Deteksi Kebakaran


Sistem Deteksi Awal Kebakaran (Fire alarm system)
Peralatan ini merupakan satu rangkaian peralatan yang membentuk sistem pendeteksi
awal kebakaran.
Alat-alat pendeteksi terdiri dari :
1. Detektor asap
2. Detektor panas
3. Detektor temperatur tetap.
Alat penerima isyarat deteksi :
1. Panel kontrol alarm
17

2. Ni Cd batterai
3. Charging system
Alat pemberitahu kebakaran :
1. Sirine
2. Alarm bell
3. Telephon
4. Lampu tanda bahaya
5. Grafic panel
6. Panel indicator
7. Panel pembantu
Alat-alat lain yang dikemudikan oleh panel kontrol secara Otomatis :
1. Mematikan AC, foam, exhaust foam
2. Menutup pintu asap
3. Menjalankan pompa hydran
4. Menjalankan sistem pemadam (kalau ada) : halon 1301, CO2, serbuk kimia kering,
sprinkler terbuka, busa dli.
18

BAB IV
TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

A. Pencegahan Kebakaran
1. Tindakan Pencegahan kebakaran
Untuk mencegah terjadinya kebakaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dan ditaati antara lain:
a. Meningkatkan disiplin dan tanggung jawab personil
b. Peningkatan kewaspadaan dan kesiagaan personil
c. Pengawasan dan penggantian alat-alat maupun bahan yang mengandung
bahaya potensial rawan bakar tinggi secara teratur
d. Adanya petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis pada setiap peralatan secara
jelas
e. Peningkatan kesadaran bahaya akan kebakaran merupakan tanggung jawab
setiap personil
f. Dilarang menyalakan lampu, pelita, lilin disembarang tempat
g. Dilarang memasak baik dengan cooflat listrik, maupun dengan kompor gas atau
minyak tanah ditempat-tempat yang tidak diperuntukkan untuk memasak
h. Dilarang menyambung atau menambah instalasi listrik tanpa diperiksan terlebih
dahulu oleh instalasi pemeliharaan sarana.
i. Dilarang untuk membakar sampah atau sisa kayu di lingkungan rumah sakit
j. Dilarang membakar sampah yang berisikan bahan yang mudah meledak atau
menyebarkan percikan api
k. Dilarang lengah bila menyimpan bahan yang mudah terbakar seperti elpiji,
bahan bakar minyak, alkohol.
l. Dilarang membiarkan orang-orang yang tidak berkepentingan berada di lokasi
yang rentan terhadap bahaya kebakaran
m. Dilarang merokok di lingkungan rumah sakit
n. Dilarang memperbaiki kendaraan di tempat parkir
o. Melakukan pemantauan operasional diesel/generator yang sedang beroperasi.

2. Ketentuan bangunan dan lingkungan rumah sakit umum


a. Lingkungan bangunan rumah sakit
1) Besar ukuran balok bangunan tergantung kepada kapasitas, intensitas dan
kebutuhan dari suatu kegiatan atau fungsi dalam ruangan atau bangunan.
2) Aksesibilitas atau pencapaian di lingkungan blok bangunan harus dibuat
jelas, aman, tanpa hambatan dan dilengkapi dengan tanda atau petunjuk
ke arah bukaan atau ruangan penyelamatan.
3) Tata letak blok bangunan
Di dalam bentuk blok bangunan harus dengan mempertimbangkan :
a) Kompartemenisasi di dalam massa bangunan
b) Jarak dan tinggi bangunan
19

c) Hidrant kebakaran
d) Alat bantu pemadam kebakaran lainnya

Jarak antara bangunan di dalam lingkungan rumah sakit


Tinggi Jarak minimum
(to) (tl) (lo) (ll)
s/d 8 meter s/d 3 meter
8 s/d 14 meter 3 s/d 6 meter
14 s/d 40 meter 6 s/d 8 meter
Diatas 40 meter Diatas 8 meter

Jalan lingkungan rumah sakit


Lebar perkerasan minimum
Luas blok bangunan :
Searah : Bolak : Balik
Type Luas : Menerus : Buntu : Menerus
Kecil s/d 1 Ha 3,5 m 3,5 m 3,5 m
Sedang 1 s/d 5 Ha 3,5 m 3,5 m 3,5 m
Besar > 5 Ha 4,0 m 3,5 m 5,0 m

3. Bangunan rumah sakit


a. Beban penghunian ruang
Beban penggunaan ruang ditetapkan berdasarkan kepada jumlah penghuni
yang menempati setiap ruangan dari bangunan sesuai dengan yang
direncanakan.
b. Sifat bangunan
Penggunaan dengan bahaya tinggi. Pada bangunan harus disesuaikan dengan
fungsi/kegiatan dan matrial sebagal pengisi fungsinya.
c. Bukaan
Dinding bangunan (termasuk dinding dan jendela) dengan syarat dapat
menahan penjalaran nyala api/gas dan bangunan yang mempunyai bukaan,
baik horizontal maupun vertikal, seperti jendela, lubang ekskaiator dan lain-lain
harus memenuhi persyaratan yaitu lubang jendela atau pintu bangunan yang
Iangsung menghadap keluar, minimum berjarak 90 cm satu dengan Iainnya,
kecuali jika dilindungi penjorokan minimum 50 cm yang dibuat dan struktur
tahan api minimum 2 (dua) jam.
Bukaan
a. Kecuali untuk rumah tinggal biasa, lubang pintu bangunan perumahan dan
gedung yang Iangsung menghadap keluar, daun pintunya harus menghadap/
membuka keluar.
b. Kecuali untuk rumah tinggal biasa, bagian atas dan setiap jendela atau pintu
bangunan yang Iangsung menghadap keluar, harus dilindungi dengan
penjorokan, minimum 50 cm (“D”) dari dinding yang terbuat dari struktur tahan
api, D + C lebih besar dan 1.30 meter, minimum 2 (dua) jam.
20

Jalan keluar
a. Semua jalan keluar atau penghubung dan bangunan baik berupa pintu
penyelamatan/pintu kebakaran, kondor, ramp maupun jenis Iainnya harus :
1) Mudah dilihat, jelas dan tanpa hambatan.
2) Bila terdapat Iebih dan satu kelompok pemakai menggunakan bangunan
atau lantai, maka setiap kelompok pemakai harus mempunyai pencapaian
Iangsung ke jalan-jalan luar. Dan tidak diperkenankan melalui ruang-ruang
yang digunakan oleh kelompok pemakai lainnya.
Perhitungan jalan keluar berdasarkan kepada fungsi/kegiatan, intensitas
penggunaan dan kapasitas ruang tertinggi. Jalan keluar dan bangunan juga
berdasarkan kepada :
1) Jenis penggunaan ruang/bangunan.
2) Beban penghunian ruang/bangunan.
3) Luas lantai penggunaan ruang/bangunan.
4) Jarak pencapaian.
5) Intensitas/kapasitas jalan keluar.
6) Apabila terdapat Iebih dan satu kelompok pemakai menggunakan
ruang/bangunan atau lantai, maka pencapaian langsung ke sejumlah jalan
keluar tidak diperkenankan melalui ruang/bangunan atau lantai yang telah
digunakan oleh pemakai Iainnya.
7) ApabiIa dibutuhkan Iebih dan satu jalan keluar pada ruang/bangunan atau
Iantai, maka setiap jalan keluar harus ditempatkan sejelas mungkin dan
dibedakan dari bukaan Iainnya yang tidak berfungsi sebagai penyelamatan
jalan keluar.
8) Jalan masuk kearah tangga penyelamatan yang melayani Iebih dari 4
(empat) lantai hanya diperkenankan melalui ruang/lobby bebas asap.
9) Jalan masuk atau keluar pada bangunan yang tinggi Iebih dari 4 (empat)
lantai, maka harus dilengkapi dengan lift/elevator dan eskalalor
10) Pintu-pintu jalan keluar harus mempunyai ketahanan terhadap api,
minimum 1½Jam.
11) Letak dan jarak tempuh jalan keluar harus memperhatikan klasifikasi dan
kapasitas bangunan, dengan lembar minimum dan jarak pencapaian
maksimum sesuai label 5.
b. Koridor
1) Koridor berakhir di pintu kebakaran dengan tenda/petunjuk penyelamatan
kebakaran.
2) Bebas dari pada penimbunan barang-barang.
3) Lantai dibuat dan bahan yang tidak licin.

Utilitas bangunan rumah sakit


21

Perlengkapan utilitas yagn harus ada di dalam bangunan rumah sakit berdasarkan
ketinggiannya sesuai dengan tabel berikut ini :
Klasifikasi A B C D E
Bangunan Tinggi s/d Tinggi s/d Tinggi s/d Tinggi s/d Tinggi > 40
Peralatan 8 m atau 8 m atau 14 m atau 40 m atau 8 m atau di
1 lantai 2 lantai 4 lantai lantai atas 8 lantai
Sumber daya listrik     
darurat
Lampu darurat - -   
Pintu kebakaran - -   
Tangga kebakaran - -   
Pintu darurat dan   - - -
tangga darurat
Sistem     
pengendalian asap
Lift kebakaran - - -  
Komunikasi darurat     
Bukan penyelamat   
Penunjuk arah jalan     
keluar
Landasan helikopter - - - - 
Peralatan bantu   - - -
lainnya
Keterangan : = harus
- = tidak harus

B. Penanggulangan Kebakaran
1. Organisasi penanggulangan kebakaran
a. Diagram penanggulangan kebakaran

Keterangan :
A. Unit kerja dilokasi kebakaran

BC
A B. Unit kerja disekitar kebakaran
C. Unit kerja di luar lokasi
kebakaran

b. Uraian Tugas.
1) Kabag Umum bertugas :
a) Memimpin dan mengendalikan penanggulangan kebakaran, serta
memerintahkan untuk membunyikan tanda bahaya.
b) Mengkoordinir Tim Penanggulangan Bencana
c) Segera melaporkan kejadian kebakaran kepada Pemadam Kebakaran,
Dinas Kesehatan dan Kepolisian jika api tidak bisa dipadamkan
menggunakan APAR
d) Menginstruksikan penanggulangan kebakaran kepada unit kerja yang
terkait (IPSRS , Satpam, dll)
22

e) Menentukan tempat untuk evakuasi pasien, dokumen dan peralatan.


2) Dokter Dinas Jaga IGD bertugas :
a) Memimpin dan mengendalikan penanggulangan kebakaran yang
terjadi diluar jam kerja. Setelah Kabag Umum datang, tugas ini
diserahkan kepada Direktur
b) Mengkoordinir Tim Penanggulangan Bencana yg terjadi di luar jam
kerja
c) Segera melaporkan kejadian kebakaran kepada Pemadam Kebakaran,
Dinas Kesehatan dan Kepolisian jika api tidak bisa dipadamkan
menggunakan APAR
d) Menginstruksikan penanggulangan kebakaran kepada petugas jaga
unit kerja yang terkait (IPSRS , Satpam, dll)
e) Menentukan tempat untuk evakulasi pasien, dokumen dan peralatan.
3) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit ( IPSRS ) bertugas :
a) Setelah menerima pemberitahuan/mengetahui adanya kebakaran
segera mematikan aliran Iistrik.
b) Memadamkan api dengan menggunakan alat pemadam yang ada.
c) Melaksanakan kegiatan dan usaha dalam bidang tugasnya agar
kebakaran tidak meluas.
d) Mengecek semua alat pemadam api, menyiapkan serta membawanya
ke lokasi kebakaran.
4) SATPAM / Security bertugas:
a) Memadamkan api dilokasi kebakaran dengan mempergunakan alat
pemadam api yang ada.
b) Menyiapkan alat pemadam api dan membawanya kelokasi kebakaran.
c) Melaksanakan kegiatan dan usaha agar kebakaran tidak meluas.
d) Melakukan pengawasan dilokasi kebakaran agar usaha pemadaman
api berjalan lancar.
e) Mencegah orang-orang yang tidak berkepentingan mendekati lokasi
kebakaran.
f) Satu orang ditinggalkan di unit kerja/pos masing-masing untuk
mengawasi keamanan dan ketertiban dilingkungan unit kerja masing-
masing.
g) Sisanya dikerahkan untuk membantu memadamkan api dilokasi
kebakaran dan mengamankan jalan untuk evakuasi.
5) Petugas Unit Kerja dilokasi kebakaran (Perawat, Petugas Administrasi dan
Petugas lain) bertugas :
a) Kepala ruang/ unit melaporkan kejadian kebakaran kepada Petugas
Informasi pada jam kerja atau ke petugas satpam jika kebakaran
terjadi diluar jam kerja
b) Memadamkan api dengan menggunakan alat pemadam yang
ada/tersedia.
23

c) Mengevakuasikan pasien, dokumen dan peralatan Rumah Sakit serta


barang milik pasien.
d) Melaksanakan kegiatan dan usaha dalam bidang tugasnya agar
kebakaran tidak meluas.
6) Petugas unit kerja disekitar lokasi kebakaran
a) Mengevakuasikan pasien, dokumen dan peralatan rumah sakit yang
dipandang perlu.
b) Menyingkirkan barang-barang yang mudah terbakar.
c) Membantu mengatasi kebakaran.
7) Petugas unit kerja diluar lokasi kebakaran.
a) Meninggalkan beberapa petugas untuk mengawasi ketertiban dan
menjaga pasien diunit kerja masing-masing agar tidak panik.
b) Menyiapkan tempat tidur bagi pasien diunit kerja masing-masing agar
sewaktu-waktu diperlukan dapat menampung pasien yang di
evakuasikan dari tempat kebakaran.
c) Perawat dan petugas Administrasi Iainnya dikirim kelokasi kebakaran
untuk membantu evakuasi pasien, dokumen dan peralatan rumah
sakit.
2. Tindakan yang perlu diperhatikan pada waktu terjadinya kebakaran
Unsur-unsur Tindakan Utama atau hal-hal yang harus dipenuhi adalah:
a. Membunyikan tanda bahaya.
Untuk setiap kebakaran di rumah sakit baik kecil maupun besar bunyikan tanda
alarm/tanda bahaya umum dengan segera. Alarm ini harus dapat didengar
diseluruh bagian rumah sakit, bahkan didaerah yang kedap suarapun (ICCU,
ICU, OK dll)
b. Memanggil Dinas Pemadam Kebakaran.
Sangatlah penting untuk tidak menunda pemanggilan Dinas Pemadam
Kebakaran, segera setelah menerima laporan adanya kebakaran.
Satpam diharuskan menunggu kedatangan Dinas Pemadam Kebakaran dipintu
masuk yang telah ditetapkan, untuk menunjukkan jalan ketempat lokasi
kebakaran danmemberikan informasi yang diperlukan, seperti kondisi gedung,
lokasi sumber air terdekat dan lain-lain.
c. Membasmi api dengan segera.
Kebakaran harus segera dipadamkan disaat pertama kali dilihat, dengan
menggunakan alat pemadam kebakaran darurat yang tersedia, sambil
berupaya untuk memberikan laporan tentang adanya kebakaran agar dapat
ditanggulangi dengan cepat.
d. Pengungsian (Evakuasi).
Untuk mencegah keterlambatan dalam pengungsian haruslah terdapat
rencana/aturan yang memungkinkan pengungsian berjalan aman dan cepat.
Faktor yang penting adalah route mana yang harus digunakan serta route
24

pengganti jika jalan utama tidak dapat dilalui dan dimana berkumpuil untuk
diabsen ketika sampai diudara terbuka.
3. Tindakan pada waktu terjadinya kebakaran.
a. Setiap anggota yang mengetahui adanya kebakaran, segera mengambil
tindakan untuk memadamkan kebakaran dengan APAR yang terdapat
disekitarnya, sambil meneriakkan “CODE RED” berulang kali
b. Anggota yang mendengar adanya kebakaran segera menuju ketempat kejadian
untuk meneliti kebenarannya
c. Kepala ruangan / unit segera menelepon ke petugas informasi pada jam kerja
dan Satpam jika diluar jam kerja
4. Methode Evakuasi dan Pengamanan.
a. Pasien.
1) Pasien yang dapat berjalan dibimbing/dituntun keluar dan lokasi kebakaran
melalui pintu darurat menuju ketempat penampungan.
2) Pasien yang tidak dapat berjalan dievakuasi dengan cara :
a) Dipapah
b) Digendong
c) Kursi roda.
d) Tempat tidur beroda
e) Dibungkus dengan selirnut/sepral kernudian ditarik.

3) Pasien yang berada diruangan gedung bertingkat dievakuasikan dengan :


a) Melalui tangga darurat.
b) Melalui jalan landai (Ramp)
c) Mempergunakan tali peluncur
d) Melompat kedalam jaring.
4) Menyiapkan tempat penampungan dengan cara
a) Menggunakan tempat tidur yang kosong beserta kasur, bantal sepral,
sarung bantal yang tersedia/ cadangan.
b) Peralatan tempat tidur pasien dilokasi kebakaran yang masih dapat
diselamaikan dikirim ketempat penampungail.
5) Bilamana berada dalam kabut asap atau dimalam han penderita yang
dapat. berjalan dan tamu saling berpegangan secara beruntun
6) Jangan menggunakan tempat tidur untuk tujuan evakuasi.
b. Dokumen dan Peralatan.
1) Dokumen dan peralatan penting yang masih dapat diselamatkan
dikumpulkan dan diadakan pencatatan oleh petugas administrasi.
2) Petugas administrasi membawa dokumen danperalatan penting ketempat
penampungan.
25

BAB V
PENUTUP

Demikian Buku Pedoman Pencegahan Penanggulangan Kebakaran ini disusun untuk


semua jenis alat dan sistim penanggulangan bahaya kebakaran yang dipakai di UPTD
RSUD.
Tujuan penyusunan buku ini yaitu sebagai pedoman bagi para karyawan rumah sakit
dalam pemakaian alat dan sistim penanggulangan bahaya kebakaran secara tepat
mengingat bahwa rumah sakit mempunyai beberapa jenis ruangan khusus.
Kami mengharapkan saran yang membangun untuk penyesuaian dan penyempurnaan
buku pedoman ini pada masa yang akan datang.

Direktur UPTD RSUD

dr.
Penata Tk. I
NIP.

Anda mungkin juga menyukai