Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL

TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN ORANGTUA


TERHADAP ANGKA KEJADIAN
KARIES GIGI ANAK

Oleh :
YAYU HARDIYANTI BEDDU
PO.71.4.261.19.2.029

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
TAHUN 2020
DAFTAR ISI

7
8

Halaman

SAMPUL ......................................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................
C. Tujuan Penelitian................................................................
D. Manfaat Penelitian..............................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori.........................................................................
1. Pengetahuan.........................................................................

2. Pendidikan ...........................................................................

3. Karies Gigi ............................................................................

B. Kerangka Teori ........................................................................


BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ........................................................................


B. Metode Pengumpulan Data .....................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
9

A. Latar belakang

Kesehatan mulut berarti lebih dari sekedar mulut yang sehat. Apa

yang terjadi pada mulut dapat mempengaruhi seluruh tubuh. Mulut

adalah pintu awal dari keseluruhan tubuh, dan kesehatan mulut adalah

cerminan awal dari kesehatan seluruh tubuh. Mulut, paru- paru, usus

adalah salah satu bagian yang sangat berpotensi dimana banyak jenis

bakteri yang dapat mengeksplorasi bagian tubuh ini. Kesehatan gigi dan

mulut umumnya erat dengan adanya faktor risiko baik dalam mulut

ataupun faktor risiko dari luar seperti kebersihan mulut yang buruk dan

kurangnya perawatan gigi dan mulut (Washington Department of Health,

2011 dalam Shanta, 2018).

Dalam menjaga kondisi klinis gigi dan mulut tentunya harus

dilakukan dengan rutin serta dijadikan sebuah kebiasaan dan gaya hidup

sehingga kondisi gigi dan mulut dapat optimal. Khususnya pada anak-

anak, kondisi gigi dan mulutnya sangat bergantung pada orangtua untuk

belajar memelihara kesehatan gigi dan mulutnya. Seperti mengajarkan

anak untuk membiasakan konsumsi makanan yang sehat, menggosok

gigi, rutin memeriksakan gigi dan mulut dan lain sebagainya (Washington

Department of Health, 2011 dalam Shanta, 2018).

Anak- anak pada usia prasekolah sampai mereka sekolah, anak-

anak mulai menunjukkan ciri- ciri kepribadian yang lebih kepada

perkembangan intelektual, kreatifitas dan kemandirian melakukan

aktivitas mereka sendiri termasuk menggosok gigi. Hal ini tentunya perlu

menjadi perhatian bagi orangtua untuk mengawasi, mengajarkan dan


10

menjaga perilaku kesehatan gigi dan mulut pada anaknya (Shanta et.al,

2018). Hal ini dikarenakan pada usia 4 tahun gigi susu telah tumbuh

semua, sedangkan di usia 6 tahun merupakan awal terjadinya pergantian

gigi tetap yang tidak akan tergantikan hingga menginjak masa dewasa.

Di masa inilah dimana kondisi dan posisi gigi yang kadang tidak rata

akan mengakibatkan gigi sulit dibersihkan, sehingga akan lebih mudah

mengalami karies. Bila pada gigi susu telah terkena karies, maka resiko

pada gigi tetap atau permanen mengalami karies akan lebih besar

(Sondang, 2015 dalam Rahina, 2018).

Karies gigi pada usia prasekolah akan berdampak pada masa

tumbuh kembang anak dikarenakan dapat mengganggu kualitas

hidupnya. Menurut Bloom, pada saat usia 4 tahun pertama seorang

anak, perkembangan dari segi kognitifnya mencapai 50%, dan mencapai

80% pada kurun waktu 8 tahun, serta 100% setelah usia 18 tahun. Bila

terjadi karies pada masa usia anak- anak, maka akan mengganggu

kondisi kognitif dari anak (Saidah, 2003 dalam Rahina, 2018)

Karies ialah sebuah penyakit yang merusak permukaan dan lapisan

pada gigi yang dimulai dari bagiaan permukaan gigi yaitu email, yang

selanjutnya ke dentin dan kemudian menuju ke lapisan pulpa (Tarigan

2013, dalam Jyoti dkk, 2019). Hal itu terjadi dikarenakan adanya proses

dan berbagai faktor risiko yang saling berkaitan dalam kurun waktu

tertentu. Adapun beberapa faktor diantaranya yakni host,

microorganisme, substrat dan waktu. Selain dari adanya faktor dari

dalam yang mempengaruhi terjadinya karies, terdapat juga faktor risiko


11

yang berasal dari luar diantaranya umur, sosial status dan ekonomi,

tingkat pendidikan, pengetahuan serta sikap dan perilaku (Capelli, 2008

dalam Jyoti dkk, 2019)

Kondisi klinis gigi dan mulut saat usia anak- anak merupakan salah

satu hal yang perlu diperhatikan, hasil survei Riset kesehatan dasar

(Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa usia anak- anak (4-6

tahun) menderita karies dengan deft/ dmft 8,43. Selain itu prevalensi

terjadinya karies gigi di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 45,3% dan

anak pada usia sekolah dasar meningkat sebesar 49,6%. Sedangkan di

provinsi sulawesi selatan terdapat 65% yang memiliki masalah pada gigi

dan mulutnya yang banyak diantaranya menderita karies (Riskesdas,

2018).

Sedangkan menurut Komunitas Epidemiologi Gigi dan mulut

menyatakan saat masa anak- anak di Indonesia mempunyai peluang

mengalami karies. Hal ini dikarenakan, anak- anak dalam menjaga

kondisi klinis giginya masih membutuhkan peran aktif dari orangtuanya,

khususnya ibu sebagai role model yang dekat dengan anak. Sehingga

orangtua khususnya ibu perlu mempunyai pengetahuan dan perilaku

yang tentang kesehatan gigi dan mulut yang baik sebagai wujud upaya

dalam menurunkan risiko terjadinya karies pada anak (Afiati, 2017 dalam

Jyoti, 2019)

Dalam memberikan pengawasan dan pendidikan kesehatan gigi

pada anak, tentunya terdapat beberapa hal yang turut mempengaruhi

diantaranya status demografi dan perilaku orangtua yang dimana salah


12

satu diantaranya adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan orangtua

tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Siqueira et.al, 2013

dalam Shanta, 2018). Faktor perilaku dalam hal ini pengetahuan menjadi

salah satu risiko timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut dapat

ditingkatkan melalui pendidikan kesehatan sedangkan tingkat pendidikan

menggambarkan bagaimana seharusnya kemampuan seseorang dalam

mendapatkan dan melakukan informasi kesehatan. Semakin tinggi

tingkat pendidikan maka akan diasumsikan semakin baik pula tingkat

pemahamannya. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan dapat menentukan

pengetahuan, sikap dan pola perilakunya. Semakin tinggi tingkat

pendidikannya, maka makin baik pula perilaku kesehatan giginya,

begitupun sebaliknya, semakin rendah pendidikan maka semakin rendah

pula perilaku kesehatannya (Afiati, 2017 dalam Angelica, 2019).

Dalam hal ini, peran orangtua sebagai role model bagi anaknya

sangat penting, sehingga perlu perhatian khusus untuk memperoleh

informasi kesehatan gigi dan mulut yang dapat meningkatkan

pengetahuannya, sehingga orangtua dapat membimbing dan mengawasi

perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada anak. Berdasarkan

latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji secara

teoritis dan faktual tentang “Tingkat pendidikan dan pengetahuan

orangtua terhadap angka kejadian karies gigi anak”

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah tingkat pendidikan dan pengetahuan orangtua terhadap

angka kejadian karies gigi anak ?


13

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pendidikan dan pengetahuan orangtua

terhadap angka kejadian karies gigi anak

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pendidikan orangtua terhadap angka

kejadian karies gigi anak

b. Untuk mengetahui pengetahuan orangtua terhadap angka

kejadian karies gigi anak

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya

meningkatkan pendidikan kesehatan gigi serta pengetahuan

orangtua sebagai role model, dan juga sebagai sumber informasi

tentang tingkat pendidikan dan pengetahuan orangtua terhadap

angka kejadian karies gigi anak

2. Manfaat praktis

a. Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta

referensi dalam bidang penelitian kesehatan gigi dan mulut

khususnya terkait tingkat pendidikan dan pengetahuan orangtua

terhadap angka kejadian karies gigi anak

b. Bagi Instansi Perguruan Tinggi


14

Dapat menjadi tambahan referensi dalam bidang penelitian dan

pengabdian masyarakat dalam lingkup bidang kesehatan gigi

dan mulut.

c. Bagi mahasiswa dan peneliti selanjutnya

Sebagai dasar dan tambahan untuk pengembangan dalam

melakukan penelitian lanjutan terkait tingkat pendidikan dan

pengetahuan orangtua terhadap angka kejadian karies gigi anak,

yang dimana agar dapat lebih mendalami keterkaitan antara

variabel dalam penelitian

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan ialah salah satu capaian yang diperoleh dari

adanya proses belajar yang menggunakan indera pada manusia

akan suatu hal yang menjadi fokus pembelajaran. Adapun jenis

indera yang dapat membantu manusia untuk mendapatkan


15

pengetahuan adalah indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, pengecapan dan perabaan. Sebagaimana yang

diketahu bahwa, pengetahuan adalah dasar utama dalam

membentuk adanya sikap dan tindakan yang pada akhirnya

menjadi perilaku (Notoadmodjo, 2011).

Selain dengan indera manusia, seseorang juga akan

memperoleh pengetahuan melalui pengalaman yang dilaluinya.

Hal ini tentunya sangat fundamental mengingat bahwa perilaku

yang didasari dengan pengetahuan akan lebih awet dan

bertahan lama dibandingkan dengan perilaku tanpa didasari

pengetahuan yang sesuai. Dalam penelitian Rogers (1974)

menjelaskan bahwa sebelum terbentuknya suatu perilaku yang

baru, manusia akan mengalami suatu proses yang sifatnya

sistematis, hal ini selanjutnya dikenal dengan AIETA yang

merupakan singkatan dari Awareness, Interest, Evaluation, Trial

dan Adaption.

1) Awareness (Kesadaran)

Dimana orang tersebut secara langsung sadar dalam hal itu

memahami lebih dahulu suatu stimulus (objek). Hal ini

tentunya dilandasi dengan adanya rasa tahu dan ingin tahu

dari subjek akan suatu objek sehingga dengan sadar dalam

melakukan sesuatu.

2) Interest (Merasa tertarik)


16

Rasa tertarik menjadi salah satu indikasi akan dilakukannya

suatu tindakan, hal ini dapat menjadi dorongan dari suatu

subjek dalam melakukan stimulus. Hal ini menjadi salah satu

fase munculnya sikap baru.

3) Evaluation (Menimbang- nimbang)

Setelah melakukan stimulus akan suatu objek, selanjutnya

subjek akan cenderung melakukan evaluasi terhadap

stimulus yang telah dilakukannya. Hal ini dalam rangka untuk

mengevaluasi akan baik tidaknya suatu stimulus.

4) Trial (Percobaan)

Pada fase ini, sikap yang awalnya belum paten dan masih

sekedar menimbang- nimbang, telah sampai pada fase

dimana subjek ingin melakukan stimulus yang diamati dan

ingin dicoba

5) Adaption (Adaptasi),

Pada fase ini, subjek telah berperilaku dengan konsep baru

yang sesuai dengan pengetahuan yang telah dipelajari, yang

sebelumnya diawali dengan pengetahuan dan sikap akan

stimulus.

Akan tetapi, selanjutnya Rogers dalam penelitiannya juga

menjelaskan bahwa dalam terbentuknya suatu perilaku baru,

subjek tidak selamanya melewati fase- fase diatas. Dalam


17

proses pembentukan perilaku baru, subjek yang telah

memperoleh pengetahuan serta sikap yang menurutnya positif

akan cenderung memiliki perilaku yang bersifat lama yang

akhirnya bisa menjadi suatu kebiasaan. Begitupun sebaliknya,

jika subjek tidak mendapatkan hal diatas, maka perilaku yang

dilakukan cenderung bersifat sementara.

b. Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo (2011) mengungkapkan bahwa pengetahuan

mempunyai 6 level, diantaranya :

1) Tahu (Know)

Pada fase ini, subjek mencoba mengingat akan suatu materi

yang sudah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam aspek

pengetahuan dimana ada upaya untuk mengulangi sesuatu

yang telah dipelajari dan diterima.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami dapat berarti suatu keahlian dalam memaparkan

mendeskripsikan hal yang benar adanya terhadap stimulus

yang dikenal dan bisa menginterpertasikan stimulus yang

diamati dengan baik. Subjek yang telah memahami suatu

objek atau materi harus mampu menjelaskan, memberikan

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap suatu objek yang telah dipelajari. Misalnya dapat


18

menjelaskan mengapa harus menjaga kesehatan gigi dan

mulut dengan baik.

3) Aplikasi (application )

Aplikasi dapat didefinisikan suatu pengaplikasian akan

stimulus yang sudah diamati dan dipahami. Pada fase ini,

subjek sudah mampu menerapkan kaidah- kaidah dari setiap

situasi.

4) Analisis ( analysis)

Analisa dapat didefinisikan sebagai suatu skills dalam

memaparkan suatu stimulus kedalam berbagai stase- stase

yang lebih rinci.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis dalam hal ini merupakan suatu skills dalam

meletakkan dan mengaitkan setiap hal yang telah dipelajari

menjadi suatu hal yang baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Pada tingkatan ini, subjek sudah mampu melakukan evaluasi

atau penilaian akan suatu stimulus yang telah dipelajari.

c. Cara Memperoleh pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2011), ada beberapa cara untuk

memperoleh pengetahuan yaitu :

1) Cara coba– salah (Trial and Error)


19

Umumnya sebelum subjek memperoleh pengalaman yang

kemudian menjadi pengetahuan, akan ada kecenderungan

untuk mencoba hal- hal yang baru yang sifatnya bisa positif

dan juga sebaliknya. Hal ini tentunya berdampak pada hal

yang bisa saja menjadi rasa tahu akan hal yang sebelumnya

hanya berawal dari coba- coba. Jikalau positif, maka

pengetahuan yang akan diperoleh akan positif juga.

Begitupun sebaliknya.

2) Cara Kekuasaan atau otoritas

Dalam hal ini, manusia tidak pernah lepas dari adat dan

budaya yang ada di tempatnya masing- masing. Sehingga

rasa tahu akan suatu perilaku atau kebiasaan sangat

dipengaruhi oleh kebiasaan dan kepercayaan orang

setempat. Umumnya pengetahuan yang subjek peroleh

berasal dari cerita yang diwariskan turun temurun baik

berupa lisan atau bukti akan kepercayaan yang diyakini. Hal

ini tentunya bisa menjadi positif ataupun sebaliknya.

3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi merupakan salah satu sumber

pengetahuan yang umumnya akan diperoleh oleh semua

orang. Untuk pengalaman yang sifatnya positif, tentunya

akan menjadi hal yang baik bagi subjek dalam menerapkan

dan memperlajarinya menjadi suatu stimulus yang baik, akan


20

tetapi jika pengalaman yang diperolehnya buruk, subjek akan

cenderung berhati- hati dalam melakukan stimulus

kedepannya. Jadi pada tingkatan ini diperlukan penyaringan

(filter) untuk setiap bentuk pengalaman yang diperoleh.

4) Melalui jalan pikiran

Pola pikir tentunya setiap subjek memilikinya, bagaimana

menalarkan dan memikirkan akan setiap fenomena yang

terjadi di sekitarnya, setiap kejadian, pengalaman tentunya

akan mengarahkan setiap subjek untuk senantiasa

mengembangkan alur pikirnya akan suatu stimulus. Hal ini

tentunya sangat penting sebagai tahapan untuk memperoleh

informasi yang berisi pengetahuan yang positif.

5) Cara modern

Semakin berkembangnya pola pikir disertai kemajuan zaman

sekarang ini, menuntut setiap subjek untuk mencari dan

menemukan hal- hal baru yang dapat menjadi suatu

penemuan dan sumber rujukan pengetahuan yang terbaru

yang dapat menjadi referensi dan tambahan ilmu bagi

khalayak banyak. Hal ini tentunya diperoleh dengan

menerapkan suatu kajian yang sifanya ilmiah disertai

metode- metode yang logis, sistematis dan sesuai kaidah

keilmuan. Semakin banyaknya penelitian dan penemuan

membuat setiap subjek dengan mudah untuk memperoleh

pengetahuan yang sifatnya faktual dan bermanfaat.


21

d. Pengukuran Pengetahuan

Bloom dalam Notoadmodjo (2011) memaparkan bahwa suatu

pengetahuan dari seseorang dapat diukur dengan menggunakan

suatu teknik atau metode pengumpulan data yang sesuai

dengan kaidah penelitian ilmiah. Dalam pemaparannya

disebutkan bahwa untuk mengukur pengetahuan seseorang

dapat dilakukan dengan menggunakan angket seperti kuesioner

dan juga menggunakan wawancara kepada informan. Untuk

menentukan kategori pengetahuan dari setiap responden, maka

terdapat beberapa indikator penilaian yang dapat mengukur

tingakatan pengetahuan responden, diantaranya:

1) Baik

Subjek akan dikategorikan memiliki pengetahuan yang baik

apabila mampu menjawab dengan benar, kuesioner yang

diberikan sebanyak 76- 100% dari keseluruhan pertanyaan.

2) Cukup

Subjek akan dikategorikan memiliki pengetahuan yang cukup

apabila mampu menjawab dengan benar, kuesioner yang

diberikan sebanyak 51- 75% dari keseluruhan pertanyaan.

3) Kurang

Subjek akan dikategorikan memiliki pengetahuan yang

kurang apabila mampu menjawab dengan benar, kuesioner

yang diberikan sebanyak <50% dari keseluruhan pertanyaan.

2. Pendidikan
22

a. Pengertian pendidikan

Pendidikan adalah salah satu cara yang menjadi tahapan

dalam meningkatkan kualitas dari masyarakat sejak dini, hal ini

dikarenakan cita- cita bangsa kedepannya sangat tergantung

pada bagaimana suatu bangsa memberikan pendidikan bagi

generasinya. Sebagaimana yang diketahui bahwa dalam

pembukaan UUD 1945 disebutkan “Mencerdaskan kehidupan

bangsa”. Kutipan tersebut tentunya dapat diwujudkan dengan

menyelenggarakan pendidikan secara merata dan berkualitas

untuk semua masyarakat

b. Latar belakang pendidikan

Latar belakang pendidikan adalah indikator yang dapat

dijadikan rujukan oleh instansi/ perusahaan dalam melakukan

seleksi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas.

Selain melihat later belakang pendidikan dari individu, prestasi

akademik dan keaktifan dalam keorganisasian juga menjadi

pertimbangan dari suatu instansi/ karyawan untuk merekrut

sumber daya manusia yang berkualitas.

Suatu latar belakang pendidikan bisa ditinjau dari aspek

yakni jenjang keilmuan dan pendidikan (Wahdanfari, 2014 dalam

Safitri, 2018):

1) Jenjang Pendidikan

Dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor. 20

tahun 2003, jenjang pendidikan terdiri atas:


23

a) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan sebuah jenjang pendidikan

tahap awal yang menempuh waktu 9 tahun yang terdiri

dari Sekolah Dasar selama 6 tahun dan Sekolah

Menengah Pertama selama 3 tahun.

b) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan jenjang lanjutan dari

Pendidikan dasar, pada jenjang ini waktu yang ditempuh

adalah 3 tahun. Fase ini merupakan waktu untuk

mempersiapkan Sumber daya manusia yang siap kerja.

c) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi ialah jenjang lanjutan dari pendidikan

menengah. Pada fase ini, sumber daya manusia dididik

untuk memiliki keahlian akademik dan non akademik

yang bisa diterapkan dalam persaingan dunia kerja.

Umumnya perguruan tinggi dapat berbentuk universitas,

akademi, institut, sekolah tinggi dan sebagainya.

2) Spesifikasi/ Jurusan Keilmuan

Setelah melalui jenjang pendidikan, selanjutnya dalam dunia

kerja terdapat seleksi- seleksi akan kecocokan dengan

posisi- posisi yang dibutuhkan. Umumnya dunia kerja

mempunya spesifikasi dengan persyaratannya masing-

masing.

c. Tujuan Pendidikan
24

Adapun tujuan dari pendidikan adalah:

1) Tujuan umumnya yaitu membentuk sumber daya manusia

yang pancasilais

2) Secara kurikuler yaitu goal dari studi pelajaran

3) Secara instruksional yaitu kurikulum berupa bidang yang

terdiri dari bahasan dan sub bahasan

3. Karies Gigi

a. Definisi Karies gigi

Karies gigi yaitu gangguan yang menyebabkan adanya

masalah di lapisan gigi yang dimulai dari email, dentin, pulpa

hingga ke apex. Umumnya karies gigi dimulai dari adanya sisa

makanan yang melekat pada permukaan lapisan gigi yang

kemudian berubah sifat keasamannya dan dapat menjadi lesi

hingga lubang yang dapat menimbulkan gejala- gejala baik

berupa ngilu, sakit ataupun nyeri. Adapun penyebab umum

terjadinya karies diantara adalah: (Tarigan, 2013).

1) Carbohydrate

2) Microorganism dan saliva

3) Bentuk gigi

b. Patogenesis Karies Gigi Anak

Karies gigi ialah suatu proses patologis yang

menimbulkan proses kerusakan secara bertahap pada lapisan

gigi, yang dimulai dari email hingga ke pulpa dan akar gigi. Jika

membahas soal karies, maka tidak luput dari sejarah


25

kebudayaan manusia. Sejak zaman kuno di Asia, Afrika dan

Amerika sudah banyak dijumpai kejadian karies. Teori- teori soal

penyebab terjadinya karies juga sudah banyak dipaparkan sejak

dahulu (Harun, 2015)

Keyes (1961) mengungkapkan bahwa ada 3 (tiga) faktor

utama yang menyebabkan terjadinya karies, diantaranya gigi dan

saliva, mikroorganisme serta substrat atau makanan, sehingga

secara umumnya disepakati bahwa ketiga faktor tersebut harus

saling berinteraksi untuk menimbulkan adanya karies. Hal ini

kemudian dikenal dengan sebutan multifactorial disease (Harun,

2015).

Untuk dapat meminimalisir terjadinya karies, maka

berbagai risiko yang mungkin terjadi harus diperkecil, cara yang

bisa dilakukan adalah menjaga agar beberapa faktor tersebut

tidak dapat saling berinteraksi atau minimal memperpendek

durasi waktu faktor tersebut berinteraksi. Selain faktor- faktor

diatas, terdapat juga faktor yang secara tidak langsung dari luar

yang menjadi risiko terjadinya karies diantaranya usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, lingkungan, sikap dan perilaku yang

berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut (Harun, 2015).

c. Jenis Karies Gigi Anak

Karies gigi adalah penyakit yang menyerang gigi yang

tentunya tidak bisa terlepas dari kebudayaan manusia. Sejak


26

masa erupsi didalam mulut, setiap gigi mempunyai risiko- risiko

untuk terjadinya karies. Tinggi rendahnya risiko karies pada anak

tergantung pada faktor- faktor yang ada pada manusia dan

lingkungan sekitarnya. Proses karies gigi pada gigi sulung terjadi

lebih cepat dibandingkan gigi tetap dan sangat beresiko

terjadinya karies rampan (Harun, 2015).

Keganasan karies dapat diketahui dari kedalaman dan

luasnya karies yang dialami. Karies dikatakan ganas atau

progresif bila karies tersebut dalam waktu yang relaitif singkat

menjadi karies yang dalam dan luas. Proses karies yang

progresif akan lebih cepat menjalar dari lapisan email, dentin dan

ke pulpa. Menurut Suwelo (1988) dalam disertasinya

mengenalkan Indeks Keganasan Gigi Sulung yang terdiri dari

Indeks Kedalaman Karies (IKK) dan Indeks Perluasan Karies

(IPK). Pada hakikatnya untuk memperoleh IKK dan IPK adalah

dengan melihat kedalaman dan perluasan karies yang dikaitkan

dengan lamanya gigi sulung tersebut dalam mulut (Harun, 2015)

d. Pola Karies Gigi pada Anak

Karies pada anak (ECC) merupakan istilah yang

digunakan dalam menggambarkan karies yang terjadi pada gigi

susu anak- anak (Harun, 2015). Beberapa anak- anak seringkali

terkena karies pada sejumlah gigi dan pada anak- anak yang

lebih tua (3 atau 4 tahun lebih tua) memperlihatkan adanya


27

karies. Karies ini disebut dengan karies rampan. Namun, tidak

ada perbedaan yang jelas antara karies rampan dan nursing

caries sehingga kedua hal ini sering dianggap sama. Umumnya

karies pada balita berkaitan dengan prevalensi konsumsi

minuman yang mengandung gula atau pemakaian dot (Harun,

2015).

Frekuensi konsumsi adalah faktor yang fundamental.

Anak dengan kebiasaan konsumsi dan menyusu dari botol

sepanjang hari sangat beresiko untuk hal tersebut. Selain itu,

kebiasaan anak untuk menyusu dengan ibunya selama kurun

waktu kurang lebih 2 tahun membuat resikonya lebih tinggi

mengalami karies (Harun, 2015).

e. Perawatan Gigi Sulung

Dalam melakukan upaya dini dalam mengurangi risiko

karies, perlu kiranya diketahui tanda- tanda dan gejala yang

nampak atau tidak nampak pada gigi anak (Harun, 2015);

1) Karies gigi sulung berdasarkan proses kecepatan

terbentuknya karies :

Pada fase ini, karies berkembang lebih progresif dari lapisan

awal gigi yaitu enamel, yang kemudian merambah ke lapisan

dentin, dan selanjutnya tembus ke bagian pulpa gigi. Selain

itu, kasus karies biasanya ada yang perkembangan yang

cepat dan adapula yang perkembangannya lambat. Dan

pada waktu tertentu, perkembangannya bisa berhenti


28

2) Jenis karies gigi sulung berdasarkan penyebarannya

diseluruh gigi dalam mulut. Klasifikasi karies gigi sulung:

a) Klas 1

Ada karies di gigi molar sulung

b) Klas 2

Ada karies di gigi insisivus dan gigi kaninus atas

c) Klas 3

Ada karies di gigi insisivus, gigi kaninus atas dan gigi

molar

d) Klas 4

Ada karies di gigi insisivus dan gigi kaninus bawah tanpa

atau dengan karies di gigi yang lain

3) Jenis karies gigi sulung berdasarkan lokasi kariesnya:

Berdasarkan lokasi karies dapat dengan mudah diketahui

berupa permukaan yang mengalami, dan juga dapat

diketahui letak kariesnya, apakah di bukal, oklusal ataupun

permukaan lainnya. (Harun, 2015).

4) Jenis karies berdasarkan keganasan dan perluasannya:

Berdasarkan keganasannya serta perluasannya,

terdapat 3 tipe karies diantaranya karies biasa, botol dan

rampan. Perlu diketahui bahwa, anak- anak merupakan

kelompok usia rentang akan risiko karies. Rampan karies

yaitu terkenanya gigi pada permukaan bagian proksimal di


29

gigi incisivus bawah hingga menjalar ke bagian servical

(Harun, 2015).

Terjadinya rampan karies disebabkan juga karena

kondisi saliva, yang dimana kondisi saliva yang kental dan

asam dapat dengan mudah menyebabkan rampan karies.

Selain itu, kebiasaan makan dan minum yang manis juga

sangat mempengaruhi terjadi karies. Oleh karena itu, pola

konsumsi makanan juga harus diiringi dengan pemeliharaan

kondisi klinis gigi dan mulut yang baik dan benar (Harun,

2015).

5) Jenis karies gigi sulung berdasarkan kedalaman karies:

Berdasarkan kedalamannya, karies dapat di

kelompokkan menjadi beberapa titik dimulai dari enamel,

dentin, pulpa serta akar. Hal ini dapat memudahkan dalam

menerapkan diagnosis berdasarkan sympton dan

pengamatan terhadap bentuk kavitas pada gigi oleh operator

(Harun, 2015):

a) Karies email (KE) apabila karies hanya pada email

b) Karies dentin (KD) apabila karies mengenai dentin

c) Karies mencapai pulpa (KMP) apabila karies sudah

mencapai pulpa

d) Karies mengenai akar (KMA) apabila karies sudah

mengenai akar

f. Perawatan Karies Gigi berdasarkan jenis karies


30

Sebelum melakukan perawatan pada gigi yang mengalami

karies gigi, maka diperlukan suatu perencanaan yang baik dan

komprehensif dan berkelanjutan. Tentunya fokus dalam

melakukan perawatan tidak hanya sebatas mengembalikan

fungsi gigi atau menghilangkan rasa sakit dan nyeri, akan tetapi

harus disertai dengan upaya promotif dan preventif yang harus

diutamakan. Hal ini tentunya lebih baik daripada memberikan

perawatan pada gigi yang sudah terindikasi mengalami

gangguan seperti karies (Harun, 2015).

Tujuan dari perawatan yang komprehensif adalah untuk

mencegah anak mengalami masalah kesakitan pada gigi dan

mulutnya sehingga mengganggu tumbuh kembang anak.

Sehingga diperlukan kontrol yang rutin dan pemeliharaan gigi

yang baik dan benar. Hal itu tentunya bisa meminimalisir risiko

terkena karies pada anak (Harun, 2015).

Perawatan pada gigi sulung berdasarkan diagnosis

kariesnya dapat dijabarkan sebagai berikut ini: (Harun, 2015)

1) Karies email

Karies pada email ditandai dengan adanya white spot

(bercak- bercak putih) pada gigi. Umumnya karies pada

lapisan email belum membentuk sebuah kavitas. Adapun

cara menghentikan karies pada email adalah dengan

mengoleskan larutan SnF2 atau AgNO3 dan meningkatkan


31

kebersihan gigi dan mulut. Upaya ini dilakukan pada gigi

dengan karies yang akut ataupun kronis, khususnya pada

anak usia dini atau balita.

2) Karies dentin

a) Apaila suatu karies pada lapisan dentin yang memiliki

kavitas dan retensi yang cukup, langkah utama yang

dilakukan adalah membersikan jaringan pada karies, lalu

meletakkan bahan tambalan berupa zinc oxide eugenol

semen di kavitas yang sudah bersih dan kering,

selanjutnya dilakukan upaya peningkatan status

kebersihan gigi dan mulut. Dan pada perawatan akhir,

apabila waktu dan dana mencukupi, maka dapat

dilakukan restorasi tetap yang sesuai dengan

indikasinya. Upaya ini dilakukan terutama pada karies

akut di anak usia balita

b) Dan apabila terdapat karies dentin tanpa retensi,

misalnya di daerah proksimal atau karies dengan

permukaan yang luas, maka perawatan yang dilakukan

adalah dengan membersihkan jaringan keras pada gigi,

kemudian permukaan gigi yang mengalami karies

dilicinkan, kemudian dioles dengan SnF 2 atau dengan

AgNO3 dan tentu saja melakukan upaya dalam rangka

meningkatkan kebersihan gigi dan mulut. Upaya ini

dilakukan apabila kita tidak mempunyai bahan restorasi


32

(misalnya mahkota logam) yang cukup dan mendapat

kesulitan pada waktu melakukan pendekatan pada anak.

3) Karies pulpa

Jika gigi masih bisa dilakukan upaya restorasi maka :

(Harun, 2015)

a) Vital

Sebagai langkah awal dalam melakukan sebuah

perawatan, maka dapat dilakukan pulpotomi dengan

formokresol atau mumifikasi. Selanjutnya dibuatkan

restorasi sesuai dengan indikasinya

b) Non Vital

Sebagai perawatan awal dilakukan perawatan

endodontik satu kali kunjungan. Pertama- tama

dilakukan pembersihan pada jaringan gigi yang karies,

lalu melakukan pembukaan pada kamar pulpa, kemudian

melakukan pembersihan dengan ekskavator tajam dan

kecil sejauh mungkin kedalam saluran akar. Setelah itu

lakukan pembersihan dengan akuades, lalu selanjutnya

dikeringkan.

Setelah mendapatkan ruang pulpa dan setengah

saluran akar yang bersih dan kering, selanjutnya ruang

tersebut diletakkan pasta formokresol – eugenol – zinc

oksid (formokresol: eugenol = 1:1), kemudian ditutup

dengan semen zinc oxide eugenol. Dan tentu saja harus


33

diiringi dengan peningkatan status kebersihan gigi dan

mulut yang baik dan benar. Dan sebagai langkah akhir,

jika waktu dan dana telah memadai maka selanjutnya

dilakukan restorasi tetap sesuai dengan indikasinya.

Terbukanya ruang pada pulpa banyak diakibatkan

karena adanya karies pada gigi, selain itu bisa juga

dikarenakan trauma akibat adanya benturan atau selama

preparasi pada kavitas. Terbukanya pulpa pada gigi sulung

lebih mudah terjadi dikarenakan lapisan permukaan pada

gigi sulung lebih tipis dibandingkan gigi permanen.

4) Karies akar

Pada banyak kasus, karies yang tidak mendapatkan

perawatan pada saat masih di lapisan email, dentin serta

pulpa akan menjalar hingga ke akar, sehingga opsi

perawatan yang sesuai adalah dengan melakukan

pencabutan. Namun, melakukan pencabutan pada anak usia

balita tentu saja tidak mudah, dikarenakan membutuhkan

waktu. Tentunya membiarkan gigi yang sudah sisa akar

bukanlah opsi yang baik, apalagi jika hanya

menginstruksikan untuk membersihkan giginya saja.


34

B. Kerangka Teori

Faktor yang
Pengetahuan
mempengaruhi Tingkat pendidikan
pengetahuan:
Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Umur
Orangtua :
Minat SD

Jenis SMP
SMA
kelamin
Sarjana (S1)/
Lingkungan
Diploma
Informasi Magister (S2)

Faktor yang
Kejadian Karies
mempengaruhi
terjadinya karies:
Mikroorganisme
Host
Waktu
Substrat
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Pengalaman
35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi literatur atau biasa dikenal

dengan study literature review (SLR). Dimana studi literatur adalah salah

satu teknik untuk mencari informasi dan referensi yang relevan dengan

kasus terhadap permasalahan yang ditemukan.

B. Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data di penelitian ini, maka diperoleh banyak

literasi yang berasal dari text book, jurnal, artikel, majalah serta dokumen

pendukung lainnya.
36

DAFTAR PUSTAKA

Angelica, dkk. 2019. Pengaruh Tingkat Pendidikan Tinggi dan Perilaku Ibu
Terhadap Indeks def-t pada Anak Usia 4-5 Tahun. Padjajaran Dental Jurnal.
Vol.3 No.1. Hal.20-25

Birnbaum, 2012. Buku Diagnosis Kelainan dalam Mulut. EGC. Jakarta

Harun, 2015. Buku Saku Karies dan Perawatan Pulpa pada Gigi Anak. Sagung
Seto. Jakarta

Jyoti, dkk. 2019. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam
Merawat Gigi Anak terhadap Kejadian Karies Anak di TK Titi Dharma
Denpasar. Bali Dental Journal. Vol.3. No.3. Hal 96-102

Notoatmodjo, 2011. Buku Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta,
Jakarta

Rahina, dkk, 2018. Tingkat Pengetahuan Kesehatan Gigi Pada Orang Tua Anak
Usia Prasekolah

Riskesdas, 2018, Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia

Safitri, 2018. Pengaruh Pendidikan Terhadap Kinerja Karyawan PT. Surabaya


Industrial Estate Rungkut dengan Melalui Pelatihan dan Pengalaman Kerja
sebagai Variabel Intervening. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya.

Shanta, et.al, 2018. The Association Between Parental Age, Education and
Occupation (Familial Status) and Oral Health Status Among Pre-school
37

Children of Bhopal City, India. Acta Scientific Dental Sciences Journal.


Vol.2 Issue 1. P.23-28

Tarigan, 2013. Karies Gigi. 2nd . EGC. Jakarta

Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai