PENDAHULUAN
Dalam ajaran Islam, profesi guru merupakan profesi yang luhur dan
amat mulia. Guru memegang peranan yang sangat penting dan tanggung
jawab yang besar dalam pembentukan sebuah generasi. Islam datang de-
ngan pendidikan sebagai salah satu tema sentral ajarannya. Rasululullah
SAW sebagai pembawa risalah Islam dikenal sebagai ‘pendidik kema-
nusiaan’ (educator of mindkind).1 Dalam sabdanya Rasulullah menyata-
gai orang yang dikarunia Ilmu oleh Allah dan menjadi pelita dalam
ke- hidupan manusia. Allah meninggikan derajat orang-orang yang
diber- ikan Ilmu beberapa derajat di atas orang beriman lainnya,
seperti yang difirmankan Allah SWT:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu,
“Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkan-
lah, niscaya Allah akan Memberi kelapangan untukmu. Dan apabi-
la dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan
Mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha
Teliti apa yang kamu kerjakan”.11
tersebut tidak lepas dari persoalan jiwa (nafs), maka penulis berpendapat
bahwa tazkiyatun nafs adalah metode yang tepat dalam mengatasi perso-
alan. Tazkiyah merupakan kunci kesuksesan pendidikan dan pengajaran
Nabi SAW sebagaimana dikisahkan dalam al-Quran:
ِّ ُ
َْ ْ
ُ َُ ْ َُ
َ َ ْ ْ ََ َُْ ْْ
ُ َ َ ََ َ ُ
تي لوعليِهم يآ اِتِه و يزكيِهم و يعلمهم ا ل ِكتاب هوالذي ب عث ِف ا ألميني ر سول م نهم
ِّ ِّ ِّ َ ُ ْْ
Kata tazkiyah berasal dari bahasa Arab yaitu mashdar dari kata
zak- ka yang berarti pembersihan dan penyucian serta pembinaan dan
jiwa menuju kepada kehidupan spiritual yang tinggi. Menurut Said
Hawwa, tazkiyah secara etimologi memiliki dua makna pokok yaitu
penyucian dan pertumbuhan/perkembangan. Tazkiyah dalam arti
pertama ber- makna membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela,
sedangkan tazkiyah dalam arti kedua bermakna menumbuhkan dan
memperbaiki jiwa de- ngan sifat terpuji.26 Kata lain yang dekat
dengan makna tazkiyah adalah kata tathhir dari kata thahara yang
artinya juga membersihkan, hanya saja tathhir lebih kepada makna
membersihkan jiwa sesuatu yang bersi- fat material yang bisa diindra
seperti kotoran, najis dan sebagainya, se- dangkan makna tazkiyah
mengarah kepada pembersihan yang bersifat immaterial misalnya
membersihkan diri dari angan-angan kosong, naf- su jahat, dan
sebagainya.27
Hampir dalam semua kamus Arab dinyatakan bahwa kata tazkiyah
memiliki dua arti yaitu penyucian dan pengembangan sebagaimana
di- sebutkan di atas. Namun demikian para ahli bahasa berbeda
pendapat mana di antara kedua makna tersebut yang lebih mendasar.
Frase taz- kiyatun nafs seperti banyak diakui oleh para ahli tafsir
akan tetapi dalam banyak ayat makna yang pertama lebih ditekankan
dengan alasan-alasan teologis. Hal itu tidak lain dikarenakan
kewajib- an primer seorang Muslim adalah tunduk kepada Allah, dan
ini tidak mungkin tercapai kecuali dengan membersihkan diri dari
hal-hal yang dibenci Allah.28 Maka terkait dengan topik pembahasan
mengenai upaya mengembalikan sakralitas profesi guru ini, penulis
mengakomodasi ke- duanya sebagai konsep tazkiyatun nafs terpadu.
PENUTUP
Konsep tazkiyatun nafs terpadu pada hakikatnya adalah sebuah
pemaknaan yang lebih luas dan mendalam dari konsep tazkiyatun
nafs yang dikenal umum sebagai konsep tentang pembersihan jiwa.
Kata taz- kiyah memiliki dua makna pokok yaitu: pertama, pembersihan
jiwa dari noda-noda keburukan dan sifat-sifat tercela; kedua,
pengembangan diri yaitu dengan menghiasi diri dengan sifat-sifat
terpuji dan meningkat- kannya ke arah kesempurnaan.
Tazkiyatun nafs dalam makna penyucian jiwa sebagai sebuah
upa- ya mengembalikan sakralitas profesi guru sebagai profesi yang
dilaku- kan oleh guru secara individu dengan menempuh empat
ENDNOTES
1
Azumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam, (Ciputat: Lo-
gos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 167.
2
HR At-Tirmidzi dari Abu Dar’da Radliyallahu ‘Anhu.
3
Fuad Syalhub, Guruku Muhammad (terj.), diterjemahkan oleh Nashirul Haq
( Jakarta: Gema Insani Pres, 2006), hlm. Ix.
4
Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkatakter dan Bera-
dab (Bogor: Komunitas NUUN dan UIK, 2011), hlm. 61.
5
WJS Poerdarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Depdiknas,
2002), hlm. 377.
6
Ummi Machmudah dan Abdul Wahab Rosyidi, Pembelajaran Bahasa Arab
Aktif (Malang: tnp., 2008), hlm. 9.
7
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2002), hlm. 209.
8
Louis Ma’luf, Al Munjid fie al-Lughat wa al-‘Ilm (Beirut: Darul
Masyriq, 1986), hlm. 5, 10, 211, 247, 261, 526.
9
WJS Poerdarminto, Kamus., hlm. 1255.
10
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan ( Jakarta: Reanika Cipta, 2009),
hlm. 18.
28
William C. Chithick, Tasawuf dimata Kaum Sufi (Terj.), diterjemahkan oleh
Zainul (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 84.
29
Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan
kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)?
Ti- dakkah kamu mengerti? (QS. Al Baqarah: 44).
30
Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Minhajul Muslim (Kairo: Darus Salam, 2004),
hlm. 67-73
31
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir., hlm. 98-99.
32
HM Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: Bumi Ak-
sara, 1991). Hal. 163.
33
Agus Dwiyanto,“Penataan Kembali Managemen Tenga Guru di Daerah: De-
sentralisasi Kepegawaian Guru” Makalah Seminar Ikatan Sarjana Pendidikan
bekerjasama dengan Universitas Negeri Yogyakarta 21-22 Januari 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Al Barry, Pius A Partanto & M. Dahlan, Kamus Ilmiyah Populer,
Surabaya: Arkola, 1994.
Al Jazairi, Abu bakar Jabir, Minhajul Muslim, Kairo: Darus Salam,
2004. Arifin, M., Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta:
Bumi
Aksara, 1991.
Azra, Azumardi, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam,
Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1994.
Baqi’, Muhammad Ibn Yazid Abu Abdillah Al-Qozuni dan Fuad Abdul,
Takhrij Sunan Ibnu Majah, Beirut: Darul Fikr, t.t.
Bek, Ahmad al-Hasyimi, Mukhtar Ahadits al-Nabawiyah, Kairo:
Mathba’ Al Hijazi, 1948.
Chithick, William C., Tasawuf dimata Kaum Sufi (Terj.), diterjemahkan
oleh Zainul, Bandung: Mizan, 2002.
Dwiyanto, Agus, “Penataan Kembali Managemen Tenga Guru di
Daerah: Desentralisasi Kepegawaian Guru” Makalah Seminar
Ikatan Sarjana Pendidikan bekerjasama dengan Universitas
Negeri Yogyakarta 21-22 Januari 2012.
Faisal, Muhammad, “Ulama dan Politik” dikutip dari
http://www.waspa- damedan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id
=35245:ulama-dan-politik&catid=59:opini&Itemid=215, akses 20
Juni 2014.
Hawwa, Said, Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu
(Terj.), diterjemahkan oleh Shaleh Tahmid, Jakarta:Robbani
Press, 1999.
Husaini, Adian, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di
Perguruan Tinggi, Jakarta: Gema Insani Press, 2006.
---------------------, Pendidikan Islam Membentuk Manusia
Berkatakter dan Beradab, Bogor: Komunitas NUUN dan UIKA,
2011.
Ing, Chen Mei, “Menghormati Guru Mementingkan Ajaran” dikutip dari
http://traditionghoanews. blogspot.com /2011/04 /menghormati-
guru-mementingkan-ajaran-2.html, akses 29 Mei 2014.
Kosasi, Soetjipto dan Raflis, Profesi Kegurua,. Jakarta: Rhenika Cipta,
2009.
Lay, Sergio, “ Sejarah Pendidikan: Dari Yunani Kuno s.d 4 Abad
Pertama Kekristenan”dikutip dari http://giuslay.wordpress.
com/2009/01/30/sejarah-pendidikan-dari-yunani-kuno-sd- 4-
abad-pertama-kekristenan/, akses 20 Juni 2014.
Ma’luf, Louis, Al Munjid fie al-Lughat wa al-‘Ilm, Beirut: Darul
Masyriq, 1986.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2002.
Pals, Daniel L., Seven Theories of Religion: Dari Animisme E.B Taylor,
Materialisme Karl Max Hingga Antropologi Budaya Geerts
(Terj.), diterjemahkan oleh Ali Noer Zaman, Yogyakarta: Qalam,
2001.
Poerdarminto, WJS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Depdiknas, 2002.
Qudamah, Ibnu, Mukhtashar Minhajul Qasidin, Jalan Orang-orang
Yang Diberi Petunjuk (Terj.), diterjemahkan oleh Kathur Rahardi,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005.
Resmiyanto, Rahmat, “Khalifah Umar Menggaji Guru 33 Juta per
Bulan” dikutip dari http://fhip.uad.ac.id/khalifah-umar-
menggaji-guru- 33-juta-per-bulan, akses 20 Juni 2014.
Jurnal Ilmu Tarbiyah "At-Tajdid", Vol. 3, No. 2, Juli 11
Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu Sebagai Upaya Mengembalikan Sakralitas ...