Anda di halaman 1dari 11

URGENSI PROFESIONALISME DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN ISLAM

MODERN
Rozana Febriya Afy (06021020021) dan Rohilila Rohman ()

Mahasiswi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Jl. Ahmad Yani
No.117, Jemur Wonosari, Kec.Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur 60237

Abstrac: This paper examines the urgency of ethics and professionalism in Islamic
perspective. The method used in this study is descriptive-analytical approach to Islamic
education. This study concludes that the relationship between teacher ethics and
professionalism cannot be separated. When these two virtues are separated, the teacher slips
into the teaching malpractice resulting in problems with students’ success in learning. This
study also proves that Islam is very broad and firmly regulates and places importance on the
ethics, profession and professionalism of the teachers.
Characteristics of learners include the potential, attitudes, interests, noble character, and
personalities of learners. Third, Teacher Working aims to Increase the sense of togetherness
and responsibility as an Islamic religious educator who aims to instil faith (tauhid) and devotion
to Allah SWT. Fostering the excitement of Islamic Religious Education Teachers to improve
their skills and skills in preparing, implementing and evaluating the program of Teaching and
Learning Activities (KBM) of Islamic Education.
Keywords: Ethic; Islam; professionalism; teacher

Abstrak: Tulisan ini mengkaji tentang urgensi etika dan profesionalisme dalam perspektif
Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis dengan
pendekatan ilmu pendidikan Islam. Studi ini menyimpulkan bahwa hubungan etika dan
profesionalisme guru tidak bisa dipisahkan. Jika kedua hal ini dipisahkan maka guru tergilincir
pada malpraktik pengajaran sehingga berdampak pada ketidaksuksesan peserta didik dalam
belajar. Kajian ini juga membuktikan bahwa Islam sangat luas dan tegas mengatur pentingnya
etika, profesi dan profesionalisme guru.
Kerja Guru PAI bertujuan untuk Meningkatkan rasa kebersamaan dan tanggung jawab
sebagai pendidik agama islam yang bertujuan menanamkan keimanan (tauhid) dan ketaqwaan
terhadap Allah SWT. Menumbuhkan kegairahan Guru PAI untuk meningkatkan kemampuan
dan keterampilan dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi program Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) Pendidikan Agama Islam. 1
Kata Kunci: Etika; Islam; guru; profesionalisme

1Bahri, S., Masdin, & Marzuki. (2021). Urgensi etika dan profesionalisme guru dalam perspektif Islam. Al-Tadib:
Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan, 14(2), 87-98
A. PENDAHULUAN
Dalam perspektif Islam, etika dan guru merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, bahkan keduanya merupakan kesatuan organis (Kabir, 2013; Moghaddam,
Rahmani, Pakseresht, & Marashi, 2016). Syarat utama untuk menjadi guru yang
profesional adalah memiliki etika (ahklak). Hal ini terlihat pada rumusan Naquib Al-
Attas (al-Attas, 1981) bahwa tujuan akhir pengajaran yaitu menghasilkan manusia yang
beradab (ta’dib). Tafsir (2012) menegaskan bahwa etika pendidik berada di posisi
nomor satu di antara kompentensi ilmu pengetahuan, keterampilan, penguasaan
didaktik-metodik dan ilmu jiwa. Oleh karena itu, proses pendidikan sangat ditentukan
oleh faktor guru (Darling-Hammond, 2005). Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, guru
merupakan pilar utama dalam proses belajar mengajar yang berperan penting dalam
usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan
(Muthoifin, Saefuddin, & Husaini, 2013). Guru tidak hanya terlibat dalam proses
transfer of knowledge atau menanamkan pengetahuan, tetapi juga terlibat dalam
transfer of values atau penanaman nilai-nilai kehidupan yang menjadi panduan bagi
siswa.
Etika atau adab menjadi pilar yang mengantarkan guru ke dalam derajat
keagungan (Purwaningsih & Muliyandari, 2021), sebagaimana yang tegaskan oleh
Allah dalam surat al-Mujadalah ayat 11 yang artinya: “Allah mengangkat orang yang
beriman dan berilmu di antara kamu beberapa derajat” (al-Mujadalah: 11). Inilah yang
dikatakan Imam Syafi’i dalam kaidah yang terkenal yaitu: ”laisa ilm makhufidza
walakin al-ilmu ma nafa’a”. Artinya, tidaklah disebut ilmu, apa yang hanya dihafal,
tetapi ilmU adalah apa yang diaktualisasikan dalam bentuk adab yang memberi
manfaat.2

B. PEMBAHASAN
a) Pengertian Profesionalisme dalam Pendidikan Islam

1. Istilah profesionalisme dalam Pendidikan Islam


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah profesionalisme ditemukan sebagai
berikut: Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,
kejuruan dan sebagianya) tertentu. Profesional adalah yang bersangkutan dengan profesi,
memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan mengharuskan adanya
pembayaran untuk melakukannya. Kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti
pecaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti
guru, dokter, hakim dan sebagainya (Moh. Uzer Usman, 2010: 15).
Secara etimologi profesi dari kata profesion yang berarti pekerjaan. Profesional
artinya orang yang ahli. Profesionalisme artinya sifat. Sudarmawan mendefinisikan secara
terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan
pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan
manual. Kemampuan mental yang dimaksud di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan

2Bahri, S., Masdin, & Marzuki. (2021). Urgensi etika dan profesionalisme guru dalam perspektif Islam. Al-Tadib:
Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan, 14(2), 88
teoritis sebagai instrumen untuk melakukannya perbuatan praktis (Sudarwan Danim, 2002:
21).
Profesionalisme yang berdasarkan keterbukaan dan kebijakan terhadap ideide
pembaharuan itulah yang akan mampu melestarikan eksistensi madrasah atau sekolah kita,
sebagaimana dalam hadits nabi Muhammad SAW bersabda: "Jika suatu urusan diserahkan
kepada orang yang bukan profesinya (ahlinya) maka tunggulah kehancurannya." (H.R.
Bukhari). Juga firman Allah swt yang mengingatkan kita semua seperti yang tercantum
dalam surat Al-An'am ayat 135 adalah :

ْ ِ‫قُلْ يٰق ْو ِم اعْملُ ْوا ع ٰلى مكانتِكُ ْم اِن‬


‫ي عامِل فس ْوف ت ْعل ُم ْون م ْن تكُ ْونُ له عاقِبةُ الد َِّار اِنَّه ل يُ ْف ِل ُح الظّٰ ِل ُم ْون‬
Artinya: Katakanlah "Hai kaumku, berbuatlah (bekerjalah) sepenuh kemampuanmu
(menurut profesimu masing-masing, Sesungguhnya akupun berbuat (bekerja pula). kelak
kamu akan mengetahui, siapakah (diantara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di
dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan
keberuntungan.
Terdapat banyak Pengertian Profesionalisme Guru menurut para ahli :
a. Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah paham yang mengajarkan
bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Istilah profesional
aslinya adalah kata sifat dari kata "profession" (pekerjaan) yang berarti sangat mampu
melakukan pekerjaan.
b. Muhibbin menyatakan bahwa profesional merupakan suatu pekerjaan yang mampu
diselesaikan dengan baik. Profesional berabri melakukan suatu hal berdasarkan
kemapuan yang dimiliki untuk mata pencahariannya.
c. Kunandar menyatakan profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu
bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang ( Kunandar, 2011: 45).
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi Pengertian guru profesionalme adalah
orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan
sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan maksimal
(Moh. Uzer Usman, 2010: 15).

2. Tokoh – tokoh yang Mengkaji tentang Profesional dalam Pendidikan Islam


Begitu pentingnya mengenai profesionalisme dalam mendidik anak maka perlu
tatanan dan konsep serta adanya usaha dari semua pihak terutama orang tua dan pendidik
itu sendiri. Banyak sarjana muslim sebagai pemerhati pendidikan Islam mengenai
profesionalisme seorang pendidik, yang pertama ada Abdullah Nashih Ulwan. Ia salah
seorang tokoh praktisi pendidikan Islam pada abad 20, yang telah menulis sebuah kitab
yang cukup terkenal yaitu kitab “Tarbiyatul Aulad Fil „IIslam”. Ia juga seorang da‟i dan
tenaga pengajar, konsepnya yang luas mengenai profesionalisme pendidik dari mulai masa
kelahiran (maulid), sampai masa analisa, peralihan hingga masa dewasa. Tokoh muslim
yang kedua ada Ibn Jama‟ah. Begitu pentingnya pendidik dan murid, Ibn Jama‟ah
menjadikan konsep keduanya sebagai jiwa dalam ilmu kependidikannya. Hal ini dapat
dilihat dari pemikirannya tentang konsep ilmu yang terdapat dalam bukunya yang berjudul
“Tazkiyah al-Sami‟ wa al-Mutakallim fi adab al-Alim wa al-Muta‟allim”.
Kajian mengenai profesionalisme pendidik juga datang dari tokoh muslim Ibn
Jama‟ah. Konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Jama‟ah secara keseluruhan
dituangkan dalam karyanya Tadzkirat as-Sami‟ wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-
Muta‟allim. Dalam buku tersebut beliau mengemukakan tentang keutamaan ilmu
pengetahuan dan orang yang mencarinya. Keseluruhan konsep pendidikan Ibn Jama‟ah ini
dapat dikemukakan sebagai berikut: keutamaan Ilmu, Guru, serta Proses belajar-mengajar.
Sejauh pengamatan (sementara) penulis, konsep profesionalisme pendidik terhadap
anak yang ditawarkan oleh Abdullah Nashih Ulwan dan Ibn Jama‟ah (yang tertuang dalam
kitabnya tersebut diatas) tidak hanya membahas ulang teori-teori lama yang sudah ada,
akan tetapi juga berusaha menemukan hal-hal baru yang sesuai dengan era modern. Namun
demikian konsep yang ditawarkannya itu perlu untuk dianalisa dan dikaji lebih jauh,
sehingga dapat ditemukan nilai orisinalitasnya serta arti pentingnya bagi pengembangan
teori tentang profesionalisme pendidik dalam pendidikan Islam terhadap anak.
Berdasarkan keterangan atas pemikiran dua tokoh ini, peneliti berpendapat bahwa
keterangan masing-masing tokoh tentang profesional pendidik merupakan wujud dari
perhatian tentang masalah yang dialami manusia itu sendiri. Ada satu titik temu yang
peneliti harapkan dapat menjadi sintesa tentang konsep profesionalisme pendidik oleh
masing-masing tokoh tersebut. Maka peneliti berusaha untuk membandingkan antara teori
profesionalisme pendidik menurut Abdullah Nashih Ulwan dan Ibn Jama‟ah.

b) Klasifikasi Profesionalisme dalam Pendidikan Islam


1. Dasar Bertindak Profesional dalam Islam
Ajaran Islam sebagai agama universal sangat kaya akan pesan-pesan yang mendidik
bagi muslim untuk menjadi umat terbaik, menjadi khalifah yang mengatur dengan baik
bumi dan isinya. Pesan-pesan yang sangat mendorong kepada setiap muslim untuk berbuat
dan bekerja secara profesional yakni bekerja dengan benar, optimal, jujur, disiplin, dan
tekun.
Akhlak Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw yang memiliki sifat-sifat
yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan profesionalisme yaitu:
1. Sifat Kejujuran (shiddiq)
Kejujuran ini menjadi salah satu dasar yang paling penting untuk membangun
profesionalisme. Hampir semua bentuk usaha yang dikerjakan bersama menjadi hancur
karena hilangnya kejujuran. Oleh sebab itu kejujuran menjadi sifat wajib bagi
Rasululloh saw dan sifat ini pula yang selalu diajarkan oleh Islam melalui al-Qur'an dan
Sunnah Nabi. Kegiatan yang dikembangkan di dunia organisasi, perusahaan, dan
lembaga modern saat ini sangat ditentukan oleh kejujuran.
Demikian pula tegaknya negara sangat ditentukan oleh sikap hidup jujur para
pemimpinnya. Ketika para pemimpinnya tidak jujur dan korup, maka negara itu
menghadapi problem nasional yang sangat berat dan sangat sulit untuk membangkitkan
kembali.
2. Sifat Tanggung Jawab (amanah)
Sikap bertanggungjawab juga merupakan sifat akhlak yang sangat diperlukan
untuk membangun profesionalisme. Suatu perusahaan/organisasi/lembaga apapun pasti
hancur bila orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak amanah.
3. Sifat Komunikatif (tabligh)
Salah satu ciri profesional adalah sikap komunikatif dan transparan. Dengan
sifat komunikatif, seorang penanggungjawab suatu pekerjaan akan dapat menjalin kerja
sama dengan orang lain lebih lancar. Ia dapat juga meyakinkan rekanannya untuk
melakukan kerja sama atau melaksanakan visi dan misi yang disampaikan. Sementara
degnan sifat transparan, kepemimpinan diakses semua pihak, tidak ada kecurigaan,
sehingga semua masyarakat anggotanya dan rekan kerjasamanya akan memberikan
apresiasi yang tinggi kepada kepemimpinannya.
Dengan demikian perjalanan sebuah organisasi akan berjalan lebih lancara serta
mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak.
4. Sifat Cerdas (fathanah)
Dengan kecerdasannya seorang profesional akan dapat melihat peluang dan
menangkap dengan cepat dan tepat. Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan yang
cerdas akan cepat dan tepat dalam memahami problematika yang ada di lembaganya.
Ia dengan cepat memahami aspirasi anggotanya sehingga setiap peluang dapat segera
dimanfaatkan secara optimal dan problem dapat dipecahkan dengan cepat dan tepat
sasaran.
Disamping itu, masih terdapat pula nilai-nilai Islam yang dapat mendasari pengembangan
profesionalisme, yaitu:
1. Bersikap Positif dan Berfikir Positif (husnudzon)
Berfikir positif akan mendorong setiap orang melaksanakan tugas-tugasnya
lebih baik. Hal ini disebabkan dengan bersikap dan berfikir positif mendorong
seseorang untuk berfikir jernih dalam menghadapi setiap masalah. Husnudzon tersebut
tidak saja ditujukan kepada sesama kawan dalam bekerja, tetapi yang paling utama
adalah bersikap dan berfikir positif kepada Allah swt.
Dengan pemikiran tersebut, sesorang akan lebih bersikap objektif dan
optimistik. Apabila ia berhasil dalam usahanya tidak menjadi sombong dan lupa diri,
sebaliknya apabila gagal tidak mudah putus asa dan menyalahkan orang lain. Sukses
dan gagal merupakan pelajaran yang harus diambil untuk menghadapi masa depan yang
lebih baik, dengan selalu bertawakal kepada Allah swt.
2. Memperbanyak Silaturrahim
Dalam Islam kebiasaan silaturrahim merupakan bagian dari tanda-tanda
keimanan. Namun dalam dunia profesi, silaturrahuim sering dijumpai dalam bentuk
tradisi lobi. Dalam tradisi ini akan terjadi saling belajar.
3. Disiplin Waktu dan Menepati Janji
Begitu pentingnya disiplin waktu, al-Qur'an menegaskan makna waktu bagi
kehidupan manusia dalam surat al-'Asr yang diawali dengan sumpah "Demi Waktu".
Begitu juga menepati janji, al-Qur'an menegaskan hal tersebut dalam ayat pertama al-
Maidah, sebelum memasuki pesan-pesan penting lainnya. "Hai orang-orang yang
beriman, penuhilah aqad-aqad itu," yang dimaksud aqad-aqad adalah janji-janji sesama
manusia.
4. Bertindak Efektif dan Efisien
Bertindak efektif artinya merencanakan, mengerjakan, dan mengevaluasi
sebuah kegiatan dengan tepat sasaran. Sedangkan efisien adalah penggunaan fasilitas
kerja dengan cukup, tidak boros, dan memnuhi sasaran, juga melakukan sesuatu yang
memang diperlukan dan berguna. Islam sangat menganjurkan sikap efektif dan efisien.
5. Memberikan Upah secara Tepat dan Cepat
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang mengatakan berikan upah kadarnya,
akan mendorong sesorang pekerja atau pegawai dapat memenuhi kebutuhan diri dan
keluarganya secara tepat pula. Sementara apabila upah ditunda, seorang pegawai akan
bermalas-malas karena dia harus memikirkan beban kebutuhannya dan merasa karya-
karyanya tidak dihargai secara memadai.
2. Perintah dan Larangan Seorang Muslim terhadap Ilmu yang dimiliki dalam
Bertindak/Berperilaku

Seorang yang berilmu harusnya memiliki adab-adab yang secara dzahir


mencerminkan ilmunya. Adab-adab tersebut adalah sebuah pantangan bagi seorang yang
berilmu untuk dilanggarnya demi kesempurnaan ilmunya dan demi ke-Ridhaan Allah l atas
ilmu yang dia miliki. Lantas apa saja adab-adab yang harus dimiliki oleh orang yang
berilmu?

1. Jangan menyombongkan diri

Seseorang yang menyombongkan diri karena keluasan ilmunya adalah salah


besar. Allah berfirman:
“Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya engkau tidak akan bisa menembus bumi dan tidak akan mampu
menjulang seperti gunung”. (Q.S. al-Isra [17]: 37)
Allah memberikan sindiran kepada orang-orang yang sombong. Sombong
dalam harta, tahta, ataupun dalam hal memiliki ilmu. Terbesit jelas apa yang tersirat
dalam ayat tersebut, bahwa bagi orang-orang yang sombong dengan hal yang
dimilikinya pasti ada yang lebih dari apa yang mereka sombongkan. Maka dari itu
mereka yang menyombongkan ilmu yang mereka miliki, mereka tidak akan mampu
menjulang seperti gunung.

2. Menjaga Ilmunya

“Bencana orang berilmu adalah lupa, dan membicarakan dengan yang bukan
ahlinya”(Ibnu Abu Syaibah)
Sungguh benar-benar merugi orang-orang yang tidak menjaga ilmunya. Itu menjadi
sebuah bencana bagi para penuntut ilmu, mereka mencari ilmu dengan susah payah
namun mereka lupa akan ilmu-ilmunya. Ada beberapa kiat-kiat untuk menjaga
ilmunya, yaitu:
Pertama, Menulis. Ilmu yang tidak ditulis bagaikan unta di padang pasir, unta
tersebut jika sudah lepas sangat mudah untuk hilang. Itulah ilmu yang diibaratkan
dengan unta lepas. Dia akan mudah lupa jika tidak diikat dengan tulisan, dan setelah
lupa tidak ada lagi yang harus di ingat karena tidak ada lagi yang membekas baik di
fikiran maupun di tulisan. Maka sangat penting ilmu itu ditulis, sebagai bahan
muroja’ah ataupun sebagai bahan untuk mengajarkannya kepada orang lain.
Kedua, Muroja’ah. Muroja’ah menjadi sangat penting sebagai kiat untuk
menjadikan terjaganya ilmu yang dihafal. Muroja’ah juga bisa sebagai metode untuk
mengkoreksi jika ada hal yang kurang dalam ilmu-ilmu yang didapat. Sedikit kisah
tentang Imam Bukhari, ia seorang imam besar perawi hadist-hadist yang sahih. Setiap
setelah beliau belajar dengan seorang guru, beliau selalu mencatat dan me-muroja’ah
ilmunya di rumah. Ini adalah tanda keteladanan seorang yang berilmu. Dia giat dan
selalu bersemangat dalam menuntut ilmu.

3. Mengamalkan

Semaksimal tingkatan seorang yang berilmu adalah mengamalkannya. Sungguh


orang yang mengamalkan ilmunya sungguh dia telah menjaga benar-benar ilmunya.
Menjaga ilmunya dari kepunahan, karena akan diuji oleh murid-muridnya.
Sekaligus amal jariyah bagi yang mengamalkan ilmunya, sebagaimana yang
dituliskan dalam hadist:
“jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara yaitu
sodaqoh jariyah, ilmu yang diamalkan dan anak yang sholeh”. (H.R. Muslim no. 1631)

4. Amanah dalam menyampaikan

Seorang yang berilmu dilihat dari cara menyampaikan ilmunya dia harus
amanah. Sesuai dengan redaksi yang diterima dari guru-gurunya yang terdahulu. Bukan
hanya dengan kepentingan hawa nafsunya saja. Dia menafsirkan sendiri dengan
keterbatasan ilmunya dalam bidang tertentu.
Sifat amanah dalam menyampaikan ini menjadi tolak ukur para ulama dalam
menentukan bahwa dia berilmu atau tidak berilmu. Sebagai contoh adalah bagaimana
terciptanya hadist-hadist yang muttawatir dan sahih. Di mana para perawi hadist
tersebut adalah orang-orang yang kesehariannya sangat amanah dan zuhud, maka
terciptalah hadist yang bisa dijadikan hukum. Dan jika salah seorang dari perawi hadist
tersebut tidak amanah maka bisa disimpulkan bahwa hadist yang redaksinya dari perawi
tersebut tidak bisa dijadikan hujjah untuk menentukan hukum.

5. Lemah lembut dalam menyampaikan

Sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imrân ayat 159


“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekitarmu…” (Q.S. Ali Imrân [3]: 159)

Dalam tafsir ibnu katsir menjelaskan bahwa Allah telah merahmatkan kepada
Rasul-Nya hati yang lemah lembut sehingga umatnya menerima dengan apa yang
dikatakan oleh Rasul-Nya. Maka umatnya tersebut menaatinya menjauhi yang mungkar
dan mendekati yang ma’ruf. Allah juga menjadikan tutur kata Nabi Muhammad ` terasa
sejuk dan lembut sehingga umatnya betah berlama-lama dengan Nabi Muhammad.

c) Peranan Profesionalisme Pendidikan Islam


1. Peran Guru
1) Guru Sebagai Demonstrator
Melalui peranannya sebagai mediator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya
menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa
mengembangkannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena ini akan sangat
menentukan hasil belajar yang dicapai siswa.
2) Guru Sebagai Pengelola Kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru mengelola
kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah
yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan belajar
terarah kepada tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut
menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang
baik. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang bersifat menantang dan
merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam
mencapai tujuan.
3) Guru Sebagai Mediator atau Fasilitator
Sebagai mediator guru memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang
media pendidikan untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Guru tidak
hanya memiliki pengetahuan tentang media pendidikan, tetapi juga harus memiliki
keterampilan memilih dan menggunakan serta mengusahakan media dengan baik.
Untuk itu, guru yang profesional adalah guru yang mampu menggunakan media
pendidikan yang sesuai dengan tujuan, materi, metode, evaluasi dan kemampuan
serta minat siswa.
4) Guru sebagai Evaluator
Dalam proses belajar mengajar guru menjadi evaluator yaitu melalui penilaian
untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai dan apakah
materi yang diajarkan sudah cukup tepat. 3

2. Peran Orang Tua


Sebagai lingkungan pendidikan pertama yang bepengaruh pada perkembangan anak
maka tugas orang tua terhadap anak adalah :
1. Mengajarkan ilmu pengetahuan Agama Islam.
2. Menanamkan keimanan dalam Jiwa anak.
3. Mendidik anak agar taat menjalankan Agama.
4. Mendidik anak agar berbudi pekerti yang mulia.
Dari teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua sebagai pendidikan
pertama bagi anak-anaknya, maka orang tua mempunyai beban tanggung jawab
untuk memelihara, mengawasi, melindungi dan membimbing keturunan mereka,
terutama dalam beragama. Orang tua yang berkepribadian baik kepada anak akan
menjadi model berkarakter secara benar, mendorong, melatih dan mengajarkan
anak yang dapat meningkatkan ketakwaannya kepada Allah SWT. 4

3. Peran Lingkungan

3 Yuhana, A. N., & Aminy, F. A. (2019). Optimalisasi peran guru pendidikan agama Islam sebagai konselor dalam
mengatasi masalah belajar siswa. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam,[SL], 7(1), 79-96.
4 Syahid, A., & Kamaruddin, K. (2020). Peran Orang Tua dalam Pendidikan Islam Pada Anak. AL-LIQO: Jurnal

Pendidikan Islam, 5(01), 120-132.


Pengaruh lingkungan yang dapat terjadi pada anak diantaranya adalah akhlak dan
sikap keberagamaannya. 5
Fungsi pertama lingkungan pendidikan ialah menolong peserta didik dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya baik pendidikan atau bahkan juga
menyelimpang darinya. Fungsi kedua lingkungan pendidikan ialah mengajarkan
perilaku umum dan untuk menyortir dan menyiapkan peranan-peranan tertentu
dalam masyarakat.
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga sebagai lingkungan pertama untuk anak, di lingkungan pertama,
anak memperoleh dampak sadar Karenanya keluarga memperoleh
kelompok primer yang terbagi dalam beberapa keluarga kecil sebab jalinan
sedarah yang memiliki sifat informal dan kodrati dan menjadi instansi
pendidikan paling tua. Anak dalam menjalani kehidupan di lingkungan
keluarga umumnya menghadapi hambatan2 sebagai berikut ini:
• Anak kurang memperoleh perhatian dan kasih sayang orang tua.
• Sosok orang tua yang tidak sanggup memberi keteladanan untuk
anak.
2) Lingkungan Sekolah
Pendidikan di sekolah meliputi pendidikan umum dalam menyiapkan
peserta didik guasai kemampuan dasar untuk melanjutkan pendidikan atau
masuk lapangan pekerjaan Di samping itu sekolah sebagai pendidikan
lembaga formal menerima peranan pendidikan berdasar pada azas tanggung
jawa
3) Lingkungan Masyarakat
Pendidikan dalam lingkungan masyarakat nampaknya sudah semakin maju
dibanding dengan pendidikan keluarga dan sekolah karena masyarakat
adalah lingkungan pendidikan yang besar pengaruhnya pada perubahan
individu. Dalam menjalani pendidikan di lingkungan masyarakat umumnya
akan mengalami kesulitan-kesulitan sebagai berikut ini:
1) Lingkungan fisik dan non fisik yang kurang menguntungkan. Sehingga
lingkungan yang demikian dapat banyak menghalangi anak dalam belajar.
2) Tugas yang diberi instansi begitu berat/banyak. Hingga anak tidak dapat
menuntaskan tugas itu secara baik. 6

4. Peran Diri Sendiri


Peserta didik adalah orang yang mencari ilmu. Dalam Islam diyakini ilmu hanya
berasal dari Allah, maka seorang peserta didik harus belajar untuk menemukan ilmu
dan berupaya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dengan senantiasa
menyucikan diri dan taat kepada perintah-Nya.

5 Choiriyah, S. (2015). PERAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM (Doctoral dissertation,
UIN Sunan Ampel Surabaya).
6 Sada, H. J. (2017). Peran Masyarakat Dalam Pendidikan Perspektif Pendidikan Islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal

Pendidikan Islam, 8(1), 117-125.


C. KESIMPULAN
Profesionalisme yang berdasarkan keterbukaan dan kebijakan terhadap ideide
pembaharuan itulah yang akan mampu melestarikan eksistensi madrasah atau sekolah
kita, sebagaimana dalam hadits nabi Muhammad SAW bersabda: "Jika suatu urusan
diserahkan kepada orang yang bukan profesinya (ahlinya) maka tunggulah
kehancurannya." (H.R. Bukhari)
Kajian mengenai profesionalisme pendidik juga datang dari tokoh muslim Ibn
Jama‟ah. Konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Jama‟ah secara keseluruhan
dituangkan dalam karyanya Tadzkirat as-Sami‟ wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa
al-Muta‟allim. Dalam buku tersebut beliau mengemukakan tentang keutamaan ilmu
pengetahuan dan orang yang mencarinya. Keseluruhan konsep pendidikan Ibn Jama‟ah
ini dapat dikemukakan sebagai berikut: keutamaan Ilmu, Guru, serta Proses belajar-
mengajar. Semaksimal tingkatan seorang yang berilmu adalah mengamalkannya.
Sungguh orang yang mengamalkan ilmunya sungguh dia telah menjaga benar-benar
ilmunya. Menjaga ilmunya dari kepunahan, karena akan diuji oleh murid-muridnya.
Peranan Profesionalisme Pendidikan Islam meliputi Peran Guru yaitu Melalui
peranannya sebagai mediator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya menguasai bahan
atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya
dalam hal ilmu yang dimilikinya karena ini akan sangat menentukan hasil belajar yang
dicapai siswa. Peran orang tua tua sebagai pendidikan pertama bagi anak-anaknya,
maka orang tua mempunyai beban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi,
melindungi dan membimbing keturunan mereka, terutama dalam beragama. Orang tua
yang berkepribadian baik kepada anak akan menjadi model berkarakter secara benar,
mendorong, melatih dan mengajarkan anak yang dapat meningkatkan ketakwaannya
kepada Allah SWT. Pengaruh lingkungan yang dapat terjadi pada anak diantaranya
adalah akhlak dan sikap keberagamaannya. Pengaruh diri sendiri peserta didik harus
belajar untuk menemukan ilmu dan berupaya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah
dengan senantiasa menyucikan diri dan taat kepada perintah-Nya

D. DAFTAR PUSTAKA
https://journal.uir.ac.id/index.php/althariqah/article/view/1045
http://eprints.ums.ac.id/57575/18/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
https://www.banjarsarilabuhanhaji.desa.id/artikel/2020/4/2/profesionalisme-dalam-
perspektif-islam
https://dppai.uii.ac.id/adab-orang-berilmu/
https://www.google.com/search?q=3.%09Klasifikasi+profesionalisme+dalam+Tingkat+P
enduduk+menurut+prespektif+islam&biw=1366&bih=657&sxsrf=ALiCzsYURQ7Iv850
DylQbc9o5O9ONjHarQ%3A1667446837033&ei=NThjY7LXAaD-
z7sP9OWByA4&ved=0ahUKEwjyxZzDi5H7AhUg_3MBHfRyAOkQ4dUDCA4&uact=
5&oq=3.%09Klasifikasi+profesionalisme+dalam+Tingkat+Penduduk+menurut+prespekti
f+islam&gs_lcp=Cgxnd3Mtd2l6LXNlcnAQAzoECAAQRzoFCCEQoAE6BwghEKABE
Ao6BAghEApKBAhBGABKBAhGGABQ7wxYk0ZgwkhoAHACeACAAcQBiAHzGJI
BBDAuMjWYAQCgAQHIAQjAAQE&sclient=gws-wiz-serp
https://www.google.com/search?q=URGENSI+PROFESIONALISME+DALAM+MEM
BANGUN+PENDIDIKAN+ISLAM+MODERN&oq=URGENSI+PROFESIONALISME
+DALAM+MEMBANGUN+PENDIDIKAN+ISLAM+MODERN&aqs=chrome..69i57.9
07j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://scholar.google.com/scholar?lookup=0&q=peran+orang+tua+dalam+pendidikan+is
lam&hl=id&as_sdt=0,5

Anda mungkin juga menyukai