Anda di halaman 1dari 3

Maximum Sustainable Yield, Antara Konservasi dan Ekonomi

Maximum Sustainable Yield. Istilah dalam ekonomi sumberdaya dan lingkungan ini adalah sebuah
rumus yang digunakan untuk menentukan batas maksimal sebuah sumberdaya dapat ditangkap
dalam alam bebas untuk kepentingan ekonomi agar sumberdaya tersebut tetap dapat lestari dengan
memperhatikan kondisi alamiah dari sumberdaya tersebut. Meskipun dapat digunakan pada
beberapa jenis sumberdaya di alam bebas, namun MSY, begitu biasa disingkat, lebih sering dijumpai
dalam literatur ekonomi perikanan dan kelautan.

Ya, perikanan, baik perikanan darat (freshwater) maupun perikanan laut, adalah jenis sumberdaya
alam yang dapat dikatakan unik dibandingkan dengan sumberdaya lain. Istilah 'perikanan' sendiri
mengacu pada dua jenis perikanan, yakni perikanan budidaya (aquaculture) dan perikanan tangkap.
Perikanan budidaya memiliki karakter yang mirip dengan pertanian, di mana panen didapat dengan
cara membudidayakan jenis spesies tertentu di lahan tertentu dalam waktu yang dapat diperkirakan.
Sementara, perikanan tangkap, yang sebagian besar berasal dari laut, adalah jenis kegiatan ekonomi
yang ekstraktif, tanpa budidaya, dan menghadapi ketidakpastian yang sangat tinggi karena
sumberdaya (ikan) dapat bermigrasi ke perairan mana pun, sehingga nelayan atau industri perikanan
dapat berpindah-pindah dalam mencari ikan. Meskipun pergerakan kapal industri perikanan dapat
berlayar relatif bebas, namun ia tetap dibatasi zonasi laut sesuai dengan hukum internasional. Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah wilayah perairan di suatu negara yang dapat dimanfaatkan secara
bebas oleh kapal berbendera negara tersebut untuk mencari ikan.

Oleh karena karakter uniknya ini, dalam perdagangan internasional, isu liberalisasi dalam sektor
perikanan tidak dimasukkan dalam perundingan produk-produk pertanian, melainkan ke dalam
perundingan Non-Agricultural Market Access (NAMA) bersama dengan produk-produk manufaktur
dan juga tambang. Hal ini cukup unik, karena sebenarnya perikanan budidaya atau aquaculture
memenuhi unsur-unsur untuk disebut sebagai hasil pertanian. Akan tetapi karena adanya teknologi
pembudidayaan yang makin modern dan juga sistem Harmonized System (HS) yang terstandar,
beberapa produk-produk aquaculture suilit dibedakan dengan produk-produk perikanan laut.
Misalnya, ikan Salmon yang pada dasarnya hidup di alam bebas, yakni laut, kini dapat
dibudidayakan. Hal yang sama juga terjadi pada komoditas lainnya, misalnya udang atau ikan Patin.
Oleh karena itu, World Trade Organization (WTO), sebagai rejim perdagangan internasional,
memasukkan semua jenis ikan, makanan laut, produk perikanan, dan olahannya ke dalam
perundingan NAMA ketika berbicara mengenai pengurangan tarif.

Apa konsekuensinya ketika produk-produk perikanan yang secara alamiah merupakan kekayaan
alam diperdagangkan bahkan terkena skema liberalisasi ? Di dalam rejim internasional, terjadi
persinggungan antara rejim perdagangan dan rejim lingkungan, dimana terdapat komitmen di
tingkat internasional bahwa produk-produk perikanan harus diperlakukan secara 'berbeda' dengan
produk ekonomi lainnya yang tidak menghadapi masalah keberlanjutan. Oleh karena itu, dalam
pengaturannya, rejim internasional mengatur zonasi laut, pengaturan Regional Fisheries
Management Organizations (RFMOs), juga panduan teknis terkait dengan standar lingkungan hidup
termasuk ukuran MSY yang direkomendasikan oleh Food and Agricultural Organization (FAO).

Mengapa MSY perlu diterapkan ? Berbicara mengenai konservasi, ada beberapa karakter unik
perikanan yang, menurut saya, sangat ekologis. Karakter ini membuat pengelolaan sumberdaya
perikanan berbeda dengan jenis sumbedaya alam lainnya. Pertama, ikan sebenarnya adalah jenis
sumberdaya yang terbarukan, karena kemampuan bereproduksi dalam jumlah banyak. Artinya,
berbeda dengan tambang atau mineral bumi yang tidak terbarukan, ikan dapat diduplikasikan dalam
waktu tertentu yang relatif dapat dikatakan tidak lama. Kedua, ikan berada dalam lautan yang dapat
melintasi batas-batas perairan dan negara. Ada prediksi mengenai habitat ikan tertentu, namun
habitat ini dapat pula melintas batas ZEE dari masing-masing negara. Bahkan, ketika musim migrasi,
ikan dapat berpindah sementara atau mungkin tahunan.  Oleh karena lintas batas ini, kapal industri
perikanan, dengan peraturan tertentu, dapat berlayar ke lautan lepas dan juga wilayah pengelolaan
perikanan tertentu. Karenanya, ikan sangat rentan terhadap eksploitasi dari industri perikanan
berbagai negara yang mengakibatkan stok ikan tidak dapat cepat kembali seperti semula meskipun
ikan adalah sumberdaya yang terbarukan. Ketiga, ekologi laut menciptakan sistem tersendiri di mana
kehidupan salah satu ikan tergantung dari spesies lainnya. Rantai makanan di laut juga menciptakan
ketergantungan tersendiri ; kepunahan salah satu jenis ikan dapat berdampak pada kepunahan ikan
lainnya. National Geographic mengkategorikan 4 level rantai makanan ikan. Misalnya, jika level 2
dari rantai makanan tersebut langka akibat pengambilan dalam jumlah masif, maka level 1 juga akan
mengalami kelangkaan sumber pangan. Kemudian, misalnya, ketika terumbu karang rusak akibat
kegiatan penangkapan ikan, ekosistem laut dan beberapa jenis ikan dan biota laut tidak dapat
bertahan hidup dengan baik. Hal ini yang membedakan perikanan dengan sumberdaya alam
terbarukan lainnya, misalnya kayu di hutan, yang tidak memiliki sistem sekompleks laut atau jenis
perairan lainnya.

Oleh karena itu, MSY secara kuantitatif mengukur pada titik mana secara seimbang ikan dan produk
perikanan dapat ditangkap agar tidak terjadi overfishing yang berdampak pada keberlanjutan
sumberdaya perikanan ke depan. Dalam studi populasi, secara normal, jumlah populasi dapat
dikatakan secara gradual mengelami peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu. Sementara,
dalam sumberdaya yang diukur dalam MSY, diasumsikan sumberdaya akan mengalami peningkatan
pada waktu tertentu dan penurunan pada pertumbuhan dalam waktu tertentu pula. Artinya, ada
tahap anti-klimaks dalam pertumbuhan sumberdaya seiring dengan meningkatnya waktu.

Karenanya, MSY memperlihatkan jumlah panenan yang dapat dilakukan agar stok sumberdaya masih
tersedia pada waktu tertentu dan juga memperhatikan proyeksi jumlah populasi pada waktu ke
depan. Ada dua variabel yang diperhitungkan dalam menentukan jumlah panenan (disimbolkan
dengan simbol matematik H), yakni daya dukung lingkungan (disimbolkan K) dan jumlah intrinsik
pertumbuhan populasi (disimbolkan r). MSY akan mempertemukan titik H dalam kurva dua ordinat,
yakni : jumlah populasi (N) dan waktu atau periode (t).
Namun, terdapat pula kritik dalam melihat MSY sebagai sebuah ukuran yang dicetuskan oleh
ilmuwan-ilmuwan dari New Jersey,di mana salah satunya pionirnya adalah E.S. Russell dengan
karyanya "Some Theoretical Considerations on the Overfishing Problem" di tahun 1931. Beberapa
ahli konservasi biologi melihat ukuran ini tidak sesuai karena mengabaikan soal ukuran ikan,usia ikan
ketika ditangkap, dan juga dampak ekologi yang terjadi akibat penangkapan sebelumnya.
Perhitungan yang muncul dari kritik terhadap MSY ini akan muncul sebagai perhitungan yang lebih
kompleks. Banyak kalangan menilai MSY lebih tepat disebut dengan Maxium Average Field atau
tangkapan rata-rata maksimal.

Bagi Indonesia, sebagai sebuah negara maritim dengan garis pantai terpanjang kedua setelah
Kanada, isu overfishing dan marine overcapacity adalah sebuah isu yang penting yang harus diatasi
jika Indonesia ingin mengoptimalkan perikanan sebagai sumberdaya yang digali, namun juga
dihadapkan pada kewajiban untuk mengkonservasi sumberdaya tersebut. Selain disiplin pada MSY,
salah satu hal yang dapat dilakukan terkait dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah
memperkuat hilirisasi industri perikanan. Salah satu tantangan utama dalam industri perikanan
adalah meningkatkan peran logistik dalam kegiatan ekonomi perikanan. Logistik menjadi sangat
penting bagi perikanan karena karakter ketidakpastian jumlah tangkapan dan juga sistem
pendinginan yang sempurna agar ikan dapat dimanfaatkan lebih lama ketika usai dipanen. Vietnam,
salah satu produsen produk perikanan terkemuka di dunia, misalnya, untuk mengatasi keterbatasan
kemampuan teknologi mereka, mengundang investor untuk meningkatkan produktivitas sektor
perikanan, terutama untuk penggunaan teknologi dan inovasi. Pembangunan sektor logistik dan
pengolahan produksi perikanan sangat penting dalam upaya hilirisasi industri perikanan,
meningkatkan pendapatan nelayan, serta meningkatkan nilai tambah produk-produk perikanan.

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Maximum Sustainable Yield, Antara
Konservasi dan Ekonomi", Klik untuk baca:

https://www.kompasiana.com/herjunohnk/5517c924813311aa689de507/maximum-sustainable-
yield-antara-konservasi-dan-ekonomi

Kreator: Herjuno Ndaru Kinasih

Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator.

Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

Anda mungkin juga menyukai