Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keuangan Negara

Dosen Pengampu :
Alva Beriansyah, S.IP., M.I.P.

Disusun Oleh :
Annisa Hanifa B1B121005
Ambo Angka B1B121019
Syelvi Maulidhina Riadi B1B121038
Duma Rizkhy Arisandi B1B121042
Annisa Aulia Futri B1B121045
Bunga Carolline B1B121048
Nadia Farhana B1B121055
Gesang Anggoro B1B121056
Diva Nasywa Erba Putri B1B121072
Farhan Ragil Pangestu B1B121087

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Keuangan Negara dengan judul “Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi”. Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan
kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.

Jambi, 29 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................................4
1.3 Tujuan.............................................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................5
2.1 Fungsi dan Tujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.....................................................5
2.1.1 Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.........................................................5
2.1.2 Tujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.........................................................6
2.2 Prinsip Penyusunan APBD Provinsi..............................................................................................6
2.3 Struktur Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah....................................................................6
2.4 Siklus APBD Provinsi..................................................................................................................10
2.4.1 Penyusunan dan Penetapan APBD................................................................................11
2.4.2 Pelaksanaan APBD........................................................................................................17
2.4.3 Pertanggungjawaban APBD..........................................................................................18
2.5 Contoh Analisis APBD di Provinsi Jambi....................................................................................19

BAB III PENUTUP............................................................................................................................20


Kesimpulan...................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyelenggaraan pemerintah daerah tidak lepas dari adanya pengunaaan dan pemanfaatan
anggaran serta pendapatan daerah. Dan setiap tahun pemerintah daerah akan mempersiapkan
perencanaan anggaran atau yang sering disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Karena anggaran pemerintah terkait dengan penentuan jumlah alokasi dana untuk setiap program dan
aktivitas yang menggunakan dana milik masyarakat. Anggaran merupakan alat perencanaan target
yang harus dicapai oleh pemerintah, serta sebagai alat untuk pengendalian alokasi sumber dana publik
yang disetujui oleh legislatif untuk dibelanjakan.
Instansi pemerintah memiliki anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Anggaran
pendapatan adalah suatu perkiraan mengenai batas penerimaan tertinggi keuangan pemerintah
sebagai sumber pendapatan yang akan digunakan untuk membiayai belanja negara. Sedangkan
anggaran belanja adalah suatu perkiraan mengenai batas pengeluaran tertinggi keuangan pemerintah
bagi pembiayaan pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah untuk satu tahun.
Anggaran pemerintah terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap
program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana milikmasyarakat. APBD
adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui oleh DPRD yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja fungsi dan tujuan APBD Provinsi?
1.2.2 Apa saja struktur dari APBD?
1.2.3 Apa saja prinsip-prinsip penyusunan APBD Provinsi?
1.2.4 Bagaimana teknis penyusunan APBD Provinsi?
1.2.5 Bagaimana contoh analisis APBD di Provinsi Jambi?

1.3 Tujuan
Berdasarkan dari perumusan masalah, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui siklus penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fungsi dan Tujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

2.1.1 Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Menurut Abdul dan Muhammad (2019: 223), Fungsi APBD adalah :
1) Fungsi Otorisasi

Bahwa APBD menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan.
Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
2) Fungsi Perencanaan

Bahwa APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan. Melalui APBD, pemerintah provinsi dapat :
a. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan.
b. Merecanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta
merencanakan alternatif sumber pembiayaannya.
c. Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun.

d. Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.


3) Fungsi Pengawasan

Bahwa APBD menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan
pemerintah daerah. Dengan APBD, dapat dihindari adanya salah sasaran dalam pengalokasian
anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan proiritas.
4) Fungsi Alokasi

Bahwa APBD harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan
pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi, dan efektivitas perekonomian daerah. APBD
memuat pendapatan yang dihimpun oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk membiayai
berbagai pengeluaran pemerintah daerah di segala bidang dalam upaya meningkatkan kualitas dan
kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat karea pemerintah daerah lebih mengetahui
kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat.
5) Fungsi Distribusi
Bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatuhan. APBD yang diperoleh dari berbagai sumber penerimaan oleh pemerintah daerah,
kemudian didistribusikan kembali kepada masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
6) Fungsi Stabilisasi
Bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara, dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian daerah.
2.1.2 Tujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Menurut Abdul dan Muhammad (2019: 225), APBD disusun dengan dengan tujuan untuk dijadikan
pedoman oleh pemerintah daerah dalam mengatur penerimaan dan belanja untuk pelaksanaan
pembangunan daerah sehingga kesalahan, pemborosan dan penyelewengan yang merugikan dapat
dihindari.
Adapun tujuan APBD yang lain, yaitu :
1) Membantu pemerintah daerah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar bagian
dalam lingkungan pemerintah daerah.
2) Meningkatkan pengaturan atau koordinasi setiap bagian-bagian lingkungan pemerintah daerah.
3) Menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa melalui proses
pemrioritasan.
4) Meningkatkan transparansi pemerintah provinsi terhadap masyarakat luas dan pemerintah provinsi
dapat mempertanggungjawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

2.2 Prinsip Penyusunan APBD Provinsi


Penyusunan APBD Tahun Anggaran harus didasarkan prinsip sebagai berikut:
1. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan provinsi;
2. APBD harus disusunsecara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal;
3. Penyusunan APBD dilakukan secara transparan,dimana memudahkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD;
4. Penyusunan APBD harus melibatkan partisipasi masyarakat;
5. APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
6. Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih
tinggi dan peraturan daerah lainnya.

2.3 Struktur Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Struktur APBD diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan organisasi yang
bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, struktur APBD
merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
1. Pendapatan Daerah;
2. Belanja Daerah;
3. Pembiayaan Daerah. .
1. Pendapatan Daerah.
Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah
meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana.
Pendapatan daerah meliputi: (a) Pendapatan Asli Daerah; (b) Dana Perimbangan, dan (c) Lain-Lain
Pendapatan.
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD adalah bagian dari pendapatan daerah yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Kewenangan daerah dalam memungut PAD dimaksudkan agar daerah dapat mendanai
pelaksanaan otonomi daerah yang bersumber dari potensi daerahnya sendiri.
PAD terdiri dari:

1) Pajak Daerah.
2) Retribusi Daerah.

3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, yang mencakup:


a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD);
b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah (BUMN);
c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta.

4) Lain-lain PAD yang Sah, yang meliputi:


a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

b) Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;


c) Jasa giro;
d) Pendapatan bunga;
e) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah;
f) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

g) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan
barang dan/atau jasa oleh daerah;
h) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;

i) Pendapatan denda pajak dan retribusi;


j) Pendapatan dari fasilitas sosial dan fasilitas umum;

k) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;


l) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

b. Dana Perimbangan.
Dana perimbangan adalah alokasi dana yang berasal dari pemasukan APBN, dana
perimbangan ini akan dialirkan pada wilayah otonom. Tujuan dari pemberian dana perimbangan
sendiri adalah untuk dipakai oleh daerah dalam rangka memenuhi program desentralisasi di daerah
tersebut. Dana perimbangan meliputi :
1) Dana Alokasi Umum;
2) Dana Alokasi Khusus;
3) Dana Bagi Hasil, yang meliputi bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak.
c. Pendapatan Lain-Lain yang Sah, meliputi:
1) Pendapatan Hibah;

2) Pendapatan Dana Darurat;


3) Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota;

4) Bantuan Keuangan dari Provinsi atau dari Pemerintah Daerah lainnya;


5) Dana Penyesuaian;

6) Dana Otonomi Khusus.

2. Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang
mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
Pasal 26 dan 27 dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah tidak merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib, urusan pilihan, dan
klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja. Sedangkan Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi belanja daerah
berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program
kegiatan, serta jenis belanja.

a. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib


Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2), klasifikasi belanja menurut urusan
wajib mencakup:
1) Pendidikan;
2) Kesehatan;
3) Pekerjaan Umum;
4) Perumahan Rakyat;
5) Penataan Ruang;
6) Perencanaan Pembangunan;
7) Perhubungan;
8) Lingkungan Hidup;
9) Kependudukan dan Catatan Sipil;
10) Pemberdayaan Perempuan;
11) Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera;
12) Sosial;
13) Tenaga Kerja;
14) Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
15) Penanaman Modal;
16) Kebudayaan;
17) Pemuda dan Olah Raga;
18) Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri;
19) Pemerintahan Umum;
20) Kepegawaian;
21) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa;
22) Statistik;
23) Arsip; dan
24) Komunikasi dan Informatika.
b. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan
1) Pertanian;
2) Kehutanan;
3) Energi dan Sumber Daya Mineral;
4) Pariwisata;
5) Kelautan dan Perikanan;
6) Perdagangan;
7) Perindustrian; dan
8) Transmigrasi.
c. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan, Organisasi, Fungsi,Program dan Kegiatan,
serta Jenis Belanja.
Belanja daerah tersebut mencakup:
1) Belanja Tidak Langsung; dan
2) Belanja Langsung.

Komponen belanja tidak langsung dan belanja langsung sebagai berikut:


1) Belanja Tidak Langsung, meliputi:
a) Belanja Pegawai;
b) Bunga;
c) Subsidi;
d) Hibah;
e) Bantuan Sosial;
f) Belanja Bagi Hasil;
g) Bantuan Keuangan; dan
h) Belanja Tak Terduga.
2) Belanja Langsung, meliputi:
a) Belanja Pegawai;
b) Belanja Barang dan Jasa;
c) Belanja Modal.

3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-
tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan pemerintah daerah yang
dimaksudkan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus APBD.
Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan
Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
a. Penerimaan Pembiayaan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 60 menyebutkan bahwa Penerimaan Pembiayaan Daerah,
meliputi :
1) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Lalu;
2) Pencairan Dana Cadangan;
3) Penerimaan pinjaman daerah;
4) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan
6) Penerimaan piutang daerah.
b. Pengeluaran Pembiayaan
Pengeluaran Pembiayaan Daerah, meliputi:
1) Pembentukan dan cadangan;
2) Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah;
3) Pembayaran utang pokok yang jatuh tempo; dan
4) Pemberian pinjaman daerah.

2.4 Siklus APBD Provinsi


APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 tahun aggaran terhitung
mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD disusun sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan
anggaran yang secara garis besar terdiri dari :
1. Penyusunan dan Penetapan APBD,
2. Pelaksanaan APBD;
3. Pertanggungjawaban APBD.
2.4.1 Penyusunan dan Penetapan APBD
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara
kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian kewenangan dengan
pendanaannya adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas
beban APBD.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah
didanai dari APBN.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada
kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.

Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau
jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD. Penganggaran
penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran. Anggaran belanja
daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.

1. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah


Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu
kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.

RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban
daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara
khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan
dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan.
RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

2. Kebijakan Umum APBD


Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu menyusun
Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang
menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah meyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri
Dalam Negeri tersebut memuat antara lain: a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi
kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah;
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c. teknis penyusunan APBD;
d. hal-hal khusus lainnya.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari programprogram yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan
proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang
disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas
pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah
pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan
oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling
lambat pada awal bulan Juni.

Racangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni
tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun
anggaranberikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD.
Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu
pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.

3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara


Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan
sebagai berikut :
a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.

Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas
paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD
bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati
menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang
ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD.

4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD


Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
a. PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan;
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan
standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip
peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka
pencapaian prestasi kerja; dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD, analisis
standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD diterbitkan paling lambat awal
bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala
SKPD menyusun RKA-SKPD. RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka
pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi
kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun
prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan
kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang
direncanakan.

Utuk terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran jangka


menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja, dan
terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran
berjalan. Evaluasi tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan
dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya untuk dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada
tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan. Dalam hal
suatu program dan kegiatan merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang
ditetapkan, kebutuhan dananya harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan.

RKA-SKPD memuat recana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan
kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian
objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-
SKPD juga memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi
kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan. RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD
disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.

5. Penyiapan Raperda APBD


Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan
penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian
antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran
sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok
sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta
sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.

Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidak sesuaian, kepala SKPD melakukan
penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada
PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD.

Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada
kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada
DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD
tersebut bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta
masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris daerah
selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.

6. Peyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD


Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta
lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran
sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan
keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD
dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan.

Peetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan
persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan
rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati
bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan
terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan
kepada kepala daerah.

Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak menetapkan
persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD,
maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggitingginya sebesar angka APBD tahun
anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk
keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus
menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan
setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan
jasa. Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan
pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau
melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga.

Atas dasar persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran APBD tersebut
dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari :
a. ringkasan APBD:
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok,
jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan
fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar piutang daerah;
h. daftar penyertaan modal investasi) daerah;
i daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan
kembali dalam tahun anggaran ini;
1. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah


memperoleh pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.
Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling lama 15 (lima
belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja gubernur tidak mengesahkan rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala
daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.

7. Evaluasi Racangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama
DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.

Penyampaian rancangan disertai dengan:


a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang
DPRD.

Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional,
keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana
APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi
dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk
efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah daerah
Kabupaten/Kota yang terkait.

Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Bupati/Walikota
paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila
Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peratura daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan
peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud
menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.

Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama
DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil
evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan
Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan
Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota dimaksud
sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan berlakunya pagu APBD
tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah
pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya
DPRD bersama kepala daerah mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah
tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang APBD.

Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan oleh kepala daerah bersama dengan Badan anggaran
DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan oleh pimpinan DPRD. Keputusan pimpinan DPRD
dijadikan dasar penetapan peraturan daerah tentang APBD.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya. Sidang
paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada kepada gubernur bagi APBD kabupaten/kota paling
lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan. Dalam hal pimpinan DPRD
berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
pimpinan sementara DPRD yang menandatangani keputusan pimpinan DPRD.

Guberur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD
kepada Menteri Dalam Negeri.

8. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan
daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut
dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal kepala daerah
berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah
tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi
kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.

9. Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama
DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun
anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun
berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.

Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam
keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah keadaan yang menyebabkan estimasi
penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari
50% (lima puluh persen).

Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun
anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tersebut selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.

Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah berlaku ketentuan seperti halnya evaluasi dan penetapan rancangan APBD. Apabila
hasil evaluasi tersebut tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap
menetapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dimaksud
dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun berjalan termasuk untuk
pendanaan keadaan darurat.
Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala daerah wajib
memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan selanjutnya kepala
daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut
dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.

2.4.2 Pelaksanaan APBD

Pelaksanaan APBD terdiri dari pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan
Kemudian setelah satu semester, Pemerintah daerah menyusun laporan realisasi semester pertama
APBD dan prognosis untuk 6 bulan berikutnya. Laporan tersebut disampaikan kepada DPRD
selambat-lambatnya pada akhir bulan Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama
antara DPRD dan pemerintah daerah.

Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD
dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran
yang bersangkutan. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah Ketentuanketentuan yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan anggaran pendapatan daerah adalah bahwa:
a. Semua pengelolaan terhadap pendapatan daerah harus dilaksanakan melalui rekening kas umum
dacrah:
b. Setiap pendapatan daerah harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah;
c. Setiap satuan kerja yang memungut pendapatan daerah harus mengintensifkan pemungutan
pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya;
d. Setiap satuan kerja (SKPD) tidak boleh melakukan pungutan sclain dari yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan:
e. Pendapatan daerah juga mencakup komisi, rabat, potongan atau pendapatan lain dengan
menggunakan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik yang secara
langsung merupakan akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan
barang dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa giro atau pendapatan lain yang timbul sebagai akibat
penyimpanan dana anggaran pada bank serta pendapatan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas
kegiatan lainnya:
f. Semua pendapatan dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah dilaksanakan melalui
rekening kas umum dacrah dan dicatat sebagai pendapatan daerah.

2.4.3 Pertanggungjawaban APBD

Bentuk pertanggung jawaban APBN yaitu dalam bentuk realialisasi proyek pemerintah daerah
dan transparansi aliran dana ke masyarakat dalam bentuk laporan anggaran APBD diharapkan
menjadi alat bagi pemerintah untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah.

- Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang


pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
tahun anggaran berakhir.
- Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca,
Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan
keuangan perusahaan daerah.
- Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disusun dan disajikan
sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Standar akuntansi pemerintahan disusun oleh
suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah setelah
terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam hal pertanggungjawaban APBD, Bendahara Umum Daerah dan Pengguna Anggaran
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi yang dilakukan guna menyusun laporan keuangan
pemerintah daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Bendahara penerimaan dan
pengeluaran bertanggungjawab secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung
jawabnya kepada Bendahara Umum Daerah. Selanjutnya, Bendahara Umum Daerah
bertanggungjawab kepada Gubernur/Bupati/Walikota dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan
atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang dilakukannya. Laporan Keuangan yang
disusun oleh Kepala SKPD disampaikan gubernur/bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa
Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2.5 Contoh Analisis APBD di Provinsi Jambi
Komposisi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung dari APBD Provinsi Jambi Periode 2010
s.d 2014 (dalam rupiah) :

Dalam APBD Provinsi Jambi selama lima tahun terakhir (2010-2014), terlihat bahwa
Provinsi Jambi telah mengalokasikan belanja langsung lebih besar dari belanja tidak langsung.
Terlihat bahwa pertumbuhan belanja langsung rata-rata 16,44 % dalam APBD sedangkan
pertumbuhan belanja tidak langsung sebesar 18,28% dalam APBD. Hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan belanja langsung masih dibawah pertumbuhan belanja tidak langsung. Kondisi ini
menjelaskan bahwa terdapat masalah dalam kualitas belanja pemerintah dalam APBD dimana
semestinya pertumbuhan belanja langsung mesti lebih besar dari belanja tidak langsung. Belanja
pegawai dan belanja lain-lain adalah belanja yang bersifat konsumtif, sementara belanja modal serta
belanja barang dan jasa adalah merupakan belanja yang bersifat investasi, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penggunaan klasifikasi ekonomi untuk menganalisis belanja dimaksudkan
untuk mengetahui sampai sejauh mana belanja pemerintah untuk kepentingan pembangunan lebih
didominasi belanja yang bersifat konsumsi atau investasi. Pergeseran dari belanja yang bersifat
konsumsi ke belanja yang bersifat investasi merupakan indikasi yang baik, karena semakin besar
belanja yang bersifat investasi untuk layanan publik memberi dampak yang baik pada pembentukan
modal sosial. Semakin besar modal sosial, aksesibilitas masyarakat terhadap sumber-sumber
kemajuan semakin besar pula sebagaimana yang tersirat dalam berbagai peraturan mengenai
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menitikberatkan
keberpihakan anggaran yang besar untuk kepentingan publik (belanja langsung).

Bila pertumbuhan ekonomi suatu daerah terus meningkat maka basis pajak pun akan
meningkat. Bila basis pajak meningkat maka hal ini akan berdampak pada peningkatan PAD. Bila
PAD meningkat maka tingkat ketergantungan fiskal suatu daerah akan semakin berkurang, ini berarti
daerah tersebut tidak terlalu bergantung pada pendanaan dari pemerintah pusat atas pembiayaan
pembangunan. Hal ini mencerminkan kemandirian daerah tersebut dalam hal keuangan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

APBD disusun sebagai pedoman pendapatan dan belanja dalam melaksanakan kegiatan
pemerintah daerah, agar terjadi keseimbangan yang dinamis dan tercapainya peningkatan produksi,
peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Sehingga dengan adanya
APBD, pemerintah daerah sudah memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang akan diterima
sebagai pendapatan dan pengeluaran apa saja yang harus dikeluarkan, selama satu tahun. Dengan
adanya APBD sebagai pedoman, kesalahan, pemborosan, dan penyelewengan yang merugikan dapat
dihindari. Adapun tujuan akhir penyusunan APBD adalah untuk mengatur pembelanjaan daerah dan
penerimaan daerah agar tercapai kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi daerah secara merata serta
masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pentingnya perumusan APBD bagi suatu daerah menyebabkan munculnya gagasan untuk
mempelajari bagaimana tata cara perumusan dan pengelolaan keuangan negara tersebut. Dengan
adanya makalah mengenai APBD ini diharapkan pembaca dapat mengetahui proses dan tata cara
perumusan APBD mulai dari tahap perumusan dan pengajuan sampai tahap pengesahannya.
Demikianlah makalah ini dibuat, semoga dapat menambah pemahaman pembaca dan penulis dalam
penyusunan sampai pada tahap pertanggungjawaban APBD.
DAFTAR PUSTAKA

Nordiawan, Deddi, dkk. 2009. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta : Salemba Empat


Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012

Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Republik Indonesia


(http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kolom/detailkolom.asp?NewsID=N119258959)

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi Jambi


(https://media.neliti.com/media/publications/125213-ID-analisis-kinerja-keuangan-pemerintah-
pro.pdf)

Anda mungkin juga menyukai